Anda di halaman 1dari 48

PEMETAAN POHON PLUS

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT


DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Oleh
MENDUT NURNINGSIH
E01400022

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Mendut Nurningsih. E01400022. Pemetaan Pohon Plus Di Hutan Pendidikan
Gunung Walat Dengan Teknologi Sistem Informasi Geografis. Dibawah
bimbingan Dra. Hj. Sri Rahaju, MS.

RINGKASAN

Hutan merupakan sumberdaya alam yang fungsi dan manfaatnya selalu


dibutuhkanoleh manusia, baik sekarang maupun masa yang akan datang dalam
rangka menunjang hidup dan kehidupannya. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan
RI No.188/Menhut-II/2005 tanggal 8 Juli 2005 Kawasan Hutan Gunung Walat
yang berada di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat
ditetapkan dan ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK)
untuk Hutan Pendidikan dan Latihan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Salah satu sumberdaya Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) yang perlu dikelola dan dijaga keberadaannya yaitu pohon plus.
Ketersediaan data atau informasi tentang pohon plus di HPGW masih kurang,
sehingga perlu didukung dengan sistem informasi penyajian data yang akurat
yaitu salah satunya dengan teknologi Sistem Informasi Geografis yang diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai lokasi penyebaran dan informasi lain
tentang pohon plus di HPGW.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui lokasi penyebaran pohon plus di
HPGW melalui pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).
Penelitian ini dilakukan bulan November 2005 sampai bulan Februari
2006. pengambilan data lapangan dilakukan di Areal HPGW Blok Pinus, Blok
Damar dan Blok Puspa. Pengolahan datanya dilakukan di Laboratorium Fisik
Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Untuk
peta dasar yang digunakan yaitu peta digital Tata Batas HPGW, peta digital
Sebaran Vegetasi, selain itu diguanakn juga data laporan PUPH Program Diploma
Budidaya Hutan Tanaman Fakulatas Kehutanan IPB tahun 2002,2004 dan 2005.
Berdasarkan pemanfaatan SIG,jumlah total pohon plus yang didapatkan
yaitu 24 pohon, terdiri dari 14 pohon dari jenis Pinus,6 pohon jenis Damar,4
pohon jenis Puspa. Berdasarkan data laporan dan keterangan dari petugas
lapangan,jumlah pohon plus yang ditemukan dilapangan tidak sesuai dengan
jumlah total pohon plus yang sebenarnya dimiliki HPGW. Ketidaksesuaian data
ini disebabkan oleh beberapa hal antaralain sumberdata yang tersedia belum
cukup akurat, petunjuk fisik pohon plus dilapangan sudah banyak yang hilang.
Keberadaan pohon plus ini berkaitan langsung dengan kegiatan pemuliaan pohon
dalam pembangunan hutan dan sangat diperlukan dalam menentukan jenis
tanaman yang sesuai, provenansi terbaik dari jenis tanaman yang sesuai dan
individu terbaik dalam provenansi terbaik sesuai dengan sifat-sifat yang
diinginkan.
Dengan memanfaatkan teknologi SIG dalam penelitian ini,maka
ketersediaan data tentang pohon plus baik mengenai lokasi penyebarannya atau
informasi lainnya akan dapat diakses dengan mudah, cepat dan akurat.
PEMETAAN POHON PLUS
DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Karya Ilmiah
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Oleh
MENDUT NURNINGSIH
E01400022

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemetaan Pohon Plus Di Hutan Pendidikan Gunung


Walat Dengan Teknologi Sistem Informasi
Geografis
Nama Mahasiswa : Mendut Nurningsih
Nomor Pokok : E01400022
Fakultas/Departemen : Kehutanan/Manajemen Hutan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dra. Hj. Sri Rahaju, MSi.


NIP. 131 915 303

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.


NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus : 04 September 2006


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rakhmat dan
Hidayh-Nya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul PEMETAAN POHON PLUS DI
HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor berdasarkan penelitian yang dilakukan Penulis di Sukabumi,
Jawa Barat. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memetakan lokasi penyebaran
pohon plus di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dengan memanfaatkan
teknologi Sistem Informasi Geografis. Manfaat yang diharapkan dari penyusunan
skripsi ini adalah dapat memberikan data dan informasi yang cukup akurat
mengenai pohon plus di HPGW.
Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi dapat berguna dan bermanfaat
bagi yang memerlukan.

Bogor, September 2006

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 6


Agustus 1982 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari
pasangan (Alm) Slamet Baris dan Sri Suparjini.
Pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan dasar di SD
Negeri Rejosari, Bojong, Pekalongan dan kemudian melanjutkan
studi ke SMP Negeri 1 Bojong, Pekalongan dan menyelesaikannya pada tahun
1997. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 1 Kajen,
Pekalongan. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Kemudian penulis memilih
Laboratorium Inventarisasi Sumberdaya Hutan khususnya Bidang Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografis pada tahun 2002.
Pengalaman yang dimiliki penulis adalah menjadi asisten mata kuliah Ilmu
Tanah Hutan tahun 2001-2002 dan Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun ajaran
2004-2005. Selain aktif dalam kegiatan akademik penulis juga aktif dalam
organisasi kemahasiswaan yaitu anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat
Persiapan Bersama Fakultas Kehutanan (DPM-TPB) periode 2000-2001, anggota
Snake Hunter Club Fakultas Kehutanan Tahun 2003 dan Pengurus Inti Forest
Management Student Club (FMSC) periode 2001-2004.
Pengalaman praktek yang pernah diikuti penulis yaitu kegiatan Praktek
Umum Pengenalan Hutan (PUPH) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan
Gunung Papandayan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, serta telah mengikuti Praktek
Umum Pengelolaan Hutan (PUK) di KPH Tasikmalaya, Jawa Barat. Pada tahun
2004 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI PT. Finnantara
Intiga, Propinsi Kalimantan Barat.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian
dengan judul Pemetaan Pohon Plus Di Hutan Pendidikan Gunung Walat Dengan
Teknologi Sistem Informasi Geografis, di bawah bimbingan Dra. Hj. Sri Rahaju,
Msi.
DAFTAR ISI

RINGKASAN............................................................................................... i

LEMBAR PENEGASAN.......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... iii

KATA PENGANTAR................................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP....................................................................................... v

DAFTAR ISI.................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL.......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. x

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Pohon Plus.......................................................................................... 4
B. Pinus sp............................................................................................... 6
C. Agathis sp............................................................................................ 6
D. Schima wallichii.................................................................................. 7
E. GPS dalam Bidang Kehutanan............................ ............................... 8
F. Sistem Informasi Geografis................................................................. 8

III. METODOLOGI PENELITIAN


A. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 16
B. Bahan dan Alat.................................................................................... 16
C. Metode Penelitian................................................................................ 16
1. Pengumpulan dan Pengukuran Data Lapangan .............................. 16
2. Pemrosesan/Pengolahan Data…….................................................. 18
3. Pemetaan Hasil................................................................................. 20

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN


A. Sejarah................................................................................................. 23
B. Letak dan Posisi Geografis.................................................................. 24
C. Kondisi Vegetasi................................................................................. 24
D. Jenis Tanah dan Topografi.................................................................. 24
E. Iklim dan Curah Hujan........................................................................ 25
F. Aksesibilitas........................................................................................ 25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil.................................................................................................... 26
1. Jenis Pohon Plus HPGW............................................ ................ 26
2. Rekapitulasi Hasil Pemberian Skor Pohon Plus HPGW............. 27
B. Pembahasan......................................................................................... 28

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan......................................................................................... 37
B. Saran.................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 41
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman


1. Jenis Pohon Plus dan Penyebarannya di 26
HPGW..............................................................................................
2. Rekapitulasi Hasil Pemberian Skor Pohon Plus 27
HPGW.............................................................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman


1. Proses Pembangunan Data SIG.................................................... 12
2. Koordinat Pohon Plus................................................................... 18
3. Proses Pengolahan Data Pengukuran Lapangan.......................... 19
4. Bagan alir Pembuatan Peta Penyebaran Pohon Plus HPGW....... 22
5. Peta Penyebaran Pohon Plus HPGW Tahun 2005 33
…………………….....................................................................
6. Peta Sebaran Vegetasi HPGW Tahun 1982................................. 34
7. Peta Tata Batas HPGW Tahun 2004............................................ 35
8. Peta Lokasi Pohon Plus HPGW Tahun 2005............................... 36
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman


1. Foto Pohon Plus HPGW................................................................... 41
2. Form Skor Pohon Plus...................................................................... 43
3. Perhitungan Skor Pohon Plus........................................................... 46
4. Form Penilaian Pohon Plus.............................................................. 51
5. Kriteria Pemberian Nilai Pohon 76
Plus..................................................................................................
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang fungsi dan manfaatnya selalu
dibutuhkan oleh manusia, baik sekarang maupun masa yang akan datang dalam
rangka menunjang hidup dan kehidupannya. Salah satu fungsi hutan adalah untuk
pendidikan, penelitian dan pengembangan yang apabila dilakukan secara
berkelanjutan dapat mendukung upaya pengelolaan hutan secara lestari dan dapat
meningkatkan nilai tambah hasil hutan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No
687/Kpts-II/1992 Hutan Pendidikan Gunung Walat ditunjuk sebagai Hutan
Pendidikan. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan kawasan HPGW
seluas 359 ha sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas
Kehutanan IPB dengan Pusat Pendidikan Latihan atau Balai Latihan Kehutanan
(BLK) Bogor. Dalam perkembangan selanjutnya menurut Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia No:188/Menhut-II/2005 tanggal 8 Juli
2005 Kawasan Hutan Gunung Walat yang berada di Kecamatan Cibadak
Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat ditetapkan dan ditunjuk sebagai
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk Hutan Pendidikan dan
Latihan Fakultas Kehutanan IPB yang pengelolaannya diserahkan secara penuh
kepada Fakultas Kehutanan IPB.
HPGW merupakan sarana pendidikan bagi mahasiswa IPB khususnya
Fakultas Kehutanan IPB. Kondisi ekosistem hutan pendidikan ini berkorelasi
dengan tema-tema dan muatan dalam pengembangan keilmuan kehutanan.
Dengan demikian ekosistem hutan berfungsi sebagai sumber informasi dalam
bentuk referensi alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat yang akan terus
dibutuhkan di masa yang akan datang.
Salah satu sumberdaya HPGW adalah adanya pohon plus yang tumbuh
menyebar di 3 blok tegakan utama yaitu Pinus sp (Pinus), Agathis dammara
(Agathis) dan Schima wallichii (Puspa). Pohon Plus merupakan pohon unggulan
yang dipilih berdasarkan sifat-sifat yang unggul baik dalam hal pertumbuhan,
bentuk batang atau karakteristik lain sesuai yang diinginkan untuk tujuan produksi
benih dan pemuliaan pohon. Agar dicapai kelestarian hasil hutan, maka
diperlukan kesinambungan antara kegiatan produksi dan ketersediaan sumberdaya
hutan. Dalam pengelolaan pohon plus harus memperhatikan lingkungan fisik dan
biotiknya agar dapat dilakukan monitoring secara berkelanjutan. Untuk itu
diperlukan data dan informasi melalui kegiatan inventarisasi pohon plus dan
membuat peta penyebarannya. Hasilnya dapat dipergunakan untuk memudahkan
pengawasan/pembinaan terhadap kelestarian hutan sehingga dapat memonitor
perkembangannya dimasa yang akan datang.
Seiring dengan kemajuan teknologi komputer, kegiatan tersebut dapat
dengan mudah dikerjakan, dimana data-data berbasis spasial dengan data lainnya
yang bersifat atribut dapat dengan mudah disatukan. Penyatuan tersebut kemudian
berkembang menjadi suatu sistem yang dikenal dengan nama Geografi
Information System (GIS) dan dianggap sebagai jalan keluar dari pengolahan data
secara konvensional menjadi pengolahan data secara digital.
Menurut Jaya, (2002) SIG adalah sistem berbasis komputer yang mampu
merekam, menyimpan, memperbaharui, menampilkan dan menganalisis informasi
yang bereferensi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisa obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan
karakteristik yang penting dan kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG
merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani
data yang bereferensi geografi yaitu : masukan, manajemen data (penyimpanan
dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data dan keluaran data.
Berkaitan dengan kurangnya informasi karakteristik sumberdaya hutan di
HPGW tentang pohon plus diakibatkan oleh tidak tersedianya suatu peta yang
memberikan informasi tentang wilayah penyebarannya. Untuk pembentukan
manajemen data yang baik, maka perlu dilakukan metode pendekatan melalui
identifikasi penyebaran pohon plus dengan dukungan SIG (Sistem Informasi
Geografis).
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah pemetaan pohon plus di
areal Blok Pinus merkusii (Pinus), Agathis dammara (Agathis) dan Schima
wallichii (Puspa) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan menggunakan
teknologi Sistem Informasi Geografis.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pohon Plus
Menurut Edje Djamhuri (2005) yang dimaksud dengan pohon plus adalah
pohon untuk tujuan produksi benih dan pemuliaan pohon yang dipilih berdasarkan
fenotip yang superior dalam hal pertumbuhan, bentuk batang, kualitas kayu dan
karakter lain yang diinginkan. Zobel, Bruce dan John Talbert (1966), mengatakan
bahwa pohon plus, pohon superior atau pohon terseleksi adalah pohon yang
direkomendasikan untuk produksi, kebun pembiakan berdasarkan penyeleksian.
Pohon ini mempunyai fenotip superior pada pertumbuhan, bentuk, kualitas kayu,
atau karakteristik lain yang diinginkan dan terlihat adaptif (mudah menyesuaikan
diri). Aspek penting terhadap keberhasilan pemuliaan pohon khususnya berkaitan
dengan pohon plus adalah peningkatan perolehan perbaikan genetik secepat dan
seefisien mungkin, dan berkaitan dengan kebutuhan jangka panjang untuk
menyiapkan dasar genetik yang luas untuk kegiatan pemuliaan pohon pada
generasi-generasi selanjutnya.
Kata Plus sendiri memiliki definisi yaitu penampakan yang lebih baik dari
rata-rata dan terlihat jelas, istilah ini digunakan untuk menjelaskan fenotip dari
suatu tegakan plus atau satu pohon plus. Karakter yang superior dari suatu pohon
plus haruslah spesifik seperti plus dalam hal volume, kualitas, ketahanan terhadap
hama dan penyakit atau kombinasi dari beberapa karakter.
Dalam kegiatan pemuliaan pohon, kumpulan pohon plus tersebut biasa
disebut sebagai populasi dasar yang akan mengalami proses seleksi seperti uji
keturunan atau uji klon. Jumlah pohon plus yang digunakan sebagai populasi
dasar dalam setiap program pemuliaan sangat beragam, (Direktorat Perbenihan
Hutan Departemen Kehutanan, 2004).
Selain itu menurut Lembaga Penelitian Hutan (1975), disebutkan bahwa
seleksi pohon plus harus dilakukan dalam tegakan hutan alam dan hutan tanaman
pada keadaan lingkungan yang berbeda-beda dengan memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Pilih tegakan yang terbaik dimana seleksi akan dilakukan. Hal ini untuk
mengurangi variasi genotip antara tegakan.
2. Kalau memungkinkan seleksi hanya dilakukan dalam tegakan-tegakan yang
uniform dalam umur, jarak dan keadaan tempat tumbuh. Dalam hal ini seleksi
lebih efisien pada hutan tanaman daripada hutan alam.
3. Pergunakan “Check Trees” (pohon pembanding) yaitu beberapa pohon yang
baik didalam tegakan sebagai pembanding terhadap pohon plus.
4. Dalam melakukan seleksi, batasilah pada sifat-sifat yang terpenting saja. Jika
seleksi menyangkut terlalu banyak sifat hasilnya mungkin takkan ada, karena
beberapa sifat mungkin berkorelasi negatif, kecuali jika dipergunakan suatu
“selection index” terhadap nilai ekonomi, heritabilitas dan lain-lain.
Usaha pengadaan pohon plus harus mempunyai tujuan yang tertentu dan
jelas agar usaha ini tidak sia-sia. Tujuan ini dapat digolongkan menurut
penggunaan/pengusahaannya, atau berdasarkan syarat-syarat tentang kualita yang
dikehendaki ( Ishemat S. dan Edje Djamhuri, 1979).
Dalam Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kehutanan (2003) disebutkan bahwa elemen-elemen
penting dalam mata rantai operasional untuk menunjang keberhasilan
pembangunan tanaman kehutanan antara lain :
1. Pemilihan jenis pohon plus dan provenansi
2. Penggunaan bibit unggul dan berkualitas
3. Pengolahan dan peningkatan kemampuan lahan
4. Pemeliharaan tanaman yang intensif
5. Sistem pengendalian kebakaran yang efektif
Dengan adanya pohon plus merupakan salah satu upaya dalam rangka
peningkatan produktifitas hutan melalui penyediaan benih yang berkualitas atau
unggul yang berasal dari pohon-pohon superior. Sumbangan keberhasilan pohon
plus akan dapat diidentifikasi bahwa pertumbuhan tanaman, kualitas produksi,
ketahanan terhadap hama dan penyakit dan daya adaptasi terhadap lingkungan
akan menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan tanpa adanya pohon plus,
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Tanaman Hutan, 1997).
B. Pinus sp.
Nama botanis Pinus yaitu Pinus merkusii Jungh. et de Vriese. Termasuk
famili Pinaceae sedangkan nama daerahnya sala, uyeum, sulu, tusam, huyam,
pinus. Daerah penyebaran Pinus di Indonesia meliputi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan
Bali (Samingan, 1982).
Sifat-sifat kayu Pinus antara lain kayu ringan-sedang beratnya dengan berat
jenis antara 0.46-0.70 bagian yang mengandung damar kadang-kadang
mempunyai berat jenis 0.95, kelas kuat II-III kelas awet IV, bagian gubal setebal
6-8 cm berwarna putih atau kekuning-kuningan, teras berwarna lebih tua coklat
atau kemerah-merahan, teras dan gubal banyak mengandung resin, tekstur halus
dengan serat lurus atau berpadu, muka kayu agak licin sedang bagian disekitar
luka sadapan agak melekat karena resin, daya kembang susut dan retak sedang,
mempunyai sifat pengerjaan mudah dipapas tetapi agak sulit untuk digergaji
karena getah yang dikandung didalamnya terutama disekitar bekas sadapan.
Kayu Pinus dapat digunakan sebagai bahan utama untuk pembuatan
pulp/kertas dengan proses soda, mekanis/sulfat, biasanya dipakai untuk konstruksi
dibawah atap, di negara Vietnam dipakai dalam pembuatan parket flooring,
meubel bahan konstruksi. (Samingan, 1982).

C. Agathis sp.
Menurut Martawijaya, Kartasujana dan Suwanda (1981) Agathis memiliki
nama botanis Agathis sp, yang termasuk dalam famili Araucariaceae (terutama A.
alba, A. borneensis, A. labillardieri Warb). Daerah penyebaran Agathis di
Indonesia meliputi Sumatra Barat, Sumatra Utara, seuruh Kalimantan, Jawa,
Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya (Martawijaya et al., 1981).
Menurut Tantra (1976) dalam Munajat (2004) mengatakan bahwa Agathis
di Indonesia terdiri dari 3 jenis, yaitu :
a. Agathis loranthifolia Salisb, Agathis philippinensis Warb, Agathis celebica
Warb, Agathis macrostachys Warb, Agathis hamii M. Dr., Agathis beckingi
M. Dr. dan Agathis alba, yang ditanam di Jawa dengan sinonim Agathis
dammara Rich.
b. Agathis borneensis Warb dengan sinonim Agathis baccani Warb, Agathis
endertii M. Dr., Agathis latifolia M. Dr., Agathis rhomboidalis Warb, Agathis
flevescens Ridl.
c. Agathis labillardieri Warb yang tumbuh di Irian Jaya.
Agathis merupakan kayu ringan dan mempunyai berat jenis antara 0.40-
0.60, kelas awet IV dan kelas kuat III, kayu berwarna coklat muda atau krem,
kayu yang sudah diserut agak mengkilat dan licin dan memiliki tekstur halus serta
serat yang lurus, daya kembang susut dan daya retak kecil dan mempunyai
kekerasan yang sedang. Untuk keperluan kebutuhan, kayunya mudah dikerjakan.
Kayu Agathis dapat dipakai untuk membuat kotak dan tangkai korek api,
potlot, meubel, peti pengepak, alat ukur dan gambar, vener dan kayu lapis, dan
pulp. Dapat juga dipakai sebagai kayu perumahan. Sedangkan getahnya atau yang
disebut kopal banyak digunakan dalam berbagai industri, cet, tekstil dan lainnya
(Departemen Pertanian, 1972).

D. Schima wallichii
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan (1989), nama botanis puspa
yaitu Schima wallichii (DC.) Korth, sering disebut huru batu, huru puspa, ki getas,
puspa. Puspa termasuk ke dalam famili Theaceae. Penyebaran puspa secara alami
di Indonesia terdapat di Jawa Barat. Pohon Puspa dapat mencapai tinggi maksimal
40 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, dan ukuran maksimal
diameternya bisa mencapai 250 cm. Tidak berbanir, kulit luar berwarna merah
muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas, kulit hidup
tebalnya sampai 15 mm, merah dan di dalamnya terdapat miang gatal. Tumbuhan
ini berkelompok membentuk hutan primer dan hutan sekunder kadang-kadang
tersebar di daerah yang selalu lembab.
Ciri umum puspa bertekstur kayu halus, arah serat lurus dan terpadu,
permukaan kayu licin, mengkilap. Kayu termasuk kayu kelas awet III dan kelas
kuat II. Cocok untuk tiang, kayu lapis, balok bangunan perumahan dan jembatan,
tetapi kurang baik untuk papan karena mudah berubah bentuk, dapat dipakai
untuk lantai, mebel murah, perkapalan (gading-gading, dek) dan bantalan
(diawetkan). Jenis ini memerlukan iklim basah sampai agak kering dengan tipe
Curah Hujan A-C, pada dataran rendah sampai di dataran pegunungan dengan
ketinggian sampai 1000 di atas permukaan laut.

E. Global Positioning System (GPS) dalam Bidang Kehutanan


Global Positioning System (GPS) merupakan sistem radio navigasi dan
penentuan posisi menggunakan satelit. GPS didesain untuk memberikan posisi
dan kecepatan tiga dimensi yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara
kontinyu di seluruh dunia (Abidin, 2002). Dalam bidang kehutanan, GPS banyak
digunakan dalam kegiatan inventarisasi dan tata guna hutan, yang prinsipnya
mencakup pengukuhan, pemetaan, dan pengelolaan hutan.
Penggunaan GPS dalam penentuan posisi relatif tidak terlalu terpengaruh
dengan kondisi topografis daerah survai dibandingkan dengan penggunaan
metode terestris seperti pengukuran poligon. Penentuan posisi dengan GPS tidak
memerlukan adanya saling keterlihatan antara satu titik dengan titik lainnya
seperti yang umumnya dituntut oleh metode-metode pengukuran terestris. Yang
diperlukan dalam penentuan posisi titik dengan GPS adalah saling keterlihatan
antara titik tersebut dengan satelit.
Pengoperasian alat penerima GPS untuk penentuan posisi suatu titik relatif
mudah dan tidak mengeluarkan banyak tenaga. Pengumpul data (surveyor) GPS
tidak dapat ′memanipulasi′ data pengamatan GPS seperti halnya yang dapat
dilakukan dengan metode pengumpulan data terestris yang umum digunakan,
yaitu metode poligon. Ini tentunya akan meningkatkan tingkat keandalan dari
hasil survai dan pemetaan yang diperoleh.

F. Sistem Informasi Geografis


1. Definisi Sistem Informasi Geografis
Definisi Sistem Informasi Geografis selalu berkembang dan bervariasi
karena Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu bidang kajian ilmu dan
teknologi yang relatif baru digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu dan
berkembang dengan cepat. Beberapa penulis mendefinisikan Sistem Informasi
Geografis sebagai berikut :
a. SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi, SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan
fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakter yang penting atau kritis
untuk dianalisis (Aronoff, 1989).
b. SIG adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras, komponen
perangkat lunak, data geografis dan personil yang dirancang secara efisien
untuk memperoleh, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisis,
dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi
(ESRI,1990 dalam Eddy Prahasta, 2002)
c. SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang didukung oleh
perkembangan teknologi komputer yang pesat dan oleh bidang-bidang lain
seperti pemetaan, topografi, kartografi, tematik, teknik sipil, geografis, studi
matematis dari variasi keruangan, ilmu tanah, ilmu geodesi, geologi,
perencanaan pedesaan dan perkotaan, jaringan sarana prasarana (jalan) dan
teknik penginderaan jauh (Jaya,1996).
d. SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data
yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau suatu sistem basis
data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial
bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus, B dan U. S. Wiradisastra,
1997).
e. SIG adalah teknologi informasi yang menyimpan, menganalisis dan mengkaji
baik data spasial maupun non spasial.(Pardes 1988, dalam Barus dan
Wiradisastra, 1997).

2. Komponen Sistem Informasi Geografis


Komponen utama SIG dibagi dalam empat kelompok yaitu perangkat keras,
perangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai.
a. Perangkat Keras
Komponen dasar perangkat keras SIG dapat dikelompokkan sesuai dengan
fungsinya antara lain adalah (a) peralatan pemasukan data, misal papan dijitasi,
penyiam (scanner), keyboard, disket dll, (b) peralatan penyimpanan dan
pengolahan data yaitu komputer, dan perlengkapannya seperti monitor, papan
ketik, CPU, hard disk, floopy disk, (c) peralatan untuk mencetak hasil seperti
printer dan plotter (Barus, B dan U.S.Wiradisastra, 1997).

b. Perangkat Lunak
Perangkat lunak komputer merupakan berbagai program komputer yang
menangani manajemen database, interface, pengguna dan fungsi analisis (Apan,
1999 dalam Kusnadi, 2001).
Komponen perangkat lunak yang tepat dari suatu SIG sebenarnya bersifat
relatif dan sangat ditentukan oleh tujuan dibentuknya SIG tersebut. Secara umum
hampir semua perangkat lunak SIG mempunyai komponen yang fungsinya seperti
di atas. Beberapa perangkat lunak dan nama pembuatnya diantaranya sebagai
berikut:
1) ARC/INFO (ESRI)
2) ArcView (ESRI)
3) IDRISI (Clark University)
4) GeneMap (Genasys)
5) GRASS (U.S. Army-CERL)

c. Data
Sebuah data set spasial yang bereferensi terdiri dari 2 tipe informasi, yaitu
data geometrik dan data atribut. Data geometrik terdiri dari 3 dimensi koordinat
yang didefinisikan secara distribusi spasial, yaitu titik, garis dan poligon.
Sedangkan data atribut adalah atribut dari titik, garis dan poligon.
SIG dapat menyimpan data geografis dalam struktur data raster dan vektor.
Data raster disimpan dalam bentuk grid atau pixel yang menunjukkan beberapa
sistem koordinat, sedangkan format data vektor diwakili oleh vektor atau poligon
yang menggunakan kumpulan titik (koordinat x,y) untuk menunjukkan batas
obyek (Apan, 1999 dalam Kusnadi, 2001).
d. Pengguna
SIG memerlukan pengguna untuk menjalankan sistemnya. Davis (1996)
dalam Kusnadi (2001) menyatakan bahwa pengguna komputer adalah bagian
terpenting dalam infrastruktur SIG. Jupenlatz dan Tian (1996) dalam Kusnadi
(2001) mengidentifikasikan kategori sumber daya manusia yang berhubungan
dengan SIG, yaitu:
1) Staf operasional (misalnya pengguna akhir dan kartografer).
2) Staf teknik profesional (analis, administrator sistem, programmer,
administrator dan personal database).
3) Personil manajemen (manajer, koordinator penjamin kualitas).

3. Cara Kerja SIG


SIG dapat merepresentasikan real world (dunia nyata) didalam monitor
komputer sebagai mana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di
atas kertas. Tetapi SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibilitas daripada
lembaran peta kertas. Peta merupakan representasi grafis dari dunia nyata; obyek-
obyek yang direpresentasikan di atas peta disebut unsur peta atau map features
(contohnya adalah sungai, taman, kebun, jalan dan lain-lain).
SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsurnya sebagai atribut-atribut
didalam basis data. Kemudian SIG membentuk dan menyimpan di dalan tabel-
tabel yang bersangkutan, dengan demikian atribut-atribut ini dapat di akses dan
unsur-unsur tersebut dapat dicari dan ditemukan berdasarkan atribut-atributnya.
SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-
atributnya dalam satuan yang disebut layer. Sungai, bangunan, jalan, laut, batas-
batas administrasi, perkebunan dan hutan merupakan contoh-contoh layer.
Dengan demikian, perancangan basis data merupakan hasil yang esensial didalam
SIG. Rancangan basis data akan menentukan efektivitas dan efisiensi proses-
proses masukan, pengelolaan, dan keluaran SIG.
Dengan bantuan komputer dan perangkat lunak yang tersedia, kartografer
akan melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan produksi peta seperti:
desain kompilasi, evaluasi data kartografi, dan penyimpanan dalam bentuk data
digital.
Jika subsistem SIG diatas dapat diperjelas berdasarkan uraian jenis
masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada didalamnya, maka subsistem SIG
dapat dilihat pada Gambar 1.

DATA INPUT
• Tabel
• Laporan INPUT
DATA MANAJEMEN &
• Pengukuran lapangan
MANIPULATION
• Data digital lain
• Peta (tematik, topografi, dll) STORAGE ( DATABASE )
• Citra satelit
• Foto udara
• Data lainnya RETRIEVAL

• Peta PROCESSING
• Tabel OUTPUT
• Laporan
• Informasi Digital (Soft Copy)

Gambar 1. Proses Pembangunan Data SIG

Dengan memahami beberapa fungsi tersebut, maka SIG dapat diuraikan


menjadi beberapa sub sistem berikut :
a. data input yaitu mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan data data
atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab
dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data aslinya ke
dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
a. data output, subsistem menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau
sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy
seperti : tabel, grafik, peta dan lain-lain.
b. data management, subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun
atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil,
di update, dan di edit.
c. manipulasi data dan analisis data, subsistem ini menentukan informasi-
informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub sistem ini juga
melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi
yang diharapkan.

4. Pembuatan Peta Digital


Pada dasarnya pemetaan digital terdiri dari tiga operasi, yaitu :
a. pengumpulan data (data capture), dimana termasuk didalamnya konversi data
dari manual ke digital
b. pengelolaan data, dimana data ditransformasi, dimanipulasi dan dibentuk yang
satu ke bentuk yang lain untuk melayani berbagai fungsi yang berbeda.
c. penyajian data dengan teknik komputer grafis untuk penampilan visual di
layar komputer atau metode elektronik untuk mengubah data ke dalam bentuk
yang lain (misal hardcopy).
Menurut Suwardhi (1996) dalam Bertius (2002) bahwa data pengukuran
lapangan diolah dahulu dengan satu perangkat lunak perantara sehingga
dihasilkan koordinat titik-titik detail beserta kodenya dan disimpan dalam bentuk
file di komputer. Pemasukan data hasil pengukuran di lapangan yang sudah ada
dalam bentuk formulir ukuran dilakukan secara manual, kemudian file ini menjadi
dasar bagi perangkat lunak pemetaan digital. Menurut Jupenlatz dan Tian (1996)
dalam Kusnadi (2001) berdasarkan pada perolehan datanya, maka pemetaan
digital dapat dibagi kedalam dua jenis. Yang pertama disebut dengan pemetaan
secara semi digital, karena pengambilan datanya dilakukan secara konvensional
oleh para surveyor. Tetapi untuk verifikasi data dan pemasukan data lapangan ke
dalam format digital dilakukan oleh seorang “site engineer”. Sedangkan untuk
yang kedua disebut dengan pemetaan “fully digital” dimana pengukuran di
lapangan atau perolehan data lapangan dilakukan secara digital kemudian direkam
dalam suatu media tertentu yang dilakukan oleh surveyor yang mapu
mengoperasikan peralatan pengukuran digital tersebut. Pemetaan “fully digital”
ini memang memerlukan waktu yang sangat singkat tetapi harus dipertimbangkan
juga faktor biaya dan organisasi yang baik misalnya melalui data pengideraan
jarak jauh, data total station di lapangan dan lain-lain.
5. Aplikasi SIG Dengan Bidang Kehutanan
Menurut Macfudh dalam Bertius (2002), penetapan sistem informasi
geografis dalam kegiatan kehutanan khususnya pemanfaatan lahan adalah seperti
pengelompokkan lahan baik dari segi pengkelasan secara ekologis, pengkelasan
berdasarkan fungsi pembagian hutan berdasarkan keperluan pengusahaan hutan,
perhitungan ekonomi pembangunan jalan hutan dan lain-lain.
Menurut Sutisna dalam Bertius (2002) dalam bidang kehutanan sistem
informasi geografis mampu memberikan kontribusi pada perencanaan hutan
perhitungan areal efektif, penataan areal kerja, analisa kemampuan dan kesesuaian
lahan), pembukaan wilayah hutan, dan perlindungan hutan.
Pembaharuan peta dan pengukuran areal kerja hutan dapat dilaksanakan
relatif cepat dengan bantuan teknologi SIG dibanding dengan cara pemetaan
tradisional. Percepatan pemetaan dan pembaharuannya secara periodik diperlukan
untuk tindakan preventif dan antisipasi terhadap kecenderungan perubahan hutan
menjadi kategori non hutan (deforestasi dan degradasi hutan, yakni dengan
membandingkan (overlay) multimedia spasial yang ada. Mengingat pentingnya
kegiatan manajemen hutan seperti di atas, maka diperlukan suatu peta untuk
pedoman dalam kegiatannya dilapangan. Pentingnya peta-peta dalam kerja di
bidang kehutanan sudah lama disadari, karena peta merupakan media komunikasi
utama didalam studi sumberdaya hutan (Howard, 1996). Hardjoprajitno, (2000)
peta merupakan duplikat permukaan bumi yang menyajikan data dan informasi
tentang situasi dan kondisi sebagian atau keseluruhan permukaan bumi pada
bidang datar dalam ukuran kecil. Peta memiliki banyak manfaat antara lain
dipergunakan sebagai sumber data dan informasi bagi yang memerlukan yaitu
pengguna peta, sarana bantu bagi penuangan ide/pemikiran dalam rangka
pelaksanaan kegiatan perencanaan serta sebagai sarana bantu dalam rangka
pelaksanaan pengamatan (survei) terhadap areal yang akan diamati. Menurut
Barus dan Wiradisastra dalam Bertius 2002, peta merupakan penyajian secara
grafis dari kumpulan data atau informasi sesuai lokasinya secara dua dimensi.
Informasi adalah bentuk data yang telah dianalisis, berbeda dari data mentah
maupun yang biasanya lebih sering hanya merupakan hasil pengukuran. Dengan
kata lain peta adalah bentuk sajian informasi spasial mengenai permukaan bumi
untuk dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka
pembuatan peta digital mulai berkembang karena mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan peta manual. Kelebihan peta digital adalah lebih cepat
dalam pembuatannya, lebih mudah dalam melakukan perbaikan dan pembaharuan
serta mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan
pemesan (Barus dan Wiradisastra dalam Bertius, 2002).
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW),
Sukabumi, Jawa Barat. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan
November tahun 2005, kegiatan yang dilakukan meliputi pengukuran dan
pengumpulan data tentang penyebaran pohon plus Pinus sp, Agathis dammara,
Schima wallichii dan pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Fisik Remote
Sensing Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB (Desember
2005-Februari 2006).

B. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk penelitian ini terdiri atas Peta Dasar
HPGW, yang terdiri dari : Peta Digital Tata Batas HPGW Tahun 2004 skala
1:5000, Peta Digital Sebaran Vegetasi HPGW Tahun 1982 skala 1:5000, data
Pohon Plus (Laporan Praktek Umum Pembinaan Hutan Program Diploma
Budidaya Hutan Tanaman Fakultas Kehutanan IPB Tahun 2002, 2004 dan 2005),
tally sheet untuk mencatat hasil pengambilan titik koordinat dan pengukuran
pohon plus.
Adapun alat-alat yang dibutuhkan terdiri atas : Global Positioning System
(GPS) Garmin 72, phi band, haga hypsometer, kamera digital, satu unit komputer
untuk mengolah data hasil pengukuran lapangan dengan software Arc View 3.3

C. Metode Penelitian
Secara garis besar ada dua tahapan yang dilakukan yaitu : pengumpulan dan
pengukuran data lapangan, pemrosesan/pengolahan data, pemetaan hasil.
1. Pengumpulan dan Pengukuran Data Lapangan
Untuk mengumpulkan data penelitian tahap-tahap yang dilakukan terdiri atas :
a) Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan data pohon plus Laporan Praktek
Umum Pembinaan Hutan Program Diploma Budidaya Hutan Tanaman Fakultas
Kehutanan IPB Tahun 2002, 2004 dan 2005 yaitu pada areal tegakan Pinus sp
(Pinus), Agathis dammara (Agathis) dan Schima wallichii ((Puspa).
b) Pencatatan Posisi dan Pengukuran Pohon Plus
Penentuan posisi koordinat pohon plus di lapangan berdasarkan data
Laporan Hasil Praktek Umum Pembinaan Hutan Program Diploma III Budidaya
Hutan Tanaman Fakultas Kehutanan IPB Tahun 2002, 2004 dan 2005
mengggunakan unit receiver (penerima) GPS Garmin 72.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan pencatatan posisi koordinat pohon
plus pada lokasi yang ditentukan dengan menggunakan GPS dengan metode
penentuan posisi Stop-and-Go. Pada metode ini titik-titik yang akan ditentukan
posisinya tidak bergerak (statik), sedangkan receiver GPS bergerak dari titik-titik
dimana pada setiap titiknya receiver yang bersangkutan diam beberapa saat di
titik-titik tersebut.
Selama pergerakan antar titik, receiver tidak boleh terputus (GPS dalam
kondisi selalu aktif) dalam pengamatan sinyal dari satelit. Trayektori dari receiver
GPS yang bergerak (moving receiver) antara satu titik dengan titik lainnya,
tidaklah diperlukan. Dalam operasionalisasinya, pada umumnya penentuan posisi
titik-titik koordinat pohon plus dengan metode stop-and-go ini diaplikasikan
dengan moda post-processing, dimana pengolahan data dilakukan di
kantor/laboratorium setelah semua pengamatan selesai dilakukan.
Dengan prosedur lapangan sebagai berikut :
1. Sebelum mulai pencarian koordinat, terlebih dahulu dilakukan pengaturan
komposisi sistem terhadap unit receiver GPS yang meliputi setting negara
(Indonesia), sistem koordinat (UTM), datum WGS 1984, satuan ukuran
metrik.
2. Setiap titik diberikan kode sebagai identitas agar mudah mengidentifikasi titik
tersebut. Selain itu titik tersebut pada saat dipetakan dapat ditambahkan
keterangan-keterangan lain mengenai titik ini.
3. Setelah GPS diaktifkan dan layer menampilkan menu utama maka selanjutnya
tekan tombol enter (penerima sinyal/acquiring satellite). Baru mulai dilakukan
pencarian koordinat pohon plus dengan syarat kondisi GPS selalu aktif dari
station awal sampai dengan titik terakhir.
4. Unit penerima GPS ditempatkan tepat pada lokasi pohon plus tersebut berada.
5. Unit penerima GPS akan menampilkan koordinat titik apabila unit penerima
GPS menerima sinyal minimal dari 4 satelit. Posisi titik diketahui dengan
menekan tombol PAGE sebanyak dua kali, dengan tombol tersebut maka akan
muncul informasi berupa informasi titik yang dicari. Data koordinat yang
dimunculkan pada layer tersebut dicatat secara manual atau dapat juga
disimpan pada unit penerima dan menambahkan informasi koordinat titik
tersebut dengan memilih tombol SAVE pada halaman MARK POSITION.
Pada halaman ini dapat ditambahkan informasi mengenai nama titik dan
memberikan simbol yang sesuai serta diakhiri dengan penyimpanan koordinat
dan informasi titik tersebut dengan memilih SAVE.
6. Untuk menentukan posisi/koordinat titik-titik yang lain dilakukan dengan
mengulang langkah ke-4 dan ke-5.
Pelaksanaan pengukuran dan penentuan posisi pohon plus di lapangan
menggunakan intensitas sampling 100%.

2. Pemrosesan/Pengolahan Data
Melalui perangkat lunak Excel, kegiatan ini dilakukan berdasarkan nilai-
nilai kooordinat pohon plus dari hasil pengukuran di lapangan dengan teknis
pelaksanaannya sebagai berikut :
a. Pasangan nilai koordinat disusun dalam dua kolom
Gambar 2. Koordinat Pohon Plus (Excel)
b. Pasangan-pasangan koordinat tersebut disimpan dalam bentuk dbf file agar
dapat diinput ke Arc view untuk proses overlay.
Tahapan kegiatan ini dapat diuraikan pada diagram berikut :

Persiapan

Input data (manual)

Struktur data (program Excel)

Koordinat posisi pohon plus (UTM)

X,Y

File dbf

Hasil
(siap proses automasi coverage)

Gambar 3. Proses Pengolahan Data Pengukuran Lapangan

Tahap selanjutnya adalah operasi tumpang tindih (overlay) dari data-data


yang sudah ada. Data yang digunakan diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya
terdiri dari Peta Digital Tata Batas HPGW, Peta Digital Sebaran Vegetasi HPGW
dan data hasil pengukuran posisi pohon plus langsung di lapangan (GPS). Bentuk
digital dari peta-peta tersebut dalam komputer disimpan dalam bentuk titik, garis,
atau polygon yang disebut coverage dan sudah berada pada proyeksi bumi
(system proyeksi UTM).
3. Pemetaan Hasil
Untuk membuat produk dari SIG yang berupa peta digunakan software Arc
View, dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :
a. Buka coverage yang akan dibuat peta.
b. Tutup view, double klik lay out (klik new)
c. Klik full size button pada Lay out 1 window untuk membesarkan tampilan lay
out 1.
d. Klik menu lay out kemudian Properties, muncul Lay out Properties, Non
aktifkan Snap to Grind, klik OK.
e. Klik menu Lay out kemudian Page Setup. Isi Page Size sesuai dengan
ukurannya yang diinginkan. Isi units dengan centimeters. Pilih Orientasi
Portrait atau Landscape. Tentukan Margin sesuai ketentuan, klik OK.
f. Buat garis tepi, klik dan tahan tombol Draw point. Klik dan drag di Lay out
page untuk menggambar garis tepi peta. Untuk menentukan ukuran dan posisi
dari garis tepi pilih menu Graphics, kemudian pilih Size and Position,
tentukan posisi garis tepi dari batas tepi kertas atas, bawah, maupun kanan dan
kiri sesuai ketentuan, klik OK. Untuk ukuran ketebalan garis, aktifkan dulu
garis tersebut pilih menu Window. Show Symbol Window (double klik garis
tepi tersebut). Pilih ukuran garis tersebut pada outline. Buat juga kotak untuk
informasi tepi.
g. Setelah garis tepi dibuat, pilih button Viewframe. Kursor akan berubah
menjadi tanda ″+″, klik dan drag kursor tersebut di halaman layout Frame
Peta, muncul View Frame Properties. Pilih View dimana coverage yang akan
dibuat layout ditampilkan, pilih skalanya, kalau ingin mengganti skala sesuai
yang diinginkan, pilih User Specified Scale, klik OK.
h. Untuk membuat skala bar, klik dan drag di area yang akan ada tempatkan
skala grafisnya. Isi Units, dengan kilometer, interval dengan 10, dan left
division 0, klik OK. Scale bar muncul di Page Layout, bila ingin mengedit klik
menu Graphics, Simplify.
i. Setelah tampil petanya dan skala, kita mulai buat judul dengan cara klik button
Text. Ketik judul dari peta tersebut, misalnya ″PETA PENYEBARAN….″
atur Alignmentnya, vertical spasinya sesuai ketentuan, Klik OK. Sesuaikan
font maupun size text judul peta sesrasi mungkin. Kalau ingin memperbesar
Fontnya, pilih menu Window, Show Symbol Window. Tambahkan skala
numerisnya dan text-text lain yang diperlukan seperti lazimnya peta.
j. Langkah selanjutnya adalah membuat Legenda/Keterangan, Klik button
Legenda Frame. Klik dan drag di Layout Page. Isi view frame dengan view 1,
klik OK. Klik menu Graphics kemudian Simplify, untuk merubah letak/posisi
tampilan legenda dan edit teks legendanya. Tambahkan teks ″Keterangan″
k. Untuk membuat Arah Utara, klik button North Arrow klik dan drag di Layout
Page. Pilih bentuk arrow yang tersedia dengan cara kick pilihan tersebut.
Untuk mengedit, klik menu Graphics kemudian Simplify.
l. Buta koordinat dan grid dengan mengaktifkan extension Graticules and
Measures Grid, dibutton muncul icon baru berwarna biru, klik icon tersebut
isi dengan view 1, klik Next klik Label only bila tidak menggunakan garis/grid,
atau Graticule and Label bila dengan grid. Kalau sudah sesuai keinginan klik
Finish.
m. Langkah terakhir cetak, caranya klik File, Print, terlebih dahulu set jenis
printernya.
Tahapan pembuatan peta ini dapat diuraikan sebagaimana bagan berikut :

Pemasukan Data

Data Spasial Data Tabular

1. coverage Potensi
2. coverage Jalan setapak
3. coverage Jalan aspal
4. coverage Jalan tanah
5. coverage Jalan batu
6. coverage Sungai
7. coverage Base Camp
8. coverage Menara TVRI
9. coverage Kopel
10. coverage Gerbang
11. coverage Pengamatan DAS
12. coverage Agro
13. coverage Penangkaran
14. coverage Goa
15. coverage Koordinator Posisi Pohon

Analisis spasial (overlay)

Pembuatan Produk

Peta Penyebaran Pohon Plus Hutan


Pendidikan Gunung Walat, IPB,
Sukabumi, Jawa Barat

Gambar 4. Bagan Alir Pembuatan Peta Penyebaran Pohon Plus Hutan


Pendidikan Gunung Walat
IV. KEADAAN UMUM HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

A. Sejarah
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan hasil dari kerjasama
antara IPB dengan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan Direktorat
Jenderal Kehutanan Republik Indonesia.
Pada tahun 1967 dilakukan penjajagan oleh IPB untuk mengusahakan Hutan
Gunung Walat, kemudian dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Jawatan
Kehutanan Propinsi Jawa Barat tanggal 14 Oktober 1969 No. 7041/IV/2/69 Hutan
Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan. Dalam surat
keputusan itu dinyatakan bahwa pengelolaan, pengamanan, dan segala sesuatu
yang menyangkut kawasan tersebut merupakan tanggungjawab Fakultas
Kehutanan IPB (Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih, 2005).
Sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan tanggal 24
Januari 1973 No. 291/DS/73 dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian
Pinjaman Pakai Tanah Hutan Gunung Walat oleh Kepala Dinas Kehutanan Jawa
Barat dengan Rektor IPB pada tanggal 9 Pebruari 1973. Kemudian keluar Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 008/Kpts/DJ/73 yang menyatakan bahwa IPB
mendapat hak pakai atas hutan pendidikan Gunung Walat (Fahutan IPB, 1978).
Dalam pelaksanaan pengelolaannya IPB mengangkat seorang Kepala Kebun
Percobaan membawahi tiga orang staf pembantu sesuai dengan Surat Keputusan
Dekan Fakultas Kehutanan No.11/Kpts-11/1992 meliputi staf perencanaan, staf
teknik lapangan dan staf pengendalian (Damayanti, 2003).
Selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1992
tentang Penunjukan Komplek Hutan Gunung Walat sebagai Hutan Pendidikan,
pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Walat seluas ± 359 Ha sebagai Hutan
Pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor dan Pusat Pendidikan Latihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK)
Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993 (Damayanti,
2003).
HPGW selanjutnya ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus,
menurut SK Menteri Kehutanan RI No.188/Menhut-II/2005 tanggal 8 Juli 2005
tentang penunjukkan dan penetapan kawasan Hutan Gunung Walat seluas 359 ha
di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk pendidikan dan latihan
Fakultas Kehutanan IPB yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada
Fakultas Kehutanan IPB (Buliyansih, 2005).

B. Letak dan Posisi Geografis


HPGW secara geografis terletak pada 6O53’35”-6°55’10”LS dan
106°47’50”– 106°51’30” BT. Secara administratif, HPGW termasuk dalam
wilayah Kecamatan Cicantayan dan Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi,
Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan pembagian wilayah kehutanannya, HPGW
termasuk wilayah BKPH Cikawung, KPH Sukabumi (Damayanti, 2003).

C. Kondisi Vegetasi
Kondisi penutupan lahan oleh vegetasi di kawasan HPGW sekitar 75 %
adalah hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1958 dengan dominasi jenis
damar (Agathis dammara), tusam-pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia
macrophylla), beberapa jenis pinus asing (P.oocarpa, P.caribaea, P.insularis),
sonokeling (Dalbergia latifolia), rasamala (Altingia excelsa), cendana (Santalum
album), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), jenis-jenis
acacia (Acacia auriculiformis dan A.mangium) (Buliyansih, 2005).
Sejak ditunjuk menjadi hutan pendidikan pada tahun 1969 luas HPGW
menjadi 359 Ha yang dibagi ke dalam 3 blok yaitu :
1. Blok I yang disebut blok Cikatomas seluas 120 Ha.
2. Blok II yang disebut blok Cimenyan seluas 125 Ha.
3. Blok III yang disebut blok Tangkalok atau Seuseupan seluas 114 Ha.

D. Jenis Tanah dan Topografi


Berdasarkan peta tanah Gunung Walat (1981) skala 1 : 10.000, tanah
Gunung Walat termasuk dalam keluarga Tropohumult Tipik (Latosol merah
kekuningan), Tropodult Tipik (Latosol coklat), Dystropept Tipik (Podsolik merah
kuning) dan Tropopent Lipik (Litosol). Tanah latosol merah kekuningan adalah
jenis tanah yang terbanyak, sedangkan di daerah berbatu hanya terdapat tanah
litosol, dan di daerah lembah terdapat tanah podsolik (Marwitha, 1997).
Gunung Walat merupakan sebagian dari pegunungan yang berderet dari
timur ke barat. Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang mengikuti
punggung-punggung bukit yang memanjang dan melandai dari utara ke selatan.
Di bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 mdpl tepat pada titik
triangulasi KQ 2212. Di bagian timur dengan ketinggian 726 mdpl dapat dilihat
pada titik KQ 2213. Hampir seluruh kawasan berada pada ketinggian lebih dari
500 mdpl, hanya lebih kurang 10 % dari bagian selatan berada dibawah ketinggian
tersebut.

F. Iklim dan Curah Hujan


Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di HPGW termasuk
iklim tipe B dengan nilai Q 18,42 % yaitu daerah basah dengan vegetasi masih
hutan hujan tropika. Berdasarkan data curah hujan tahun 1999 s/d 2004, distribusi
curah hujan HPGW DAS Cipeureu, Sukabumi rata-rata tertinggi jatuh pada bulan
Desember yaitu sebesar 453,4 mm dan curah hujan rata-rata terendah jatuh pada
bulan Juli dan Agustus dengan masing-masing nilanya yaitu sebesar 53,18 mm
dan 53,52 mm. Selanjutnya untuk nilai rata-rata bulan basah diperoleh sebesar
289,56 mm dan rata-rata bulan kering sebesar 53,35 mm (Lab.Pengaruh Hutan-
Fahutan IPB,2004 dalam Buliyansih 2005).

G. Aksesibilitas
HPGW terletak lebih kurang 2,5 km ke arah selatan poros jalan raya Bogor-
Sukabumi yang berjarak 55 km dari kota Bogor dan 15 km dari kota Sukabumi
serta berjarak 115 km dari ibukota Jakarta.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan hasil pencarian koordinat pohon plus di areal Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat jumlah total pohon plus yang berhasil
diinventarisasi sebanyak 24 pohon. Terdiri dari 14 pohon dari jenis Pinus merkusii
(Pinus), 6 pohon dari jenis Schima walichii (Puspa), 4 pohon dari jenis Agathis
dammara (Damar) dan selengkapnya disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Jenis Pohon Plus dan Penyebarannya di Hutan Pendidikan Gunung
Walat
Koordinat (UTM)
No. Pohon Plus Jenis
X Y
AG 10 Agathis dammara 701393 9235130
AG 14 Agathis dammara 701496 9235062
AG 15 Agathis dammara 701579 9234980
AG 16 Agathis dammara 701525 9234866
PN 041 Pinus merkusii 702391 9235632
PN 042 Pinus merkusii 702363 9235658
PN 043 Pinus merkusii 702304 9235624
PN 11 Pinus merkusii 701286 9235796
PN 12 Pinus merkusii 701341 9235762
PN 13 Pinus merkusii 701433 9235812
PN 14 Pinus merkusii 701221 9235864
PN 15 Pinus merkusii 701614 9235766
PN 21 Pinus merkusii 702814 9235416
PN 22 Pinus merkusii 702920 9235356
PN 23 Pinus merkusii 702989 9235256
PN 24 Pinus merkusii 702967 9235358
PN 42 Pinus merkusii 702173 9235752
PN 43 Pinus merkusii 702143 9235742
PN 44 Pinus merkusii 702015 9235674
PS 31 Schima walichii 701128 9235548
PS 4907 Schima walichii 701171 9235524
PS 4908 Schima walichii 701172 9235528
PSP 12 Schima walichii 700978 9235480
PSPP 11 Schima walichii 701081 9235598
PSPP 12 Schima walichii 700891 9235458
Keterangan :
AG : Damar (Agathis dammara)
PN : Pinus (Pinus merkusii)
PS, PSP, PSPP : Puspa (Schima wallichii)
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pemberian Skor Pohon Plus HPGW
No.
Pohon D TT TBC BB PC SPC PBG PBH HPC Total
Plus
PN11 15 20 10 30 5 5 5 5 5 100
PN12 25 20 10 30 5 5 2 5 5 107
PN13 20 16 10 30 5 5 2 2 5 95
PN14 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100
PN15 20 12 10 30 5 5 2 2 5 91
PN22 25 8 10 30 5 5 5 2 5 95
PN23 20 12 10 30 5 5 2 2 5 91
PN24 25 16 10 30 5 5 5 2 5 103
PN041 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100
PN042 15 16 10 30 5 5 2 2 5 90
PN043 25 16 10 30 5 5 2 5 5 103
PN42 25 12 10 30 5 2 5 2 5 96
PN43 25 20 10 30 5 5 5 5 5 115
PN44 20 20 10 30 5 2 5 5 5 97
PS31 20 20 10 30 5 5 5 2 5 97
PS4907 25 20 10 25 5 5 5 2 5 102
PS4908 25 20 10 25 2 5 5 2 5 99
PSP12 15 16 10 25 5 5 5 2 5 88
PSPP11 15 16 10 25 2 5 5 5 5 88
PSPP12 15 16 10 25 5 5 2 5 5 88
AG10 25 20 10 30 5 2 5 5 5 107
AG14 25 20 10 30 5 2 5 5 5 107
AG15 20 20 10 30 5 5 2 2 5 99
AG16 25 16 10 30 5 5 2 2 5 100
Keterangan :
D=Diameter, TT=Tinggi Total, TBC=Tinggi Bebas Cabang, BB=Bentuk Batang,
PC=Percabangan, SPC=Sudut Percabangan, PBG=Pembungaan, PBH=Pembuahan,
HPC=Hama,Penyakit dan Cacat Lain
Tabel 2 di atas menunjukkan hasil dari perhitungan pemberian skor pohon
plus untuk masing-masing karakter dari tiap-tiap jenis yang ada di HPGW dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Dc
1. Diameter (D) = × 100%
Dp.rata 2
TTc
2. Tinggi Total (TT) = × 100%
TTp.rata 2
TBCc
3. Tinggi Bebas Cabang (TBC) = × 100%
TBCp.rata 2
Keterangan :
C = Calon Pohon Plus
P = Pohon Pembanding
serta mengacu pada kriteria pemberian nilai calon pohon plus seperti yang
tercantum pada Lampiran 5.
Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa skor pohon plus yang tertinggi
dimiliki oleh tegakan Pinus merkusii (Pinus). yaitu PN43 dengan skor 115, skor
pohon plus terendah dimiliki oleh tegakan Schima wallichii (Puspa) yaitu PSP12,
PSPP11, PSPP12 dengan skor 88. Khusus untuk pohon plus Puspa ada sedikit
hambatan dalam penentuan pohon plus, hal ini dikarenakan hampir semua pohon
puspa bentuk batangnya tidak lurus dan bercagak. Sehingga dipilih pohon yang
bercagak tapi dengan skor yang paling tinggi.
Sedangkan peta penyebaran pohon plus dengan skala 1:25000 disajikan
pada Gambar 5 di bawah ini. Peta penyebaran tersebut diperoleh dari hasil proses
tumpang tindih (overlay) beberapa peta dasar digital HPGW dengan hasil
pencarian koordinat pohon plus di lapangan menggunakan GPS GARMIN 72.
Peta dasar dan peta koordinat pohon plus yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 6, 7, dan 8 secara berturut-turut di bawah ini.

B. Pembahasan
Menurut data pohon plus yang diperoleh dari Laporan Praktek Umum
Pembinaan Hutan Program Diploma Budidaya Hutan Tanaman Fakultas
Kehutanan IPB Tahun 2002 pemilihan pohon plus dilakukan pada tegakan
Agathis dammara (Damar), Tahun 2004 pada tegakan Schima wallichii (Puspa)
dan Tahun 2005 pemilihan pohon plus dilakukan pada tegakan Pinus merkusii
(Pinus) dengan masing-masing tahun tanamnya untuk Damar tahun 19651-1952,
Puspa tahun 1965-1970 dan Pinus tahun 1967-1968.
Adapun kriteria standar dari pemilihan pohon plus adalah :
1. Mempunyai diameter batang yang cukup besar dan bentuknya lurus
2. Mempunyai ketinggian (tinggi total) yang lebih bila dibandingkan dengan
yang lainnya
3. Pohon tersebut tidak terserang hama dan penyakit serta cacat lain
4. Batang mempunyai sedikit mata kayu dan percabangannya baik
5. Mempunyai sudut percabangan horizontal
Penentuan pohon plus harus melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Pemilihan calon pohon plus dan pohon pembanding
2. Pengukuran dan pengamatan terhadap calon pohon plus dan pohon
pembanding
3. Penilaian dan penentuan pohon plus berdasarkan kriteria pemberian nilai
pohon plus dan pohon pembanding
Jika dilihat dari tabel rekapitulasi hasil pemberian nilai pohon plus HPGW
seperti tersebut di atas didapatkan perbedaan nilai tertinggi dan terendah dari hasil
skoring pohon plus yang disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh dan pH
tanah. Tempat tumbuh yang lebih tinggi mempunyai tingkat kesuburan yang
kurang bila dibandingkan dengan tempat tumbuh yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan tanah pada tempat tumbuh yang tinggi sering mengalami pengikisan
pengaruh dari kelerengan tanah sehingga ikut terbawa ke lapisan bawah yang
mengakibatkan tanah di lapisan bawah lebih subur dan sesuai untuk pohon plus.
Untuk pH tanah, semakin tinggi pH tanah maka pertumbuhan pohon di atas tanah
tersebut menjadi semakin baik.
Berdasarkan data laporan dan keterangan dari petugas lapangan, jumlah
pohon plus yang ditemukan di lapangan tidak sesuai dengan jumlah total pohon
plus yang sebenarnya dimiliki HPGW yaitu kurang lebih 60 pohon plus.

Ketidaksesuaian data pohon plus ini disebabkan oleh beberapa hal antara
lain :
a. Belum tersedianya data base yang cukup akurat mengenai keberadaan pohon
plus di areal HPGW dan pengorganisasian datanya yang dirasa masih kurang
baik dikarenakan data tersebut tidak berada pada satu tempat melainkan
terpisah-pisah sehingga mengalami kesulitan dalam pengumpulan data dan
pada saat pengecekan di lapangan.
b. Dalam kegiatan penentuan posisi pohon plus, pada prakteknya banyak data
pohon plus yang lokasinya tidak dapat ditemukan di lapangan, dimana secara
fisik papan keterangan yang merupakan petunjuk tentang pohon plus sudah
banyak yang hilang. Sehingga ketika dilakukan inventarisasi dan identifikasi
terhadap pohon plus di lapangan jumlah pohon plus yang berhasil diperoleh
sedikit sekali.
c. Kurangnya pemeliharaan terhadap pohon plus yang sudah ada terlihat dari
penampakan fisiknya.
Pemilihan pohon plus itu sendiri bersifat subyektif tergantung penggunaan
atau pengusahaannya serta syarat-syarat tentang kualitas yang dikehendaki.
Misalnya untuk pembuatan kertas perlu penelitian tentang serat dan berat
jenisnya, selain daripada kriteria dasar seperti di atas. Kriteria pemilihan pohon
plus tersebut akan berbeda jika pengusahaannya untuk penghasil buah antara lain
pertumbuhan baik, buah lebat, cabang pendek sehingga mudah dipanjat, cukup
tua. Sedangkan kriteria pohon plus untuk tujuan penghasil kayu antaralain
pertumbuhan tinggi&diameter di atas rata-rata, batang lurus, batang bebas cabang
tinggi, tajuk normal sesuai dengan karakter jenis, bebas hama&penyakit, sudah
berbunga, mutu kayu baik, cukup tua. Akan tetapi perbedaan tujuan pengusahaan
pohon plus tersebut pada dasarnya semuanya mengacu kepada kriteria standar
pemilihan pohon plus seperti yang sudah tersebut di atas, karena semua
karakter/kualitas yang diinginkan dari suatu pohon plus untuk masing-masing
tujuan pengusahaan sudah tercakup dalam kriteria tersebut.
Keberadaan pohon plus yang berkaitan langsung dengan kegiatan pemuliaan
pohon dalam pembangunan hutan sangat diperlukan dalam menentukan jenis
tanaman yang sesuai, provenansi terbaik dari jenis tanaman yang sesuai dan
individu terbaik dalam provenansi terbaik sesuai dengan sifat-sifat yang
diinginkan sehingga akan meningkatkan nilai dari suatu jenis yang di
kembangkan. Informasi yang diperoleh dari pohon plus tersebut akan diwujudkan
dalam bentuk sumber benih sesuai dengan materi yang tersedia dan kualitas yang
diinginkan.
Tujuan pemuliaan pohon plus jenis Pinus merkusii (Pinus) yang dilakukan
oleh HPGW adalah untuk meningkatkan produksi kayu dan getah dengan cara
perbaikan bentuk batang dan mencari pohon-pohon yang tinggi produksi
getahnya. Pemuliaan pohon plus Agathis dammara (Damar) bertujuan untuk
peningkatan hasil kopal dan produksi kayu. Sedangkan untuk jenis Schima
wallichii (Puspa) tujuannya yaitu untuk meningkatkan produksi kayu.
Keberhasilan dari adanya pohon plus melalui program pemuliaan pohon
tersebut telah terbukti di beberapa negara seperti Pinus taeda di Amerika Serikat
bagian selatan yang pada generasi I telah meningkatkan volume 10-25 %, Pinus
radiata yang sukses di New Zealand dan Pinus elliottii di Australia yang dapat
meningkatkan volume sampai 30 % (Pusat Perbenihan Kehutanan Direktorat
Jenderal Kehutanan, 1979). Keberhasilan tersebut bukan terjadi karena secara
kebetulan tetapi melalui suatu proses yang sistematis dan memakan waktu yang
relatif panjang.
Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan keberadaan pohon plus
khususnya di Hutan Pendidikan Gunung Walat belum dapat di akses secara
maksimal karena belum tersedianya data yang akurat yang memuat tentang pohon
plus dan lokasi penyebarannya. Padahal pohon plus ini akan dapat memberikan
peran yang sangat penting dalam kaitannya pengadaan dan pengelolaan kebun
benih di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Sumber data akurat yang dimaksud
adalah adanya peta lokasi penyebaran pohon plus baik peta digital maupun peta
analog.
Dari hasil kegiatan pencatatan posisi pohon plus di lapangan dan proses
pengolahannya dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis
dengan peta dasar yaitu peta digital Tata Batas dan Vegetasi HPGW yang sudah
ada terlihat hasilnya tidak mengalami kesalahan, dalam pengertian nilai koordinat
pohon plus yang diambil dengan GPS posisi/letaknya tepat dan sesuai dengan peta
dasar yang ada, sehingga tidak perlu dilakukan koreksi. Ketelitian dari hasil
pembuatan peta penyebaran pohon plus ini disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain :
a. Ketelitian data yang digunakan yaitu peta dasar sebagai acuan dalam
pencatatan posisi koordinat pohon plus di lapangan dan proses pemetaan
pohon plus merupakan peta hasil penelitian sebelumnya yang sudah
mengalami pengkoreksian.
b. Geometri dan distribusi dari satelit-satelit yang teramati oleh receiver (GPS)
cukup banyak sehingga mempercepat waktu pengamatan.
c. Metode penentuan posisi yang digunakan adalah metode Stop-and-Go, metode
ini dapat dilakukan per titik tanpa bergantung pada titik lainnya, titik-titik
yang akan ditentukan posisinya tidak bergerak (statik), sedangkan receiver
GPS bergerak dari titik-titik dimana pada setiap titik nya receiver yang
bersangkutan diam beberapa saat di titik-titik tersebut. Trayektori dari receiver
yang bergerak antara satu titik dengan titik lainnya, tidaklah diperlukan,
meskipun pada prinsipnya teramati. Oleh sebab itu pengamat relatif bebas
dalam memilih rute pergerakannya dan tingkat akurasi yang diperoleh dengan
metode ini relatif kecil.
d. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dapat mempermudah dalam proses
pembuatan peta penyebaran pohon plus
e. Strategi pemrosesan data yang dilakukan yaitu moda post processing, dimana
pengolahan data dilakukan di kantor setelah semua pengamatan selesai
dilakukan.
Untuk Gambar 5. Peta Penyebaran Pohon Plus di HPGW Tahun 2005
Gambar 6. Peta Sebaran Vegetasi HPGW Tahun 1982
Gambar 7. Peta Tata Batas HPGW Tahun 2004
Gambar 8. Peta Lokasi Pohon Plus HPGW Tahun 2005
Berada pada folder yang terpisah.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penentuan posisi pohon plus di lapangan diperoleh jumlah
total pohon plus di areal HPGW yaitu 24 pohon, terdiri dari 14 pohon jenis
Pinus merkusii (Pinus), 6 pohon jenis Schima walichii (Puspa), dan 4 pohon
jenis Agathis dammara (Damar).
2. Pemilihan pohon plus bersifat subyektif tergantung penggunaan atau
pengusahaannya serta syarat-syarat tentang kualitas yang dikehendaki.
3. Kriteria dasar pemilihan pohon plus antara lain memiliki diameter yang besar
dan lurus, tinggi total pohon yang lebih dibandingkan pohon pembandingnya,
tidak terserang hama dan penyakit/cacat lain, percabangan baik, dan sudut
percabangannya horizontal.
4. Pohon plus memiliki peran yang sangat penting dalam rangka menghasilkan
benih unggul yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan kebun benih.
5. Keberadaan sumber data yang akurat tentang pohon plus sangat dibutuhkan
terutama peta lokasi penyebaran pohon plus itu sendiri.
6. Sistem Informasi Geografis merupakan media komunikasi yang penting dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan karena dapat menyajikan peta dalam
bentuk digital secara cepat dan mudah.
7. Ketelitian dari hasil proses pembuatan peta penyebaran pohon plus bergantung
pada beberapa faktor antara lain ketelitian data yang digunakan, geometri dan
distribusi satelit, metode penentuan posisi yang digunakan, pemanfaatan
Sistem Informasi Geografis serta strategi pemrosesan data.

B. Saran
1. Perlu adanya tindak lanjut mengenai pemeliharaan dan pemanfaatan pohon
plus secara maksimal di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
2. Pemanfaatan teknologi Sistem Informasi Geografis dapat membantu dan
mempermudah kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan khususnya berkaitan
dengan ketersediaan data dan informasi tentang potensi yang ada di HPGW .
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Hasanuddin Z 1995. Penentuan Posisi Dengan GPS Dan Aplikasinya.


Pradnya Paramita. Jakarta.

Abidin, Hasanuddin Z 1999. Aplikasi Teknologi GPS Dalam Bidang Kehutanan.


Dalam Kumpulan Makalah Aplikasi Teknologi GPS Dalam Penataan
Batas Areal Hutan Dan Hasil Kegiatan HTI. Disampaikan Dalam
Workshop Yang Diselengggarakan BLK-Adi Sanggoro. Darmaga. Bogor.

Abidin, Hasanuddin Z 2002. Penentuan Posisi Dengan GPS Dan Aplikasinya.


Pradnya Paramita. Jakarta.

Abidin, Hasanuddin Z 2002. Survei Dengan GPS. Pradnya Paramita. Jakarta.

Anonimous, 1972. Jenis-Jenis Kayu Terpenting Dalam Perdagangan Kayu Di


Indonesia. Direktorat Pemasaran. Dirjen Kehutanan. Departemen
Pertanian. Jakarta.

Aronoff, Stan. 1989. Geographics Information Systems : A Management


Perspective. WDL Publications. Ottawa. Canada.

Badan Penelitian Dan Pengembangan, Departemen Kehutanan. 1989. Atlas Kayu


Indonesia Jilid II. Bogor. Indonesia.

Barus, B dan U. S. Wiradisastra. 1997. Sarana Manajemen Sumberdaya.


Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bertius. 2002. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Untuk Menduga Luas


Efektif Kompartemen Berdasarkan Identifikasi Lebung Dam Areal Tidak
Efektif Lainnya (Studi Kasus Pada PT. Surya Hutani Jaya II Menamang,
Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi Kalimantan Timur). Skripsi.
Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Buliyansih, Asri. 2005. Penilaian Dampak Kebakaran Terhadap Makrofauna


Tanah Dengan Metode Forest Health Monitoring. Skripsi. Departemen
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. (Tidak
Diterbitkan).

Damayanti. E. K. 2003. Pengelolaan Hutan Secara Lestari Berbasiskan Tumbuhan


Obat : Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, IPB. Thesis
Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Direktorat Perbenihan Hutan. 2004. Kamus Pemuliaan Pohon. Dirjen Rehabilitasi


Lahan Dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Djamhuri, Edje. 2005. Materi Praktek Perbenihan Tanaman Hutan. Panduan
Praktek Umum Pembinaan Hutan. Program Diploma III Budidaya Hutan
Tanaman. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fakultas Kehutanan IPB. 1978. Pola Umum Pembangunan HPGW. Fakultas


Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Faktoria, Ciska. 2004. Penataan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat


Dalam Rangka Pemanfaatan Hutan. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.

Harahap, RMS dan Hendi Suhaendi. 1978. Hasil-Hasil Penelitian Pemuliaan


Pohon Hutan Di Indonesia. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.

Hardiana, Dian. 2002. Pemanfaatan SIG Dalam Pembuatan Peta Penyebaran


Hutan Nipah (Nypa frutican. Wurmb) di Sepanjang Sungai Terusan,
Kecamatan Cijulang Kabupaten Ciamis. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan
Produksi. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Hardjoprajitno, 2000. Peran Survei Dan Pemetaan Kehutanan Dalam Menjaga


Kelestarian Hutan Sebagai Bahan Masukan Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Majalah Ilmiah Globe. Vol 2 No.1. Hal 6-13.

Howard, John. A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan Teori Dan
Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jaya, I. N. S. 1996. Bahan Kuliah Perencanaan Hutan. Fakultas Kehutanan.


Institut Pertanian Bogor. Bogor.

____________. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan.


Laboratorium Inventarisasi SDH. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Kumpulan Makalah Pemuliaan Pohon, 1997. Badan Penelitian Dan


Pengembangan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.

Kusnadi, 2001. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Kegiatan


Penatagunaan Hutan Areal Eks HPH PT. Hutan Emas Kalimantan Tengah.
Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. (Tidak Diterbitkan).

Lembaga Penelitian Hutan. 1975. Pedoman Seleksi Pohon. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.

Martawijaya, Abdurahim., Kartasujana dan Suwanda. 1981. Atlas Kayu Indonesia


Jilid I. Balai Peneitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
Marwitha, J. 1997. Penerapan Sistem Informasi Geografis untuk Mendukung
Kegiatan Perencanaan dan Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Diterbitkan).
Munajat, Indra. 2004. Studi Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal Di
Hutan Pendidikan IPB Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Skripsi
Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. (Tidak
Diterbitkan).
Pusat Perbenihan Kehutanan. 1979. Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta.

Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.


Informatika Bandung. Bandung.

____________. 2002. Tutorial Arcview. Informatika Bandung. Bandung.

____________. 2004. Sistem Informasi Geografis Tools dan Plug-ins.


Informatika. Bandung. Bandung.

Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian HTI Bagian Timur. 2003. Departemen
Kehutanan. Banjar Baru.

Samingan, T. 1982. Dendrologi. Bagian Ekologi. Fakultas Pertanian. IPB.


Gramedia. Jakarta.

Soerianegara, I. dan E. Djamhuri. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan. Departemen


Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Zobel, Bruce and Jon Talbert. 1966. Applied Forest Tree Improvement. John
Wiley&Sons. New York.

Anda mungkin juga menyukai