Anda di halaman 1dari 49

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/330924572

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA


LANDSAT MULTIWAKTU DI IUPHHK-HA PT SARI BUMI KUSUMA
KALIMANTAN TENGAH IRWAN BUDIARTO

Article · December 2015

CITATIONS READS

0 498

1 author:

Irwan Budiarto

4 PUBLICATIONS   45 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Boosting solar energy capacity of Indonesia without compromising protected areas: an integrated GIS tailoring solar energy resource and local information
(SolarBoost) View project

SolarBoost, Boosting solar energy capacity of Indonesia without compromising protected areas: an integrated GIS tailoring solar energy resource and local information
View project

All content following this page was uploaded by Irwan Budiarto on 29 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN
MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTIWAKTU
DI IUPHHK-HA PT SARI BUMI KUSUMA
KALIMANTAN TENGAH

IRWAN BUDIARTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Perubahan
Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu di IUPHHK-HA PT Sari
Bumi Kusuma Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Irwan Budiarto
NIM E14110056
ABSTRAK
IRWAN BUDIARTO. Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra
Landsat Multiwaktu di IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah.
Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH.

Salah satu penyebab perubahan kondisi hutan ialah adanya kegiatan


pengelolaan hutan yang tidak lestari. Dampak dari pengelolaan yang tidak lestari
diantaranya adalah perubahan tutupan hutan menjadi non hutan dan penurunan
kuantitas atau kualitas hutan. Upaya monitoring yang efektif dan efisien diperlukan
untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terkini tentang laju deforestasi dan
degradasi hutan serta informasi reforestasi yang terjadi di PT Sari Bumi Kusuma
(PT SBK). Upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh. Penginderaan jauh memiliki kemampuan untuk memberikan
informasi secara lengkap, cepat, relatif akurat serta dapat memungkinkan untuk
melaksanakan analisis multiwaktu dengan menggunakan teknologi citra Landsat.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kelas tutupan lahan dan menghitung
laju deforestasi, degradasi hutan serta reforestasi di areal PT SBK pada tahun 1989,
2000, dan 2014. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa terdapat 6 kelas tutupan
lahan yang memiliki nilai ketelitian pemetaan yang baik dengan nilai overall
accuracy sebesar 93.02% dan kappa accuracy sebesar 89.91%. Luas hutan di
IUPHHK-HA PT SBK pada tahun 2014 sebesar 125 823 hektar atau 85.24 % dari
total luasan areal konsesi. Laju rata-rata deforestasi dan degradasi hutan pada
periode 1989-2000 sebesar 812.63 ha/tahun dan laju rata-rata reforestasi sebesar
347.72 ha/tahun sedangkan pada periode tahun 2000-2014 laju rata-rata deforestasi
dan degradasi hutan sebesar 764.50 ha/tahun dan laju rata-rata reforestasi sebesar
539.07 ha/tahun.

Kata kunci: deforestasi dan degradasi hutan, Landsat multiwaktu, reforestasi,


tutupan lahan

ABSTRACT
IRWAN BUDIARTO. Identification of Land Cover Change Using Landsat
Imagery Time Series in IUPHHKHA PT Sari Bumi Kusuma Central Kalimantan.
Supervised by NINING PUSPANINGSIH.

One of the causes of forest conditions alteration is there was unsustainable


management activities. Impact of the unsustainable management including change
of forest cover area into non forest area and degradation of forest quality and
quantity. The effort of effective and efficient monitoring is neccessary to obtain
accurate and updated information regarding deforestation rate and forest
degradation along with reforestation information in PT Sari Bumi Kusuma (PT
SBK). This effort can be implemented using remote sensing technology. Remote
sensing has capabilities to provide complete information, quick, relatively accurate,
and enable analyst to implement time series analysis by using Landsat Imagery.
This study aims to identified land cover class, and calculate the rate of deforestation,
forest degradation along with reforestation in PT SBK in 1989, 2000 and 2014.
The result showing there are 6 class land cover with good precision mapping value
is describe by the value of overall accuracy and kappa accuracy 93.02% and
89.91% respectively. Forest area in IUPHHK-HA PT SBK in 2014 is 125 823
hectare or 85.24 % of total concession area. Rate of deforestation and forest
degradation average in 1989-2000 period is 812.63 ha/year and rate of reforestation
average is 347.72 ha/year while in 2000-2014 period rate of deforestation and forest
degradation average is 764.50 ha/year and rate of reforestation average is 539.07
ha/year.

Keyword: deforestation and forest degradation, Landsat imagery time series,


reforestation, land cover
IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN
MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTIWAKTU
DI IUPHHK-HA PT SARI BUMI KUSUMA
KALIMANTAN TENGAH

IRWAN BUDIARTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Penelitian :Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra
Landsat Multiwaktu di IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma
Kalimantan Tengah
Nama : Irwan Budiarto
NIM : E14110056

Disetujui oleh

Dr Nining Puspaningsih, MSi


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, M Sc F Trop


Ketua Departemen
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi
Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu di IUPHHK-
HA PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah” dengan sebaik-baiknya. Penulisan
skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan sebagai Sarjana Kehutanan
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nining Puspaningsih MSi selaku Dosen
Pembimbing, atas segala nasihat, perhatian, arahan dan bimbingan yang telah
diberikan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kemudian terima
kasih penulis sampaikan kepada Bapak Adlin selaku Manajer Camp PT Sari Bumi
Kusuma Kalimantan Tengah atas izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian
di lokasi perusahaan. Penulis turut mengucapkan terima kasih kepada Mas Hadi,
Mas Taufik, Bapak Ragil dan segenap karyawan PT Sari Bumi Kusuma serta rekan-
rekan Tim Praktek Kerja Lapang (PKL) dan penelitian Risma Prameswari, Ririn
Dwitasari, Dita Amari Meysiska Sari, dan Ren Giat Bagus Permana. Penghargaan
terbesar penulis sampaikan kepada keluarga, Bapak Ihwan, Ibu Rosi atas segala
doa, dukungan, perhatian, semangat dan kasih sayangnya. Ungkapan terimakasih
juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat dan teman terdekat, Arum Vitasari
atas segala bantuan, semangat, doa, dukungan, dan kebersamaannya selama ini.

Bogor, November 2015

Irwan Budiarto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Lokasi Penelitian 2
Alat dan Data 3
Prosedur Analisis Data 4
Persiapan 4
Pra-Pengolahan Citra 4
Pengamatan Data Lapangan (Ground Check) 6
Analisis Citra Digital 10
Analisis Perubahan Tutupan Lahan PT Sari Bumi Kusuma 12
Analisis Laju Deforestasi, Degradasi Hutan dan Reforestasi 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Klasifikasi Tutupan Lahan 14
Uji Akurasi 20
Analisis Perubahan Tutupan Lahan PT Sari Bumi Kusuma 22
Analisis Laju Deforestasi dan Degradasi Hutan PT Sari Bumi Kusuma 25
Analisis Laju Reforestasi PT Sari Bumi Kusuma 28
SIMPULAN DAN SARAN 31
Simpulan 31
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 31
DAFTAR TABEL
1 Citra Landsat yang digunakan dalam penelitian 3
2 Kategori tutupan lahan untuk penafsiran citra satelit Landsat TM 7
3 Karakteristik visual tutupan lahan pada citra satelit Landsat 8 kombinasi
band RGB 7-5-4 8
4 Kriteria separabilitas 10
5 Matriks kesalahan (confusion matrix) 11
6 Hasil separabilitas tahun 2014 16
7 Hasil separabilitas tahun 2000 16
8 Hasil separabilitas tahun 1989 16
9 Luas tutupan lahan pada tahun 1989, tahun 2000, dan tahun 2014 17
10 Perubahan luas tutupan lahan setelah proses reklasifikasi 20
11 Hasil pengujian ketelitian klasifikasi 21
12 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 1989-2000 22
13 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2000-2014 23
14 Deforestasi dan degradasi hutan pada periode tahun 1989-2000 dan
periode tahun 2000- 2014 25
15 Deforestasi dan degradasi hutan berdasarkan fungsi kawasan hutan 27
16 Reforestasi pada tahun 1989-2000 dan tahun 2000-2014 28
17 Reforestasi berdasarkan fungsi kawasan hutan 29

DAFTAR GAMBAR
1 Peta sebaran titik pengamatan lapang 6
2 Diagram proses regroup 15
3 Peta tutupan lahan tahun 1989 18
4 Peta tutupan lahan tahun 2000 19
5 Peta tutupan lahan tahun 2014 19
6 Peta perubahan tutupan lahan tahun 1989-2014 24
7 Peta deforestasi dan degradasi hutan periode tahun 1989-2000 26
8 Peta deforestasi dan degradasi hutan periode tahun 2000-2014 26
9 Peta reforestasi periode tahun 1989-2000 30
10 Peta reforestasi periode tahun 2000-2014 30

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai separabilitas dari 12 kelas tutupan lahan 34
2 Nilai separabilitas dari 9 kelas tutupan lahan 35
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan hutan di Indonesia yang dimulai sejak zaman kolonial Belanda


khususnya di Jawa menyebabkan perubahan terhadap kondisi hutan Indonesia
sedangkan kondisi di luar Jawa belum dimanfaatkan secara optimal. Adanya
dorongan pemerintah Orde Baru berupa kebijakan untuk memanfaatkan
sumberdaya hutan mendorong investor untuk memanfaatkan hutan yang umumnya
berupa kayu. Adanya dorongan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan
pemanfaatan hutan di luar Jawa khususnya di Sumatera dan Kalimantan.
Salah satu penyebab perubahan kondisi hutan ialah adanya kegiatan
pengelolaan hutan yang tidak lestari. Dampak dari pengelolaan yang tidak lestari
diantaranya adalah perubahan tutupan hutan menjadi non hutan dan penurunan
kuantitas atau kualitas hutan. Menurut Baplan (2002) pada tahun 1985-1997 luasan
hutan di Kalimantan Tengah berkurang dari awalnya seluas 11 614 400 hektar
menjadi 8 549 384 hektar atau berkurang seluas 3 071 016 hektar. Penurunan luasan
hutan memberikan indikasi bahwa banyak tekanan terhadap hutan baik untuk
kegitan kehutanan maupun non kehutanan sehingga luasan hutan semakin menurun.
Daratan Indonesia yang pada mulanya ditutupi sebagian besar oleh pepohonan atau
hutan semakin berkurang dengan adanya perubahan tutupan hutan dan penurunan
kuantitas hutan.
Dwiprabowo et al. (2014) mengatakan bahwa deforestasi dapat didefinisikan
sebagai konversi atas lahan hutan untuk lahan non hutan, sementara itu degradasi
hutan adalah perubahan kelas tutupan hutan (misalnya dari hutan ke semak belukar)
yang disertai dengan penurunan kapasitas produksi. Deforestasi menurut analisis
FWI (2011) dalam periode tahun 2000-2009, luas hutan Indonesia yang mengalami
deforestasi sebesar 15.16 juta hektar. Pulau Kalimantan menjadi daerah
penyumbang deforestasi terbesar sekitar 36.32 persen atau setara dengan 5.50 juta
hektar. Lebih lanjut, berdasarkan analisis FWI (2014) dalam periode tahun 2009-
2013 deforestasi di Indonesia sekitar 4.50 juta hektar atau laju deforestasi sekitar
1.13 juta hektar pertahun. Deforestasi selama periode 2009-2013 di dalam konsesi
HPH (IUPHHK-HA) adalah sebesar 276.9 ribu hektar, dengan 152.8 ribu hektar
diantaranya adalah kehilangan tutupan hutan alam di dalam areal konsesi HPH
(IUPHHK-HA) di Pulau Kalimantan.
PT Sari Bumi Kusuma merupakan salah satu perusahaan pemegang konsesi
areal IUPHHK-HA yang berada di Kalimantan Tengah dan saat ini memasuki daur
kedua. Berdasarkan surat keputusan IUPHHK-HA No. 201/KPTS-II/1998 tanggal
27 Februari 1998, PT Sari Bumi Kusuma diberi kepercayaan untuk mengusahakan
areal hutan seluas 147 600 hektar. Kegiatan pengelolaan hutan dalam areal
IUPHHK-HA meliputi inventarisasi hutan, pemanenan hutan, pembukaan wilayah
hutan dan lain sebagainya. Selain kegiatan yang bersifat pemanfaatan hutan, PT
SBK juga menjalankan program pembibitan serta penanaman pada areal yang
terkena dampak pembukaan wilayah hutan dan untuk kegiatan silvikulturnya
khususnya Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (Silin).
Upaya monitoring yang cepat dan efisien diperlukan untuk mengetahui
informasi yang akurat dan terkini tentang laju deforestasi dan degradasi hutan serta
2

reforestasi yang terjadi di PT SBK sebagai langkah evaluasi kegiatan pengelolaan.


Upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.
Penginderaan jauh memiliki kemampuan untuk memberikan informasi secara
lengkap, cepat dan relatif akurat serta dapat mempermudah pekerjaan lapang
dengan biaya relatif murah. Kemampuan penginderaan jauh yang memiliki variasi
waktu menyebabkan terjadinya perekaman pada suatu obyek lebih dari satu kali
dalam kurun interval waktu yang relatif pendek sehingga dimungkinkan analisis
multi waktu. Laju perubahan hutan dapat dihitung berdasarkan perbandingan citra
satelit atas liputan lahan pada berbagai waktu liputan di tahun yang berbeda.
Penggunaan citra multiwaktu yang dimanfaatkan dan dikombinasikan dengan
Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat memudahkan dalam proses monitoring
baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang agar laju deforestasi dan
degradasi hutan dapat dikendalikan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dalah sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi kelas tutupan lahan di areal kerja IUPHHKA-HA PT Sari
Bumi Kusuma,
2. Menghitung laju deforestasi dan degradasi hutan di areal IUPHHK-HA PT Sari
Bumi Kusuma pada tahun 1989, 2000 dan 2014.
3. Menghitung laju reforestasi di areal IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma pada
tahun 1989, 2000 dan 2014.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data terbaru mengenai


perkembangan luasan hutan dan bentuk perubahan tutupan lahan di PT Sari Bumi
Kusuma Kalimantan Tengah.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga September 2015.


Pengambilan data lapangan dilaksanakan di areal konsesi IUPHHK-HA PT Sari
Bumi Kusuma (PT SBK) pada bulan April hingga Mei 2015. Secara geografis PT
Sari Bumi Kuusma terletak antara 111°54’ BT – 112°26’ BT dan 00°38’ LS –
01°07’ LS. Tahap pengolahan data dan penyusunan laporan dilaksanakan pada
bulan Juni sampai Oktober 2015 di laboratorium Remote Sensing dan GIS
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
3

Alat dan Data

Objek yang diteliti adalah kondisi tutupan lahan di PT Sari Bumi Kusuma.
Alat-alat yang digunakan meliputi Global Positioning System (GPS), seperangkat
personal komputer dilengkapi dengan software: ArcGIS version 10.2, ERDAS
Imagine version 9.1, Ms. Excel 2013, Ms. Word 2013, selain itu terdapat pula alat
tulis, tally sheet dan kamera.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil
pengambilan lapangan berupa ground check lokasi penelitian. Data sekunder
merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti yang diperoleh
dari berbagai sumber yang terdiri atas:
1. Peta digital: Peta batas areal IUPHHK-HA PT SBK, peta jaringan jalan dan
jaringan sungai IUPHHK-HA PT SBK.
2. Citra Landsat multiwaktu yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Citra Landsat yang digunakan dalam penelitian


Jenis Citra Sensor Path/Row Waktu perekaman
Utama
OLI 119/61 17 April 2014
OLI 120/61 08 April 2014
TM 119/61 13 Juni 2000
Landsat
ETM+ 120/61 19 Desember 1999
TM 119/61 26 Juli 1989
TM 120/61 25 Juli 1989
Pengisi
OLI 119/61 27 Januari 2014
OLI 120/61 18 November 2014
ETM+ 119/61 26 November 2000
ETM+ 119/61 18 Oktober 2000
Landsat ETM+ 120/61 04 Mei 2000
ETM+ 120/61 06 Desember 2000
TM 119/61 06 November 1989
TM 119/61 19 Oktober 1988
TM 120/61 28 Oktober 1989
Sumber: USGS (2015)
4

Prosedur Analisis Data

Pengolahan data dan analisis SIG dalam penelitian ini meliputi tahap
persiapan, pra-pengolahan citra, pengambilan data lapangan (ground check),
analisis citra digital, analisis perubahan tutupan lahan, analisis laju deforestasi dan
degradasi hutan, dan analisis laju reforestasi.

Persiapan

Persiapan yang dilakukan adalah studi pustaka mengenai penelitan yang akan
dilaksanakan. Pengumpulan data sekunder (tidak langsung) berupa data citra
landsat, peta administrasi, peta jaringan sungai dan peta jaringan jalan.

Pra-Pengolahan Citra

Tahap pra pengolahan citra merupakan tahap pertama dalam pengolahan


citra. Tahapan pra penglolahan citra meliputi perubahan format, pansharpening,
koreksi geometris, koreksi radiometrik, mozaik citra, dan pemotongan citra.

1. Perubahan Format
Citra satelit Landsat 8 (OLI), Landsat 7, dan Landsat 5 yang telah di download
memiliki format data dalam bentuk GeoTiff/.TIFF, sehingga perlu dilakukan
perubahan format ke dalam bentuk Image/.img dengan melakukan proses
layerstack pada setiap citra tersebut. Berdasarkan karakteristik spasial citra landsat,
band/saluran yang digunakan dalam proses layerstack untuk Landsat 5 TM dan
Landsat 7 ETM+ adalah band 1-5 dan 7 sedangkan Landsat 8 OLI adalah 1-7 dan
9. Proses pengubahan format ini menggunakan software Erdas Imagine 9.1.

2. Pansharpening
Pansharpening merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mempertajam kenampakan objek pada citra. Penajaman objek pada citra Landsat 8
dilakukan dengan menggabungkan band multi spektral (1,2,3,4,5,6,7 dan 9) yang
memiliki resolusi 30 meter x 30 meter dan band pankromatik (band 8) yang
memiliki resolusi spasial 15 meter x 15 meter. Pada citra Landsat 7 dilakukan
dengan menggabungkan citra multiband (1,2,3,4,5, dan 7) dengan band
pankromatik (band 8). Proses penggabungan ini hanya dapat dilakukan pada citra
Landsat 7 dan 8. Proses ini menghasilkan citra yang memiliki banyak warna dengan
resolusi spasial yang lebih tinggi yaitu 15 meter x 15 meter.
Metode penggabungan citra yang digunakan adalah metode Brovey
Transform atau Transformasi Brovey. Metode ini merupakan metode yang paling
populer untuk memadukan dua macam citra yang berbeda resolusi spasial
(Danoedoro 2012).

3. Koreksi geometris (Rektifikasi)


Proses selanjutnya yaitu melakukan transformasi data dari satu sistem grid
menggunakan suatu transformasi geometrik yang umumnya disebut rektifikasi atau
registrasi citra (Jaya 2014). Koreksi geometris dilakukan dengan membuat titik
5

kontrol lapangan (Ground Control Point, GCP) pada citra yang belum terkoreksi
yang selanjutnya menghitung kesalahan atau Root Mean Square Error (RMSE) dari
titik kontrol tersebut yang umumnya kesalahan tidak boleh melebihi 0.5 piksel.
Koreksi geometris yang dilakukan yakni dengan menyamakan posisi antar citra
yang belum terkoreksi citra tahun 1989 dan 2000 dengan peta atau citra yang telah
mempunyai sistem proyeksi peta, dalam hal ini adalah citra Landsat 8 OLI tahun
2014. Koreksi geometris ini menggunakan software Erdas Imagine 9.1.

4. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik merupakan teknik perbaikan atau penajaman kontras
citra dengan memperbaiki nilai individu-individu piksel pada citra. Terdapat tiga
jenis perbaikan kontras yaitu secara linier, perbaikan kontras non-linear, dan
perbaikan kontras dengan piswais.
Perbaikan radiometrik melalui pencocokan histogram harus dilakukan
khususnya apabila ingin melakukan pembuatan mozaik dan atau jika ingin
melakukan analisis multi waktu. Penyamaan histogram merupakan metode
penyamaan kontras yang tidak linier sehingga distribusi histogram dari pikselnya
mendekati datar. Penajaman dengan metode ini akan menghasilkan kontras yang
merata di seluruh areal sehingga perbaikan yang digunakan adalah dengan
menggunakan penyamaan histogram (Jaya 2014).

5. Mozaik Citra
Mozaik Citra merupakan proses menggabungkan beberapa citra secara
bersama membentuk satu kesatuan peta atau citra yang kohesif (Jaya 2014). Pada
penelitian ini setiap satu tahun citra berasal dari dua citra dengan path/row berbeda.
Sebelum digabungkan kedua citra tersebut sudah disamakan histogramnya,
selanjutnya agar ketiganya memiliki kontras yang sama dilakukan proses
pencocokan histogram (histogram matching). Proses ini dilakukan sebelum proses
mozaik dijalankan, dengan memilih menu color corection pada menu file edit,
selanjutnya memilih use histogram matching untuk semua band. Proses ini
dilakukan berulang untuk citra pada tiap tahunnya. Agar hasil setiap mozaik
memiliki kontras yang sama, maka proses histogram matching juga dilakukan pada
citra hasil mozaik untuk tiga tahun berbeda, yaitu citra mozaik tahun 2000
disamakan histogramnya dengan citra mozaik tahun 2014, dan citra mozaik tahun
1989 disamakan histogramnya dengan citra mozaik tahun 2000.

6. Pemotongan Citra (Cropping)


Pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk mengetahui lokasi yang akan
diamati dalam penelitian. Pemotongan citra ini sesuai dengan batas areal konsesi
IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah.
6

Pengamatan Data Lapangan (Ground Check)

Kegiatan pengamatan di lapangan dilakukan dengan cara purposive pada


setiap kelas tutupan lahan. Kelas tutupan lahan yang dipilih ditentukan berdasarkan
elemen-elemen interpretasi citra yang terdiri atas warna, tekstur, pola, bentuk,
bayangan, ukuran, asosiasi, dan situs. Titik koordinat pengamatan ditentukan
sesuai dengan objek tutupan lahan yang ada disertai dengan pengamatan objek dan
foto kenampakan tutupan lahan pada kondisi sebenarnya di lapangan. Selain itu,
kemudahan aksesibilitas diperhatikan untuk mendukung pengambilan titik
koordinat. Titik koordinat yang diambil di lapangan sebanyak 163 titik, sebaran
titik pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1. Kategori kelas tutupan lahan untuk
penafsiran citra satelit Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 2 dan Karakteristik
tutupan lahan pada citra satelit Landsat 8 kombinasi band RGB 7-5-4 dapat dilihat
pada Tabel 3.
Pengamatan lapang bertujuan sebagai acuan untuk menentukan training area
untuk penentuan klasifikasi tutupan lahan yang sesuai dengan kondisi tutupan lahan
sebenarnya di lapangan. Pengambilan koordinat titik data lapangan ini
menggunakan alat bantu GPS (Global Positioning System).

Gambar 1 Peta sebaran titik pengamatan lapang


7

Tabel 2 Kategori tutupan lahan untuk penafsiran citra satelit Landsat TM

Kelas Tutupan Jumlah


No Keterangan*
Lahan titik

1 Tubuh air Seluruh kenampakan perairan, termasuk laut,


sungai, danau, dan waduk. Pada penelitian ini 23
berupa sungai dan embung air.
2 Hutan primer Seluruh kenampakan hutan dataran rendah,
perbukitan, dan pegunungan yang belum terlihat 19
adanya bekas penebangan.
3 Hutan sekunder Kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan,
dan pegunungan yang telah menampakan bekas
penebangan (kenampakan alur dan bercak 19
penebangan).
4 Perkebunan Seluruh kenampakan kebun, baik yang sudah
menjadi tanaman tua maupun yang masih
merupakan tanaman muda. Pada lokasi penelitian 12
berupa kebun karet rakyat dan kebun buah PT
SBK.
5 Pertanian Lahan Semua jenis pertanian di lahan kering yang
Kering Campur berselang-seling atau bercampur dengan semak,
(PLKC) belukar, dan bekas tebangan. Pada lokasi 20
penelitian berupa ladang milik masyarakat
6 Tanah terbuka Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi
dan lahan terbuka bekas kebakaran. Pada lokasi 14
penelitian berupa jalan angkutan kayu.
7 Pertambangan Lahan terbuka yang digunakan untuk kegiatan
emas pertambangan emas. 17
8 Pertambangan Lahan terbuka yang digunakan untuk kegiatan
batu pertambangan batuan pengeras jalan angkutan. 3
9 Pemukiman Kenampakan kawan pemukiman, baik perkotaan
atau pedesaan yang masih mungkin dipisahkan.
13
Pada wilayah penelitian pemukiman berupa camp
pekerja perusahaan dan desa sekitar hutan.
10 Semak belukar Semak belukar merupakan kawasan bekas hutan
lahan kering yang telah tumbuh kembali
(mengalami suksesi), atau kawasan dengan pohon
jarang (alami), atau kawasan dengan dominasi 23
vegetasi berkayu bercampur dengan vegetasi
rendah (alami) lainnya. Pada berupa lahan bekas
perladangan berpindah.
Total 163
Sumber: *(Baplan 2008)
8
Tabel 3 Karakteristik visual tutupan lahan pada citra satelit Landsat 8 kombinasi band RGB 7-5-4

Tampilan citra
No Tutupan lahan Foto lapang Warna Bentuk Ukuran Tekstur Pola Situs Asosiasi
skala 1:30.000
1 Tubuh air
tidak kecil- tidak
biru tua halus datar -
teratur besar teratur

2 Hutan primer kecil


tidak sulit tidak bergelom aksesibilit
hijau tua kasar
teratur didentif teratur bang as sulit
ikasi
3 Hutan sekunder
datar
tidak kecil- tidak aksesibilit
hijau muda halus bergelom
teratur besar teratur as mudah
bang
4 Perkebunan tidak
dekat
hijau tidak teratur
kecil halus datar dengan
kecoklatan teratur mengel
jalan
ompok
5 Pertanian lahan mosaik tidak
dekat
kering campur merah tidak teratur
kecil halus datar dengan
muda dan teratur mengel
jalan
hijau muda ompok
6 Tanah terbuka datar
merah tidak tidak
kecil halus bergelom -
muda teratur teratur
bang
Tabel 3 Lanjutan
Tampilan
No Tutupan lahan citra skala Foto lapang Warna Bentuk Ukuran Tekstur Pola Site Asosiasi
1:30.000
7 Pertambangan
sulit dekat
emas merah muda tidak tidak
teriden kasar datar dengan jalan
keunguan teratur teratur
tifikasi dan sungai
8 Pertambangan
merah muda dekat
batu tidak kecil- tidak
kasar datar dengan jalan
keunguan teratur besar teratur
dan sungai
9 Pemukiman mosaik
tidak tidak dekat
merah muda kecil kasar datar
teratur teratur dengan jalan
dan tua
10 Semak belukar dekat
hijau muda tidak kecil-
kasar teratur datar dengan jalan
kekuningan teratur besar
dan sungai
11 Awan
tidak kecil- kasar- tidak
- putih - -
teratur besar halus teratur

12 Bayangan
awan abu-abu dan tidak kecil- tidak
- halus - -
hitam teratur besar teratur

9
10

Analisis Citra Digital

Analisis citra digital merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan, atau


pengelompokan suatu piksel citra digital multispektral ke dalam beberapa kelas
berdasarkan kategori objek. Analisis citra digital yang digunakan pada penelitian
ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised). Klasifikasi terbimbing (supervised)
merupakan metode yang diperlukan untuk mentransformasikan data citra
multispektral ke dalam kelas-kelas unsur spasial (Prahasta 2008). Analisis citra
digital dilakukan dengan pengelompokan piksel, setiap piksel yang berada pada
satu kelas diasumsikan berkarakteristik sama, sehingga dilakukan pemilihan area
contoh untuk mengelompokkan objek secara terpisah. Tahapan analisis citra digital,
sebagai berikut:

1 Penentuan Area Contoh (Training Area)


Penentuan area contoh dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
pengambilan titik obyek di lapangan. Pengambilan titik obyek di lapangan harus
mewakili satu kelas atau kategori tutupan lahan. Titik yang menjadi area contoh
(training area) diambil ke dalam beberapa piksel dari setiap kelas tutupan lahannya
dan ditentukan lokasinya pada citra komposit untuk menganalisis informasi statistik
yang diperoleh dari lapang. Training area (area contoh) diperlukan pada setiap
kelas yang akan dibuat dan diambil dari areal yang cukup homogen.

2 Analisis Separabilitas
Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi
mengenai evaluasi keterpisahan area contoh (training area) dari setiap kelas,
apakah suatu kelas layak digabung atau tidak dan juga kombinasi band terbaik
untuk klasifikasi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode
Transformed Divergence (TD), metode ini digunakan untuk mengukur tingkat
keterpisahan antar kelas. TD akan berkisar antara 0 sampai dengan 2000. Semakin
kecil nilai semakin jelek separabilitasnya. Nilai nol sama dengan tidak bisa
dipisahkan, sedangkan nilai maksimum menunjukkan keterpisahan yang sangat
baik (excellent) (Jaya 2014). Kriteria separabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria separabilitas


Nilai transformed divergence Deskripsi
2000 Sangat baik (excellent)
1900 - < 2000 Baik (good)
1800 - < 1900 Cukup (fair)
1600 - < 1800 Kurang (poor)
< 1600 Tidak terpisahkan (Inseparable)
Sumber: Jaya 2014

3 Klasifikasi Tutupan Lahan


Citra diolah secara digital dengan menggunakan metode klasifikasi
terbimbing (Supervised Classification). Metode yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan metode peluang maksimum (maximum likelihood classifier).
Metode maksimum likelihood mempertimbangkan nilai rata-rata dan keragaman
11

antar kelas dan saluran (kovariansi) (Lillesand dan Kiefer 1990). Nilai pada metode
maksimum likelihood didasarkan pada nilai piksel sama dan identik pada citra.
Klasifikasi terbimbing memerlukan suatu penciri kelas. Penciri kelas ini
adalah satu set data yang diperoleh dari suatu training area, ruang feature (feature
space) atau klaster. Jumlah piksel yang harus diambil untuk training area pada
masing-masing kelas adalah sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu
(N+1). Akan tetapi pada prakteknya, jumlah piksel yang harus diambil dari setiap
kelas biasanya 10 sampai 100 kali jumlah band yang digunakan (10N~100N) (Jaya
2014). Sebelum dilakukan proses klasifikasi, terlebih dahulu training area yang
sudah dibuat diuji. Evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan nilai separabilitas atau
matrik kontingensi (akurat) nya.

4 Uji Akurasi Klasifikasi


Uji akurasi dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area
contoh sehingga dapat ditentukan besarnya persentase ketelitian pemetaan. Analisis
akurasi dilakukan dengan menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix) atau
disebut juga matriks kontingensi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah piksel area
contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara
benar, presentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta presentase
kesalahan total. Adapun bentuk dari matriks kesalahan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Matriks kesalahan (confusion matrix)


Dikelaskan ke kelas Jumlah piksel Akurasi pembuat
Kelas referensi
A B C Total piksel
A X11 X12 X13 X1+ X11/X1+
B X21 X22 X23 X2+ X22/X2+
C X31 X32 X33 X3+ X33/X3+
Total piksel X+1 X+2 X+3 N
Akurasi pengguna X11/X+1 X22 /X+2 X33 /X+3
Sumber: Jaya 2014

Akurasi yang dapat dihitung dari tabel di atas antara lain: User’s accuracy,
Producer’s accuracy, Overall accuracy dan Kappa accuracy. Secara matematis
jenis-jenis akurasi di atas dapat dinyatakan (Jaya 2014) sebagai berikut:
𝑋𝑖𝑖
𝑈𝑠𝑒𝑟 ′ 𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100%
𝑋𝑖+
𝑋𝑖𝑖
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑒𝑟′𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100%
𝑋+𝑖
∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖𝑖
𝑂𝑣𝑒𝑟𝑎𝑙𝑙 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100%
𝑁
𝑁 ∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖𝑖 − ∑𝑟𝑖=1 𝑋𝑖+ 𝑋+𝑖
𝐾𝑎𝑝𝑝𝑎 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 100%
𝑁 2 − ∑ 𝑋𝑖+ 𝑋+𝑖
12

Keterangan:
N = jumlah piksel yang digunakan dalam contoh
r = jumlah baris atau kolom pada matriks kesalahan (jumlah kelas)
Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i
X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i
Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i.

5 Reklasifikasi
Reklasifikasi dilakukan secara manual yakni data direklasifikasi berdasarkan
input pengguna yaitu karakteristik visual citra, hasil klasifikasi citra dijital, dan
pengamatan di lapangan. Pengetahuan untuk reklasifikasi diperoleh berdasarkan
observasi lapangan. Karakteristik visual citra dilihat sesuai informasi elemen-
elemen interpretasi yang meliputi warna, tekstur, bentuk, ukuran, pola, situs dan
asosiasi. Pada penelitian ini, reklasifikasi bertujuan untuk mengganti kelas tutupan
awan dan bayangan awan menjadi kelas tutupan lahan yang sebenarnya.
Proses reklasifikasi dilakukan dengan menghapus tabel atribut yang memiliki
identitas awan dan bayangan awan. Setelah tutupan lahan yang tertutupi oleh awan
dan bayangan awan dihilangkan, bagian yang hilang diisi dengan melakukan
delineasi ulang (digitasi) yang mengacu pada citra lain (citra pengisi) pada waktu
perekaman yang relatif sama. Selain itu juga dilakukan proses eliminasi yang
bertujuan untuk menghilangkan poligon kecil yang mengakibatkan noise pada
hasil klasifikasi secara digital. Pada penelitian ini ukuran poligon yang dihilangkan
adalah 1 hektar.

Analisis Perubahan Tutupan Lahan PT Sari Bumi Kusuma

Menurut Lambin et al. (2001) diacu dalam Dwiprabowo et al. (2014)


mengatakan bahwa tutupan lahan adalah atribut biofisik dari permukaan bumi pada
suatu wilayah seperti rumput, tanaman, bangunan dan sebagainya. Analisis
perubahan penutupan lahan dapat dilakukan pada setidaknya dua peta klasifikasi
yang diperoleh pada dua waktu berbeda. Agar dapat melakukan analisis ini
diperlukan data citra yang diproses dengan cara yang sama, agar tidak terjadi
interpretasi yang salah (Sunderlin dan Resosudarmo 1997). Setidaknya terdapat dua
cara yang digunakan dalam melakukan analisis ini. Cara pertama adalah dengan
cara menumpang tindihkan (overlay) citra. Cara kedua dilakukan dengan
memisahkan klasifikasi tutupan lahan pada tiap tahunnya, kemudian dilakukan
perbandingan (post classification comparison). Dengan cara ini selain bisa
mengetahui luas perubahan lahan yang terjadi, juga bisa mengetahui arah
perubahan yang terjadi (Setiyono 2006). Penelitian ini menggunakan teknik overlay
citra menggunakan menu intersect kemudian dengan formulasi thematic change
pada hasil klasifikasi tutupan lahan tiap tahunnya. Tabel pada setiap citra
digabungkan menjadi satu dan dihitung ulang luas areal pada tabel yang sudah
disatukan. Proses ini hanya bisa dilakukan jika batas areal yang digunakan sama
dan kelas tutupan lahan yang digunakan juga sama.
13

Analisis Laju Deforestasi dan Degradasi Hutan

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No P.30/Menhut-


II/2009 tentang tata cara pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan
(REDD), deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan
menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia sedangkan
degradasi hutan adalah penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon selama
periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Deforestasi dan degradasi
hutan saling berkaitan sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya sehingga
pada penelitian ini kedua istilah tersebut digunakan untuk mengukur perubahan
tutupan hutan. Degradasi hutan seringkali dapat menjadi deforestasi melalui
berbagai cara sedangkan deforestasi dapat menjadi degradasi hutan seperti wilayah
yang terkena dampak pemanenan hutan yang kemudian terjadi proses suksesi
(Kanninen et al. 2009). Deforestasi dan degradasi hutan dilihat berdasarkan
perubahan tutupan lahan yang terjadi selama periode analisis yaitu tahun 1989,
2000, dan 2014 yang selanjutnya dihitung perubahan luasannya. Deforestasi dan
degradasi hutan dihitung menggunakan formulasi thematic change. Perhitungan
deforestasi dan degradasi hutan dilakukan bukan dari selisih luas hutan periode
sebelumnya dengan luas hutan hasil penafsiran periode berjalan / terakhir, akan
tetapi dari hasil identifikasi lokasi-lokasi yang berubah dari tutupan hutan ke
tutupan bukan hutan. Dengan demikian luas deforestasi dan degradasi hutan tidak
terpengaruh oleh tingkat ketelitian penafsiran hutan secara keseluruhan.

Analisis Laju Reforestasi

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No P.30/ Menhut-


II/2004 tentang tata cara aforestasi dan reforestasi dalam kerangka mekanisme
pembangunan bersih, reforestasi ialah kegiatan penghutanan kembali lahan hutan
yang sejak tanggal 31 Desember 1989 sudah bukan merupakan hutan. Laju
reforestasi dihitung dengan menggunakan thematic change pada tabel
penggabungan hasil klasifikasi citra tahun 1989, 2000 dan 2014. Sebelum proses
pengolahan dimulai terlebih dahulu dipilih tutupan lahan berupa hutan pada tahun
2000 untuk reforestasi tahun 1989-2000, hutan pada tahun 2014 untuk reforestasi
tahun 2000-2014. Setelah itu data diolah di pivot tabel pada software Ms. Excel
2013.
14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Tutupan Lahan

Klasifikasi tutupan lahan adalah proses interpretasi dan pemberian label kelas
tutupan lahan untuk tiap-tiap piksel yang ada pada citra satelit. Klasifikasi
merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan, atau pengelompokkan setiap
piksel citra digital multi spektral (multiband) ke dalam beberapa kelas berdasarkan
kriteria atau kategori objek. Pada analisis ini diasumsikan setiap piksel yang berada
dalam satu kelas memiliki karakteristik yang homogen (Prahasta 2009). Klasifikasi
terbimbing merupakan salah satu jenis klasifikasi digital dengan menggunakan
piksel-piksel pada area contoh sebagai informasi untuk mengelompokkan seluruh
piksel pada citra menjadi sejumlah kelas. Menurut Purwadhi (2001), klasifikasi
terselia atau klasifikasi terbimbing digunakan data penginderaan jauh multispektral
yang berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik
dengan bantuan komputer. Pola spektral dalam citra dapat mempenggaruhi
kenampakan tutupan lahan yang ada. Pengaruh ini dapat disebabkan karena adanya
perbedaan kombinasi dasar nilai digital piksel pada sifat pantulan (reflektansi) dan
pancaran (emisi) spektral yang dimiliki citra tersebut.
Klasifikasi dilakukan dengan melakukan pembuatan area contoh (training
area). Pembuatan area contoh dilakukan sesuai dengan hasil pengamatan dan
informasi jenis tutupan lahan di lapangan. Informasi yang diperoleh mencakup
setiap kategori jenis tutupan lahan sebagai kunci interpretasi untuk klasifikasi
digital. Jenis tutupan lahan diambil dari piksel pada setiap jenis tutupan lahan
dengan kategori yang relatif sama atau homogen. Pembuatan area contoh dilakukan
dengan menggunakan set data untuk pembentukan klasifikasi tutupan lahan.
Penentuan lokasi area contoh memerlukan pemahaman mengenai pola spektral
tutupan lahan yang terdapat dalam citra. Piksel-piksel yang mewakili suatu kelas
tutupan lahan tertentu memiliki nilai digital yang berbeda namun secara visual
piksel-piksel tersebut relatif homogen, hal ini dimaksudkan untuk menghindari
kelas tutupan yang tumpang tindih satu dengan lainnya yang nantinya dapat
mengurangi keakuratan hasil klasifikasi. Pada penelitian ini penentuan training
area ditempatkan pada 12 kelas tutupan lahan. Training area yang baik dapat
terlihat dari keterpisahan antar piksel tiap jenis kategori tutupan lahan. Keterpisahan
antar piksel dapat diperoleh berdasarkan hasil analisis separabilitas.
Analisis separabilitas menunjukan jumlah obyek yang dapat dibedakan oleh
citra berdasarkan nilai digital dari setiap area contoh yang telah dibuat untuk
masing-masing kelas tutupan lahan. Tingkat keterpisahan yang diinginkan pada
penelitian ini paling rendah yaitu pada tingkat cukup keterpisahannya (>1 800).
Hasil analisis separabilitas pada penelitian ini menunjukkan dari 12 jenis tutupan
lahan yang ada memiliki nilai separabilitas yang kurang baik, yaitu nilai
separabilitas yang dihasilkan masih kurang dari 1 800. Keterpisahan antar kelas
tutupan lahan yang belum dapat dipisahkan terdapat pada kelas hutan primer, hutan
sekunder, pertambangan emas dengan batu, pemukiman dan lahan terbuka yang
dapat dilihat pada Lampiran 1. Kelas hutan primer dan sekunder tidak dapat
dipisahkan karena nilai spektral (nilai digital) kedua tutupan tersebut hampir sama.
Ketidakterpisahan ini dapat disebabkan karena hutan sekunder telah mengalami
15

suksesinya sehingga menjadi hutan sekunder tua. Dengan demikian jenis tutupan
lahan yang tidak terpisahkan ini digabungkan atau regroup ke dalam jenis tutupan
lahan yang relatif sama berdasarkan kondisi di lapang dan nilai spektral yang
dihasilkan. Proses regroup perlu mempertimbangkan besarnya nilai separabilitas,
kemiripan objek di lapang dan tujuan melakukan klasisifikasi. Proses regroup dapat
dilihat pada Gambar 2.
Proses regroup 1 menghasilkan 9 kelas tutupan lahan yang masih terdapat
kelas tutupan lahan dengan nilai keterpisahan yang rendah terutama pada kelas
tanah terbuka dengan pertambangan yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selanjutnya dilakukan proses regroup 2 dengan menggabungkan kelas tanah
terbuka dan pertambangan sehingga terdapat 8 kelas tutupan lahan. Hasil
separabilitas tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 6.

Regroup awal Regroup 1 Regroup 2


1 Tubuh air 1 Tubuh air 1 Tubuh air

2 Hutan primer 2 Hutan 2 Hutan

3 Hutan sekunder 3 Perkebunan 3 Perkebunan

Pertanian Lahan Pertanian Lahan


4 Perkebunan 4 4
Kering Campur Kering Campur

Pertanian Lahan
5 5 Tanah terbuka 5 Tanah terbuka
Kering Campur

6 Tanah terbuka 6 Pertambangan 6 Semak belukar

7 Pemukiman 7 Semak belukar 7 Awan

8 Pertambangan emas 8 Awan 8 Bayangan awan

9 Pertambangan batu 9 Bayangan awan

10 Semak belukar

11 Awan

12 Bayangan awan
Gambar 2 Diagram proses regroup
16

Tabel 6 Hasil separabilitas tahun 2014


Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8
Tubuh air (1) 0 1 918 1 999 2 000 2 000 1 999 2 000 2 000
Hutan (2) 0 1 999 2 000 2 000 1 925 2 000 2 000
Perkebunan (3) 0 1 907 2 000 1 829 2 000 2 000
a
PLKC (4) 0 1 994 2 000 2 000 2 000
Tanah terbuka (5) 0 2 000 2 000 2 000
Semak belukar (6) 0 2 000 2 000
Awan (7) 0 2 000
Bayangan awan (8) 0
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Berdasarkan nilai separabilitas citra Landsat 8 OLI tahun 2014 dengan


menggunakan kombinasi band 7-5-4 dengan 8 kelas tutupan lahan memiliki nilai
separabilitas sebesar 1 800 sampai 2 000 yaitu memiliki tingkat keterpisahan yang
cukup, baik, dan sangat baik keterpisahannya. Nilai separabilitas terendah yaitu
pada kelas perkebunan dan pertanian lahan kering campur (PLKC) sebesar 1 829,
yang menandakan adanya kedekatan karakteristik nilai digital dibandingkan dengan
pasangan kelas tutupan lahan lainnya namun masih dapat dikategorikan terpisah
cukup baik. Hasil separabilitas citra Landsat 5 TM dan & Landsat 7 ETM+ pada
tahun 2000 dan Landsat 5 TM tahun 1989 dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7 Hasil separabilitas tahun 2000


Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8
Tubuh air (1) 0 1 877 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000
Hutan (2) 0 1 842 1 999 2 000 2 000 2 000 2 000
Perkebunan (3) 0 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000
PLKCa (4) 0 2 000 1 882 2 000 2 000
Tanah terbuka (5) 0 1 952 2 000 2 000
Semak belukar (6) 0 2 000 2 000
Awan (7) 0 2 000
Bayangan awan (8) 0
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Tabel 8 Hasil separabilitas tahun 1989


Kelas 1 2 3 4 5 6 7
Tubuh air (1) 0 1 969 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000
Hutan (2) 0 2 000 2 000 1 998 2 000 2 000
a
PLKC (3) 0 2 000 1 931 2 000 2 000
Tanah terbuka (4) 0 2 000 2 000 2 000
Semak belukar (5) 0 2 000 2 000
Awan (6) 0 2 000
Bayangan awan (7) 0
a
Pertanian Lahan Kering Campur
17

Hasil analisis separabilitas citra Landsat tahun 2000 dengan menggunakan


kombinasi band 5-4-3 dengan 8 kelas tutupan lahan memiliki nilai separabilitas
sebesar 1 800 sampai 2 000. Nilai separabilitas terendah pada citra Landsat TM
tahun 2000 sebesar 1 842, yaitu pada kelas hutan dengan kelas perkebunan. Nilai
separabilitas yang rendah dapat disebabkan akibat adanya kemiripan karakteristik
nilai piksel antara tutupan lahan tersebut. Pada citra Landsat tahun 1989 dengan
menggunakan kombinasi band 5-4-3 dengan 7 kelas tutupan lahan memiliki rata-
rata separabilitas 1 900 sampai 2 000, dengan demikian semua tutupan lahan pada
tahun 1989 memiliki tingkat keterpisahan yang sempurna, dan baik. Hanya terdapat
7 kelas tutupan pada tahun 1989, hal ini dikarenakan pada tahun 1989 belum
terdapat perkebunan.
Perkebunan atau pada penelitian ini berupa kebun karet rakyat merupakan
salah satu program perusahaan yang bertujuan menumbuhkan & meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan & pengelolaan SDA dalam konteks
pelestarian fungsi lingkungan dan sebagai tambahan alternatif pengelolaan lahan
agar masyarakat mampu berperan untuk mendorong perkembangan ekonomi &
kesejahteraannya. Ringkasnya pembentukan kebun karet rakyat diharapkan dapat
menekan kegiatan perladangan berpindah yang dapat merambah areal konsesi
perusahaan. Program tersebut terbentuk pada tahun 1999 yang dilakukan di areal
non efektif perusahaan dalam hal ini bekas perladangan yang baru atau telah lama
ditinggalkan, informasi ini diperoleh dari wawancara dengan informan perusahaan.
Hasil klasifikasi menggunakan metode klasifikasi terbimbing pada tahun 2014,
tahun 2000, dan tahun 1989 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Luas tutupan lahan pada tahun 1989, tahun 2000, dan tahun 2014
Luas tutupan lahan
No Tutupan lahan Tahun 1989 Tahun 2000 Tahun 2014
Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%)
1 Awan 11 840 8.02 20 675 14.01 9 194 6.23
2 Bayangan awan 4 857 3.29 4 671 3.16 3 200 2.17
3 Hutan 118 081 79.99 106 196 71.94 114 457 77.54
4 Perkebunan 0 0 21 0.01 657 0.45
a
5 PLKC 385 0.26 678 0.46 738 0.50
6 Semak belukar 10 393 7.04 12 264 8.31 15 890 10.76
7 Tanah terbuka 1 900 1.29 3 044 2.06 3 295 2.23
8 Tubuh air 157 0.11 64 0.04 181 0.12
Total 147 613 100.00 147 613 100.00 147 613 100.00
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Perbedaan luasan tutupan lahan salah satunya disebabkan karena adanya


pengaruh tutupan awan dan bayangan awan pada areal penelitian dengan luas yang
berbeda-beda. Adanya kelas awan dan bayangan awan dapat mengurangi informasi
tutupan lahan dan perhitungan luas perubahan tutupan lahan. Sehingga tujuan yang
ingin dicapai pada penelitian ini tidak maksimal, dengan demikian proses
penghilangan tutupan awan dan bayangan awan perlu dilakukan.
Penghilangan kelas tutupan awan dan bayangan awan dilakukan dengan
menghapus data atribut tutupan lahan tersebut dan menggantinya sesuai dengan
18

tutupan lahan yang sebenarnya. Proses ini dilakukan dengan interpretasi dan
delineasi citra secara langsung pada wilayah yang tertutup kelas awan dan bayangan
awan atau disebut penafsiran visual. Penafsiran visual tidak hanya
mempertimbangkan nilai digital yang akan mencerminkan warna dari piksel tetapi
juga mempertimbangkan elemen-elemen penafsiran lainnya seperti bentuk, ukuran,
pola, tekstur, bayangan dan asosiasi dari kenampakan obyek pada citra.
Reklasifikasi citra membantu memperbaiki kesalahan yang ditimbulkan pada
proses klasifikasi digital, karena klasifikasi digital melakukan pengelompokan
piksel-piksel yang memiliki tingkat kemiripan yang sama sehingga perangkat
komputer akan konsisten dalam mengkelaskan piksel-piksel pada citra menjadi
kelas tutupan lahan. Hasil dari proses klasifikasi adalah peta tutupan lahan. Peta
tutupan lahan memuat informasi kelas tutupan lahan yang ada pada suatu unit area
(Ekadinata et al. 2008). Hasil reklasifikasi tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar
3, Gambar 4, dan Gambar 5.

Gambar 3 Peta tutupan lahan tahun 1989


19

Gambar 4 Peta tutupan lahan tahun 2000

Gambar 5 Peta tutupan lahan tahun 2014


20

Terdapat perbedaan luasan setelah dilakukan proses reklasifikasi, jumlah


kelas tutupan lahan pada tahun 2014 dan tahun 2000 sebanyak 6 kelas yaitu kelas
hutan, perkebunan, pertanian lahan kering campur, semak belukar, tanah terbuka
dan tubuh air. Sedangkan jumlah kelas pada tahun 1989 berjumlah 5 kelas tanpa
kelas perkebunan.
Kelas tutupan hutan di PT Sari Bumi Kusuma pada tahun 1989 memiliki luas
134 166 hektar atau 90.89% dari luas total area tutupan lahan pada tahun 1989 yang
pada awalnya hanya sebesar 118 081 hektar atau bertambah 16 085 hektar setelah
dilakukannya reklasifikasi. Pada tahun 2000, luas tutupan hutan sebelum dilakukan
reklasifikasi sebesar 106 196 hektar dan setelah dilakukan reklasifikasi luas hutan
pada tahun 2000 sebesar 129 042 hektar. Terjadi peningkatan luas kelas tutupan
hutan sebesar 22 846 hektar atau 15.48% dari luas total area tutupan lahan pada
tahun 2000. Pada tahun 2014 luas tutupan hutan mengalami pertambahan luas
menjadi 125 823 hektar atau 11 366 hektar dari tutupan lahan sebelum dilakukan
reklasifikasi. Hasil reklasifikasi dapat meningkatkan informasi tutupan lahan,
terutama pada area yang tertutup kelas awan dan bayangan awan. Hasil perubahan
tutupan lahan setelah dilakukan proses reklasifikasi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Perubahan luas tutupan lahan setelah proses reklasifikasi


Luas tutupan lahan
No Tutupan lahan Tahun 1989 Tahun 2000 Tahun 2014
Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%) Luas (ha) Persen (%)
1 Hutan 134 166 90.89 129 042 87.42 125 823 85.24
2 Perkebunan 0 0 21 0.01 662 0.45
a
3 PLKC 425 0.29 734 0.5 752 0.51
4 Semak belukar 10 916 7.4 13 852 9.38 16 760 11.35
5 Tanah terbuka 1 949 1.32 3 863 2.62 3 421 2.32
6 Tubuh air 157 0.11 101 0.07 195 0.13
Total 147 613 100.00 147 613 100.00 147 613 100.00
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui ketelitian hasil dari klasifikasi.


Metode yang paling umum digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi adalah
dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) atau disebut juga matrik
kontingensi. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), matrik kesalahan adalah materi
bujursangkar yang berfungsi untuk membandingkan antara data lapangan dan
korespondensinya dengan hasil klasifikasi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah
piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama
kelas secara benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase
banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta presentase kesalahan total.
21

Tabel 11 Hasil pengujian ketelitian klasifikasi


Reference data
Classified data Total User's
1 2 3 4 5 6 7 8
baris accuracy
Tubuh air (1) 231 113 1 0 3 0 0 6 354 65.25
Hutan (2) 16 3 291 2 0 0 53 0 0 3 362 97.89
Perkebunan (3) 1 17 178 30 1 12 0 0 239 74.48
PLKCa (4) 0 0 62 169 20 6 0 0 257 65.76
Tanah terbuka (5) 5 2 4 3 872 0 17 0 903 96.57
Semak belukar (6) 1 348 162 0 0 616 0 0 1 127 54.66
Awan (7) 0 0 0 0 5 0 5 955 0 5 960 99.92
Bayangan awan (8) 3 0 0 0 0 0 0 589 592 99.49
Total kolom 257 3 771 409 202 901 687 5 972 595 12 794
Producer's
89.88 87.27 43.52 83.66 96.78 89.67 99.72 98.99
accuracy
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Uji akurasi hanya dilakukan untuk hasil klasifikasi citra tahun 2014, hal ini
dikarenakan dalam mengklasifikasi citra tahun 1989 dan tahun 2000 digunakan
informasi berdasarkan karakteristik visual atau kunci interpretasi yang sebelumnya
digunakan pada klasifikasi citra tahun 2014. Menurut Jaya (2014), producer
accuracy (akurasi pembuat) adalah akurasi yang diperoleh dengan membagi piksel
yang benar dengan jumlah total piksel training area per kelas. Producer’s Accuracy
adalah peluang rata-rata (dalam persen) bahwa suatu piksel akan diklasifikasikan
dengan benar yang secara rata-rata menunjukan seberapa baik masing-masing kelas
di lapangan telah diklasifikasi, ukuran ini juga mencerminkan rata-rata dari
kesalahan omisi (omission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa kelebihan
jumlah piksel dalam suatu kelas yang mengakibatkan masuknya piksel dari kelas
yang lain. Akurasi pengguna (user’s accuracy) diperoleh jika jumlah piksel yang
benar dibagi dengan total piksel dalam kolom. User’s Accuracy adalah peluang
rata-rata (dalam persen) bahwa suatu piksel dari citra yang terklasifikasi secara
aktual mewakili kelas-kelas yang ada di lapangan, ukuran ini mencerminkan rata-
rata dari kesalahan komisi (comission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa
kekurangan jumlah piksel dalam suatu kelas akibat masuknya piksel-piksel kelas
tersebut ke kelas yang lain. Menurut Story dan Congalton (1986) diacu dalam
Congalton (1991), Producer’s dan User’s Accuracy merupakan dua penduga dari
ketelitian keseluruhan (Overall Accuracy). Hasil pengujian ketelitian klasifikasi
dapat dilihat pada Tabel 11.
Nilai user’s accuracy terbesar pada tahun 2014 diperoleh pada kelas tutupan
awan sebesar 99.92% dan yang terkecil pada kelas tutupan semak belukar sebesar
54.66%. Nilai 54.66% artinya dari total piksel yang terkelaskan sebagai kelas
tutupan semak belukar, terdapat beberapa piksel yang masuk kedalam kelas tutupan
lainnya dan sisanya merupakan jumlah piksel benar yang terklasifikasi. Nilai
producer’s accuracy terbesar pada tahun 2014 diperoleh pada kelas tutupan awan
sebesar 99.72%. Kelas tutupan perkebunan memiliki nilai producer’s accuracy
terkecil yaitu 43.52%. Hal ini disebabkan karena ada penambahan piksel dari kelas
tutupan lainnya yang masuk kedalam total piksel terklasifikasi.
22

Selain dari producer accuracy dan user accuracy diperoleh juga nilai overall
accuracy dan kappa accuracy. Berdasarkan hasil pengujian akurasi klasifikasi pada
tahun 2014 diperoleh nilai overall accuracy sebesar 93.02% dan kappa accuracy
sebesar 89.91%, secara keseluruhan nilai overall accuracy dan kappa accuracy
pada masing-masing tahun diatas 85% yang menunjukkan bahwa dari seluruh
piksel yang digunakan, lebih dari 85% dari piksel-piksel tersebut dapat terkelaskan
dengan benar sehingga klasifikasi dapat dikatakan baik (Jaya 2014). Overall
accuracy jarang digunakan karena nilai yang dihasilkan overestimate. Kappa
accuracy merupakan penghitungan akurasi yang paling banyak digunakan,
perhitungan ini menggunakan seluruh elemen yang ada pada matrik kontingensi.

Analisis Perubahan Tutupan Lahan PT Sari Bumi Kusuma

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan


yang ada dipermukaan bumi. Penelitian ini menganalisis perubahan penutupan
lahan, yang mengandung arti keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan pada
waktu berbeda karena kegiatan manusia (Lillesand dan Kiefer 1990). Perubahan
yang terjadi terdiri atas perubahan tutupan hutan menjadi tutupan non hutan atau
deforestasi, penururan kuantitas dan kualtitas hutan atau degradasi hutan dan
perubahan tutupan non hutan menjadi hutan atau reforestasi. Peta perubahan
tutupan lahan yang terjadi pada tahun 1989-2014 dapat dilihat pada Gambar 6.
Analisis perubahan tutupan lahan di PT Sari Bumi Kusuma dilakukan pada
dua kurun waktu, yaitu pada tahun 1989-2000, dan kurun waktu tahun 2000-2014.
Analisis perubahan tutupan lahan dihitung menggunakan matriks perubahan
tutupan lahan. Matriks ini mengandung informasi luas dan bentuk perubahan dari
suatu kelas tutupan lahan ke tutupan lahan lainnya. Matriks perubahan tutupan
lahan pada periode tahun 1989-2000 disajikan pada Tabel 12 dan periode tahun
2000-2013 pada Tabel 13.

Tabel 12 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 1989-2000


2000
Tahun
Tutupan lahan (ha) 1 2 3 4 5 6 Total
Hutan (1) 125 166 7 253 5 659 3 031 50 134 166
Perkebunan (2) 0 0 0 0 0 0 0
a
PLKC (3) 63 0 19 330 11 2 425
1989 Semak belukar (4) 2 753 12 443 7 523 171 14 10 916
Tanah terbuka (5) 1 009 2 10 285 639 4 1 949
Tubuh Air (6) 51 0 9 55 11 31 157
Total 129 042 21 734 13 852 3 863 101 147 613
a
Pertanian Lahan Kering Campur
23

Tabel 13 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2000-2014


2014
Tahun
Tutupan lahan (ha) 1 2 3 4 5 6 Total
Hutan (1) 118 232 260 337 7 762 2 344 107 129 042
Perkebunan (2) 5 0 0 15 1 0 21
a
PLKC (3) 150 37 24 497 19 7 734
2000 Semak belukar (4) 5 166 328 345 7 753 226 34 13 852
Tanah terbuka (5) 2 225 36 45 721 824 12 3 863
Tubuh Air (6) 45 1 1 12 7 35 101
Total 125 823 662 752 16 760 3 421 195 147 613
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Hasil analisis menunjukan bahwa selama kurun waktu 11 tahun dari tahun
1989 sampai tahun 2000 kelas tutupan lahan mengalami banyak perubahan, bentuk
perubahan terbesar terjadi pada kelas hutan menjadi semak belukar seluas 5 659
hektar. Perubahan lainnya yaitu kelas hutan berubah menjadi perkebunan seluas 7
hektar, menjadi pertanian lahan kering campur seluas 253 hektar, dan kelas hutan
berubah menjadi tanah terbuka seluas 3 031 hektar. Berdasarkan hasil analisis
perubahan tutupan lahan, sejak tahun 1989 masyarakat sudah memanfaatkan hutan
untuk keperluan pemenuhan kebutuhan hidupnya, yaitu dengan melakukan
perladangan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa perladangan sudah
dilakukan jauh sebelum adanya perusahaan mengingat bahwa masyarakat sekitar
hutan sangat tergantung pada hutan untuk pemenuhan kehidupannya. Penelitian ini
mendefinisikan Pertanian Lahan Kering Campur (PLKC) sebagai ladang.
Perladangan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan merupakan perladangan
berpindah, sehingga apabila lahan yang digunakan untuk berladang dirasa sudah
tidak subur, maka ladang tersebut akan diberakan. Ladang yang diberakan akan
mengalami suksesi sehingga berubah menjadi semak belukar yang pada akhirnya
menjadi hutan. Perubahan pada periode tahun 2000 sampai tahun 2014 terjadi
perubahan tutupan hutan menjadi semak belukar seluas 7 762 hektar dan menjadi
tanah terbuka seluas 2 344 hektar. Perubahan lainnya yaitu kelas semak belukar
berubah menjadi hutan seluas 5 166 hektar dan perubahan tanah terbuka menjadi
semak belukar seluas 721 hektar.
24

Gambar 6 Peta perubahan tutupan lahan tahun 1989-2014


25

Analisis Laju Deforestasi dan Degradasi Hutan PT Sari Bumi Kusuma

Hasil analisis deforestasi dan degradasi hutan dapat dilihat pada Tabel 14,
hasil tersebut menunjukkan penurunan luas hutan pada selang waktu tahun 1989
sampai tahun 2000 sebesar 6.06% dari total perubahan terhadap total areal PT Sari
Bumi Kusuma. Pada periode tahun 1989 sampai tahun 2000 perubahan terbesar
terjadi perubahan hutan menjadi semak belukar sebesar 5 659 hektar. Tidak jauh
berbeda dengan periode sebelumnya, pada periode tahun 2000 sampai 2014
perubahan terbesar terjadi perubahan hutan menjadi semak belukar sebesar 7 762
hektar. Selain itu terdapat peningkatan luasan perkebunan (kebun karet rakyat) yang
pada awalnya hanya seluas 7 hektar kemudian pada periode tahun 2000 sampai
tahun 2014 bertambah menjadi 260 hektar. Mengingat bahwa kebun karet rakyat
merupakan salah satu program untuk menekan terjadinya kegiatan perladangan
berpindah. Akan tetapi berdasarkan perubahan yang terjadi pada tutupan hutan
menjadi PLKC atau ladang bertambah yang semula seluas 253 hektar menjadi 337
hektar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya program kebun karet rakyat
belum dapat secara efektif menghentikan kegiatan perladangan berpindah. Namun
dengan demikian tidak seharusnya mengubah lahan non efektif (bekas ladang lama)
menjadi kebun karet rakyat karena karet merupakan salah satu jenis tanaman
eksotik. Berdasarkan sudut pandang konservasi, masuknya spesies eksotik dapat
menimbulkan beberapa masalah, antara lain menjadi invasive, mengalahkan spesies
asli, atau membawa penyakit yang dapat menyerang jenis-jenis tumbuhan asli serta
mengubah kualitas air (Primack 2006 diacu dalam Wiryono 2013). Sehingga
disarankan lebih baik menanam jenis lokal yang juga dapat menghasilkan hasil
hutan selain kayu, contohnya tengkawang, damar dan lain sebagainya.
Total deforestasi dan degradasi hutan periode tahun 1989 sampai tahun 2000
yaitu seluas 8 950 hektar. Selama kurun waktu 11 tahun, apabila diasumsikan
perubahannya sama setiap tahunnya maka laju rata-rata deforestasi dan degradasi
hutan selama periode tersebut sebesar 812.63 ha/tahun. Sedangkan pada periode
tahun 2000 sampai tahun 2014 total deforestasi dan degradasi hutan sebesar 10 703
ha atau 7.25% dari total perubahan terhadap total areal konsesi. Sehingga laju rata-
rata deforestasi dan degradasi hutan selama periode tahun 2000 sampai tahun 2014
sebesar 764.50 ha/tahun. Peta perubahan tutupan lahan di PT Sari Bumi Kusuma
pada periode tahun 1989-2000 disajikan pada Gambar 7 dan periode 2000-2014
Gambar 8.

Tabel 14 Deforestasi dan degradasi hutan pada periode tahun 1989-2000 dan
periode tahun 2000- 2014
Areal (ha)
Perubahan
Tahun 1989-2000 Persen (%) Tahun 2000-2014 Persen (%)
Hutan menjadi perkebunan 7 0.08 260 2.43
a
Hutan menjadi PLKC 253 2.82 337 3.15
Hutan menjadi semak belukar 5 659 63.23 7 762 72.52
Hutan menjadi tanah terbuka 3 031 33.86 2 344 21.90
Total 8 950 100.00 10 703 100.00
Total Perubahan terhadap
147 613 6.06 147 613 7.25
total areal
26

a
Pertanian Lahan Kering Campur

Gambar 7 Peta deforestasi dan degradasi hutan periode tahun 1989-2000

Gambar 8 Peta deforestasi dan degradasi hutan periode tahun 2000-2014


27

PT Sari Bumi Kusuma memiliki luas areal kerja seluas 147 600 hektar,
berdasarkan fungsi kawasan hutan PT SBK terdiri atas Hutan Produksi Terbatas
(HPT) dan Hutan Produksi Konversi (HPK) yang masing-masing memiliki luasan
133 911 hektar dan 13 702 hektar. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia No P.34/Menhut-II/2010 tentang tata cara perubahan fungsi kawasan
hutan, Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor
kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan
angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan
lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. Sedangkan Hutan
Produksi yang dapat dikonversi (HPK) adalah kawasan hutan yang secara ruang
dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
Hasil analisis deforestasi dan degradasi hutan berdasarkan fungsi kawasan
hutan dapat dilihat pada Tabel 15, pada periode tahun 1989-2000 sebesar 8 950
hektar yang terjadi pada areal HPT dan HPK yang paling besar diakibatkan
berubahnya hutan menjadi semak belukar sebesar 5 098 hektar dan 561 hektar.
Sedangkan deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi pada periode tahun 2000-
2014 sebesar 10 703 hektar yang terjadi pada areal areal HPT dan HPK yang paling
besar diakibatkan berubahnya hutan menjadi semak belukar yaitu sebesar 6 649
hektar dan 1 113 hektar.

Tabel 15 Deforestasi dan degradasi hutan berdasarkan fungsi kawasan hutan


Luas (ha)
Perubahan
Tahun 1989-2000 Tahun 2000-2014
Hutan Produksi Terbatas (133 911)
Hutan menjadi perkebunan 7 232
a
Hutan menjadi PLKC 199 311
Hutan menjadi semak belukar 5 098 6 649
Hutan menjadi tanah terbuka 2 489 2 135
Total (A) 7 794 9 327
Hutan Produksi Konversi (13 702 ha)
Hutan menjadi perkebunan 0 28
a
Hutan menjadi PLKC 53 26
Hutan menjadi semak belukar 561 1 113
Hutan menjadi tanah terbuka 542 209
Total (B) 1 156 1 376
Total Perubahan (A+B) 8 950 10 703
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Kecenderungan yang terjadi adalah terjadinya peningkatan deforestasi dan


degradasi hutan baik pada HPT dan HPK. Hutan Produksi Terbatas (HPT)
merupakan kawasan hutan produksi yang pada umumnya memiliki kemiringan
lahan yang cukup tinggi sehingga dalam pemanfaatannya digunakan sistem tebang
pilih dengan pembatasan limit diameter sebesar 50 cm keatas untuk sistem Tebang
Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Maka dari itu pada HPT rentan terhadap adanya
28

erosi yang diakibatkan adanya kegiatan pemanenan hutan sehingga dapat merusak
ekosistem hutan. Sebaliknya jika terjadi deforestasi dan degradasi hutan yang besar
pada Hutan Produksi Konversi (HPK) akan memberikan peluang yang besar
terhadap perubahan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan non hutan. Dengan
demikian perlu upaya meminimalkan deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi
di areal konsesi perusahaan baik yang diakibatkan oleh kegiatan pengelolaan
maupun yang diakibatkan oleh kegiatan masyarakat sekitar hutan.

Analisis Laju Reforestasi PT Sari Bumi Kusuma

Hasil analisis reforestasi dapat dilihat pada Tabel 16, hasil tersebut
menunjukkan peningkatan luas hutan pada selang waktu tahun 1989 sampai tahun
2000 sebesar 2.59% dari total perubahan terhadap total areal PT Sari Bumi Kusuma.
Perubahan terbesar terjadi pada kelas semak belukar yang mengalami suksesi dan
kegiatan penanaman. Luas semak belukar yang berubah menjadi hutan yaitu
sebesar 2 573 hektar atau sebesar 71.98% dari total perubahan yang terjadi selama
selang waktu tahun 1989 sampai tahun 2000. Total luas perubahan yang terjadi
selama tahun 1989 sampai tahun 2000 sebesar 3 825 hektar yang terdiri atas
perubahan kelas pertanian lahan kering campur, semak belukar, dan tanah terbuka.

Tabel 16 Reforestasi pada tahun 1989-2000 dan tahun 2000-2014


Areal (ha)
Perubahan
Tahun 1989-2000 Persen (%) Tahun 2000-2014 Persen (%)
Perkebunan menjadi hutan 0 0.00 5 0.06
PLKCa menjadi hutan 63 1.64 150 1.99
Semak belukar menjadi hutan 2 753 71.98 5 166 68.46
Tanah terbuka menjadi hutan 1 009 26.38 2 225 29.49
Total 3 825 100.00 7 547 100.00
Total Perubahan terhadap
147 613 2.59 147 613 5.11
total areal
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Selama periode tahun 2000 sampai tahun 2014, perubahan luas kelas non
hutan menjadi hutan sebesar 5.11% dari total perubahan terhadap total areal PT
Sari Bumi Kusuma. Pada periode ini, total penghutanan kembali lahan hutan atau
reforestasi sebesar 7 547 hektar, perubahan terbesar berasal dari kelas semak
belukar yaitu sebesar 68.46% atau seluas 5 166 hektar. Perubahan kelas non hutan
menjadi hutan berasal dari kelas pertanian lahan kering, semak belukar, tanah
terbuka, dan perkebunan. Laju rata-rata reforestasi di IUPHHKA-HA PT Sari Bumi
Kusuma pada periode tahun 1989-2000 sebesar 347.72 ha/tahun sedangkan pada
periode tahun 2000-2014 sebesar 539.07 ha/tahun. Peta reforestasi PT Sari Bumi
Kusuma pada tahun 1989-2000 dapat dilihat pada Gambar 9 dan tahun 2000-2014
Gambar 10.
29

Tabel 17 Reforestasi berdasarkan fungsi kawasan hutan


Luas (ha)
Perubahan
Tahun 1989-2000 Tahun 2000-2014
Hutan produksi terbatas (133 911 ha)
Perkebunan menjadi hutan 0 5
a
PLKC menjadi hutan 39 125
Semak belukar menjadi hutan 2 295 4 141
Tanah terbuka menjadi hutan 962 1 802
Total (A) 3 296 6 073
Hutan produksi konversi (13 702 ha)
Perkebunan menjadi hutan 0 0
PLKCa menjadi hutan 24 25
Semak belukar menjadi hutan 458 1 026
Tanah terbuka menjadi hutan 47 423
Total (B) 529 1 474
Total perubahan (A+B) 3 825 7 547
a
Pertanian Lahan Kering Campur

Berdasarkan fungsi kawasan hutan, reforestasi terbesar terjadi pada areal HPT
dan HPK periode 1989-2000 terjadi akibat perubahan semak belukar menjadi hutan
yaitu sebesar 2 295 hektar dan 458 hektar. Sedangkan pada periode tahun 2000-
2014 reforestasi terbesar pada areal HPT dan HPK terjadi akibat perubahan semak
belukar menjadi hutan secara berturut-turut sebesar 4 141 hektar dan 1 026 hektar.
Reforestasi berdasarkan fungsi kawasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 17.
Perubahan kelas semak belukar menjadi hutan selain sebagai proses suksesi alami
atau regenerasi, diakibatkan juga oleh adanya kegiatan penanaman. Menurut
Hayashii & Numata (1971) diacu dalam Utomo (2007) di hutan alam, proses
regenerasi berlangsung secara alami dengan matinya pohon akibat tua, penyakit,
angin, petir, dll, diikuti tumbuhnya biji-biji yang berada dalam tanah berupa seed
bank, atau anakan yang selama itu tertekan. Dengan demikian terdapat mekanisme
alami yang mengembalikan hutan kepada keseimbangan. Kegiatan penanaman
yang dilakukan merupakan upaya untuk membantu mempercepat proses regenerasi
khususnya pada wilayah yang terkena dampak berat seperti pada kanan kiri jalan
angkutan dan pada areal yang diterapkan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam
Indonesia Intensif (Silin) dengan menanam jenis-jenis lokal yang unggul.
30

Gambar 9 Peta reforestasi periode tahun 1989-2000

Gambar 10 Peta reforestasi periode tahun 2000-2014


31

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra Landsat multiwaktu di


IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma tahun 1989, tahun 2000, dan tahun 2014
diklasifikasikan kedalam 6 kelas tutupan lahan, yaitu hutan, pertanian lahan kering
campur, perkebunan, semak belukar, tanah terbuka, dan tubuh air. Pada periode
tahun 1989-2000 laju rata-rata deforestasi dan degradasi hutan sebesar 812.63
ha/tahun, sedangkan pada periode tahun 2000-2014 laju rata-rata deforestasi dan
degradasi hutan turun menjadi 764.50 ha/tahun. Laju rata-rata perubahan tutupan
lahan non hutan menjadi hutan atau reforestasi pada periode tahun 1989-2000
347.72 ha/tahun. Sedangkan pada periode tahun 2000-2014 laju rata-rata reforestasi
yang terjadi sebesar 539.07 ha/tahun.

Saran

1. Perlu adanya penelitian serupa di kawasan hutan IUPHHK-HA PT Sari Bumi


Kusuma dengan menggunakan citra dengan resolusi tinggi sehingga klasifikasi
tutupan lahan lebih detail,
2. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui kelas tutupan lahan sebelum
adanya kegiatan pengelolaan hutan oleh IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma
dan memperpendek periode analisis sehingga dapat diperoleh informasi
menyeluruh mengenai pengaruh kegiatan pengelolaan hutan yang dikelola oleh
PT Sari Bumi Kusuma,
3. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mensimulasikan luas tutupan hutan
hingga masa pinjam pakai IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma berakhir.

DAFTAR PUSTAKA

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan. 2002. Data dan Informasi Kehutan


Provinsi Kalimantan Tengah. Jakarta (ID): Kementrian Kehutanan.
[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan. 2008. Pemantauan Sumber Daya Hutan.
Jakarta (ID): Kementrian Kehutanan.
Congalton RG. 1991. A review of assessing the accuracy of classifications of
remotely sensed data. Remote Sens. Environ, 37: 35-46.
Danoedoro P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta (ID):
Penertbit ANDI.
Dwiprabowo H, Djaenudin D, Alviya I, Wicaksono D. 2014. Dinamika Tutupan
Lahan: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi. Yogyakarta (ID): PT Kanisius.
Ekadintara A, Dewi S, Hadi D, Johana F. 2008. Sistem Informasi Geografis untuk
Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Bogor (ID): World
Agroforestry Centre.
32

[FWI] Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode
2000-2009. Bogor (ID): Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode
2009-2013. Bogor (ID): Forest Watch Indonesia.
Jaya INS. 2014. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): IPB Press.
Kanninen M, Murdiyarso D, Seymour F, Angelsen A, Wunder S, German
L. 2009. Apakah Hutan dapat Tumbuh di atas Uang?: Implikasi Penelitian
Deforestasi bagi Kebijakan yang Mendukung REDD. Bogor (ID): CIFOR.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra;
diterjemahkan oleh Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
[Menhut] Menteri Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia nomor P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan
Reforestasi dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta (ID):
Kementrian Kehutanan.
[Menhut] Menteri Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi
dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). Jakarta (ID): Kementrian
Kehutanan.
[Menhut] Menteri Kehutanan. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia nomor P.34/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi
Kawasan Hutan. Jakarta (ID): Kementrian Kehutanan.
Prahasta. 2008. REMOTE SENSING: Praktis Penginderaan Jauh & Pengolahan
Citra Dijital Dengan Perangkat Lunak ER Maper. Bandung (ID): Informatika
Bandung.
Prahasta E. 2009. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung
(ID): CV Informatika.
Purwadhi. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana.
Setiyono B. 2006. Deteksi perubahan penutupan lahan menggunakan citra satelit
Landsat ETM+ di Daerah Aliran Sungai (DAS) Juwana, Jawa Tengah [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sunderlin WD, Resosudarmo IAP. 1997. Laju dan penyebab deforestasi di
Indonesia; penelaahan kerancuan dan penyelesaiannya. CIFOR. edisi khusus
9: 4-5, 15-16.
Utomo B, Kusmana C, Tjitrosoemito S, Aidi MN. 2007. Kajian kompetisi
tumbuhan eksotik yang bersifat invasif terhadap pohon hutan pegunungan asli
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurnal Manajemen Hutan Tropika,
1: 1-12.
Wiryono. 2013. Aspek ekologis Hutan Tanaman Indonesia. Di dalam: Mindawati
N, Effendi R, Anggraeni I, Herawati T, editor. Integrasi IPTEK dalam
Kebijakan dan Pengelolaan Hutan Tanaman di Sumatra Bagian Selatan.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Palembang;
2013 Oktober 2; Bogor, Indonesia, Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan. hlm 203-211.
33

LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Nilai separabilitas dari 12 kelas tutupan lahan
Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hutan primer (1) 0 1911.61 2000 1999.99 1998.1 2000 2000 2000 1846.73 2000 2000 1949.54
Hutan sekunder (2) 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 194.684 2000 2000 2000
Tubuh air (3) 0 1768.59 1844.32 2000 2000 2000 2000 1999.46 2000 1999.75
Perkebunan (4) 0 292.79 2000 2000 2000 2000 1997.92 2000 1852.44
PLKCa (5) 0 2000 2000 2000 2000 1999.91 2000 1158.96
Tanah terbuka (6) 0 1999.99 60.543 2000 1992.42 2000 2000
Pertambangan batu (7) 0 1999.91 2000 1609.5 2000 2000
Pemukiman (8) 0 2000 1981.34 2000 2000
Semak belukar (9) 0 2000 2000 2000
Pertambangan emas
(10) 0 2000 2000
Awan (11) 0 2000
Bayangan awan (12) 0
a
Pertanian Lahan Kering Campur
35

Lampiran 2 Nilai separabilitas dari 9 kelas tutupan lahan


Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tubuh air (1) 0 1868.59 1844.32 2000 2000 1999.75 1999.95 2000 2000
Perkebunan (2) 0 1920.79 2000 2000 1852.44 1999.82 2000 2000
PLKCa (3) 0 2000 2000 1958.96 2000 1999.71 2000
Semak belukar (4) 0 2000 2000 2000 1993.74 2000
Awan (5) 0 2000 2000 2000 2000
Bayangan awan (6) 0 2000 1993.9 2000
Pertambangan (7) 0 2000 1057.21
Hutan (8) 0 2000
Tanah terbuka (9) 0
a
Pertanian Lahan Kering Campur
36

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1993 di Cianjur Jawa Barat. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ihwan dan Ibu Rosi.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Sukataris lulus pada tahun
2005, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Karangtengah lulus tahun
2008, dan pendidikan menengah atas SMA Negeri 1 Cilaku Cianjur lulus tahun
2011. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan di Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun
ajaran 2013-2014, asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah
(IUTPW) pada tahun ajaran 2015-2016, dan asisten mata kuliah Teknik
Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2015-2016. Penulis juga pernah
melaksanakan magang mandiri di Taman Wisata Alam (TWA) Kamojang dan
Taman Nasional Waykambas Bandar Lampung.
Penulis juga aktif di beberapa organisasi di IPB diantaranya: sebagai anggota
di UKM Bulutangkis IPB tahun 2011-2012, sebagai anggota Divisi Kesekretariatan
dan Keprofesian Forest Management Student Club tahun 2012-2013. Penulis juga
aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah
melakukan kegiatan Praktik Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang
Barat (Garut) dan TWA-CA Kamojang (Garut) Jawa Barat pada tahun 2013;
Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2014 dan Praktik Kerja Lapang
(PKL) di IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah tahun 2015.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
penulis menyusun skripsi berjudul, “Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan
Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu di IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma
Kalimantan Tengah” dibawah bimbingan Dr Nining Puspaningsih, M.Si.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai