Anda di halaman 1dari 115

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI BIODIESEL

TERPADU DARI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L) DI KAWASAN


PABRIK GULA JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT

Oleh
EUIS ROHMAWATI
F34102033

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI BIODIESEL
TERPADU DARI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L) DI KAWASAN
PABRIK GULA JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
EUIS ROHMAWATI
F34102033

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI BIODIESEL


TERPADU DARI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L) DI KAWASAN
PABRIK GULA JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
EUIS ROHMAWATI
F34102033

Dilahirkan di Sukabumi, pada tanggal 8 Juni 1983


Tanggal lulus : 2 Februari 2007

Disetujui,
Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Sukardi, MM Ir. Saptariyanti A.K. Puteri


Dosen Pembimbing I Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi


Kelayakan Pendirian Industri Biodiesel Terpadu dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L) di
Kawasan Pabrik Gula Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat adalah hasil karya saya sendiri
dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya.

Bogor, 5 Februari 2007


Yang membuat pernyataan,

Euis Rohmawati
F 34102033
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 8 Juni 1983. Penulis


merupakan anak anak pertama, putri dari pasangan Bapak Jemi
Saelan dan Ibu Hj. P. Nurjanah. Pada tahun 1996, penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Parakan Lima II.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 13
Sukabumi pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di SMUN 3 Sukabumi dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis
diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Semasa kuliah penulis pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Lepas
Landas Sarjana 2004 sebagai anggota divisi dokumentasi dan publikasi. Anggota divisi
dokumentasi dan publikasi hari warga industri (HAGATRI) 2004. Penulis pernah
menjadi staff kewirausahaan pada BEM FATETA tahun 2003.
Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2005 dengan topik
Mempelajari Proses Pasca Panen Padi dan Manajemen Pergudangan di Berindo Unit
Pabrikasi Perum BULOG, Subang Jawa Barat . Penulis juga pernah mengikuti program
Magang Kerja di PT. RNI pada bulan Juni-Juli 2006. Untuk menyelesaikan studi pada
departemen Teknologi Industri Pertanian penulis melakukan penelitian yang dituangkan
dalam skripsi berjudul Studi Kelayakan Pendirian Industri Biodiesel Terpadu dari Jarak
Pagar (Jatropha curcas L) di Kawasan Pabrik Gula Jatitujuh, Majalengka Jawa Barat .
Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan strata-1 dengan gelar Sarjana
Teknologi Pertanian.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT, karena
atas limpahan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Studi Kelayakan Pendirian Industri Biodiesel dari Jarak Pagar
(Jatropha curcas L) di Kawasan Pabrik Gula Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat.
Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Industri
Pertanian di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Studi kelayakan merupakan perencanaan untuk mengetahui kelayakan dari suatu
pendirian industri dengan cara melakukan analisis terhadap aspek-aspek yang
mempengaruhi. Pada umumnya, studi ini dilakukan secara kerja tim, namun penulis
mencoba untuk membuat studi ini sebagai suatu skripsi. Karena pengerjaan studi ini
berupa perorangan, maka terdapat keterbatasan penguasaan dalam pengkajiannya. Masih
terdapat aspek-aspek lain yang belum dikaji ataupun belum secara mendalam
pengkajiannya.
Industri biodiesel dari jarak pagar yang dikaji tergolong industri baru yang
potensial didirikan di Indonesia. Biodiesel dari jarak pagar baru dikenal setelah adanya
krisis BBM pada tahun 2005. Selain adanya dukungan pemerintah untuk memanfaatkan
penggunaan bahan bakar alternatif, di Indonesia masih terdapat lahan kritis yang bisa
dimanfaatkan untuk pengembangan jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel. Selama ini
tanaman jarak pagar belum termanfaatkan, hanya digunakan sebagai pagar dan belum
diusahakan secara khusus. Dengan adanya industri ini, maka diharapkan jarak pagar
dapat memberikan nilai tambah yang tinggi.
Akhir kata dengan seluruh usaha yang dilakukan dalam penyelesaian skripsi ini
tidak terlepas dari kesalahan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2007
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Karya ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis ingin memberikan ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Sukardi, MM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan nasehat kepada penulis selam belajar di IPB.
2. Ir. Saptariyanti A. K. Puteri selaku pembimbing penelitian ynag telah
memberikan bimbingan dan pelajaran kepada penulis.
3. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
masukan untuk skripsi.
4. Bapak. Agung P. Murdanoto, Deputi Direktur Pengembangan Usaha Agro PT.
RNI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
5. Mamah tercinta Hj. P. Nurjanah yang selama ini telah memberikan dukungan dan
motivasi baik secara material maupun spiritual.
6. Keluarga Besar Hj. Nurhayati atas semua do a dan dukungannya.
7. Andri Irawan atas semua perhatian, bantuan dan motivasi selama ini.
8. Staf divisi pengembangan usaha agro PT. RNI atas semua bantuannya.
9. Sahabatku Asti, Afni, Vina, Wiwi, terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya
selama ini.
10. Hera, Arban, Ryan, Hari, nuhun atas bantuan dan sarannya.
11. Teman Sebimbingan (Hani, Novi, Asep) terima kasih atas bantuannya selama ini.
12. Teman seperjuangan magang di PT. RNI (Asep, Adrin, Irfan, Monyonk, Lutfi),
terima kasih atas kebersamaannya.
13. Seluruh Staf AJMP dan TU Departement TIN, yang telah banyak membantu.
14. Mba Ania GFM 37 dan Dwi, terima kasih atas bantuannya.
15. TINERS 39, terima kasih atas hari-hari yang indah selama ini .Semangat!!!
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR TABEL....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... . 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................. . 3
C. Ruang Lingkup ...................................................................................... . 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jarak Pagar (Jatropha curcas L) ............................................................. 5
B. Budidaya Tanaman Jarak Pagar............................................................. 6
C. Minyak Jarak Pagar .............................................................................. 12
D. Biodiesel................................................................................................ 13
E. Kajian Pendirian Industri...................................................................... 15
1. Aspek Pasar dan Pemasaran........................................................... 15
2. Aspek Teknis dan Teknologis........................................................ 16
3. Aspek Manajemen Operasional..................................................... 16
4. Aspek Legalitas .............................................................................. 17
5. Aspek Lingkungan.......................................................................... 17
6. Aspek Finansial .............................................................................. 18

III. METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 19
B. Pendekatan Studi Kelayakan.................................................................... 19
C. Metode Penelitian ..................................................................................... 22
1. Pengumpulan Data......................................................................... 22
2. Analisis Data ................................................................................. 22
a. Analisis Pasar dan Pemasaran ................................................. 22
b. Analisis Teknis dan Teknologis.............................................. 22
c. Analisis Manajemen Operasi .................................................. 23
d. Analisis Legalitas dan Lingkungan......................................... 24
e. Analisis Finansial..................................................................... 24

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Aspek Pasar dan Pemasaran..................................................................... 28
1. Perkembangan Produksi Biodiesel................................................ 28
2. Strategi Pembentukan dan Pengembangan Pasar Biodiesel........ 30
3. Strategi Bauran Pemasaran............................................................ 32
B. Aspek Teknis dan Teknologis.................................................................. 38
1. Bahan Baku ........................................................................................ 38
2. Kapasitas Produksi ............................................................................. 39
3. Lokasi Pabrik ...................................................................................... 40
4. Teknologi Proses ................................................................................ 40
5. Penentuan Tata Letak Pabrik ............................................................. 48

C. Aspek Manajemen dan Operasional........................................................ 53


a. Struktur Organisasi ......................................................................... 53
b. Tabulasi Kebutuhan Tenaga Kerja .................................................... 55
c. Deskripsi Pekerjaan ........................................................................... 56
d. Ketentuan Ketenagakerjaan ............................................................... 57

D. Aspek Legalitas......................................................................................... 58
a. Badan Usaha ..................................................................................... 58
b. Perizinan ........................................................................................... 58
c. Peraturan Pemaerintah ..................................................................... 61
d. Pajak ................................................................................................ 62

E. Aspek Lingkungan.................................................................................... 63
1. Studi Aspek Lingkungan.................................................................... 63
2. Limbah yang dihasilkan ..................................................................... 65

F. Aspek Finansial ........................................................................................ 66


1. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan............................................ 68
2. Biaya Investasi .................................................................................... 68
3. Harga dan Prakiraan Penerimaan....................................................... 70
4. Proyeksi Laba Rugi ............................................................................ 74
5. Proyeksi Arus Kas .............................................................................. 74
6. Titik Impas .......................................................................................... 75
7. Kriteria Kelayakan Investasi.............................................................. 75
NPV, IRR, dan Net B/C ..................................................................... 76
PBP ...................................................................................................... 77
8. Analisa Sensitivitas............................................................................... 77
9. Perbandingan pemakaian solar dengan biodiesel pada PG RNI........ 79

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan............................................................................................... 80
B. Saran ....................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 82
LAMPIRAN ....................................................................................................... 85
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Pemakaian bahan bakar solar pada lima unit PG PT.RNI 2001-2005 .. 3
Tabel 2. Komposisi unsur bagian biji jarak pagar................................................. 6
Tabel 3. Komposisi asam lemak bebas dalam minyak jarak pagar...................... 13
Tabel 4. Perbedaan minyak jarak dan minyak diesel............................................ 13
Tabel 5. Standar Mutu Biodiesel Eropa, Amerika, dan Indonesia ....................... 14
Tabel 6. Kebutuhan ruang produksi pengolahan jarak pagar ............................... 51
Tabel 7. Kebutuhan ruang pabrik industri pengolahan jarak pagar ..................... 52
Tabel 8. Tabulasi kebutuhan Tenaga Kerja ........................................................... 56
Tabel 9. Tarif pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan
No.17 tahun 2000 ....................... ............................................................. 63
Tabel 10. Struktur pembiayaan industri biodiesel................................................. 68
Tabel 11. Komposisi modal kerja ............ ............................................................. 69
Tabel 12. Biaya investasi kebun jarak...... ............................................................. 70
Tabel 13. Biaya Investasi Pabrik .............. ............................................................. 70
Tabel 14. Perhitungan titik impas produksi biodiesel........................................... 74
Tabel 15. Penilaian kriteria investasi ....... ............................................................. 76
Tabel 16. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya operasional dan
penurunan harga jual ................. ............................................................. 77
Tabel 17. Harga BBM untuk industri....... ............................................................. 78
Tabel 18. Perbandingan biaya pemakaian solar dan biodiesel ............................ 78
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Pohon dan buah Jatropha curcas L ................................................... 6
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian ............................................................ 20
Gambar 3. Diagram tahapan persiapan suatu rencana investasi proyek .............. 21
Gambar 4. Flowchart analisis aspek teknis teknologis......................................... 23
Gambar 5. Flowchart analisis aspek manajemen dan operasi.............................. 24
Gambar 6. Grafik Analisa Break Event Point (BEP)............................................ 26
Gambar 7. Produk dan kemasan biodiesel............................................................. 35
Gambar 8. Diagram alir perhitungan harga akhir biodiesel.................................. 35
Gambar 9. Diagram alir proses ekstraksi minyak jarak ........................................ 42
Gambar 10. Reaksi Esterifikasi dan Transesterifikasi .......................................... 45
Gambar 11. Neraca massa pembuatan biodiesel .................................................. 47
Gambar 12. Neraca energi ....................... .............................................................48
Gambar 13. Bagan keterkaitan antar aktivitas....................................................... 49
Gambar 14. Diagram keterkaitan antar aktivitas................................................... 50
Gambar 15. Alokasi area industri biodiesel jarak pagar ....................................... 53
Gambar 16. Struktur Organisasi .............. ............................................................. 55
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Bagan eksploitasi jarak pagar............................................................ 85
Lampiran 2. Tanaman penghasil minyak nabati di Indonesia .............................. 86
Lampiran 3. Lokasi penanaman jarak pagar PT RNI........................................... 87
Lampiran 4 Perhitungan produktivitas dan bahan baku...................................... 88
Lampiran 5a.Mesin Expeller with cooking kettle dan filter press ....................... 89
Lampiran 5b.Reaktor transesterifikasi ..... ............................................................. 90
Lampiran 6. Diagram alir pembuatan biodiesel ................................................... 91
Lampiran 7. Biaya tenaga kerja................ ............................................................. 93
Lampiran 8. Peraturan pemerintah ........... ............................................................. 94
Lampiran 9. Biaya pemeliharaan, asuransi dan penyusutan................................ 106
Lampiran 10. Biaya Operasi pabrik ......... ............................................................. 107
Lampiran 11. Perhitungan laba rugi......... ............................................................. 108
Lampiran 12. Proyeksi arus kas............... ............................................................. 109
Lampiran 13. Perhitungan kriteria investasi.......................................................... 110
Lampiran 14.Analisis senstivitas terhadap kenaikan biaya operasional
49,00 persen ......................... ............................................................. 111
Lampiran15. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya
operasional 49,01 persen..... ............................................................. 112
Lampiran 16. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan
harga jual 32,04 persen........ ............................................................. 113
lampiran 17. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga
jual terhadap 32,05 persen .. ............................................................. 114
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Studi kelayakan merupakan suatu analisis perencanaan yang sistematis
dan mendalam atas setiap faktor yang mempunyai pengaruh terhadap
kemungkinan proyek mencapai sukses. Semua data, fakta dan berbagai
pendapat yang dikemukakan dalam studi kelayakan tersebut akan menjadi
dasar dalam pengambilan keputusan apakah proyek yang bersangkutan akan
direalisasikan, dibatalkan, atau direvisi. Proyek terdiri dari tahapan pra-
konstruksi (pra investasi), tahapan konstruksi-implementasi (investasi), dan
tahapan operasi. Studi kelayakan merupakan langkah akhir dari tahapan pra-
konstruksi dan secara teoritis merupakan penentu perlu tidaknya proyek
dilanjutkan (Soeharto, 2000).
Pada bulan Mei 2005, di Indonesia terjadi demam jarak . Tanaman
jarak yang muncul pada tahun tersebut dikenal dengan sebutan Jarak Pagar .
Selama ini, tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) hanya ditanam sebagai
pagar dan tidak diusahakan secara khusus. Menurut Hariyadi (2005) secara
agronomis, tanaman jarak pagar dapat beradaptasi dengan lahan maupun
agroklimat di Indonesia, bahkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada
kondisi kering (curah hujan < 500 mm per tahun) maupun pada lahan dengan
kesuburan rendah (lahan marjinal dan lahan kritis).
Pada saat krisis BBM 2005, jarak pagar diingat karena minyak
lampunya. Ternyata minyak nabati yang dihasilkan jarak pagar dapat diolah
menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi, pengganti energi fosil (solar,
minyak tanah, dan minyak bakar). Jarak pagar mampu menjadi sumber energi
alternatif dan bahan bakar hayati (biodiesel) sehingga jarak pagar menjadi
sumber energi terbarukan (renewable energy), atau lebih tepatnya energi hijau
yang terbarukan-Bio Fuel. Selain dijadikan bahan bakar (biodiesel), jarak
pagar juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk farmasi, pupuk, dan
pakan ternak, selengkapnya dapat dilihat pada bagan eksploitasi jarak pagar
(Lampiran 1).
Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk ke dalam
kelompok bahan bakar nabati (BBN). Minyak nabati lain yang dapat diolah
menjadi biodiesel selain dari minyak jarak pagar antara lain minyak sawit,
minyak kelapa, dan minyak kedelai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 2. Biodiesel merupakan bahan bakar ideal untuk industri dan
transportasi karena dapat digunakan sebagai pencampur solar untuk mobil,
mesin diesel dan mesin-mesin pertanian. Biodiesel mempunyai banyak
keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi. Selain
biodiesel dapat diperbaharui, juga dapat memperkuat perekonomian negara
serta menciptakan lapangan kerja.
PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) merupakan BUMN yang
bergerak di bidang agroindustri, farmasi dan alat kesehatan, serta perdagangan
umum. PT. RNI merupakan perusahaan induk (Holding Company) yang
memiliki 15 anak perusahaan diseluruh Indonesia. Unit usaha yang
dikembangkan adalah industri gula; kelapa sawit, karet dan teh; hortikultura
dan tanaman obat-obatan; alkohol, spiritus dan arak; particle board dan
kanvas rem; pakan ternak serta pupuk.
PT. RNI sedang mengembangkan Bio-energi melalui pengembangan
tanaman jarak pagar (Lampiran 3) yang akan digunakan sebagai bahan bakar
alternatif pada unit-unit pabrik pengolahan gula, dimana selama ini pabrik-
pabrik tersebut menggunakan bahan bakar solar. Hal tersebut bertujuan untuk
menekan harga pokok produksi produksi (HPP) pada pabrik gula (PG).
Penggunaan bahan bakar PG RNI sangat besar untuk menghidupkan boiler-
boiler pada pabrik. Adapun realisasi pemakaian bahan bakar solar lima unit
PG RNI dapat dilihat pada Tabel 1. Target RNI pada tahun 2006 adalah
menanam 1.600 hektar di dua lokasi yaitu PG Jatitujuh, Jabar dan PT.
Kebun Grati Agung Pasuruan, Jatim.

14
Tabel 1. Pemakaian bahan bakar solar pada lima unit PG PT.RNI 2001-2005.
Penggunaan Solar (ribu liter) Tahun Jumlah
Pabrik Gula
2001 2002 2003 2004 2005 (ribu liter)
Rejo Agung 836 811 1.086 1.026 712 4.471
Sindang Laut 424 484 515 540 535 2.498
Karang Suwung 910 723 792 690 1.047 4.161
Jatitujuh 0 0 127 103 63 293
Tersana Baru 555 576 909 764 545 3.348
14.771
Sumber: PT. Rajawali Nusantara Indonesia, (2006)

Dikembangkannya tanaman jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif


yang terbarukan (renewable) selain sebagai pengganti bahan bakar, juga akan
membuka kesempatan lapangan pekerjaan baru dan peluang usaha disektor
ini. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka perlu didirikan suatu industri
yang memproduksi minyak nabati dari jarak pagar beserta turunannya.
Pemanfaatan jarak pagar untuk bahan bakar ataupun keperluan lainnya akan
memberikan nilai tambah yang cukup besar.
Untuk mengetahui kelayakan pendirian industri tersebut, maka
diperlukan kajian khusus tentang pendirian industri pengolahan jarak pagar.
Aspek-aspek yang dikaji adalah aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis
teknologis, aspek manajemen operasional, aspek lingkungan, aspek legalitas,
dan aspek finansial. Semua aspek tersebut dapat menentukan kelayakan
pendirian industri pengolahan jarak pagar

B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan pendirian
industri pengolahan jarak pagar (Jatropha curcas L). Kemungkinan hasil dari
studi yang diperoleh dapat menyatakan bahwa industri tersebut layak, layak
bersyarat ataupun tidak layak. Jika layak, maka pendirian tersebut dapat
direalisasikan, jika layak bersyarat maka industri tersebut harus memenuhi
kondisi persyaratan, sedangkan jika tidak layak maka industri tersebut tidak

15
memungkinkan untuk direalisasikan. Selain untuk mengetahui kelayakan,
kajian ini juga dilakukan untuk mengetahui marjin antara penggunaan bahan
bakar solar dibandingkan dengan penggunaan biodiesel pada PG PT. RNI
sehingga dapat diketahui besarnya penghematan yang didapatkan.

C. Ruang Lingkup
Studi penelitian ini meliputi aspek-aspek yang mempengaruhi
pendirian industri pengolahan jarak pagar di kawasan PG Jatitujuh,
Majalengka Jawa Barat. Ruang lingkup penelitian ini meliputi:
1. Analisa terhadap aspek pasar dan pemasaran, meliputi strategi bauran
pemasaran.
2. Analisa terhadap aspek teknis teknologis, meliputi penentuan kapasitas
produksi, jenis teknologi beserta informasi neraca massa dan neraca
energi, mesin dan peralatan yang digunakan, serta lokasi poyek dan tata
letak pabrik.
3. Analisa terhadap aspek manajemen operasional, meliputi penentuan badan
usaha, tenaga manajerial dan operasional yang mendukung keberhasilan
usaha tersebut nantinya.
4. Analisa terhadap aspek lingkungan dan legalitas yang dapat mendukung
kelayakan industri tersebut dan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku.
5. Analisa terhadap aspek finansial, meliputi perkiraan jumlah dana yang
diperlukan dan struktur pembiayaan yang paling menguntungkan, baik
dari sumber bank konvensional ataupun sumber lainnya.

16
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jarak Pagar (Jatropha curcas L)


Tanaman jarak terbagi menjadi dua, yaitu tanaman jarak (Ricinus
communis L) dan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L). Kedua jenis
tanaman jarak ini termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae. Jarak Pagar
(Jatropha curcas L) diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, sub
divisi Angiospermae, kelas Dicotyledone, ordo Euphorbiales, famili
Euphorbiaceae, genus Jatropha, species curcas (Heyne, 1987). Tanaman jarak
pagar berasal dari Amerika dan umumnya tumbuh di daerah tropis dan
subtropis. Tanaman ini tumbuh dengan cepat, kuat dan tahan terhadap panas,
lahan tandus dan berbatu (www.fao.org). Di Jawa, tanaman ini umumnya
terdapat di pagar-pagar dan ditanam sepanjang tepi jalan (Heyne, 1987).
Pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman 1-7 m, bercabang tidak
teratur. Batangnya berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah.
Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun
menjari dengan 5-7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian bawah
lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tangkai daun antara 4-15 cm.
Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai,
berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian
berbentuk cawan, muncul diujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah
kotak berbentuk bulat telur, diameter 2-4 cm, berwarna hijau ketika masih
muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi 3 ruang masing-masing ruang
diisi 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah
yang banyak mengandung minyak (Hariyadi, 2005).
Menurut Tim Jarak Pagar RNI (2005), memperkirakan bahwa panen
pertama jarak pagar yaitu 6-8 bulan setelah tanam dengan produktivitas 0,5-
1,0 ton biji kering per hektar per tahiun. Kemudian meningkat secara gradual
dan stabil sekitar 5 ton pada tahun ke-5 setelah tanam. Pohon dan biji jarak
pagar dapat dilihat pada Gambar 1. Komposisi unsur dari bagian biji jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 2.

17
(a) (b)
Gambar 1. (a). Pohon (b) Buah Jatropha curcas L.

Tabel 2. Komposisi unsur bagian biji jarak pagar (persen)


Unsur Kernel Shell Meal
Bahan kering (persen) 94,2-96,9 89,8-90,4 100
Kandungan (persen bahan Kering)
Protein kasar 22,2-27,2 4,3-4,5 56,4-63,8
Lemak 56,8-58,4 0,5-1,4 1,0-1,5
Abu 3,6-4,3 2,8-6,1 9,6-10,4
Neutral Detergent Fiber 3,5-3,8 83,9-89,4 8,1-9,1
Acid Detergent Fiber 2,4-3,0 74,6-78,3 5,7-,0
Acid Detergent Lignin 0,0-0,2 45,1-47,5 0,1-0,4
Gross Energy (MJ/kg) 30,5-31,1 19,3-19,5 18,0-1,3
Sumber: Trabi, M. 1998.

B. Budidaya Tanaman Jarak Pagar


Budidaya tanaman jarak pagar selama ini belum dilakukan masyarakat
untuk tujuan agribisnis. Umumnya tanaman ini ditanam sebagai pagar
pembatas pekarangan sehingga namanya dikenal sebagai jarak pagar. Dalam
pengembangan budidaya tanaman jarak pagar untuk tujuan agribisnis perlu
diperhatikan persyaratan lingkungan tumbuh dan aspek budidayanya. Menurut
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2005), hal yang perlu
diperhatikan dalam budidaya tanaman jarak pagar antara lain:

18
1. Syarat Tumbuh
Jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang cukup bandel, dalam arti
mudah beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya, menghendaki
lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhannya, yaitu ketinggian
tempat 0-1000 m diatas permukaan laut, suhu berkisar antara 18 oC-30 oC.
Pada daerah dengan suhu rendah (<18oC) dapat menghambat pertumbuhan,
sedangkan pada daerah tinggi (>35 oC) menyebabkan gugur daun dan
bunga, buah kering sehingga produksi menurun (Hariyadi, 2005).
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 625
mm/tahun. Akan tetapi tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan
curah hujan antara 300-2380 mm/tahun (Hambali et al. 2006). Sehingga
jarak pagar dapat tumbuh dilahan marjinal yang miskin hara, tetapi
berdrainase dan aerasi baik. Produksi optimal akan diperoleh dari tanaman
yang ditanam di lahan subur. Jenis tanah yang baik bagi tanaman jarak
pagar adalah yang mengandung pasir 60-90persen dan pH tanah 5,5 - 6,5.
Produksi optimal juga bisa tercapai jika tanaman dipupuk dengan dosis
yang sesuai dan tersedia air pada musim kemarau (Prihandana dan
Hendroko, 2006).

2. Persiapan Lahan dan Penanaman


Menurut Anonim (2005), Kegiatan yang dilakukan pada persiapan
lahan dan penanaman antara lain:
Pembukaan lahan (land clearing)
Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari gulma, terutama disekitar
tempat penanaman.
Pengajiran
Pengajiran bertujuan untuk menandai lubang tanam dengan
menancapkan ajir (terbuat dari bambu atau kayu) dengan jarak tanam
disesuaikan dengan rencana populasi.
Pembuatan lubang tanam
Bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan bibit pada fase awal,
sehingga tanaman tumbuh kekar dan kuat. Ukuran lubang tanam

19
disesuaikan dengan bahan tanam. Bila bahan tanam berupa bibit dari
polibag, lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm. Apabila bibit
dari stek, lubang berukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm. Adapun alternatif
jarak tanam dan populasi pohon sebagai berikut:
1) 3 m x 3 m (populasi 1.100 pohon/ha)
2) 2 m x 3 m (populasi 1.600 pohon/ha)
3) 2 m x 2 m (populasi 2.500 pohon/ha)
4) 1,5 m x 2 m (populasi 3.300 pohon/ha)
5) 1,5 m x 1,5 m (populasi 4.444 pohon/ha)
Penanaman dilakukan pada awal atau selama musim hujan
sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Kriteria untuk
bibit yang dipilih yaitu berumur 2-3 bulan; jumlah daun lebih dari 3
helai; dan tingginya lebih dari 30 cm. Penanaman dapat juga dilakukan
secara langsung di lapangan dengan menggunakan stek batang atau
cabang. Tanah disekitar pangkal batang dibuat cembung untuk
menghindari terjadinya genangan air.
Tanaman yang bisa ditanam bersama jarak pagar diantaranya jagung,
wijen, kacang tanah, cabai rawit dan palawija lainnya. Sehingga selain
mengurangi resiko serangan hama penyakit juga diversifikasi hasil. Jika
pola penanaman dengan tumpangsari maka jarak tanam digunakan
jarak agak lebar, misalnya 2,0 m x 3,0 m.

3. Pembibitan
Pembibitan dilakukan dengan menggunakan bahan tanam berasal dari
stek cabang atau batang maupun benih.
Bibit dari biji
Biji berasal dari buah yang berwarna kuning atau hitam. Biji yang baik
dalam keadaan padat/tidak kosong dalamnya.
Bibit dari stek
Stek yang baik untuk digunakan harus berupa stek yang lurus, sudah
berkayu, stek tidak terlalu tua (kulit batang belum terkelupas) dan
panjang stek yang digunakan 30 cm.

20
Menurut Hariyadi (2005), pembibitan dapat dilakukan di polibag atau
dibedengan. Setiap polibag diisi media tanam berupa tanah lapisan atas (top
soil) dan dicampur pupuk kandang lebih baik. Hasil penelitian penggunaan
pupuk kandang (2:1 dan 1:1) menghasilkan pertumbuhan dan kondisi bibit
yang lebih baik dibandingkan tanpa pupuk kandang. Setiap polibag
ditanami 1 (satu) benih, lama pembibitan 2 bulan. Kegiatan yang dilakukan
selama pembibitan antara lain penyiraman (setiap hari 2 kali pagi dan sore),
penyiangan, dan seleksi.

4. Penyulaman
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengganti tanaman yang mati atau
tidak tumbuh. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada umur 1 bulan setelah
tanam menggunakan bibit yang sama umurnya dengan tanaman semula.

5. Pemupukan dan Pembumbunan


Pada prinsipnya pemberian pupuk bertujuan untuk menambah
ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Jenis dan dosis pupuk disesuaikan
dengan tingkat kesuburan tanah setempat. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan merekomendasikan dosis pupuk untuk tanaman
jarak per hektar adalah 150 kg SP-36, 50 kg Urea dan 30 kg KCl dan
ditingkatkan sebesar 10 persen tiap tahunnya. Disarankan untuk
menambahkan 2,5-5 ton pupuk kandang atau 1-2 kg per tanaman.
Pemupukan dilakukan 2 kali setahun pada umur 3 dan 6 bulan (Prihandana
dan Hendroko, 2006).
Pembumbunan dilakukan dengan cara menaikkan tanah pada pangkal
batang, sehingga berbentuk gundukan. Hal ini dimaksudkan untuk
menguatkan pangkal batang agar tetap kokoh menahan batang dan buah
yang semakin berat. Disamping itu juga dalam rangka pengendalian gulma
disekitar tanaman. Pembumbunan dapat dilakukan lebih dari sekali,
bergantung pada kondisi tanaman.

21
6. Pemangkasan
Pemangkasan bertujuan untuk meningkatkan jumlah cabang produktif
dan optimum (40 cabang). Kriteria tanaman yang sudah dapat dipangkas
pertama yaitu; tinggi batang 40-50 cm; jumlah daun lebih dari 12 helai; dan
berumur 3 bulan setelah tanam.
Pemangkasan dilakukan pada bagian batang yang telah cukup berkayu
(warna coklat keabu-abuan). Pemangkasan dilakukan secara periodik,
selain untuk meningkatkan jumlah cabang juga untuk mengatur tinggi
tanaman sehingga mudah dalam pemeliharaan dan pemanenan (Anonim,
2005).

7. Penyiangan dan Penyiraman


Penyiangan bertujuan untuk membersihkan gulma yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman jarak. Penyiangan dimulai pada saat
tanman jarak berumur 3-4 minggu, dan dapat dilakukan berulang-ulang
disesuaikan dengan kondisi gulma. Perlakuan herbisida merupakan
alternatif yang terakhir.
Faktor ketersediaan air berpengaruh terhadap tingkat produktivitas
tanaman. Ada tiga metode penyiraman yang bisa diterapkan antara lain:
Metode tetes (drip irrigation) yang dapat digabungkan dengan aplikasi
pupuk (fertigation)
Metode curah (sprinkle irrigation)
Metode permukaan (surface irrigation), biasanya sering disebut juga
dengan metode leb, yaitu parit diisi dengan air.
Tanaman jarak tidak tahan terhadap genangan air, sehingga perlu
dibuat saluran drainase agar tidak terdapat genangan air pada lahan.
Kedalaman maupun jumlah saluran dikondisikan sesuai dengan kondisi
lahan.

8. Hama dan Penyakit


Hama yang menyerang tanaman jarak pagar berasal dari ordo
heteoptera, yaitu hama penghisap cairan tanaman. Pengendalian dilakukan

22
dengan menggunakan insektisida dan disesuaikan dengan tingkat serangan.
Untuk gulma disekitar tanaman dikendalikan baik secara manual/mekanis
maupun secara kimia. Pelaksanaan pengendalian gulma dapat bersamaan
dengan kegiatan pembumbunan barisan tanaman.

9. Pemanenan
Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3-4 bulan,
sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4-5 bulan. Bunga dan buah
dapat terbentuk sepanjang tahun. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman
tahunan yang dapat hidup lebih dari 20 tahun (jika dipelihara dengan baik).
Alamsyah (2006), menyatakan bahwa pemanenan buah dilakukan setelah
biji masak, yaitu sekitar 90 hari setelah pembungaan.
Pemanenan dilakukan secara manual dengan memetik buah yang
sudah berwarna kuning atau bila buah yang berwarna hitam dan kuning
sudah lebih dari 70 persen dalam satu malai, maka buah dapat dipanen
semua dalam malai tersebut. Menurut Hariyadi (2005), teknik pemanenan
yang dapat dilakukan yaitu dengan mengguncang atau memukul dahan
berulang-ulang hingga buah terlepas dari dahan dan jatuh sehingga abisa
dikumpulkan. Namun cara ini kurang efektif, teknik pengumpulan yang
paling baik yaitu dilakukan dengan memetik buah secara langsung dari
dahannya. Tingkat kemasakan buah dalam satu malai tidak bersamaan,
sehingga sebaiknya panen dilakukan per buah, namun hal ini memerlukan
biaya tinggi. Oleh karena itu umumnya panen dilakukan per malai dengan
syarat 10 persen buahnya sudah mengering.

10. Produktivitas
Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 1 tahun.
Dengan tingkat populasi tanaman antara 2500 - 3300 pohon/ha, maka
tingkat produktivitas antara 6 - 10 ton biji/ha setelah tanaman berumur 5
tahun. Produktivitas tanaman tergantung dari sifat genetik tanaman, kondisi
iklim dan tanah setempat serta input produksi yang diberikan. Jika

23
rendemen minyak sebesar 35 persen maka setiap ha lahan dapat diperoleh
2,5 - 3,5 ton minyak/ha/tahun (Hariyadi, 2005).
Menurut Alamsyah (2006), setelah berumur lima tahun, tanaman dapat
menghasilkan 4-12 ton biji/ha per tahun. Di Mali, produktivitas tanaman
jarak pagar sebanyak 0,8-1 kg biji per pohon (setara dengan 2,5-3,5
ton/ha/tahun). Pada tahun kelima dapat menghasilkan 5 ton biji kering/ha
dengan kadar minyak 40 persen. Produktivitas rata-rata tanaman yang
tumbuh di daerah dengan curah hujan 200 mm/tahun lebih rendah daripada
tanaman yang tumbuh di daerah dengan curah hujan 1.500 mm/tahun. Di
lahan irigasi produksi diperkirakan 12 ton/ha, sedangkan di lahan tanpa
irigasi produksinya sekitar 4 ton/ha.

C. Minyak Jarak Pagar (Curcas Oil)


Tanaman jarak menghasilkan biji jarak yang terdiri dari 75 persen
daging buah dan 25 persen kulit. Kandungan minyak dalam biji jarak pagar
sekitar 35 - 45 persen minyak, sehingga dapat diekstraksi menjadi minyak
jarak (curcas oil). Minyak jarak lebih padat dan lebih kental dibandingkan
minyak nabati lainnya. Komponen minyak jarak yang terbesar adalah
trigliserida (94 persen) dengan berat molekul asam lemak yang tinggi dan
kandungan tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan tanaman
(Abdullah, 2005).
Minyak jarak pagar diperoleh dari hasil ekstraksi daging biji jarak
pagar. Produk samping yang dihasilkan antara lain adalah bungkil dan
tempurung biji jarak pagar yang masih memiliki nilai ekonomis bila
dimanfaatkan lebih lanjut. Minyak jarak pagar tidak digolongkan sebagai
minyak makan karena mengandung racun dan asam linoleat yang cukup
tinggi. Pemanfaatan minyak jarak pagar dalam sektor non pangan telah banyak
dilakukan antara lain untuk penerangan, pelumasan, sabun, lilin, bahan
campuran minyak zaitun dan bahan bakar (Watt dan Breyer, 1962).
Kandungan asam lemak bebas dalam minyak jarak pagar dapat dilihat pada
Tabel 3. Sedangkan perbedaan antara minyak jarak dengan minyak diesel
terdapat pada Tabel 4.

24
Tabel 3. Komposisi asam lemak bebas dalam minyak jarak pagar
Kandungan Nilai (persen)
Asam Oleat 43,1
Asam Linoleat 34,3
Asam Stearat 6,9
Asam Palmitat 4,2
Asam-asam lainnya 1,4
Sumber : www.svlele.com

Tabel 4. Perbedaan minyak jarak dan minyak diesel


Spesifikasi Minyak Jarak Minyak diesel
Massa jenis (gr/ml) 0,9180 0,8410
Sulfur (ppm) 0,13 1,2
Kalori (kcal/kg) 9470 10170
Flash point (oC) 240 50
Bilangan setana 51 50

Sumber: J. B. Kandpal dan Mira Madan, (1994)

D. Biodiesel
Eropa merupakan negara yang pertama kali memperkenalkan biodiesel
sebagai bahan bakar. Menurut Germani & Bruna (2001), pada tahun 2000
produksi biodiesel Eropa melebihi 1 juta ton, dengan spesifikasi dan
standarisasi yang telah disempurnakan. Selain untuk bahan bakar mesin,
biodiesel juga digunakan untuk pemanasan.
Biodiesel merupakan sumber energi alternatif pengganti solar yng
terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, tidak mengandung sulfur
dan tidak beraroma. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak
tanaman dengan alkohol menggunkan zat basa sebagai katalis pada suhu dan
komposisi tertentu, sehingga akan dihasilkan dua zat yang disebut alkil ester
(umumnya metil ester atau etil ester) dan gliserin (Susilo, 2005). Untuk
mengetahui standar mutu biodiesel di Indonesia dibandingkan di Eropa dan
Amerika dapat dilihat pada Tabel.5

25
Tabel 5. Standar Mutu Biodiesel Eropa, Amerika, dan Indonesia
Eropa Amerika Indonesia
No Parameter
(EN 14214) (ASTM D6751) (SNI:04-7182-2006)
o
Massa jenis pada 40 C,
1 0,86-0,90 - 0,850-0,890
g/cm3
Viskositas kinematik pada
2 3,5-5,0 1,9-6,0 2,3-6,0
40o C mm2/s (cSt)
3 Angka setana Min. 51 Min. 57 Min.51
4 Titik nyala (closed cup), oC Min.120 Min. 130 Min.100
o
5 Titik kabut , C - - Maks.18
Korosi tembaga (3 jam pada
6 - Maks. No.3 Maks. no. 3
50o C)
Residu karbon
Maks 0,05% Maks 0,05%
- dalam contoh asli
7 - Massa Massa
- dalam 10% ampas
- Maks. 0,3%massa
distilasi
8 Air dan sedimen - Maks. 0,05% volume Maks. 0,05%volume
o
9 Temperatur distilasi 90% - Maks.360 C Maks.360oC
Abu tersulfatkan, %-b - Maks. 0,02%massa Maks.0,02% massa
Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 Maks.0,05% massa Maks.100
Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 Maks. 0,001%massa Maks.10
Angka asam, mg-KOH/g - Maks. 0,8 Maks.0,8
Gliserol bebas, %-b - Maks.0,02 Maks.0,02
Gliserin total, %-b 0,25 Maks.0,24 Maks.0,24
Kadar ester alkil, %-b Min. 96,5 - Min. 96,5
Angka iodium, %-b
Maks. 120 - -
(g-I2/100g)
Uji Halphen - - Negatif

Sumber: Soerawidjaya, 2003 dalam Sudrajat (2006).

Menurut Susilo (2005), keuntungan biodiesel dibandingkan bahan


bakar lain adalah sebagai berikut:
Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui.
Biodiesel memiliki nilai setana yang tinggi, volatil rendah, dan bebas
sulfur.
Ramah lingkungan karena tidak ada emisi SOx
Menurunkan keausan ruang piston karena sifat pelumasan bahan bakar
yang bagus (kemampuan untuk melumasi mesin dan sistem bahan bakar).
Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung
racun.

26
Meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia.
Memungkinkan diproduksi dalam skala kecil menengah.
Menurunkan ketergantungan suplai minyak dari negara asing dan fluktuasi
harga.
Biodegradabel, jauh lebih mudah terurai oleh mikroorganisme dibandingn
minyak mineral.

E. Kajian Pendirian Industri


Dalam pendirian industri terdapat investasi, yaitu kegiatan yang akan
menuntut waktu yang singkat, dan tingkat keyakinan yang tinggi akan
keberhasilan statu pertukaran penggunakan untuk harapan berkembangnya
penggunaan tersebut dimasa yang akan datang (Holmes, 1998). Menurut
Frankel (1990), proyek pendirian industri dibedakan dengan kerangka waktu
yang relatif singkat, ada titik awal dan akhir yang pasti, tidak rutin, hubungan
yang kadang kala unik dari aktivitas-aktivitas dan dibatasi oleh waktu,
anggaran, dan alokasi sumber daya untuk suatu keadaan proyek tertentu.
Menurut Kadariah et al. (1999) dan Sutojo (1983), kajian terhadap
keadaan dan prospek suatu industri dilakukan atas aspek-aspek tertentu yaitu
aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek
pemasaran, aspek finansial dan aspek ekonomi. Ditambahkan oleh Umar
(2001) kajian terhadap keadaan dan prospek suatu industri juga memerlukan
analisis terhadap aspek lingkungan, aspek legalitas, dan aspek sosial ekonomi.
Aspek-aspek tersebut biasanya dianalisis dengan teknik-teknik tertentu dengan
mempertimbangkan manfaat bagi industri tersebut.

1. Aspek Pasar dan Pemasaran


Aspek pasar dan pemasaran dikaji untuk mengungkapkan permintaan,
penawaran, harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang
dapat dicapai oleh perusahaan, atau pangsa pasar yang dapat dikuasai oleh
perusahaan (Husnan dan Suwarsono, 1993).
Studi pasar dan pemasaran dapat dikatakan merupakan darah daging
setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru, pengetahuan dan analisa

27
pasar bersifat menentukan, karena banyak keputusan tentang investasi
tergantung dari hasil analisa pasar (Simarmata, 1992).
Kegunaan dari analisa pasar adalah untuk menentukan besar, sifat, dan
pertumbuhan permintaan total akan produk yang bersangkutan, deskripsi
tentang produk dan harga jual, situasi pasaran dan adanya persaingan,
berbagai faktor yang ada pengaruhnya terhadap pemasaran produk serta
program pemasaran yang sesuai untuk produk (Edris, 1993).

2. Aspek Teknis dan Teknologis


Aspek ini merupakan salah satu aspek penting bagi proyek, karena
merupakan jawaban dari pertanyaan dapat tidaknya produk tersebut
dibuat. Hal ini sangat dirasakan jika bidang usaha yang digunakan bersifat
manufacturing atau proses yang poros intinya adalah teknologi
(Simarmata, 1992).
Menurut Sutojo (1983), evaluasi aspek teknis dan teknologis meliputi :
a. Penentuan lokasi proyek, yaitu dimana suatu proyek akan didirikan,
baik untuk pertimbangan lokasi dan lahan proyek. Peubah-peubah
yang perlu diperhatikan antara lain : iklim dan keadaan tanah, fasilitas
transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik dan air, sikap
masyarakat dan rencana masa depan perusahaan untuk perluasan.
b. Penentuan kapasitas produksi ekonomis yang merupakan volume atau
jumlah satuan produk yang dihasilkan selama waktu tertentu.
c. Pemilihan teknologi yang tepat yang dipengaruhi oleh kemungkinan
pengadaan tenaga ahli, bahan baku dan bahan pembantu, kondisi alam
dan lainnya tergantung proyek yang didirikan.
d. Penentuan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik
yang dipilih, termasuk tata letak bangunan dan fasilitas lain.

3. Aspek Manajemen Operasional


Menurut Husnan dan Suwarsono (1993) hal yang perlu dipelajari
dalam aspek manajemen operasional adalah manajemen dalam masa
pembangunan proyek yang meliputi pelaksanaan proyek tersebut, jadwal

28
penyelesaian proyek, aktor yang melakukan studi setiap aspek manajemen
dalam operasi. Manajemen dalam operasi meliputi bentuk
organisasi/badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi jabatan
dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota
direksi dan tenaga lain.
Menurut Ariyoto (1990), manajemen adalah cara mencapai tujuan dari
pada sumber-sumber yang ada. Sumber-sumber ini adalah uang (modal),
mesin dan peralatan, personil (tenaga kerja) dan material. Tujuan kajian
aspek manajemen adalah untuk mengetahui apakah pembangunan dan
implementasi bisnis dapat direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan
sehingga rencana bisnis dapat dinyatakan layak atau sebaliknya (Umar,
2001).

4. Aspek Legalitas
Aspek ini penting karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah
laku badan usaha. Untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan
usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalitas kegiatan. Dalam evaluasi
yuridis, salah satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang
menunjang gagasan usaha adalah tentang izin-izin yang harus dimiliki,
karena dapat dikatakan bahwa izin usaha merupakan syarat legalisasi
usaha (Ariyoto, 1990).
Menurut Husnan dan Suwarsono (1993), dalam pengkajian aspek
yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan
usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat serta izin yang
diperlukan.

5. Aspek Lingkungan
Menurut Umar (2001), kajian aspek lingkungan hidup bertujuan untuk
menentukan dapat dilaksanakannya industri secara layak atau tidak dilihat
dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek
lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan AMDAL dan

29
kegunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses
pengelolaan dampak lingkungan

6. Aspek Finansial
Evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana
yang diperlukan. Selain itu dipelajari struktur pembiayaan serta sumber
dana yang menguntungkan (Djamin, 1992).
Dari aspek finansial dapat diperoleh gambaran tentang struktur
permodalan bagi perusahaan, yang mencakup seluruh kebutuhan modal
untuk dapat melaksanakan aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik
beroperasi. Secara umum biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi
dan biaya modal kerja. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang
diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan
jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut
menguntungkan atau tidak (Edris, 1993).
Menurut Gray et al. (1992), dalam rangka mencari ukuran yang
menyeluruh sebagai dasar penerimaan/penolakan atas pengurutan suatu
proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria
investasi. Pada aspek finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria
investasi. Kriteria investasi yang digunakan adalah Break Even Point, Net
Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Back
Period dan analisis sentivitas (Sutojo, 1993). Selain itu perlu dilakukan
perhitungan biaya investasi dan kebutuhan modal kerja (Behrens dan
Hawranek, 1991).
Menurut Sutojo (1993), aspek ekonomi lebih menitikberatkan pada
keuntungan yang akan diperoleh oleh masyarakat sekitarnya, pemerintah
setempat dan lingkungan dimana proyek didirikan. Manfaat ekonomi itu
antara lain penambahan pendapatan daerah serta penambahan lapangan
kerja baru.

30
III. METODOLOGI

A. Kerangka Pemikiran
Pengembangan industri pengolahan jarak pagar harus
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisa pasar pemasaran, analisa
ketersediaan bahan baku, analisa teknis dan teknologis, analisa manajemen
operasi, analisa legalitas, analisa lingkungan, serta analisa finansial. Hasil dari
analisa tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan dan
kendala-kendala yang mungkin ada, sehingga dapat disusun rekomendasi
pengembangannnya.
Teknik yang dilakukan untuk pengembangan industri ini adalah
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, baik data primer atau sekunder.
Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dihitung perincian biaya
investasi industri. Sebelum perincian biaya, terlebih dahulu ditentukan asumsi.
Asumsi-asumsi finansial yang digunakan, antara lain umur ekonomis proyek,
biaya-biaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk yang terjual, dan
sebagainya. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.

B. Pendekatan Studi Kelayakan


Pendekatan studi kelayakan dilakukan untuk memecahkan masalah
pendirian industri pengolahan jarak pagar. Djamin (1984), menyatakan bahwa
pendekatan studi kelayakan terdiri atas lima tahap, yaitu tahap identifikasi
(brainstorming), tahap seleksi awal (pre-selection), tahap evaluasi, dan tahap
penyusunan laporan (reporting). Diagram tahapan proses persiapan suatu
rencana investasi proyek dapat dilihat pada Gambar 3.

31
Mulai

Studi pustaka, mempelajari deskripsi


produk dan industri

Pengumpulan data
(primer dan sekunder)

Data Tidak
cukup
Ya Survey
lapang
Tabulasi data

Analisa pasar dan pemasaran


STP, marketing m ix

Analisa Teknis Teknologis


Neraca Massa dan Energi
Spesifikasi mesin dan peralatan
Diagram keterkaitan aktivitas

Analisa Manajemen
Kebutuhan pekerjaan
Tenaga pekerja/ahli
Struktur organisasi

Analisa Lingkungan dan Legalitas


Amdal
Bentuk Badan Usaha
Peraturan Pemerintah
Perizinan

Analisa Finansial
Cash Flow
Sumber dana
PBP, IRR, NPV, B/C ratio, Break
Even Point
Analisis sensitivitas

Penyusunan laporan

Selesai

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

32
Tahap
identifikasi

A B C

Tahap
seleksi awal

Tahap
pengujian

Tahap
evaluasi

Tahap Penyusunan
laporan (reporting)

Pelaksanaan Investasi

Gambar 3. Diagram tahapan persiapan suatu rencana investasi proyek (Djamin,


1984 dalam Yuliana, 2005)

33
C. Metode Penelitian
Tahapan yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah analisis
masalah, kemudian dilanjutkan dengan meneliti aspek-aspek yang
berhubungan dengan perancangan industri tersebut yaitu aspek pasar dan
pemasaran, teknis dan teknologis, manajemen dan operasi proyek, finansial
dan ekonomi, yuridis (legalitas) serta aspek lingkungan. Metode kegiatan
rancang bangun industri terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.

1. Pengumpulan Data
Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisis aspek-
aspek yang berkaitan dengan proses perencanaan suatu industri. Data yang
dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak terkait
serta para pakar pada bidang teknis dan teknologis yang sesuai. Adapun
data sekunder diperoleh melalui laporan, artikel, jurnal, data statistik dari
instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian dan sebagainya.

2. Analisis Data
a. Analisis Pasar dan Pemasaran
Analisis yang dilakukan pada aspek ini adalah analisis potensi
pasar berdasarkan perkembangan produksi biodiesel, strategi
pembentukan dan pengembangan pasar biodiesel, serta strategi terhadap
bauran pemasaran (produk, harga, distribusi, promosi).

b. Analisis Aspek Teknis dan Teknologis


Analisis teknis dan teknologis meliputi penentuan kapasitas
produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses dan peralatan, penentuan
tata letak mesin dan kebutuhan ruang, serta neraca massa dan neraca
energi yang dikeluarkan selama produksi berlangsung.
Penentuan kapasitas produksi disesuaikan berdasarkan jumlah
bahan baku yang tersedia. Penggunaan mesin dan peralatan disesuaikan
dengan teknologi proses yang dipilih. Rancangan tata letak pabrik

34
didasarkan pada pengintegrasian setiap ruang yang disesuaikan dengan
aliran bahan. Keterkaitan antar aktivitas menjadi pedoman dalam
perancangan tata letak ruang pabrik secara menyeluruh. Analisis ini dapat
di lihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Flowchart analisis aspek teknis teknologis

c. Analisis Manajemen dan Operasi


Kajian terhadap manajemen dan operasi meliputi pemilihan bentuk
perusahaan dan struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja
serta deskripsi tugas masing-masing jabatan. Analisis ini dapat dilihat
pada Gambar 5.

35
Gambar 5. Flowchart analisis aspek manajemen dan operasi

d. Analisis Lingkungan dan Legalitas


Pada analisis lingkungan ditentukan sampai sejauh mana keadaan
lingkungan dapat menunjang perwujudan pendirian industri, terutama
sumber daya yang diperlukan, seperti air, energi, manusia, dan ancaman
alam sekitar sedangkan untuk legalitas berisi peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku. Salah satu tugas dari pemerintah dalam
mengarahkan dan mengawasi pembangunan adalah menghindarkan
akibat-akibat sampingan yang merugikan dan tidak diinginkan.

e. Analisis Aspek Finansial


Analisis aspek finansial dibutuhkan untuk mengkaji jumlah dana
yang dibutuhkan dalam mendirikan suatu industri dan
mengoperasikannya. Analisa ini juga dapat digunakan untuk
memperhitungkan besarnya pemberian kompensasi bagi para pemegang
saham yang telah menyertakan modalnya untuk pendirian dan
pelaksanaan proyek.
Pada aspek finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria investasi.
Kriteria investasi yang digunakan adalah Break Even Point, Net Present

36
Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Back Periode
dan analisis sentivitas.

1. Net Present Value (NPV)


Menurut Kadariah et al. (1999), NPV merupakan selisih antara
present value dari keuntungan dan present value dari biaya. Rumusannya
adalah sebagai berikut:
n
Bt Ct
NPV = (1 + i)
t =0
t

dimana: Bt = Keuntungan pada tahun ke-t


Ct = Biaya pada tahun ke-t
n = Umur ekonomis dari proyek
i = Suku bunga yang berlaku
Jika NPV 0 maka proyek dapat dijalankan, jika NPV < 0 maka proyek
ditolak.

2. Internal Rate of Return (IRR)


Menurut Kadariah et al. (1999), IRR adalah nilai faktor diskonto
(i) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu:

IRR = i( + ) +
NPV(+ )
NPV(+ ) NPV( )
[i( ) i( ) ]
+

dimana: NPV(+) = NPV bernilai positif


NPV(-) = NPV bernilai negatif
i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif
i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif
Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga yang
berlaku, maka NPV dari proyek itu sebesar 0. jika IRR i, maka proyek
layak untuk dijalankan,begitu pula sebaliknya.

3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)


Untuk menghitung indeks ini terlebih dahulu dihitung selisih antara
keuntungan dan biaya untuk setiap tahun t. Rumusnya adalah:

37
n
Bt Ct
(1 + i)
t =1
t
, Untuk Bt Ct > 0
Net B/C = n
Bt Ct
(1 + i)
t =1
t
, Untuk Bt Ct < 0

Jika Net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek dapat
dijalankan, sedangkan untuk Net B/C bernilai kurang dari satu maka
sebaiknya proyek tidak dijalankan (Kadariah et al. 1999).

4. Payback Periode (PBP)


Menurut Newnan (1990), payback periode adalah periode dari
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai profit atau keuntungan lainnya
dari suatu investasi dimana nilainya sama dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan pada investasi tersebut.

5. Break Even Point (BEP)


Titik impas atau Break Even Point adalah titik dimana total biaya
produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa
tingkat produksi sama besarnya dengan biaya produksi yang
dikeluarkan. Menurut Kotler (1993), hubungan antara biaya tetap dan
biaya variabel dapat disajikan pada rumus dan grafik berikut:
Biaya tetap
Penjualan BEP =
1 - (Biaya variabel/Total penerimaan)

Gambar 6. Grafik Analisa BEP (Kotler, 1993)

38
6. Analisis Sensitivitas
Analisis ini dimaksudkan untuk mengkaji sejauh mana perubahan
parameter aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih.
Apabila nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar
tetapi tidak berakibat terhadap investasi, maka dikatakan bahwa
keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhada
unsur yang dimaksud. Sebaliknya bila terjadi perubahan yang kecil saja
mengakibatkan perubahan keputusan investasi, maka dinamakan
keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur yang
dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di
dalam aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi,
berkurangnya pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun
tingkat bunga pinjaman (Soeharto, 2000)
Gittinger (1986), menyatakan bahwa analisis sensitivitas dilakukan
untuk meneliti kembali kelayakan suatu proyek, agar dapat melihat
pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah atau ada
suatu kesalahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya-manfaat (NPV).
Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan harus dicoba yang
berarti bahwa setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini perlu,
karena analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi
dimasa mendatang. Suatu proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat
empat permasalahan utama yaitu perubahan harga jual produk,
keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan perubahan
volume produksi.

39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aspek Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu aspek yang memegang peranan
penting dalam suatu perusahaan terutama dalam memasarkan produk
perusahaan kepada masyarakat serta mengidentifikasi pesaing perusahaan.
Selain itu pula dalam aspek pemasaran disusun atau dibentuk strategi serta
taktik pemasaran perusahaan dalam menghadapi pasar global agar dapat
mengikuti trend serta mengetahui selera konsumen terhadap produk yang akan
dipasarkan atau dijual.
Pemasaran adalah proses mengkonsentrasikan berbagai sumber daya
dan sasaran dari sebuah organisasi atau perusahaan terhadap kesempatan dan
kebutuhan lingkungan. Konsep pemasaran lebih menekankan kepada
pemasaran dari produk kepada pelanggan. Tujuan sistem ini yaitu mencari
laba atau keuntungan dimana pencapaiannya dengan menggunakan sistem
bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P, yaitu product, price, promotion,
dan place.

1. Perkembangan Produksi Biodiesel


Tanaman jarak pagar yang dapat menghasilkan minyak dengan nama
Crude Jatropha Curcas Oil (CJCO atau CJO) atau peneliti menyebutnya
sebagai Straigh Vegetable Oil (SVO) memiliki prospek yang bagus sebagai
bahan baku biodiesel. Mengingat keuntungan yang ditawarkan oleh tanaman
ini, maka pengadaan jarak pagar sebagai bahan dasar biodiesel diharapkan
juga bermasa depan baik.
Tanaman ini mulai dikenal orang pada masa penjajahan Jepang, akan
tetapi setelah Jepang pergi dari Indonesia, tanaman jarak pagar mulai
dilupakan. Hal tersebut dikarenakan orang lebih menyukai tanaman produktif
lainnya daripada menanam jarak yang sangat sulit pemasarannya.

40
Suatu prakiraan yang di ungkapkan oleh Rama Prihandana, Direktur
RNI (2005) menyatakan bahwa pendapatan kotor petani/ha/tahun sebesar
Rp 6.250.000. Satu musim tanam dapat dipanen hingga dua atau tiga kali.
Dengan semakin tingginya kebutuhan minyak jarak pagar, diharapkan harga
biji jarak pagar juga ikut terdongkrak. Dengan demikian maka kesejahteraan
petani budidaya jarak pagar meningkat.
Pada era pembangunan Indonesia sampai saat ini, telah banyak
menghasilkan kemajuan dengan dibukanya berbagai industri dan perusahaan
dengan teknologi maju. Banyaknya perusahaan tersebut, sebenarnya dapat
memanfaatkan biodiesel dari tanaman jarak pagar sebagai bahan bakar
alternatif yang digunakan pada selain bahan bakar minyak. Salah satu
perusahaan yang sedang mengembangkan pemanfaatan biodiesel sebagai
bahan bakar alternatif adalah PT. RNI.
Biodiesel menjadi penting di Indonesia karena sejak tahun 2005,
Indonesia telah berubah statusnya dari eksportir menjadi net importir BBM
yang pada tahun 2005 defisit sekitar 100 juta liter. Ditambah lagi krisis
minyak dunia meningkat dari sebelumnya sekitar US$ 22/barel menjadi US$
72/barel (April, 2006). Dampaknya biodiesel yang semula sulit bersaing
dengan BBM dari segi harga, kini bisa dimunculkan dipasar sebagai bahan
bakar alternatif pengganti BBM.
Indonesia harus mulai mengembangkan biodiesel dengan
pertimbangan antara lain harga BBM terus meningkat dan persediannya
semakin menurun, Indonesia memiliki potensi lahan yang sangat luas berupa
lahan kritis yang belum dimanfaatkan, pasar biodiesel secara potensial cukup
besar, pengembangan biodiesel jarak pagar akan memacu masyarakat secara
spontan untuk menanam jarak pagar, pengembangan jarak pagar dan biodiesel
akan menambah kesempatan kerja, dapat memperkuat ekonomi pedesaan,
serta dapat berdampak pada pembangunan negara yaitu penghematan devisa.
Perlu disadari, bahwa untuk menjamin pemasaran yang lancar dan
harga jual yang tinggi, diperlukan biji jarak dengan kualitas prima.
Standarisasi mutu biji jarak harus jelas dan disosialisasikan dengan baik
kepada para petani. Hal ini akan lebih menjamin mutu dari biodiesel yang

41
dihasilkan. Dengan adanya kemampuan memproduksi biodiesel yang
bermutu, kitapun dapat mengekspornya sehingga dapat meningkatkan devisa
negara.
Untuk mencapai tahapan pemasaran biodiesel yang mantap, maka
diperlukan strategi serta program-program pengembangan dan penciptaan
untuk produk biodiesel. Mengapa pasar biodiesel perlu diciptakan lalu
dikembangkan? Hal ini dikarenakan pada kenyataannya biodiesel adalah
produk bahan bakar alternatif yang masih baru dan belum banyak masyarakat
(konsumen) yang familiar dengan biodiesel. Pengedukasian pasar merupakan
salah satu hal yang mutlak dilakukan untuk menciptakan product awareness
dan product knowledge di benak konsumen sehingga terbentuklah market
share terhadap produk biodiesel.

2. Strategi Pembentukan dan Pengembangan Pasar Biodiesel


Menurut Kertajaya (2004), strategi pemasaran terdiri dari pengambilan
keputusan mengenai segmentasi, targetting dan positioning. Strategi untuk
setiap pemasaran tidak akan sama tergantung pada besar, posisi atau
kedudukan perusahaan dalam industri, sasaran dan sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Penentuan positioning bisa saja mempengaruhi peninjauan
kembali pada cara membagi pasar pasar dan pemilihan target pasar. Begitu
juga, setelah target market ditentukan, bisa saja cara membagi pasar dan
positioning ditinjau kembali.
Strategi pembentukan dan pengembangan pasar adalah langkah-
langkah yang dilakukan dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran pemasaran.
Adapun strategi dalam upaya penguasaan dan pengembangan pasar produk
biodiesel adalah :
1. Mengutamakan pemenuhan kebutuhan pasar domestik, dengan
memberikan perhatian utama pada daerah-daerah yang bukan penghasil
migas tetapi perekonomiannya sangat bergantung pada sektor pertanian.
2. Mengutamakan pemenuhan kebutuhan pasar domestik, dengan
memberikan perhatian pada ruang cakupan (kota besar, kompleks
perumahan, pabrik) karena adanya regulasi yang ketat terkait dengan

42
kualitas udara, mensyaratkan keberadaan bahan bakar yang lebih ramah
lingkungan.
3. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat luas akan
pentingnya arti biodiesel dan hal-hal teknis yang terkait dengan utilisasi
biodiesel itu sendiri.
4. Meningkatkan kualitas biodiesel dari bahan baku, sistem produksi,
distribusi, dan pengawasan produk itu sendiri.

a. Segmentasi
Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-
kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang
memerlukan bauran pemasaran tersendiri. Perusahaan menetapkan
berbagai cara yang berbeda dalam memisahkan pasar tersebut, kemudian
mengembangkan profil-profil yang ada pada setiap segmen pasar, dan
penentuan daya tarik masing-masing segmen.
Segmentasi yang dilakukan adalah berdasarkan manfaat yang dicari
oleh pembeli dan tingkat penggunaan. Berdasarkan segmentasi tersebut,
pasar biodiesel adalah Stasiun Pengisisan Bahan Bakar (SPBU) yang
menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar yang disalurkannya.
Segmentasi juga dilakukan berdasarkan geografis, dengan variabel
segmentasi yang digunakan adalah wilayah negara. Variabel ini dinilai
penting dalam mengklasifikasikan konsumen biodiesel yaitu lebih
mengacu pada industri dalam negeri .

b. Targetting
Targetting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen
pasar yang akan dimasuki. Pemasaran biodiesel ini lebih ditujukan pada
konsumen dalam negeri, yaitu Stasiun Pengisisan Bahan Bakar (SPBU)
yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar yang disalurkannya.

43
c. Positioning
Positioning adalah kegiatan merumuskan penempatan produk dalam
persaingan dan menetapkan bauran pemasaran yang terperinci.
Positioning juga dapat diartikan penempatan keunggulan produk yang
sesuai dengan keinginan konsumen. Bila diamati pada keadaan pasar,
produk bahan bakar biodiesel masih sangat jarang ditemukan, sehingga
masih sangat potensial untuk dikembangkan.
Keunggulan pemakaian bahan bakar biodiesel ini tentunya lebih
rendah tingkat emisinya, sehingga bahan bakar ini sangat ramah
lingkungan. Kemudian bahan bakar biodiesel ini memiliki peranan dalam
hal penghematan cadangan minyak bumi khususnya Indonesia umumnya
dunia.

3. Strategi Bauran Pemasaran


Menurut umar (2001) terdapat berbagai kegiatan yang harus dilalui
oleh barang dan jasa sebelum sampai ke konsumen. Ruang lingkup kegiatan
yang luas itu disederhanakan menjadi empat kebijakan pemasaran yang dapat
dikontrol yang biasa disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix).
Definisi dari bauran pemasaran adalah perpaduan dari tindakan-tindakan
produk, harga, distribusi dan promosi dalam memasarkan produknya atau
melayani konsumennya. Sedangkan menurut Kotler (2000) bauran pemasaran
adalah campuran dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan
dan dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan
yang diinginkan dalam pasar sasaran.

1. Strategi Produk
Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan
keinginan dan kebutuhan konsumen. Bauran produk adalah daftar lengkap
dari seluruh produk yang ditawarkan untuk dijual oleh perusahaan
(Stanton, 1991). Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang
dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang

44
dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan
dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya.
Pemasaran mengklasifikasikan produknya berdasarkan karakteristik
produk tersebut (Kotler, 2000). Alasan pengklasifikasiannya adalah bahwa
tiap-tiap jenis produk memiliki strategi bauran pemasaran masing-masing.
Produk diklasifikasikan menjadi dua kelompok menurut tujuan
pemakainya, yaitu barang konsumsi dan barang industri.
Biodiesel merupakan kelompok barang konsumsi, yaitu barang yang
dibeli untuk digunakan sebagai bahan bakar kebutuhan sehari-hari. Produk
biodiesel ini akan digunakan oleh konsumen, terutama sebagai bahan
bakar kendaraannya.
Konsep pemasaran yang diterapkan adalah menggunakan konsep
produk, dimana dalam pelaksanaannya sangat mengutamakan keunggulan
produk sehingga produk diharapkan mampu bersaing dipasaran. Bebarapa
keunggulan biodiesel menurut biodiesel group ITB yaitu :
Bilangan setana tinggi (diatas 50), yakni bilangan yang menunjukkan
ukuran baik tidaknya kualitas solar berdasar sifat kecepatan baker dalam
ruang baker mesin. Semain tinggi bilangan setana, semakin cepat
pemabkaran dan semakin baik efisiensi termodinamisnya. Angka setan
ayang relatif tinggi mengurangi ketukan pada mesin sehingga mesin
bekerja dengan mulus.
Titik kilat tinggi, yakni temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap
biodiesel dapat menyala, sehingga biodiesel lebih aman dari bahaya
kebakaran pada saat disimpan maupun pada saat didistribusikan dari pada
solar.
Menambah pelumasan mesin yang lebih baik dari pada solar sehingga
memperpanjang umur pakai mesin.
Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai
komposisi dan tidak memerlukan modifikasi mesin.
Biodiesel berasal dari fotosintesa CO2 dalam udara dan ketika terbakar
akan kembali menjadi CO2 yang nantinya akan diserap kembali oleh

45
tumbuhan, sehingga emisi gas buang biodiesel adalah karbon netral yang
tidak menambah kadar CO2 diudara.
Tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen,
dapat diuraikan secara alami, serta kadar CO dalam gas buang lebih kecil
sehingga relatif lebih aman.
Mengurangi asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan
walaupun penambahan hanya 5 %- 10 % volume biodiesel kedalam solar
hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan emisi B20 dan B100


Emisi B20* B100**
Karbon monoksida (CO) -12 % - 47 %
Hidrokarbon (HC) - 20 % -67 %
Asap Hitam -12 % - 48 %
Sumber : Biodiesel Group-ITB, (2006).
* B20 : Campuran 20 % biodiesel dengan 80 % solar
**B100 : Bahan bakar 100 % Biodiesel.

Strategi yang dapat diterapkan adalah melakukan pencampuran


(Blending) antara solar dengan biodiesel sehingga dapat digunakan
konsumen sebagai bahan bakar kendaraan mereka. Penambahan biodiesel
pada solar dapat meningkatkan kualitas dari bahan bakar campuran yang
dihasilkan. Produsen dapat mengembangkan strategi untuk melakukan
pencampuran antara solar dengan 10 persen biodiesel atau lebih dikenal
dengan nama B10. Pencampuran juga dapat dilakukan antar 80 persen
solar dengan 20 persen biodiesel atau dikenal dengan B20. Semakin
banyak biodiesel yang ditambahkan pada solar, maka semakin baik
kualiatas bahan bakar campuran tersebut.
Strategi lain yang harus juga diterapkan untuk memasarkan biodiesel
adalah dengan menjaga kualitas dari biodiesel yang bersangkutan. Oleh
karena itu produsen harus selalu melakukan penelitian dan pengujian
secara berkelanjutan untuk mempertahankan kualitas terhadap bahan bakar
biodiesel yang dihasilkan. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Balai

46
Mekanisasi Pertanian Serpong pada tahun 2003 menunjukan bahwa
biodiesel dapat meningkatkan daya tahan mesin sehingga mesin dapat
lebih awet. Hal ini merupakan salah satu keunggulan biodiesel yang harus
tetap dipertahankan oleh perusahaan agar dapat menarik perhatian
konsumen.
Bentuk produk akhir dari biodiesel adalah berbentuk cairan seperti
minyak, yang terlihat pada Gambar 7. Untuk pengemasannya dilakukan
dengan menggunakan drum plastik.

(a) (b)
Gambar 7. a) Produk biodiesel, b) Kemasan drum plastik

2. Strategi Harga
Untuk menentukan harga suatu produk merupakan keputusan
penting dari perusahaan, karena harga adalah satu-satunya variabel strategi
pemasaran yang secara langsung menghasilkan pendapatan. Umumnya
harga ditetapkan perusahaan akan berada pada suatu titik antara harga
yang terlalu rendah dan harga yang terlalu tinggi. Biaya produk
menentukan harga terendah dan persepsi konsumen terhadap nilai produk
menentukan harga tertinggi. Perusahaan harus dapat menentukan harga
diantara kedua titik tersebut untuk menentukan harga yang paling baik.
Penentuan harga harus berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan,
pengaruh persaingan, dan pembentukan persepsi pelanggan tentang nilai
produk yang dihasilkan. Biaya adalah seluruh biaya yang harus
dikeluarkan (baik biaya tetap maupun biaya variabel) untuk membuat
suatu produk, sedangkan harga adalah harga jual per unit yang akan
ditawarkan kepada pelanggan.

47
Tujuan penetapan harga adalah untuk 1) mencapai target
pengembalian investasi atau tingkat penjualan netto suatu perusahaan, 2)
memaksimalkan keuntungan, 3) alat persaingan utama untuk perusahaan
sejenis, 4) menyeimbangkan harga itu sendiri, 5) sebagai penentu pangsa
pasar, karena dengan harga dapat diperkirakan kenaikan atau penurunan
penjualannya (Gitosudarmo dalam Yuliana, 2003).
Menurut Kotler (2000) ada beberapa metode penetapan harga yang
dapat digunakan salah satunya adalah penetapan harga dengan mark up,
merupakan metode penetapan harga yang paling mendasar. Perusahaan
menetapkan harga suatu produk dengan mark up yang tinggi dengan
harapan dapat menutupi biaya yang telah dikeluarkan dengan secepat
mungkin. Sistem penetapan harga seperti ini masih banyak digunakan
karena beberapa hal, pertama penjual memiliki kepastian yang lebih besar
mengenai biaya daripada mengenai permintaan. Dengan mengingatkan
harga atas biaya, memudahkan penjual dalam menetapkan harga, dan
penjual tidak harus terlalu sering melakukan penyesuaian terhadap
perubahan permintaan. Kedua; semua perusahaan dalam industri
menggunakan penetapan harga ini, maka harga yang ada di pasar akan
cenderung sama, sehingga persaingan harga dapat diminimalkan. Ketiga;
pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli ini yaitu penjual dan pembeli
menilai wajar harga biaya plus margin.
Seperti diketahui bahwasanya kelemahan utama dari biodiesel
sekarang adalah harga biodiesel yang masih dianggap relatif mahal
dibandingkan dengan solar. Tingginya harga tersebut disebabkan karena
masih tingginya harga bahan baku biodiesel. Strategi yang dapat
diterapkan untuk mempengaruhi harga adalah berkaitan dengan pengaruh
kapasitas produksi biodiesel yang bersangkutan. Kapasitas produksi dari
biodiesel dapat berpengaruh terhadap biaya produksi biodiesel tersebut.
Semakin besar kapasitas pabrik maka harga akan semakin murah begitu
juga sebaliknya. Oleh karena itu, strategi yang dapat diterapkan adalah
membuat pabrik biodiesel skala besar dengan kapasitas produksi yang
besar untuk menghasilkan biaya produksi per liter yang rendah serta harga

48
jual ke konsumen dapat ditekan sehingga biodiesel dapat bersaing dengan
solar.

3. Strategi Tempat
Lokasi atau tempat penjualan biodiesel merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh dalam keputusan konsumen untuk beralih menggunakan
biodiesel. Lokasi disini terkait dengan mudah atau tidaknya konsumen
untuk memperoleh produk yang bersangkutan.
Strategi yang dapat diterpakan adalah produsen dapat memasarkan
biodiesel di setiap SPBU yang ada dengan melakukan kerjasama dengan
PERTAMINA selaku pihak yang memiliki wewenang terhadap penjualan
bahan bakar di SPBU. Strategi tersebut dimaksudkan agar konsumen
dapat memperoleh biodiesel yang digunakan sebagai bahan bakar yang
mudah. Untuk itu, diperlukan adanya sinergisitas antara produsen dengan
pihak pengelola SPBU agar strategi pemasaran biodiesel melalui
tempat/lokasi dimana konsumen secara umum melakukan pembelian
bahan bakar dapat diterapkan.

4. Strategi Promosi
Bauran komunikasi pemasaran (bauran promosi) terdiri dari empat
perangkat utama, yaitu: iklan, promosi penjualan (sales promotion),
hubungan masyarakat (public relation), dan penjualan personal (personal
selling) (Kotler, 2000).
Promosi yang dilakukan difokuskan pada sarana-sarana yang akrab
dengan konsumen, hal tersebut dilakukan karena biodiesel merupakan
produk konsumsi. Sarana-sarana tersebut berupa pembuatan iklan di
katalog konsumen, di media televisi, dan surat kabar untuk konsumen,
atau dengan metode personal selling dengan mengirimkan tenaga
pemasaran ke perusahaan-perusahaan yang potensial menggunakan
biodiesel.

49
B. Aspek Teknis Teknologis
1. Bahan Baku
Jarak pagar merupakan jenis tanaman yang sudah sangat umum
dikenal di Indonesia. Jarak pagar dikenal masyarakat Indonesia sebagai
salah satu tanaman yang dapat diolah menjadi minyak yang disebut dengan
minyak jarak. Minyak ini biasanya digunakan sebagai minyak lampu,
namun dengan kemajuan teknologi pemanfaatan jarak kini mulai merambah
ke dunia kosmetik, tekstil, dan industri lainnya.
Hariyadi (2005) menyatakan bahwa produktivitas tanaman jarak antara
6-10 ton biji/ha pada populasi 2500-3300 pohon/ha. Rendemen minyak
yang terdapat dalam biji jarak pagar sebesar 35 persen sehingga setiap ha
lahan dapat diperoleh 2,5-3,5 ton minyak/ha/tahun. Hambali, et al. (2006)
menambahkan bahwa produktivitas jarak pagar berkisar antara 3-4 kg
biji/pohon/tahun. Apabila dipelihara dengan baik, tanaman ini dapat hidup
lebih dari umur 20 tahun. Menurut Abdullah (2006), biji jarak terdiri dari
75 persen daging buah dan 25 persen kulit. Kandungan minyak dalam biji
jarak pagar sekitar 35 persen minyak, sehingga dapat diekstraksi menjadi
minyak jarak (curcas oil). Komponen yang terbesar dalam minyak jarak
adalah trigliserida.
Minyak jarak pagar dipilih sebagai bahan baku biodiesel karena (a)
sifat fisik-kimianya sesuai dengan sifat bahan baku untuk memproduksi
biodiesel, (b) minyak jarak tidak tidak termasuk minyak pangan, (c)
tanaman jarak dapat tumbuh baik di lahan kering atau kritis sehingga
berpotensi mengubah lahan kritis menjadi lahan produktif.
Biji jarak yang digunakan sebagai bahan baku proses produksi berasal
dari kebun sendiri. Pada kajian ini kebun yang dimiliki oleh pabrik seluas
800 Ha kebun jarak pagar. Untuk mengetahui berapa tingkat produktivitas
dari kebun tersebut maka digunakan asumsi sebagai berikut:
1 Ha memiliki populasi 2500 pohon (jarak tanam yang digunakan
2 m x 2 m).
1 pohon menghasilkan 5 kg buah basah /tahun, sehingga 1 Ha lahan
menghasilkan buah jarak sebanyak 12.500 kg/tahun atau 12,5 ton/tahun.

50
Pada lahan 800 Ha menghasilkan 10.000 ton buah/tahun, buah tersebut
merupakan buah basah karena belum mengalami penanganan proses
pasca panen (pengeringan).
Kadar air yang dimiliki biji basah sekitar 39,43 %, sedangkan kadar air
biji kering sekitar 7 %. Sehingga didapatkan biji kering/ha sebanyak
4.477,62 kg biji kering/ha sehingga untuk lahan 800 ha dapat
menghasilkan 3.582 ton biji kering

2. Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi
untuk mencapai keuntungan yang optimal. Keuntungan ini dipengaruhi oleh
faktor eksternal, yaitu pangsa pasar yang mungkin diraih, sedangkan faktor
internal yaitu usaha-usaha pmasaran yang dilakukan serta variable-variabel
teknik yang berkaitan langsung dengan proses produksi.
Menurut UNIDO (1978), kapasitas produksi dapat didefinisikan
sebagai volume atau jumlah unit yang dapat diproduksi selama periode
tertentu. Definisi ini meliputi hasil keluaran yang diharapkan. Untuk jangka
pendek, kapasitas dapat dipertimbangkan sesuatu yang konstan. Terdapat
dua macam kapasitas, yaitu kapasitas normal yang mungkin dan kapasitas
maksimum nominal. Kapasitas normal yang mungkin adalah kondisi kerja
normal yang bukan hanya kondisi pemasangan peralatan dan kondisi
teknikal, namun juga sistem manajemen yang dipengaruhi oleh kondisi
permintaan dati hasil kajian pemasaran. Kapasitas maksimum nominal
adalah kapasitas yang mungkin secara teknis. Untuk mencapai kondisi
maksimum, maka penggunaan sumber daya yang ada dimaksimalkan dan
akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi.
Penentuan kapasitas pabrik juga dipengaruhi ketersediaan bahan baku
dan teknologi proses yang dipilih. Teknologi pabrik biodiesel dari jarak
pagar menggunakan adaptasi dari teknologi dari Tapasvi, et al. (2004),
Food & Process Engineering Institute Division of ASAE (American Society
of Agricultural Engineers).

51
Kapasitas industri biodiesel ini adalah 913 ton/tahun atau 1.074.105,86
liter/tahun; 75,56 ton/bulan atau 88.891,52 liter/ bulan; 3,15 ton/hari atau
3.703,81 liter/hari. Penentuan kapasitas ini berdasarkan jumlah bahan baku
yang dihasilkan oleh kebun.

3. Lokasi Pabrik
Terdapat beberapa prinsip dasar dalam penentuan lokasi pabrik, yaitu
peraturan dan kebijakan, pembobotan relatif, interaksi antar berbagai faktor
(input dan pasar), dan pertimbangan umum lokasi lainnya. Penentuan lokasi
pabrik merupakan salah satu tahapan dalam studi kelayakan pendirian
industri biodiesel jarak pagar di Indonesia.
Menurut Umar (2001), faktor-faktor utama yang diperhatikan dalam
menentukan lokasi pabrik adalah letak konsumen potensial atau pasar
sasaran yang akan dijadikan tempat produk dijual; letak bahan baku utama;
sumber tenaga kerja; sumber daya seperti air, kondisi udara, tenaga listrik,
dan sebagainya; fasilitas transportasi untuk memindahkan bahan baku ke
pabrik dan hasil produksi; fasilitas untuk pabrik; lingkungan masyarakat
sekitar; dan peraturan pemerintah.
Lokasi pabrik yang dipilih untuk pendirian industri biodiesel adalah
kawasan PG Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih
karena, bahan baku utama berasal dari perkebunan jarak pagar Jatitujuh
(800 Ha), sehingga akan memudahkan proses produksi dan akan
mengurangi biaya transportasi dan biaya lainnya..

4. Teknologi Proses
Proses pembuatan biodiesel jarak pagar terdiri dari dua tahap yaitu
ekstraksi minyak jarak dan proses pengolahan minyak jarak menjadi
biodiesel. Biodiesel diolah dengan bahan baku minyak yang diperoleh dari
berbagai hasil agroindustri, misalnya dari tanaman jarak pagar. Pengolahan
bahan baku menjadi faktor penting untuk menghasilkan biodiesel yang
berkualitas memenuhi standar. Proses produksi biodiesel dari buah jarak

52
pagar meliputi tiga tahap yaitu persiapan bahan, ekstraksi dan
transesterifikasi.

Persiapan Bahan dan Ekstraksi Minyak Jarak


Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak
dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Secara umum,
bahan alam yang mengandung minyak diekstrak dengan tiga metode, yaitu
metode mekanis, rendering (perebusan), dan pelarut. Untuk bahan yang
berkadar minyak tinggi (30-70 persen minyak dalam bahan), metode
mekanis lebih dianjurkan, karena lebih cepat, lebih mudah, dan relatif lebih
murah. Bahan-bahan berkadar minyak rendah harus diekstrak dengan
metode pelarut, karena ekstraksi pelarut merupakan metode dengan efisiensi
tertinggi yaitu dengan rendemen sekitar 98 persen. Hal yang perlu
dipertimbangkan adalah mahalnya pelarut organik pengekstraknya.
Umumnya, heksana, petroleum eter dan karbon disulfida digunakan sebagai
pengekstrak. Metode rendering digunakan untuk bahan-bahan yang
mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi (Ketaren,
1986).
Pada persiapan bahan ini, biji jarak pagar dikeringkan terlebih dahulu
dengan pengeringan alami (matahari atau apabila musim hujan dapat
menggunakan oven pada suhu 110o C selama satu jam. Pengeringan tesebut
dilakukan sampai kadar air dalam biji sebanyak 7 persen. Biji yang sudah
kering kemudian dimasukkan kedalam mesin pengolah minyak sehingga
didapatkan minyak jarak kasar, mesin yang digunakan untuk ekstraksi ini
menggunakan mesin Expeller With Cooking Kettle yang dilengkapi dengan
mesin penyaring Filter Press buatan India (Lampiran 4a).
Minyak yang dihasilkan dinamakan minyak jarak mentah (crude
jatropha oil). Rendemen minyak jarak sebesar 35 persen, rendemen
pengepresan sebesar 95 persen, sehingga didapatkan efisiensi rendemen
minyak biji jarak adalah 33,25 persen. Ekstraksi dari biji kering 4.472,6
kg/ha menghasilkan minyak 1.618,27 liter, sedangkan untuk keseluruhan
lahan 800 Ha dari 3.582 ton biji kering dapat menghasilkan minyak jarak

53
kasar sebanyak 1.191 ton atau setara dengan 1.295 kiloliter. Untuk proses
ekstraksi minyak jarak dapat dilihat pada Gambar 9.
Minyak jarak tersebut kemudian dianalisis sifat fisikokimianya. Sifat-
sifat yang dianalisis diantaranya adalah viskositas, densitas, bilangan
penyabunan dan kandungan asam lemak bebas. Analisis ini dimaksudkan
untuk mengetahui sifat awal minyak jarak pagar sebelum diproses menjadi
biodiesel.

Gambar 9. Diagram alir proses ekstraksi minyak jarak pagar


.
Proses Pengolahan Biodiesel
Pada proses ini terdiri dari tiga tahap proses yaitu esterifikasi,
transesterifikasi dan pemisahan gliserol. Proses transesterifikasi dilakukan
untuk mengkonversi trigliserida dalam minyak jarak pagar menjadi metil
ester. Alat untuk memproduksi biodiesel disebut dengan transesterifikasi.
Ada dua jenis transesterifikasi yaitu jenis batch dan continues (Graboksi
dan McCormick, 1998), (Allen dan Watts, 1996). Pada skala laboratorium
tipe batch lebih cocok karena produksinya tidak terlalu besar (Allen dan
Watts, 1996), sedangkan untuk kapasitas yang kebih besar tipe continues
lebih baik. Tipe seperti ini lebih cocok untuk proses komersial. Terdapat
tiga tahap untuk menghasilkan metil ester dari minyak, yaitu; 1) katalisasi

54
minyak dengan metanol dalam rangka transesterifikasi; 2) katalisasi asam
lemak dengan metanol dalam rangka esterifikasi 3); Mengubah minyak dari
asam lemak menjadi metil ester. Menurut Tapasvi, et al. (2004), secara
umum proses produksi biodiesel dibagi kedalam empat tahapan utama,
yaitu:

1. Proses degumming minyak mentah dan pemurnian.


Tahap proses yang pertama adalah degumming minyak mentah
hasil ekstraksi. Proses ini merupakan degumming berbasis asam,
sehingga dapat menghilangkan sifat hydratable dan non-hydratable
phosphatides, kemudian diikuti oleh proses pemurnian senyawa alkali,
yang bertujuan untuk menghilangkan asam lemak bebas. Minyak mentah
akan dipanaskan hingga 70oC dengan pemanas (heater). Asam phospor
ditambahkan pada minyak mentah yang dipanaskan pada tangki
pencampuran, tujuannya adalah untuk mengubah non-hydratable
phosphatides menjadi water-soluble phospatic acid. Kemudian soft
water ditambahkan ke dalam tangki pencampuran untuk merubah gums
dari senyawa hydratable phosphatides. Aliran yang keluar dari tangki
pencampuran akan dipisahkan dengan proses sentrifugasi, untuk
memisahkan minyak murni dengan campuran air dan gum. Melalui
separator, maka gums akan dipisahkan dari air.
Minyak yang telah diproses degumming dialirkan ke dalam tangki
pemurnian dengan penambhan senyawa alkali pada suhu 70oC. Sodium
hidroksida (NaOH) ditambahkan untuk mengubah asam lemak bebas
yang terdapat pada minyak yang sudah mengalami degumming menjadi
sabun oil-insoluble. Pencampuran yang baik sangat berpengaruh
terhadap reaksi yang terjadi. Proses ini diikuti dengan penambahan air
pencuci untuk menguraikan partikel sabun. Partikel tersebut dalam
minyak dapat dipisahkan dengan proses sentrifugasi. Hasil aliran yang
keluar dari proses sentrifugasi dipanaskan pada heater pada suhu 95oC
kemudian dialirkan ke pengeringan minyak (vacuum oil dryer), yang
bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam minyak murni. Minyak

55
yang kering dan murni selanjutnya akan dialirkan ke tangki pendinginan
yang akan digunakan seabagai bahan untuk proses selanjutnya.

2. Reaksi transesterifikasi dan pencucian ester


Transesterifikasi minyak menjadi metil ester dilakukan baik
dengan satu tahap atau dua tahap poses, bergantung pada mutu awal
minyak. Minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi dapat
dengan efisien dikonversi menjadi esternya melalui beberapa tahap
reaksi yang melibatkan katalis asam untuk mengesterifikasi asam lemak
bebas yang dilanjutkan dengan transesterifikasi berkatalis basa yang
mengkonversi sisa gliserida (Canakci&Gerpen, 2001). Apabila minyak
mempunyai kandungan asam lemak bebas yang rendah, transesterifikasi
dapat dilakukan satu tahap (Ambarita, 2002).
Katalis asam selain mengesterifikasi asam lemak bebas, juga
mengkonversi trigliserida menjadi metil esternya. Meskipun demikian,
kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan transesterifikasi yang
menggunakan katalis basa (Haas et al. 2003). Prinsip proses dari
esterifikasi adalah asam lemak dari minyak jarak direaksikan dengan
metanol dengan bantuan katalis asam sehingga terbentuk ester dan air.
Sedangkan prinsip proses transesterifikasi pun hampir sama dengan
esterifikasi, tetapi yang direaksikan adalah trigeliserida dari minyak jarak
dengan metanol menggunakan bantuan katalis basa sehingga terbentuk
metil ester dan gliserol, seperti yang terlihat pada Gambar 10.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noureddini dan
Zhu (1997), reaksi transesterifikasi dilakukan dengan rasio molar
metanol asam lemak 6:1 pada suhu 60OC, laju pengadukan 300 rpm,
selama 2 jam dengan katalis NaOH 2-4 persen memberikan rendemen
metil ester 80 persen. Ambarita (2002) menghasilkan rendemen metil
ester hingga 95 persen dengan katalis dan suhu yang sama selama 12
jam.

56
Katalis
RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O
Kalor
Asam lemak Metanol Ester Air

H O H O
H C O C R1 H C OH CH3O C R1
O Katalis O
H C O C R2 + 3CH3OH H - C O H + CH3O C R2
Kalor
O O
H C O C R3 H - C OH CH3O C R3

H H
Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester
(Biodiese)

Gambar 10. Reaksi Esterifikasi dan Transesterifikasi

Minyak murni akan dialirkan ke dalam Continuous Stirred Tank


Reactor (CSTR) 1 pada suhu 65oC. Kemudian pada reaktor tersebut
ditambahkan metanol (100%) bersamaan dengan penambahan katalis,
yakni sodium metoksida dalam jumlah yang secukupnya. Reaksi
transesterifikasi antara trigliserida dan metanol dengan bantuan katalis
sodium metoksida, akan menghasilkan metil ester (biodiesel dan
gliserol). Senyawa asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak murni
akan bereaksi dengan sodium metoksida dan akan menghasilkan
senyawa sabun dan metanol. Reaksi transesterifikasi ini berlangsung
selama 8 jam dengan laju pengadukan 300 rpm dan menghasilkan
rendemen 98 persen.
Produk-produk hasil reaksi ini akan dipisahkan dengan
menggunakan decanter menjadi beberapa fase gliserol (gliserol, metanol,
sodium metoksida, dan sabun) dan beberapa fase ester (metil ester,
minyak yang tidak bereaksi, metanol, dan sabun). Selanjutnya, fase ester
akan masuk ke dalam CSTR 2, sedangkan fase gliserol akan menuju
tangki pengumpulan. Pada CSTR 2, dan decanter 2 terjadi reaksi yang
sama pada CSTR 1 dan decanter 1. Fase gliserol akan masuk ke tangki

57
pengumpul sedangkan fase ester dipanaskan pada suhu 70oC sebelum ke
tahap pencucian ester.
Kotoran yang terdapat pada fase ester seperti metanol, sabun, dan
gliserol bebas harus dipisahkan dari metil ester. Pemisahan tersebut
dilakukan dengan cara pencucian pada kolom pencucian (continuous
wash coloum) menggunakan air lunak (soft water) yang terlebih dahulu
dipanaskan pada suhu 70oC. Limbah yang dikeluarkan dari kolom
pencuci akan ditampung pada tangki pengumpul sedangkan ester yang
sudah dicuci akan dimasukkan ke dalam settler tank. Alat tersebut
berfungsi untuk memisahkan fase air yang masih terdapat pada metil
ester. Metil ester kemudian dipanaskan pada suhu 90oC sebelum
dialirkan ke dalam pengering vakum ester pada tekanan absolut 35 mm
Hg yang berfungsi untuk menghilangkan nilai kelembaban didalam
pengering vakum ester sehingga menjadi meti ester (biodiesel). Reaktor
transesterifikasi dapat dilihat pada Lampiran 4b.

3. Methanol recovery dan pemurnian gliserol


Aliran yang terkumpul pada tangki pengumpul akan dipanaskan
sampai titik didih senyawa metanol 64,5 oC dengan pemanas. Senyawa
metanol akan terpisahkan dengan diuapkan menggunakan super heated
steam pada glycerol-alcohol stripper. Kemudian uap dari senyawa
metanol yang dihasilkan akan dialirkan ke dalam kolom distilasi, dengan
tujuan untuk memperoleh uap metanol murni. Uap metanol akan di
kondensasi dengan menggunakan kondesor dan akan didaur ulang ke
dalam CSTR. Gliserol yang terdapat pada bagian bawah stripper akan
dialirkan ke dalam tangki penampung gliserol.
Senyawa gliserol yang belum murni pada tangki penampung ini
akan dicampurkan dengan HCl pada reaksi acidulation. Katalis sodium
metoksida di dalam aliran bereaksi dengan HCl, sehingga terbentuk
metanol, NaCl serta sabun yang dihasilkan pada aliran ini bereaksi juga
dengan HCl untuk membentuk asam lemak bebas dan NaCl di dalam
acidulation reactor. Aliran trsebut kemudian masuk ke dalam decanter,
dengan menggunakan decanter, produk gliserol akan dipisahkan dari

58
asam lemak bebas dan senyawa tidak murni lainnya. Untuk neraca massa
dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Neraca massa pembuatan biodiesel

59
Gambar 12. Neraca Energi

5. Penentuan Tata Letak Pabrik


Pada penentuan tata letak pabrik terdapat dua tipe yang digunakan
yaitu tipe produk dan tipe proses. Industri pengolahan biodiesel hanya
menghasilkan satu jenis produk maka dalam penentuan tata letak digunakan
tipe produk. Tata letak menggunakan tipe produk (product layout) merupakan
tata letak dimana pusat-pusat kerja dan mesin/peralatan yang disusun
merupakan satu line sesuai dengan urutan operasi/proses untuk menghasilkan
satu jenis produk tertentu (Machfud dan Yudha, 1990).
Berdasarkan diagram alir proses maka dilakukan analisis keterkaitan
antar aktivitas untuk menentukan tata letak pabrik. Salah satu alat untuk
menganalisa dan merancang keterkaitan antar kegiatan ini disebut Bagan
Keterkaitan Antar Kegiatan atau AR-Chart. Dalam merancang hubungan antar
kegiatan maka harus dipertimbangkan faktor penting yaitu persyaratan khusus
yang harus dipenuhi untuk kegiatan atau ruang tertentu, karakteristik

60
bangunan, letak bangunan, fasilitas eksternal, dan kemugkinan perluasan.
Bagan tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Bagan keterkaitan antar aktivitas

61
Selanjutnya jika aktivitas telah dapat dikaitkan dalam bentuk bagan,
maka dapat dibuat diagram keterkaitan antar kegiatan. Diagram tersebut
merupakan basis untuk merencanakan hubungan antar pola aliran bahan
dengan lokasi kegiatan-kegiatan pelayanan/penunjang yang berkaitan dengan
kegiatan produksi. Diagram tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.

Keterangan:
1. Penerimaan dan pengeluaran bahan 8.Proses produksi
2. Gudang bahan baku 9. Pengemasan
3. Gudang bahan pembantu 10. Boiler
4. Kantor 11. Generator
5. Gudang produk 12. Pembuangan limbah
6. Sumber air 13. Laboratorium
7. Pengepresan

Gambar 14. Diagram keterkaitan antar aktivitas

62
Setelah dianalisis hubungan keterkaitan antar aktivitas dan dibuat
bagan dan diagram keterkaitan antar aktivitas, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis kebutuhan ruang yang diperlukan. Kebutuhan luasan
ruang produksi tergantung pada jumlah mesin/peralatan, tenaga kerja atau
operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana lain
yang mendukung kegiatan produksi yang bersangkutan. Jumlah mesin atau
tenaga kerja tergantung pada tingkat produksi secara keseluruhan dan tingkat
produksi pada setiap tahapan kegiatan produksi.
Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan mempunyai sistem kerja
yang otomatis dan berteknologi tinggi, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan
tidak banyak dan harus terampil, ahli dan mengerti dengan baik proses yang
berjalan. Pada Tabel 6 disajikan kebutuhan ruang produksi. Kebutuhan luasan
ruang pabrik industri pengolahan biodiesel dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Kebutuhan ruang produksi pengolahan jarak pagar

Jumlah Sub Total x150


No Nama Ruang total persen
Mesin Operator (m2) (m2)
1 Gudang bahan baku - - 75 112,5
Gudang bahan
2 - - 50 75
pembantu
3 Gudang produk jadi - - 100 150
4 Ruang pengepresan 4 2 75 112,5
5 Ruang proses produksi
Degumming 4 1 50
Pemurnian minyak 4 1 50
375
Transesterifikasi 5 1 50
Pencucian ester 5 1 50
Methanol recovery 9 1 50
6 Ruang pengemasan 1 2 100 150
TOTAL 32 9 5.450 975

Jika jumlah mesin yang akan ditangani operator sudah ditetapkan,


maka kebutuhan luas ruang untuk mesin/peralatan dapat ditentukan. Salah
satu metode dalam menentukan luasan ruang produksi adalah metode pusat
produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk
mendukung proses produksi, serta luasan untuk melaksanakan proses operasi.

63
Tabel 7. Kebutuhan ruang pabrik industri pengolahan jarak pagar

No Keterangan Sub Total (m2)


1 Ruang Produksi 975
2 Ruang non Produksi
a. Kantor 30
b. Laboratorium 20
c. Boiler dan Generator 90
d. Pembuangan limbah 50
e. Musholla, toilet 15
f. Sumber air 100
3 Lain-lain
a. Parkir 100
b. Jalan 200
c. Pagar 200
Total 1.760

Tahap berikutnya dalam proses perancangan tata letak adalah


menentukan alokasi area. Alokasi area merupakan suatu proses untuk
mengintegrasikan hasil analisis aliran bahan, keterkaitan antar kegiatan dan
kebutuhan luasan ruang. Hasil dari proses alokasi area ini adalah diagram
alokasi area atau diagram hubungan antar ruang. Alokasi area tersebut dapat
dilihat pada Gambar 15.

64
Gambar 15. Alokasi area industri biodiesel jarak pagar.

C. Aspek Manajemen dan Organisasi


a. Struktur Organisasi
Setiap organisasi yang berdiri memiliki suatu tujuan yang dapat
dicapai dengan adanya orang-orang yang bekerja sesuai dengan tugasnya
masing-masing. Tugas-tugas tersebut harus dilakukan secara efisien dan
efektif oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan sesuai dengan
beban kerja yang harus dilakukan, sehingga diperlukan motivasi dan
dorongan yang tinggi dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal
dan eksternal.

65
Struktur organisasi adalah susunan dan hubungan antara bagian dan
posisi dalam perusahaan. Struktur organisasi menjelaskan pembagian
akivitas kerja, serta memperhatikan hubungan fungsi dan aktivitas tersebut
sampai dalam perusahaan. Struktur organisasi juga menjelaskan hirarki dan
susunan kewenangan, serta hubungan pelaporan. Beberapa faktor yang
menentukan struktur organisasi, yaitu strategi dan struktur organisasi,
teknologi manusia, serta kapasitas produksi sebagai bahan penentu struktur
(Umar, 2001).
Salah satu cara agar organisasi mencapai kemampuan mengelola suatu
perusahaan yang baik adalah menentukan struktur formal organisasi.
Adanya struktur organsisasi yang jelas akan memudahkan dalam sistem
koordinasi antar anggota organisasi, sehingga masing-masing anggota
mengetahui tugasnya secara jelas. Dalam struktur formal ditetapkan
tingkat-tingkat wewenang dan tanggung jawab, yang merupakan
mekanisme yang mengaitkan tugas, jabatan, dan cara pengoperasian.
Secara garis besar rencana pengelolaan operasional industri biodiesel pada
dasarnya terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu kegiatan operasional dan
kegiatan produksi.
Kegiatan operasional meliputi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
keuangan dan pemasaran. Kegiatan keuangan terdiri dari kegiatan
pendanaan operasional, pembukuan, serta pengendalian arus kas. Kegiatan
pemasaran terdiri dari kegiatan promosi dan pemasaran hasil produksi, serta
transportasi dan pendistribusianya. Kegiatan distribusi meliputi kegiatan-
kegiatan pengelolaan hasil produksi, perencanaan produk dan pengendalian
mutu, kegiatan pergudangan bahan baku dan barang jadi, kegiatan
pembelian dan kegiatan umum serta personalia.
Struktur organisasi yang diusulkan menganut sistem pelimpahan
wewenang sentralisasi, hal ini bertujuan agar kebijakan yang seragam dapat
menimbulkan kompleksitas permasalahan. Selain itu, dalam sebuah industri
pengolahan, wewenang untuk memberi keputusan dimaksudkan agar
operasinya dapat berjalan lancar. Struktur organisasi untuk industri
biodiesel dari jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 16.

66
Manager Pabrik

Staff Keuangan Staff


Kepala Kebun Kepala Pabrik dan ADM pemasaran

Buruh Kebun Operator Produksi Quality Control

Buruh Pabrik Laboran

Gambar 16. Struktur Organisasi

b. Tabulasi Kebutuhan Tenaga Kerja


Tenaga kerja yang dipakai dalam industri biodiesel dari jarak pagar ini
terdiri dari tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tak langsung. Tenaga
kerja langsung merupakan tenaga kerja yang secara langsung terlibat dalam
proses produksi dan kebun, sedangkan tenaga kerja tak langsung adalah
tenaga kerja yang tidak berhubungan secara langsung dengan proses
produksi. Tenaga kerja langsung adalah operator produksi, laboran, pekerja
pabrik dan pekerja kebun, sedangkan tenaga kerja tak langsung antara lain
general manager, kepala kebun, kepala pabrik, quality control dan staff
kantor. Adapun kualifikasi pekerjaan dan jabatan dapat dilihat pada Tabel 8

67
Tabel 8. Tabulasi Kebutuhan Tenaga Kerja

No Jabatan Kualifikasi Pendidikan Jumlah


1 Manager Pabrik S3, S2 Berpengalaman (min 5 thn) 1
2 Kepala Pabrik S2, S1, Teknik Industri (min 3 thn) 1
3 Kepala Kebun S2, S1, Budidaya pertanian (min 3 thn) 1
4 Quality Control S1, Teknik Industri, Kimia 1
5 Staff Pemasaran S1, D3, Teknik Industri, Marketing 1
Staff Keuangan S1, D3, Manajemen, Ekonomi,
6 1
danAdministrasi Akuntansi
7 Laboran D3, Kimia, Teknik Industri 1
8 Operator Produksi D3, Teknik, SMU/STM 9
9 Pekerja pabrik Sekolah Menengah 15
10 Pekerja Kebun Sekolah Menengah 20
11 Supir Sekolah Menengah 1
Total 52

c. Deskripsi Pekerjaan
Deskripsi tugas dan tanggung jawab disusun untuk memudahkan
pekerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Deskripsi tugas dan
tanggung jawab masing-masing jabatan antara lain sebagai berikut:
1) Manager Pabrik, bertugas sebagai penentu kebijakan dalam seluruh
kegiatan perusahaan. Tanggung jawab general manager adalah
menjalankan roda organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan
perusahaan, merencanakan, mengorganisasikan, mengatur,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan manager yang berada
dibawahnya. Manager Pabrik ini berada dibawah General Manager PG
Jatitujuh.
2) Kepala Pabrik, bertugas melakukan perencanaan, pengkoordinasian,
pengarahan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan produksi pabrik,
kualitas produksi dan pemeliharaan sarana produksi. Bertanggung jawab
penuh terhadap kelancaran proses produksi pabrik, kualitas hasil
produksi dan pengendalian biaya-biaya produksi. Melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan terhadap produk agar memperoleh
keunggulan dalam persaingan.
3) Kepala kebun, bertugas terhadap pengaturan, pengendalian dan
pemeliharaan kebun supaya dapat berproduktivitas tinggi dan
menghasilkan bahan baku yang berkualitas
4) Staff pemasaran, bertugas merencanakan pemasaran produk,
menetapkan strategi pemasaran, memperoleh informasi mengenai
kebutuhan/keinginan konsumen (pembeli), kondisi pesaing, dan
berbagai masalah eksternal. Meneliti prospek pemasaran yang berkaitan
dengan jenis, model dan kebijakan harga dari produk yang dihasilkan.
5) Staff Keuangan dan administrasi, bertugas mengkoordinasikan kegiatan
keuangan perusahaan, pengawasan pencatatan kegiatan keuangan serta
pelaksanaan administrasi kantor dan operasional perusahaan.
6) Quality Control (QC) bertanggung jawab atas kualitas produksi,
termasuk didalamnya quality control, jaminan mutu serta Research and
Development (R&D).
7) Laboran, bertugas membantu supervisor QC dalam pelaksanaan
pemeriksaan kualitas baik bahan baku atau produk, pemeriksaan standar
produk yang dihasilkan pabrik, jaminan mutu dan sebagainya.
8) Operator produksi bertanggung jawab dalam menjalankan dan
mengawasi mesin-mesin produksi dan menjaga kualitasnya.
9) Pekerja pabrik bertugas mengangkut bahan mentah dan produk jadi,
serta melaksanakan proses produksi pabrik.
10) Supir, bertugas dalam pelaksanaan kegiataan pengangkutan barang baik
bahan baku atau produk.

d. Ketentuan Ketenagakerjaan
Daerah yang dipilih sebagai lokasi dari industri biodiesel dari jarak
pagar adalah kawasan Pabrik Gula Jatitujuh, Majalengka Jawa Barat. Untuk
mendapatkan buruh atau tenaga kerja dapat dilakukan dengan bantuan dari
Departemen Tenaga Kerja dan Asisten dari Investasi Daerah (BIDA). Upah
minimum untuk tenaga kerja yang tidak mempunyai keahlian diatur oleh
pemerintah dan disesuaikan dengan kemampuan perusahaan untuk
membayar upah.
D. Aspek Legalitas
Pendirian dan beroperasinya suatu industri akan lebih diketahui serta
diakui keberadaannya oleh pemerintah apabila telah berbentuk badan usaha.
Suatu industi yang layak untuk direalisasikan, perlu mendapatkan legalitas
sehingga dalam perjalanannya dapat melakukan akses keluar yang baik, dan
mendapat dukungan serta terikat pada kebijakan yang berlaku baik di tingkat
wilayah/daerah, nasional, maupun internasional.

a. Badan Usaha
Perusahaan yang ada di Indonesia terdapat dalam beberapa bentuk,
yaitu Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi,
Firma, Kongsi, Yayasan dan bentuk usaha tetap. Dalam hal pemilikan, bentuk
perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran perusahaan,
jenis perusahaan, pembagian laba, resiko yang akan ditanggung, pembagian
pengawasan dan aturan penguasaan perusahaan.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka bentuk perusahaan yang
sesuai untuk industri biodiesel ini adalah Perseroan Terbatas (PT). Pemilihan
ini dilakukan dengan alasan modal investasi yang dibutuhkan relatif cukup
besar.

b. Perizinan
Untuk mendirikan suatu industri, menurut Keputusan Menteri Negara
Investasi (Menives) No. 38/SK/1999 pada Bab I tentang Ketentuan Umum,
diperlukan izin-izin dan persyaratan legalitas sebagai berikut.
1. Persetujuan fasilitas dan izin pelaksanaan penanaman modal yang
dikeluarkan Menives/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BPKM) atau Ketua BPKMD terdiri dari:
Persetujuan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan fasilitas
perpajakan atas pengimporan barang modal.
Persetujuan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas
pengimporan bahan baku dan/atau bahan penolong untuk keperluan
produksi 2 (dua) tahun berdasarkan kapasitas terpasang.
Persetujuan pemberian fasilitas pajak penghasilan yang ditanggung
oleh pemerintah untuk usaha industri tertentu.
Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT).
Keputusan tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja warga Negara
asing pendatang (RPTK).
Keputusan tentang Izin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing
pendatang (IKTA).
Izin Usaha Tetap (IUT), Izin Usaha Perluasan dan Pembaharuan IUT.
2. Izin pelaksanaan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:
Izin lokasi
Izin Undang-undang Gangguan (UUG)/HO
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Menurut Ariyoto (1980), minimal diperlukan izin-izin dan persyaratan
legalitas sebagai berikut:
Persetujuan prinsip mendirikan industri,
Surat Izin Umum Perusahaan (SIUP),
Tanda Daftar Perusahaan (TERDAPAT),
Akta Pendirian Perusahaan.
Persyaratan izin Undang-undang gangguan (HO) dan izin tempat usaha
adalah sebagai berikut:
Mengisi formulir permohonan dan materia Rp.3000 sebanyak 2 lembar
Surat persyarataan tidak keberatan dari tetangga
Rekomendasi pertimbangan dari Camat
Berita acara pemeriksaan lapangan dari kecamatan setempat
Gambar lokasi ruangan yang akan dipergunakan
Keterangan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Pas photo hitam putih ukuran 3 x 4 sebanyak 6 lembar
Akte Pendirian Perusahaan, bagi yang berbadan hukum
Surat keterangan tanda bukti pemilikan/penyewaan bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Surat Keterangan (SEKRI) bagi keturunan asing
Rekomendasi dari instansi yang sesuai dengan jenis yang dimohon.
Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris
dalam bahasa Indonesia. Perseroan memperoleh status sebagai badan hukum
setelah akta pendirian persero disyahkan oleh menteri kehakiman Republik
Indonesia. Berdasarkan UU Republik Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan
terbatas (PT), pasal delapan menyatakan bahwa akta pendirian memuat
anggaran dasar dan keterangan lain, seperti:
Nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan
kewarganegaraan pendiri.
Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dan kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama
kali diangkat.
Nama pemegang saham yang mengambil bagian saham pada saat
pendirian.
Anggaran Dasar perseroan memuat sekurang-kurangnya:
Nama dan tempat kedudukan perseroan
Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan
Jangka waktu berdirinya perseroan
Besarnya jumlah modal
Susunan, jumlah dan nama anggota direksi dan komisaris
Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, direksi perseoan wajib
mendaftarkan perusahaan. Hal-hal yang harus didaftarkan:
Akta pendirian beserta surat pengesahan menteri kehakiman RI
Akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada menteri
kehakiman RI
Untuk mendirikan suatu industri juga diperlukan izin lokasi usaha,
untuk memperoleh izin lokasi, pemohon menyampaikan permohonan secara
tertulis kepada gubernur kepala daerah melalui Kanwil BPN dengan
dilengkapi:
Rekomendasi Bupati/Walikota Kepala Daerah.
Akte pendirian perusahaan bagi perusahaan yang berbadan hukum atau
Surat Izin Usaha bagi perusahaan perseorangan.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Lay out pabrik.
Garis besar uraian proyek.
Pernyataan kesanggupan memberikan ganti rugi dan atau menyediakan
tempat penampungan bagi pemilik tanah.
Pertimbangan aspek penatagunaan tanah.
Peta rencana tata ruang lokasi yang bersangkutan.
Dewasa ini, pemerintah masih membuka kesempatan lebar bagi
perusahaan yang bermaksud mendirikan industri yang dapat meningkatkan
nilai tambah pada bahan baku, memperluas kesempatan kerja, serta
meningkatkan pendapatan daerah. Oleh karena itu, selama persyaratan yang
dibutuhkan dapat dipenuhi, maka tidak akan ada kesulitan untuk memperoleh
perizinan tersebut.

c. Peraturan Pemerintah
Pada saat ini, pemerintah sudah berperan proaktif dalam memacu
perkembangan biodiesel Indonesia. Adanya peran tersebut pemerintah telah
telah mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengembangan biodiesel di
Indonesia. Selain itu juga pemerintah telah membentuk Tim Kerja Nasional
biodiesel. Kebijakan pemerintah ini merupakan kekuatan daya dukung
keberhasilan pengembangan biodiesel di Indonesia. Pemerintah menyadari
bahwa biodiesel jarak pagar merupakan komoditas baru dan dalam
pengembangannya akan melibatkan banyak pihak.
Kebijakan tersebut dituangkan mulai dari peringkat hukum tertinggi
(Undang-Undang Energi), secara bertingkat kepada Keppres, Inpres, Deklarasi
sampai kepada penunjukkan Tim Kerja Tingkat Nasional. Kebijakan-
kebijakan tersebut antara lain:
1. Rencana Undang-Undang RI yang masih dalam proses pembahasan di
DPR.
2. Peraturan Presiden RI No.5/2006 tanggal 25 Januari 2006, tentang
Kebijakan Energi Nasional. Isi dari kebijakan ini antara lain tahun 2025
ditargetkan bahan energi terbarukan harus sudah mencapai lebih dari 5%
dari kebutuhan energi nasional dan BBM ditargetkan menurun sampai di
bawah 20%.
3. Instruksi Presiden RI No.1/2006 tanggal 25 Januari, tentang Penyediaan
dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Bio-Fuel) sebagai bahan bakar lain.
Isinya antara lain Presiden menginstruksikan kepada Menteri, gubernur,
dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah percepatan pemanfaatan
bahan bakar hayati.
4. Keputusan Presiden RI No.10/2006 tanggal 24 Juli 2006, tentang Tim
Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Untuk Percepatan
Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran.
5. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor:
Kep.11/MEKON/02/2006, tentang Tim Koordinasi Program Aksi
Penyediaan dan Pemanfaatan Energi Alternatif. Isinya adalah memutuskan
pembentukan tim koordinasi tingkat nasional penyediaan dan pemanfaatan
energi alternatif yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi energi
Sumber Daya Mineral dan Kehutanan dengan tim pengarah 11 Menteri dan
Menteri Negara.
Untuk lebih jelasnya peraturan pemerintah tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 6.

d. Pajak
Industri biodiesel tidak terlepas dari kewajiban pajak yang dibebankan,
sesuai dengan Undang-Undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan
yang menyatakan bahwa yang menjadi subyek pajak adalah badan yang terdiri
dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perseroan atau
perkumpulan lainnya, Firma Kongsi, Koperasi, Yayasan atau lembaga untuk
usaha tetap.
Penentuan besar pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan
Undang-Undang Perpajakan No.17 tahun 2000, yaitu keuntungan dibawah Rp
50 juta maka dikenakan pajak sebesar 10 persen dari pendapatan, apabila
pendapatan antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta, maka dikenakan
pajak 10 persen dari Rp 50 juta ditambah dengan 15 persen dari pendapatan
yang telah dikurangi dengan Rp 50 juta, kemudian apabila pendapatan berada
diatas Rp 100 juta, maka dikenakan pajak sebesar 10 persen dari Rp 50 juta
ditambah 15 persen dari Rp 50 juta dan ditambah dengan 30 persen dari
pendapatan yang telah dikurangi Rp 100 juta. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini.

Tabel 9. Tarif pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.17 tahun


2000
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
10 persen
Sampai dengan Rp.50 juta (lima puluh juta rupiah)
(lima persen)
15 persen
Di atas Rp.50 juta s/d Rp.100 juta
(sepuluh persen)
30 persen
Di atas Rp 100 juta (seratus juta rupiah)
(lima belas persen)

E. Aspek Lingkungan
1. Studi Aspek Lingkungan
Limbah merupakan hasil dari proses yang terjadi di dalam industri yang
dapat bersifat merugikan ataupun menguntungkan. Pencemaran pada setiap
proses produksi tidak dapat dihilangkan atau dihindari tetapi pencamaran ini
dapat dikendalikan sehingga menimbulkan dampak yang seminima mungkin.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengendalian pada sumbernya.
Setelah sumber pencemarnya diketahui, maka dilakukan pengenalan sifat dan
karakter pencemar tersebut. Kemudian masing-masing sumber pencemar
tersebut dimasukkan dalam suatu daftar dan dilakukan pengelompokan sesuai
dengan karakter pencemarannya.
Studi Aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan apakah
secara lingkungan hidup rencana bisnis diperkirakan dapat dilaksanakan secara
layak atau sebaliknya. Studi aspek lingkungan hidup dilakukan dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL dilakukan agar
kualitas lingkungan tidak rusak dengan beroperasinya proyek-proyek indsutri.
AMDAL harus mengacu pada peraturan dan perundangan yang berlaku
mengenai lingkungan hidup setempat studi AMDAL dilakukan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 17
Tahun 2001, tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib
dilengkapi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Kerusakan
lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini diakibatkan oleh kegiatan manusia
untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak mengindahkan kelestarian alam
sekitarnya (Pramudya Sunu, 2001). AMDAL terdiri dari 5 dokumen, yaitu PIL
(Penyajian Informasi Lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis
Dampak Lingkungan), RKL (Rencana Kelola Lingkungan).
Tujuan studi AMDAL adalah untuk meminimumkan dampak negatif dan
mengoptimalkan dampak positif, maka segenap upaya dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan uraian kegiatan yang dilakukan oleh
pabrik, maka komponen kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak
dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap prakonstruksi, tahap konstruksi, tahap
operasional dan tahap pasca operasi. Dari setiap tahap ini dilakukan analisis
dan penanganan terhadap setiap limbah yang dihasilkan. Untuk penyusunan
AMDAL perusahaan menggunakan jasa konsultan yang memiliki memiliki
sertifikat AMDAL A (dasar-dasar AMDAL) atau B (penyusun) dan
perusahaan menggunakan ahli di bidang biodiesel.
Pemanfaatan limbah akan dapat menunjang pada peningkatan
pendapatan industri. Dalam tahapan operasinya industri biodiesel ini akan
menghasilkan limbah cair, limbah padat, dan limbah udara. Limbah yang akan
dibuang di lingkungan harus harus benar-benar bersih dari bahan yang
berbahaya sehingga tidak menyebabkan kerusakan bagi lingkungan sekitar.
2. Limbah yang dihasilkan
a. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan industri ini umumnya berupa limbah
yang berasal dari pengepresan biji jarak pagar yaitu bungkil, kulit buah, dan
tempurung biji. Limbah padat tersebut tidak memerlukan penanganan
khusus, karena limbah tersebut dapat dimanfaatkan antara lain sebagai arang
aktif, pakan ternak dan kompos. Limbah bungkil jarak pagar dapat diolah
kembali menjadi pakan ternak, akan tetapi hal tersebut dapat menambah
biaya invesatsi. Selain itu bungkil juga dapat digunakan sebagai pupuk
kompos. Sedangkan dari pabrik pengolahan biodiesel tidak menghasilkan
limbah padat.
b. Limbah Cair
Limbah cair dan limbah domestik merupakan limbah yang dihasilkan
dari kegiatan proses produksi. Limbah cair ini dihasilkan karena adanya
proses pencucian peralatan produksi dan limbah domestik berasal dari
kegiatan sanitasi (MCK) pabrik. Limbah cair yang dihasilkan dari proses
produksi antara lain metanol, dan air. Limbah tersebut tidak dibuang akan
tetapi di proses kembali untuk digunakan dalam proses produksi lagi,
sehingga akan mengurangi biaya pembelian bahan baku.
Pabrik menentukan jadwal pencucian peralatan setiap satu bulan sekali
tetapi waktu pencucian ini bisa diubah sesuai dengan keadaan dilapangan
seperti terjadinya tumpahan oli dan kebocoran. Hal ini dilakukan karena
produksi dilakukan selama 360 hari dalam satu tahun dan dari sisa waktu
yang ada pabrik bisa menetapkan waktu untuk pencucian, selain itu minyak
jarak tidak menghasilkan kerak yang bisa merusak mesin. Pencucian
peralatan harus dilakukan setelah proses produksi berakhir agar tidak
mengganggu selama kegiatan proses produksi.
Limbah cair domestik yang terdapat dalam pabrik ditangani dengan
menggunakan septic tank. Pembangunan Septic tank ini menggunakan beton
dengan beberpa sekat dan bidang rembesan. Sekat pada septic tank berfungsi
sebagai tempat untuk mengendapkan limbah secara bertahap. Bidang
rembesan berfungsi untuk menyerap kotoran yang berasal dari sekat septic
tank. Air yang keluar akan menjadi lebih baik kualitasnya.
c. Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan oleh industri ini berasal dari proses
produksi, emisi generator dan kendaraan bermotor. Limbah yang dihasilkan
dapat menyebabkan penurunan terhadap kualitas udara dan debu yang dapat
membahayakan lingkungan pabrik dan sekitar pabrik. Pengelolaan limbah
gas ini difokuskan untuk menjaga kualitas udara dan debu di lokasi pabrik
dan sekitarnya agar berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Pada penanganan limbah gas ini pabrik memanfaatkan
penggunaan exhaust fan. Exhaust fan ini berfungsi untuk membuang limbah
gas ke udara bebas sehingga limbah gas yang terlepas dapat terurai diudara
bebas.

F. Aspek Finansial
Tujuan menganalisis aspek finansial adalah untuk menentukan rencana
investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan
membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Dalam melakukan
investasi diperlukan perhitungan kemungkinan keuntungan yang tinggi agar
harapan untuk mendapatkan nilai lebih pada waktu mendatang dapat tercapai.
Sebagai tolak ukur analisis finansial diperlukan parameter-parameter yang
berasal dari analisa sebelumnya, antara lain kapasitas produksi, pangsa pasar,
teknologi yang di pakai, pilihan peralatan, jumlah tenaga kerja, fasilitas
pendukung dan proyeksi harga-harga.
Untuk menentukan perkiraan biaya diperlukan asumsi-asumsi yang
menjadi dasar perhitungan biaya. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah:
a. Umur ekonomis proyek direncanakan selama 12 tahun selama 290 hari
produksi. Umur proyek ini ditentukan berdasarkan umur mesin dan
peralatan yang digunakan dalam proyek.
b. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek bernilai 50 persen dari nilai
awal, sedangkan nilai tanah tetap.
c. Nilai sisa mesin 10 persen dari nilai awal, biaya pemeliharaan sebesar 0,5
persen, dan biaya asuransi sebesar 0,5 persen dari harga awal.
d. Nilai depresiasi dihitung dengan metode garis lurus (Straight Line
Depreciation).
e. Kapasitas produksi yang akan diraih dan perhitungan neraca massa adalah
sebagai berikut:
Kapasitas produksi biodiesel : 912.989,98 kg/tahun atau 914 ton/tahun
sekitar 1.074.105,86 liter/tahun.
Kebutuhan bahan baku untuk biodiesel : 928.000 kg minyak jarak/tahun
atau 1.008.695,65 liter/tahun setara dengan 2.790.977,44 kg/tahun atau
2.790 ton biji jarak kering/tahun.
Produk akhir biodiesel : 3.148,24 kg/hari atau 3.703,81 liter/hari.
Lama operasi : 24 jam, 24 hari per bulan, 12 bulan dalam setahun.
Hari beroperasi : 290 hari per tahun.
f. Harga-harga yang digunakan dalam analisa finansial ini berdasarkan harga
pada saat analisis kelayakan tahun 2006 dan selama tahun perencanaan
yang dipengaruhi discount factor pada MARR sebesar 16 persen di bank.
g. Debt Equity Ratio (DER) yang ditetapkan adalah sebesar 50 persen modal
sendiri dan 50 persen modal yang dipinjam dari bank, besar angsuran tiap
tahun seragam.
h. Modal kerja selama enam bulan (50 persen) berasal dari pinjaman bank
dengan waktu pembayaran selama 5 tahun. Pembayaran kredit dimulai
pada tahun pertama dengan pembayaran pokok sama setiap tahun.
i. Harga bahan baku diasumsikan sama selama periode 12 tahun sedangkan
harga produk biodiesel mengalami kenaikan setiap tahunnya sebesar 5
persen dengan pertimbangan meningkatnya permintaan akan produk ini di
pasaran dan untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang akan dicapai
perusahaan.
j. Besar pajak keuntungan di dasarkan pada undang-undang no. 17 tahun
2000 dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) berdasarkan pasal 1 undang-
undang PPN, yaitu sebagai berikut:
Jika pendapatan < 50.000.000 maka 10 persen x pendapatan
Jika 50.000.000 < pendapatan < 100.000.000 maka (10 persen x
50.000.000) + (15 persen x pendapatan 50.000.000)
Jika pendapatan > 100.000.000 maka (10 persen x 50.000.000) + (15
persen x 50.000.000) + (30 persen x pendapatan 100.000.000).
k. Proyek dimulai pada tahun ke-0 dan bersamaan dengan budidaya jarak
pagar dan konstruksi pabrik sedangkan produksi pertama berlangsung pada
tahun ke-1 dan masa konstruksi pembangunan adalah selama 1 tahun.

1. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan


Pembiayaan investasi terdiri atas dua sumber dana yaitu dari dana
pinjaman Bank dan modal sendiri. Untuk dana pinjaman berasal dari Bank
Konvensional, yaitu kredit investasi yang diberikan untuk mendirikan usaha
baru. Nilai suku bunga yang berlaku untuk pinjaman tersebut adalah 16
persen, sedangkan untuk Debt Equity Ratio (DER) atau porsi pendanaan yang
berlaku adalah 50 persen dari pihak bank dan 50 persen dari pihak peminjam.
Struktur pendanaan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Struktur pembiayaan industri biodiesel

Sumber Dana Investasi (Rp) Modal Kerja (Rp)


Modal Pinjaman 5.849.873.750 676.273.574
Modal Sendiri 5.849.873.750 676.273.574
Total 11.699.747.500 1.352.547.148

Pembayaran pinjaman sumber dana untuk investasi dilakukan selama


12 tahun, sedangkan untuk modal kerja dilakukan selama 5 tahun dengan
tingkat suku bunga 16 persen. Pembayaran angsuran pinjaman pokok dan
bunga dimulai pada tahun pertama. Struktur pembiayaan pembayaran kepada
bank dapat dilihat pada Lampiran 7.

2. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan pada saat akan
mendirikan industri pengolahan jarak pagar. Investasi pada proyek ini terdiri
dari investasi kebun jarak pagar dan investasi pabrik. Biaya investasi terdiri
dari atas biaya tetap dan modal kerja. Biaya tetap merupakan biaya yang
diperlukan untuk keperluan pabrik, mulai dari biaya pra investasi,
pembangunan pabrik, fasilitas penunjang, pembelian mesin-mesin, peralatan
kantor dan transportasi. Perincian investasi kebun dan investasi pabrik
Lampiran 8, sedangkan untuk perincian biaya pemeliharaan, asuransi dan
penyusutan dari modal tetap terdapat pada Lampiran 9.
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), biaya modal kerja adalah
biaya operasi yang diperlukan untuk memproduksi biodiesel pada kali
pertama. Perhitungan modal kerja tergantung pada kebijakan perusahaan yang
pembeliaan atau penjualannya secara kredit tentu akan membutuhkan modal
kerja yang berbeda dengan perusahaan yang melakukan tunai.
Modal kerja adalah gabungan dari biaya pabrik tidak langsung (biaya
tenaga kerja tak langsung), pengadaan bahan baku, utilitas produksi, overhead
administrasi, dan biaya tenaga kerja langsung. Modal kerja diperlukan untuk
menjamin kegiatan pada awal produksi, modal kerja ini dibutuhkan untuk
produksi selama enam bulan pertama. Modal kerja dihitung dalam satu
bulanan untuk mengetahui besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk
memulai produksi dalam satu bulan. Komposisi dari modal kerja selama enam
bulan tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Komposisi modal kerja


Komponen Nilai (Rp)
Gaji Tenaga Kerja Tak Langsung 154.800.000
Gaji Tenaga Kerja Langsung 273.000.000
Bahan baku biodiesel 1.754.588.833
Biaya Operasional Bahan Bakar dan Listrik 273.000.000
Biaya Overhead 43.409.005
Biaya pemeliharaan dan perawatan 4.000.000
Biaya operasional panen dan pengeringan 142.296.458
Total 2.705.094.296
Investasi kebun jarak pagar untuk 800 Ha memerlukan biaya sebesar Rp. 7,7
milyar, sedangkan investasi pabrik biodiesel bernilai Rp. 6,5 milyar, seperti
yang terinci pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12. Biaya investasi kebun jarak pagar


Komponen Nilai (Rp) Persentase (%)
Investasi Kebun Jarak Pagar
- Tenaga Kerja 2.040.000.000 26,46
- Bahan baku bibit 5.660.000.000 73,42
- Peralatan 8.750.000 0,11
Total 7.708.750.000 100,00

Tabel 13. Biaya investasi pabrik


Komponen Nilai (Rp) Persentase (%)
Modal tetap
-Pra investasi 315.000.000 4,84
-Bangunan 2.200.000.000 33,81
-Mesin dan peralatan 1.220.000.000 18,75
-Fasilitas Penunjang 43.950.000 0,68
-Alat kantor 22.000.000 0,34
Modal Kerja 2.705.094.296 41,58
Total 6.506.044.296 100

Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13, investasi kebun jarak pagar terdiri dari
biaya tenaga kerja yang menyumbang 26,46 persen dari investasi, bahan baku
untuk penanaman menyumbang paling besar yaitu 73,42 persen dan peralatan
sebesar 0,11 persen. Pada investasi pabrik, modal tetap menyumbang sebesar
58,42 persen dari total investasi atau senilai 3,8 milyar, sedangkan untuk
modal kerja menyumbang 41,58 persen atau senilai 2,7 milyar dari total
investasi pabrik. Investasi tersebut dikeluarkan pada tahun ke-0, yaitu pada
saat pendirian kebun dan pabrik.

3. Harga dan Prakiraan Penerimaan


Harga produksi ditentukan berdasarkan metode Full Costing
melalui persamaan sebagai berikut :
HP = BV + BT + OH
Jumlah Produk Dihasilkan
Keterangan :
HP = Harga Pokok Produksi
BT = Biaya Tetap
BV = Biaya Variabel
OH = Biaya Over Head
Sedangkan harga jual ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini :

HJ = HP + (Mark up x HP)

Dengan :
HJ = Harga Jual
HP = Harga Pokok Produksi
Markup sebesar 38,55 % dari harga pokok produksi.

Pada penetapan harga jual produk biodiesel jarak pagar ini, biaya
overhead tidak dihitung karena biaya tersebut merupakan bagian dari biaya
tetap sehingga penghitungan biaya tidak double. Penerimaan diperoleh antara
jumlah produksi dengan harga jual. Asumsi yang dipakai adalah produk
terjual 100 % dari yang diproduksi. Jumlah produksi untuk tahun pertama
sebesar 456.495 kg, tahun kedua sebesar 547.794 kg, tahun ketiga sebesar
639.093 kg, tahun keempat sebesar 730.392 kg, tahun sebesar 821.691 kg, dan
tahun keenam sampai tahun kedua belas sebesar 912.990 kg. Harga pokok
dihitung dengan metode full costing dengan mempertimbangkan keseluruhan
biaya tetap dan biaya variabel dan harga jual produk ditetapkan sebesar Rp.
5.880 per kg atau Rp. 4.998 per liter (sudah termasuk pajak penjualan sebesar
10%). Dalam proyek investasi ini diasumsikan bahwa harga jual mengalami
kenaikan sebesar 5 % tiap tahun dengan pertimbangan meningkatnya
permintaan akan produk ini di pasaran.
Apabila biodiesel dicampur dengan solar (B20, B10, B5) maka harga
masing-masing campuran dapat dihitung sebagai berikut:
Harga solar untuk konsumsi: Rp. 4.300/liter
Harga Biodiesel : Rp 4.998/liter
Harga B20 (solar 80%, biodiesel 20%) = (20%* Rp. 4.998) + (80%* Rp 4.300)
= Rp. 4.440/liter
Harga B10 (solar 90%, biodiesel 10%) = (10%*Rp. 4.998) + (90%* Rp 4.300)
= Rp. 4.370/liter
Harga B5 (solar 95%, biodiesel 5%) = (5%*Rp. 4.998) + (95%* Rp 4.300)
= Rp. 4.335/liter
Harga solar untuk industri: Rp. 6.000/liter
Harga pokok Biodiesel : Rp 3.607/liter (digunakan oleh PG)
Harga B20 (solar 80%, biodiesel 20%) = (20%*Rp. 3.607) + (80%* Rp 6.000)
= Rp. 5.800/liter
Harga B10 (solar 90%, biodiesel 10%) = (10%*Rp. 3.607) + (90%* Rp 6.000)
= Rp.5.900 /liter
Harga B5 (solar 95%, biodiesel 5%) = (5%* Rp. 3.607) + (95%* Rp 6.000)
= Rp.5.950 /liter
Harga solar industri : Rp. 6.000/liter
Harga Biodiesel : Rp 4.998/liter
Harga B20 (solar 80%, biodiesel 20%) = (20%* Rp. 4.998) + (80%* Rp 6.000)
= Rp. 5.521/liter
Harga B10 (solar 90%, biodiesel 10%) = (10%*Rp. 4.998) + (90%* Rp 6.000)
= Rp. 5.761/liter
Harga B5 (solar 95%, biodiesel 5%) = (5%*Rp. 4.998) + (95%* Rp 6.000)
= Rp. 5.880/liter

Berdasarkan perhitungan Harga B20, B10, dan B5 untuk konsumsi


masyarakat memang lebih mahal dibandingkan dengan solar bersubsidi
(Rp.4.300,-), hal tersebut dikarenakan biaya produksi yang tinggi untuk
pembuatan biodiesel tersebut. Selain itu, faktor bahan baku sangat
mempengaruhi terhadap harga biodiesel. Sedangkan untuk harga B20, B10,
dan B5 untuk bahan bakar industri masih lebih murah dibandingkan harga
solar (Rp. 6.000,-). Pada kajian ini pihak pabrik mempunyai sumber bahan
baku (kebun) supaya suplai bahan baku terus kontinyu, karena saat ini biji
jarak pagar masih sulit untuk didapatkan walaupun banyak lembaga dan
perusahaan yang sedang mengembangkan tanaman jarak pagar .
Penerimaan tahunan didapatkan dari hasil penjualan pada tahun
tersebut. Asumsi yang digunakan adalah setiap tahun seluruh biodiesel dan
produk samping yang diproduksi habis terjual. Hal ini disebabkan biodiesel
yang diproduksi telah memiliki standar kualitas dan harga kompetitif,
sehingga dengan spesifikasi biodiesel yang dihasilkan diharapkan dapat
bersaing dipasaran. Untuk tahun pertama sampai tahun kelima, dengan asumsi
produksi sebesar 50 persen; 60 persen; 70 persen; 80 persen; dan 90 persen
dari total kapasitas pabrik, ditargetkan 100 persen biodiesel dapat terjual dari
total produk yang diproduksi pada tahun tersebut. Pada tahun-tahun
berikutnya penjualan tetap dipertahankan sebesar 100 pesen dari total
biodiesel yang diproduksi. Biaya operasi pabrik dapat dilihat pada Lampiran
10.

4. Proyeksi Laba Rugi


Proyeksi laba rugi diperlukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas
suatu usaha. Laba rugi adalah selisih antara penjualan bersih produk selama
satu periode tertentu dengan total biaya selama periode yang sama. Laba
bersih yang didapatkan memiliki karakteristik laba operasi earning before
interest and tax (EBIT) yang dikurangi dengan pembayaran angsuran dan
pajak. Laporan laba rugi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Pajak
dihitung berdasarkan Undang-undang no.17 tahun 2000, untuk mendapatkan
laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih pada
proyek bernilai positif pada tahun ketiga. Hal tersebut dikarenakan pabrik
mulai beroperasi pada tahun kedua sehingga mempengaruhi penerimaan. Laba
bersih ini kemudian menjadai dasar perhitungan dalam analisis arus kas.

5. Proyeksi Arus Kas


Aliran arus kas proyek dikelompokkan menjadi tiga yaitu, aliran kas
awal (initial cash flow), aliran kas periode operasi (operational cash flow),
dan aliran kas terminal (terminal cash flow). Aliran kas awal adalah
pengeluaran untuk merealisasikan gagasan sampai menjadi kenyataan fisik,
misalnya aliran kas langsung pengeluaran biaya pembangunan unit instalasi.
Aliaran kas periode operasi merupakan aliran kas yang masuk dari penjualan
produk dan aliran kas yang keluar yang terdiri dari biaya produksi,
pemeliharaan, depresiasi dan pajak. Aliran kas terminal adalah aliran kas yang
didapat pada saat proyek berakhir, aliran kas ini terdiri dari dari nilai sisa
(salvage value) aktiva tetap dan pengembalian (recovery) modal kerja.
(Soeharto, 2000). Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 12.

6. Titik Impas (Break Event Point)


Titik impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan
pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah
menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang
dikeluarkan. Selain dapat menghubungkan antara volume penjualan, harga
satuan dan laba, analisa titik impas juga memberikan informasi mengenai
hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Perhitungan titik impas dapat
dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

Tabel 14. Perhitungan titik impas produksi biodiesel

Titik Impas (Break Event Point)

BEP = Biaya Tetap / (1- (Biaya Variabel / Penerimaan))

BEP = Rp. 441.775.905,-

atau = 483,88 kg biodiesel per tahun

7. Kriteria Kelayakan Investasi


Kriteria investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value
(NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Pay
Back Period (PBP). Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek tersebut
didanai, maka diperlukan metode yang memperhitungkan pula berubahnya
nilai uang terhadap waktu atau faktor diskonto. Hal ini dikarenakan faktor
diskonto merupakan suatu teknik, dan dengan teknik tersebut dapat
menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa mendatang dan arus biaya
menjadi nilai biaya pada masa sekarang (Gittinger, 1986).
Perhitungan berbagai kriteria investasi harus didasarkan pada proyeksi
arus uang, dalam hal ini proyeksi arus uang bersih (net cash flow). Net cash
flow merupakan hasil penjumlahan laba bersih dengan penyusutan. Nilai ini
merupakan penerimaan nilai riil yang dapat diperhitungkan untuk
pengembalian bunga pinjaman dan angsuran serta untuk memperkirakan
jangka waktu pengembalian kredit. Berdasarkan proyeksi arus uang tersebut
dapat dihitung berbagai kriteria investasi.

1. Net Present Value, Internal Rate of Return dan Net B/C Ratio
Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang
dari manfaat dan biaya dari suatu proyek investasi. Nilai NPV yang diperoleh
untuk proyek pendirian pabrik biodiesel dari jarak pagar adalah sebesar
Rp. 9.973.949.052. Nilai tersebut lebih besar dari nol, ini berarti bahwa
proyek memperoleh peningkatan nilai uang, sehingga pendirian pabrik ini
dianggap layak sesuai perhitungan NPV.
Internal Rate of Return (IRR) atau arus pengembalian internal
merupakan tingkat kemampuan proyek untuk menghasilkan keuntungan dan
dapat dinyatakan sebagai tingkat suku bunga pinjaman (bank) yang
menghasilkan nilai NPV aliran kas masuk sama dengan dengan aliran kas
keluar. Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek dilaksanakan maka
sebagai patokan dasar pembanding adalah tingkat bunga yang berlaku di
lembaga keuangan yang ada yaitu ditetapkan sebesar 16 persen. Jika nilai IRR
lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga bank, maka usaha dinyatakan
layak. IRR pada usaha ini sebesar 35,52 persen yang berarti bahwa pendirian
pabrik pengolahan jarak pagar menjadi biodiesel layak untuk dilaksanakan.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) menunjukkan manfaat yang
diberikan dari proyek ini untuk kepentingan umum dan bukan keuntungan
finansial perusahaan. Nilai Net B/C dihitung berdasarkan nilai arus kas yang
telah diperhitungkan nilai perubahannya terhadap waktu. Nilai net B/C proyek
ini diperoleh sebesar 2,42 yang menunjukkan bahwa pendirian pabrik
biodiesel ini layak untuk dilaksanakan, karena nilai net B/C lebih besar dari
satu.
2. Pay Back Period (PBP)
PBP merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan
seluruh modal suatu investasi, yang dihitung dari aliran kas bersih.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP untuk proyek ini adalah 5,9 tahun
yang berarti untuk mengembalikan investasi awal pabrik dibutuhkan waktu 5
tahun 8 bulan setelah pabrik berproduksi. Dari hasil tersebut, dapat
disimpulkan bahwa industri biodiesel dari jarak pagar layak didirikan karena
waktu pengembalian modal lebih cepat dibandingkan dengan umur proyek.
Berdasarkan semua kriteria investasi yang telah dipaparkan maka
dapat disimpulkan bahwa industri pengolahan jarak pagar menjadi biodiesel
layak untuk direalisasikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15
dan Lampiran 13.

Tabel 15. Penilaian kriteria investasi


Kriteria Investasi Berdasarkan Asumsi
IRR (persen) 35,527
NPV (Rupiah) 9.973.949.052
PBP (tahun) 5,845
B/C ratio 2,422

8. Analisis Kepekaan/Sensitivitas
Analisis kepekaan ini dimaksudkan untuk mengkaji sejauh mana
perubahan parameter dalam aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan
yang dipilih. Bila nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar
tetapi tidak berakibat terhadap keputusan investasi, maka dikatakan bahwa
keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur
yang dimaksud.
Gray et al. (1992) menambahkan, analisis sensitivitas diperlukan
apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat
proyek tersebut dilaksanakan. Perhitungan kembali perlu dilaksanakan,
mengingat proyeksi-proyeksi yang ada banyak mengandung unsur
ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Selanjutnya, Gray et al. (1992) menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang
mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
a. Kenaikan dalam biaya konstruksi (cost over run), karena perhitungan yang
terlalu rendah yang kemudian ternyata pada saat pelaksanaan biaya
meningkat karena harga peralatan, mesin, dan bahan bangunan meningkat.
b. Perubahan dalam harga hasil produksi, misalnya karena turun harga di
pasaran umum.
c. Terjadinya penurunan pelaksanaan pekerja
Analisa sensitivitas dilakukan terhadap dua parameter, yaitu kenaikan
biaya operasional dan penurunan harga jual. Analisis dilakukan pada emapat
kriteria investasi, yaitu NPV, IRR, B/C Ratio. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya operasional dan


penurunan harga jual.
Kriteria Investasi
Perubahan NPV IRR B/C PBP
(Rupiah) (%) Ratio (tahun)
Biaya operasional naik 49,00 % 900.289 23,76 1,6255 8,16
Biaya operasional naik 49,01% (1.135.027) 23,76 1,6254 8,16

Harga jual turun 32,04 % 3.109.147 23,69 1,9307 8,15


Harga jual turun 32,05 % (2.851) 23,69 1,9306 8,16

Kenaikan biaya operasional mempunyai titik kritis berkisar antara


49,00 sampai 49,01 persen kenaikan dari harga awal. Kenaikan biaya
operasional ini mencakup seluruh biaya tetap dan biaya variabel, dan
diasumsikan nilai yang lain tetap. Industri masih dikatakan layak jika terjadi
kenaikan biaya operasional sebesar 49,00 persen. Namun, jika sudah
mencapai kenaikan sebesar 49,01 persen maka industri sudah dianggap tidak
layak, karena semua kriteria investasi atau salah satu menunjukkan
ketidaklayakan. Begitu pula untuk penurunan harga jual, titik kritisnya berada
pada penurunan sebesar 32,04 sampai 32,05 persen. Penurunan masih
diperbolehkan sampai 32,04 persen. Jadi jika akan melakukan potongan harga,
batas maksimalnya adalah sampai Rp. 3.996/kg atau Rp. 3.396/liter. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 14 sampai 17.
9. Perbandingan pemakaian solar dengan biodiesel pada PG RNI
Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. RNI mengenai pemakaian
bahan bakar solar untuk pabrik gula seperti yang terdapat pada Tabel 1.
apabila penggunaan bahan bakar solar tersebut digantikan atau disubstitusi
oleh biodiesel maka akan memperoleh penghematan yang cukup besar. Harga
bahan bakar minyak untuk industri mengalami peningkatan setiap tahun, hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 berikut.

Tabel 17. Harga BBM untuk industri


31-Des-04 01-Agust-05 08-Okt-05
BBM
(Rp) (Rp) (Rp)
Premium 2.100 4.640 6.290
Minyak Tanah 2.200 5.490 6.400
Solar 2.100 5.480 6.000
Diesel 2.050 5.240 5.780
Minyak Bakar 1.600 3.150 3.810
Sumber: PT. Rajawali Nusantara Indonesia, (2006)

Pada tahun 2005, total pemakaian solar untuk lima PG sebanyak


2.902.266 liter dengan perhitungan harga solar Rp. 6.000/liter, sehingga
memerlukan biaya sebesar Rp. 17.413.596.000. Apabila solar tersebut diganti
sebanyak 20 persen oleh biodiesel, maka akan terjadi penghematan sebesar
Rp. 42.230.371,- , sedangkan apabila diganti oleh biodiesel 100 persen maka
dapat menghemat biaya sebesar Rp. 211.151.855 ,- dengan asumsi harga
pokok biodiesel dari pabrik yang akan didirikan Rp. 5.927/liter sedangkan
untuk B20 (solar 80 persen dan biodiesel 20 persen) Rp. 5.985/liter,-. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Perbandingan biaya pemakaian solar dan biodiesel


Biaya Solar Biaya B20 Biaya B100
Pabrik Gula
(Rp) (Rp) (Rp)
Rejo Agung 4.272.990.000 3.932.215.473 2.569.117.366
Sindang Laut 3.212.940.000 2.956.705.347 1.931.766.737
Karang Suwung 6.279.840.000 5.779.017.507 3.775.727.535
Jatitujuh 378.432.000 348.251.731 227.530.657
Tersana Baru 3.269.394.000 3.008.657.094 1.965.709.469
Jumlah Biaya 17.413.596.000 16.024.847.153 10.469.851.765
Jumlah penghematan 6.943.744.235 6.943.744.235
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Industri biodiesel yang terbuat dari jarak pagar (Jatropha Curcas L)
merupakan industri yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan
karena jarak pagar mampu menjadi sumber energi alternatif (biodiesel) yang
dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar berbasis minyak bumi,
sehingga jarak pagar menjadi sumber energi terbarukan (renewable energy),
atau lebih tepatnya energi hijau yang terbarukan-Bio Fuel. Selain itu, industri
ini sudah mendapat dukungan dari pemerintah dengan dikeluarkannya
peraturan-peraturan yang tertuang dalam Inpres dan Keppres RI.
Berdasarkan hasil analisa aspek pasar, potensi pasar industri
biodiesel ini masih terbuka, karena saat ini kebutuhan bahan bakar minyak
terus meningkat sedangkan persedian mulai berkurang sehingga diperlukan
suatu energi alternatif baru. Lokasi yang dipilih untuk industri ini adalah
kawasan Pabrik Gula Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Berdasarkan
perhitungan biaya dan kapasitas produksi, maka harga jual biodiesel adalah
Rp. 5.880/kg atau Rp. 4.998/liter. Pabrik biodiesel mempunyai kapasitas
produksi total 913 ton/tahun atau 1.074.106 liter/tahun; dengan produksi
pertama sebanyak 50 persen dari total kapasitas.
Berdasarkan analisis aspek manajemen, kebutuhan akan tenaga kerja
sebanyak 52 orang dan hampir semuanya merupakan tenaga ahli terdidik,
karena penggunaan teknologi yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis legalitas,
industri ini diatur dalam Keputusan Presiden RI. No.10/2006 dan Instruksi
Presiden RI No.1/2006 serta dari segi lingkungan, industri ini layak untuk
direalisasikan. Selain itu, industri biodiesel dari jarak pagar menghasilkan
limbah yang tidak menimbulkan bahaya limbah, baik itu gas berbahaya
ataupun limbah cair dan padat yang berbahaya. Limbah yang dihasilkan
tersebut dapat dimanfaatkan kembali baik untuk dijual atau diolah oleh pihak
pabrik.
Berdasarkan analisis finasial diperoleh dari beberapa parameter
kelayakan yang meliputi NPV proyek ini sebesar Rp. 9.973.949.052,- ; IRR
mencapai 35,52 persen ; B/C Rasio 2,42 ; dan PBB selama 5 tahun 8 bulan
Keseluruhan penilaian kriteria kelayakan tersebut menunjukkan bahwa
pendirian pabrik biodiesel dari jarak pagar yang didukung dengan
pemanfaatan hasil samping produk berupa bungkil jarak pagar dan gliserol di
kawasan Pabrik Gula Jatitujuh layak untuk didirikan oleh PT. RNI. Analisis
sensitivitas dilakukan terhadap kenaikan biaya operasional dan penurunan
harga jual. Industri akan menjadi tidak layak didirikan apabila mencapai
kenaikan biaya operasional sampai 49,01 persen dan penurunan harga jual
sebesar 32,05 persen. Pendirian industri pengolahan biodiesel ini harus
ditunjang dengan adanya pemanfaatan dari hasil samping selama proses
produksi.

B. Saran
Berbagai informasi yang diperoleh dari studi kelayakan ini
diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak khususnya PT. RNI dalam
merealisasikan pendirian industri biodiesel jarak pagar. Berikut ini beberapa
saran yang perlu dipertimbangkan untuk menyempurnakan penelitian ini:
1. Perlu dilakukan kajian aspek pemasaran khusus dan pengujian pasar
produk biodiesel yang dihasilkan, sehingga dapat ditentukan strategi pasar
yang tepat.
2. Perlunya dilakukan penelusuran bahan baku yang berkualitas serta
penetapan harga bahan baku jarak pagar yang selama ini belum ada
ketentuannya.
3. Perlu adanya implementasi skala pilot plant untuk memperoleh model
proses produksi yang dapat mneghasilkan produk biodiesel berkualitas.
4. Analisa manajemen proyek untuk memperkirakan jumlah waktu dan biaya
yang diperlukan untuk membangun industri biodiesel.
5. Adanya pemanfaatan produk samping baik gliserol ataupun bungkil jarak.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, M. T. D. 2002. Transesterifikasi Minyak Goreng bekas untuk Produksi


Metil Ester. Thesis. Program Psca Sarjana IPB. Bogor.

Anonim. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Bogor. Bogor.

---------- 2005. Jenis-jenis Tumbuhan Lain Yang Potensial Menjadi Sumber


Biodiesel. http:// www.creitb.or.id

Ariyoto, K. 1990. Feasibility Study. Mutiara. Jakarta.

Biodiesel group-ITB. 2006. Brosur : Biodiesel, Bahan Bakar Mesin Diesel


Terbarukan dan Ramah Lingkungan.

Canakci M, Gerpen J Van. 2001. Biodiesel from oils and fats with high free fatty
acids. Trans Am Soc Automotive Engine 44:1492-1436.

Djamin, Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas


Indonesia. Jakarta

Edris, M. 1993. Penuntun Menyusun Studi Kelayakan Proyek. Sinar Baru.


Bandung.

EIA (Energy Information Administration). 2005. International Energy Outlook


2005. Washington DC. Di dalam: Daryanto, Arief. 2005. Kebijakan
Pemerintah Untuk Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn).
Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar Untuk Biodiesel dan
Minyak Bakar. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, Bogor 22 Desember
2005.

FAO (Food Asociation Organisation). Jatropha curcas http://www.fao.org.

Frankel, E. G. 1990. Project in Engineering Service and Development.


Butterworth& Co. (Publisher) Ltd. UK.

Germani, M dan Bruna, HJS. Bruna. 2001. Crude Plam Oil as Fifth Energy
Sources: Biodiesel Production Technology. Di dalam: Enhancing
Biodiesel Development and Use. Proceedings of the Internasional
Biodiesel Workshop. Medan, 2-4 Oktober 2001.
Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. L. Maspaitella dan R. G. C. Varley.
1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Behrens dan Hawranek, 1991).

Haas W, Mittelbach M. 2000. Detoxification experiments with the seed oil from
Jatropha Curcas L. Indus Corps prod 12:111-118.

Hambali, E. et al. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Hariyadi. 2005. sistem Budidaya Tanaman Jarak Pagar. Disampaikan pada


Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn)
Untuk Biodiesel dan Minyak Bakar. Bogor, 22 Desember 2005.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Yayasan Sarana
Wana Jaya, Jakarta: 1952.

Holmes, P. 1998. Investment Appraisal. Internasional Thomson Business Press.


London.

Husnan, S. dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Paroyek. Edisi Keempat.


Penerbit UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Kadariah, L, Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Ketaren, S. 1986. Pengatar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI. Press.
Jakarta

Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi kesepuluh. Jilid kesatu.


Terjemahan. PT Prenhallindo. Jakarta.

Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran. Edisi ketujuh. Jilid kedua. Terjemahan.


UI Press. Jakarta.

Machfud dan Agung, Y. 1990. Perencanaan Tata Letak Pada Industri Pangan.
PAU Pangan dan Gizi-IPB, Bogor.

Noureddini, H., D. Harkey dan V. Medikonduru. 1998. A Continuous Process for


the Conversion of Vegetable Oils into Methyl Esters of Fatty Acids. J. of
Am. Oil Chem. Soc. 75 (12) : 1775 1783.

Prihandana, R dan Roy Hendroko. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar.


Agromedia Pustaka. Jakarta.
Soerawidjaja TH. 2002. Perbandingan Bahan Cair alternatif Pengganti Solar.
Disampaikan pada Pertemuan Forum Biodiesel Indonesia Ke-7 di Balai
Penelitian Penerapan Teknolog. Jakarta.

Simarmata, D. A. 1992. Pendekatan Sistem dalam Analisa Proyek Investasi dan


Pasar Modal. PT Gramedia. Jakarta.

Stanton, W.J. 1991. Prinsip Pemasaran. Erlangga. Jakarta.

Sudrajat, H. R. 2006. Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Sutojo, S. 1983. Studi Kelayakan Proyek. PT. Pustaka Binaman Pressindo.


Jakarta.

Susilo, B. 2006. Biodiesel. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Syah, A.N. 2006. Biodiesel Jarak Pagar. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Tim Jarak Pagar RNI . 2005. Buku Saku Jarak Pagar. PT Rajawali Nusantara
Indonesia. Jakarta

Trabi, M. 1998. Die Gifstoffe der Purgiernub (Jatropha curcas L) MSc thesis,
Graz University of Technology, Graz.

Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

UNIDO. 1978. Manual for The Preparation of IndustrialFeasibility Studies.


Vienna. Watkins, C. 2001. All Eyes are on Texas. INFORM.

Watt, J.M dan Breyer-Brandwijk, M.G. 1962. The Medical and Poisonous Plants
of Southern and Easthtern Africa. Edisi ke-2. E&S.
Livingstone.Ltd.,Edinburg and London. Didalam: Duke, J.A. 1983.
Handbook of Energy Crops. Tidak dipublikasikan. Didalam:
http//www.hort.purdue.edu.

Yuliana, Dina. 2003. Studi Kelayakan Pendirian Industri Surfaktan Metil Ester
Sulfonat dari Minyak Sawit (CPO). Skripsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Lampiran

Lampiran 1. Bagan eksploitasi tanaman jarak pagar (Guibitz et al., 1999)


Jatropha curcas

-Kayu bakar
-Pelindung Tanaman

Daun Buah Lateks


-Pengembangan ulat sutera Eri -Protease Penyembuh Luka
(Kurkaina)
-Obat-obatan -Obat-obatan
-Zat anti radang

Biji Kulit buah


- Insektisida -Material bakaran
- Pakan ternak (varietas non toksik) -Pupuk hijau
-Produksi biogas

Tempurung Biji Bungkil Biji Minyak Biji


-Material bakaran -Pupuk -Produksi sabun
-Biogas -Bahan bakar
-Pakan ternak -Insektisida
(Varietas non toksik) -Obat-obatan

Lampiran 2. Tanaman penghasil minyak nabati di Indonesia


Kandungan Minyak Setara US
Nama Tanaman
per hektar gallon/acre
Inggris Indonesia Kilogram Liter
Corn Jagung 145 172 18
Cashew nut Jambu mete 148 176 19
Oats Gandum 183 217 23
Cotton Kapas 273 325 35
Hemp Ganja 305 363 39
Soybean Kedelai 375 446 48
Coffee Kopi 386 459 49
Linseed (flax) Rami 402 178 51
Pumpkin seed Biji Labu 449 534 57
Coriander Ketumbar 450 536 57
Sesame Wijen 585 696 74
Safflower - 655 779 83
Rice Beras 696 828 88
Cocoa Cokelat 863 1026 110
Peanuts Kacang tanah 890 1059 113
Opium Poppy Opium 978 1163 124
Rapeseed Lobak 1000 1190 127
Olives Zaitun 1019 1212 129
Castor beans Jarak kepyar 1188 1413 151
Pecan nuts Kemiri 1505 1791 191
Jatropha Jarak Pagar 1590 1892 202
Avocado Avokad 2217 2638 282
Coconut Kelapa 2260 2689 278
Palm oil Kelapa sawit 5000 8950 635

Lampiran 3. Lokasi penanaman jarak pagar PT. RNI


Lampiran 4a. Mesin Expeller with Cooking Kettle dan Filter press
Oil

Filter Press

Spesifikasi mesin
VOLUME
No. Name Of Equipment Capacity Net WT
CU. MT.
1. OIL EXPELER 125 Kg / hour 500 Kg 1.60 Cu. mt.
2. COOKING KETTLE 125 Kg / hour 150 Kg 0.70 Cu. mt.
FILTER PRESS -16" X 16" -
3. 200 Lit. / hour 450 Kg 0.80 Cu. mt.
12 PLATES

Lampiran 4b. Reaktor Transesterifikasi


Reaktor Transesterifikasi SAVOIA M4 module:

Spesifikasi mesin :

1 BD2-D, vacuum dryer 100-200 L/h of oil

1 BD2 reactor , dapat menghasilkan rendemen tinggi.

1 SA-T pendular compressor, supplying oilless and dry compressed air

Kapasitas: 2000 liter/day.

Energy : 60 Wh/liter

**Harga: U$S 4250.- FOB


Lampiran 5. Diagram alir pembuatan biodiesel
Lampiran 5. Lanjutan

Keterangan gambar :
Peralatan: A) Heater, B) Mixing tank, C) Centrifuge, D) Gums/water separator,
E) Refining tank, F) Centrifuge, G) Heater, H) Vacuum oil dryer, I) Surge tank, J)
Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR)1, K) Decanter 1, L) CSTR 2, M)
Decanter 2, N) Heater, O) Heater, P) Wash Colums, Q) Settler Tank, R) Heater,
S) Vacuum ester dryer, T) Collecting tank, U) Heater, V) Glycerol-alcohol
stripper, W) Distillation Column/reboiler, X) Reflux condensor, Y) Glycerol tank,
Z) Acidulation reactor, and AA) Decanter.
Aliran : 1) Crude oil, 2) Heated crude oil, 3) Phosphoric acid, 4) Soft water, 5)
Mixing tank outstream, 6) Gums-water mix, 7) Gums, 8) Water, 9) Degummed
oil, 10) NaOH solution 11) Wash Water, 12) Refining tank outstream, 13) Soap
stock, 14) Centrifuge outstream, 15) Heatet outstream, 16) Water vapor, 17) Hot
oil, 19) Sodium methoxide, 20) Methanol, 21) CSTR 1 outstream, 22) Glycerol
phase, 23) Ester phase, 24) Sodium methoxide, 25) Methanol, 26) CSTR 2
outstream, 27) Glycerol phase, 28) Ester phase, 29) Heater outstream, 30) Soft
water, 31) Heated wash water, 32) Waste stream, 33) Washed esters, 34) Aqueous
phase, 35) Esters, 36) Heated esters, 37) Water Vapor, 38) Biodiesel, 39)
Glycerol/aqueous phase, 40) Heater outstream, 41) Super heted stream, 42)
saturated methanol vapors andsaturated steam, 43) Methanol Vapor, 44)
Distillation column bottoms, 45) Recycled methanol, 46) Hot glycerol solution,
47) Glycerin, 48) HCL solution, 49) Acidulation reactor outstream, 50) Waste,
and 51) Product glycerol.
Lampiran 6. Peraturan pemerintah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 10 TAHUN 2006
TENTANG
TIM NASIONAL PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI UNTUK
PERCEPATAN PENGURANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan percepatan pengurangan kemiskinan


dan pengangguran melalui pengembangan bahan bakar nabati, perlu
membentuk Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Untuk
Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran dengan
Keputusan Presiden;

Memutuskan : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4436);
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TIM NASIONAL


PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI UNTUK
PERCEPATAN PENGURANGAN KEMISKINAN DAN
PENGANGGURAN.
PERTAMA : Membentuk Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Untuk
Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran yang
selanjutnya dalam Keputusan Presiden mi disebut Tim Nasional.
KEDUA : Susunan keanggotaan Tim Nasional adalah:
a. Tim Pengarah
1. Ketua Bersama : 1. Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian;
2. Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat;
2. Anggota :1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Pertanian;
3. Menteri Kehutanan;
4. Menteri Perindustrian;
5. Menteri Perdagangan;
6. Menteri Perhubungan;
7. Menteri Dalam Negeri;
8. Menteri Keuangan;
9. Menteri Negara Riset dan Teknologi;
10. Menteri Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah;
11. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
Lampiran 6. (lanjutan)
12. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
13. Kepala Badan Pertanahan Nasional;
14. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi
15. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
b. Tim Pelaksana :
1) Ketua : Ir. Alhilal Hamdi;
2) Sekretaris I : Dr.-Ing. Evita Herawati Legowo;
3) Sekretaris II : Dr. Ir. Unggul Priyatno, M.Sc;
4) Anggota :
a. Kelompok Kerja Kebijakan dan Regulasi:
1) Ketua : Ir. J. Purwono, MSEE;
2) Anggota : 1. Dr. Bayu Krisnamurti;
2. Dra. Nenny Sri Utami;
3. Dr. Anny Ratnawati;
4. Erie Soedarmo, Ph.D;
5. Yenny Wahid, MPA.
b. Kelompok Kerja Penyediaan Lahan:
1) Ketua : Kepala Badan Planologi, Departemen
Kehutanan;
2) Anggota : 1. Deputi Pengaturan dan Penataan
Pertanahan, Badan Pertanahan
Nasional;
2. Direktur Jenderal Perkebunan,
Departemen Pertanian;
3. Dr. Hermanto Siregar;
4. Dr. Harianto.
c. Kelompok Kerja Budidaya dan Produksi:
1) Ketua Prof. (Riset) Dr. Wahono Sumaryono;
2) Anggota : 1. Staf Ahli Menteri Perindustrian
Bidang Jklim Usaha dan Investasi;
2. Direktur Utama PT Rajawali
Nusantara Indonesia.
3. Direktur Utama PT Rekayasa
Industri (PERSERO);
4. Dr. Ir. Agus Eko, M.Eng.
d. Kelompok Kerja Pasar dan Harga Produk:
1) Ketua : Direktur Utama PT Pertamina
(PERSERO)
2) Anggota : 1. Staf Ahli Menteri Perdagangan
Bidang Jklim Usaha;
2. Direktur Utama PT Perusahaan
Listrik Negara (PERSERO);
3. Jndra Winarno;
4. Drs. Adi Subagyo, MM;
5. Jmmanuel Sutarto.
e. Kelompok Kerja Sarana dan Prasarana:
1) Ketua : Dr. Ir. Agus Pakpahan;
2) Anggota : 1. Direktur Utama PT Barata
(PERSERO);
Lampiran 6. (lanjutan)
2. Direktur Utama PT PINDAD
(PERSERO);
3. Direktur Utama PT PAL
(PERSERO);
4. Direktur Utama PT Waskita Karya
(PERSERO);
5. Direktur Utama PT Pupuk
Sriwijaya (PERSERO);
6. Direktur Utama PERUM BULOG;
7. Dr. D.S. Priyarsono.
f. Kelompok Kerja Pendanaan:
1) Ketua : Direktur Jenderal Perbendaharaan,
Departemen Keuangan;
2) Anggota : 1. Deputi Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Bidang Iklim
Investasi;
2. Direktur Utama PT Bank Rakyat
Indonesia (PERSERO);
3. Direktur Utama PT Bank Mandiri
(PERSERO);
4. Direktur Utama PT Bank Negara
Indonesia (PERSERO);
5. Direktur Utama PT Dana Reksa;
6. Aulia Pohan, S.F.;
7. Patrick S. Waluyo;
8. Gita Wirjawan;
9. Hendi Kariawan, M.Sc;
10. Dr. Yudi Purba Sadewa;
11. Dr. Taufik Sumawinata.
KETIGA : Tim Nasional mempunyai tugas:
a. menyusun cetak biru pengembangan bahan bakar nabati untuk
percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran;
b. menyusun Peta Jalan (Road Map) pengembangan bahan bakar nabati
untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran;
c. menyiapkan rumusan langkah-langkah pengembangan bahan bakar
nabati untuk ditindakianjuti oleh seluruh instansi terkait, sebagaimana
dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai
Bahan Bakar Lain;
d. melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan pengembangan bahan bakar
nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran;
e. melaporkan kemajuan pengembangan bahan bakar nabati untuk
percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran secara berkala
kepada Presiden.
KEEMPAT : Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Nasional bekerjasama dengan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Badan Usaha Milik Negara
yang bergerak di bidang engineering serta perusahaan swasta yang terkait
untuk melakukan:
a. desain dan rekayasa pabrik biofuel (green energy) dalam berbagai
skala/kapasitas produksi lengkap dengan instalasi pendukungnya
untuk pelaksanaan program biofuel;

Lampiran 6. (lanjutan)

b. konstruksi pabrik di lokasi yang ditetapkan;


c. pengembangan mesin, peralatan, dan teknologi proses dalam rangka
peningkatan produktivitas maupun efisiensi energi.
KELIMA : a. Untuk membantu kelancaran tugasnya, Tim Nasional dapat
membentuk Sekretariat dan mengangkat Tenaga Ahli.
b. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Nasional dapat meminta
bantuan dan pejabat Pemerintah, akademisi, praktisi, atau
pihak lainnya yang dipandang perlu.
KEENAM : Tata kerja Tim Pengarah dan Tim Pelaksana ditetapkan oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian.
KETUJUH : Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Nasional dibebankan
pada Anggaran Belanja Negara pada Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
KEDELAPAN : Masa kerja Tim Nasional terhitung mulai ditetapkannya
Keputusan Presiden mi berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat
diperpanjang apabila diperlukan.
KESEMBILAN: Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan untuk pelaksanaan
Keputusan Presiden mi ditetapkan oleh Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian.
KESEPULUH : Keputusan Presiden mi mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Juli 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum,
ttd
Lambock V. Nahattands
Lampiran 6. (lanjutan)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 5 TAHUN 2006
TENTANG
KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri


dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, perlu
menetapkan Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman dalam
pengelolaan energi nasional;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kebijakan
Energi Nasional;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Draft tanggal 14
November 2005 Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3676);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4152);
6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEBIJAKAN ENERGI
NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksudkan dengan :
1. Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan
berbagai proses kegiatan meliputi listrik, energi mekanik dan
panas.
2. Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain
berupa
Lampiran 6. (lanjutan)

minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomasa
dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat dimanfaatkan sebagai energi.
3. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi
baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak
terbarukan, antara lain : Hidrogen, Coal Bed Methane, Coal
Liquifaction, Coal Gasification dan Nuklir.
4. Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari
sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan
dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain : panas
bumi, biofuel, aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa,
biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.
5. Diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan
pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimasi
penyediaan energi.

6. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan


rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang
benar-benar diperlukan.
7. Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber energi
tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak.
8. Elastisitas energi adalah rasio atau perbandingan antara tingkat
pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi.
9. Harga keekonomian adalah biaya produksi per unit energi
termasuk biaya lingkungan ditambah biaya margin.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
Pasal 2
(1) Kebijakan Energi Nasional bertujuan untuk mewujudkan
keamanan pasokan energi dalam negeri.
(2) Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah :
a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada
tahun 2025.
b. Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun
2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap
konsumsi energi nasional :
1) minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh
persen).
2) gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen).
3) batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen).
4) biofuel menjadi lebih dari 5% (lima persen).
5) panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen).
6) energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya, Biomasa,
Nuklir, Tenaga Air Skala Kecil, Tenaga Surya, dan
Tenaga Angin
Lampiran 6. (lanjutan)
menjadi lebih dari 5% (lima persen).
7) Bahan Bakar Lain yang berasal dari pencairan batubara
menjadi lebih dari 2% (dua persen).
BAB III
LANGKAH KEBIJAKAN
Pasal 3
(1) Sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dicapai
melalui Kebijakan Utama dan Kebijakan Pendukung.
(2) Kebijakan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Penyediaan energi melalui :
1) penjaminan ketersediaan pasokan energi dalam negeri;
2) pengoptimalan produksi energi;
3) pelaksanaan konservasi energi.
b. Pemanfaatan energi melalui :
1) efisiensi pemanfaatan energi;
2) diversifikasi energi.
c. Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga
keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan bantuan bagi
rumah tangga miskin dalam jangka waktu tertentu.
d. Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
(3) Kebijakan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi
a. pengembangan infrastruktur energi termasuk peningkatan
akses konsumen terhadap energi;
b. Kemitraan pemerintah dan dunia usaha;
c. pemberdayaan masyarakat;
d. pengembangan penelitian dan pengembangan serta
pendidikan dan pelatihan.
Pasal 4
(1) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan Blueprint
Pengelolaan Energi Nasional setelah berkonsultasi dengan
Menteri terkait.
(2) Blueprint Pengelolaan Energi Nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. kebijakan mengenai jaminan keamanan pasokan energi
dalam negeri.
b. kebijakan mengenai Kewajiban Pelayanan Publik (Public
Service Obligation).
c. pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya.
(3) Blueprint sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi
penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan masing-masing
jenis energi.
BAB IV
HARGA ENERGI
Lampiran 6. (lanjutan)
Pasal 5
(1) Harga energi disesuaikan secara bertahap sampai batas waktu
tertentu menuju harga keekonomiannya.
(2) Pentahapan dan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memberikan dampak optimum terhadap
diversifikasi energi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai harga energi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan bantuan bagi rumah
tangga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB V
PEMBERIAN KEMUDAHAN DAN INSENTIF
Pasal 6
(1) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan sumber
energi alternatif tertentu.
(2) Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan insentif kepada
pelaksana konservasi energi dan pengembang sumber energi
alternatif tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan dan
insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri terkait sesuai kewenangan masing-masing.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 7
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR.H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum
dan Perundang-undangan
ttd.
Lambock V. Nahattands
Lampiran 6. (lanjutan)

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1 TAHUN 2006
TENTANG
PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dalam rangka percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain, dengan mi menginstruksikan:
Kepada : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
3. Menteri Pertanian;
4. Menteri Kehutanan;
5. Menteri Perindustrian;
6. Menteri Perdagangan;
7. Menteri Perhubungan;
8. Menteri Negara Riset dan Teknologi;
9. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
10. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
11. Menteri Dalam Negeri;
12. Menteri Keuangan;
13. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
14. Gubernur;
15. Bupati/Walikota;
Untuk :
PERTAMA : Mengambil langkah- langkah untuk melaksanakan percepatan penyediaan
dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain
sebagai berikut:
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan persiapan
pelaksanaan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain.
2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral:
a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyediaan dan pemanfaatan bahan
bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, yang antara lain memuat
jaminan ketersediaan bahan bakar nabati (biofuel) serta jaminan kelancaran
dan pemerataan distribusinya;
b. menetapkan paket kebijakan insentif dan tarif bagi pengembangan penyediaan
dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain
dengan berkoordinasi dengan instansi terkait;
c. menetapkan standar dan mutu bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan
Bakar Lain;
d. menetapkan sistem dan prosedur yang sederhana untuk pengujian mutu bahan
bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;
e. menetapkan tata niaga yang sederhana dan bahan bakar nabati (biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain ke dalam sistem tata niaga Bahan Bakar Minyak;
f. melaksanakan sosialisasi penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain;
g. mendorong perusahaan yang bergerak di bidang energi dan sumber daya
mineral untuk memanfaatkan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan
Bakar Lain.
3. Menteri Pertanian:
a. mendorong penyediaan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel)
termasuk benih dan bibitnya;
b. melakukan penyuluhan pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar
nabati (biofuel);
c. memfasilitasi penyediaan benih dan bibit tanaman bahan baku bahan bakar
nabati (biofuel);
d. mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pasca panen tanaman
bahan baku bahan bakar nabati (biofuel).
4. Menteri Kehutanan memberikan izin pemanfaatan lahan hutan yang tidak
produktif bagi pengembangan bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Menteri Perindustrian meningkatkan pengembangan produksi dalam negeri
peralatan pengolahan bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) dan mendorong
pengusaha dalam mengembangkan industri bahan bakar nabati (biofuel).
6. Menteri Perdagangan:
a. mendorong kelancaran pasokan dan distribusi bahan baku bahan bakar nabati
(biofuel);
b. menjamin kelancaran pasokan dan distribusi komponenkomponen peralatan
pengolahan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel).
7. Menteri Perhubungan mendorong peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati
(biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di sektor transportasi.
8. Menteri Negara Riset dan Teknologi mengembangkan teknologi, memberikan
saran aplikasi pemanfaatan teknologi penyediaan dan pengolahan, distribusi
bahan baku serta pemanfaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar
Lain.
9. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membantu dan
mendorong koperasi dan usaha kecil dan menengah untuk berpartisipasi dalam
pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) serta
pengolahan dan perniagaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar
Lain.
10. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN):
a. mendorong BUMN bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan untuk
mengembangkan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);
b. mendorong BUMN bidang industri untuk mengembangkan industri
pengolahan bahan bakar nabati (biofuel);
c. mendorong BUMN bidang rekayasa untuk mengembangkan teknologi
pengolahan bahan bakar nabati (biofuel);
d. mendorong BUMN bidang energi untuk memanfaatkan bahan bakar nabati
(biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
11. Menteri Dalam Negeri mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemerintah daerah
dan jajarannya serta penyiapan masyarakat dalam penyediaan lahan di daerah
masingmasing, terutama lahan kritis bagi budidaya bahan baku bahan bakar
nabati (biofuel);
12. Menteri Keuangan mengkaji peraturan perundangundangan di bidang keuangan
dalam rangka pemberian insentif dan keringanan fiskal untuk penyediaan bahan
baku dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
13. Menteri Negara Lingkungan Hidup melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada
masyarakat mengenai pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan
Bakar Lain yang ramah lingkungan.
14. Gubernur:
a. melaksanakan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati
(biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di daerahnya sesuai dengan
kewenangannya;
b. melaksanakan sosialisasi pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain di daerahnya;
c. memfasilitasi penyediaan lahan di daerah masingmasing sesuai dengan
kewenangannya terutama lahan kritis bagi budi daya bahan baku bahan bakar
nabati (biofuel);
d. melaporkan pelaksanaan instruksi mi kepada Menteri Dalam Negeri.
15. Bupati/Walikota:
a. melaksanakan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati
(biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di daerahnya sesuai dengan
kewenangannya;
b. melaksanakan sosialisasi pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain di daerahnya;
c. memfasilitasi penyediaan lahan di daerah masingmasing sesuai dengan
kewenangannya terutama lahan kritis bagi budi daya bahan baku bahan bakar
nabati (biofuel );
d. melaporkan pelaksanaan instruksi ini kepada Gubernur.

KEDUA: Agar melaksanakan Instruksi Presiden mi sebaik-baiknya dengan penuh


tanggung jawab dan melaporkan hasil pelaksanaannya kepada Presiden
secara berkala.

Instruksi Presiden mi mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.

Dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salman sesuai dengan aslinya


Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum,
Lambock V. Nahattands
115

Anda mungkin juga menyukai