Oleh
MENDUT NURNINGSIH
E01400022
RINGKASAN
Karya Ilmiah
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MENDUT NURNINGSIH
E01400022
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rakhmat dan
Hidayh-Nya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul PEMETAAN POHON PLUS DI
HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor berdasarkan penelitian yang dilakukan Penulis di Sukabumi,
Jawa Barat. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memetakan lokasi penyebaran
pohon plus di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dengan memanfaatkan
teknologi Sistem Informasi Geografis. Manfaat yang diharapkan dari penyusunan
skripsi ini adalah dapat memberikan data dan informasi yang cukup akurat
mengenai pohon plus di HPGW.
Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi dapat berguna dan bermanfaat
bagi yang memerlukan.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
RINGKASAN............................................................................................... i
LEMBAR PENEGASAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP....................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 41
DAFTAR TABEL
A. Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang fungsi dan manfaatnya selalu
dibutuhkan oleh manusia, baik sekarang maupun masa yang akan datang dalam
rangka menunjang hidup dan kehidupannya. Salah satu fungsi hutan adalah untuk
pendidikan, penelitian dan pengembangan yang apabila dilakukan secara
berkelanjutan dapat mendukung upaya pengelolaan hutan secara lestari dan dapat
meningkatkan nilai tambah hasil hutan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No
687/Kpts-II/1992 Hutan Pendidikan Gunung Walat ditunjuk sebagai Hutan
Pendidikan. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan kawasan HPGW
seluas 359 ha sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas
Kehutanan IPB dengan Pusat Pendidikan Latihan atau Balai Latihan Kehutanan
(BLK) Bogor. Dalam perkembangan selanjutnya menurut Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia No:188/Menhut-II/2005 tanggal 8 Juli
2005 Kawasan Hutan Gunung Walat yang berada di Kecamatan Cibadak
Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat ditetapkan dan ditunjuk sebagai
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk Hutan Pendidikan dan
Latihan Fakultas Kehutanan IPB yang pengelolaannya diserahkan secara penuh
kepada Fakultas Kehutanan IPB.
HPGW merupakan sarana pendidikan bagi mahasiswa IPB khususnya
Fakultas Kehutanan IPB. Kondisi ekosistem hutan pendidikan ini berkorelasi
dengan tema-tema dan muatan dalam pengembangan keilmuan kehutanan.
Dengan demikian ekosistem hutan berfungsi sebagai sumber informasi dalam
bentuk referensi alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat yang akan terus
dibutuhkan di masa yang akan datang.
Salah satu sumberdaya HPGW adalah adanya pohon plus yang tumbuh
menyebar di 3 blok tegakan utama yaitu Pinus sp (Pinus), Agathis dammara
(Agathis) dan Schima wallichii (Puspa). Pohon Plus merupakan pohon unggulan
yang dipilih berdasarkan sifat-sifat yang unggul baik dalam hal pertumbuhan,
bentuk batang atau karakteristik lain sesuai yang diinginkan untuk tujuan produksi
benih dan pemuliaan pohon. Agar dicapai kelestarian hasil hutan, maka
diperlukan kesinambungan antara kegiatan produksi dan ketersediaan sumberdaya
hutan. Dalam pengelolaan pohon plus harus memperhatikan lingkungan fisik dan
biotiknya agar dapat dilakukan monitoring secara berkelanjutan. Untuk itu
diperlukan data dan informasi melalui kegiatan inventarisasi pohon plus dan
membuat peta penyebarannya. Hasilnya dapat dipergunakan untuk memudahkan
pengawasan/pembinaan terhadap kelestarian hutan sehingga dapat memonitor
perkembangannya dimasa yang akan datang.
Seiring dengan kemajuan teknologi komputer, kegiatan tersebut dapat
dengan mudah dikerjakan, dimana data-data berbasis spasial dengan data lainnya
yang bersifat atribut dapat dengan mudah disatukan. Penyatuan tersebut kemudian
berkembang menjadi suatu sistem yang dikenal dengan nama Geografi
Information System (GIS) dan dianggap sebagai jalan keluar dari pengolahan data
secara konvensional menjadi pengolahan data secara digital.
Menurut Jaya, (2002) SIG adalah sistem berbasis komputer yang mampu
merekam, menyimpan, memperbaharui, menampilkan dan menganalisis informasi
yang bereferensi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisa obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan
karakteristik yang penting dan kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG
merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani
data yang bereferensi geografi yaitu : masukan, manajemen data (penyimpanan
dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data dan keluaran data.
Berkaitan dengan kurangnya informasi karakteristik sumberdaya hutan di
HPGW tentang pohon plus diakibatkan oleh tidak tersedianya suatu peta yang
memberikan informasi tentang wilayah penyebarannya. Untuk pembentukan
manajemen data yang baik, maka perlu dilakukan metode pendekatan melalui
identifikasi penyebaran pohon plus dengan dukungan SIG (Sistem Informasi
Geografis).
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah pemetaan pohon plus di
areal Blok Pinus merkusii (Pinus), Agathis dammara (Agathis) dan Schima
wallichii (Puspa) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan menggunakan
teknologi Sistem Informasi Geografis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pohon Plus
Menurut Edje Djamhuri (2005) yang dimaksud dengan pohon plus adalah
pohon untuk tujuan produksi benih dan pemuliaan pohon yang dipilih berdasarkan
fenotip yang superior dalam hal pertumbuhan, bentuk batang, kualitas kayu dan
karakter lain yang diinginkan. Zobel, Bruce dan John Talbert (1966), mengatakan
bahwa pohon plus, pohon superior atau pohon terseleksi adalah pohon yang
direkomendasikan untuk produksi, kebun pembiakan berdasarkan penyeleksian.
Pohon ini mempunyai fenotip superior pada pertumbuhan, bentuk, kualitas kayu,
atau karakteristik lain yang diinginkan dan terlihat adaptif (mudah menyesuaikan
diri). Aspek penting terhadap keberhasilan pemuliaan pohon khususnya berkaitan
dengan pohon plus adalah peningkatan perolehan perbaikan genetik secepat dan
seefisien mungkin, dan berkaitan dengan kebutuhan jangka panjang untuk
menyiapkan dasar genetik yang luas untuk kegiatan pemuliaan pohon pada
generasi-generasi selanjutnya.
Kata Plus sendiri memiliki definisi yaitu penampakan yang lebih baik dari
rata-rata dan terlihat jelas, istilah ini digunakan untuk menjelaskan fenotip dari
suatu tegakan plus atau satu pohon plus. Karakter yang superior dari suatu pohon
plus haruslah spesifik seperti plus dalam hal volume, kualitas, ketahanan terhadap
hama dan penyakit atau kombinasi dari beberapa karakter.
Dalam kegiatan pemuliaan pohon, kumpulan pohon plus tersebut biasa
disebut sebagai populasi dasar yang akan mengalami proses seleksi seperti uji
keturunan atau uji klon. Jumlah pohon plus yang digunakan sebagai populasi
dasar dalam setiap program pemuliaan sangat beragam, (Direktorat Perbenihan
Hutan Departemen Kehutanan, 2004).
Selain itu menurut Lembaga Penelitian Hutan (1975), disebutkan bahwa
seleksi pohon plus harus dilakukan dalam tegakan hutan alam dan hutan tanaman
pada keadaan lingkungan yang berbeda-beda dengan memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Pilih tegakan yang terbaik dimana seleksi akan dilakukan. Hal ini untuk
mengurangi variasi genotip antara tegakan.
2. Kalau memungkinkan seleksi hanya dilakukan dalam tegakan-tegakan yang
uniform dalam umur, jarak dan keadaan tempat tumbuh. Dalam hal ini seleksi
lebih efisien pada hutan tanaman daripada hutan alam.
3. Pergunakan “Check Trees” (pohon pembanding) yaitu beberapa pohon yang
baik didalam tegakan sebagai pembanding terhadap pohon plus.
4. Dalam melakukan seleksi, batasilah pada sifat-sifat yang terpenting saja. Jika
seleksi menyangkut terlalu banyak sifat hasilnya mungkin takkan ada, karena
beberapa sifat mungkin berkorelasi negatif, kecuali jika dipergunakan suatu
“selection index” terhadap nilai ekonomi, heritabilitas dan lain-lain.
Usaha pengadaan pohon plus harus mempunyai tujuan yang tertentu dan
jelas agar usaha ini tidak sia-sia. Tujuan ini dapat digolongkan menurut
penggunaan/pengusahaannya, atau berdasarkan syarat-syarat tentang kualita yang
dikehendaki ( Ishemat S. dan Edje Djamhuri, 1979).
Dalam Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kehutanan (2003) disebutkan bahwa elemen-elemen
penting dalam mata rantai operasional untuk menunjang keberhasilan
pembangunan tanaman kehutanan antara lain :
1. Pemilihan jenis pohon plus dan provenansi
2. Penggunaan bibit unggul dan berkualitas
3. Pengolahan dan peningkatan kemampuan lahan
4. Pemeliharaan tanaman yang intensif
5. Sistem pengendalian kebakaran yang efektif
Dengan adanya pohon plus merupakan salah satu upaya dalam rangka
peningkatan produktifitas hutan melalui penyediaan benih yang berkualitas atau
unggul yang berasal dari pohon-pohon superior. Sumbangan keberhasilan pohon
plus akan dapat diidentifikasi bahwa pertumbuhan tanaman, kualitas produksi,
ketahanan terhadap hama dan penyakit dan daya adaptasi terhadap lingkungan
akan menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan tanpa adanya pohon plus,
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Tanaman Hutan, 1997).
B. Pinus sp.
Nama botanis Pinus yaitu Pinus merkusii Jungh. et de Vriese. Termasuk
famili Pinaceae sedangkan nama daerahnya sala, uyeum, sulu, tusam, huyam,
pinus. Daerah penyebaran Pinus di Indonesia meliputi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan
Bali (Samingan, 1982).
Sifat-sifat kayu Pinus antara lain kayu ringan-sedang beratnya dengan berat
jenis antara 0.46-0.70 bagian yang mengandung damar kadang-kadang
mempunyai berat jenis 0.95, kelas kuat II-III kelas awet IV, bagian gubal setebal
6-8 cm berwarna putih atau kekuning-kuningan, teras berwarna lebih tua coklat
atau kemerah-merahan, teras dan gubal banyak mengandung resin, tekstur halus
dengan serat lurus atau berpadu, muka kayu agak licin sedang bagian disekitar
luka sadapan agak melekat karena resin, daya kembang susut dan retak sedang,
mempunyai sifat pengerjaan mudah dipapas tetapi agak sulit untuk digergaji
karena getah yang dikandung didalamnya terutama disekitar bekas sadapan.
Kayu Pinus dapat digunakan sebagai bahan utama untuk pembuatan
pulp/kertas dengan proses soda, mekanis/sulfat, biasanya dipakai untuk konstruksi
dibawah atap, di negara Vietnam dipakai dalam pembuatan parket flooring,
meubel bahan konstruksi. (Samingan, 1982).
C. Agathis sp.
Menurut Martawijaya, Kartasujana dan Suwanda (1981) Agathis memiliki
nama botanis Agathis sp, yang termasuk dalam famili Araucariaceae (terutama A.
alba, A. borneensis, A. labillardieri Warb). Daerah penyebaran Agathis di
Indonesia meliputi Sumatra Barat, Sumatra Utara, seuruh Kalimantan, Jawa,
Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya (Martawijaya et al., 1981).
Menurut Tantra (1976) dalam Munajat (2004) mengatakan bahwa Agathis
di Indonesia terdiri dari 3 jenis, yaitu :
a. Agathis loranthifolia Salisb, Agathis philippinensis Warb, Agathis celebica
Warb, Agathis macrostachys Warb, Agathis hamii M. Dr., Agathis beckingi
M. Dr. dan Agathis alba, yang ditanam di Jawa dengan sinonim Agathis
dammara Rich.
b. Agathis borneensis Warb dengan sinonim Agathis baccani Warb, Agathis
endertii M. Dr., Agathis latifolia M. Dr., Agathis rhomboidalis Warb, Agathis
flevescens Ridl.
c. Agathis labillardieri Warb yang tumbuh di Irian Jaya.
Agathis merupakan kayu ringan dan mempunyai berat jenis antara 0.40-
0.60, kelas awet IV dan kelas kuat III, kayu berwarna coklat muda atau krem,
kayu yang sudah diserut agak mengkilat dan licin dan memiliki tekstur halus serta
serat yang lurus, daya kembang susut dan daya retak kecil dan mempunyai
kekerasan yang sedang. Untuk keperluan kebutuhan, kayunya mudah dikerjakan.
Kayu Agathis dapat dipakai untuk membuat kotak dan tangkai korek api,
potlot, meubel, peti pengepak, alat ukur dan gambar, vener dan kayu lapis, dan
pulp. Dapat juga dipakai sebagai kayu perumahan. Sedangkan getahnya atau yang
disebut kopal banyak digunakan dalam berbagai industri, cet, tekstil dan lainnya
(Departemen Pertanian, 1972).
D. Schima wallichii
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan (1989), nama botanis puspa
yaitu Schima wallichii (DC.) Korth, sering disebut huru batu, huru puspa, ki getas,
puspa. Puspa termasuk ke dalam famili Theaceae. Penyebaran puspa secara alami
di Indonesia terdapat di Jawa Barat. Pohon Puspa dapat mencapai tinggi maksimal
40 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, dan ukuran maksimal
diameternya bisa mencapai 250 cm. Tidak berbanir, kulit luar berwarna merah
muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas, kulit hidup
tebalnya sampai 15 mm, merah dan di dalamnya terdapat miang gatal. Tumbuhan
ini berkelompok membentuk hutan primer dan hutan sekunder kadang-kadang
tersebar di daerah yang selalu lembab.
Ciri umum puspa bertekstur kayu halus, arah serat lurus dan terpadu,
permukaan kayu licin, mengkilap. Kayu termasuk kayu kelas awet III dan kelas
kuat II. Cocok untuk tiang, kayu lapis, balok bangunan perumahan dan jembatan,
tetapi kurang baik untuk papan karena mudah berubah bentuk, dapat dipakai
untuk lantai, mebel murah, perkapalan (gading-gading, dek) dan bantalan
(diawetkan). Jenis ini memerlukan iklim basah sampai agak kering dengan tipe
Curah Hujan A-C, pada dataran rendah sampai di dataran pegunungan dengan
ketinggian sampai 1000 di atas permukaan laut.
b. Perangkat Lunak
Perangkat lunak komputer merupakan berbagai program komputer yang
menangani manajemen database, interface, pengguna dan fungsi analisis (Apan,
1999 dalam Kusnadi, 2001).
Komponen perangkat lunak yang tepat dari suatu SIG sebenarnya bersifat
relatif dan sangat ditentukan oleh tujuan dibentuknya SIG tersebut. Secara umum
hampir semua perangkat lunak SIG mempunyai komponen yang fungsinya seperti
di atas. Beberapa perangkat lunak dan nama pembuatnya diantaranya sebagai
berikut:
1) ARC/INFO (ESRI)
2) ArcView (ESRI)
3) IDRISI (Clark University)
4) GeneMap (Genasys)
5) GRASS (U.S. Army-CERL)
c. Data
Sebuah data set spasial yang bereferensi terdiri dari 2 tipe informasi, yaitu
data geometrik dan data atribut. Data geometrik terdiri dari 3 dimensi koordinat
yang didefinisikan secara distribusi spasial, yaitu titik, garis dan poligon.
Sedangkan data atribut adalah atribut dari titik, garis dan poligon.
SIG dapat menyimpan data geografis dalam struktur data raster dan vektor.
Data raster disimpan dalam bentuk grid atau pixel yang menunjukkan beberapa
sistem koordinat, sedangkan format data vektor diwakili oleh vektor atau poligon
yang menggunakan kumpulan titik (koordinat x,y) untuk menunjukkan batas
obyek (Apan, 1999 dalam Kusnadi, 2001).
d. Pengguna
SIG memerlukan pengguna untuk menjalankan sistemnya. Davis (1996)
dalam Kusnadi (2001) menyatakan bahwa pengguna komputer adalah bagian
terpenting dalam infrastruktur SIG. Jupenlatz dan Tian (1996) dalam Kusnadi
(2001) mengidentifikasikan kategori sumber daya manusia yang berhubungan
dengan SIG, yaitu:
1) Staf operasional (misalnya pengguna akhir dan kartografer).
2) Staf teknik profesional (analis, administrator sistem, programmer,
administrator dan personal database).
3) Personil manajemen (manajer, koordinator penjamin kualitas).
DATA INPUT
• Tabel
• Laporan INPUT
DATA MANAJEMEN &
• Pengukuran lapangan
MANIPULATION
• Data digital lain
• Peta (tematik, topografi, dll) STORAGE ( DATABASE )
• Citra satelit
• Foto udara
• Data lainnya RETRIEVAL
• Peta PROCESSING
• Tabel OUTPUT
• Laporan
• Informasi Digital (Soft Copy)
C. Metode Penelitian
Secara garis besar ada dua tahapan yang dilakukan yaitu : pengumpulan dan
pengukuran data lapangan, pemrosesan/pengolahan data, pemetaan hasil.
1. Pengumpulan dan Pengukuran Data Lapangan
Untuk mengumpulkan data penelitian tahap-tahap yang dilakukan terdiri atas :
a) Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan data pohon plus Laporan Praktek
Umum Pembinaan Hutan Program Diploma Budidaya Hutan Tanaman Fakultas
Kehutanan IPB Tahun 2002, 2004 dan 2005 yaitu pada areal tegakan Pinus sp
(Pinus), Agathis dammara (Agathis) dan Schima wallichii ((Puspa).
b) Pencatatan Posisi dan Pengukuran Pohon Plus
Penentuan posisi koordinat pohon plus di lapangan berdasarkan data
Laporan Hasil Praktek Umum Pembinaan Hutan Program Diploma III Budidaya
Hutan Tanaman Fakultas Kehutanan IPB Tahun 2002, 2004 dan 2005
mengggunakan unit receiver (penerima) GPS Garmin 72.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan pencatatan posisi koordinat pohon
plus pada lokasi yang ditentukan dengan menggunakan GPS dengan metode
penentuan posisi Stop-and-Go. Pada metode ini titik-titik yang akan ditentukan
posisinya tidak bergerak (statik), sedangkan receiver GPS bergerak dari titik-titik
dimana pada setiap titiknya receiver yang bersangkutan diam beberapa saat di
titik-titik tersebut.
Selama pergerakan antar titik, receiver tidak boleh terputus (GPS dalam
kondisi selalu aktif) dalam pengamatan sinyal dari satelit. Trayektori dari receiver
GPS yang bergerak (moving receiver) antara satu titik dengan titik lainnya,
tidaklah diperlukan. Dalam operasionalisasinya, pada umumnya penentuan posisi
titik-titik koordinat pohon plus dengan metode stop-and-go ini diaplikasikan
dengan moda post-processing, dimana pengolahan data dilakukan di
kantor/laboratorium setelah semua pengamatan selesai dilakukan.
Dengan prosedur lapangan sebagai berikut :
1. Sebelum mulai pencarian koordinat, terlebih dahulu dilakukan pengaturan
komposisi sistem terhadap unit receiver GPS yang meliputi setting negara
(Indonesia), sistem koordinat (UTM), datum WGS 1984, satuan ukuran
metrik.
2. Setiap titik diberikan kode sebagai identitas agar mudah mengidentifikasi titik
tersebut. Selain itu titik tersebut pada saat dipetakan dapat ditambahkan
keterangan-keterangan lain mengenai titik ini.
3. Setelah GPS diaktifkan dan layer menampilkan menu utama maka selanjutnya
tekan tombol enter (penerima sinyal/acquiring satellite). Baru mulai dilakukan
pencarian koordinat pohon plus dengan syarat kondisi GPS selalu aktif dari
station awal sampai dengan titik terakhir.
4. Unit penerima GPS ditempatkan tepat pada lokasi pohon plus tersebut berada.
5. Unit penerima GPS akan menampilkan koordinat titik apabila unit penerima
GPS menerima sinyal minimal dari 4 satelit. Posisi titik diketahui dengan
menekan tombol PAGE sebanyak dua kali, dengan tombol tersebut maka akan
muncul informasi berupa informasi titik yang dicari. Data koordinat yang
dimunculkan pada layer tersebut dicatat secara manual atau dapat juga
disimpan pada unit penerima dan menambahkan informasi koordinat titik
tersebut dengan memilih tombol SAVE pada halaman MARK POSITION.
Pada halaman ini dapat ditambahkan informasi mengenai nama titik dan
memberikan simbol yang sesuai serta diakhiri dengan penyimpanan koordinat
dan informasi titik tersebut dengan memilih SAVE.
6. Untuk menentukan posisi/koordinat titik-titik yang lain dilakukan dengan
mengulang langkah ke-4 dan ke-5.
Pelaksanaan pengukuran dan penentuan posisi pohon plus di lapangan
menggunakan intensitas sampling 100%.
2. Pemrosesan/Pengolahan Data
Melalui perangkat lunak Excel, kegiatan ini dilakukan berdasarkan nilai-
nilai kooordinat pohon plus dari hasil pengukuran di lapangan dengan teknis
pelaksanaannya sebagai berikut :
a. Pasangan nilai koordinat disusun dalam dua kolom
Gambar 2. Koordinat Pohon Plus (Excel)
b. Pasangan-pasangan koordinat tersebut disimpan dalam bentuk dbf file agar
dapat diinput ke Arc view untuk proses overlay.
Tahapan kegiatan ini dapat diuraikan pada diagram berikut :
Persiapan
X,Y
File dbf
Hasil
(siap proses automasi coverage)
Pemasukan Data
1. coverage Potensi
2. coverage Jalan setapak
3. coverage Jalan aspal
4. coverage Jalan tanah
5. coverage Jalan batu
6. coverage Sungai
7. coverage Base Camp
8. coverage Menara TVRI
9. coverage Kopel
10. coverage Gerbang
11. coverage Pengamatan DAS
12. coverage Agro
13. coverage Penangkaran
14. coverage Goa
15. coverage Koordinator Posisi Pohon
Pembuatan Produk
A. Sejarah
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan hasil dari kerjasama
antara IPB dengan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan Direktorat
Jenderal Kehutanan Republik Indonesia.
Pada tahun 1967 dilakukan penjajagan oleh IPB untuk mengusahakan Hutan
Gunung Walat, kemudian dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Jawatan
Kehutanan Propinsi Jawa Barat tanggal 14 Oktober 1969 No. 7041/IV/2/69 Hutan
Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan. Dalam surat
keputusan itu dinyatakan bahwa pengelolaan, pengamanan, dan segala sesuatu
yang menyangkut kawasan tersebut merupakan tanggungjawab Fakultas
Kehutanan IPB (Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih, 2005).
Sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan tanggal 24
Januari 1973 No. 291/DS/73 dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian
Pinjaman Pakai Tanah Hutan Gunung Walat oleh Kepala Dinas Kehutanan Jawa
Barat dengan Rektor IPB pada tanggal 9 Pebruari 1973. Kemudian keluar Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 008/Kpts/DJ/73 yang menyatakan bahwa IPB
mendapat hak pakai atas hutan pendidikan Gunung Walat (Fahutan IPB, 1978).
Dalam pelaksanaan pengelolaannya IPB mengangkat seorang Kepala Kebun
Percobaan membawahi tiga orang staf pembantu sesuai dengan Surat Keputusan
Dekan Fakultas Kehutanan No.11/Kpts-11/1992 meliputi staf perencanaan, staf
teknik lapangan dan staf pengendalian (Damayanti, 2003).
Selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1992
tentang Penunjukan Komplek Hutan Gunung Walat sebagai Hutan Pendidikan,
pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Walat seluas ± 359 Ha sebagai Hutan
Pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor dan Pusat Pendidikan Latihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK)
Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993 (Damayanti,
2003).
HPGW selanjutnya ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus,
menurut SK Menteri Kehutanan RI No.188/Menhut-II/2005 tanggal 8 Juli 2005
tentang penunjukkan dan penetapan kawasan Hutan Gunung Walat seluas 359 ha
di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk pendidikan dan latihan
Fakultas Kehutanan IPB yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada
Fakultas Kehutanan IPB (Buliyansih, 2005).
C. Kondisi Vegetasi
Kondisi penutupan lahan oleh vegetasi di kawasan HPGW sekitar 75 %
adalah hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1958 dengan dominasi jenis
damar (Agathis dammara), tusam-pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia
macrophylla), beberapa jenis pinus asing (P.oocarpa, P.caribaea, P.insularis),
sonokeling (Dalbergia latifolia), rasamala (Altingia excelsa), cendana (Santalum
album), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), jenis-jenis
acacia (Acacia auriculiformis dan A.mangium) (Buliyansih, 2005).
Sejak ditunjuk menjadi hutan pendidikan pada tahun 1969 luas HPGW
menjadi 359 Ha yang dibagi ke dalam 3 blok yaitu :
1. Blok I yang disebut blok Cikatomas seluas 120 Ha.
2. Blok II yang disebut blok Cimenyan seluas 125 Ha.
3. Blok III yang disebut blok Tangkalok atau Seuseupan seluas 114 Ha.
G. Aksesibilitas
HPGW terletak lebih kurang 2,5 km ke arah selatan poros jalan raya Bogor-
Sukabumi yang berjarak 55 km dari kota Bogor dan 15 km dari kota Sukabumi
serta berjarak 115 km dari ibukota Jakarta.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan hasil pencarian koordinat pohon plus di areal Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat jumlah total pohon plus yang berhasil
diinventarisasi sebanyak 24 pohon. Terdiri dari 14 pohon dari jenis Pinus merkusii
(Pinus), 6 pohon dari jenis Schima walichii (Puspa), 4 pohon dari jenis Agathis
dammara (Damar) dan selengkapnya disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Jenis Pohon Plus dan Penyebarannya di Hutan Pendidikan Gunung
Walat
Koordinat (UTM)
No. Pohon Plus Jenis
X Y
AG 10 Agathis dammara 701393 9235130
AG 14 Agathis dammara 701496 9235062
AG 15 Agathis dammara 701579 9234980
AG 16 Agathis dammara 701525 9234866
PN 041 Pinus merkusii 702391 9235632
PN 042 Pinus merkusii 702363 9235658
PN 043 Pinus merkusii 702304 9235624
PN 11 Pinus merkusii 701286 9235796
PN 12 Pinus merkusii 701341 9235762
PN 13 Pinus merkusii 701433 9235812
PN 14 Pinus merkusii 701221 9235864
PN 15 Pinus merkusii 701614 9235766
PN 21 Pinus merkusii 702814 9235416
PN 22 Pinus merkusii 702920 9235356
PN 23 Pinus merkusii 702989 9235256
PN 24 Pinus merkusii 702967 9235358
PN 42 Pinus merkusii 702173 9235752
PN 43 Pinus merkusii 702143 9235742
PN 44 Pinus merkusii 702015 9235674
PS 31 Schima walichii 701128 9235548
PS 4907 Schima walichii 701171 9235524
PS 4908 Schima walichii 701172 9235528
PSP 12 Schima walichii 700978 9235480
PSPP 11 Schima walichii 701081 9235598
PSPP 12 Schima walichii 700891 9235458
Keterangan :
AG : Damar (Agathis dammara)
PN : Pinus (Pinus merkusii)
PS, PSP, PSPP : Puspa (Schima wallichii)
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pemberian Skor Pohon Plus HPGW
No.
Pohon D TT TBC BB PC SPC PBG PBH HPC Total
Plus
PN11 15 20 10 30 5 5 5 5 5 100
PN12 25 20 10 30 5 5 2 5 5 107
PN13 20 16 10 30 5 5 2 2 5 95
PN14 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100
PN15 20 12 10 30 5 5 2 2 5 91
PN22 25 8 10 30 5 5 5 2 5 95
PN23 20 12 10 30 5 5 2 2 5 91
PN24 25 16 10 30 5 5 5 2 5 103
PN041 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100
PN042 15 16 10 30 5 5 2 2 5 90
PN043 25 16 10 30 5 5 2 5 5 103
PN42 25 12 10 30 5 2 5 2 5 96
PN43 25 20 10 30 5 5 5 5 5 115
PN44 20 20 10 30 5 2 5 5 5 97
PS31 20 20 10 30 5 5 5 2 5 97
PS4907 25 20 10 25 5 5 5 2 5 102
PS4908 25 20 10 25 2 5 5 2 5 99
PSP12 15 16 10 25 5 5 5 2 5 88
PSPP11 15 16 10 25 2 5 5 5 5 88
PSPP12 15 16 10 25 5 5 2 5 5 88
AG10 25 20 10 30 5 2 5 5 5 107
AG14 25 20 10 30 5 2 5 5 5 107
AG15 20 20 10 30 5 5 2 2 5 99
AG16 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100
Keterangan :
D=Diameter, TT=Tinggi Total, TBC=Tinggi Bebas Cabang, BB=Bentuk Batang,
PC=Percabangan, SPC=Sudut Percabangan, PBG=Pembungaan, PBH=Pembuahan,
HPC=Hama,Penyakit dan Cacat Lain
Tabel 2 di atas menunjukkan hasil dari perhitungan pemberian skor pohon
plus untuk masing-masing karakter dari tiap-tiap jenis yang ada di HPGW dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Dc
1. Diameter (D) = × 100%
Dp.rata 2
TTc
2. Tinggi Total (TT) = × 100%
TTp.rata 2
TBCc
3. Tinggi Bebas Cabang (TBC) = × 100%
TBCp.rata 2
Keterangan :
C = Calon Pohon Plus
P = Pohon Pembanding
serta mengacu pada kriteria pemberian nilai calon pohon plus seperti yang
tercantum pada Lampiran 5.
Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa skor pohon plus yang tertinggi
dimiliki oleh tegakan Pinus merkusii (Pinus). yaitu PN43 dengan skor 115, skor
pohon plus terendah dimiliki oleh tegakan Schima wallichii (Puspa) yaitu PSP12,
PSPP11, PSPP12 dengan skor 88. Khusus untuk pohon plus Puspa ada sedikit
hambatan dalam penentuan pohon plus, hal ini dikarenakan hampir semua pohon
puspa bentuk batangnya tidak lurus dan bercagak. Sehingga dipilih pohon yang
bercagak tapi dengan skor yang paling tinggi.
Sedangkan peta penyebaran pohon plus dengan skala 1:25000 disajikan
pada Gambar 5 di bawah ini. Peta penyebaran tersebut diperoleh dari hasil proses
tumpang tindih (overlay) beberapa peta dasar digital HPGW dengan hasil
pencarian koordinat pohon plus di lapangan menggunakan GPS GARMIN 72.
Peta dasar dan peta koordinat pohon plus yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 6, 7, dan 8 secara berturut-turut di bawah ini.
B. Pembahasan
Menurut data pohon plus yang diperoleh dari Laporan Praktek Umum
Pembinaan Hutan Program Diploma Budidaya Hutan Tanaman Fakultas
Kehutanan IPB Tahun 2002 pemilihan pohon plus dilakukan pada tegakan
Agathis dammara (Damar), Tahun 2004 pada tegakan Schima wallichii (Puspa)
dan Tahun 2005 pemilihan pohon plus dilakukan pada tegakan Pinus merkusii
(Pinus) dengan masing-masing tahun tanamnya untuk Damar tahun 19651-1952,
Puspa tahun 1965-1970 dan Pinus tahun 1967-1968.
Adapun kriteria standar dari pemilihan pohon plus adalah :
1. Mempunyai diameter batang yang cukup besar dan bentuknya lurus
2. Mempunyai ketinggian (tinggi total) yang lebih bila dibandingkan dengan
yang lainnya
3. Pohon tersebut tidak terserang hama dan penyakit serta cacat lain
4. Batang mempunyai sedikit mata kayu dan percabangannya baik
5. Mempunyai sudut percabangan horizontal
Penentuan pohon plus harus melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Pemilihan calon pohon plus dan pohon pembanding
2. Pengukuran dan pengamatan terhadap calon pohon plus dan pohon
pembanding
3. Penilaian dan penentuan pohon plus berdasarkan kriteria pemberian nilai
pohon plus dan pohon pembanding
Jika dilihat dari tabel rekapitulasi hasil pemberian nilai pohon plus HPGW
seperti tersebut di atas didapatkan perbedaan nilai tertinggi dan terendah dari hasil
skoring pohon plus yang disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh dan pH
tanah. Tempat tumbuh yang lebih tinggi mempunyai tingkat kesuburan yang
kurang bila dibandingkan dengan tempat tumbuh yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan tanah pada tempat tumbuh yang tinggi sering mengalami pengikisan
pengaruh dari kelerengan tanah sehingga ikut terbawa ke lapisan bawah yang
mengakibatkan tanah di lapisan bawah lebih subur dan sesuai untuk pohon plus.
Untuk pH tanah, semakin tinggi pH tanah maka pertumbuhan pohon di atas tanah
tersebut menjadi semakin baik.
Berdasarkan data laporan dan keterangan dari petugas lapangan, jumlah
pohon plus yang ditemukan di lapangan tidak sesuai dengan jumlah total pohon
plus yang sebenarnya dimiliki HPGW yaitu kurang lebih 60 pohon plus.
Ketidaksesuaian data pohon plus ini disebabkan oleh beberapa hal antara
lain :
a. Belum tersedianya data base yang cukup akurat mengenai keberadaan pohon
plus di areal HPGW dan pengorganisasian datanya yang dirasa masih kurang
baik dikarenakan data tersebut tidak berada pada satu tempat melainkan
terpisah-pisah sehingga mengalami kesulitan dalam pengumpulan data dan
pada saat pengecekan di lapangan.
b. Dalam kegiatan penentuan posisi pohon plus, pada prakteknya banyak data
pohon plus yang lokasinya tidak dapat ditemukan di lapangan, dimana secara
fisik papan keterangan yang merupakan petunjuk tentang pohon plus sudah
banyak yang hilang. Sehingga ketika dilakukan inventarisasi dan identifikasi
terhadap pohon plus di lapangan jumlah pohon plus yang berhasil diperoleh
sedikit sekali.
c. Kurangnya pemeliharaan terhadap pohon plus yang sudah ada terlihat dari
penampakan fisiknya.
Pemilihan pohon plus itu sendiri bersifat subyektif tergantung penggunaan
atau pengusahaannya serta syarat-syarat tentang kualitas yang dikehendaki.
Misalnya untuk pembuatan kertas perlu penelitian tentang serat dan berat
jenisnya, selain daripada kriteria dasar seperti di atas. Kriteria pemilihan pohon
plus tersebut akan berbeda jika pengusahaannya untuk penghasil buah antara lain
pertumbuhan baik, buah lebat, cabang pendek sehingga mudah dipanjat, cukup
tua. Sedangkan kriteria pohon plus untuk tujuan penghasil kayu antaralain
pertumbuhan tinggi&diameter di atas rata-rata, batang lurus, batang bebas cabang
tinggi, tajuk normal sesuai dengan karakter jenis, bebas hama&penyakit, sudah
berbunga, mutu kayu baik, cukup tua. Akan tetapi perbedaan tujuan pengusahaan
pohon plus tersebut pada dasarnya semuanya mengacu kepada kriteria standar
pemilihan pohon plus seperti yang sudah tersebut di atas, karena semua
karakter/kualitas yang diinginkan dari suatu pohon plus untuk masing-masing
tujuan pengusahaan sudah tercakup dalam kriteria tersebut.
Keberadaan pohon plus yang berkaitan langsung dengan kegiatan pemuliaan
pohon dalam pembangunan hutan sangat diperlukan dalam menentukan jenis
tanaman yang sesuai, provenansi terbaik dari jenis tanaman yang sesuai dan
individu terbaik dalam provenansi terbaik sesuai dengan sifat-sifat yang
diinginkan sehingga akan meningkatkan nilai dari suatu jenis yang di
kembangkan. Informasi yang diperoleh dari pohon plus tersebut akan diwujudkan
dalam bentuk sumber benih sesuai dengan materi yang tersedia dan kualitas yang
diinginkan.
Tujuan pemuliaan pohon plus jenis Pinus merkusii (Pinus) yang dilakukan
oleh HPGW adalah untuk meningkatkan produksi kayu dan getah dengan cara
perbaikan bentuk batang dan mencari pohon-pohon yang tinggi produksi
getahnya. Pemuliaan pohon plus Agathis dammara (Damar) bertujuan untuk
peningkatan hasil kopal dan produksi kayu. Sedangkan untuk jenis Schima
wallichii (Puspa) tujuannya yaitu untuk meningkatkan produksi kayu.
Keberhasilan dari adanya pohon plus melalui program pemuliaan pohon
tersebut telah terbukti di beberapa negara seperti Pinus taeda di Amerika Serikat
bagian selatan yang pada generasi I telah meningkatkan volume 10-25 %, Pinus
radiata yang sukses di New Zealand dan Pinus elliottii di Australia yang dapat
meningkatkan volume sampai 30 % (Pusat Perbenihan Kehutanan Direktorat
Jenderal Kehutanan, 1979). Keberhasilan tersebut bukan terjadi karena secara
kebetulan tetapi melalui suatu proses yang sistematis dan memakan waktu yang
relatif panjang.
Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan keberadaan pohon plus
khususnya di Hutan Pendidikan Gunung Walat belum dapat di akses secara
maksimal karena belum tersedianya data yang akurat yang memuat tentang pohon
plus dan lokasi penyebarannya. Padahal pohon plus ini akan dapat memberikan
peran yang sangat penting dalam kaitannya pengadaan dan pengelolaan kebun
benih di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Sumber data akurat yang dimaksud
adalah adanya peta lokasi penyebaran pohon plus baik peta digital maupun peta
analog.
Dari hasil kegiatan pencatatan posisi pohon plus di lapangan dan proses
pengolahannya dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis
dengan peta dasar yaitu peta digital Tata Batas dan Vegetasi HPGW yang sudah
ada terlihat hasilnya tidak mengalami kesalahan, dalam pengertian nilai koordinat
pohon plus yang diambil dengan GPS posisi/letaknya tepat dan sesuai dengan peta
dasar yang ada, sehingga tidak perlu dilakukan koreksi. Ketelitian dari hasil
pembuatan peta penyebaran pohon plus ini disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain :
a. Ketelitian data yang digunakan yaitu peta dasar sebagai acuan dalam
pencatatan posisi koordinat pohon plus di lapangan dan proses pemetaan
pohon plus merupakan peta hasil penelitian sebelumnya yang sudah
mengalami pengkoreksian.
b. Geometri dan distribusi dari satelit-satelit yang teramati oleh receiver (GPS)
cukup banyak sehingga mempercepat waktu pengamatan.
c. Metode penentuan posisi yang digunakan adalah metode Stop-and-Go, metode
ini dapat dilakukan per titik tanpa bergantung pada titik lainnya, titik-titik
yang akan ditentukan posisinya tidak bergerak (statik), sedangkan receiver
GPS bergerak dari titik-titik dimana pada setiap titik nya receiver yang
bersangkutan diam beberapa saat di titik-titik tersebut. Trayektori dari receiver
yang bergerak antara satu titik dengan titik lainnya, tidaklah diperlukan,
meskipun pada prinsipnya teramati. Oleh sebab itu pengamat relatif bebas
dalam memilih rute pergerakannya dan tingkat akurasi yang diperoleh dengan
metode ini relatif kecil.
d. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dapat mempermudah dalam proses
pembuatan peta penyebaran pohon plus
e. Strategi pemrosesan data yang dilakukan yaitu moda post processing, dimana
pengolahan data dilakukan di kantor setelah semua pengamatan selesai
dilakukan.
Untuk Gambar 5. Peta Penyebaran Pohon Plus di HPGW Tahun 2005
Gambar 6. Peta Sebaran Vegetasi HPGW Tahun 1982
Gambar 7. Peta Tata Batas HPGW Tahun 2004
Gambar 8. Peta Lokasi Pohon Plus HPGW Tahun 2005
Berada pada folder yang terpisah.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penentuan posisi pohon plus di lapangan diperoleh jumlah
total pohon plus di areal HPGW yaitu 24 pohon, terdiri dari 14 pohon jenis
Pinus merkusii (Pinus), 6 pohon jenis Schima walichii (Puspa), dan 4 pohon
jenis Agathis dammara (Damar).
2. Pemilihan pohon plus bersifat subyektif tergantung penggunaan atau
pengusahaannya serta syarat-syarat tentang kualitas yang dikehendaki.
3. Kriteria dasar pemilihan pohon plus antara lain memiliki diameter yang besar
dan lurus, tinggi total pohon yang lebih dibandingkan pohon pembandingnya,
tidak terserang hama dan penyakit/cacat lain, percabangan baik, dan sudut
percabangannya horizontal.
4. Pohon plus memiliki peran yang sangat penting dalam rangka menghasilkan
benih unggul yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan kebun benih.
5. Keberadaan sumber data yang akurat tentang pohon plus sangat dibutuhkan
terutama peta lokasi penyebaran pohon plus itu sendiri.
6. Sistem Informasi Geografis merupakan media komunikasi yang penting dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan karena dapat menyajikan peta dalam
bentuk digital secara cepat dan mudah.
7. Ketelitian dari hasil proses pembuatan peta penyebaran pohon plus bergantung
pada beberapa faktor antara lain ketelitian data yang digunakan, geometri dan
distribusi satelit, metode penentuan posisi yang digunakan, pemanfaatan
Sistem Informasi Geografis serta strategi pemrosesan data.
B. Saran
1. Perlu adanya tindak lanjut mengenai pemeliharaan dan pemanfaatan pohon
plus secara maksimal di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
2. Pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis dapat membantu dan
mempermudah kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan khususnya berkaitan
dengan ketersediaan data dan informasi tentang potensi yang ada di HPGW .
DAFTAR PUSTAKA
Howard, John. A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan Teori Dan
Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lembaga Penelitian Hutan. 1975. Pedoman Seleksi Pohon. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.
Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian HTI Bagian Timur. 2003. Departemen
Kehutanan. Banjar Baru.
Zobel, Bruce and Jon Talbert. 1966. Applied Forest Tree Improvement. John
Wiley&Sons. New York.