Anda di halaman 1dari 3

Karbon adalah merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol C dan nomor atom 6 pada tabel

periodik. Unsur ini termasuk dalam golongan non-logam dan memiliki valensi 4, yang berarti ada 4
elektron yang membentuk ikatan kovalen. Karbon sendiri merupakan salah satu unsur yang telah
diketahui keberadaannya sejak zaman kuno, dan dapat dikatakan sebagai unsur dasar segala
kehidupan di bumi. Bahkan, 20% dari tubuh manusia terdiri dari karbon.
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia ketika karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer,
hidrosfer, dan atmosfer bumi (objek astronomis lainnya bisa jadi memiliki siklus karbon yang hampir
sama meskipun hingga kini belum diketahui). Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon
utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer,
biosfer teresterial (biasanya termasuk pula freshwater system dan material non-hayati organik
seperti soil carbon atau karbon tanah), lautan (termasuk karbon anorganik terlarut dan biota laut
hayati dan non-hayati), dan sedimen (termasuk bahan bakar fosil).
Pergerakan karbon dan pertukaran karbon antar reservoir terjadi karena proses-proses kimia, fisika,
geologi, dan biologi yang bermacam-macam. Lautan mengadung kolam aktif karbon terbesar dekat
permukaan bumi. Namun demikian, laut dalam bagian dari kolam ini mengalami pertukaran yang
lambat dengan atmosfer.

Karbon di Atmosfer
Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer bumi adalah gas karbon dioksida (CO 2).
Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas yang ada di atmosfer
(hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang mengalami kenaikan), tetapi ia memiliki
peran yang penting dalam menyokong kehidupan.
Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan kloroflorokarbon atau CFC
(CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang
konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam
pemanasan global.

Karbon di Laut
Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, di mana sebagian besar dalam bentuk ion
bikarbonat. Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-
hidrogen, adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi penting dalam
mengontrol pH di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon.
Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan. Pada daerah upwelling, karbon
dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2) berpindah dari atmosfer
ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk.

Dampak Emisi Karbon


Tingginya kadar karbon dioksida, terutama emisi karbon yang dihasilkan oleh industri dan aktivitas
manusia, telah memberikan sejumlah dampak signifikan terhadap lingkungan. Kandungan karbon
dioksida dalam emisi yang terperangkap di atmosfer menyebabkan peningkatan suhu bumi. Berikut
ini beberapa dampak dari peningkatan suhu bumi akibat emisi karbon.

Mencairnya Es di Kutub
Panasnya suhu bumi akan menyebabkan lapisan es di kutub mencair. UNDP menyatakan bahwa
lapisan es di laut Artik telah berkurang jauh sejak tahun 1979, dengan kecepatan sebesar 1.07 juta
km2 setiap dekade. Mencairnya es di kutub menyebabkan kenaikan permukaan air laut.

Kekeringan dan Kekurangan Air Bersih


Peningkatan suhu bumi mengakibatkan perubahan iklim (menjadi lebih panas). Perubahan iklim
drastis ini dapat mengurangi sumber air bersih, sebab permukaan air laut naik dan terjadi
kekeringan di daratan.
Bencana Alam
Perubahan iklim akan menyebabkan cuaca ekstrim, yang dapat berujung pada bencana alam.
Banjir, angin topan, dan tsunami adalah beberapa dampak destruktif dari perubahan iklim
tersebut. FAO (Food & Agriculture Organization) melaporkan bahwa saat ini jumlah bencana alam
terjadi 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan tahun 1970-an dan 1980-an.

Perubahan pada Rantai Makanan


Sektor pertanian menyerap sekitar 63% dari dampak bencana alam, menurut FAO, dibandingkan
dengan sektor-sektor lain, seperti pariwisata, perdagangan, dan industri. Hal ini tentu mengganggu
sumber pangan manusia. Pasalnya, banyaknya jumlah tanaman produksi yang rusak akibat cuaca
tak menentu akan mengurangi jumlah pasokan bahan pangan.

Kesehatan dan Penyebaran Penyakit


Kenaikan suhu bumi memperluas wilayah tropis di bumi. Perluasan ini pun akan turut
mempermudah penyebaran penyakit-penyakit tropis ke wilayah sub-tropis, seperti malaria.

Kerusakan Ekosistem Laut


Laut dapat menyerap emisi karbon dioksida hingga 40 persen. Namun, semakin tinggi kadar CO2
yang diserap oleh laut, kondisi laut pun akan semakin asam. Tingginya kadar keasaman dan
peningkatan suhu air laut akan merusak terumbu karang atau coral bleaching.
Perlu diingat bahwa terumbu karang memegang peranan penting dalam ekosistem laut, yaitu
sebagai sarang bagi ikan-ikan kecil dan plankton. Minimnya jumlah ikan kecil dan plankton tentu
akan mengganggu rantai makanan bagi makhluk hidup laut lainnya.

Blue Karbon bagi Ekosistem Laut


Pengertian Blue Carbon Blue carbon adalah istilah yang digunakan untuk cadangan emisi karbon
yang diserap, disimpan dan dilepaskan oleh ekosistem pesisir dan laut. Istilah karbon biru atau blue
carbon dilatar belakangi oleh keadaan karbon yang terserap dan tersimpan di bawah air dan
berhubungan dengan perairan. Potensi karbon biru di Indonesia sangatlah besar yakni mencapai
3.4 Giga Ton (GT) atau sekitar 17% dari karbon biru dunia. Ekosistem blue carbon yang terdapat di
daerah pesisir sangatlah penting, karena dalam jangka panjang penyerapan dan penyimpanan
karbon yang baik dan terjaga akan membantu dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Di
Indonesia, blue carbon tersebar di ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, hutan bakau, padang
lamun dan lahan gambut di kawasan pesisir. Luasnya hutan mangrove yang Indonesia miliki
menjadi potensi besar bagi tempat penyerapan CO2 dari atmosfer kemudian disimpan dan diubah
dalam bentuk biomassa tubuh.
Manfaat Blue Carbon Secara umum seharusnya dapat dipahami bahwa segala kegiatan yang
dilakukan oleh kita tentu akan menghasilkan residu secara langsung maupun tidak langsung.
Seluruh makhluk hidup baik manusia, hewan dan tumbuhan, tentu kita secara alamiah akan
menghasilkan karbon dan secara alamiah pula karbon tersebut akan diserap oleh tumbuh-tumbuhan
dan binatang. Ekosistem karbon biru merupakan penyerap karbon paling efektif dibandingkan
ekosistem lain. Lingkungan pesisir berperan besar dalam menyelamatkan umat manusia bahkan
bumi dari dampak perubahan iklim yang kian memburuk. Pelestarian ekosistem karbon biru menjadi
solusi alami terbaik sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Perubahan iklim yang dipicu oleh efek
rumah kaca atau peningkatan jumlah CO2 dan beberapa gas lain, menyebabkan panas matahari
terperangkap di atmosfer bumi. Kondisi tersebut menjadi pemicu mencairnya es di kutub, rusaknya
ekosistem baik akibat kebakaran dan kekeringan, dan kenaikan permukaan air laut sehingga
daratan akan tenggelam. Beberapa efek rumah kaca tersebut tentu sangat merugikan dan
berbahaya apabila tidak segera diperbaiki. Menjaga kelestarian ekosistem pesisir baik hutan
mangrove, bakau, lamun, lahan gambut dan rawa asin dapat memberi manfaat untuk mencegah
erosi, melindungi perumahan warga ketika pasang surut, badai dan banjir ketika menghantam,
menangkap polutan yang kerap ada di udara dan perairan, dan menjadi habitat bagi makhluk hidup
yang terkhusus berada di wilayah pesisir. Selain itu, ekosistem karbon biru dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat pesisir sebagai sumber ekonomi dengan memberikan servis ekologi. Pengelolaan
daerah pesisir dapat menjadi daya tarik dan berpotensi wisata yang menarik pengunjung.

Anda mungkin juga menyukai