Anda di halaman 1dari 14

OSMOREGULASI

Nama : Kastin Satya Alfanti


NIM : B0A018022
Rombongan :I
Kelompok :4
Asisten : Wakhyuningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ORGANISME AKUATIK

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan


keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.
Evans (1988) menyatakan, osmoregulasi adalah mekanisme pengaturan air dan
ion dalam tubuh dalam sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatasi
problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan
diantara ekstra sel dengan lingkungan secara kolektif, Soetarto (1986)
menambah makanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat terlarut
dan distribusi zat terlarut dan distribusi zat terlarut. Dimana makhluk hidup
mempertahankan kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme
dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar.
Fujaya (2004) menambahkan ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda
dengan lingkungannya,oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau
kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat
berlangsung dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan
ini disebut osmoregulasi.
Berdasarkan kemampuan adaptasi terhadap tingkat salinitas maka hewan air
dapat diklafikasikan dalam stenohalin dan eurihalin. Stenohalin merupakan
hewan yang mampu bertahan pada lingkungan salinitas yang sempit, sedangkan
eurilihalin merupakan hewan yang mampu bertahan pada tingkat kelulus
hidupan (survival rate) dari suatu populasi dalam jangka waktu tertentu. Istilah
ini biasanya dipakai dalam konteks populasi individu muda yang harus bertahan
hidup hingga siap berkembang biak (Yuwono, 2006). Percobaan sintasan ikan
nila dan nilem dilakukan dengan perlakuan direct transfer dan gradual transfer.
Perlakuan direct transfer maksudnya adalah pengukuran ikan nila dan nilem
secara langsung, yaitu dimasukkan pada salinitas yang diinginkan, sedangkan
gradual transfer secara tidak langsung atau bertahap dari salinitas rendah ke
salinitas tinggi. Perubahan salinitas lingkungan akan memicu mekanisme
osmoregulasi pada ikan yang berfungsi untuk menjaga osmolalitas plasma dan
media sesuai dengan keadaan lingkungan. Insang dan ginjal adalah organ yang
paling berperan dalam osmoregulasi. Insang berfungsi mengambil garam dari
lingkungan sekitar untuk menjaga agar tidak dehidrasi dan ginjal menyerap
garam-garam, serta mengeluarkan ketika kondisi garam pada tubuh sudah terlalu
banyak dalam bentuk urin (Tang, 2009). Kehidupan suatu organisme sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik faktor fisika, faktor kimia dan biologi.
Faktor yang mendukung kehidupan organisme di perairan adalah kadar salinitas
dalam perairan.
Hewan jika dilihat dari kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan
salinitas lingkungan eksternalnya dibagi menjadi dua, yaitu osmoregulator dan
osmokonformer. Hewan yang dikatakan osmoregulator adalah organisme yang
menjaga osmolalitasnya tanpa tergantung lingkungan sekitar. Hewan
osmokonformer adalah hewan yang tidak mampu mempertahankan tekanan
osmotik didalam tubuhnya. Hewan ini harus melakukan berbagai adaptasi
supaya dapat bertahan di habitatnya. Perubahan salinitas juga dapat
mempengaruhi permeabilitas (Tang, 2009).
B. Tujuan

Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi

pada hewan eurihalin yang mmapu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup

luas), ikan nila (Oreochromis sp.) serta hean stenohalin, ikan Nilem (Osteochillus

vittatus), dan atau kepiting.


II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan adalah akuarium, oven, refraktometer, baskom, jarum,


benang, timbangan analitik, dan air dengan salinitas 0, 10, 20, 30 ppt.
Bahan yang digunakan adalah ikan Nilem (Osteochillus vittatus), dan ikan
Nila (Oreochromis niloticus).
B. Cara Kerja

1. Pengamatan Sintasan Ikan pada Perlakuan Direct Transfer


a. Disiapkan 4 buah gelas plastik tanpa lubang, lalu masukkan air dengan
salinitas masing-masing 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt.
b. Dimasukkan masing-masing 5 larva ikan kedalam gelas plastik.
c. Dilakukan observasi dan catat jumlah larva ikan yang masih hidup pada

Nt
tiap salinitas dan hitung dengan rumus SR = x 100 %.
No
2. Pengamatan Sintasan Ikan pada Perlakuan Gradual Transfer
a. Disiapkan 4 buah gelas plastik yang dilubangi, lalu masukkan air dengan
salinitas masing-masing 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt.
b. Dimasukkan 5 larva ikan kedalam gelas plastik bersalinitas 0 ppt.
c. Dipindahkan larva setiap hari ke dalam salinitas yang berbeda (0 ppt, 10
ppt, 20 ppt, dan 30 ppt selama 4 hari).
d. Dilakukukan observasi dan catat ikan yang masih hidup dan dihitung

Nt
dengan rumus SR = x 100 %.
No
3. Pengamatan Kadar Air pada Ikan
a. Ditimbang berat basah ikan.
b. Diletakkan ikan pada tiap salinitas yang berbeda, yaitu 0 ppt, 10 ppt, 20
ppt, dan 30 ppt dalam waktu 24 jam.
c. Diambil ikan tersebut dan ditimbang berat basah ikan.
d. Dioven pada suhu 70o C selama 1 minggu.
WW −BW
e. Ditimbang berat kering ikan, rumus WC = x 100 %.
WW
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer

Salinitas Waktu Pengamatan (menit)


No.
(ppt) 10 20 30 40
1 0 100% 100% 100% 100%
2 10 100% 100% 100% 100%
3 20 100% 100% 100% 100%
4 30 100% 100% 100% 100%

Tabel 3.2 Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Gradual Transfer

Salinitas Waktu Pengamatan (jam)


No.
(ppt) 24 48 72 96
1 0 60% - - -
2 10 - 20% - -
3 20 - - 20% -
4 30 - - - 0%

Tabel 3.3 Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer

Salinitas Waktu Pengamatan (menit)


No.
(ppt) 10 20 30 40
1 0 100% 20% 100% 100%
2 10 100% 100% 100% 80%
3 20 100% 100% 0% 0%
4 30 40% 100% 0% 0%
Tabel 3.4 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Gradual
Transfer

No Salinitas Waktu Pengamatan (jam)

. (ppt) 24 48 72 96
1 0 60% - - -
2 10 - 40% - -
3 20 - - 0% -
4 30 - - - 0%

Tabel 3.5 Pengamatan Kadar Air pada Ikan

No Salinitas Kadar Air (%)


Nilem Nila
. (ppt) 24 jam 24 jam
1 0 74,7% 67,08%
2 10 74,4% 72,2%
3 20 71,15% 54,35%
4 30 78,57% 78,37%

Perhitungan :
a. Direct Transfer
- 10 menit pertama / 0 ppt
Nt
SR = x 100 %
No
5
SR = x 100 %
5
SR = 100 %
- 10 menit kedua / 10 ppt
Nt
SR = x 100 %
No
5
SR = x 100 %
5
SR = 100 %
- 10 menit ketiga / 20 ppt
Nt
SR = x 100 %
No
5
SR = x 100 %
5
SR = 100 %
- 10 menit keempat / 30 ppt
Nt
SR = x 100 %
No
3
SR = x 100 %
5
SR = 60 %
b. Gradual Transfer
- 24 jam pertama / 0 ppt
Nt
SR = x 100 %
No
5
SR = x 100 %
5
SR = 100 %
- 48 jam / 10 ppt
Nt
SR = x 100 %
No
4
SR = x 100 %
5
SR = 80 %
- 72 jam / 20 ppt
Nt
SR = x 100 %
No
2
SR = x 100 %
5
SR = 40 %
- 96 jam / 30 ppt
Nt
SR = x 100 %
No
1
SR = x 100 %
5
SR = 20 %
c. Water Content
WW −BW
WC = x 100 %
WW
92−42
WC = x 100 %
92
WC = 54,35 %
120

100
Toleransi Salinitas (%)

80

60 0 ppt
10 ppt
40 20 ppt
30 ppt
20

0
10 menit 20 menit 30 menit 40 menit
Waktu Pengamatan

Grafik 3.1. Hubungan Persentase dan Salinitas Ikan Nilem pada Perlakuan
Direct Transfer

70

60
Toleransi Salinitas (%)

50

40

30
Toleransi
20

10

Konsentrasi (Waktu Pengamatan)

Grafik 3.2. Hubungan Persentase dan Salinitas Ikan Nila kelompok 3 pada
Perlakuan Gradual Transfer
B. Pembahasan

Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air


dan zat terlarut yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk
mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan
yang tepat karena adanya perbedaan konsentrasi. Sel akan meletus jika sebuah
sel menerima terlalu banyak air, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air
maka sel akan mengerut serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu
osmosis atau pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih
tinggi menuju ke yang lebih rendah. Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu
cairan dapat dibedakan menjadi hipoosmotik, isoosmotik, dan hiperosmotik.
Hipoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih rendah
dibandingkan lingkungannya. Isoosmotik adalah cairan yang konsentrasi
osmotiknya sama dengan lingkungannya. Hiperosmotik adalah cairan yang
konsentrasi osmotiknya lebih tinggi dibandingkan lingkungannya (Susilo &
Sukmaningrum, 2010).
Osmoregulasi dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan osmokonformer.
Osmoregulator merupakan hewan yang menjaga osmolaritas tanpa tergantung
lingkungan. Kemampuan meregulasi membuat hewan osmoregulator dapat
hidup di lingkungan dengan osmolaritas yang cukup rendah seperti air tawar,
contohnya udang air tawar dan teleostei air tawar. Seekor hewan osmoregulator
jika dalam lingkungan hipoosmotik harus membuang kelebihan air, sedangkan
jika dalam lingkungan hiperosmotik akan secara terus menerus mengambil air
untuk mengatasi kehilangan osmotik. Osmokonformer merupakan hewan yang
memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungannya sehingga tidak
ada tedensi untuk memperoleh atau kehilangan air. Hewan osmokonformer
kebanyakan hidup di lingkungan yang memiliki komposisi kimia yang sangat
stabil seperti di laut sehingga memiliki osmolaritas yang cenderung konstan.
Hewan osmokonformer kebanyakan hewan invertebrata laut seperti ubur-ubur,
rajungan, dan kerang-kerangan (Susilo & Sukmaningrum, 2010).
Hewan dengan keterbatasan toleransi terhadap bermacam-macam lingkungan
disebut stenohaline. Hewan dengan kemampuan toleransi yang besar terhadap
berbagai macam keadaan lingkungan disebut euryhaline. Hewan juga dapat
dikelompokan berdasarkan pola perubahan yang terjadi pada internal tubuhnya
terhadap konsentrasi osmosis cairan tubuh sebagai respon terhadap variasi
eksternalya. Contoh ikan euryhaline adalah Cyprinodon variegates,
Mozambique tilapia, Morone saxatillis, Oreochromis niloticus. Contoh hewan
stenohaline adalah Osteochillus hasselti dan Scylla serrata. Menurut Djarijah
(1995), menyebutkan bahwa ikan yang termasuk stenohaline yaitu mempunyai
toleransi terhadap salinitas yang sempit mencapai 35 ppt, sedangkan
pertumbuhan optimalnya berkisar antara 0-10 ppt, untuk ikan euryhaline yaitu
yang mempunyai toleransi terhadap salinitas yang luas toleransi salinitasnya
mencapai 60 ppt. Fujaya (2004) dalam Agustina (2018) menyatakan bahwa
osmoregulasi beberapa golongan ikan mempunyai tiga pola regulasi ion dan air
yang perlu dilakukan oleh ikan yaitu, 1) regulasi hipertonik atau hiperosmotik
(pada ikan air tawar), 2) regulasi hipotonik atau hipoosmotik (pada ikan air laut,
dan 3) regulasi isotonic atau isoosmotik (ikan – ikan yang hidup di muara
sungai).
Mekanisme osmosregulasi ikan air tawar cenderung untuk menyerap air dari
lingkungannya dengan cara osmosis, terjadi sebagai akibat dari kadar garam
dalam tubuh ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungannya. Insang
ikan air tawar secara aktif memasukkan garam dari lingkungan ke dalam tubuh.
Ginjal akan memompa keluar kelebihan air sebagai air seni. Ikan air tawar harus
selalu menjaga dirinya agar garam tidak melarut dan lolos ke dalam air. Ginjal
mempunyai glomeruli dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini
dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar
dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya. Cairan dari badan
malpighi saat memasuki tubuli ginjal, glukosa akan diserap kembali pada tubuli
proximallis dan garam-garam diserap kembali pada tubuli distal. Dinding tubuli
ginjal bersifat impermiable (kedap air, tidak dapat ditembus) terhadap air. Ikan
mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya
diliputi mucus, melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, dan
memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang. Secara umum kulit ikan
merupakan lapisan kedap, sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor
kedalam air. Satu-satunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah
insang (Djarijah, 1995).
Pada mekanisme osmosregulasi ikan air laut, urin yang dihasilkan
mengandung konsentrasi air yang tinggi. Ikan air laut memiliki konsentrasi
garam yang tinggi di dalam darahnya. Ikan air laut cenderung untuk kehilangan
air di dalam sel-sel tubuhnya karena proses osmosis melalui kulit. Untuk itu,
insang ikan air laut aktif mengeluarkan garam dari tubuhnya. Untuk mengatasi
kehilangan air, ikan ‘minum’air laut sebanyak-banyaknya. Dengan demikian
berarti pula kandungan garam akan meningkat dalam cairan tubuh. Organ dalam
tubuh ikan menyerap ion-ion garam seperti Na+, K+ dan Cl-, serta air masuk ke
dalam darah dan selanjutnya disirkulasi. Kemudian insang ikan akan
mengeluarkan kembali ion-ion tersebut dari darah ke lingkungan luar. Karena
ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk mempertahankan air, volume air
seni lebih sedikit dibandingkan dengan ikan air tawar. Tubuli ginjal mampu
berfungsi sebagai penahan air. Jumlah glomeruli ikan laut cenderung lebih
sedikit dan bentuknya lebih kecil daripada ikan air tawar (Fujaya, 2004).
Osmoregulasi di dalam tubuh maunsia berlangsung pada sebuah mekanisme
fisiologis yang berkaitan erat dengan sistem ekskresi. Osmoregulasi pada
manusia melibatkan tiga sistem sekaligus, yaitu sistem hormon, peredaran, dan
ekskresi. ADH diperlukan dalam upaya penghematan air pada saat osmolaritas
tinggi. Peningkatan jumlah ADH di dalam darah sekitar ginjal akan merangsang
tubulus distal ginjal untuk meningkatkan penyerapan air, berarti pada saat itu
tubuh dalam keadaan kekurangan cairan (bisa karena kelelahan, dehidrasi, dll),
sehingga volume urin yang dihasilkan sangat sedikit. Begitupun sebaliknya,
ketika ADH dalam darah sekitar ginjal dalam jumlah normal, maka tidak ada
yang merangsang ginjal untuk meningkatkan penyerapan air di tubulus distal,
berarti kondisi cairan dalam tubuh normal, sehingga volume urin yang
dihasilkan normal. ADH sangat sedikit (tidak ada), maka tubulus distal akan
mengurangi penyerapan air, bahkan cenderung menambahkan ke dalam urin,
sehingga volume urin meningkat drastis. Jika kondisi ini berlangsung terus
menerus maka bisa diindikasikan sebgaia diabetes insipidus (Yuwono, 2006).
Faktor yang mempengaruhi osmoregulasi adalah salinitas, yaitu kadar ion-ion
terlarut dalam air dan dinyatakan dalam g/lt (1/100) atau ppt, semakin tinggi
salinitas maka semakin tinggi tekanan osmotiknya. Hal ini membuktikan bahwa
salinitas berhubungan dengan tekanan osmotik air. Tingkat osmotik yang
diperlukan berbeda-beda. Ikan air tawar tidak mampu beradaptasi terhadap
lingkungan dengan salinitas tinggi karena sifatnya yang hiperosmotik. Salinitas
yang optimal bagi ikan air tawar adalah 20 ppt, karena pada salinitas ini
konsentrasi cairan tubuh ikan mendekati isoosmotik dengan konsentrasi cairan
lingkungan. Perubahan salinitas medium yang menyababkan perubahan
osmolalitas plasma juga menghasilkan perubahan kapasitas osmoregulasi
(Gordon, 1982).
Pada praktikum kelompok 4, hasil pengamatan sintasan ikan nila pada
perlakuan direct transfer, ikan di tempatkan secara bertahap pada salinitas yang
berbeda dan waktu yang berbeda pula, yaitu salinitas 0 ppt , 10 ppt, 20 ppt, dan
30 ppt pada masing-masing waktu 10, 20, 30, dan 40 menit. Mereka melakukan
osmoregulasi tergantung salinitas itu. Hasil yang didapatkan yaitu pada salinitas
0 ppt sampai 20 ppt pada waktu 10 sampai 40 menit semua ikan masih hidup,
pada salinitas 30 waktu 10 menit sampai 20 menit semua ikan masih hidup,
namun terjadi penuruan pada menit ke 40 yaitu menjadi 60%. Hal ini
menunjukkan bahwa ikan nila cenderung memiliki salinitas yang luas. Alat
utama ikan untuk melakukan osmoregulasi yaitu insang. Pada saat percobaan,
ikan nila cenderung memiliki salinitas yang luas. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Yang Wen-Kai et al (2013) bahwa dalam ikan, insang adalah organ
utama yang bertanggung jawab untuk osmoregulasi dan ionoregulasi, hal ini
menyatakan bahwa sebagian besar teleosts euryhaline menunjukkan perubahan
adaptif dalam aktivitas NKA branchial mengikuti perubahan salinitas.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum Osmoregulasi maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut: Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) termasuk
hewan osmoregulator dan stenohalin (tidak mampu hidup pada salinitas tinggi),
ikan Nila (Oreochromis niloticus) termasuk hewan osmoregulator dan eurihalin
(mampu hidup pada salinitas tinggi), sedangkan kepiting termasuk hewan
eurihalin. Semakin tinggi salinitas, semakin kecil kapasitas osmoregulasinya.
Kapasitas osmoregulasi dapat diperoleh dari hasil bagi antara osmolalitas plasma
darah dangan osmolalitas media yang diukur menggunakan osmometer.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S. S., Derli., 2018. Penggunaan Salinitas yang Berbeda terhadap Sintasan
Ikan Giru (Amphiprion ocellaris). Jurnal Ilmiah. 1(1), pp. 141-146.
Djarijah., 1995. Pakan Alami. Yogyakarta : Kanisius.
Evans, D. H., 1988. The Physiology of Fishes Second Edition. New York : CRC
Press.
Gordon, M. S., 1982. Animal Physiology Principles and Adaptation. New York :
Mac Millan Publishing Co Inc.
Fujaya., 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
Soetarto., 1986. Biologi. Surakarta : Widya Duta.
Susilo & Sukmaningrum,, 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor Mc
Clelland Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik. 10 (2), pp.
111-119.
Tang, H. C., 2009. Journal of Constant Muscle Water Content and Renal HSP90
Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline Teleosts Acclimated
to Different Environmental Salinities. Taiwan. 32 (900), pp. 254-654.
Yang, Wen-Kai., Chao-Kai, Kang., Chia-Hao, Chang., An-Di, Hsu., Tsung-Han,
Lee1., Pung-Pung, Hwang., 2013. Expression Profiles of Branchial FXYD
Proteins in the Brackish Medaka Oryzias dancena: A Potential Saltwater Fish
Model for Studies of Osmoregulation. Gill FXYD Expression in Brackish
Medaka. 8 (1), pp. 1-12.
Yuwono, E., 2006. Fisiologi Hewan II. Purwokerto : UNSOED Press.

Anda mungkin juga menyukai