PERCOBAAN 2
OLEH :
KELOMPOK
WILLY 101319034
LABORATORIUM PENGEBORAN
UNIVERSITAS PERTAMINA
JAKARTA
2021
DAFTAR ISI
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENGUKURAN RHEOLOGI LUMPUR PENGEBORAN
Terdapat dua jenis sifat fluida, yaitu fluida newtonian dan fluida
nonnewtonian. Fluida newtonian memiliki karakteristik viskositasnya konstan dan
hubungan antara nilai tegangan geser dengan kecepatan gesernya akan berupa garis
lurus (linier) jika diplot dalam kurva shear stress shear rate. Contoh fluida
newtonian adalah air dan udara. Sementara fluida non-newtonian adalah fluida yang
viskositasnya tidak konstan dan bergantung pada besarnya shear rate. Sebagian
besar jenis fluida di dunia ini adalah fluida non-newtonian.
4
1.2.2 Viskositas
𝜏 300
𝜇𝑎 = 𝑥 100 atau 𝜇𝑎 = /𝑅𝑃𝑀
𝛾 𝐶
Yield Point adalah kemalasan fluida untuk mengalir karena gaya tarik
menarik antar partikel terdispersi. Pada lumpur pemboran, yield point dipengaruhi
faktor kandungan ion permukaan pada padatan. Karena hanya ion yang berada di
permukaan padatanlah yang bakalan bekerja. semakin banyak ionnya, maka akan
semakin banyak “tali” sehingga yield point akan semakin tinggi. Untuk menentukan
Yield Point dan Plastic Viscosity dapat menggunakan persamaan Bingham Plastic :
𝜇𝑝 = 𝐶600 − 𝐶300
𝑌𝑝 = 𝐶300 – 𝜇𝑝
5
dengan :
𝜇𝑝 = 𝑃𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑐 𝑉𝑖𝑠𝑐𝑜𝑠𝑖𝑡𝑦, 𝑐𝑝
6
BAB II
METODOLOGI
2.1.2 Bahan
1. Bentonite
2. Aquadest
3. Bahan – bahan Additif
7
2.2 Prosedur Percobaan
2.2.1 Membuat Lumpur
Memulai percobaan
Mengakhiri percobaan
8
2.2.2 Cara bekerja dengan Marsh Funnel
Memulai Percobaan
Mengakhiri Percobaan
9
2.2.3 Cara bekerja dengan Rheometer
a. Pengukuran Plastic Viscosity dan Yield Point (YP)
Memulai Percobaan
Meletakkan bejana pada tempatnya, mengatur skala sedimikian rupa agar rotor dan
bob tercelup ked alma lumpur menurut batas yang telah ditentukan
Menggerakkan rotor pada posisi high dengan kecepatan 600 rpm, pemutaran terus
dilakukan hingga mencapai keseimbangan, mencatat harga yang tertera pada skala
sebagai pembacaan 600 rpm
Mengakhiri Percobaan
10
b. Pengukuran Gel Strength
Memulai Percobaan
Meletakkan bejana pada tempatnya, mengatur skala sedimikian rupa agar rotor dan
bob tercelup ked alma lumpur menurut batas yang telah ditentukan
Mengaduk lumpur dengan Rheometer dengan kecepatan 600 RPM selama 10 detik
Mengaduk Kembali lumpur dengan Rheometer dengan kecepatan rotor 600 RPM
selama 10 detik
Mengakhiri Percobaan
11
BAB III
DATA DAN HASIL PERCOBAAN
1. Lumpur Dasar
M 10
𝑉 𝐵𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 = = 2.65 = 3.773 mL
𝜌
12
2. Lumpur B
M 10
𝑉 𝐵𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 = = 2.65 = 3.773 mL
𝜌
M 10
𝑉 𝐶𝑎𝐶𝑂3 = = 2.7 = 3.703 mL
𝜌
3. Lumpur C
M 10
𝑉 𝐵𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 = = 2.65 = 3.773 mL
𝜌
M 10
𝑉 𝐶𝑀𝐶 = = 1.65 = 6.060 mL
𝜌
13
3.2 Hasil Observasi
A. Lumpur Dasar
B. Lumpur B
C. Lumpur C
14
3.3 Data Perhitungan
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Marsh Funnel, timbangan,
gelas ukur, mud mixer, cup mud funnel, thermometer, dan rheometer dengan bahan
Bentonite, Aquadest, dan Bahan-Bahan Additif. Prosedur percobaan dilakukan
dengan membuat lumpur, menghitung waktu yang diperlukan untuk mengisi bejana
dari Marsh Funnel, mengukur Plastic Viscosity dan Yield Point dengan
menggunakan Rheometer dengan menggerakkan rotor pada kecepatan 300 rpm dan
600 rpm, dan mengukur Gel Strength dengan mengaduk lumpur dengan Rheometer
kemudian didiamkan selama 10 detik.
16
membuat lumpur, dilakukan observasu dial reading pada 600 RPM dan 300 RPM
dengan Bingham Rheology Model. Dari hasil observasi diperoleh dial reading
lumpur dasar pada 600 RPM adalah 2.7 dan pada 300 RPM adalah 0.7. Pada lumpur
B, nilai dial reading 600 RPM adalah 2.5 dan 300 RPM adalah 1.3. Pada lumpur C,
nilai dial reading pada 600 RPM adalah 53 dan 300 RPM adalah 29.3.
Dari data dial reading pada ketiga lumpur tersebut, dilakukan perhitungan
Plastic Viscosity (cP) dengan menggunakan persamaan Bingham Plastic yaitu
dengan mengurangi dial reading pada 600 RPM dengan dial reading pada 300
RPM. Pada lumpur dasar diperoleh nilai Plastic Viscosity sebesar 2, pada lumpur
B sebesar 1.2, dan pada lumpur C sebesar 23.7. Nilai viskositas pada lumpur dasar
relative kecil dan pada lumpur C sangat besar. Nilai viskositas yang besar ini
kemungkinan disebabkan adanya bentonite dan CMC yang merupakan polimer
pada campuran lumpur C yang dapat meningkatkan nilai viskositas. Nilai viskositas
plastic pada lumpur B lebih kecil daripada lumpur dasar walaupun ada campuran
CaCO3 karena karbonat tidak berpengaruh dan tidak dapat merubah nilai Plastic
Viscosity. Plastic Viscosity merupakan tahanan fluida terhadap aliran atau
merupakan bahian dari resistensi untuk mengalir disebabkan oleh friksi mekanik.
Sehingga semakin besar viskositas akan menyebabkan lumpur susah mengalir dan
viskositas yang terlalu kecil menyebabkan lumpur terlalu encer. Viskositas lumpur
yang tinggi ini menyebabkan penetration turun, pressure loss tinggi, pressure
surges yang berhubungan dengan loss circulation dan swabbing yang berhubungan
dengan bahaya blow out, dan sukar melepasnya gas dan cutting dari lumpur saat di
permukaan. Sedangkan, nilai viskositas yang terlalu rendah juga menyebabkan
pengangkatan cutting yang tidak baik dan material pemberat lumpur diendapkan,
Sehingga nilai viskositas lumpur harus sesuai, tidak terlalu rendah dan juga tidak
terlalu tinggi karena dapat menyebabkan pengeboran tidak optimal bahkan
menyebabkan bahaya pada pengeboran.
Dari data Dial Reading pada Rheometer juga dapat diperoleh nilai Yield
Point (Yp) dengan cara mengurangi Dial Reading pada 300 RPM dengan Plastic
Viscosity. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Yield Point pada lumpur dasar
adalah -1.3, pada lumpur B adalah 0.1, dan pada lumpur C adalah 5.6. Yield Point
merupakan bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya Tarik menarik antar
17
partikel pada kondisi dinamis (sirkulasi) atau merupakan sifat yang menunjukkan
besarnya tekanan minimal yang harus diberikan kepada fluida agar fluida tersebut
dapat bergerak. Nilai Yield Point pada lumpur C adalah yang paling besar. Hal ini
disebabkan nilai Plastic Viscosity dan pembacaan dial reading pada 300 RPM yang
paling besar karena terdapatnya kontaminanan atau viscosifier berupa CMC dan
Bentonite yang memperbesar nilai viskositas sehingga nilai Yield Point juga
semakin besar. Selain itu, nilai Yield Point pada lumpur C paling tinggi juga
disebabkan oleh temperature yang paling tinggi yaitu 29.5 o C. Semakin tinggi
temperature, maka nilai Yield Point akan semakin besar. Nilai Yield Point pada
lumpur dasar yang paling kecil bahkan menyentuh angka negative karena nilai
viskositasnya kecil dan pembacaan dial reading pada 300 RPM juga kecil. Hal ini
disebabkan komposisi lumpur dasar hanya air dan bentonite tanpa ada additive lain
sehingga tidak dapat meningkatkan nilai Yield Point. Nilai Yield Point pada lumpur
B lebih besar dari lumpur dasar karena pembacaan Dial Reading pada 300 RPM
pada lumpur B lebih besar daripada lumpur dasar meskipun nilai Plastic Viscosity
lumpur B lebih kecil dariapda lumpur dasar. Hal ini dikarenakan pada lumpur B
terdapat karbonat (CaCO3) yang dapat meningkatkan nilai Yield Point. Nilai Yield
Point yang terlalu rendah ini dapat menyebabkan pengangkatan cutting yang tidak
baik dan pembersihan lubang bor yang tidak sempurna. Sedangkan nilai Yield Point
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan beban pompa bertambah dan dapat
menimbulkan problem ke formasi. Oleh karena itu, komposisi lumpur harus sesuai
dan nilai Yield Point juga harus pas agar pengeboran berjalan lebih optimal.
18
adalah 2.7, untuk kecepatan 3 RPM selama 10 detik adalah 0 dan selama 10 menit
adalah 0. Pada lumpur B, nilai simpangan maksimum pada pengujian dengan
kecepatan 600 RPM adalah 2.5 dan pada kecepatan 3 RPM selama 10 detik adalah
0 dan pengujian pada kecepatan 3 rpm selama 10 menit adalah 0. Pada lumpur C,
nilai simpangan maksimum pada pengujian dengan kecepatan 600 RPM selama 10
detik adalah 52.2 dan dengan kecepatan 3 RPM selama 10 detik adalah 0 dan
kecepatan 3 RPM selama 10 menit adalah 0. Dari hasil observasi tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai gel strength tidak dapat diamati karena tidak diamati nilai
simpangan maksimum pada rheometer saat pengujian dengan kecepatan 3 RPM
selama 10 detik dan 10 menit sehingga tidak dapat dilihat signifikansinya. Nilai gel
strength merupakan pembentukan padatan karena gaya Tarik menarik antara plat
clay saat didiamkan saat statis atau merupakan gaya menggagar lumpur saat
sirkulasi dihentikan (berhubungan dengan menahan cutting saat sirkulasi
dihentikan). Nilai gel strength yang terlalu rendah menyebabkan cutting akan jatuh
ke dasar lubang dan menyebabkan pengendapan cutting. Nilai gel strength yang
terlalu tinggi menyebabkan beban pompa bertambah dan dapat menimbulkan
problem ke formasi karena akan mempersulit pemisahan cutting karena cutting sulit
dilepas dari lumpur bor. Oleh karena itu, nilai gel strength harus sesuai agar dapat
menahan cutting agar tidak turun dan mengendap ke dasar sumur.
19
BAB V
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Irwainsyah. (2016). Studi Laboratorium Kestabilan Sifat-Sifat Lumpur Bahan
Dasar Minyak Smooth Fluid pada Temperatur Tinggi. Jakarta : Universitas
Trisakti.
Satiyawira, Bayu. (2018). Pengaruh Temperatur Terhadap Sifat Fisik Sistem Low
Solid Mud Dengan Penambahan Aditif Biopolimer dan Bentonite Extender.
Jurnal Petro, VII(4), 144-151. Universitas Trisakti.
Wardana, Raka Sudira., Adrian, Rafhie., Hadi, Basith F P., dan Nugraha, Fajar.
(2021). Panduan Praktikum Analisa Lumpur Pemboran. Jakarta :
Laboratorium Pengeboran Universitas Pertamina.
21
LAMPIRAN
ADDITIVE Rheologi
AIR Bentonite
CaCO3 CMC Dial Reading
PV YP GS 10 s GS 10 m
NO M V M V M V M V M V
C600 C300 cp lb/100ft2 lb/100ft2 lb/100ft2
(g) (m) (gr) (m) (g) (m) (g) (m) (g) (m)
1 346.227 346.227 10 3.773 - - - - - - 2.7 0.7 2 - 1.3 0 0
2 342.537 342.537 10 3.773 10 3.69 - - - - 2.4 1.3 1.1 0.2 0 0
3 331.942 331.942 10 3.773 - - 10 14.285 - - 53 29.3 23.7 5.6 0 0
22
ADDITIVE
AIR Bentonite Marsh Funnel
CaCO3 CMC
NO M V M V M V M V M V M V t funnel1 t funnel2
(g) (m) (g) (mL) (g) (m) (g) (m) (g) (m) (g) (m) (s) (s)
1 346.227 346.227 10 3.773 - - - - - - - -
2 342.537 342.537 10 3.773 10 3.69 - - - - - -
3 331.942 331.942 10 3.773 - - 10 14.285 - - - -
23
KONDISI LUMPUR DASAR SAAT PENGUJIAN RHEOMETER
Gambar 1. Lumpur Dasar saat Pemutaran 600 RPM Gambar 2. Lumpur Dasar saat Pemutaran 300 RPM
24
KONDISI LUMPUR B SAAT PENGUJIAN RHEOMETER
Gambar 3. Lumpur B saat Pemutaran 600 RPM Gambar 4. Lumpur B saat Pemutaran 300 RPM
25
KONDISI LUMPUR C SAAT PENGUJIAN RHEOMETER
Gambar 5. Lumpur C saat Pemutaran 600 RPM Gambar 6. Lumpur C saat Pemutaran 300 RPM
26
27