OLEH
YUNUS YUNIARKO
A24053183
Oleh
YUNUS YUNIARKO
A24053183
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pengelolaan Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT Jambi Agro Wijaya (PT JAW), Bakrie
Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Program Sarjana, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak, Mak, kakak-kakak tersayang serta seluruh keluarga atas segala doa dan
dukungan yang diberikan.
2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas
segala saran dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro, M.Sc. sebagai pembimbing akademik, atas
bimbingan selama penulis menjalani studi.
4. Bapak Adrial Lubis selaku Manajer PT JAW, Bapak Ramli selaku Asisten
Kepala, dan seluruh asisten kebun yang telah memberikan arahan dan
bimbingan selama pelaksanaan magang.
5. Bapak Rangga A.W. sebagai Asisten Divisi III, atas bimbingan dan kerja sama
selama kegiatan magang.
6. Anugrah (Uli), Malya, Deddy, dan Fauzan, sebagai teman seperjuangan.
7. Ardi, Esther, Aan, dan rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura Angkatan 42.
8. Ria Derita Dibata Radja atas doa, perhatian, motivasi, dan inspirasi yang
diberikan.
Semoga hasil magang ini memberi manfaat bagi penulis maupun yang
membutuhkan.
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................ 2
LAMPIRAN ............................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
6. Tabel 6. Ketentuan Basis Borong dan Premi Tahun 2009 di PT JAW .... 38
8. Tabel 8. Jenis-jenis Gulma di Blok C13 dan B15 Divisi III .................... 46
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan
Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri kelapa
sawit tetap bertahan dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian
negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit
menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia.
Seiring terus meningkatnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan akan
minyak makan juga terus meningkat. Minyak Kelapa Sawit (MKS) merupakan
bahan baku utama pembuatan minyak makan sehingga MKS memiliki nilai yang
sangat srategis. Indonesia sebagai salah satu produsen MKS terbesar di dunia
berusaha terus meningkatkan produksinya. Hal ini bisa dilihat dari terus
bertambahnya areal perkebunan kelapa sawit.
Data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dari 4 713
435 ha pada tahun 2001 menjadi 7 363 847 ha pada tahun 2008 dan luas areal
perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal
tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktivitas Minyak Kelapa Sawit
(MKS). Produktivitas MKS adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat
menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal ini merupakan kecenderungan yang
positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan produktivitas tanaman
tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah satu unsur pemeliharaan
kebun kelapa sawit Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pengendalian gulma.
Gulma merupakan organisme pengganggu tanaman yang dapat
menimbulkan risiko terutama penurunan hasil. Gray dan Hew (1968) melaporkan
bahwa Mikania micrantha menyebabkan kehilangan hasil tanaman kelapa sawit
sebesar 20% selama lima tahun. Pengendalian Ischaemum muticum L., jenis
gulma rerumputan tahunan, mampu meningkatkan bobot tandan buah segar
sekitar 10 ton/ha dalam waktu tiga tahun (Teo et al. 1990). Mengingat besarnya
pengaruh gulma terhadap produksi kebun, maka diperlukan adanya pengendalian
gulma yang tepat.
2
Tujuan
Tujuan kegiatan magang ini adalah :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang teknik budidaya maupun
manajerial yang diterapkan di kebun.
2. Membandingkan antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi
di lapangan serta meningkatkan kemampuan profesionalisme mahasiswa
dalam memahami dan menghayati proses kerja yang nyata.
3. Mempelajari pelaksanaan dan manajemen pengendalian gulma di perkebunan
kelapa sawit
4. Menganalisis permasalahan yang ada dalam pengelolaan pengendalian gulma
di perkebunan kelapa sawit.
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum, bunga kelapa sawit termasuk berumah satu, yaitu dalam
satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah.
Akan tetapi, sering dijumpai pula tandan bunga betina yang mendukung bunga
jantan (hermaprodit). Bunga muncul dari ketiak daun dan setiap ketiak daun
hanya mampu menghasilkan satu tandan bunga. Bunga betina yang telah dibuahi
akan berkembang menjadi buah. Buah kelapa sawit terdiri atas pericarp yang
terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp, dan endocarp (cangkang) yang
membungkus 1-4 inti/kernel.
Gulma
Tjitrosoedirdjo et al, (1984) mendefinisikan gulma sebagai tumbuhan yang
tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki manusia karena merugikan secara
langsung maupun tidak langsung, ataupun karena belum diketahui kerugian atau
kegunaannya. Selanjutnya, Sastroutomo (1990) menjelaskan bahwa gulma adalah
semua jenis vegetasi tumbuhan yang menimbulkan gangguan pada lokasi tertentu
terhadap tujuan yang diinginkan manusia.
Gulma dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Sastroutomo (1990)
mengelompokkan gulma berdasarkan daur hidupnya menjadi gulma semusim,
gulma dua musim, dan gulma tahunan. Gulma semusim mempunyai daur hidup
satu tahun atau kurang, mulai dari perkecambahan biji sampai dapat menghasilkan
biji lagi. Gulma dua musim dapat hidup lebih dari satu tahun tetapi tidak lebih
dari dua tahun. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat tumbuh lebih dari dua
tahun.
Perkebunan kelapa sawit tidak pernah lepas dari masalah gulma. Menurut
Tjitrosoedirdjo et al, (1984), jenis gulma yang tumbuh biasanya sesuai dengan
kondisi perkebunan. Misalnya pada perkebunan yang baru diolah, maka gulma
yang banyak dijumpai adalah gulma semusim, sedangkan pada perkebunan yang
telah lama ditanami, gulma yang banyak terdapat adalah gulma jenis tahunan.
Sukman (2002) menyebutkan perkembangbiakan gulma ditinjau dari segi
mekanisme perkembangannya adalah sangat efisien, dan bila diperhatikan jauh
lebih efisien dari pada tanaman budidaya yang diusahakan. Gulma berkembang
biak secara generatif (biji) maupun secara vegetatif. Secara umum gulma
semusim berkembang biak melalui biji. Biasanya produksi biji sangat banyak,
bahkan dapat menghasilkan lebih dari 40 000 biji dalam satu musim, sebagai
6
Pengendalian Gulma
Tjitrosoedirdjo et. al. (1984) menyebutkan bahwa penurunan hasil bukan
satu-satunya faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengendalian gulma.
Kemudahan beroperasi dikebun, mengurangi risiko kebakaran, dan
menghilangkan tempat persembunyian hama (tikus) juga tergantung pada
pengendalian gulma beserta biayanya.
Pahan (2008) menambahkan bahwa kehadiran gulma di perkebunan kelapa
sawit dapat menimbulkan kerugian karena terjadi persaingan dalam pengambilan
air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu
produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu pertumbuhan
tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan
biaya pemeliharaan.
Pengendalian gulma dapat didefinisikan sebagai proses membatasi
infestasi gulma sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan
efisien (Sukman, 2002). Pengendalian gulma pada prinsip awalnya merupakan
usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya
saing gulma (Pahan, 2008).
Pengendalian gulma pada kebun kelapa sawit ditujukan pada 3 sasaran,
yaitu gulma di gawangan, piringan, dan jalan pikul. Pada tanaman menghasilkan,
tidak semua gulma diberantas tuntas karena keterbatasan penutup tanah kacangan
yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit. Gulma-gulma yang tumbuh di
piringan harus diberantas menyeluruh, sedangkan gulma yang tumbuh di
gawangan cukup dikendalikan (Lubis, 1992).
Pengendalian gulma yang sering dilaksanakan di kebun adalah
pengendalian secara mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara mekanik
dilakukan dengan menggunakan kored, garpu, cangkul, parang, atau dengan alat
modern seperti traktor. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan
7
Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang ini dilaksanakan penulis secara langsung dengan
mengikuti dan mempelajari seluruh kegiatan di lapangan sebagaimana kegiatan
Karyawan Harian Lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor selama
satu bulan, dan satu bulan terakhir sebagai pendamping asisten divisi.
KHL adalah pelaksana langsung pekerjaan di kebun yang bertugas
melaksaakan segala kegiatan kebun yang diperintahkan sesuai dengan kebutuhan
kebun, seperti persiapan lahan, penanaman, pembibitan, pemupukan,
pengendalian gulma, pengendalian hama penyakit, pemangkasan, pemanenan,
pengangkutan TBS ke pabrik, dan pekerjaan lainnya.
Kegiatan yang dilaksanakan sebagai pendamping mandor meliputi
pengawasan kegiatan di kebun, penentuan tenaga kerja dan biayanya, penentuan
dosis, konsentrasi, dan jumlah bahan kimia yang digunakan, mana je me n
pengendalia n gulma , ma na je men pe ma nenan, sert a pembuat an
lapo ran pertanggungjawaban. Pada saat menjadi pendamping asisten divisi,
kegiatan yang dilaksanakan adalah mengevaluasi hasil kegiatan kebun,
mengawasi semua pekerjaan yang dilakukan di lapangan (kontrol lapangan) untuk
mengetahui cara penilaian hasil kerja mandor, dan membantu asisten dalam
menyelesaikan administrasi kebun serta mencari pemecahan masalah yang ada di
kebun. Jurnal kegiatan penulis ditampilkan pada Lampiran 1.
Data primer dikumpulkan selama melaksanakan kegiatan sebagai KHL,
pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi dengan cara mencatat seluruh
kegiatan teknis dan prestasi kerja karyawan. Selain itu, secara tidak langsung
dilakukan pengambilan data sekunder yang berupa laporan harian, mingguan, dan
9
bulanan, serta data lain yang tersedia di kebun. Selanjutnya kegiatan magang
ditekankan pada pengelolaan pengendalian gulma.
Data mengenai pengelolaan pengendalian gulma meliputi jenis gulma
dominan, dosis dan konsentrasi herbisida, kecepatan jalan penyemprot, organisasi
penyemprotan, jumlah herbisida yang digunakan, luas areal pengerjaan, dan
jumlah tenaga kerja serta prestasi kerjanya. Pengambilan data meliputi semua
aspek pengendalian gulma di seluruh blok tempat penulis melaksanakan kegiatan
magang. Pengamatan lain yang menjadi perhatian adalah kekeliruan ataupun
kelalaian dalam pelaksanaan pengendalian gulma di lapangan oleh karyawan serta
pelaksanaan pengawasan oleh mandor. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan
metode deskriptif dengan cara membandingan data yang diperoleh dengan
pustaka yang tersedia.
KEADAAN UMUM KEBUN
Letak Geografis
Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat
dengan waktu tempuh sekitar 2 jam atau dengan jarak tempuh sekitar 65 km dari
Kabupaten Sarolangun. Kondisi jalan dari Sarolangun hingga Kecamatan Pauh
relatif baik, sedangkan dari Pauh menuju areal kebun didominasi jalan aspal yang
rusak. Jarak kebun dari Kota Jambi adalah 200 km.
Berikut ini adalah batas-batas kebun PT JAW : sebelah Utara berbatasan
dengan Desa Lubuk Jering dan Desa Pematang Kabau, sebelah Selatan berbatasan
dengan Tanjung Gedang, Empang Benau dan Dusun Pangkal Bulian, sebelah
Timur berbatasan dengan kebun PT EMAL A dan Desa Dusun Baru yang
merupakan bagian dari Kec. Pauh, dan sebelah Barat berbatasan dengan Dusun
Mentawak, Satuan Pemukiman C (SP C), dan kebun rakyat. Peta kebun PT JAW
disajikan pada Lampiran 2.
pelepah yang tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman pada lahan gambut. Peta
kedalaman gambut disajikan pada Lampiran 4.
Jalan-jalan di kebun PT JAW diperkeras dengan menimbunkan tanah
Podsolik Merah pada permukaan jalan. Karena sifat tanah Podsolik Merah yang
lembek jika terkena air dan keras serta berdebu jika kering, maka ketika hari hujan
kondisi jalan licin sehingga sulit dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan transprotasi, sedangkan saat cuaca panas maka kondisi jalan
didominasi oleh debu.
Kebun PT JAW memiliki lahan yang relatif datar dengan kemiringan
kurang dari 8 % . Ketinggian tempat berada pada 150 m di atas permukaan laut.
Daearah rawa banyak ditemukan pada kebun Divisi II dan Divisi III.
Areal Konsesi
Menurut SK/HGU, luas lahan yang diizinkan untuk pembangunan kebun
sebesar 11 419 ha. Kebun PT JAW terbagi menjadi 6 divisi yang masing-masing
memiliki luas yang berbeda. Lahan Tanaman Menghasilkan (TM) Divisi I seluas
659 ha, Divisi II seluas 568 ha, Divisi III seluas 620 ha, Divisi IV seluas 673 ha,
Divisi V seluas 707 ha, Divisi VI seluas 737.74 ha. Data tata guna lahan kebun
PT JAW disajikan pada Tabel 1.
Setiap blok dipisahkan oleh jalan dan parit. Parit berfungsi sebagai saluran
drainase pada musim hujan dan penampung air pada musim kemarau. Lebar parit
adalah 4-7 m. Parit ini memisahkan blok dengan jalan sehingga untuk
menghubungkan keduanya digunakan titian, baik yang berbahan kayu atau pun
beton.
Produksi
Produksi kebun kelapa sawit PT JAW pada enam tahun terakhir
mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 terdapat penambahan luas areal panen
yaitu areal TM 2002 dan areal sisipan yang bisa dipanen kembali seluas 456.2 ha.
Areal sisipan berupa lahan rawa yang terjadi akibat air hujan membanjiri areal
panen. Pada tahun 2007 terjadi lagi penurunan luas areal panen yang diakibatkan
areal sisipan. Perkembangan produksi dan produktivitas PT JAW disajikan dalam
Tabel 2
Fasilitas Kebun
Untuk mendukung kelancaran kegiatan, perusahaan menyediakan fasilitas
kesejahteraan bagi karyawannya. Setiap divisi memiliki emplasemen yang
berfungsi sebagai tempat tinggal karyawan divisi. Di dalam emplasemen terdapat
perumahan karyawan dan sebuah mushola.
15
Pembibitan
Pembibitan merupakan tahap awal dalam mempersiapkan kebun yang
nantinya berpengaruh besar terhadap produktivitas kebun. Pembibitan
dilaksanakan dengan baik agar menghasilkan bibit berkualitas, yaitu bibit yang
siap tanam yang mempunyai kemampuan tumbuh baik, tahan terhadap cekaman
lingkungan, dan punya kemampuan berproduksi tinggi.
Dari segi luas, pembibitan memang relatif kecil, namun kegiatan di
dalamnya sangat kompleks dan menyerap tenaga kerja paling banyak. Tenaga
kerja tersebut dialokasikan ke dalam kegiatan mulai dari persiapan lahan sampai
pemindahan bibit ke lokasi penanaman. Pembibitan di PT JAW menggunakan
sistem dua tahap, yang meliputi Pre Nursery (PN = Pembibitan Awal) dan Main
Nursery (MN = Pembibitan Utama).
Penulis melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di pembibitan, meliputi
pengisian tanah, seleksi kecambah, penanaman kecambah, pengeceren polibag,
tanam pindah bibit, dan konsolidasi.
Asal benih. PT JAW melaksanakan pembibitan bukan untuk memenuhi
kebutuhan kebun sendiri tetapi untuk memenuhi kebutuhan bibit siap tanam pada
areal kebun PT EMAL A. Berkaitan dengan hal tersebut, kebijakan jenis bibit
yang digunakan diatur oleh PT BSP.
17
diameternya lebih kecil dari pada plumula. Kecambah yang radikula atau
plumulanya rusak atau tidak tumbuh disortir dan tidak ditanam.
Penanaman kecambah diawasi dengan baik agar tidak terjadi kekeliruan
yang dapat merugikan perusahaan. Kekeliruan yang sering terjadi adalah
penanaman kecambah terbalik dengan bagian radikula berada pada bagian atas.
Hal ini akan menyebabkan plumula tumbuh memutar dari bawah menuju ke atas
sehingga bibit tumbuh tidak normal. Kekeliruan lain adalah pembuatan lubang
tanam yang terlalu dalam. Hal ini akan menghambat pertumbuhan plumula.
Setelah kecambah ditanam, bedengan ditutup dengan pelepah daun kelapa sawit
sebagai naungan.
Kegiatan perawatan pada pembibitan awal meliputi penyiraman,
pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Penyiraman
dilakukan dua kali sehari, namun hal ini tergantung curah hujan pada hari
sebelumnya. Jika hari sebelumnya turun hujan maka pada pagi hari berikutnya
tidak dilakukan penyiraman tetapi sore hari tetap dilakukan penyiraman.
Pupuk yang digunakan pada pembibitan awal adalah NPK 15.15.6.4.
dengan dosis 8 g/5 liter untuk 100 bibit. Pelaksanaan pemupukan dilakukan oleh
KHL secara beregu. Satu regu pemupuk terdiri atas 3 orang, yaitu 1 orang
menyiapkan larutan pupuk dan 2 orang penabur pupuk.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Hal ini berkaitan dengan
sifat bibit yang masih rentan terhada herbisida. Gulma yang berada di dalam blok
disiangi hingga W0, yaitu hanya tanaman pokok yang diperbolehkan tumbuh di
areal tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan antara bibit
dengan gulma.
Hama yang sering menyerang bibit di pembibitan awal adalah jangkrik,
semut, belalang, dan tikus. Pengendalian hama serangga dilakukan dengan
menaburkan insektisida dengan merek dagang Centa-Fur 3GR dengan bahan aktif
Karbofuran 3 %. Hama tikus dikendalikan dengan rodentisida bermerk dagang
Tikumin.
Ketika penulis melaksanakan magang, bibit pada pembibitan awal sudah
berusia 4-5 bulan dan dipindah ke pembibitan utama pada umur 5-6 bulan,
sedangkan standar pemindahan bibit ke pembibitan utama adalah ketika bibit
19
berumur 3 bulan . Hal ini disebabkan pada umur 3 bulan bibit belum mencapai
tinggi sesuai standar pemindahan bibit ke pembibitan utama yaitu 20 cm. Bibit
yang memenuhi standar pada usia 5-6 bulan diseleksi dan dipindahkan ke
pembibitan utama menggunakan traktor tangan.
Pembibitan utama. Lokasi pembibitan utama berada dalam satu kawasan
dengan pembibitan awal.. Persiapan tersebut meliputi persiapan lahan, dilanjutkan
dengan pengisian polibag dan penyusunan polibag. Polibag yang digunakan
berukuran panjang 50 cm dengan diameter 20 cm yang mampu menampung 18 kg
tanah. Pengisian tanah (top soil) ke dalam polibag dikerjakan oleh KHL secara
borongan dengan upah Rp 150,00/polibag. Tanah yang digunakan adalah tanah
mineral yang diambil dari Dusun Baru. Rata-rata pekerja mampu mengisi 200
polibag/HK, sedangkan prestasi penulis adalah 80 polibag.
Polibag yang sudah terisi tanah diecer ke dalam areal pembibitan utama
menggunakan angkong. Tanah gambut dan permukaan lahan yang tidak rata
menyulitkan dalam pengangkutan polibag. Hal tersebut diatasi dengan cara
menyusun papan-papan berukuran panjang 3 m dan lebar 30 cm secara
memanjang sebagai lintasan angkong.
Pada saat pengeceran sering terjadi kerusakan polibag karena terjatuh dari
angkong. Para pekerja sering mengangkut hingga 12 polibag/angkong, sedangkan
standar perusahaan untuk pengeceran adalah 8 polibag/angkong. Selama penulis
melaksanakan magang, belum ada sanksi terhadap kerusakan polibag tersebut.
Pekerjaan pengeceran polibag dilakukan secara borongan dengan upah Rp
300,00/polibag. Kegiatan pengeceran polibag dapat dilihat pada Gambar 1.
Setelah berada di areal pembibitan utama, polibag disusun sesuai jarak
tanam yaitu 90 cm x 90 cm x 90 cm. Penanaman dilakukan dengan cara mencabut
bibit dari babybag beserta tanahnya kemudian dimasukkan ke dalam polibag yang
sebelumnya sudah dibuat lubang tanam. Bibit ditanam dengan akar tertutup
sempurna, tidak boleh ada bagian akar yang terbuka karena akan mempengaruhi
pertumbuhan bibit. Rata-rata pekerja mampu mengecer 200-250 polibag. Prestasi
penulis sendiri adalah 90 polibag.
20
Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan yang menelan biaya sangat besar.
Pemupukan merupakan komponen terbesar dari biaya pemeliharaan. Mengingat
besarnya biaya pemupukan, maka perlu diperhatikan ketepatan dalam pemupukan.
Pemupukan yang diterapkan di kebun PT JAW diatur oleh kebijakan PT BSP.
Berhubungan dengan masalah finansial pada tahun 2009, yaitu ketika penulis
21
Dosis yang digunakan pada aplikasi CuSO4 adalah 200 g/tanaman. Dosis
ini sesuai dengan kebutuhan tanaman berumur lebih dari 12 tahun (Noor, 2001).
Kebutuhan pupuk dalam satu blok memerlukan pupuk rata-rata 25 kg/ha. Tabel 3
menunjukkan realisasi pemupukan CuSO4 di Divisi II.
Aplikasi pupuk CuSO4 dilakukan dengan menggunakan ember sebagai
tempat pupuk dan alat penabur yang telah dikalibrasi. Pupuk ditaburkan
membentuk huruf “V” pada piringan, yaitu pupuk per pokok ditaburkan dua kali
membentuk dua garis yang bertemu pada salah satu ujungnya. Hal ini dilakukan
karena tanaman mempunyai perakaran yang sudah luas sehingga mampu
menyerap pupuk dengan baik dan apikasi dilakukan pada piringan yang bersih
22
dari gulma. Selain itu, aplikasi dengan cara ini mempercepat pelaksanaan
pemupukan. Aplikasi dimulai dari tanaman paling luar menuju ke dalam sampai
pada tanaman terluar dari barisan.
Permintaan pupuk abu janjang dilakukan oleh asisten divisi yang telah
dikoreksi dan disetujui oleh manajer kebun. Abu janjang dikirim dari PMKS dan
disimpan di gudang kebun PT JAW. Distribusi abu janjang ke areal pemupukan
dilakukan dengan truk. Untuk areal yang tidak bisa dilalui oleh truk, distribusi
dilakukan menggunakan traktor MF. Realisasi pemupukan abu janjang Divisi III
disajikan pada Tabel 4.
menaburkan pupuk mulai dari jalan tengah, sedangkan sisanya menaburkan pupuk
dari arah luar gawangan, hal ini betujuan agar pupuk terbagi rata pada semua
pokok dan untuk memperkecil kemungkinan terjadi pokok terlewatkan tidak
dipupuk.
kaustik, aplikasi yang tidak tepat dapat menyebabkan daun dan akar tanaman
terbakar (Pahan, 2008). Pada pelaksanaannya, karyawan mengeluh karena abu
janjang menyebabkan iritasi pada kulit karyawan dan abu janjang yang basah
menjadi lebih berat dan sulit ditaburkan karena menggumpal sehingga
menghambat kerja penaburan.
yang tidak pada posisinya disusun kembali ke posisinya sehingga jembatan kuat
menahan beban truk dan traktor. Ketika penulis melakukan magang, PT JAW
sedang melakukan penggantian jembatan kayu dengan jembatan permanen berupa
beton yang ditimbun tanah dengan pipa paralon sebagai jalur air. Jembatan ini
jauh lebih kuat dan stabil dibandingkan dengan jembatan kayu namun lebih
mahal.
satu titian untuk 4 gawangan. Hal ini dilakukan mengingat besarnya biaya
pembuatan titian beton tersebut.
Penunasan (pruning)
Penunasan pada tanaman menghasilkan bertujuan untuk memelihara
kondisi tajuk dengan mempertahankan pelepah pada kondisi songgo dua. Manfaat
kegiatan pruning adalah mempermudah pengamatan buah, menghindari
tersangkutnya brondolan pada pelepah, mempermudah pemanenan, membuang
pelepah yang tidak produktif, dan merupakan tindakan sanitasi pohon agar
terhindar dari hama dan penyakit.
Kegiatan penunasan di PT JAW dilaksanakan dengan rotasi 6 bulan sekali
dalam setahun. Tenaga kerja penunasan adalah seluruh pemanen yang ada pada
masing-masing divisi. Sistem pelaksanaan penunasan berbeda tergantung divisi
masing-masing. Pada Divisi III PT JAW, kegiatan penunasan dilaksanakan
dengan dua cara berbeda. Cara pertama adalah sebagian pemanen melakukan
penunasan pada hanca panen masing-masing pada blok yang ditentukan,
sedangkan sebagian yang lain tetap melakukan panen pada hanca masing-masing.
Cara ini bisa dilaksanakan jika kapel panen memiliki sedikit TBS siap panen.
Kegiatan penunasan disajikan pada Gambar 4.
Pemanen yang melakukan penunasan adalah pemanen yang hanca
panennya terdapat sedikit TBS siap panen, ketika dilakukan kegiatan penunasan
pada blok bersangkutan. TBS siap panen yang terdapat pada hanca yang
dilakukan penunasan dipanen oleh pemanen lain. Cara kedua adalah bergiliran
yang dilaksanakan dengan cara dua orang pemanen bekerja secara bersama
melakukan penunasan pada blok yang ditentukan pada hanca panen salah satu dari
keduanya. Pada hari berikutnya keduanya pindah ke hanca yang lain. Norma
kegiatan penunasan adalah 1 gawangan/HK.
Sebelum penunasan dilaksanakan, para pekerja menyiapkan alat-alat yang
diperlukan untuk penunasan. Alat-alat yang digunakan adalah egrek, dodos, dan
parang. Alat-alat tersebut harus dalam kondisi baik dan tajam. Mandor panen
bertugas mengecek kelengkapan alat tunas. Alat yang tidak baik diganti,
28
sedangkan alat yang kurang tajam diasah terlebih dahulu. Hal ini ditujukan tidak
terjadi sobekan pada pelepah akibat tidak terpotong dengan baik.
Gambar 4. Penunasan
per pelepah, sebaran ulat api di Blok A18 dari gawangan 38 - 70 dan Blok A17
dari gawangan 45 - 60 (konsentrasi ulat api terbesar terjadi di tengah gawangan).
Lubis (1992) menyebutkan bahwa ulat api Setora nitens memiliki
kemampuan memakan daun kelapa sawit sebesar 367 cm2, sedangkan luas
permukaan satu pelepah daun kelapa sawit adalah 3-4 m2. Kerusakan yang terjadi
akan pulih dalam waktu 2-3 tahun kemudian. PT JAW menetapkan batas populasi
ulat pemakan daun yang tercantum dalam Tabel 5.
Berdasarkan batas populasi tersebut, serangan ulat api di Blok A17 dan
A18 perlu dikendalikan. Untuk mengendalikan populasi ulat api, PT JAW
menerapkan kegiatan perangkap cahaya (light trap) dan aplikasi swingfog.
Perangkap cahaya adalah pengendalian hama ulat api dengan
menggunakan cahaya lampu sebagai perangkap. Perangkap cahaya ini ditujukan
untuk mengendalikan hama Setora nitens pada stadia imago. Pada stadia inilah
hama ulat api mengalami penyebaran dengan cepat. Imago Setora nitens
berbentuk seperti kupu-kupu berwarna coklat dengan panjang 2-3 cm. Imago ini
aktif pada petang sampai malam dan sangat peka terhadap rangsangan cahaya.
30
liter. Setelah pengisian bahan racun selesai, mesin dinyalakan dan siap untuk
diaplikasikan.
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk aplikasi swingfog adalah tiga orang.
Dua orang sebagai pembawa swingfog dan satu orang pembawa campuran racun.
Aplikasi swingfog dimulai pada pukul 18.00 karena pada saat ini ulat pemakan
daun sedang aktif. Pembawa swingfog berjalan dari luar gawangan menuju ke
dalam hingga keluar di ujung gawangan. Norma kerja aplikasi swingfog adalah
1.4 ha/HK dan penulis bisa mencapai norma tersebut.
Perusahaan sudah menyediakan kelengkapan keselamatan pekerja berupa
penutup muka, namun pada pelaksanaannya pekerja tidak menggunakannya
karena dirasa menghambat pekerjaan. Selain itu, pekerja merokok ketika
melaksanakan aplikasi swingfog. Hal ini jelas tidak dibenarkan dalam standar
keselamatan kerja, namun perusahaan tidak bisa mencegahnya. Aplikasi swingfog
adalah kegiatan yang dilaksanakan pada malam hari sehingga hanya sedikit
pekerja yang mau melaksanakan pekerjaan ini.
Pengendalian Gulma
Gulma merupakan tanaman yang tidak dikehendaki pada lahan usaha
pertanian. Gulma menjadi pesaing bagi tanaman usaha dan bisa menurunkan daya
saing tanaman usaha dalam hal pemanfaatan sumber daya lahan. Pertumbuhan
gulma yang tidak terkendali dapat me nyeba bkan penur unan produksi hingga
80 %. Mengingat besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh gulma, perlu adanya
pengendalian yang tepat.
Pengendalian gulma secara kimiawi. Pengendalian gulma secara
kimiawi dilakukan dengan memanfaatkan bahan kimia atau herbisida sebagai
agen pengendali. Jenis gulma yang penting yang ada di lahan PT JAW adalah
gulma Axonopus compressus, Paspalum conjugatum, Mikania micrantha,
Ageratum conyzoides, Asystasia coromandeliana, kentosan (anakan sawit liar),
Melastoma malabathricum, Imperata cylindrica, Nephrolepis bisserata, dan
Chromolaena odorata. Lahan kebun PT JAW memiliki curah hujan 2 673.98
mm/tahun dan didominasi oleh lahan gambut yang basah ketika musim hujan.
Kondisi tajuk tanaman yang belum menutup rapat menyediakan ruang bagi
32
cahaya untuk sampai pada permukaan lahan. Hal ini menjadikan lahan sebagai
tempat yang baik bagi gulma untuk tumbuh.
Herbisida yang digunakan PT JAW adalah herbisida sistemik dengan merk
dagang Ally 20 WDG dan Smart 486 AS dan herbisida kontak Gramoxone 276
SL. Bahan aktif ketiga herbisida berturut-turut adalah metil metsulfron,
isopropilamina glifosat, dan paraquat.
Penggunaan herbisida tersebut tergantung pada jenis gulma yang akan
dikendalikan. Terdapat beberapa kegiatan yang termasuk pengendalian gulma
secara kimiawi di PT JAW antara lain, Semprot Piringan, Jalan pikul, dan TPH
(SP3TPH), semprot semak, dan pengendalian alang-alang.
Herbisida yang digunakan pada SP3TPH adalah campuran Gramoxone
276 SL dan Ally 20 WDG. Gulma pada piringan dikendalikan secara tuntas atau
sampai pada kondisi W0 (bebas gulma). Hal ini berkaitan dengan fungsi piringan
yang merupakan areal perakaran dan tempat menaburkan pupuk. Gulma pada
piringan umumnya didominasi oleh Nephrolepis bisserata, Asystasia
coromandeliana, dan Kentosan (anakan sawit liar). Pada sebagian besar blok,
kondisi gulma di piringan sudah tumbuh berat dan menutupi sebagian besar areal
piringan.
Jalan pikul adalah jalan seluas 1.25 m yang terletak di tengah gawangan
yang berfungsi sebagai jalur bagi pekerja dalam menjalankan kegiatan kebun.
Gulma yang tumbuh di jalan pikul dikendalikan sampai pada tingkat tidak
menggganggu pelaksanaan kegiatan kebun. Kondisi gulma pada jalan pikul
umumnya sudah tumbuh sedang sampai berat dan mengganggu kegiatan kebun.
Sebagian besar gulma tumbuh berawal dari areal gawangan mati yang menjalar ke
areal jalan pikul dan menutupinya.
Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) adalah sebuah tempat yang terletak di
luar gawangan hidup dan di pinggir jalan yang berfungsi untuk mengumpulkan
sementara TBS yang baru dipotong. Gulma yang banyak tumbuh di TPH adalah
gulma dari golongan rumput dan anakan sawit liar yang tumbuh akibat brondolan
tidak dipungut bersih.
Semprot semak dilaksanakan jika jenis gulma didominasi oleh gulma
golongan rumput. Gulma yang banyak tumbuh adalah Axonopus compressus,
33
pengisian selesai, penyemprot mulai menyemprot dari arah luar gawangan menuju
ke dalam.
Pengendalian gulma adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan
ketepatan. Pekerja dalam kegiatan pengendalian gulma adalah KHL perempuan
yang sudah terlatih. Pekerja yang sudah terlatih akan melaksanakan kegiatan
pengendalian gulma secara benar dan sungguh-sungguh. Pada pengendalian
secara kimia, pekerja mampu memperhitungkan kecepatan jalan, kekuatan
memompa, dan menyemprotkan herbisida secara merata sehingga pemakaian
herbisida tidak sia-sia.
Kegiatan pengendalian gulma merupakan pekerjaan tim sehingga
keberadaan pekerja yang belum terlatih akan menghambat kinerja kelompok
bersangkutan. Pekerja yang belum terlatih diberi tugas sebagai pengisi larutan,
tetapi juga diberi kesempatan menjadi operator semprot agar terbiasa.
Terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian perusahaan agar kegiatan
penyemprotan berjalan baik, di antaranya adalah kondisi alat semprot yang terdiri
atas knapsack dan nozzle. Kedua bagian alat semprot ini berpengaruh pada
kelancaran pekerjaan dan penggunaan herbisida. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, sering dijumpai knapsack bocor yang disebabkan oleh karet klep yang
aus. Sering dijumpai juga kondisi nozzle yang sudah tidak standar. Knapsack yang
bocor akan menyebabkan herbisida terbuang sia-sia, sedangkan nozzle yang tidak
standar akan mempengaruhi ketepatan volume semprot.
Permasalahan lain yang sering timbul di lapangan adalah masalah kondisi
lahan. Kegiatan tidak bisa dilaksanakan pada lahan yang mengalami banjir akibat
hujan pada hari sebelumnya. Mandor mengantisipasi permasalahan dengan
terlebih dahulu melihat kondisi lahan sebelum kegiatan. Jika lahan tidak
memungkinkan untuk dilaksanakan kegiatan, maka pekerja bisa dialihkan ke blok
lain yang masih berdekatan jadwal pengendaliannya atau mengalihkan pekerja ke
pekerjaan lain setelah berkoordinasi dengan mandor I atau asisten divisi.
Faktor keselamatan kerja menjadi bagian penting dalam kegiatan kebun.
Dalam melaksanakan penyemprotan, perusahaan menganjurkan pekerja
mengenakan pakaian khusus penyemprot, sarung tangan, sepatu bot, dan masker
yang telah disediakan perusahaan. Akan tetapi, pada pelaksanaan di kebun,
36
pekerja hanya menggunakan sepatu bot dan pakaian biasa. Pekerja menganggap
pakaian khusus penyemprot menghambat pekerjaan.
Pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara manual
dilakukan dalam kegiatan babat total, Dongkel Anak Kayu (DAK), dan piringan
selektif. Selama penulis magang, penulis tidak melakukan kegiatan babat total dan
DAK karena Divisi III tempat penulis melaksanakan sebagian besar kegiatan
magang tidak melaksanakan kegiatan tersebut.
Kegiatan piringan selektif adalah kegiatan membuka piringan yang
ditumbuhi gulma berat dan membersihkan piringan dari pelepah. Piringan dibuka
selebar 2 m. Piringan yang dikenai kegiatan piringan selektif adalah piringan yang
kondisi gulmanya sudah berat yang biasanya didominasi oleh gulma golongan
daun lebar, seperti Nephrolepis bisserata, Mikania micrantha, Chromolaena
odorata, Asystasia coromandeliana, dan anakan sawit liar. Selain itu, terdapat
banyak pelepah menumpuk di piringan akibat kegiatan panen yang tidak tepat.
Alat yang digunakan adalah parang dan kayu dongkrak. Parang digunakan
untuk memotong gulma, sedangkan kayu dongkrak digunakan untuk menahan dan
membuang pelepah ke arah gawangan mati. Semua pekerja adalah KHL
perempuan dan bekerja dengan sistem upah 5/7 HK, yaitu pekerja bekerja selama
5 jam dengan upah 5/7 HK. Kegiatan ini merupakan kegiatan baru sehingga
belum memiliki standar pengerjaan.
Rotasi pengendalian gulma. Pada tahun 2009 PT JAW menerapkan
kebijakan rotasi pengendalian gulma 2 kali pengendalian secara kimia setahun,
sedangkan pengendalian manual berupa piringan selektif merupakan jenis
pekerjaan baru dan masih dalam tahap percobaan kesesuaian antara hasil kerja
dengan biaya yang dikeluarkan.
Rotasi pertama dilaksanakan pada bulan Januari-Mei, sedangkan rotasi
kedua akan dilaksanakan pada Juli-November. Ketika penulis melaksanakan
magang, rotasi pertama telah dimulai. Berdasarkan pengamatan pada bulan April-
Mei, kondisi gulma di sebagian besar lahan sudah tumbuh berat dan menghambat
kegiatan kebun.
37
Panen
Sistem dan rotasi panen. Sistem panen yang ada di PT JAW adalah
sistem hanca giring tetap. Keuntungan sistem ini adalah kegiatan panen bisa
berjalan baik karena mengacu pada jumlah TBS siap panen di lapangan sehingga
kebutuhan pemanen bisa disesuaikan dengan kondisi tersebut. Pada sistem ini,
luas hanca masing-masing pemanen dibedakan berdasar pada kekuatan pemanen.
Pemanen yang telah menyelesaikan hancanya pada hari yang sama bisa langsung
digiring pindah ke hanca berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor panen.
Adapun kekurangan sistem hanca tetap giring adalah tanggung jawab pemanen
terhadap hancanya rendah karena hanca bisa berpindah-pindah.
Rotasi panen adalah selang waktu pemanenan dengan pemanenan
berikutnya pada seksi yang sama. Seksi panen adalah luas areal yang harus
dipanen pada 1 hari kerja. Rotasi dipengaruhi oleh jumlah buah yang ada di
lapangan. Pada kondisi tanaman yang baik, buah pada tanaman juga banyak
sehingga rotasi panen bisa semakin rapat. Ketika penulis melaksanakan magang,
rotasi panen pada Divisi III PT JAW adalah 8/10, artinya 8 hari memanen dalam
10 hari kerja sehingga terdapat 3 rotasi panen dalam sebulan. Rotasi panen 8/10
dilaksanakan untuk luasan panen sedang dan jumlah buah yang akan dipanen
sedang. Rotasi panen sangat penting karena berpengaruh terhadap produksi dan
kebutuhan tenaga kerja.
Kebutuhan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga pemanen menjadi bagian
penting pada keberhasilan pemanenan. Tenaga pemanen harus tersedia dalam
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan, hal ini berkaitan dengan lancarnya
kegiatan pemanenan dan anggaran dana yang telah ditentukan. Tenaga pemanen
yang kurang akan menghambat penyelesaian pemanenan, sedangkan tenaga
pemanen yang berlebih mengurangi efisiensi penggunaan dana.
Divisi III PT JAW memiliki 24 tenaga pemanen, 21 di antaranya adalah
tenaga kerja SKU, sedangkan sisanya adalah KHL. Luas hanca pemanen berbeda-
beda tergantung luas seksi panen dan kekuatan pemanen. Setiap pemanen
memiliki hanca panen antara 3.5-5 ha per seksi panen.
Basis dan premi panen. Pemanen memperoleh upah berdasarkan prestasi
kerjanya. PT JAW menetapkan basis borong berdasarkan bobot panenan. Basis
38
borong adalah jumlah bobot panen yang harus diperoleh setiap hari kerja oleh
setiap pemanen. Basis borong dibedakan berdasarkan tahun tanam. Semakin tua
tanaman semakin besar basis borongnya. Hal ini disebabkan bobot TBS yang
semakin berat. Brondolan juga menjadi bagian penting dalam pendapatan
pemanen. Setiap kilogram brondolan dihargai Rp 1 500/karung (25 kg).
Premi adalah upah tambahan karena pemanen berhasil melebihi basis
borong yang ditetapkan. Premi berfungsi sebagai pemacu prestasi kerja pemanen.
Besarnya premi juga dibedakan berdasarkan umur tanaman. Semakin tua tanaman
maka premi semakin kecil karena Bobot Janjang Rata-rata (BJR) semakin besar.
Ketentuan basis borong dan premi disajikan pada Tabel 6.
Pendapatan per hari pemanen juga dipengaruhi oleh BJR blok. Setiap blok
memiliki BJR masing-masing. Misalnya seorang pemanen berhasil memanen 100
TBS di blok C15 (tahun tanam 1996, BJR 15 kg) maka pendapatannya adalah
sebagai berikut :
Bobot total : Jumlah TBS x BJR
: 100 x 15 kg
: 1500 kg
Basis : 800 kg x Rp 32 000,00 / 800 kg
: Rp 32 000,00
Premi : (1500 kg - 800 kg) x Rp 37,00 / kg
: Rp 25 900,00
Pendapatan : Rp 57 900,00
nomor pemanen pada tangkai buah untuk menandai hasil panen dan memudahkan
mandor dan krani buah mencatat hasil kerja pemanen.
Masih banyak dijumpai pemanen yang tidak merapikan pelepah di gawang
mati sehingga pelepah menumpuk di piringan. Hal ini menjadi hambatan pada
pengamatan brondolan buah matang sekaligus pemungutan brondolan panen.
Pelanggaran lain adalah adanya buah matang yang tidak dipanen. Hal ini
disebabkan brondolan tidak teramati. Sebab lain adalah buah berada pada pohon
yang tinggi, sedangkan pemanen hanya membawa dodos dan tidak membawa
egrek dan sambungannya sehingga tidak bisa mencapai buah tersebut.
Pelanggaran lain yang sering terjadi adalah brondolan tidak dipungut atau
dipungut tetapi tidak bersih. Hal ini disebabkan pemanen tidak membawa karung.
Pengangkutan TBS
Pengangkutan TBS dari kebun ke PMKS dilaksanakan sesegera mungkin
untuk menjaga kualitas TBS. Sarana transportasi memiliki peranan sangat penting
dalam proses pengangkutan TBS. Sarana transportasi tersedia dalam jumlah
cukup agar semua TBS bisa diangkut ke PMKS.
PT JAW memiliki truk dan traktor sebagai alat angkut TBS. Pengangkutan
TBS yang berada di jalan antar blok yang bagus dilakukan menggunakan truk
(muat lacak), sedangkan untuk jalan rusak menggunakan traktor MF sebagai
pengumpul TBS kemudian dipindahkan ke truk (muat-langsir).
Pemuat menggunakan tojok untuk mengangkat dan memindahkan TBS.
Basis muat adalah 3 500 kg, sedangkan premi muat dibedaka n menjadi
premi muat lacak yaitu Rp 4,00/kg dan muat-langsir Rp 5,50/kg. Pemuat juga
bertugas mengangkut brondolan yang terjatuh di TPH. Kenyataan di lapangan
menunjukkan pemuat sering tidak memungut brondolan di TPH hingga bersih.
Hal ini menjadi tanggung jawab krani transport untuk memastikan pemuat
memungut brondoan hingga bersih.
Aspek Manajerial
Dalam menjalankan kegiatan kebun, diperlukan adanya koordinasi yang
baik agar kegiatan kebun berjalan sesuai rencana. Untuk itu, setiap bagian
41
Pendamping Mandor
Mandor merupakan karyawan non staf yang berhubungan langsung
dengan teknis pelaksanaan kegiatan kebun. Mandor bertanggung jawab kepada
asisten divisi. Mandor bertugas mengarahkan pekerjaan sesuai instruksi asisten
divisi, mengawasi dan mengkoordinasikan jalannya pekerjaan, membantu asisten
divisi melakukan perencanaan teknis, membuat laporan hasil pekerjaan, dan
memotivasi karyawan. Divisi III memiliki 1 mandor I, 2 mandor panen, 2 mandor
perawatan, 1 krani divisi, 2 krani transportasi.
Mandor I. Mandor I merupakan pembantu asisten divisi dalam
menjalankan pengelolaan divisi. Mandor I bertanggung jawab langsung kepada
asisten divisi. Mandor I bertugas membuat rencana kegiatan harian kebun,
mengkoordinasikan kerja mandor-mandor, mengawasi dan mengevaluasi
pelaksanaan semua kegiatan kebun. Ketika asisten divisi berhalangan hadir,
mador I bertugas mengisi posisi sementara asisten divisi. Mandor I berbagi tugas
dengan asisten divisi dalam pengawasan kegiatan yang bersifat penting, misalnya
pemupukan dan panen. Selain itu, mandor I aktif dalam mencari pemecahan
masalah kebun terutama masalah transportasi.
Mandor panen. Mandor panen adalah petugas yang bertanggung jawab
penuh terhadap pelaksanaan dan pengawasan kegiatan panen. Mandor panen
bertugas mengarahkan kegiatan panen agar berjalan baik dan bisa mencapai target
panen, membuat rencana panen, membuat sensus buah harian, mengatur hanca
pemanen, mengawasi mutu TBS yang dipanen, dan memastikan tidak ada buah
matang tertinggal di pohon. Mandor panen melaporkan hasil kegiatan panen
dalam bentuk Laporan Harian Hasil Panen (LHHP) yang berisi tentang blok yang
42
dipanen, luas panen, rotasi panen, jumlah tenaga kerja (SKU dan KHL), jumlah
brondolan yang dipanen, dan prestasi kerja setiap pemanen.
Pada pelaksanaan di lapangan, masih terdapat kekeliruan dalam hal
pengawasan oleh mandor panen. Masih terdapat buah matang yang masih
tertinggal di pohon, pelepah tidak dirapikan di gawangan mati, dan brondolan
tidak dipungut.
Mandor perawatan. Mandor perawatan bertugas dalam pelaksanaan
pengawasan kegiatan-kegiatan perawatan yang meliputi pemupukan,
pengendalian gulma, pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan TPH dan
pengendalian hama dan penyakit. Tugas mandor perawatan umumnya sama untuk
setiap jenis kegiatan perawatan, yaitu membuat rencana kegiatan perawatan,
menyiapkan bahan, menyiapkan tenaga kerja, dan membuat laporan dalam buku
mandor perawatan yang ditampilkan pada Lampiran 6.
Selama menjadi pendamping mandor, penulis mendampingi mandor
pupuk dan mandor pengendalian gulma. Mandor pupuk menyiapkan tenaga kerja
penabur pupuk yaitu tenaga KHL perempuan, tenaga muat pupuk KHL laki-laki,
dan alat muat pupuk. Mandor pupuk memastikan kondisi lahan yang akan
dipupuk dalam kondisi tidak banjir sehingga kegiatan pupuk tidak terhambat.
Mandor pupuk mencatat kebutuhan pupuk dan membuat laporan hasil pemupukan
yang berisi pupuk yang digunakan, luas areal pemupukan, dan jumlah tenaga
kerja. Mandor pupuk mengawasi dan memastikan pupuk ditaburkan dengan
benar.
Pada pelaksanaan pemupukan, sering ditemukan kekeliruan dalam
pengawasan oleh mandor misalnya, masih terdapat pokok yang tidak dipupuk,
pekerja membuang pupuk abu janjang karena berat dan dianggap tidak berharga
mahal, dosis tidak sesuai standar, dan banyak pupuk tercecer di pinggir jalan
ketika pekerja mengambil pupuk dari karung ke dalam ember.
Mandor semprot atau mandor pengendalian gulma bertugas dalam
mengendalikan populasi gulma di divisi baik secara kimia maupun manual.
Sebelum kegiatan pengendalian gulma dilaksanakan, mandor semprot mengecek
kondisi lokasi. Mandor semprot menyiapkan tenaga penyemprot KHL perempuan
sesuai kebutuhan dan menyiapkan herbisida sesuai kebutuhan yang telah
43
semua kegiatan divisi. Semua kebijakan divisi diatur oleh asisten divisi
berdasarkan Rencana Permintaan Dana Operasional (RPDO) yang telah disetujui
oleh manajer kebun. Dalam menjalankan tugasnya, asisten divisi menerapkan
langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah di divisi sehingga dana
operasional divisi tidak melebihi anggaran dana yang telah ditetapkan.
Kegiatan sebagai asisten divisi dimulai pada pukul 06.00-06.15 WIB
setiap hari kerja. Asisten divisi melakukan apel pagi dengan para mandor untuk
menjelaskan rencana kegiatan pada hari yang bersangkutan dan mengevaluasi
hasil kerja hari sebelumnya. Asisten divisi juga memeriksa Buku Kegiatan
Mandor (BKM), memeriksa formulir permintan barang, dan memeriksa laporan
hasil kerja mandor. Setelah selesai memeriksa administrasi kebun, asisten divisi
melakukan pengawasan di lapangan. Hal ini untuk memastikan pekerjaan kebun
berjalan lancar dan mengetahui permasalahan yang ada di kebun untuk
selanjutnya mengatasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Gulma
Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda, tergantung faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Menurut Sastroutomo (1990), komunitas
tumbuhan memperlihatkan adanya diferensiasi baik secara vertikal maupun
horizontal. Setiap jenis tumbuhan tersebar dengan ketinggian tempat berbeda-
beda dan tersebar pada lokasi dan jarak yang berbeda-beda pula.
Untuk mengetahui kondisi gulma di suatu lahan, perlu dilakukan analisis
vegetasi. Komunitas gulma dibedakan menjadi gulma di gawangan dan gulma di
piringan. Untuk gulma di gawangan, data diambil dengan menggunakan metode
kuadran berukuran 1 m x 1 m yang dilemparkan secara acak. Pelemparan
dilakukan pada 5 gawangan pada setiap blok dengan setiap gawangan dilakukan
pelemparan sebanyak 5 kali. Untuk gulma di piringan, data diambil dengan
mencatat populasi gulma pada 5 gawangan untuk setiap blok dengan setiap
gawangan diambil 10 pokok contoh secara acak.
Setiap individu yang ditemukan pada petak pengamatan dihitung jumlah
masing-masing. Data persentase populasi gulma diperoleh dengan cara
membandingkan antara jumlah individu suatu jenis gulma yang ditemukan pada
semua petak pengamatan dengan total individu semua jenis gulma yang
ditemukan pada petak. Jenis gulma yang ada di blok C13 dan B15 Divisi III
disajikan pada Tabel 8.
Data pada Tabel 8 tentu belum bisa menggambarkan keadaan gulma yang
sebenarnya di lapangan. Blok C13 dan B15 memiliki kedalaman yang berbeda-
beda. Blok C13 memiliki kedalaman gambut antara 2-8 m, sedangkan Blok B15
memiliki kedalaman gambut 6 m sampai lebih dari 8 m. Hal ini tentu memiliki
pengaruh terhadap kondisi gulma yang ada pada masing-masing blok.
Pemupukan berkaitan dengan daya saing gulma dalam penyerapan hara. Gulma di
piringan akan tumbuh baik jika pemupukan dilakukan tanpa pembersihan gulma.
Pengendalian gulma sebelumnya berkaitan dengan rotasi pengendalian gulma
yang tepat. Jika rotasi dilakukan hanya 2 kali setahun, maka gulma sudah tumbuh
berat sebelum satu rotasi selesai dilaksanakan.
Kondisi tanaman pokok. Kondisi tanaman pokok mempengaruhi
komunitas tanaman di bawahnya, yaitu gulma. Tanaman pokok yang baik
memiliki tajuk yang saling menutup sehingga cahaya yang masuk ke permukaan
tanah tidak banyak. Hal ini akan menghambat pertumbuhan gulma di bawah tajuk
karena intensitas cahaya matahari kurang bagi pertumbuhan gulma. Pengamatan
di lapangan menunjukkan bahwa areal yang tajuk tanamannya sudah menutup
rapat memiliki sedikit populasi gulma. Gulma tumbuh banyak di bagian luar
gawangan karena penerimaan intensitas cahaya matahari lebih tinggi, sedangakan
di dalam gawangan relative lebih sedikit.
Pertumbuhan tanaman pada lahan gambut memang tidak sebaik pada
tanah mineral berkaitan dengan daya dukung tanah terhadap pertumbuhan kelapa
sawit. Banyak pokok kelapa sawit yang tumbuh miring akibat fisik tanah tidak
mampu menopang bobot tanaman.
= x 1.2 m
= x 1.2 m
= 745 m2
L bidang semprot/ha = 2578.85 m2 + 745 m2
= 3323.85 m2
= x 3323.85 m2
V =
V = volume semprot
Maka, V =
= 148.6 liter
Untuk memudahkan pelaksanaan penyemprotan, volume semprot
dinyatakan dalam satuan knapsack (15 liter). Volume semprot yang dibutuhkan
untuk semprot jalan pikul dan piringan per hektar (3323.85 m2) adalah 148.6 liter
: 15 liter sama dengan 9.9 knapsack atau dibulatkan menjadi 10 knapsack . Pada
pelaksanaan teknis penyemprotan di lapangan, volume semprot yang
diaplikasikan tidak selalu tepat 148.6 liter. Untuk alasan yang telah disebutkan
pada pembahasan tentang dosis, perusahaan menekan penggunaan herbisida
menjadi 0.4 l/ha, dengan demikian kebutuhan volume semprot juga berkurang
menjadi 8 knapsack .
Besarnya volume semprot yang telah ditetapkan harus dipatuhi oleh
pekerja. Namun, dalam pelaksanaannya volume semprot juga dipengaruhi oleh
faktor operator. Berdasarkan pengujian terhadap 5 orang operator semprot
dengan cara simulasi semprot di tempat yang datar untuk mengetahui nozzle
output yang dihasilkan masing-masing operator menggunakan knapsack dan
nozzle merah yang sama, diperoleh data yang disajikan pada Tabel 9.
Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dengan nozzle dan knapsack yang
sama, setiap operator menghasilkan output semprot yang berbeda. Meskipun
perbedaannya kecil, jika dilakukan dalam waktu yang lama, yaitu selama kegiatan
penyemprotan, bisa mempengaruhi volume semprot yang digunakan. Hal ini
disebabkan perbedaan kecepatan dan kekuatan memompa.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua operator semprot
menggunakan nozzle yang standar. Operator semprot biasanya memperbesar
lubang pengeluaran nozzle untuk mempercepat keluarnya larutan dengan cara
dicongkel atau dikorek menggunakan jarum. Tabel 10 menunjukkkan hasil
pengujian terhadap 5 orang operator semprot menggunakan knapsack dan nozzle
merah masing-masing.
Gambar 6. Hasil Aplikasi Campuran Gramoxone dan Ally pada Gulma Pakis
menunujukkan pada 7 MSA, gulma daun lebar sudah tumbuh lagi sedangkan
gulma daun sempit masih dalam keadaan mati. Gambar 7 menunjukkan
pertumbuhan kembali gulma daun lebar pada 7 MSA herbisida Smart 486 AS. Hal
ini disebabkan matinya gulma rumput menyediakan ruang bagi cahaya masuk ke
permukaan tanah sehingga biji gulma daun lebar bisa tumbuh.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sari (2002) yang menunjukkan
bahwa glifosat 486 AS dosis 1.5 l/ha efektif mengendalikan gulma rumput sampai
pada 12 MSA, sedangkan pengendalian gulma daun lebar membutuhkan dosis
yang lebih tinggi karena glifosat cenderung sulit berpenetrasi pada tumbuhan
berdaun tebal akibat adanya lapisan kutikula yang tebal.
Sukarji dan Tobing (1987) menyebutkan gulma daun lebar umumya
termasuk gulma semusim dengan organ perbanyakan berupa biji. Glifosat
merupakan herbisida yang diaplikasikan lewat daun, bila jatuh ke tanah bahan
aktifnya menjadi tidak aktif sehingga tidak mematikan biji gulma yang
berkecambah.
Kesimpulan
Pengelolaan pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit PT JAW
dilaksanakan secara kimia dengan rotasi 2 kali per tahun. Sasaran pengendalian
gulma ditujukan pada piringan, jalan pikul, dan TPH, serta pengendalian alang-
alang. Pengendalian gulma secara manual berupa piringan selektif merupakan
kegiatan baru dan masih diujicobakan.
Populasi gulma di lahan PT JAW didominasi oleh Nephrolepis bisserata,
Paspalum conjugatum, Axonopus compressus, Agerotum conyzoides, Asystasia
coromandelian, dan Kentosan (anakan sawit liar). Gulma-gulma tersebut
dikendalikan menggunakan herbisida Ally 20 WDG, Gramoxone 276 SL, Smart
486 AS. Penggunaan campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL, efektif
menekan gulma daun lebar. Selain itu, hasil semprot Smart 486 AS dosis 0.5 l/ha
pada 7 MSA efektif menekan gulma rumput tetapi tidak pada gulma daun lebar
Rotasi pengendalian gulma 2 kali per tahun tidak sesuai dengan kondisi di
lapangan. Umumnya gulma sudah tumbuh berat pada bulan ketiga atau keempat
rotasi sehingga ketika memasuki rotasi kedua, populasi gulma sudah tumbuh berat
dan mengganggu kegiatan kebun.
Kodisi peralatan berpengaruh terhadap jumlah herbisida yang digunakan.
Knapsack yang bocor menyebabkan larutan herbisida terbuang, sedangkan nozzle
yang tidak standar menyebabkan pemborosan dalam pemakaian larutan herbisida.
Masalah keselamatan kerja dalam aplikasi herbisida belum bisa diterapkan
dengan benar pada kebun PT JAW. Pekerja tidak menggunakan perlengkapan
keselamatan kerja karena merasa tidak nyaman, sedangkan perusahaan tidak bisa
memaksakan penggunaan perlengkapan keselamatan kerja tersebut. Peran
pengawasan sangat besar dalam pencapaian prestasi kerja karyawan yang
berpengaruh terhadap realisasi pengendalian gulma.
59
Saran
1. Pelaksanaan pengendalian secara kimiawi harus memperhatikan faktor iklim
terutama curah hujan agar herbisida yang telah disemprotkan tidak mengalami
pencucian oleh air hujan.
2. Kondisi peralatan semprot yaitu knapsack dan nozzle harus dalam kondisi
baik agar efisiensi kerja tercapai.
3. Rotasi pengendalian gulma diubah dari 2 kali per tahun menjadi 3 kali per
tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Gray, B. G. and Hew, C. K. 1968. Cover crop management on oil palm on the
West Coast of Malaysia. P 56-65. In: Proceedings of Conference on Oil
Palm Development in Malaysia (ed: Turner, P.D.). Incorporated Society of
Planters, Kuala Lumpur.
Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir.
Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal
Sari, C. 2002. Penggunaan glifosat 486 g/l dalam mengendalikan gulma pada
piringan tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yang telah
menghasilkan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55
hal.
Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit : Teknik Budi Daya, Panen, dan Pengolahan.
Kanisius. Yogyakarta. 127 hal.
Teo, L., Ong, K. P. and Maclean, R. J. 1990. Response of oil palm to eradication
of Ischaemum muticum. P 301-307. In: Proc. of 1989 Int. Palm Oil Dev.
Conf. - Agriculture. (eds: Jalani Sukaimi et al.) p ii-vii, 1-588.
Tomlin, C. 1994. The Pesticide Manual, 10th Edition. British Crop Protection
Publication. United Kingdom. 948 p.
LAMPIRAN