Anda di halaman 1dari 14

Pengaruh Faktor

Lingkungan Laut
pada Tingkah Laku
dan Kelimpahan
ikan
SEPTEMBER 17, 2011JOY KUMAATLEAVE A COMMENT

3 Votes

1. Suhu air laut


Reddy (1993) menyatakan bahwa ikan adalah hewan berdarah
dingin, yang suhu tubuhnya selalu menyesuaikan dengan suhu
sekitarnya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa ikan mempunyai
kemampuan untuk mengenali dan memilih range suhu tertentu
yang memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas secara
maksimum dan pada akhirnya mempengaruhi kelimpahan dan
distribusinya. Menurut Laevastu dan Hela (1970), pengaruh suhu
terhadap ikan adalah dalam proses metabolisme, seperti
pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti
kecepatan renang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu
air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan.
Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya
pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan
setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang
menentukan “kekuatan keturunan” dan daya tahan larva pada
spesies-spesies ikan yang paling penting secara komersil. Suhu
ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim
pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain
daripada di daerah tersebut. Perubahan suhu jangka panjang dapat
mempengaruhi perpindahan tempat pemijahan (spawning ground)
dan fishing ground secara periodik (Reddy, 1993).

Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat


karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena
pengaruh angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman kira-
kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut
terdapat suhu hangat (sekitar 28°C) yang homogen. Oleh sebab itu
lapisan teratas ini sering pula disebut lapisan homogen. Karena
adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bisa menjadi
lebih tebal lagi. Di perairan dangkal lapisan homogen ini sampai
ke dasar.

2. Pengaruh arus
Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan
yang dipengaruhi oleh arus dengan mengarahkan dirinya secara
langsung pada arus. Arus tampak jelas dalam organ
mechanoreceptor yang terletak garis mendatar pada tubuh ikan.
Mechanoreceptor adalah reseptor yang ada pada organisme yang
mampu memberikan informasi perubahan mekanis dalam
lingkungan seperti gerakan, tegangan atau tekanan. Biasanya
gerakan ikan selalu mengarah menuju arus. (Reddy, 1993).

Fishing ground yang paling baik biasanya terletak pada daerah


batas antara dua arus atau di daerah upwelling dan divergensi.
Batas arus (konvergensi dan divergensi) dan kondisi oseanografi
dinamis yang lain (seperti eddies), berfungsi tidak hanya sebagai
perbatasan distribusi lingkungan bagi ikan, tetapi juga
menyebabkan pengumpulan ikan pada kondisi ini. Pengumpulan
ikan-ikan yang penting secara komersil biasanya berada pada
tengah-tengah arus eddies. Akumulasi plankton, telur ikan juga
berada di tengah-tengah antisiklon eddies. Pengumpulan ini bisa
berkaitan dengan pengumpulan ikan dewasa dalam arus eddi
(melalui rantai makanan). (Reddy, 1993).

3. Pengaruh cahaya
Ikan bersifat fototaktik (responsif terhadap cahaya) baik secara
positif maupun negatif. Banyak ikan yang tertarik pada cahaya
buatan pada malam hari, satu fakta yang digunakan dalam
penangkapan ikan. Pengaruh cahaya buatan pada ikan juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan lain dan pada beberapa spesies
bervariasi terhadap waktu dalam sehari. Secara umum, sebagian
besar ikan pelagis naik ke permukaan sebelum matahari terbenam.
Setelah matahari terbenam, ikan-ikan ini menyebar pada kolom
air, dan tenggelam ke lapisan lebih dalam setelah matahari terbit.
Ikan demersal biasanya menghabiskan waktu siang hari di dasar
selanjutnya naik dan menyebar pada kolom air pada malam hari.

Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu memijah dan pada larva.


Jumlah cahaya yang tersedia dapat mempengaruhi waktu
kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hidup
larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan
jumlah produksi organik yang sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan cahaya. Cahaya juga mempengaruhi tingkah laku
larva. Penangkapan beberapa larva ikan pelagis ditemukan lebih
banyak pada malam hari dibandingkan pada siang hari. (Reddy,
1993).

4. Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat garam yang terlarut
dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan 0/00 (per mil,
gram perliter). Di perairan samudera, salinitas berkisar antara
340/00 – 350/00. Tidak semua organisme laut dapat hidup di air
dengan konsentrasi garam yang berbeda. Secara mendasar, ada 2
kelompok organisme laut, yaitu organisme euryhaline, yang
toleran terhadap perubahan salinitas, dan organisme stenohaline,
yang memerlukan konsentrasi garam yang konstan dan tidak
berubah. Kelompok pertama misalnya adalah ikan yang
bermigrasi seperti salmon, eel, lain-lain yang beradaptasi
sekaligus terhadap air laut dan air tawar. Sedangkan kelompok
kedua, seperti udang laut yang tidak dapat bertahan hidup pada
perubahan salinitas yang ekstrim. (Reddy, 1993).

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti


pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai.
Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan
pengadukan lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen
sampai kedalaman 50-70 meter atau lebih tergantung dari
intensitas pengadukan. Di lapisan dengan salinitas homogen suhu
juga biasanya homogen, baru di bawahnya terdapat lapisan pegat
dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat
pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah (Nontji,
1993).

Volume air dan konsentrasi dalam fluida internal tubuh ikan


dipengaruhi oleh konsentrasi garam pada lingkungan lautnya.
Untuk beradaptasi pada keadaan ini ikan melakukan proses
osmoregulasi, organ yang berperan dalam proses ini adalah insang
dan ginjal. Osmoregulasi memerlukan energi yang jumlahnya
tergantung pada perbedaan konsentrasi garam yang ada antara
lingkungan eksternal dan fluida dalam tubuh ikan. Toleransi dan
preferensi salinitas dari organisme laut bervariasi tergantung tahap
kehidupannya, yaitu telur, larva, juvenil, dan dewasa. Salinitas
merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan
reproduksi pada beberapa ikan dan distribusi berbagai stadia
hidup. (Reddy, 1993)

5. Oksigen Terlarut / DO (Dissolved Oxigen)


Oksigen sangat penting dalam proses respirasi, komponen ini
tersedia dalam atmosfer dalam jumlah besar dan dalam jumlah
kecil dihasilkan oleh tumbuhan melalui fotosintesis. Respirasi di
perairan memerlukan oksigen dari dalam air dan menghilangkan
limbah karbon dioksida. Insang adalah tempat di mana pertukaran
gas terjadi pada sebagian besar jenis ikan, meskipun ada juga
beberapa jenis ikan yang bernafas melalui kulit. Biasanya laju
konsumsi oksigen dapat digunakan untuk mengukur intensitas
metabolismenya. Laju ini dipengaruhi oleh ukuran ikan dan
karakteristik air seperti suhu dan kandungan CO2. (Reddy, 1993).

Kandungan oksigen dalam air laut bervariasi terhadap suhu dan


kedalaman. Pada sebagian besar lapisan permukaan laut,
kandungan oksigen dalam air bervariasi dalam batas yang relatif
sempit. Tetapi, di bawah lapisan termoklin, dekat dasar dan di
beberapa daerah tropis kandungan oksigen bisa sangat rendah dan
sangat mempengaruhi ikan maupun komunitas bentik yang lain.
Migrasi ikan ke arah pantai pada beberapa jenis ikan dikontrol
oleh kandungan oksigen dalam air. Perairan pantai kaya akan
oksigen tetapi miskin makanan. Perairan yang lebih dalam di lepas
pantai mengandung banyak makanan tetapi hanya sedikit oksigen
sehingga ikan tidak dapat tetap berada dalam lapisan ini dalam
waktu yang lama.

6. Nutrien
Di antara beberapa nutrien yang ada di air laut, yang paling
penting untuk kebutuhan biologis ikan adalah fosfat, nitrat, dan
silikat karena komponen ini merupakan nutrien penting yang
diperlukan untuk pertumbuhan plankton di laut. Nutrien
diperlukan oleh tumbuhan untuk pembentukan molekul protein.
Pada umumnya hewan mendapatkan protein secara langsung atau
tidak langsung dari tumbuhan. Permukaan laut mendapat pasokan
nutrien-nutrien tersebut terutama dari air pedalaman yang dibawa
oleh air sungai, dan dari dasar perairan yang dalam. Air dari
perairan yang sangat dalam menuju ke permukaan laut selama
terjadi arus naik (upwelling) yang disebabkan oleh arus sepanjang
pantai, atau sebagai hasil dari perubahan suhu yang menghasilkan
konveksi arus (sirkulasi vertikal air), atau yang lainnya sebagai
konsekuensi dari pertemuan arus horizontal, suhu hangat dan
dingin. Hal ini menyediakan zona photik di lautan yang kaya
nutrien, dengan demikian menimbulkan pertumbuhan
phytoplankton yang melimpah, diikuti zooplankton dan ikan yang
melimpah pula di daerah tersebut. (Reddy, 1993).

Pada beberapa daerah tropis, pengaruh perbedaan musim terhadap


konsentrasi phospat pada peraian pantai lebih sedikit daripada
pada daerah beriklim sedang. Selama periode monsoon, phospat
akan melimpah sepanjang pantai. Jumlah silikat di perairan pantai
secara umum tinggi jika dibandingkan sebelumnya sebagai akibat
run off dari daratan.

7. Upwelling
Upwelling adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam
ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang
suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya
ke permukaan (Nontji, 1993). Menurut Barnes (1988), proses
upwelling ini dapat terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, pada
waktu arus dalam (deep current) bertemu dengan rintangan seperti
mid-ocean ridge (suatu sistem ridge bagian tengah lautan) di mana
arus tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras
ke permukaan. Kedua, ketika dua massa air bergerak
berdampingan, misalnya saat massa air yang di utara di bawah
pengaruh gaya coriolis dan massa air di selatan ekuator bergerak
ke selatan di bawah pengaruh gaya coriolis juga, keadaan tersebut
akan menimbulkan “ruang kosong” pada lapisan di bawahnya.
Kedalaman di mana massa air itu naik tergantung pada jumlah
massa air permukaan yang bergerak ke sisi ruang kosong tersebut
dengan kecepatan arusnya. Hal ini terjadi karena adanya
divergensi pada perairan laut tersebut. Ketiga, upwelling dapat
pula disebabkan oleh arus yang menjauhi pantai akibat tiupan
angin darat yang terus-menerus selama beberapa waktu. Arus ini
membawa massa air permukaan pantai ke laut lepas yang
mengakibatkan ruang kosong di daerah pantai yang kemudian
diisi dengan massa air di bawahnya.

Meningkatnya produksi perikanan di suatu perairan dapat


disebabkan karena terjadinya proses air naik (upwelling). Karena
gerakan air naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin,
salinitas yang tinggi dan tak kalah pentingnya zat-zat hara yang
kaya seperti fosfat dan nitrat naik ke permukaan (Nontji, 1993).
Selain itu proses air naik tersebut disertai dengan produksi
plankton yang tinggi. Di perairan Selat Makasar bagian selatan
diketahui terjadi upwelling. Proses terjadinya upwelling tersebut
disebabkan karena pertemuan arus dari Selat Makasar dan Laut
Flores bergabung kuat menjadi satu dan mengalir kuat ke barat
menuju Laut Jawa. Dengan kondisi demikian dimungkinkan
massa air di permukaan di dekat pantai Ujung Pandang secara
cepat terseret oleh aliran tersebut dan untuk menggantikannya
massa air dari lapisan bawah naik ke atas. Menurut (Nontji, 1993),
proses air naik di Selat Makasar bagian selatan ini terjadi sekitar
Juni sampai September dan berkaitan erat dengan sistem arus.

Air laut di lapisan permukaan umumnya mempunyai suhu tinggi,


salinitas, dan kandungan zat hara yang rendah. Sebaliknya pada
lapisan yang lebih dalam air laut mempunyai suhu yang rendah,
salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi. Pada waktu
terjadinya upwelling, akan terangkat massa air dari lapisan bawah
dengan suhu

rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang tinggi (Sverdurp,


1942 vide Setiawan, 1991; Reddy 1993). Keadaan ini
mengakibatkan air laut di lapisan permukaan memiliki suhu
rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan massa air laut sebelum terjadinya proses
upwelling ataupun massa air sekitarnya. Sebaran suhu, salinitas,
dan zat hara secara vertikal maupun horisontal sangat membantu
dalam menduga kemungkinan terjadinya upwelling di suatu
perairan. Pola-pola sebaran oseanografi tersebut digunakan untuk
mengetahui jarak vertikal yang ditempuh oleh massa air yang
terangkat.

Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter


yang dapat dipergunakan untuk mengetahui terjadinya proses
upwelling di suatu perairan (Birowo dan Arief, 1983). Dalam
proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan
tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya.
Tingginya kadar zat hara tersebut merangsang perkembangan
fitoplankton di permukaan. Karena perkembangan fitoplankton
sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka
proses air naik selalu dihubungkan dengan meningkatnya
produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan
meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut (Pariwono et al,
1988).

Upwelling di perairan Indonesia dijumpai di Laut Banda, Laut


Arafura, selatan Jawa hingga selatan Sumbawa, Selat Makasar,
Selat Bali, dan diduga terjadi di Laut Maluku, Laut Halmahera,
Barat Sumatra, serta di Laut Flores dan Teluk Bone (Nontji,
1993). Upwelling berskala besar terjadi di selatan Jawa,
sedangkan berskala kecil terjadi di Selat Bali dan Selat Makasar
(Birowo dan Arief, 1983). Menurut (Nontji 1993), upwelling di
perairan Indonesia bersifat musiman terjadi pada Musim Timur
(Mei-September), hal ini menunjukan adanya hubungan yang erat
antara upwelling dan musim.

8 . Plankton dan Bentos


Plankton adalah organisme kecil yang keberadaannya
mengambang bebas di kolom perairan, beberapa diantaranya tidak
mempunyai alat pergerakan, pergerakannya mengikuti arus
gelombang. Plankton dibedakan menjadi phytoplankton
(tumbuhan) dan zooplankton (hewan). Phytoplankton terdiri dari
tumbuhan mikroskopik, diatom, flagellata dan alga biru-hijau
sedangkan zooplankton terdiri dari bermacam-macam spesies
yang dikelompokkan dalam beberapa genera. Phytoplankton
sangat penting untuk kehidupan di laut karena kemampuannya
mensistesis makanannya sendiri dari bahan inorganik. Pola
makan-dimakan di lautan menunjukkan sebuah jaring-jaring
makanan. Zooplankton, karnivora kecil, merupakan jaring pertama
dalam rantai makanan; biasanya mereka memakan

phytoplankton, zooplankton dimakan ikan, dan selanjutnya ikan


dimakan oleh predatornya. Plankton mempunyai peranan yang
penting dalam kehidupan ikan karena mereka berperan pada
kelangsungan hidup larva ikan dan rekruitmen. Biasanya daerah
yang kaya phytoplankton juga kaya zooplankton dan keberadaan
ikan yang melimpah (Reddy, 1993). Organisme laut yang menetap
di dasar laut (benthos) ada yang bergerak dan ada yang menetap.
Organisme bentik merupakan komponen yang penting dalam
jaring makanan di laut. Ikan demersal secara langsung memakan
fauna benthik. Tahapan larva ikan pelagis banyak ditemukan di
daerah demersal. Jadi keberadaan benthos juga berpengaruh dalam
memasok ikan pelagis. Intensitas biomas benthik berhubungan
dengan kepadatan ikan dan udang di suatu wilayah. Rata-rata
jumlah dan berat organisme benthik mempunyai korelasi dengan
produksi ikan demersal dan faktor oseanografi. (Reddy, 1993).
2.3.9 Front Front adalah daerah pertemuan dua massa air yang
mempunyai karakteristik berbeda, misal pertemuan antara massa
air dari Laut Jawa yang agak panas dengan massa air Samudera
Hindia yang lebih dingin (Bidang Matra Laut-LAPAN, 1997).
Daerah front ditandai dengan gradien suhu permukaan laut yang
sangat jelas antara kedua sisi front (Setiawan, 1991). Robinson
(1991) menyatakan bahwa front penting dalam hal produktivitas
perairan laut karena cenderung membawa bersama-sama air yang
dingin dan kaya akan nutrien dibandingkan dengan perairan yang
lebih hangat tetapi miskin zat hara. Kombinasi dari suhu dan
peningkatan kandungan hara yang timbul dari percampuran ini
akan meningkatkan produktivitas plankton. Hal ini akan
ditunjukkan dengan meningkatnya stok ikan di daerah tersebut.
Selain itu front atau pertemuan dua massa air merupakan
penghalang bagi migrasi ikan, karena pergerakan air yang cepat
dan ombak yang besar.

Anda mungkin juga menyukai