Anda di halaman 1dari 1

“Green Carbon” merupakan kandungan sejumlah karbon yang hilang dan tersimpan melalui

fotosintesis. “Green Carbon” disebut juga dengan karbon terestrial tersimpan pada biomass dan
tanah pada tumbuhan, hutan, perkebunan, lahan pertanian, gambut serta lahan padang rumput.
Penyerapan karbon dioksida dari atmosfer dapat melalui tumbuhan darat (hutan) dan lautan
(fitoplankton, lamun, mangrove dan rawa payau). Lautan dan ekosistem pesisir adalah penyerap
CO2 alami (natural CO2 sink) terbesar di bumi. Siklus karbon yang terjadi di laut diketahui
mampu menyerap sekitar 55% karbon di atmosfer.

“Blue Carbon” yakni istilah yang digunakan pada kandungan karbon yang tersimpan di laut, baik
dalam endapan sedimen laut yang terserap oleh mangrove, rawa, proses fotosintesis
phytoplankton, rumput laut, terumbu karang, algae maupun media ekosistem lain yang berperan.
Peran laut sendiri sangat penting dalam keberlangsungan siklus karbon. Laut dapat mengandung
karbon 50 kali lebih banyak dibanding yang ditemukan di atmosfer sebagai senyawa komplek
CO2, asam karbonat dan CaCO2. CO2 dapat sangat larut pada air bersuhu dingin, sehingga laut
pada garis lintang menyerap lebih banyak CO2. Laut pun diyakini menyerap sekitar 30% emisi
CO2 sejak industrilisasi dimulai pada abad 17an.  Daya serap yang tinggi akan karbon pada laut
salah satunya akibat proses fotosintesis phytoplankton yang merupakan rantai makanan terbawah
di lautan, dengan koloni berskala besar. Plankton tersebut mati tenggelam ke dasar laut
membentuk endapan sedimen laut dalam, kaya oleh bahan organik dari biomass plankton
tersebut. Endapan sedimen ini pula terserap oleh ekosistem Mangrove sebagai sumber nutrisi
tumbuhan tersebut yang mengakumulasi sekitar 0,0038 Gt Carbon/tahun yang menunjukkan
Mangrove sebagai penyita karbon yang lebih cepat dibanding hutan terestrial.

Di Biosfer, sejumlah karbon tersimpan sebagai organisme hidup (biomass) dan organisme yang
telah mati, tidak terdekomposisi ataupun membusuk di tanah, di dasar laut maupun pada batuan
sedimen sebagai “Green Carbon” dan “Blue Carbon“. Ketika jumlah karbon tetap pada proses
tersebut, yakni jumlah karbon yang tereserap dalam proses fotosintesis dengan karbon yang
dilepas melalui proses respirasi maupun ketika organisme mati, maka siklus karbon akan tetap
seimbang. Keseimbangan unsur karbon juga akan dipengaruhi faktor iklim baik suhu, curah
hujan, jenis lahan, ketersediaan nutrisi untuk tanaman, dll. Sehingga perubahan iklim akan
berdampak pada siklus karbon secara global maupun lokal.

Anda mungkin juga menyukai