PERCOBAAN
SOLID LIQUID FLUIDIZATION
(SLF)
Hari : Kamis
Kelompok :5
Praktikan : 1. Radzul Abyan T. A. (02211740000099)
2. M. Hadyan Rizwan (02211740000104)
Asisten : M. Rifqi Furtiansyah
Tanggal Percobaan : 14 November 2019
Percobaan ini bertujuan untuk mengamati dan mengukur fluidisasi bed padatan, serta
mengukur kararteristik bed terfluidisasi. Dalam praktikum ini, mula-mula volume air dalam
bak penampungan harus terisi 4/5 dari volume total bak. Lalu, mengukur dimensi kolom
fluidisasi meliputi keliling kolom dan ketinggian awal bed. Setelah itu, membuka penuh
bypass valve pada pompa dengan tetap menutup discharge valve dan main valve. Setelah itu,
pompa dinyalakan. Setelah itu, membuka main valve dan mengalirkan air kedalam kolom
fluidisasi hingga overflow. Setelah itu, mengatur flowrate fluida sesuai variavel flowrate naik
dengan mengatur main valve dan bypass valve. Lalu, mengukur volume air yang keluar dalam
dengan gelas ukur. Setelah flowrate telah sesuai, maka ketinggian bed diukur. Lalu, mengukur
Pbottom serta Pabove. Setelah itu, kondisi fisik fluidisasi diamati. Percobaan diulangi untuk
variabel flow rate turun. Langkah terakhir adalah mematikan pompa yang digunakan,
melakukan drainase air dengan membuka discharge valve, dan menutup kembali semua valve.
Didapat data pada fase fixed bed dan expanded bed, pressure drop cenderung naik dan
pada fase fluidized bed, pressure drop cenderung konstan. Pada fase fixed bed, ketinggian bed
cenderung konstan tetapi pada fase expanded dan fluidized bed ketinggian bed cenderung
naik. Minimum fluidization velocity untuk variabel naik berdasarkan percobaan, persamaan
Ergun dan Geldart masing-masing didapatkan sebesar 0,0095; 0,00052032; 00038926 m/s dan
untuk variabel turun sebesar 0,0107; 0,00086740; 0,00038926 m/s. Friction factor
eksperimen untuk wilayah laminar berada pada kisaran antara 67,8818 sampai dengan 1,1015
untuk variabel flow rate naik, dan antara 1,2923 sampai dengan 67,8818 untuk variabel flow
rate turun. Sedangkan secara teoritis menurut persamaan Ergun diperoleh kisaran antara
159,3879 sampai dengan 12,3021 untuk variabel flow rate naik dan antara 11,2469 sampai
dengan 156,924 untuk variabel flow rate turun. Particle terminal velocity berada pada
0,00307 m/s sampai dengan 0,0310 m/s untuk variabel flow rate naik, dan antara 0,031 m/s
sampai dengan 0,0029 m/s untuk variabel flow rate turun. Void fraction minimum sebesar
0,5166 untuk variabel flow rate naik dan 0,583 untuk variabel flow rate turun. Menurut
eksperimen, void fraction berkisar pada 0,4705-0,4946 untuk variabel naik dan 0,5451-0,4997
untuk variabel turun. Berdasarkan korelasi Zaki-Richardson, void fraction variabel naik
bernilai antara 0,8426-0.8861 serta variabel turun 0,8993-0.8544.
DAFTAR ISI
INTISARI...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Tujuaan Percobaan............................................................................ I-1
I.2 Dasar Teori....................................................................................... I-1
BAB II METODOLOGI PERCOBAAN
II.1 Variabel Percobaan........................................................................... II-1
II.2 Metodologi Percobaan...................................................................... II-1
II.3 Alat dan Bahan Percobaan................................................................ II-1
II.4 Gambar Alat...................................................................................... II-2
II.5 Hasil Percobaan................................................................................ II-3
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil Perhitungan.............................................................................. III-1
III.2 Pembahasan...................................................................................... III-3
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................... IV-1
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... v
DAFTAR NOTASI........................................................................................................ vi
APPENDIKS................................................................................................................. A-1
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.2.1 Reaktor katalitik (a), fludized bed untuk mixing (b).............................. I-2
Gambar I.2.2 Karakteristik flow pattern dalam fluidized bed..................................... I-2
Gambar I.2.3 Force balance pada solid dalam fluidized bed...................................... I-4
Gambar I.2.4 Grafik hubungan velocity terhadap void fraction.................................. I-5
Gambar I.2.5 Grafik hubungan superficial velocity terhadap pressure drop & I-7
ketinggian bed.......................................................................................
Gambar I.2.6 Grafik hubungan friction factor dan bilangan Reynold........................ I-10
Gambar I.2.7 Grafik bilangan reynold dan drag coefficient tiap geometri................. I-11
Gambar II.4.1 Gambar alat percobaan fluidisasi solid-liquid....................................... II-2
Gambar III.2.1 Grafik hubungan pressure drop dan superficial velocity...................... III-6
Gambar III.2.2 Grafik hubungan tinggi bed dan superficial velocity............................ III-8
Gambar III.2.3 Grafik hubungan void fraction eksperien dan superficial velocity........ III-9
Gambar III.2.4 Grafik hubungan CD dan bilangan Reynold........................................... III-10
Gambar III.2.5 Grafik hubungan void fraction Zaki-Richardson dan superficial
velocity................................................................................................... III-11
Gambar III.2.6 Grafik hubungan friction factor dan superficial velocity melalui
eksperimen............................................................................................. III-12
Gambar III.2.7 Grafik hubungan friction factor Ergun dan superficial velocity........... III-12
iv
BAB I
PENDAHULUAN
(a) (b)
Gambar I.2.1 Reaktor katalitik (a), fludized bed untuk mixing (b)
(Dechsiri,
2004)
Salah satu tantangan terbesar dalam operasi fluidized bed adalah bagaimana mengatur
kecepatan aliran yang sesuai dengan kondisi operasi. Kecepatan aliran akan sangat
mempengaruhi pola aliran fluida (flow pattern) dalam suatu fluidized bed dan dibagi menjadi
beberapa flow pattern sebagai berikut :
dialirkan dengan kecepatan yang rendah kedalam fluidized bed. Fluida akan bergerak
melewati poros solid tetapi gaya yang dibawa fluida tidak mampu untuk membuat solid
bergerak sehingga ketinggian bed konstan. Regime ini disebut fixed bed, akibat posisi solid
fixed (tetap) dalam satu posisi. Seiring kecepatan fluida dinaikkan, akan tercapai suatu titik
dimana drag force yang dibawa oleh fluida tepat menyeimbangi gaya ke bawah oleh berat
solid, dan regime ini disebut onset fluidization ataupun minimum fluidization. Pada titik ini
rongga antar solid akan sedikit melebar dan ketinggian solid belum naik tetapi belum
membentuk suspensi dengan fluida. Kecepatan saat titik ini disebut minimum fluidization
velocity (Umf). Untuk regime selanjutnya, perilaku antara solid-liquid fluidization (fluidisasi
menggunakan fluida liquid) dan solid-liquid fluidization (fluidisasi menggunakan fluida gas)
akan berbeda. Pada fluidisasi dengan liquid, ketika kecepatan melebihi minimum fluidization
velocity, solid perlahan-lahan akan naik dan gerakannya akan acak didalam liquid. Tetapi,
densitas dari solid didalam bed akan tetap konstan dalam semua bagian didalam bed. Tipe
fluidisasi ini disebut particulate fluidization. Pada fluidisasi dengan gas, ketika kecepatan
melebihi minimum fluidization velocity, gas akan membentuk bubbles dan tidak membawa
solid didalamnya dan hanya ada sedikit gas yang dapat melewati ruang antar solid akibat
terbentuknya bubbles. Ketidakseragaman posisi solid akibat terbentuknya bubbles
menyebabkan densitas solid tidak konstan disetiap titik. Tipe fluidisasi kedua ini disebut
bubbling fluidization dan regime ketika terbentuknya bubble disebut bubbling bed. Pada
fluidisasi dengan gas, seiring kecepatan gas meningkat, bubble akan saling bertabrakan dan
akan membentuk bubble yang lebih besar. Ketika rasio ketinggian terhadap diamater cukup
tinggi, diamater bubble yang terbentuk akan menyerupai diamater bed dan regime ini disebut
slugging bed. Regime selanjutnya sama untuk particulate fluidization maupun bubbling
fluidization. Aliran fluida akan menjadi turbulen dan solid mulai tersuspensi kedalam fluida.
Regime ini disebut turbulent bed dan gerakan solid seolah-olah menjadi turbulen mengikuti
pola aliran fluida. Selanjutnya, bila aliran fluida terus ditingkatkan maka akan ada suatu titik
dimana semua solid terbawa oleh fluida akibat gaya yang dibawa fluida sangat besar. Titik ini
disebut pneumatic bed, merujuk pada pneumatic transport solid oleh fluida akibat pressure
drop yang diciptakan oleh fluida sangatlah tinggi (pneumatic transport).
(Dechsiri,
2004)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi tahapan fluidisasi. Faktor-faktor ini
mempengaruhi pressure drop yang diciptakan sehingga mempengaruhi kondisi dimana
fluidisasi mulai terjadi. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi :
naik sehingga ketinggian solid didalam fluidized bed akan naik sebesar ꝺH. Kecepatan U+ ꝺU
merupakan minimum fluidized velocity, yaitu kecepatan minimum saat total drag force dan
gaya apung oleh fluida melebihi gaya berat oleh solid. (University of Florida, 2014)
Pada fluidized bed, fluida akan melewati ruang-ruang diantara solid untuk bergerak
melewatinya. Dalam perhitungan, volume ruang kosong yang dilewati fluida lebih sering
dinyatakan sebagai fraksi volume ruang kosong (void fraction) yang dirumuskan sebagai
berikut :
total volume ruang kosong
ε ( void fraction )= .............(1.2.1)
total volume ruang kosong +total volume solid
void fraction sangat bergantung pada formasi solid didalam fluidized bed, dimana formasi
solid ini sangat bergantung pada kecepatan fluida yang melewati solid. Hubungan antara void
fraction dan kecepatan fluida digambarkan dalam grafik berikut ini :
ruang kosong akan menjadi sama dengan total volume bed dan nilai void fraction menjadi 1
(maximum void fraction).
(Subramanian, 2010)
Dalam perhitungan fluidized bed, terdapat dua jenis kecepatan fluida yaitu superficial
velocity dan interstitial velocity. Superficial velocity merupakan kecepatan yang didasarkan
pada volume/luas penampang ruang kosong bed tanpa adanya solid yang dirumuskan
berdasarkan :
Q
v' = ..........................................................(1.2.2)
A
dimana v’ adalah superficial velocity serta A adalah luas penampang ruang kosong dari bed.
Tetapi, pada kenyataannya kecepatan fluida didalam bed akan lebih tinggi daripada kecepatan
fluida apabila tidak ada solid didalam bed karena fluida harus melewati ruang yang lebih kecil
diantara formasi solid dimana kecepatan berbanding terbalik dengan luas penampang (A2)
berdasarkan kontinuitas yang dirumuskan :
A1V 1
v 2= .......................................................(1.2.3)
A2
kecepatan rata-rata fluida yang melewati ruang antar solid ini dinamakan sebagai interstitial
velocity, dimana kecepatan rata-rata fluida ini dapat didekati dengan void fraction merujuk
pada fakta bahwa void fraction adalah rata-rata fraksi ruang kosong didalam bed. Sehingga,
superficial velocity dan sebagai interstitial velocity dapat dihubungkan dengan persamaan
berikut ini :
v'
v ¿= ..........................................................(1.2.4)
ε
akibat nilai void fraction ε memiliki rentang nilai antara 0 dan 1., maka jelas interstitial
velocity memiliki nilai yang lebih besar dari superficial velocity sesuai dengan kontinuitas
yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam perhitungan, Superficial velocity akan lebih banyak
dipakai daripada interstitial velocity. Tetapi, interstitial velocity merupakan salah satu
parameter yang penting terutama dalam penentuan struktur aliran dalam bed contohnya dalam
penentuan jenis aliran didalam bed (apakah laminar atau turbulen). Hal ini diakibatkan karena
interstitial velocity merupakan kecepatan sebenarnya dari fluida dalam melewati ruang antar
solid didalam fluidized bed.
(De Nevers,
2010)
Gambar I.2.5 Grafik hubungan superficial velocity terhadap pressure drop & ketinggian bed
mula-mula, apabila kecepatan fluida dinaikkan, maka gaya yang dibawa oleh fluida juga akan
ikut naik tetapi gaya ini belum cukup mengimbangi gaya berat kebawah oleh solid.
Karenanya, berdasarkan gambar 1.2.5 ketinggian fluida akan konstan akibat solid belum
bergerak. Karena solid belum bergerak, maka tekanan akan terakumulasi pada bagian atas
bed menyebabkan pressure drop naik akibat tekanan pada bagian atas bed juga naik. Ketika
superficial velocity fluida dinaikkan hingga titik awal bed mulai terfluidisasi, yaitu ketika
gaya berat tepat diimbangi drag force oleh fluida dititik onset fluidization, maka terjadi
peralihan fase dari kondisi fixed bed ke fluidized bed. Karena drag force ini, maka solid
menjadi terangkat dan ketinggian bed naik. Karenanya, tidak ada lagi pressure yang
terakumulasi pada bagian atas bed akibat solid yang semakin renggang. Sehingga, pressure
drop akan konstan seiring dinaikkannya nilai superficial velocity. Ketika superficial velocity
fluida perlahan-lahan diturunkan pada titik tertentu, maka titik onset fluidization kembali
tercapai. Tetapi, superficial velocity ketika mencapai onset fluidization ini akan lebih tinggi
dibanding ketika nilainya dinaikkan pertama kali. Perlu diingat, ketika fluidisasi telah terjadi
dan apabila semua fluida didalam bed dikeluarkan, maka void fraction pada saat kondisi awal
akan lebih rendah daripada saat kondisi akhir ketika fluida dikeluarkan setelah fluidisasi
akibat solid menjadi lebih renggang. Dengan analogi yang sama dimana formasi solid yang
menjadi lebih renggang, void fraction pada variabel superficial velocity dinaikkan akan lebih
rendah daripada pada saat superficial velocity diturunkan pada nilai superficial velocity yang
sama. Sehingga, pressure drop yang diciptakan pada variabel superficial velocity naik akan
lebih tinggi akibat formasi yang lebih rapat menyebabkan lebih banyak pressure yang
terakumulasi pada bagian atas bed. Karena pressure drop yang dihasilkan saat variabel turun
lebih kecil, mengakibatkan butuh drag force lebih tinggi untuk fluidisasi sehinga superficial
velocity minimum yang dibutuhkan juga lebih tinggi. Karena menjadi lebih renggang pula,
maka ketinggian bed pada variabel superficial velocity diturunkan akan lebih tinggi daripada
pada saat superficial velocity diturunkan untuk nilai superficial velocity yang sama.
(McCabe,
1993)
Salah satu variabel penting dalam perhitungan fluidized bed adalah perhitungan
pressure drop sepanjang bed fluidisasi. Telah banyak persamaan-persamaan empiris yang
dikembangkan untuk memperkirakan pressure drop sepanjang bed, tetapi ada tiga persamaan
yang paling sering digunakan yaitu persamaan Kozeny-Carman, Burke Plummer, serta
korelasi Ergun. Persamaan Kozeny-Carman berlaku untuk bilangan Reynold fluida dibawah
1.0, dan dirumuskan sebagai berikut :
P gc s 2 Dp 2 3
L V o ( 1 ) 2 = 150............................................(1.2.6)
dari persamaan diatas, jelas terlihat bahwa pada bilangan Reynold yang rendah, pressure drop
(∆ P) akan sebanding secara linear dengan superficial velocity. Atau dengan kata lain,
superficial velocity akan sebanding dengan pressure drop (∆ P) tetapi berbanding terbalik
dengan viskositas (µ). Pernyataan ini disebut sebagai hokum Darcy, dimana hikum ini sering
digunakan untuk menjelaskan aliran fluida dalam media berpori.
(McCabe,
1993)
Korelasi lain yang dipakai adalah persamaan Burke-Plummer, dan persamaan ini
berlaku untuk bilangan Reynold fluida lebih dari 1000 dan dirumuskan sebagai berikut :
P 1,75V o 2 ( 1 )
L = s D p 3 ..........................................(1.2.7)
dapat dilihat pada superficial velocity yang tinggi, nilai pressure drop akan naik dan
berbanding kuadrat terhadap superficial velocity berpangkat 2. Pada superficial velocity yang
lebih tinggi, pressure drop menjadi independen terhadap viskositas dimana hal ini disebabkan
karena aliran menjadi makin lancar dan gaya sesek yang disebabkan oleh viskositas menjadi
tidak dominan lagi dibanding dengan faktor superficial velocity berpangkat 2.
(McCabe,
1993)
Untuk mendapatkan hubungan pressure drop dan superficial velocity untuk rentang
bilangan Reynold yang lebih luas, maka korelasi pressure drop dan superficial velocity
didapatkan dengan menggabungkan persamaan Kozeny-Karman dan Blake-Plummer dimana
korelasi ini biasa dikenal dengan persamaan Ergun dan dirumuskan :
s Dp 3 150 (1 )
Pgc
L V o 1 = s Dp V o / + 1,75.......................(1.2.8)
2
Ergun menunjukkan bahwa persamaan diatas dapat berlaku untuk rentang flowrate yang luas
serta untuk berbagai macam bentuk partikel solid mulai dari sphere, silinder hingga partikel
berbentuk butiran halus.
(McCabe,
1993)
Salah satu karakteristik lainnya dalam aliran fluida adalah seberapa besar gaya gesek
yang terjadi antara partikel solid dengan fluida yang besarnya dapat ditentukan dari faktor
dimensionless friction factor (f). Friction factor juga telah dirumuskan secara empiris melalui
daerah bilangan Reynold tinggi, maka friction factor akan konstan di sekitar angka 1.75
menurut korelasi Blake-Plummer. Karakteristik yang sama didapat dengan persamaan Ergun
yang diakibatkan bahwa persamaan Ergun merupakan gabungan antara persamaan Kozeny-
Carman dan korelasi Blake-Plummer.
(De Nevers,
2010)
Selain itu, nilai friction factor dapat dicari dengan menggunakan kesetimbangan gaya
dalam solid, dan dengan menggunakan koreksi shape factor , friction factor dirumuskan
ΔP Dp ε 3p
f p= ..................................................(1.2.12)
ρ¿ ¿
(Geankoplis, 2003)
Suatu solid dalam suatu fluidized bed memiliki karakteristik utama dimana apabila
partikel-partikel ini mengendap pada suatu medium fluida, maka partikel ini akan mencapai
suatu percepatan konstan yang biasa disebut dengan terminal velocity. Apabila suatu solid
dianggap hanya memiliki gaya berat kebawah serta gaya apung dan drag force keatas, maka
dengan hukum Newton dengan percepatan adalah du/dt, maka :
du
m =Fg−Fb−Fd .............................................(1.2.13)
dt
dimana dengan subsitusi masing-masing nilai dari gaya apung, gaya berat serta drag force,
maka persamaan menjadi :
du mpg Cd u 2 pA
m =mg− − ......................................(1.2.14)
dt pp 2
karena pada terminal velocity kecepatan solid adalah konstan, maka percepatan adalah 0
sehingga du/dt bernilai 0. Sehingga dengan subsitusi didapatkan nilai terminal velocity (u)
adalah :
2 g ( p p− p ) m
u=
√ A pp C D p
..............................................(1.2.15)
(Geankoplis, 2003)
Nilai dari drag coefficient merupakan fungsi dari geometri objek serta bilangan
Reynold. Grafik hubungan antara bilangan Reynold dan drag coefficient untuk geometri objek
berupa silinder , piringan (menghadap arah aliran), serta bola adalah berikut ini :
Gambar I.2.7 Grafik bilangan reynold dan drag coefficient tiap geometri
Salah satu hubungan empiris yang dikembangkan untuk menentukan void fraction
dalam suatu fluidized bed dikembangkan oleh Richardson dan Zaki dalam persmaan
Richardson-Zaki. Persamaan ini menjelaskan hubungan void fraction antara superficial
velocity fluida serta kecepatan terminal solid sebagai suatu fungsi eksponensial yaitu :
V' n
=ε .......................................................(1.2.18)
ut
persamaan ini hanya berlaku untuk concentrated solid dengan void fraction maksimum 0.95
serta untuk partikel solid yang memiliki geometri cenderung sphere. Nilai n merupakan suatu
konstanta dan didekatkan secara empiris oleh Richardson dan Zaki sebagai berikut :
d
for ℜ<0.2 n=4.65+19.5 .......................................(1.2.19)
D
d
(
for 0.2 ℜ<1 n= 4.35+17.5 ) D
x ℜ−0.03..............................(1.2.20)
d
for 1 ℜ<200 n=( 4.45+18 ) x ℜ −0.1
................................(1.2.21)
D
for 200 ℜ<500 n=4.45 x ℜ−0.1.....................................(1.2.22)
for ℜ>500 n=2.39..............................................(1.2.23)
dimana Re adalah bilangan Reynold fluida, d adalah diameter solid, serta D adalah diameter
bed. Dalam kebanyakan kasus, diameter solid sangatlsh kecil terhadap diameter bed, maka
nilai d/D dapat dianggap 0 dan nilai n hanya merupakan fungsi dari bilangan Reynold serta
untuk bilangan Reynold<0.2 dan bilangan Reynold>500 nilai n adalah konstan.
(Felice,
2000)
Aproksimasi minimum void fraction (void fraction saat gaya berat solid tepat
diimbangi oleh total gaya apung dan drag force yang diberikan fluida kepada solid) dapat
ditentukan melalui force balance. Pada titik onset fluidization, gaya yang timbul akibat
pressure drop, dimana bila merujuk pada definisi gaya sebagai tekanan dikali luasan, maka
gaya ini dirumuskan sebagai :
Fd=∆ P x A...................................................(1.2.24)
gaya ini biasa disebut drag force, dan tepat harus diimbangi oleh gaya berat oleh solid
dikurangi gaya apung solid didalam fluida dan dirumuskan sebagai berikut :
∆ P x A=Lmf A ( 1−ε mf ) ( p¿¿ p−p) g ¿...............................(1.2.25)
dimana notasi ‘mf’ merujuk pada nilainya pada titik onset fluidization. Dengan penyusunan
kembali persamaan diatas, minimum void fraction dirumuskan sebagai (Geankoplis, 2003):
(∆P)
ε mf =1− ............................................(1.2.26)
Lmf ( ρ p −ρ ) g
Karakteristik penting lainnya dalam fluidized bed adalah minimum fluidization
velocity, yaitu kecepatan saat gaya berat solid tepat diimbangi oleh total gaya apung dan drag
force yang diberikan fluida kepada solid. Nilai ini dapat didekatkan dengan menggunakan
persamaan Ergun yaitu :
150 μV o 2 2
ΔP (1 − ε ) 1,75 ρV o ( 1 −ε )
φ2D 2 3 φs Dp
L = S p ε + ε3 ..........(1.2.27)
nilai ∆P/L didekatkan dengan mengatur kembali persamaan (25) yaitu :
∆P
=( 1−ε mf ) ( p p −p ) g ..........................................(1.2.28)
Lmf
dengan subsitusi nilai ∆P/L pada persamaan diaatas ke persamaan Ergun, maka dengan
pengaturan kembali didapat :
1 , 75 D2P ( v ,mf )2 ρ2 150 (1−ε mf ) D P v ,mf ρ D3P ρ( ρ p− ρ)g
+ − =0
φs ε 3mf μ2 φ 2s ε 3mf μ μ2 ..........(1.2.29)
penyerdehanaan persamaan dilakukan dengan menghilangkan faktor Vmf2 pada suku pertama
persamaan Ergun, mengingat diameter partikel yang sangat kecil menyebabkan nilai 1.75Dp 2
akan mendekati 0. Sehingga, dengan pengaturan kembali persamaan didapat minimum
fluidization velocity melalui korelasi Ergun adalah :
...............................(1.2.30)
(Geankoplis, 2003)
Penyerdehanaan persamaan Ergun diatas dilakukan oleh D.Geldart, dimana suku
pertama pada persamaan diatas cenderung konstan pada 0.0008, sehingga minimum
fluidization velocity berdasarkan persamaan Geldart adalah :
g ( ρ p−ρ) D p2
V 0 M =0,0008 .......................................(1.2.31)
v
(Geldart, 1973)
Dalam suatu fluidized bed, total volume solid akan selalu konstan. Fraksi volume solid
tidak lain adalah 1 dikurangi fraksi volumen ruang kosong (void fraction). Bila bed tersebut
memiliki luas penampang yang selalu konstan dan dengan fakta volume solid apabalia
volumnya digabungkan menjadi satu akan selalu sama untuk semua kondisi bed, maka
berlaku persamaan :
L1 1−ε 2
= ....................................................(1.2.33)
L2 1−ε 1
sehingga dengan mengatur ulang persamaan diatas, void fraction pada tiap kondisi dapat
dicari dengan membandingkannya pada kondisi mínimum fluidization yaitu (Geankoplis,
2003):
LM
ε p=1− ( 1−ε M ).................................................(1.2.34)
L
BAB II
PERCOBAAN
Keterangan gambar :
1. Unggun Fluidisasi
2. Pressure tap
3. Distributor plate
4. Manometer terbuka
5. Pompa
6. Tangki penampung
7. Manometer raksa
8. Bypass Valve
9. Main valve
BAB III
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
III.1.Hasil Perhitungan
Berikut hasil perhitungan masing-masing untuk variabel flowrate naik dan flowrate
turun pada percobaan solid-liquid fluidization :
Tabel III.1.1 Hasil perhitungan faktor friksi untuk variabel flow rate naik
Flow rate V0’ fp Error fp
∆P (Pa) Rep εp fp Ergun
(ml/s) (m/s) eksperimen (%)
1112,6 0,470
25 0,6717 0,0014 67,8818 159,3879 57,4110
7 5
1122,4 0,470
54 1,4510 0,0031 14,6770 74,7305 80,3600
4 5
1229,8 0,494
79 2,1227 0,0048 7,8978 49,3679 84,0021
0 6
1327,4 0,505
95 2,5526 0,0059 6,0288 40,4681 85,1022
0 8
1356,6 0,516
129 3,4662 0,0082 3,4127 29,6435 88,4873
8 6
1366,4 0,516
150 4,0304 0,0095 2,5422 25,7384 90,1228
4 6
1376,2 0,536
174 4,6753 0,0115 1,9770 21,5680 90,8337
0 7
1366,4 0,572
204 5,4814 0,0143 1,5229 17,3533 91,2242
4 4
1395,7 0,602
228 6,1263 0,0169 1,3117 14,7136 91,0849
2 9
1356,6 0,641
253 6,7980 0,0199 1,1015 12,3021 91,0461
8 3
Tabel III.1.2 Hasil perhitungan faktor friksi untuk variabel flow rate turun
fp
Flow rate Error fp
∆P (Pa) Rep V0’ (m/s) εp eksperime fp Ergun
(ml/s) (%)
n
253 1356,68 6,7980 0,0210 0,6772 1,2923 11,2469 88,5093
230 1376,20 6,1800 0,0185 0,6549 1,5341 12,9170 88,1235
205 1405,48 5,5083 0,0160 0,6361 1,9155 14,9622 87,1978
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-2
Tabel III.1.5 Hasil perhitungan bed void fraction untuk variabel flow rate naik
Tinggi bed
Flowrate (ml/s) ut (m/s) Rep εp ε teori
(cm)
25 21 0,00307 0,6717 0,4705 0,8426
54 21 0,0066 1,4510 0,4705 0,8388
79 22 0,0097 2,1227 0,4946 0,8432
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-3
Tabel III.1.6 Hasil perhitungan bed void fraction untuk variabel flow rate turun
Tinggi bed
Flowrate (ml/s) ut (m/s) Rep εp ε teori
(cm)
253 31 0,0310 6,7980 0,6772 0,8993
230 29 0,0282 6,1800 0,6549 0,8922
205 27,5 0,0251 5,5083 0,6361 0,8864
177,5 25,5 0,0218 4,7693 0,6076 0,8773
150 24 0,0184 4,0340 0,5831 0,8699
130 23,5 0,0159 3,4930 0,5742 0,8682
100 22 0,0123 2,6870 0,5451 0,8603
77,5 22 0,0095 2,0824 0,5451 0,8635
50 20 0,0061 1,3435 0,4997 0,8516
25 20 0,0029 0,6449 0,4997 0,8544
III.2. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk untuk mengamati dan mengukur fluidisasi bed padatan
serta mengukur karakteristik bed terfluidisasi. Pada percobaan ini digunakan variabel berupa
flowrate naik dan flowrate turun. Flowrate naik merupakan flowrate yang digunakan pada
awal praktikum dan memiliki nilai dari rendah ke tinggi masing-masing 25; 54; 79; 95; 129;
150; 174; 204; 228; dan 253 ml/s. Praktikum lalu dilanjutkan dengan menggunakan flowrate
turun dan memiliki nilai dari tinggi ke rendah masing-masing 253; 230; 205; 177.5; 150; 130 ;
100; 77.5; 50; dan 24 ml/s. Tujuan digunakannya flowrate naik dan turun adalah untuk
mengetahui kondisi serta karakteristik fluidized bed sebelum terjadi fluidisasi, sesudah terjadi
fluidisasi, serta kondisi apabila fluidized bed dikembalikan ke kondisi awal setelah terjadi
fluidiasi. Dalam praktikum ini, digunakan flowrate masing-masing untuk variabel flowrate
naik dan flowrate turun dengan selang antar flowrate ± 5 ml/s sehingga selang yang tidak
terlalu besar ini dapat mengakuratkan grafik hubungan karakteristik yang akan dibuat.
Flowrate yang digunakan tidak boleh terlalu besar untuk menghindari keluarnya solid dari
kolom fluidisasi akibat fluida membawa gaya yang terlalu besar serta juga tidak boleh terlalu
kecil yang mengakibatkan gaya yang dibawa fluida belum cukup untuk mendorong solid
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-4
sehingga tersuspensikan kedalam fluida. Karakteristik fluidized bed yang akan dihitung pada
praktikum ini meliputi friction factor, solid terminal velocity, serta void fraction dimana hal
ini merupakan karakteristik khusus fluidized bed yang sangat bergantung terhadap jenis solid
yang dipakai, jenis fluida yang dipakai, serta laju alir fluida dalam proses fluidisasi.
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-5
Dalam praktikum ini, mula-mula volume air dalam bak penampungan harus terisi 4/5
dari volume total bak sehingga kebutuhan air selama proses fluidisasi terpenuhi sehingga air
tidak habis yang dapat menyebabkan pompa menghisap udara. Kondisi dimana pompa
menghisap udara ini disebut kondisi ‘entrained air’. Kondisi ini dapat menimbulkan efek
seperti peristiwa kavitasi (peristiwa dimana fluida berubah fase menjadi gas akibat
tekanannya turun menjadi lebih rendah dari tekanan uapnya). Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan pada pompa dimana udara yang masuk dan menerima energi dari impeller pompa
akan menimbulkan kenaikan tekanan didalam pompa dan mengakibatkan pompa menjadi
panas dan dapat menyebabkan pompa meledak. Selain itu, udara yang masuk akan menabrak
komponen-komponen fisik didalam pompa dan menyebabkan kerusakan mekanis pada
komponen-komponen tersebut seperti efek korosi. Lalu, mengukur dimensi kolom fluidisasi
meliputi keliling kolom dan ketinggian awal bed. Setelah itu, membuka penuh bypass valve
pada pompa dengan tetap menutup discharge valve dan main valve. Pembukaan penuh bypass
valve bertujuan untuk menghindari adanya air terjebak di dalam sistem yang dapat menaikkan
tekanan didalam sistem secara drastis. Main valve tetap ditutup untuk menjaga agar air tidak
langsung masuk ke dalam kolom fluidisasi dimana air baru akan dimasukkan kedalam kolom
fluidisasi ketika fluidisasai akan dimulai. Discharge valve tetap akan ditutup karena valve ini
hanya akan dibuka apabila kita ingin menguras air didalam kolom fluidisasi. Setelah itu,
pompa dinyalakan dan dilihat apakah aliran air lancar dalam sistem (tidak ada air terjebak
dalam sistem). Setelah itu, membuka perlahan-lahan main valve dan mengalirkan air kedalam
kolom fluidisasi hingga terjadi overflow. Kondisi terlebih dahulu dibuat overflow untuk
mengatahui apakah solid didalam bed tidak terlalu padat sehingga overflow lambat tercapai
dan menyebabkan air terjebak didalam sistem yang akan menaikkan tekanan sistem. Setelah
itu, mengatur flowrate fluida sesuai variavel flowrate naik dengan mengatur main valve dan
tetap membuka penuh bypass valve dengan mengukur volume air yang keluar dalam satuan
waktut tertentu dengan gelas ukur. Apakah main valve telah dibuka penuh tetapi flowrate
masih terlalu rendah, maka bypass valve ditutup perlahan-lahan sehingga lebih banyak air
yang masuk kedalam kolom fluidisasi. Setelah flowrate telah sesuai, maka ketinggian bed
diukur dengan meteran kain. Lalu, mengukur Pbottom yaitu tekanan didasar bed serta Pabove yaitu
tekanan dipermukaan bed dengan manometer untuk mendapatkan pressure drop. Manometer
yang digunakan untuk mengukur Pabove merupakan manometer terdekat dengan permukaan
bed sehingga manometer tepat membaca tekanan diatas bed bukan tekanan dititik lain.
Setelah itu, kondisi fisik fluidisasi diamati, apakah dalam kondisi fixed bed (solid belum
terangkat), expanded bed (solid terangkat tapi belum tersuspensi dalam fluida) ataukah dalam
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-6
fluidized bed (solid telah tersuspensi kedalam fluida). percobaan diulangi untuk variabel flow
rate turun (dari flow rate besar menuju flow rate kecil). Langkah terakhir adalah mematikan
pompa yang digunakan, melakukan drainase air dalam kolom fluidisasi dengan membuka
discharge valve, dan mengatur semua valve sehingga kembali ke kondisi semula.
(Labour Pump,
2015)
Dari data Pbottom dan Pabove, maka dapat dicari pressure drop dalam bed fluidisasi.
pressure drop sendiri dirumuskan sebagai berikut :
∆ P=¿ Pabove−Pbottom∨¿........................................(3.2.1)
adanya pressure drop menunjukkan adanya perbedaan tekanan antara titik pada permukaan
bed dan titik dipermukaan bed. Berdasarkan pengamatan, berdasarkan tabel II.5.1 maupun
tabel II.5.2 untuk variabel flowrate naik maupun flowrate turun, Pabove akan selalu lebih tinggi
daripada Pbottom. Hal ini menunjukkan adanya akumulasi tekanan pada bagian atas bed, dimana
tekanan terakumulasi akibat aliran fluida yang tidak lancar karena kehadiran solid yang
menghalangi jalannya fluida. Terakumulasinya tekanan pada bagian atas bed juga
menandakan adanya akumulasi gaya dari fluida. Gaya yang timbul akibat pressure drop ini
memegang peranan penting dalam fluidiasi, dimana gaya inilah yang mendorong solid hingga
disuatu titik solid mulai tersuspensi kedalam fluida. Semakin tinggi perbedaan tekanan, maka
mendakan pressure drop akan semakin tinggi, sehingga gaya yang terakumulasi juga makin
tinggi. Pressure drop yang diciptakan pada tiap variabel tersedia pada tabel III.1.1 dan III.1.2.
Selanjutnya, akan dicari hubungan antara pressure drop dan superficial velocity fluida,
dimana
dari data flow rate dapat diketahui kecepatan fluida yang mengalir sepanjang kolom fluidisasi
dengan persamaan berikut:
Q
V= ..........................................................(3.2.2)
A
dimana Q adalah flowrate aliran dan A adalah luas penampang kolom fluidisasi yang didapat
dari data keliling kolom fluidisasi (perhitungan tersedia di appendiks). Superficial velocity
didapatkan dengan mengalikan kecepatan dengan void fraction solid (perhitungan tersedia di
appendiks). Dari data-data tersebut, didapat hubungan pressure drop dan superficial velocity
yang tersaji dalam grafik berikut :
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-7
1450.0000
1400.0000
1350.0000
mengalami penurun untuk kedua variabel walaupun penurunan tidak drastis. Hal ini terjadi
karena flowrate yang tidak konstan akibat kurnag maksimalnya kerja pompa sehingga
superficial velocity terus berubah, ataupun kesalahan dalam pembacaan tekanan pada
manometer.
(University of Florida,
2014)
Bila diperhatikan pada gambar III.2.1, pressure drop pada flowrate naik secara umum
akan lebih tinggi daripada pada flowrate turun. Hal ini terjadi karena setelah fluidisasi,
formasi solid akan menjadi lebih renggang. Karenanya, jalan agar fluida dapat melewati solid
menjadi lebih luas dan menciptakan pressure drop lebih rendah karena kurangnya fluida yang
terakumulasi pada bagian atas bed. Hal ini yang menyebabkan pada superficial velocity yang
sama pressure drop pada variabel naik akan lebih tinggi daripada variabel turun. Karena hal
yang sama pula, minimum fluidization velocity pada variabel naik akan lebih rendah daripada
variabel turun karena pressure drop yang dihasilkan saat variabel turun lebih kecil,
mengakibatkan butuh force lebih tinggi untuk fluidisasi sehinga superficial velocity
minimum yang dibutuhkan juga lebih tinggi. Hal ini teramati pada praktikum dimana
superficial velocity minimum teramati pada 0.0095 m/s untuk flowrate naik dan 0.0132 m/s
untuk flowrate turun.
(McCabe,
1993)
Nilai dari minimum fluidization velocity juga dapat didekatkan dengan persamaan
empiris, yaitu menggunakan persamaan Ergun (29) dan persaman Geldart (30) (perhitungan
tersedia di appendiks). Didapat bahwa minimum fluidization velocity pada variabel naik
menurut persamaan Ergun adalah 0,00052032 m/s dan variabel turun 0,00086740 m/s.
Terlihat bahwa hal ini sesuai dengan teori yang telah dijelaskan sebelumnya dimana minimum
fluidization velocity pada variabel naik akan lebih rendah daripada variabel turun. Sedangkan
nilai minimum fluidization velocity menurut persamaan Geldart adalah 0,00038926 m/s.
Persamaan Geldart tidak mempertimbangkan nilai minimum fluidization velocity masing-
masing untuk variabel naik dan turun karena dianggap sama. Hal ini terjadi karena persamaan
ini hanya mempertimbangkan properti fisik dari solid dan fluida, yaitu massa jenis solid dan
fluida, diameter solid serta viskositas fluida. Sedangkan, persamaan Ergun
mempertimbangkan lebih banyak faktor yaitu nilai void fraction pada minimum fluidization,
shape factor, massa jenis solid dan fluida, diameter solid serta viskositas fluida. Nilai void
fraction pada minimum fluidization akan berbeda untuk variabel naik dan turun, sehingga
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-9
memberikan nilai minimum fluidization velocity yang berbeda untuk persamaan Ergun.
Sedangkan untuk persamaan Geldart faktor void fraction pada minimum fluidization dan
shape factor didekatkan dengan nilai empiris 0.0008. Karena mempertimbangkan lebih
banyak faktor, maka persamaan Ergun memberikan nilai lebih akurat daripada persamaan
Geldart.
(Geldart, 1973)
Salah satu korelasi lainnya adalah hubungan antara superficial velocity dan ketinggian
bed seperti tersaji dalam grafik dibawah ini :
32
30
28
Tinggi Bed (cm)
26
24 Variabel Naik
22 Variabel Turun
20
18
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250
Superficial Velocity,(m/s)
sedangkan setelah terfluidisasi bed sudah bercampur dengan fluida, sehingga menyebabkan
komposisi rongga (void) yang lebih besar. Hal ini teramati pada sebagian besar titik
superficial velocity pada gambar III.2.2. Terdapat beberapa titik dimana ketinggian bed pada
flowrate naik lebih tinggi daripada flowrate turun yang diakibatkan kesalahan dalam
membaca meteran kain serta flowrate yang kurang stabil mengakibatkan superficial velocity
berubah-rubah.
(McCabe,
1993)
Hubungan selanjutnya yang akan dibahas adalah hubungan antara void fraction dan
superficial velocity. Void fraction merupakan fraksi volume ruang kosong solid, dinyatakan
dalam hasil bagi total volume ruang kosong terhadap volume total bed. Void fraction secara
eksperimen dapat ditentukan dengan melakukan perbandingan seperti pada rumus (33).
Tetapi, terlebih dahulu kira harus mencari minimum void fraction dengan menerapkan force
balance seperti pada rumus (25). Didapat minimum void fraction masing-masing untuk
variabel turun dan naik adalah 0.5166 dan 0.583. Artinya, minimum void fraction pada
variabel turun lebih besar daripada variabel naik, menandakan lebih banyak ruang kosong
yang tersedia pada variabel turun karena solid yang menjadi lebih renggang setelah fluidisasi
seperti pada penjelasan sebelumnya. Grafik hubungan void fraction dan superficial velocity
tersaji dalam gambar berikut ini :
0.8000
0.7000
0.6000
Void Fraction
0.5000
0.4000 Variabel Naik
0.3000 Variabel Turun
0.2000
0.1000
0.0000
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250
Superficial Velocity (m/s)
Gambar III.2.3 Grafik hubungan void fraction eksperien dan superficial velocity
baik pada variabel naik dan variabel turun, terlihat bahwa void fraction awalnya konstan
menandakan formasi solid masih tetap akibat gaya yang dibawa fluida belum cukup. Void
fraction ini teramati pada angka 0,4705-0,4946 untuk variabel naik dan 0,5451-0,4997 untuk
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-11
variabel turun. Setelah superficial velocity dinaikkan, maka void fraction cenderung naik
akibat gaya yang dibawa fluida cukup untuk membuat solid terangkat yang mana hal ini
menyebabkan formasi solid menjadi lebih renggang. Void fraction pada wilayah ini teramati
pada 0.5058-0.6413 untuk variabel naik dan 0.5451-0.6772 untuk variabel turun. Bila
diperhatikan, void fraction pada semua titik superficial velocity untuk variabel turun lebih
tinggi daripada variabel naik, menandakan solid menjadi renggang setelah fluidisasi seperti
penjelasan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan grafik pada literatur pada gambar I.2.4.
(Geankoplis, 2003)
Nilai void fraction dapat pula dicari secara teori(empiris) menggunakan persamaan
Richardson-Zaki (17)-(22). Tetapi, perlu dicari terlebih dahulu kecepatan terminal solid dalam
fluida melalui persamaan (18). Pertama-tama, nilai CD pada persamaan (18) didekatkan
dengan persamaan :
4 D 3p ρ ( ρ p− ρ ) g
CD= ..................................................(3.2.3)
3 μ 2 ℜ2p
nilai CD didapatkan antara 314.9599-3,0753 untuk variabel naik dan 3.0753-341,7534 untuk
variabel turun. Plot antara CD dan NRe ditunjukkan dalam grafik dibawah ini :
400.0000
350.0000
300.0000
Drag Coefficient
250.0000
200.0000 Variabel Naik
150.0000 Variabel Turun
100.0000
50.0000
0.0000
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000
Bilangan Reynold
0,0310 m/s. Dari nilai ini, dapat dicari void fraction empiris berdasarkan persamaan Zaki-
Richardson dimana void fraction untuk variabel naik bernilai antara 0,8426-0.8861 serta
variabel turun 0,8993-0.8544. Plot antara void fraction dan superficial velocity berdasarkan
persamaan Zaki-Richardson ditunjukkan dalam grafik dibawah ini :
0.9200
0.9000
0.8800
Void Fraction
0.8200
0.8000
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250
Superficial Velocity (m/s)
Gambar III.2.5 Grafik hubungan void fraction Zaki-Richardson dan superficial velocity
grafik ini menunjukkan trend yang sama dengan grafik pada gambar III.2.3. Perbedaan hasil
void fraction didapat dalam eksperimen serta berdasarkan persamaan Zaki-Richardson
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tidak konstannya flowrate selama prakrikum serta
adanya asumsi nilai d/D pada persamaan (18)-(22) dianggap 0 karena sangat kecil.
Karakteristik terakhir adalah friction factor antara solid dan fluida dalam kolom
fluidisasi. Nilai ini dapat dicari secara eksperimen dengan menggunakan kesetimbangan gaya
dalam solid, dan dengan menggunakan koreksi shape factor seperti pada persamaan (11),
dan secara empiris dengan persamaan Ergun pada persamaan (10). Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa faktor friksi eksperimen berada pada kisaran antara 67,8818 sampai
dengan 1,1015 untuk variabel flow rate naik, dan antara 1,2923 sampai dengan 67,8818 untuk
variabel flow rate turun. Sedangkan secara teoritis dengan persaman Ergun diperoleh kisaran
antara 159,3879 sampai dengan 12,3021 untuk variabel flow rate naik dan antara 11,2469
sampai dengan 156,924 untuk variabel flow rate turun. Dari hasil perhitungan eksperimen dan
korelasi tersebut, diperoleh nilai penyimpangan (error) yang cukup signifikan dikarenakan
korelasi Ergun menggabungkan korelasi untuk wilayah laminar (Kozeny-Carman) dan
korelasi untuk wilayah turbulen (Blake-Plummer), sementara dalam percobaan ini,apabila
melihat selang bilangan Reynold, terlihat bahwa flow rate yang diperoleh merupakan flow
rate dalam wilayah laminar sehingga korelasi Ergun kurang tepat untuk dijadikan
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-13
80.0000
70.0000
60.0000
Faktor Friksi
50.0000
40.0000 Variabel Naik
30.0000 Variabel Turun
20.0000
10.0000
0.0000
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250
Superficial Velocity (m/s)
Gambar III.2.6 Grafik hubungan friction factor dan superficial velocity melalui eksperimen
180.0000
160.0000
140.0000
120.0000
Faktor Friksi
100.0000 Variabel
Naik
80.0000
60.0000
40.0000
20.0000
0.0000
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250
Superficial Velocity (m/s)
Gambar III.2.7 Grafik hubungan friction factor Ergun dan superficial velocity
terlihat baik secara eksperimen maupun melalui persamaan Ergun nilai friction factor akan
semakin turun dengan naiknya superficial velocity. Hal ini terjadi karena dengan naiknya
superficial velocity, maka waktu kontak antara solid dan liquid menjadi singkat, sehingga
friksi yang dihasilkan menjadi berkurang dan friction factor turun. Pada kedua grafik pada
gambar III.2.6 dan III.2.7 menunjukkan friction factor pada variabel naik cenderung lebih
tinggi daripada variabel turun. Hal ini terjadi karena pada variabel naik, formasi solid lebih
kompak sehingga luas permukaan yang menghasilkan friksi juga makin luas, menyebabkan
friction factor makin besar. Adanya ketidaksesuaian di beberapa titik disebabkan karena
BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN III-14
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan, maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai
berikut :
1. Pada awal fluidisasi ketika supeficial velocity rendah, kondisi bed berada dalam fase
fixed bed. Ketika supeficial velocity dinaikkan, maka bed dalam fase expanded bed,
yaitu ketika solid terangkat tetapi belum tersuspensi kedalam fluida. Ketika supeficial
velocity dinaikkan lagi, maka solid tersuspensi kedalam fluida dan bed dalam fase
fluidized bed. Pada fase fixed bed dan expanded bed, pressure drop cenderung naik dan
pada fase fluidized bed, pressure drop cenderung konstan. Pada fase fixed bed,
ketinggian bed cenderung konstan tetapi pada fase expanded dan fluidized bed
ketinggian bed cenderung naik.
2. Karakteristik fluidisasi bed padatan pada percobaan ini meliputi:
(a) Minimum fluidization velocity untuk variabel naik berdasarkan percobaan, persamaan
Ergun dan Geldart masing-masing didapatkan sebesar 0,0095; 0,00052032; 00038926
m/s dan untuk variabel turun sebesar 0,0107; 0,00086740; 0,00038926 m/s.
(b) Friction factor eksperimen untuk wilayah laminar berada pada kisaran antara 67,8818
sampai dengan 1,1015 untuk variabel flow rate naik, dan antara 1,2923 sampai dengan
67,8818 untuk variabel flow rate turun. Sedangkan secara teoritis menurut persamaan
Ergun diperoleh kisaran antara 159,3879 sampai dengan 12,3021 untuk variabel flow
rate naik dan antara 11,2469 sampai dengan 156,924 untuk variabel flow rate turun.
(c) Particle terminal velocity berada pada 0,00307 m/s sampai dengan 0,0310 m/s untuk
variabel flow rate naik, dan antara 0,031 m/s sampai dengan 0,0029 m/s untuk variabel
flow rate turun.
(d) Void fraction minimum sebesar 0,5166 untuk variabel flow rate naik dan 0,583 untuk
variabel flow rate turun. Menurut eksperimen, void fraction berkisar pada 0,4705-
0,4946 untuk variabel naik dan 0,5451-0,4997 untuk variabel turun. Berdasarkan
korelasi Zaki-Richardson, void fraction variabel naik bernilai antara 0,8426-0.8861
serta variabel turun 0,8993-0.8544.
.
DAFTAR NOTASI
Suhu udara : 30 oC
Suhu air : 29 oC
Tekanan udara : 75.9 cmHg
Gravitasi : 9.8 m/s2
Keliling kolom : 0.32 m
Diameter partikel solid (Dp) : 0.00018 m
Shape factor (Φ) = 0,75 (pasir)
1. Perhitungan ρ Air
Dari Geankoplis Appendiks A.2-3,interpolasi untuk suhu air 29 oC
T (oC) ρair (kg/m3)
25 997.08
30 995.68
( 29−25 ) x (995.68−997.08) kg
ρair = + 997.08=995.95 3
( 30−25) m
2. Perhitungan μ Air
Dari Geankoplis Appendiks A.2-4,interpolasi untuk suhu air 29 oC
T (oC) ρair (kg/m3)
28 0.000836
30 0.0008007
( 29−28 ) x (0.0008007−0.000836) kg
μair = + 0.000836=0.00081835 (Pa . S)
(30−28) m. s
3. Perhitungan Dimensi Kolom Fluidisasi dan Bilangan Reynold Partikel Solid
Dengan mengambil variabel flowrate naik 25 ml/s :
Dengan keliling kolom 0.32 m, maka :
keliling kolom 0.32
D= = =0.1019 m
π 3.14
π D 2 3.14 x 0.10192 2
A= = =0.00815 m
4 4
Q 25 x 10−6 m 3 /s m
V= = =0.00306
A 0.00815 s
kg m
995.95 x 0.00018 m x 0.00306
ρdpv m 3
s
N ℜ, p= = =0.671
μ 0.00081835 Pa. S
4( 0.00018)(2250−995.95) 9,8
ut =
√ 3(314.95) 995 , 95
=0.00306 m/ s