Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam melakukan usaha tani, ada beberapa kendala yang dihadapi petani. Salah satu kendala
tersebut adalah adanya gangguan dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). OPT ini menjadi
sangat penting keberadaanya jika keberadaan OPT sudah melampaui ambang batas ekonomi.
Salah satu OPT penting di Indonesia adalah nematoda. Akhir-akhir ini nematoda parasit menjadi
OPT yang mulai dilirik cukup serius keberadaanya karena banyak menimbulkan kerugian.
Nematoda berpotensi terbawa dalam komoditas pertanian terutama pada tanaman yang masih
memiliki akar. Namun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa nematoda juga dapat
terbawa melalui bagian tanaman lainnya seperti melalui daun, bunga, buah, biji dan batang.

Nematoda merupakan organisme yang mempunyai struktur sederhana. Nematoda dewasa


tersusun oleh ribuan sel-sel somatik, ratusan sel di antaranyamembentuk sistem reproduksi.
Nematoda termasuk dalam kerajaan hewan, danspesiesnya bersifat parasit pada tumbuhan,
berukuran sangat kecil yaitu antara300 – 1000 mikron, panjangnya sampai 4 mm dan lebar 15–
35 mikron. Ciri khas nematoda parasit adalah adanya stilet pada mulut. Ukurannya yang sangat
kecil ini menyebabkan hewan ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.

Ciri morfologi nematoda secara umum adalah tubuhnya tidak bersegmen, bentuk pada
umumnya silindris, simetris bilateral, ada rongga tubuh semu, transparan, sistem organ tubuh
lengkap, dan tubuhnya terdiri dari tiga lapisan.Untuk nematoda yang menjadi parasit pada
tanaman, biasanya mempunyai stilet. Nematoda yang menyebabkan penyakit dan kerusakan
pada tanaman hampir semuanya hidup pada bagian bawah permukaan tanah. Ada yang hidup
bebas di tanah, bagian luar akar dan batang, dan ada pula beberapa parasit yang hidupnya
bersifat menetap di dalam akar dan batang. Konsentrasi hidup nematoda lebih besar terdapat di
dalam perakaran tumbuhan inang terutama disebabkan oleh laju reproduksinya yang lebih cepat
karena tersedianya makanan yang cukup.

Pada praktikum mengenai nematoda parasit tanaman, akan diidentifikasi jenis-jenis nematoda
parasit tanaman. Identifikasi merupakan kegiatan yang penting harus dilakukan sebelum
mempelajari nematoda lebih jauh. Karena identifikasi nematoda secara benar tentang suatu
spesies, dapat digunakan sebagaidasar untuk menetapkan strategi pengendalian. Selain
mengidentifikasi dilihat juga gejala serangan yang terjadi serta metode dari ekstraksi nematoda
yang terdapat pada tanaman.

B. Tujuan

1. Mengetahui morfologi dari nematoda parasit dan non parasit pada tanaman.

2. Mengetahui gejala serangan nematoda yang terjadi pada beberapa tanaman.

3. Mengetahui metode ekstraksi yang digunakan untuk memperoleh nematoda.

II. CARA KERJA

Praktikum Nematologi Pertanian Acara I yang berjudul mengenal jenis-jenis nematode parasite
penting di Indonesia dilaksanakan pada kamis dan jumat, 12 Maret dan 13 Maret 2020 di
Laboratorium Nematologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang
digunakan dalam pratikum ini adalah mikroskop stereo. Bahan preparat nematoda yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu jenis nematode parasite tumbuhan dan non parasit.
Preparat-preparat tersebut antara lain adalah Steinernema spp., Mononchus sp., Pratylenchus
sp., Radopholus similis, Ditylenchus dipsaci, Globodera spp. dan Meloidogyne spp.. Selain
pengamatan di lakukan pula cara ekstrasi dari nematoda yaitu ekstraksi metode nampan saring,
metode pipet tip pada benih padi dan metode dekantasi pada tanah kentang untuk ekstrasi sista.

Cara kerja dalam praktikum ini adalah preparat awetan nematode diamati dengan menggunakan
mikroskop stereo pada perbesaran lemah, yaitu perbesaran 40X atau 100X. Bentuk tubuh
nematode difoto keseluruhan secara skematis. Bagian anterior (khususnya bentuk kepala) dan
posterior (khususnya bentuk/ujung ekor) nematoda diamati secara seksama. Lensa objektif pada
mikroskop diubah ke perbesaran kuat, yaitu 200X hingga 400X. Diamati bentuk stoma, stylet,
esofagus, intestinum, organ reproduksi termasuk vulva dan spikula, serta anus dan ekor. Hasil
pengamatan tubuh bagian anterior dan posterior di gambar secara skematis dan diberi
keterangan bagian-bagian tubuh nematoda. Sistematika masing-maisng spesimen yang diamati
di tulis dan diuraikan morfologinya pada laporan.

III. PEMBAHASAN

1. Morfologi Nematoda Parasit Dan Non Parasit Tanaman

A. Steinernema spp.

Nematoda entomopatogen ini merupakan salah satu agens biokontrol yang paling penting pada
serangga hama (Boszormeny et al. 2009). Famili Steinernematidae termasuk dalam ordo
Rhabditida (Woodring & Kaya 1988). NEP yang termasuk famili Steinernematidae memiliki
kutikula halus pada bagian lateral esophagus. Panjang tubuh berkisar antara 221-676 μm dengan
lebar 19-28 μm. Lubang eksretori dan nerve ring pada juvenil infektif berada di bagian anterior.
Jantan dewasa memiliki testis tunggal, sepasang spikula dan gubernaculum (Bahari, 2000).

Gambar 1. Steinernema spp.

Steinernema spp. Dewasa berukuran besar dan mampu menghasilkan 10000 telur (Weiser,
1991). Nematoda ini mempunyai kulit tubuh yang halus, bentuk kepala tumpul, enam bibir
masing-masing mempunyai uberna dan stoma yang dangkal. Steinernema spp. Betina memiliki
ovari bertipe amphidelphic yang tumbuh dari arah anterior ke posterior. Vulva terletak pada
bagian tengah panjang tubuhnya. Steinernema spp. Jantan mempunyai testis tunggal terefleksi,
spikula sepasang dengan bentuk kurva simetris ataupun ramping. Kepala spikula lebih lebar
dibandingkan panjangnya, ventral dan tajam. Pada pandangan ventral, ubernaculums tampak
lonjong dengan bagian anterior membentuk bagian yang pendek dan sempit, dan tidak
mempunyai bursa copulatrix. Daerah anterior nematoda jantan Steinernema spp. Memiliki
penampakan yang sangat mirip dengan nematoda betina (Gaugler dan Kaya., 1990).

B. Mononchus sp.

Nematoda mononchus memiliki ciri ciri morfologi yaitu pada nematode betina, ukuranya sedang,
pada daerah bibir memiliki bentuk yang kontinyu dengan bagian tubuh. Busal cavity memiliki
ukuran sedang kemudian terus menerus membesar. Gigi pada bagian dorsal berada pada 25-
30% dari busal cavity bagian anterior. Nematoda ini memiliki bentuk ekor silindris panjang dan
pada nematode jantan tidak (Tahsen and Rajan, 2009).

Gambar 2. Mononchus sp.

C. Pratylenchus sp.

Nematoda luka akar (Pratylenchus sp.) merupakan nematoda yang berukuran sangat kecil di
antara nematoda parasit tumbuhan lain. Ukuran panjang dan lebar tubuhnya adalah yang
terkecil setelah Paratylenchus sp. Lebar tubuh nematoda ini antara 40 μm hingga 160 μm, dengan
panjang tubuh antara 0,4-0,7 mm, sedangkan diameter tubuh 20 -25 μm(Whitehead, 1998).
Pada beberapa jenis kedua kelamin terpisah, tetapi beberapa jenis yang lain jenis kelamin jantan
tidak terdapat. Bentuk nematoda ini pada umumnya memanjang, bagian ujung anterior kepala
mendatar, dengan kerangka kepala yang kuat, mempunyai stilet pendek dan kuat, panjangnya
14-20 μm dengan basal knop yang jelas. Kelenjar esofagusnya tumpang tindih dengan usus pada
bagian ventral. Muara lubang ekskresi berada di dekat daerah pertemuan esofagus dan usus.
Vulva terdapat di daerah posterior. Betina mempunyai gonad tunggal dan mempunyai kantong
pasca vulva yang pendek. Anulasinya halus dan mempunyai empat garis lateral, tetapi ada juga
jenis yang mempunyai hingga delapan. Ekornya lebar, ujungnya membulat dan runcing, panjang
3,5-9% dari panjang tubuh. Nematoda jantan biasanya lebih kecil daripada yang betina (Dropkin,
1992).

Gambar 3. Pratylenchus sp. betina

Nematoda ini mempunyai lebar tubuh antara 40 μm hingga 160 μm (Whitehead, 1998), dengan
panjang tubuh antara 0,4-0,7 mm, sedangkan diameter tubuh 20 -25 μm. Bentuk nematoda ini
pada umumnya memanjang, bagian ujung anterior kepala mendatar, dengan kerangka kepala
yang kuat, mempunyai stilet pendek dan kuat, panjangnya 14-20 μm dengan basal knop yang
jelas (Dropkin 1992).

D. Radopholus similis

Radopholus betina memiliki kerangka kerangka kepala mengeras dan nampak jelas. Kedua jenis
kelamin aktif, tubuhnya memanjang. Kepada pada dua jenis kelamin rendah, lebar dan
membulat atau bagian anterior mendatar, (kecuali pada Radopholus), lebar kira-kira setengah
sampai tiga perlima panjang stilet. Stilet kekar dengan basal knob besar. Tiga kelenjar esofagus
pada lobus bertindihan dengan usus. mempunyai satu atau dua ovarium. Panjang ekor betina
dua kali atau lebih lebar dari bagian anus. Panjang nematoda jantan rata-rata 0,58 mm dan
mengalami degenerasi, esofagus dan styletnya tidak berkembang sempurna.

Gambar 4. Radopholus similis jantan

Kepala nematoda jantan berbentuk membulat dan berlekuk yang sangat berbeda dengan betina.
Mempunyai testis tunggal dan bursa meluas sampai dua per tiga ekor. Panjang spikula 18-22 μm
berbentuk slindris dan melengkung. Ekor memanjang berbentuk krucut dan melengkung ke arah
ventral dan pembungkus bursa antara 2-3 atau lebih. Jantan : Panjang nematoda jantan rata-rata
0,58 mm dan mengalami degenerasi, esofagus dan styletnya tidak berkembang sempurna.
Kepala nematoda jantan berbentuk membulat dan berlekuk yang sangat berbeda dengan betina.
Mempunyai testis tunggal dan bursa meluas sampai dua per tiga ekor. Panjang spikula 18-22 μm
berbentuk slindris dan melengkung. Ekor memanjang berbentuk krucut dan melengkung ke arah
ventral dan pembungkus bursa antara 2-3 atau lebih (Dropkin,1992).

E. Ditylenchus dipsaci

Ditylenchus dipsaci, tubuh nematoda berbentuk vermiform atau memiliki bentuk tubuh seperti
cacing. Tubuh nematoda lurus atau melengkung ketika terpapar suhu panas. Nematoda betina
memiliki panjang dari literatur menurut Mollov et al. (2012) dan Tenuta et. al. (2014) yaitu 1411-
1626 µm dan 1532-1578 µm. Nematoda jantan memiliki ukuran tubuh lebih pendek dari
nematoda betina. Menurut Literatur Mollov et al. (2012) dan Tenuta at al. (2014) rentang
panjang total tubuh nematoda jantan adalah 1201-1558. Diameter tubuh nematoda yaitu 31-45
µm. D. dipsaci merupakan nematoda yang memiliki tubuh ramping. Kutikula nematoda memiliki
anulasi halus (Shurtleff 2000). Stilet D. dipsaci memiliki ukuran yang pandek, ramping, dan
memiliki basal knob pada pangkal stilet atau biasa disebut stomatostilet. Esofagus nematoda
tidak tumpang tindih atau tidak overlap (Shurtleff 2000). Nematoda betina memiliki ovarium
tunggal, berada di anterior nematoda (Shurtleff 2000). Vulva adalah celah transversal yang
berbeda yang terletak di bagian posterior tubuh (V = 75-80) (Shurtleff 2000). Uterus posterior
yang belum sempurna memanjang hingga setengah jarak antara vulva dan anus dan kira-kira
sama panjangnya dengan ekor (Decker 1989). Sel-sel gonad berada dalam satu atau dua garis,
tidak disusun di sekitar tulang belakang (Shurtleff 2000). Nematoda jantan memiliki spikula
sebagai alat reproduksi. Menurut Mollov et al. (2012) dan Tenuta et al. (2014) rentang panjang
spikula yaitu, 22-28 µm. Menurut Tenuta et al. (2014) panjang bursa berada pada rentang 62-97
µm dengan rata-rata 29 µm. Ekor memanjang pada kedua jenis kelamin. Umumnya panjang ekor
4-7 kali dari lebar tubuh anal. Ciri khas bentuk ekor yaitu memiliki ujung runcing tajam atau
membulat sempit (Shurtleff 2000). Perhitungan panjang ekor nematoda jantan lebih pendek dari
panjang ekor betina karena telah dilakukan pengukuran panjang bursa terlebih dahulu. Sehingga
panjang ekor tercantum adalah panjang ekor tanpa bursa. Pajang rata-rata ekor tanpa bursa
menurut Tenuta et al. (2014) yaitu 29 µm dengan rentang nilai 25- 34 µm.

Gambar 5. Ekor Ditylenchus dipsaci

F. Globodera spp.

Betina muda yang sudah matang tubuhnya membengkak (swollen), berukuran 500-800 µm.
Tubuh nematoda betina dewasa berwarna kuning keemasan sehingga sering pula diberi nama
nematoda sista kuning/emas (golden nematode), bentuk tubuh bulat, bagian posterior tidak
menonjol. Nematoda jantan berbentuk cacing dengan ukuran 1200 µm. Nematoda betina
dewasa dan jantan dewasa ditemukan mulai hari ke-40 setelah tanaman bertunas. Sista G.
rostochiensis memiliki fenestra tunggal bulat. Pada penelitian diamati adanya sista besar dan
kecil. Sista besar memiliki panjang 754,55±8,26 µm dan lebar 698,55±33,96 µm, sedangkan sista
kecil berukuran panjang 608,25±35,24 µm dan lebar 469,42±13,78 µm. Jumlah telur dalam sista
berkisar antara 300 sampai 600 telur tergantung ukuran sista. Telur dalam sista berukuran
panjang 106,28±5,69 µm dan lebar 48,68±2,69 µm. Sista ditemukan mulai hari ke-56 setelah
tanaman bertunas ( Asyiah, 2009 dan Rahayu dkk, 2003).

Gambar 6. Larva Globodera spp.

G. Meloidogyne spp.

Meloidogyne jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam tanah. Panjangnya
bervariasi maksimum 2 mm, sedangkan perbandingan antara panjang tubuh dan lebarnya
mendekati 45. Kepalanya tidak berlekuk, panjang stiletnya hampir dua kali panjang stilet betina.
Bagian posterior berputar 180ºmemiliki 1-2 testis (Dropkin, 1992).

Gambar 7. Meloidogyne jantan

Meloidogyne betina betina berwarna transparan, berbentuk seperti botol bersifat endoparasit
yang tidak terpisah (sedentary). Panjangnya lebih dari 0,5 mm dan lebarnya antara 0,3 – 0,4 mm.
Stiletnya lemah, panjang stliet 12-15 μm, melengkung kearah dorsal. Memiliki pangkal knop yang
jelas. Nematoda betina dewasa mempunyai leher pendek dan tanpa ekor. Memiliki pola yang
jelas pada situasi yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal yang dapat
dipergunakan untuk identifikasi jenis (Dropkin, 1992).
Gambar 8. Meloidogyne Betina

Meloidogyne spp ini dapat dibedakan dengan melihat sidik pantat dari nematode tersebut.
Dengan melihat sidik pantat ini dapat dibedakan spesiesnya. Dari mengamati sidik pantat
tersebut kita dapat mengetahui apa spesies dari nematode tersebut. Dari genus Meloidogyne spp
ini terdapat empat spesies, diantaranya Meloidogyne incognita, M. arenaria, M. javanica, M.
hapla. Dari beberapa jenis nematode itu mempunyai sidik pantat yang berbeda – beda. Sidik
pantat dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian dorsal dan bagian lateral. Pada sidik pantat bagian
dorsal diantaranya garis lateral, lengkung dorsal, plasmid, sedangkan bagian ventral terdapat
lubang vulva, lubang anus, dan striae (Hadisoeganda, 2006).

Gambar 9. Sidik Pantat Meloidogyne

Sidik pantat Meloidogyne incognita mempunyai cirri utama lengkung dorsal yang persegi
(bersudut 900). Pada sidik pantat Meloidogyne arenaria mempunyai ciri utama pertemuan
lengkung dorsal dan ventral membentuk seperti bahu dengan tonjolan kutikula dan becabang
seperti garpu. Pada sidik pantat Meloidogyne javanica mempunyai ciri utama terdapat garis
lateral yang memisahkan lengkung dorsal dan lengkung ventral. Pada sidik pantat Meloidogyne
hapla mempunyai ciri khusus terdapat tonjolan – tonjolan seperti duri pada zona ujung ekor
(Hadisoeganda, 2006).

2. Gejala Serangan Nematoda

A. Pada Tanaman Tomat

Tomat (Lycopersicum escelentum Mill.) merupakan salah satu tanaman hortilkultura yang
banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia (Semangun, 2000). Sebagai bahan makanan,
tomat mengandung gizi yang tinggi. Disamping dikonsumsi sebagai sayur dan buah segar,
tomat banyak dijual untuk bahan baku industri. Tomat (Lycopersicum escelentum Mill.)
merupakan salah satu tanaman hortilkultura yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia
(Semangun, 2000). Sebagai bahan makanan, tomat mengandung gizi yang tinggi.
Disamping dikonsumsi sebagai sayur dan buah segar, tomat banyak dijual untuk bahan
baku industri. Tomat (Lycopersicum escelentum Mill.) merupakan salah satu tanaman
hortilkultura yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia (Semangun, 2000). Sebagai
bahan makanan, tomat mengandung gizi yang tinggi. Disamping dikonsumsi sebagai sayur
dan buah segar, tomat banyak dijual untuk bahan baku industri.

Tomat (Lycopersicum escelentum Mill.) merupakan salah satu tanaman hortilkultura yang banyak
ditanam oleh masyarakat Indonesia (Semangun, 2000). Sebagai bahan makanan, tomat
mengandung gizi yang tinggi. Disamping dikonsumsi sebagai sayur dan buah segar, tomat
banyak dijual untuk bahan baku industri. Pada tahun 2011-2012 produksi tomat di jawa barat
mengalami penurunan hasil 17,14%, sedangkan luas lahan yang ditanami tomat meningkat
6,31%. Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya hasil produksi tomat adalah penyakit
tanaman karena nematoda (Calvin dan Cook 2005). Serangan nematoda mengakibatkan
berkurangnya fungsi akar secara normal, mengakibatkan pengangkutan unsur hara ke bagian
jaringan tanaman di atas permukaan tanah makin berkurang (Dropkin 1991). Menurut Mulyadi
(2009) apabila tanaman terserang oleh nematoda, sistem perakaran yang normal akan berkurang
dan menyebabkan jaringan berkas pengangkut mengalami gangguan, akibatnya tanaman
mudah layu khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil, pertumbuhan
terhambat dan mengalami klorosis.

Gambar 10. Serangan pada akar tanaman tomat

Meloidogyne merupakan salah satu nematoda parasit pada tanaman tomat dan menyebabkan
kerusakan yang cukup parah. Pada akar tanaman yang terserang menjadi bisul bulat atau
memanjang dengan besar bervariasi. Di dalam bisul ini terdapat nematoda betina, telur dan
juvenil. Bisul akar yang membusuk akan membebaskan nematoda dan telurnya ke dalam tanah
kemudian masuk kedalam akar tanaman lain. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies,
jumlah nematoda didalam jaringan, inang dan umur tanaman. Pada akar-akar tanaman
Cucurbutaceae, akar-akarnya bereaksi terhadap kehadiran Meloidogyne dengan membentuk
puru besar dan lunak sedangkan pada kebanyakan tanamam sayuran lainnya purunya besar dan
keras. Apabila tanaman terinfeksi berat oleh Meloidogyne sistem akar yang normal berkurang
sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan
mengalami disorganisasi secara total. Sistem akar fungsinya benar benar terhambat dalam
menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu, khususnya dalam
keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil (Luc et al, 1995).

Gejala serangan lainnya yang terjadi di bawah tanah antara lain adalah bintil-bintil akar, luka
pada akar, nekrosis pada permukaan akar, percabangan yang berlebihan, dan ujung akar yang
tidak tumbuh. Setelah Meloidogyne makan pada ujung akar tersebut sering kali berhenti
tumbuh, namun demikian akar belum tentu mati (Mustika, 1992). Tanaman tomat yang
terserang oleh Meloidogyne spp. menimbulkan gall pada akarnya. Ukuran dan bentuk gall
tergantung pada spesies nematoda, jumlah nematoda di dalam akar, dan umur tanaman.
Serangan berat pada akar menyebabkan pengangkutan air dan unsur hara terhambat, tanaman
mudah layu, khususnya dalam keadaan panas dan kering, pertumbuhan tanaman terhambat atau
kerdil, dan daun mengalami klorosis akibat defisiensi unsur hara.

Gambar 11. Serangan akubat nematoda Meloidogyne incognita dan Fusarium oxysporum.

Pada gejala tanaman di atas permukaan tanah menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daunnya
pucat dan layu, Pada musim panas tanaman yang terserang nematoda akan mengalami
kekurangan mineral. Akibat penyakit puru akar ini bunga dan buah akan berkurang atau
mutunya menjadi rendah. Tingkat serangan nematoda yang tinggi menyebabkan kerusakan
perakaran dan terganggunya penyerapan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman
terhambat dan berat tanaman menjadi kecil (Dadan, 1991).

B. Pada Tanaman Pisang

Tanaman pisang merupakan tanaman tahunan yang tumbuh pada tempat yang sama untuk
beberapa musim. Kondisi yang demikian sangat mendukung kehidupan dan perkembangan
populasi nematoda parasit tumbuhan. Kerusakan akar yang diakibatkan oleh serangan nematoda
mengakibatkan inefisiensi dalam penyerapan air dan unsur hara. Akibat lebih lanjut, tingkat
pertumbuhan tanaman terhambat, masa pertumbuhan vegetatif menjadi panjang, umur
produktif tanaman pendek, serta jumlah tandan dan berat buah berkurang (Bridge, 1988).
Nematoda terutama menyerang pada akar primer, mengganggu tegak berdirinya batang dan
mengakibatkan tanaman mudah roboh. Di samping itu, serangan nematoda parasit pada
pertanaman pisang mempunyai sifat karakteristik yaitu beberapa genera atau spesies yang
berbeda dapat menyerang secara simultan pada tanaman yang sama (Gowen & Queneherve,
1990). Kehilangan hasil akibat serangan nematoda parasit pada pisang berkisar 5–100% (Gowen
& Queneherve, 1990).

Radopholus similis merupakan salah satu nematoda parasit pada pertanaman pisang. Penyakit
pisang yang disebabkan oleh R. similis dikenal di seluruh dunia dengan nama yang berbeda, yang
paling umum adalah 'penyakit penggulingan kepala hitam' dan 'penyakit terguling'. Gejala
serangan R. similis yang paling nyata pada pisang adalah tergulingnya secara dramatis tanaman
yang terinfeksi berat, yang melibatkan pencabutan tanaman, terutama yang berbuah, dan
terutama mengikuti angin kencang (walaupun tidak harus dengan angin kencang). Namun, ada
kisaran gradasi dalam tingkat keparahan kerusakan, dari pemanjangan siklus vegetatif yang tidak
mencolok hingga pengurangan berat tandan secara drastis karena berkurangnya penyerapan air
dan nutrisi.
Gambar 12. Lesi nematoda yang terinfeksi akar pisang diiris memanjang (a) dan utuh,
menunjukkan nekrosis, yang menembus seluruh korteks tetapi tidak di dalam prasasti (b).

Pada tingkat yang lebih makroskopis, infeksi nematoda menghasilkan lesi merah gelap di bagian
luar akar, yang menembus seluruh korteks tetapi tidak di dalam prasasti (Gambar 12). Lesi yang
berdekatan mungkin menyatu dan atrofi jaringan akar kortikal, akhirnya menjadi hitam,
membunuh akar, yang menjadi layu. Infeksi sekunder oleh patogen jamur sering dikaitkan
dengan infeksi nematoda. Pada infeksi yang berat, lesi-lesi tersebut mengikat akar. Akar yang
terinfeksi mungkin juga memiliki penampilan yang retak.

Gambar 13. Radopholus similis terinfeksi umbi pisang yang menunjukkan area nekrosis.

Nematoda dapat bermigrasi dari akar yang terinfeksi ke dalam umbi, menyebabkan lesi hitam
difus, yang kemudian dapat menyebar di sekitar umbi (Gambar 13). Akar yang muncul dari umbi
menjadi terinfeksi ketika mereka tumbuh. Menggulingkan umumnya terjadi selama angin topan
atau ketika hujan lebat melonggarkan tanah. Tekanan mekanis pada sistem akar seringkali
meningkat dengan sudut bersandar alami, yang berkembang ketika tandan buah tumbuh.
Lingkaran pseudostem dan tutupan daun juga dapat dikurangi (Roderick et al., 2012a),
sementara turgiditas pseudostem dapat dipengaruhi, terutama di bawah periode tekanan air,
yang menyebabkan mereka lebih mudah patah (Coyne et al., 2013). Kehadiran sejumlah jamur
dalam lesi yang diinduksi nematoda, yang akan menjajah prasasti, tidak diragukan lagi
mempercepat perusakan akar, berkontribusi terhadap berkurangnya jangkar dan penggulingan
(Sikora dan Schlosser, 1973).

C. Pada Tanaman Bawang

Bawang merupakan salah satu komoditas hortikultura penting di Indonesia. Bawang yang umum
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia yaitu bawang merah (Allium ascalonicum), bawang putih
(Allium sativum), dan bawang bombai (Allium cepa). Bawang biasanya digunakan sebagai bahan
masakan (Thompson 1959). Bawang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena
kandungan zat allicin yang bersifat sebagai antibakteri (Palungkung 1997).

Genus Ditylenchus mewakili kompleks spesies yang terdiri dari lebih dari 80 spesies nematoda
yang diakui, di mana hanya sedikit yang merupakan patogen dari tanaman tingkat tinggi. Salah
satu patogen tersebut adalah bohlam dan batang nematoda D. dipsaci, menyebabkan kerusakan
parah pada sayuran di seluruh dunia. Spesies kedua, Ditylenchus destructor, menyebabkan
kerusakan pada wortel dan bawang putih dan tidak begitu penting. D. dipsaci telah dilaporkan
menyerang berbagai sayuran semi-sedang dan spesies Allium di sejumlah negara subtropis dan
tropis: Meksiko, Venezuela, Ekuador, Peru, Kolombia dan Republik Dominika, dan berbagai
negara di Mediterania, Asia dan Pasifik (Pedroche et al., 2013). Di Maroko, ras bawang D. dipsaci
(= Ditylenchus gigas) dilaporkan menyebabkan cedera parah pada bawang putih, bawang merah
dan kacang polong, dengan tingkat infeksi berkisar antara 55 hingga 100%. Secara keseluruhan,
sebagian besar masalah terjadi selama musim dingin dan di daerah tropis dan subtropis yang
lebih dingin, dataran tinggi (Pethybridge et al., 2016). Nematoda juga menyebabkan cedera
parah pada Vicia faba selama musim dingin, hujan, musim dingin di daerah subtropis Afrika
Utara. Sayuran yang tumbuh di daerah tropis yang hangat atau selama musim panas di daerah
subtropis tidak diserang oleh D. dipsaci.

Gambar 14. Bawang terinfeksi oleh Ditylenchus dipsaci

D. dipsaci adalah endoparasit lebih dari 500 angiospermae yang menginfeksi bagian udara
tanaman, umbi, umbi dan rimpang. Penetrasi daun bawang menyebabkan deformasi daun dan
pembengkakan daun atau daerah seperti lepuh di permukaan. Daunnya tumbuh dengan cara
yang tidak teratur dan sering menggantung seolah layu. Ketika musim berlangsung, mereka
menjadi klorotik. Tumbuhan muda dapat dibunuh pada tingkat infeksi yang tinggi. Bawang yang
terinfeksi menjadi bengkak (gembung) dan umbi dapat membusuk selama penyimpanan.
Timbangan dalam bohlam biasanya diserang lebih parah daripada timbangan luar. Saat musim
berlanjut, umbi menjadi lunak (Gambar 14) dan, ketika dipotong terbuka, tampak kecoklatan
pada sisik dalam lingkaran konsentris. Sebaliknya, D. dipsaci pada bawang putih tidak
menyebabkan deformasi atau pembengkakan, tetapi menyebabkan pengerdilan dan klorosis
pada bagian tanaman di atas tanah, keterbelakangan dan perubahan warna dan pemisahan
umbi, kerusakan pelat dasar dan akar yang berkurang (Mollov et al. , 2012).

D. Pada Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa L) merupakan salah satu komoditas yang menjadi prioritas pemerintah karena
merupakan bahan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Oleh karena itu berbagai
upaya untuk meningkatkan produksi padi telah dilakukan, tetapi berbagai hambatan sering
dihadapi yang akhirnya menurunkan produktivitas padi. Salah satu faktor penyebab penurunan
produksi yaitu serangan patogen.

Salah satu patogen yang menyerang tanaman padi adalah nematoda pucuk putih
Aphelenchoides besseyi, yang menyebabkan penyakit pucuk putih (White tip diseases). Infeksi A.
besseyi dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 18,8% tahun 2007 dan 43% pada dan
2008 di Turki (Tulek dan Cobanoglu, 2010). Spesies ini termasuk organisme pengganggu
tanaman karantina (OPTK) A2 yang daerah penyebarannya pada areal terbatas di Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan Selatan (Kementan 2015).

Gambar 15. Gejala White tip pada daun padi yang terinfeksi Aphelenchoides besseyi

Tanaman yang terinfeksi rentan dapat tanpa gejala, tetapi secara umum, kehilangan hasil hanya
terjadi pada tanaman yang menunjukkan gejala. Selama pertumbuhan awal, gejala yang paling
mencolok adalah munculnya ujung klorotik daun baru dari selubung daun (Gambar 15). Ujung-
ujung ini kemudian mengering dan melengkung, sedangkan bagian daun lainnya mungkin
terlihat normal. Daun muda anakan yang terinfeksi dapat berbintik-bintik dengan pola percikan
putih, atau memiliki area klorotik yang berbeda. Margin daun mungkin terdistorsi dan berkerut,
tetapi selubung daun tidak bergejala.

Viabilitas benih yang terinfeksi diturunkan, perkecambahan tertunda (Tamura dan Kegasawa,
1959) dan tanaman yang sakit telah mengurangi kekuatan dan ketinggian (Todd dan Atkins,
1958). Malai-malai yang terinfeksi lebih pendek, dengan lebih sedikit bintik-bintik dan proporsi
yang lebih kecil dari gandum yang diisi (Todd dan Atkins, 1958).

Gambar 16. Lesi nekrotik pada endosperma biji padi disebabkan oleh Aphelenchoides besseyi

Pada infeksi berat, daun bendera yang dipendekkan dipelintir dan dapat mencegah ekstrusi malai
lengkap dari sepatu bot (Todd dan Atkins, 1958). Infestasi A. besseyi mengurangi pembengkakan
benih (Togashi dan Hoshino, 2001), butirannya kecil dan terdistorsi (Todd dan Atkins, 1958) dan
kernel dapat berubah warna dan pecah-pecah (Uebayashi et al., 1976) (Gambar 16). Tanaman
yang terinfeksi matang terlambat dan memiliki malai steril ditanggung oleh anakan yang
dihasilkan dari kelenjar tinggi.

Aphelenchoides besseyi berasal nama umum dari gejala putih, ujung daun gantung tanaman
padi; Namun, dalam kultivar dan kondisi tertentu, tidak ada ujung putih yang terlihat dan
mungkin hanya ada gejala dalam ukuran butir kecil dan malai tegak, seperti yang diamati di
Jiangsu, Cina (Wei-hong et al., 2008).
3. Metode Ekstraksi Nematoda

A. Metode nampan saring (Radopholus similis)

 Bagian tanaman (akar) dibelah 2 lalu dipotong-potong halus.

 Membuat susunan tempat yaitu nampan plastik, nampan penyangga, jaring dan tissue.
Kemudian tissue pelan pelan basahi dengan air agar tidak ribek menggunakan botol semprot.
Lalu sampel tanaman yang telah dipotong-potong dan ditimbang sebanyak 5g, diletakkan di atas
tissue secara merata.

 Tuangkan air pelahan pada celah bagian nampan plastik dan nampan penyangga hingga
seluruh jaringan tanaman terendam dan diinkubasi selama 24 jam, sebaiknya dihindari
perendaman yang berlebihan.

 Setelah 24 jam, nampan penyangga diangkat perlahan-lahan dan ditiriskan. Setelah itu
air yang di dapatkan pada nampan plastik disaring menggunakan saingan 20µm.

 Nematoda yang terperangkap pada saringan dengan cara menyemprotkan air dengan
botol semprot pada permukaan saringan dan air di tampung dengan gelas beaker.

 Suspensi nematoda dituangkan pada cawan hitung untuk mengamati nematoda dengan
bantuan mikroskop stereo.

 Setiap nematoda yang ditemukan dikait kemudian diletakkan di atas gelas obyek yang
sudah diisi 1 tetes air.

B. Metode pipet tip pada benih (Aphelencoide besseyi)

 Benih padi dibelah menjadi 2, selanjutnya benih dimasukkan kedalam pipet tip.

 Pipet tip dimasukan kedalam botol dan diisi oleh air. Kemudian diikubasi selama 24 jam.

 Nematoda akan keluar dari benih dan terdapat dibagian bawah jarena massa jenis dari
nematoda lebih berat dibandingkan massa jenis air.

 Suspensi nematoda dituangkan pada cawan hitung untuk mengamati nematoda dengan
bantuan mikroskop stereo.

 Setiap nematoda yang ditemukan dikait kemudian diletakkan di atas gelas obyek yang
sudah diisi 1 tetes air.

C. Metode dekantasi pada tanah kentang untuk ekstraksi sista (Globodera roctochiensis)

 Sampel tanah sebanyak 20 g dimasukkan kedalam gelas beaker.

 Kemudian diisi air sebanyak 150 ml.

 Kemudian aduk perlahan hingga tercampur.

 Lalu diamkan hingga tanah kembali mengendap pada bagian bawah gelas beaker.

 Air pada gelas beaker disaring menggunakan saringn dekantasi berukuran 38 µm, dan
tunggu hingga air turun atau tersaring.

 Kemudian siapkan saringan kecil dengan ukuran 20 µm yang ditutupi dengan tissue,
basahi tissue secara merata terlebih dahulu.

 Air yang tinggal sedikit dan terdapat nematoda pada saringan dekantasi, disaring lagi
menggunakan saringan kecil dengan cara menyemprotkan air pada saringan dekantasi agar
nematoda ikut turun ke saringan kecil.
 Nematoda sista dikumpulkan pada saringan kecil yang telah dilapisi tissue kemuadian
diamati menggunakan mikroskop.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kelompok nematoda parasite tumbuhan adalah antara lain, Pratylenchus sp.,


Radopholus similis, Ditylenchus dipsaci, Globodera spp. dan Meloidogyne spp, kelompok
nematoda predator adalah Mononchus sp, dan contoh nematoda entomopatogen adalah
Steinernema spp.

2. Gejala serangan yang diakibatkan oleh nematoda berbeda-beda, serta mengakibatkan


penurunan produktivitas

3. Metode ekstraksi yang dilakukan ada 3 yaitu metode nampan saring, metode pipet tip
pada benih padi dan metode dekantasi pada tanah kentang untuk ekstrasi sista.

DAFTAR PUSTAKA

Asyiah, I.N. 2009. Siklus Hidup dan Morfologi Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis)
Jurnal Unsyiah 1:40-42

Bahari. 2000. Inventarisasi Nematoda Entomopatogen Steinernema sp. dan Heterorhabditis sp.
pada Tanaman Holtikultura Jawa Timur. Karya Tulis Ilmiah. Jember : Universitas jember.

Boszormeny E., Rsek T. E., Fodor A., Fodor A. M., Szldes F. L., Hevesi M., Hogan J. S., Katona Z.,
Klein M. G., Kormány A., Pekár S., Szentirmai A., Sztaricskai F. and Taylor R. A. J. 2009. Isolation
and activity of Xenorhabdus antimicrobial compounds against the plant pathogens Erwinia
amylovora and Phytophthora nicotianae. J. Appl Microbiol 107:746–759.

Bridge, J. 1988. Plant nematode pests of banana in East Africa with particular reference to
Tanzania. In: Nematodes and the Borer Weevil in Bananas. INIBAP, Montpellier, France, pp. 35–
39.

Calvin and Cook. 2005. North American Green House Tomatoes Emerge as a Major Market
Force. Amber Waves 3: 20-27.

Coyne, D., Omowumi, A., Rotifa, I. and Afolami, S.O. 2013. Pathogenicity and damage potential
of five plant-parasitic nematode species on plantain (Musa spp., AAB genome) cv. Agbagba.
Nematology 15, 589–599.

Dadan, S. 1991. Evaluasi Pengaruh Getah Pepaya terhadap Meloidogyne spp. Penyebab Puru
Akar pada Tanaman Tomat Lycopersicum esculentum Mill.

Decker H. 1989. Plant Nematodes and Their Control (Phytonematology). New Delhi : Paul Press.

Dropkin V.H. 1991. Introduction of Plant Nematology (2rd edn). A. Wiley Intercience Publication.
Jhon Wiley and Sons, New York.

Dropkin, V.H. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gadjah Mada University press,
Yogyakarta.
Gaugler R., and Kaya H. K.. 1990 Entomopathogenic nematodes in biological control. Boca
Raton: CRC Press.

Gowen, S.R. and Quénéhervé, P. (1990) Nematode parasites of bananas, plantains and abaca. In:
Luc, M., Sikora, R.A. and Bridge, J. (eds) Plant Parasitic Nematodes in Tropical and Subtropical
Agriculture. CAB International, Wallingford, UK, pp. 431–460.

Hadisoeganda, W. 2006. Nematoda Sista Kentang: Kerugian, Deteksi, Biogeografi, dan


Pengendalian Nematoda Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Sauran, Bandung.

Luc, M., R.A. Sikora, & J. Bridge, 1995. Plant Parasitic Nematodes In Sub tropical & tropical
Agriculture. CAB International Institute of Parasitol. Wallingford. UK.

Mollov DS, Subbotin SA, Rosen C. 2012. [Abstrack]. First report of Ditylenchus dipsaci on garlic in
Minnesota. Robertson AE, editor. APS Journals 96 (11). Doi : 10.1094/PDIS-06-12-0532-PDN.

Mulyadi, 2009. Nematologi Pertanian. Fakultas Pertanian UGM. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Mulyadi. 2009. Nematologi Pertanian. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mustika. 1992. Plant parasitic nematodes associated with ginger (Zingiber officinale Rosch.) in
North Sumatera. J. of Spice and Medicinal Crops 1: 38-42.

Palungkung R, Budiarti A. 1997. Bawang putih Dataran Rendah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Pedroche, N.B., Villaneuva, L.M. and Waele, D. de. 2013. Plant-parasitic nematodes associated
with semi-temperate vegetables in the highlands of Benguet Province, Philippines. Archives of
Phytopathology and Plant Protection. 46: 278–294.

Pethybridge, S.J., Gorny A., Hoogland T., Jones L., Hay F., Smart C., and Abawi G. S. 2016.
Identification and characterization of Ditylenchus spp. Populations from garlic in New York state,
USA. Trop Plant Pathology. 41: 193-197.

Rahayu, B., B. Triman., dan S. Indarti. 2003. Identifikasi nematoda sista kuning (Globodera
Rostochiensis) pada kentang di Batu, Jawa Timur. Jurnal Perlindungan Tanmaan Indonesia 9: 46-
53

Roderick, H., Mbiru, E., Coyne, D., Tripathi, L. and Atkinson, H.J. 2012. Quantitative digital
imaging of banana growth suppression by plant parasitic nematodes. PLoS ONE 7(12), e53355.
DOI: 10.1371/ journal.pone.0053355.

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Edisi ke-4. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

Shurtleff MC. Averre CW. 2000. Diagnosing Plant Disease Caused By Nematodes. Minnesota
(USA): APS Press.

Sikora, R.A. and Schlosser, E. (1973) Nematodes and fungi associated with root systems of
bananas in a state of decline in Lebanon. Plant Disease Reporter 57, 615–618.

Tahsen, Q and P. Rajan. 2009. Description of Mononchus intermedius. Nematol. Medit 37:161-
167

Tamura, I. and Kegasawa, K. 1959. Studies on the ecology of the rice nematode, Aphelenchoides
besseyi Christie, V. On the abnormal growth of rice plant and decrease in yield caused by rice
nematode. Japanese Journal of Ecology. 9: 120–124.

Tenuta M, Madani M, Briar S, Molina O, Gulden R, Subbotin SA. 2014. Occurrence of Ditylenchus
Weischeri and Not D. dipsaci in field pea harvest samples and Cirsium arvense in the Canadian
praires. Jurnal of Nematologists 46 (4):376-384.
Thompson HC. 1959. Vegetable Crops. United State (US): McGraw-Hill Book Company, Inc.

Todd, E.H. and Atkins, J.G. 1958. White tip disease of rice. 1. Symptoms, laboratory culture of
nematodes and pathogenicity tests. Phytopathology. 48: 632–637.

Togashi, K. and Hoshino, S. 2001. Distribution pattern and mortality of the white tip nematode,
Aphelenchoides besseyi (Nematoda: Aphelenchoidae), among rice seeds. Nematology. 3: 17–24.

Tulek, A., and S. Cobanoglu. 2010. Distribution of the rice white tip nematode, Aphelenchoides
besseyi, in rice growing areas in the Thrace region of Turkey. Nematologia Mediterranea 38:215-
217

Uebayashi, Y., Amano, T. and Nakanishi, I. 1976. Studies on the abnormal rice kernel
‘Kokutemnai.’ Mechanisms of symptom development. Japanese Journal of Nematology. 6: 67–72.

Wei-hong, L., Mao-song, L., Hong-mei, L. and Min-jie, S. 2008. Dynamic development of
Aphelencoides besseyi on rice plant by artificial incoculation in the greenhouse. Agricultural
Science in China. 7: 970–976.

Weiser, J. 1991 . Biological Control of Vectors Manual for Collecting, Field Determination and
Handling of Biofactors for Control Vectors. John Willey and Sons. England : Chichester.

Whitehead, A. G. 1998. Plant Nematode Control. CAB International. Cambridge University Press.
UK

Woodring J. L., and Kaya H. K. 1988. Steinernematid and heterorhabditid nematodes: A


handbook of biology and techniques. Southern Cooperative Series Bulletin 331, 30 pp, Arkansas
Agricultural Experiment Station, Fayetteville, AR.

Anda mungkin juga menyukai