Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

PENGARUH UKURAN DIAMETER BATANG ATAS DAN BATANG


BAWAH PADA TEKNIK PENYAMBUNGAN TERHADAP PERSENTASE
HIDUP DAN PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ALPUKAT
(Persea americana Mill)

OLEH :

RIZKY SATRIA

1810211034

PEMBIMBING LAPANG

Bambang Kuswara, S.P.

Ir. Ucu Rusdianto

AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

“PENGARUH UKURAN DIAMETER BATANG ATAS DAN BATANG


BAWAH PADA TEKNIK PENYAMBUNGAN TERHADAP PERSENTASE
HIDUP DAN PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ALPUKAT
(Persea americana Mill)”
Oleh:

RIZKY SATRIA

1810211034

Menyetujui:

Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan Pembimbing Lapangan

Dr. P.K. Dewi Hayati Bambang Kuswara, S.P. Ir. Ucu Rusdianto
NIP. 1972251999032001 NIP. 197603132007011001 NIP. 196205151989031001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian Ketua UPT Kuliah Praktek/Magang

Universitas Andalas Fakultas Pertanian Universitas Andalas

Dr. Ir. Munzir Busniah, M. Si Dr. Yulmira Yanti, S.Si., M.P


NIP. 196406081989031001 NIP. 197806232006042002
Tanggal Seminar : 18 Agustus 2020

i
RINGKASAN

Kuliah Praktek/Magang adalah kegiatan kerja yang dilakukan secara


perorangan/mandiri dan secara berkelompok berupa tinjauan/kerja lapangan yang
menyangkut kegiatan observasi, perencanaan, pelaksanaan, dan sistem
pengelolaan pada sektor huluhilir serta penunjang pertanian, yang dibimbing oleh
seorang dosen pembimbing magang dan pembimbing lapang di tempat
praktek/magang. Pelaksanaan Kuliah praktek /magang tetap dilakukan meskipun
pandemi COVID-19 sedang mewabah. Oleh karena itu kuliah praktek/magang
dapat dilakukan dengan 2 pilihan yaitu magang reguler dan magang tematik.
Magang reguler dapat dilakukan di instansi sedangkan magang tematik dilakukan
secara mandiri oleh mahasiswa. Salah satu pilihan yang banyak diambil oleh
mahasiswa adalah magang reguler. Dimana mahasiswa dapat mendaftar di sebuah
instansi atau perusahaan yang bergerak di bidang pertanian, dengan syarat instansi
dapat menerima mahasiswa magang. Balai Penelitian Buah Tropika (BALITBU)
yang berlokasi di Kabupaten Solok Sumatera Barat menjadi salah satu tempat
pelaksanaan kuliah praktek/magang.
Balai Penelitian Buah Tropika (BALITBU) merupakan balai yang
bergerak dalam penelitian tanaman buah tropika, yang berlokasi di Jalan Raya
Solok Aripan KM 8, Aripan, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok,
Sumatera Barat yang didirikan berdasarkan SK Kementrian Pertanian
No.613/Kpts/OT.210/8/84 pada tanggal16 Agustus 1984 tentang organisasi dan
tata kerja balai-balai lingkup Badan Litbang Pertanian menetapkan Balai
Penelitian Hortikultura Solok dengan 4 Sub Balai yaitu Malang, Tlekung,
Pasarminggu dan Jeneponto dengan tugas pokok untuk melaksanakan penelitian
dan pengembangan tanaman buah-buahan tropika.Sejak Balai penelitian ini
didirikan pada tahun 1984, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika ini
mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika Aripan (Balitbu Tropika) memiliki beberapa fasilitas
yang menunjang untuk melaksanakan berbagai penelitian dan pengembangan
dibidang pertanian khususnya buah-buhan, fasilitas ini meliputi gedung kantor,
laboratorium, kebun percobaan, rumah kaca, rumah dinas, guesthouse/rumah
tamu, ruang pertemuan (auditorium), dan lain-lain. Untuk melaksanakan berbagai
kegiatan-kegiatan penelitian, bisa dilaksanakanpada berbagai laboratorium yang
ada yaitu Laboratorium Pemuliaan dan Kultur Jaringan, Laboratorium Kimia dan
Pasca Panen, Laboratorium Proteksi tanaman, Laboratorium Uji Mutu Benih dan
Laboratorium Produksi massal. Selain laboratorium, untuk melaksanakan
berbagai uji coba dan penanaman berbagai jenis buah-buahan dapat dilakukan di
kebun percobaan (KP) yang merupakan salah satu sarana dan prasarana yang
sangat penting dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan yang
dilakukan.

ii
Penelitian yang dilakukan selama pelaksanaan praktek/magang adalah
perbanyakan tanaman dengan teknik penyambungan pada tanaman Alpukat
dengan judul penelitian “Pengaruh ukuran diameter batang atas dan batang bawah
pada penyambungan terhadap persentase hidup dan pertumbuhan bibit tanaman
alpukat (Persea americana Mill)”
Alpukat memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi. Alpukat kaya
akan protein, riboflavin (vitamin B2), niasin (vitamin B3), potassium (kalium),
vitamin A, vitamin C, selain itu alpukat juga mengandung betakaroten, klorofil
yang berlimpah dalam alpukat. Lemak buah alpukat didominasi oleh asam lemak
tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat tunggal yang bersifat antioksidan kuat. kadar
asam lemak jenuh buah alpukat tergolong rendah. Alpukat juga banyak
mengandung mineral dan kalium, dan kadar natriumnya rendah, alpukat hampir
tidak mengandung pati, sedikit gula tetapi banyak mengandung serat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penyambungan tanaman
Alpukat (Persea americana Mill) varietas Mega gagauan, dapat disimpulkan
bahwa ukuran diameter entres berpengaruh terhadap pertumbuhan dan persentase
sambungan jadi.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dengan judul “pengaruh ukuran diameter batang
atas dan batang bawah pada penyambungan terhadap persentase hidup dan
pertumbuhan bibit tanaman alpukat”.
Dalam proses penyusunan laporan praktek kerja lapangan ini tidak lepas
dari dorongan dan bantuan dari semua pihak, untuk ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Orang tua penulis telah memberikan dukungan baik moral dan materi.
2. Ibu Dr. Ir. Ellina Mansyah, M.P., selaku Kepala Balitbu Tropika yang
telah memfasilitasi kami selama melakukan kegiatan magang.
3. Bapak Hendri S.T.P.,M.Sc. selaku Kepala Seksi Jasa Penelitian.
4. Bapak Nofriarli S.T.P. selaku koordinator PKL
5. Bapak Bambang Kuswara, S.P. selaku Pembimbing Lapangan I.
6. Bapak Ir. Ucu Rusdianto selaku Pembimbing Lapangan II.
7. Ibu Dr. P.K. Dewi Hayati, S.P., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Magang Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Andalas.
Penulis menyadari penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Diharapkan saran maupun kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
laporan ini. Penulis sangat mengharapkan agar Laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) ini bermanfaat bagi kita semua baik untuk masa kini maupun untuk masa
yang akan datang.

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................i

RINGKASAN.......................................................................................................ii

KATA PENGANTAR.........................................................................................iv

DAFTAR ISI........................................................................................................v

DAFTAR TABEL................................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................viii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1


1.2 Tujuan..................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Tanaman Alpukat.............................................................3
2.2. Teknik Penyambungan.......................................................................4
2.3. Varietas Alpukat Unggul Nasional.....................................................5
2.4. Syarat Tumbuh Tanaman Alpukat......................................................7
2.5. Sistem Perbanyakan Tanaman Alpukat..............................................9
2.6. Budidaya Tanaman Alpukat...............................................................10
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Instansi.................................................................................................12
3.2 Pelaksanaan Pekerjaan.........................................................................17
3.3 Pengawasan..........................................................................................17
3.4 Manajemen Kegiatan...........................................................................18
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat..............................................................................19
4.2 Alat dan Bahan....................................................................................19
4.3 Metode Penelitian................................................................................19
4.4 Prosedur Kerja.....................................................................................19
4.5 Parameter Pengamatan........................................................................20
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil.....................................................................................................21

v
5.2 Pembahasan.........................................................................................22
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan..........................................................................................26
6.2 Saran....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................27
LAMPIRAN.........................................................................................................29

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Hasil Penelitian Tanaman Alpukat..........................................21

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi.....................................................................................29

Lampiran 2. Lay Out.............................................................................................31

viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Tanaman alpukat (Persea americana Mill atau Persea gratisima Gaertin)
wujud atau bentuk pohonnya bermacam-macam, mulai dari pohon lurus dengan
batang yang kokoh kuat sampai pohon-pohon yang lebih kecil merimbun seperti
semak. Tanaman alpukat asal biji dapat mencapai ketinggian 15 m - 20 m,
sedangkan tanaman alpukat hasil Pengokulasian lebih rendah. Batang alpukat
bercabang rendah dengan tajuk pohon berdaun rapat. Daunnya berwarna hijau
tua, berbentuk runcing sampai agak melebar, sepanjang 10 cm - 20 cm, daun-daun
muda berwarna agak kemerah-merahan atau merah anggur. ( Bagus,2009)
Alpukat memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi. Alpukat kaya
akan protein, riboflavin (vitamin B2), niasin (vitamin B3), potassium (kalium),
vitamin A, vitamin C, selain itu alpukat juga mengandung betakaroten, klorofil
yang berlimpah dalam alpukat. Lemak buah alpukat didominasi oleh asam lemak
tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat tunggal yang bersifat antioksidan kuat. kadar
asam lemak jenuh buah alpukat tergolong rendah. Alpukat juga banyak
mengandung mineral dan kalium, dan kadar natriumnya rendah, alpukat hampir
tidak mengandung pati, sedikit gula tetapi banyak mengandung serat.
Pengembangan buah-buahan khususnya buah alpukat di Indonesia
memiliki prospek yang bagus. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi dan
potensi pasar yang besar. Jumlah pro duksi buah alpukat Indonesia tahun 2010-
2011 cenderung terus meningkat dengan laju pertumbuhan produksi dari 224,278
hingga 275,935 ton (Badan Pusat Statistik, 2011). Namun mening-katnya laju
produksi belum dapat mengimbangi kebutuhan pasar yang terus bertambah serta
kesadaraan masyarakat akan gizi dan masih rendahnya kualitas buah alpukat yang
belum dapat bersaing di pasar global.
Untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat diperlukan
jumlah produksi bibit yang lebih banyak dan sistem perbanyakan yang lebih
efektif. Benih tanaman alpukat dapat dihasilkan melalui perbanyakan secara
generatif, vegetatif maupun kombinasi keduanya. Perbanyakan secara generatif,
yaitu dengan biji umumnya untuk penyediaan batang bawah sebagai pendukung
batang atas. Keberhasilan pengembangan tanaman alpokat selain ditentukan oleh

1
budidaya yang benar, juga ditentukan ketersediaan benih unggul yang digunakan
sebagai induk. Untuk menyediakan benih yang berkualitas baik salah satunya
dapat diperoleh dari benih yang berasal dari hasil teknik penyambungan. Salah
satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penyambungan adalah
ukuran diameter batang atas dan batang bawah. Maka dari itu penulis
melaksanakan penelitian dengan judul pengaruh ukuran diameter batang atas dan
batang bawah pada teknik penyambungan terhadap persentase hidup dan
perkembangan bibit tanaman alpukat.

1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran diameter
batang atas dan batang bawah pada penyambungan terhadap persentase hidup dan
pertumbuhan bibit tanaman alpukat.

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi tanaman alpukat
Menurut Nurrasid (1998), secara taksonomi klasifikasi lengkap
tanaman alpukat adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Suku : Lauraceae
Marga : Persea
Jenis : Persea americana Mill
Tanaman alpukat memiliki dua jenis akar, yaitu akar tunggang dan
memiliki akar rambut. Rambut pada akar tanaman alpukat hanya sedikit sehingga
pemupukan harus dilakukan dengan cara yang benar. Pupuk harus diletakkan
sedekat mungkin dengan akar sehingga pupuk ditanam dengan kedalaman 30 – 40
cm disekitar tanaman.
Tinggi tanaman alpukat dapat mencapai 20 m, terdiri dari batang berwarna
coklat kotor memiliki banyak cabang dan ranting yang berambut halus. Batang
tanaman alpukat biasanya digunakan sebagai pengembangan bibit, penyambungan
dan okulasi.
Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, letaknya berdesakan
di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti
kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata kadang-kadang agak rmenggulung ke
atas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda warnanya
kemerahan dan berambut rapat, daun tua warnanya hijau dan gundul.
Buah alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau bulat telur dan
bulat tidak simetris, panjang 9 – 11,5 cm, memiliki massa 0,25 – 0,38 kg,
berwarna hijau atau hijau kekuningan, berbintik – bintik ungu, buahnya memiliki
kulit yang lembut dan memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna buah
alpukat bervariasi dari warna hijau tua hingga ungu kecoklatan. Buah alpukat
berbiji satu dengan bentuk seperti bola berdiameter 6,5 – 7,5 cm, keping biji

3
berwarna putih kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 x
4 cm.
Bunga alpukat berjenis kelamin dua, tumbuh tersusun dalam malai pada
tunas pucuk dan tunas terminal. Bunga alpukat memiliki sifat unik, meskipun
berjenis kelamin dua, penyerbukan sendiri tidak pernah terjadi. Tanaman alpukat
tergolong tanaman yang berbunga banyak. Bunga alpukat memiliki sifat yang
disebut dikogami (dichogami) yaitu putik dan benang pada bunga masak secara
tidak bersamaan. Bila putik dan benang sari masak secara bersamaan disebut
bunga homogami. Bunga dikogami seperti bunga alpukat ini tidak mungkin
melakukan penyerbukan sendiri. Putik bunganya berfungsi bila mengalami
penyerbukan silang dari bungan pohon lain.

2.2. Teknik penyambungan


Penyambungan (grafting) merupakan kegiatan untuk menggabungkan dua
atau lebih sifat unggul dalam satu tanaman. Penyambungan dilakukan dengan
memperhatikan bahan tanaman yang disambung secara genetik harus serasi
(kompatibel), bahan tanaman harus berada dalam kondisi fisiologi yang baik,
kombinasi masing-masing bahan tanaman harus terpaut sempurna, dan tanaman
hasil sambungan harus dipelihara dengan baik selama waktu tertentu (Hartmann
and Kesslar, 2002).
Sambung atau grafting merupakan teknik penyatuan pucuk sebagai batang
atas dengan tanaman batang bawah yang dapat berasal dari biji, root-stock atau
setek (Dewi-Hayati et al. 2018) sehingga terbentuk tanaman baru. dengan
pertimbangan sistem perakaran yang kuat dibutuhkan dan didukung dengan
perkecambahan biji yang mudah pada alpukat, maka batang bawah dikembangkan
dari biji.
Menurut Supriyanto dan Tegopati (1986) dalam Sugiyatno & Hanafiyah
(2015) bahwa penyambungan pada alpokat dapat dilakukan secara sambung celah,
sambung siku, dan sambung samping. Walaupun cara sambung samping
menghasilkan persen keberhasilan yang cukup tinggi, namun pada kenyataannya
dan sesuai kebiasaan serta pengalaman, cara sambung celah lebih banyak
diterapkan oleh penangkar atau petani karena kemudahan pelaksanaannya. Putri,

4
Gustanti & Suryati (2016) menyatakan bahwa pada penyambungan alpokat,
perlakuan panjang entres 15 cm memberikan hasil tertinggi untuk jumlah tunas,
panjang tunas, jumlah daun, dan diameter batang atas, sedangkan untuk persentase
hidup perlakuan 6 dan 12 cm memberikan hasil tertinggi, yaitu 100%.

2.3. varietas alpukat unggul nasioanal


Berbagai tipe alpukat telah menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia.
Penyebaran itu termasuk keturunannya, baik keturunan dari hasil persarian sendiri
maupun persarian silang alamiah antar tiga kelompok. Sampai tahun 2003 telah
dilepas 7 varietas alpukat, sebagai berikut :
1. Alpukat Ijo Bundar
Alpukat ini berasal dari kebun Koleksi Tlekung, Batu, Malang. Varietas
ini berbuah terus menerus, tergantung lokasi dan kesuburan tanah. Selain itu
gugur buah sedikit. Berat buah mencapai 300-400 g/buah, diameternya 7,5 cm
dengan panjang buah 9 cm. Permukaan kulit buah licin, berbintik kuning dengan
tebal 1 mm. Bentuk buah lonjong atau oblong, berujung bulat dan pangkal buah
tumpul. Buah muda kulitnya hijau muda yang berangsur tua saat matang. Daging
buah tebal, berwarna kuning hijau, citarasa enak, gurih, dan kering. Bentuk biji
jorong dengan ukuran 4 cm x 5,5 cm. Dilepas pada tahun 1987 oleh Mentan
dengan SK No. 15/Kpts/TP.240/I/1987. (lukitariati et, al. 2009)
2. Alpukat Ijo Panjang
Varietas ini bentuk buahnya menyerupai buah pir. Ujung buah tumpul
sedangkan pangkal buahnya runcing. Buah berbobot antara 300-500 g/buah. Kulit
buah berwarna hijau, permukaannya licin berbintik kuning dan tebalnya 1,5 mm.
Saat muda kulit buahnya hijau muda dan setelah matang menjadi hijau tua merah.
Diameter buah 6,5-10 cm dan panjang 11,5-18 cm. Daging tebal berwarna kuning,
rasanya enak, gurih, serta agak lunak. Bijinya berbentuk jorong dan berukuran 4
cm x 5,5 cm. Dilepas pada tahun 1987 oleh Menteri Pertanian dengan SK No.
16/Kpts/TP.240/1987. (lukitariati et, al. 2009)
3. Alpukat Merah Bundar
Varietas ini berbuah terus menerus, tergantung lokasi dan kesuburan
tanah. Selain itu gugur buah sedikit. Berat buah mencapai 0,3-0,4 kg/butir,

5
diameter buah 7,5 cm, dan panjang buah 9 cm. Permukaan kulit buah licin,
berbintik kuning dengan tebal 1 mm. Bentuk buah lanjong atau oblong, berujung
bulat dan pangkal buah tumpul. Buah muda kulitnya merah coklat. Daging buah
tebal, berwarna kuning hijau, citarasa enak, gurih, dan agak kering. Bentuk biji
jorong dengan ukuran 4 cm x 5,5 cm. (lukitariati et, al. 2009)
4. Alpukat Merah Panjang
Varietas ini bentuk buahnya menyerupai buah pir. Ujung buah tumpul
sedangkan pangkal buahnya runcing. Bobot buah antara 300-500 g/buah dengan
kulit hijau, permukaannya licin berbintik kuning dan tebalnya 1,5 mm. Saat muda,
kulit buahnya hijau merah coklat dan setelah matang menjadi merah hitam.
Diameter buah 6,5-10 cm dan panjang 11,5-18 cm, dengan daging buah tebal,
berwarna kuning, rasa enak, gurih, serta agak lunak. Biji berukuran 4 cm x 5,5
cm. (lukitariati et, al. 2009)
5. Alpukat Mega Gagauan
Alpukat ini telah dilepas oleh Balitbu Tropika pada tahun 2003
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
521/Kpts/PD.210/10/2003. Alpukat Mega Gagauan memiliki keunggulan
produksi tinggi, bentuk buah bulat, ukuran buah besar, daging buah tebal
berwarna kuning, agak pulen, permukaan agak halus, kulit buah kemerahan, dan
berpotensi untuk mengangkat serta memperkenalkan buah unggul daerah kepada
khalayak yang lebih luas. Selain itu, alpukat Mega Gagauan mempunyai ciri
berbuah terus menerus, berat buah mencapai 600-800 g/buah, warna daging buah
kuning. Bentuk buah agak bulat (pangkal dan ujung agak membulat). Panjang
buah 12,5-17,5 cm, diameter buah 11,5-15,5 cm, tebal kulit buah 1 mm dengan
tebal daging buah 1,9-2,1 cm. Daging buah rasanya manis pulen, kadar protein
1,49%, dan kadar lemak 6,41%. Produksi buah/pohon 220-230 buah (140-175
kg)/tahun. (lukitariati et, al. 2009)
6. Alpukat Mega Murapi
Alpukat ini telah dilepas oleh Balitbu Tropika tahun 2003 berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 519/Kpts/PD.210/10/2003. Alpukat
Mega Murapi memiliki keunggulan produksi tinggi, bentuk buah bulat lonjong,
ukuran buah besar, daging buah tebal berwarna mentega, pulen, permukaan kulit

6
kasar, warna kulit buah hijau tua, berpotensi untuk diperkenalkan dan diangkat
sebagai buah unggul daerah kepada khalayak yang lebih luas. Selain itu, alpukat
Mega Murapi mempunyai ciri berbuah terus menerus, berat buah mencapai 400-
600 g/buah, warna daging buah kuning mentega. Bentuk buah agak bulat (pangkal
dan ujung agak membulat). Panjang buah 13-17 cm, diameter buah 10-14 cm,
tebal kulit buah 1 mm dan tebal daging buah 1,9-2,1 cm. Daging buah rasanya
manis pulen, kadar protein 1,37%, dan kadar lemak 7,58%. Produksi bisa
mencapai 350-450 buah /pohon (180-225 kg)/tahun. (Purnomo, S. 1977)
7. Alpukat Mega Paninggahan
Alpukat ini telah dilepas oleh Balitbu Tropika pada tahun 2003
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
520/Kpts/PD.210/10/2003. Alpukat Mega Paninggahan memiliki keunggulan
produksi tinggi, bentuk buah bulat lonjong, ukuran sendang, daging buah tebal
berwarna kuning mentega, pulen, permukaan kulit halus, warna kulit buah merah
maron, berbuah terus menerus, berat buah mencapai 250-400 g/buah, warna
daging buah kuning mentega. Bentuk buah lonjong. Panjang buah 13,5-18 cm,
diameter buah 7,5-9 cm, tebal kulit buah 1 mm dengan tebal daging buah 1,8-2,1
cm. Daging buah rasanya manis pulen, kadar protein 1,16%, dan kadar lemak
7,95%. Produksi bisa mencapai 880-1000 buah/pohon (300-350 kg)/tahun.
(Purnomo, S. 1977)

2.4. Syarat tumbuh tanaman alpukat


Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai
dataran tinggi yaitu 5 - 1500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini akan tumbuh
subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk
tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam pada ketinggian
1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.
Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Untuk
daerah dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bln kering),
tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.
Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 °C.
Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai tinggi,

7
tanaman alpukat dapat mentolelir suhu udara antara 15-30 °C. Kebutuhan cahaya
matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80%. Angin diperlukan tanaman
alpukat, terutama untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin dengan
kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman
alpukat yang tergolong lunak, rapuh dan mudah patah.
Tanaman alpukat untuk dapat tumbuh optimal memerlukan
tanah gembur, tidak mudah tergenang air, subur, dan banyak mengandung bahan
organik. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah
lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam), dan lempung endapan
(aluvial loam). Keasaman tanah (pH) berkisar 5,6 - 6,4. Bila pH di bawah 5,5
maka tanaman akan menderita keracunan karena unsur Al, Mg dan Fe larut dalam
jumlah cukup banyak.
Tanah yang akan digali untuk lubang tanam harus dibersihkan terlebih
dahulu dari rumput, batu-batuan dan sampah yang tidak perlu. Setelah
dibersihkan, dikumpulkan, dikeringkan lalu dibakar. Lahan yang akan
dipersiapkan tentu sangat tergantung dari tujuan, model dan skala usaha yang
dikehendaki (skala menengah atau skala perkebunan). Dalam mempersiapkan
lahan, perlu diperhatikan kemudahan pengairan dan draenase dari sumber air yang
tersedia dan disesuaikan dengan luas dan kondisi lahan yang digunakan. Pola
penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antar varietas, karena
kebanyakan varietas tanaman alpukat tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri.
Pada lahan yang telah dipersiapkan, dibuat lubang tanam dengan ukuran
75x75x75 cm tergantung dari tujuan penanaman, kondisi tanah, dan varietas yang
akan ditanam. Untuk tanah yang keras dan kurang subur, ukuran lubang tanam
dapat diperbesar lagi. Jarak tanam alpukat yang dianjurkan adalah 9 x 12m
Lubang tanam untuk alpukat sebaiknya dipersiapkan 1-2 bulan sebelum tanam.
Kondisi entres yang perlu diperhatikan adalah kesehatan, kondisi cada-
ngan makanan, dan hormon yang terdapat di dalam entres. Panjang pendeknya
entres berpengaruh terhadap persentase keberhasilan penyambungan tanaman.
(Sutami, Mursyid, dan Noor .2009).

8
2.5. Sistem perbanyakan tanaman alpukat
Tanaman asal biji akan menghasilkan pohon yang tinggi, masa produksi
lama, dan menghasilkan buah yang beragam (Sugiyatno & Hanafiyah 2015).
Perbanyakan vegetatif pada alpokat dapat dilakukan secara okulasi (penempelan)
dan grafting (penyambungan). Tanaman hasil perbanyakan secara vegetatif akan
menghasilkan benih unggul dan akan berbuah sesuai dengan induknya.
Berdasarkan pengalaman, cara perbanyakan secara penyambungan lebih disukai
dan akan memberikan persentase keberhasilan yang lebih tinggi, yaitu diatas 90%
jika dibandingkan dengan penempelan (Sugiyatno 2002).
Perbanyakan tanaman secara vegetatif dilakukan dengan cara cangkok,
setek, tunas anakan, okulasi (penempelan), dan sambungan (enten). Perbanyakan
vegetatif untuk setiap tanaman berbeda. Ada tanaman yang dapat diperbanyak
dengan cangkokan, setek, okulasi, dan sambungan. Namun, ada pula yang hanya
dapat diperbanyak dengan setek. Cara perbanyakan tanaman secara vegetatif lebih
sering digunakan karena bibit yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan
sifat induknya dan tanaman dapat berbuah lebih cepat dibandingkan dengan bibit
yang berasal dari biji. Membedakan bibit hasil vegetatif dengan generatif sangat
mudah. Meskipun demikian, tetap memerlukan keahlian, ketelitian, dan
pengalaman, sehingga kita dapat melakukannya dengan baik. ( Bagus, 2009 )
Selain mempertimbangkan faktor perbanyakannya, dalam memilih bibit
juga perlu diperhatikan apakah bibit tersebut varietas unggul atau bukan. Dalam
memilih bibit sebaiknya memilih varietas unggul. Hal ini disebabkan bibit
tersebut memiliki sifat-sifat seperti berproduksi tinggi, cepat berbuah, hasil
buahnya terasa enak dengan bentuk ukuran menarik, serta tahan terhadap serangan
hama dan penyakit. Sifat-sifat unggulnya itu dapat dipertahankan secara genetik
kalau tanaman diperbanyak secara vegetatif.
Sulit bagi penggemar tanaman untuk memastikan apakah bibit yang dijual
oleh para pedagang atau penangkar tanaman buah berasal dari bibit vegetatif atau
generatif, karena keduanya sulit dibedakan setelah tanamannya tumbuh besar.
Untuk itu, sebaiknya bibit dibeli di penjual atau penangkar bibit yang bisa
dipercaya atau membeli bibit sertifikat sebagai jaminan kualitasnya. Selain itu,
sebaiknya memilih bibit yang sehat. Bibit yang sehat memiliki batang yang

9
kokoh, percabangan kuat, berdaun lebat dan hijau, kulit batang mulus, serta
seluruh bagian tanaman bebas dari serangan hama penyakit .
Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan adalah menjaga
kelembaban udara agar tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat
penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25 derajat C). Selain itu juga
jangan dilakukan pada musim hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar
matahari langsung. Bibit yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin dan
dipupuk 2 minggu sekali. Pemupukan bisa bersamaan dengan penyiraman, yaitu
dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun bisa
juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan
pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja
Penyambungan atau enten (grafting) adalah penggabungan dua bagian
tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan yang
utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada
bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai
perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah (rootstock atau
understock) atau sering disebut stock. Bagian tanaman yang disambungkan atau
disebut batang atas (scion) dan merupakan sepotong batang yang mempunyai
lebih dari satu mata tunas (entres), baik itu berupa tunas pucuk atau tunas
samping. Penyambungan batang bawah dan batang atas ini biasanya dilakukan
antara dua varietas tanaman yang masih dalam spesies yang sama. Misalnya
penyambungan antar varietas pada tanaman durian. Kadang-kadang bisa juga
dilakukan penyambungan antara dua tanaman yang berlainan spesiesnya tetapi
masih dalam satu famili.

2.6. Budidaya tanaman alpukat


Adapun budidaya tanaman alpukat antara lain :
1. Persiapan bibit
Tersedianya bibit alpukat bermutu dalam jumlah banyak, waktu singkat
dan harga terjangkau merupakan langkah awal dan faktor penting dalam
menunjang keberhasilan budidaya alpukat. Bibit merupakan input awal yang
sangat menentukan mutu dan hasil buah yang akan dipanen. Oleh karena itu

10
penggunaan bibit yang benar mutlak diperlukan baik dalam hal kesehatan maupun
ketepatan varietas yang akan ditanam. (lukitariati et, al. 2009)
a. Pemilihan pohon induk
Syarat utama yang harus dipenuhi untuk membuat bibit adalah tersedianya
pohon induk, yaitu tanaman yang memiliki persyaratan tertentu untuk dijadikan
sebagai sumber bahan perbanyakan (biji, entris, mata tempel dll.).
b.Persiapan batang bawah
Biji yang akan digunakan untuk bibit batang bawah sebaiknya diambil dari
buah yang sudah cukup tua dan masak di pohon. Buah yang diambil bijinya untuk
batang bawah harus jelas jenisnya. Pernyataan Hofman et al., 2001, bahwa
penggunaan biji alpukat untuk batang bawah yang tidak diketahui jelas asal
usulnya dapat mempengaruhi produksi dan kualitas buah yang dihasilkan.
2. Penanaman
Untuk mendapatkan produksi buah dalam jumlah yang banyak, melakukan
budidaya alpukat di pekarangan atau kebun merupakan suatu tindakan yang tepat.
Dengan cara ini tujuan penanaman alpukat dapat dikomersialkan. Dalam skala
usaha yang besar ini, segala sesuatu yang menyangkut teknik budidaya harus
dilakukan secara benar dan cermat, sejak pemilihan bibit dan pengolahan lahan
tanam hingga perawatan tanaman. .(lukitariati et, al. 2009)
3. pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman di kebun merupakan tindak lanjut dari bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bertanam alpukat. Kontinuitas perawatan
tanaman yang intensif merupakan kunci keberhasilan budidaya alpukat. Bentuk
perawatan yang penting diantaranya adalah penyulaman, penyiraman,
pemberantasan gulma/penyiangan, pendangiran dan pemupukan.(lukitariati et, al.
2009)

11
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Instansi
Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu Tropika) adalah satu-satunya
institusi penelitian buah tropika Pemerintah di bawah Departemen Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, sehingga mandat kegiatan penelitiannya bersifat
nasional.

3.1.1 Sejarah Balai Tanaman Buah Tropika


Secara ringkas, perubahan organisasi dan kelembagaan Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika adalah sebagai berikut:
1. Periode 1984 - 1994
SK Mentan No. 613/Kpts/OT.210/8/84 tanggal 16 Agustus 1984 tentang
organisasi dan tata kerja Balai-balai lingkup Badan Litbang Pertanian menetapkan
Balai Penelitan Hortikultura Solok dengan 4 Sub Balai yaitu Malang, Tlekung,
Pasarminggu dan Jeneponto dengan tugas pokok melaksanakan penelitian dan
pengembangan tanaman buah-buahan.

2. Periode 1994 - 2006


Pada tahun 1994 Balai Penelitian Tanaman Hortikultura mengalami
perubahan nama berdasarkan SK Mentan No. 796/Kpts/OT.210/12/94 tanggal 13
Desember 1994 menjadi Balai Penelitian Tanaman Buah dengan TUPOKSI
melakukan kegiatan penelitian tanaman buah-buahan atas bidang pemuliaan,
fisiologi, agronomi, teknologi budidaya, proteksi, agroekologi, agroekonomi,
pasca panen dan mekanisasi untuk pengembangan produksi, analisis residu pupuk
dan pestisida serta eksplorasi, evaluasi dan pelestarian plasmanutah buah-buahan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus penghasil devisa.

3. Periode 2006 - sekarang


Sesuai dengan perubahan lingkungan strategis, tahun 2006 Balai Penelitian
Tanaman Buah mengalami penataan organisasi dengan perubahan nomenklatur

12
menjadi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian No. 10/Permentan/ OT.140/3/2006 tanggal 1 Maret 2006.
a. Pelaksanaan penelitian genetika, pemuliaan dan perbenihan tanaman buah
tropika;
b. Pelaksanaan penelitian eksplorasi, konservasi, karakterisasi dan pemanfaatan
plasmanutfah tanaman buah tropika;
c. Pelaksanaan penelitian agronomi, morfologi, fisiologi, ekologi, entomologi
dan fitopatologi tanaman buah tropika;
d. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis
tanaman buah tropika;
e. Pemberian pelayanan teknik kegiatan penelitian tanaman buah tropika;
f. Penyiapan kerjasama informasi, dokumentasi, serta penyebarluasan dan
pendayagunaan hasil penelitian tanaman buah tropika Pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga Balai.
Selama periode 30 tahun Balai ini berdiri terjadi 8 kali pergantian kepemimpinan .
1. Dr. M. Winarno (1984 - 1993)
2. Dr. L. Setiobudi (1993 - 1999)
3. Dr. I. Djatnika (1999 - 2005)
4. Ir. Nurhadi, M.Sc (2005 - 2009)
5. Dr. Achmadi Jumberi (2009 - 2010)
6. Dr. Catur Hermanto (2011- 2013)
7. Dr. Ir. Mizu Istianto (2013 - 2017)
8. Dr. Ir. Ellina Mansyah, MP (sejak 2017)

3.1.2 Visi, Misi, Motto, dan Janji Layanan

a. Visi
Menjadi lembaga penelitian dan pengembangan pertanian berkelas dunia
yang menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi pertanian untuk
mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya
lokal.

13
b. Misi
 Menghasilkan, mengembangkan dan mendeseminasikan inovasi teknologi,
sistem dan model serta rekomendasi kebijakan di bidang penelitian
tanaman buah tropika yang berwawasan lingkungan dan berbasis
sumberdaya lokal guna mendukung terwujudnya pertanian industrial
unggul berkelanjutan
 Meningkatkan kualitas sumberdaya penelitian dan pengembangan
pertanian serta efisiensi dan efektifitas pemanfaatannya
 Mengembangkan jejaring kerjasama nasional dan internasional
(networking) dalam rangka penguasaan IPTEK (scientific recognation)
atas peningkatan peran Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika sebagai
lembaga penelitian tanaman buah
c. Motto
"Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Layanan Prima" (Partnership,
Ramah, Independen, Mudah dan Akurat).

d. Janji Layanan
“Kepuasan pelanggan adalah target utama kami”

3.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi

Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika mempunyai tugas melaksanakan


penelitian tanaman buah tropika. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Balitbu
Tropika menyelenggarakan fungsi:
1. Pelaksanaan penyusunan program, rencana kerja, anggaran,
2. Pelaksana penelitian genetika, pemuliaan dan perbenihan tanaman buah
tropika.
3. Pelaksanaan penelitian eksplorasi, konservasi, karakterisasi dan
pemanfaatan plasma nutfah tanaman buah tropika.
4. Pelaksanaan penelitian agronomi, morfologi, fisiologi, ekologi, entomologi
dan fitopatologi tanaman buah tropika.
5. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis

14
tanaman buah tropika.
6. Pelaksanaan penelitian penanganan hasil tanaman buah tropika
7. Pemberian pelayanan teknis penelitian tanaman buah tropika.
8. Penyiapan kerjasama, informasi, dokumentasi serta penyebarluasan dan
pendayagunaan hasil penelitian tanaman buah tropika.
9. Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga dan
perlengkapan Balitbu Tropika.

3.1.4 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Balai Penelitian Tanaman


Buah Tropika

Balitbu Tropika didukung oleh sumber daya manusia yang terdiri dari 168
orang dengan ragam tingkat pendidikan mulai dari SD hingga S3. Jumlah masing-
masing tingkat pendidikan tersebut, yaitu SD 5 orang, SLTP 6 orang, SLTA 66
orang, DIPLOMA 9 orang, S1 54 orang, S2 24 orang, dan S3 4 orang. Pembagian
SDM Balitbu Tropika adalah sebagai berikut:

1. Menurut Kelompok Jabatan Fungsional

15
Jabatan Jumlah (orang)
Peneliti 52
Teknisi Litkayasa 36
Pustakawan 1
Arsiparis 1
Fungsional Umum dan Struktural 61
Jumlah 151

2. Menurut Golongan
Golongan Jumlah (orang)
IV 19
III 83
II 38
I 11
Jumlah 151

3. Menurut Jenjang Fungsional Peneliti


Jenjang Fungsional Jumlah (orang)
Peneliti Utama 0
Peneliti Madya                 14
Peneliti Muda 15
Peneliti Pertama 10
Jumlah 39

4. Menurut Jenjang Fungsional Litkayasa


Jenjang Fungsional Jumlah (orang)
Litakayasa Penyelia 3
Litkayasa Pelaksana Lanjutan 2
Litkayasa Pelaksana 4
Litkayasa Pemula 9
Jumlah 18

5. Menurut Jenjang Arsiparis


Jenjang Fungsional Jumlah (orang)
Arsiparis Terampil Pelaksana L 1
Jumlah 1

3.1.5 Fasilitas

16
Sebagai sebuah institusi penelitian, Balitbu Tropika dilengkapi oleh
berbagai fasilitas, yang meliputi gedung kantor, laboratorium, kebun percobaan,
rumah kaca, rumah dinas, guest house/rumah tamu, ruang pertemuan
(auditorium), dan lain-lain. Untuk menunjang kegiatan penelitian, Balitbu Tropika
didukung oleh 5 laboratorium, yaitu Laboratorium Pemuliaan dan Kultur
Jaringan, Laboratorium Kimia dan Pasca Panen, Laboratorium Proteksi Tanaman,
Laboratorium Uji Mutu Benih, dan Laboratorium Produksi Massal. Selain
laboratorium, kebun percobaan (KP) merupakan sarana yang sangat penting
dalam mendukung kegiatan penelitian.

3.2 Pelaksanaan Pekerjaan


Pelaksanaan kegiatan magang dilakukan di BALITBU TROPIKA SOLOK
dengan mengikuti prosedur kerja yang ada di instansi. Pelaksanaan magang
dilakukan setiap hari Senin sampai Jumat, di mulai dari jam 07.30 – 16.00 WIB
dengan jam istirahat pada pukul 12.00 – 14.00 WIB. apel pagi, hanya dilakukan
setiap hari senin serta melakukan absen setiap hari.Untuk melakukan pekerjaan
akan diberikan arahan terlebih dahulu dan setiap mahasiswa diberi pembimbing
sesuai dengan topik penelitian mahasiwa masing-masing.
.
3.3 Pengawasan
Pengawasan dilakukan oleh pembimbing secara langsung maupun tidak
langsung, pembimbing dari kampus memantau melalui berkirim pesan.
Pengawasan di BALITBU Tropika dilakukan setiap hari baik itu pemberian
arahan oleh pembimbing lapangan maupun pelaporan hasil kerja oleh mahasiswa.

3.4 Manajemen Kegiatan


Setiap kegiatan yang dilakukan di BALITBU Tropika dilakukan secara
individu tetapi tetap saling membantu agar pekerjaan cepat terselesaikan serta
mencari solusi bersama ketika ditemukan permasalahan saat pelaksanaan
kegiatan.

17
18
BAB IV. TUGAS KHUSUS

4.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktik Kerja Lapangan dilakasanakan pada 1 Juli s/d 31 Juli
2020 di Kebun Percobaan Aripan, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika di
Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

4.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat tulis, gunting,
pisau okulasi, gunting pangkas alat dokumentasi, plastik PE, timbangan elektrik,
sendok makan, sendok teh , gelas ukur, dan plastik es.
Bahan yang digunakan berupa polybag ukuran 20x30 cm, label, tanah,
stapler, entres alpukat (Mega Gagauan), batang bawah alpukat umur 7 bulan, dan
pupuk NPK

4.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan deskriptif
dengan 3 perlakuan ukuran diameter entres terdiri dari:
Ukuran Diameter Batang atas sama dengan ukuran diameter Batang bawah (P1)
Ukuran Diameter Batang atas lebih kecil dari ukuran diameter Batang bawah (P2)
Ukuran Diameter Batang atas lebih besar dari ukuran diameter Batang bawah (P3)
Setiap perlakuan diulang delapan kali, setiap unit perlakuan terdiri dari
sembilan tanaman sehingga total terdapat 72 sampel tanaman.

4.4 Prodedur Kerja

a. Persiapan batang bawah


Menyiapkan batang bawah tanaman alpukat sebanyak 72 sampel,
kemudian semua sampel dipotong pada ketinggian 20 cm dari permukaan tanah.

b. Persiapan entres tanaman (batang atas)

19
Menyiapkan entres tanaman alpukat varietas mega gagauan sesuai dengan
perlakuan yaitu (P1) Batang atas sama dengan Batang bawah sebanyak 24
batang, (P2) Batang atas lebih kecil dari Batang bawah sebanyak 24 batang, dan
(P3) Batang atas lebih besar dari Batang bawah dengan selisih ukuran (1mm –
3mm) sebanyak 24 batang dengan panjang masing masing 10 cm.

c. Proses penyambungan
Batang bawah yang sudah disiapkan dilakiukan penyambungan sesuai
dengan perlakuan yang diberikan. Potong batang bawah tanaman alpukat
sepanjang 20 cm dari permukaan tanah lalu belah pada bagian tengahnya. Setelah
itu, entres tanaman alpukat varietas mega gagauan disayat menggunakan pisau
sehingga berbentuk “V”. Sayatan entres tersebut dimasukkan kedalam belahan
batang bawah, kemudian diikat menggukan tali plastik mulai dari bawah hingga
ke atas pastikan air tidak dapat masuk ke sambungan. Setelah itu disungkup
menggunakan plastic es. Kemudian diletakkan di bawah paranet 70%. Selanjutnya
dilakukan pemeliharaan seperti penyiraman dilakukan jika tanah pada polibag
sudah terlihat kering, pemupukan menggunakan NPK cair, pengendalian gulma,
dan pengendalian OPT.

4.5 Parameter yang Diamati

Dalam Penelitian ini parameter yang diamati adalah:

1. Saat Pecah tunas (hari)


Pengamatan saat peceh tunas dilakukan dengan cara mengamati hari saat
muncul tunas.
2. Jumlah Tunas
Pengamatan jumlah tunas dilakukan dengan cara menghitung jumlah tunas
yang pecah.
3. Persentase sambungan jadi (%)
Pengamatan persentase sambungan jadi dilakukan dengan cara
menghitung jumlah sambungan yang tumbuh.

20
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Hasil nilai rata- rata pengamatan yang dilakukan pada penyambungan
tanaman Alpukat dengan perlakuan ukuran diameter entres yaitu Batang atas
sama dengan Batang bawah (P1), Batang atas kecil dari Batang bawah (P2), dan
Batang atas besar dari Batang bawah (P3) meliputi panjang tunas,saat pecah
tunas, jumlah tunas, persentase sambungan jadi, dan jumlah daun. Dengan hasil
seperti pada tabel 1 :
Tabel 1. pengaruh ukuran diameter batang atas dan batang bawah pada
penyambungan terhadap pertumbuhan dan persentase hidup
tanaman alpukat.

perlakuan Panjang Jumlah Jumlah Saat pecah Persentase


Tunas (cm) Tunas Daun Tunas Sambung
( buah ) ( helai ) ( hari ) jadi (%)

Batang
atas sama
dengan
Batang 3,2 3,5 4,8 27 87,5 %
bawah
( p1 )

Batang
atas lebih
kecil dari 2,7 1,5 5,2 28 70,8 %
Batang
bawah
( p2 )

Batang
atas lebih
besar dari 5,4 4,2 5,5 27 95,8 %
Batang
bawah
( p3 )

5.2 Pembahasan

21
5.2.1 Panjang tunas (cm)
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui panjang tunas disetiap perlakuan itu
berbeda perlakuan dengan ukuran diameter entres besar dari batang bawah
memiliki panjang tunas tinggi dengan rata 5,4 cm ( P3) dan 3,2 cm pada (P2) serta
2,7 pada (P1). Hal ini disebabkan semakin besar ukuran diameter entres maka
semakin banyak cadangan makanan dan hormon tumbuh sehingga kemampuan
pertumbuhannya akan lebih cepat.
Pertumbuhan panjang tunas dipengaruhi oleh hormon auksin dan sitokinin.
Sitokinin akan merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sintesis
protein, sedangkan auksin akan memacu pemanjangan sel-sel yang menyebabkan
pemanjangan batang (Lakitan, 2001).
Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel
tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut, auksin memacu protein tertentu yang
ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion
H+ ini mengaktifkan enzim tertentu, sehingga memutus-kan beberapa ikatan
silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan,
kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah
pemanjangan, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel
dan sitoplasma (Irwanto, 2003). Karena hormon pertumbuhan (auksin,giberelin,
dan sitokinin) banyak terdapat di jaringan muda yang selnya masih aktif
membelah.Dimana entres merupakan bagian ujung atau pucuk tanaman yang
mempunyai jaringan yang masih muda.

5.2.2 Jumlah tunas


Berdasarkan pada tabel 1, diketahui bahwa rata-rata jumlah tunas yang
muncul paling banyak pada perlakuan batang atas (entres) besar dari batang
bawah (P3) sebanyak 4,2 buah sedangkan jumlah tunas rata-rata pada (P1) dan
(P2) masing-masing hanya sebanyak 3,5 dan 1,5 buah. Hal ini membuktikan
bahwa ukuran diameter batang atas (entres) yang lebih besar berpengaruh
terhadap banyaknya tunas yang muncul pada batang yang disambung. Banyaknya
jumlah tunas yang diperoleh akan memberikan respon yang positif terhadap
peningkatan produksi dan kandungan bahan organik, mencerminkan tanaman

22
semakin berkualitas (Whitehead dan Tinsley 2006). Menurut Campbell, Reece,
dan Mitchell (2000), pembentukan tunas lebih dipengaruhi oleh aktivitas hormon
tumbuh selain giberelin, yaitu auksin dan sitokinin. Hormon auksin dan sitokinin
endogen yang sudah optimal akan memacu proses pembelahan dan diferensiasi sel
untuk membentuk tunas-tunas baru.
Hasil pengamatan tersebut membuktikan bahwa auksin sangat mendukung
pertumbuhan tanaman, hal ini sesuai pendapat Widyastuti dan Tjokrokusumo
(2007) yang menyatakan bahwa fungsi utama auksin adalah mempengaruhi
pertambahan panjang batang, per-tumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar
dan yang paling karakteristrik adalah meningkatkan pembesaran sel.

5.2.3 Saat pecah tunas


Berdasarkan pada tabel 1 , dapat diketahui saat pecah tunas yang lebih
lambat terjadi pada perlakuan dengan ukuran diameter batang atas (entres) lebih
kecil dari batang bawah dengan waktu rata-rata pecah tunas pada 28 hari dan
waktu tercepat pecah tunasnya yaitu pada 27 hari pada perlakuan ( P1) dan (P3).
Saat pecah tunas relatif tidak terlalu jauh berbeda, hal ini berarti ukuran diameter
entres tidak terlalu mempengaruhi saat pecah tunas.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yusran (2011) bahwa asal entres
dan batang bawah sangat mempengaruhi keberasilan pada penyambungan. Salah
satu faktor yang menyebabkan pecah tunas cepat terjadi dimana kondisi entres
yang lebih segar sehingga cadangan makanan dan hormon tumbuh yang baik
maka dari itu proses pertautan dan saat pecah tunas lebih cepat terjadi.
Menurut Campbell, Reece, dan Mitchell (2000), pembentukan tunas lebih
dipengaruhi oleh aktivitas hormon tumbuh selain giberelin, yaitu auksin dan
sitokinin. Hormon auksin dan sitokinin endogen yang sudah optimal akan
memacu proses pembelahan dan diferensiasi sel untuk membentuk tunas-tunas
baru.

4.2.4 Jumlah helaian daun (helai)

23
Berdasarkan tabel 1, diketahui jumlah daun terbanyak yang muncul yaitu
pada ukuran diameter batang atas lebih besar dari batang bawah (P3) sebanyak 5,5
helai. Sedangkan (P1) dan (P2) hanya 4,8 dan 5,2 helai. Hal ini disebabkan karena
pertambahan jumlah daun dipengaruhi oleh panjang tunas sesuai dengan pendapat
Abidin (1994) yang menyatakan bahwa banyaknya daun pada tunas perbibit
disebabkan oleh pertum-buhan tunas yang baik. Jumlah daun erat hubungannya
dengan panjang tunas. Semakin panjang tunas, semakin banyak daun yang
dihasilkan. Jumlah daun akan bertambah seiring dengan panjang tunas, karena
entres yang mempunyai tunas lebih panjang menyebabkan bertambahnya jumlah
ruas dan buku tempat tumbuhnya daun. Menurut Anonim (2013), Pertumbuhan
daun terjadi akibat pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel-sel pada
meristem dari kuncup terminal dan kuncup lateral yang memproduksi sel-sel baru
secara periodik, sehinggga akan membentuk daun baru.
Terbentuknya daun baru akan meningkatkan laju fotosintesis. Semakin
cepat laju ketiga proses tersebut, semakin cepat daun terbentuk. Hal itu sesuai
dengan pendapat Fahn (1995) yang menyatakan bahwa dalam proses fotosintesis
akan dihasilkan fotosintat sebagai sumber energi pertumbuhan tanaman yang
ditentukan oleh jumlah daun tanaman.

4.2.5 Persentase sambungan jadi (%)


Persentase keberhasilan penyambungan pada tanaman alpukat dengan
perlakuan ukuran diameter Batang atas (entres) sama dengan batang bawah (P1),
Batang atas (entres) kecil dari Batang bawah (P2) dan Batang atas (entres) besar
dari Batang bawah (P3) dapat dilihat pada tabel 1, dimana tingkat keberhasilan
tertinggi 95,8% pada perlakuan Batang atas (entres) besar dari Batang bawah
(P3), 87,5% pada perlakuan ukuran diameter Batang atas (entres) sama dengan
batang bawah (P1) dan 70,8% pada Batang atas (entres) kecil dari Batang bawah
(P2)..Faktor yang menyebabkan tingkat keberhasilan tersebut tinggi karena
persediaan cadangan makanan (karbohidrat) yang cukup dan keseimbangan zat
pengatur tumbuh pada tanaman yang akan disambung baik.
Keberhasilan penyambungan selain harus didukung oleh bahan tanaman
yang digunakan dan faktor pelaksanaan, kondisi lingkungan tumbuh juga

24
sangat menentukan keberhasilan tersebut. Menurut Gardner, Roger dan Mitchell
(2001), pertumbuhan tanaman merupakan akibat berbagai interaksi antara
berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Keberhasilan teknik penyambungan
sangat dipengaruhi oleh kompatibilitas antara dua jenis tanaman yang disam-
bung. Pada umumnya semakin dekat keakraban antara dua tanaman yang
disambung maka kecepatan pertum-buhan batang atas dan persentase keberhasilan
dari penyambungan diten-tukan pula oleh kecepatan terjadinya pertautan antara
batang atas dan batang bawah. Pertautan ini akan ditentukan oleh proses
pembelahan sel pada bagian yang akan bertautan (Dirgahani,2016).

25
BAB VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penyambungan tanaman
Alpukat (Persea americana Mill) varietas Mega gagauan, dapat disimpulkan
bahwa ukuran diameter entres berpengaruh terhadap pertumbuhan dan persentase
sambungan jadi. Adapun faktor pertumbuhan yang dipengaruhi adalah sebagai
berikut:
 Pada parameter panjang tunas perlakuan batang atas besar dari batang bawah
memberikan pengaruh dan hasil terbaik dengan rata-rata panjang tunas yaitu
5,4 cm.
 Pada parameter jumlah daun perlakuan batang atas besar dari batang bawah
memberikan pengaruh dan hasil terbaik dengan rata-rata jumlah daun yaitu
5,5 helai
 Pada parameter jumlah tunas entres terbaik terdapat pada ukuran diameter
batang atas besar dari batang bawah yaitu 4,2 buah.
 Pada parameter saat pecah tunas perlakuan batang atas kecil dari batang
bawah yang paling lambat pecah tunas dibandingkan perlakuan lainnya yaitu
dengan rata-rata 28 hari.
 Sedangkan persentase sambungan yang jadi perlakuan batang atas besar dari
batang bawah memberikan hasil terbaik dengan keberhasilan 95,8%

6.2. Saran
Agar penelitian ini lebih memperoleh hasil yang lebih baik lagi maka
hendaknya lebih banyak lagi melakukan penelitian terhadap tanaman alpukat
dengan berbagai varietas yang berbeda.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1994. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Angkasa. Bandung .

Bagus W,P. 2009. Perbanyakan vegetatif tanaman Alpokat (Persea americana


Mill). Tugas akhir, Jurusan / Program Studi Agribisnis Hortikultura dan
Arsitektur Pertamanan.

Dewi-Hayati, P.K., Sutoyo, I. Suliansyah, N. Marta dan Kuswandi. 2018. Transfer


teknologi sambung pucuk menggunakan anakan (root-sucker) sebagai
batang bawah untuk propagasi tanaman kesemek di Batu Bagiriek Alahan
Panjang. J. Hilirisasi Ipteks 1(3):11-17.

Fahn, A. l995. Anatomi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta.

Fuller, H. J. 2005. College Botany.Henry Holt and Co. New York.

Gardner, F. D, R. Brenet P. Roger, dan L.Mitchell. 2001. Fisiologi Tumbuhan


Budidaya. Terjemahan Herawati S. Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Hartmann H. T. and D. E. Kessler. 2002. Plant propagation principle


and practices. 7th ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs. New York.

Lakitan, B. 2001. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT


RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Lukitariati et, al. 2009. Budidaya Alpokat. Balai Penelitian Tanaman Buah
Tropika. Solok. 52 hal. ISBN : 978-979-1465-21-2.

Mathius, T.N, Lukman dan A. Purwito. 2007. Kompatibilitas Sambung Mikro


Cinchona ledgeriana dengan C. succirubra Berdasarkan Anatomi dan

27
Elektroforesis SDSPAGE Protein Daerah Pertautan. Menara Perkebunan.
75(2):56-69.

Putri, D, Gustia, H dan Suryati, Y .2016. Pengaruh panjang entres terhadap


keberhasilan penyambungan tanaman alpukat (Persea americana Mill.)’,
Jurnal Agrosains dan Teknologi, vol. 1, no. 1, pp. 31–44.

Purnomo, S. 1977. Pengenalan Varietas dan Pemantapan Diterminasi Tanaman


Induk Buah-buahan. Makalah pada Kursus Pengawas Benih di BPSP IX se
Sumatera Selatan dan Bengkulu. Lahat. 6-12 Juli 1977.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3. Penerbit ITB.
Bandung.

Sugiyatno, A .2001. ‘Budidaya tanaman alpokat (Persea americana Mill).


Makalah. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Kabupaten Blitar.

Sugiyatno, A dan Hanafiyah, A .2015. Pengaruh penggunaan jumlah mata entris


yang berbeda pada perbanyakan alpokat secara sambung celah, Prosiding
Seminar Nasional Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI), Surakarta
13-14 November 2014, pp. 31–36.

Sutami, et. Al. 2009. Pengaruh umur batang bawah dan panjang entres terhadap
keberhasilan sambung bibit tanaman jeruk siam. Banjar. Agroscientiae,
16(2):121-127.

Widyastuti, N. dan D. Tjokrokusumo. 2007. Peranan Beberapa Zat Pengatur


Tumbuh (ZPT) Tanaman pada Kultur In Vitro. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia. Jakarta. 3(5):08.

Whitehead DC,Tinsley J. 2006. The Biochemistry of Humus Formation. J Sci


Food Agric. Vol. 14:849-857

28
LAMPIRAN
1. DOKUMENTASI
N GAMBAR KETERANGAN
O
1 Pembukaan acara yang dilakukan di
auditorium balitbu

2 Melakukan sambung pokat di balitbu


aripan dengan cara menyambung
entres varietas mega gagauan dengan
batang bawah tanaman alpukat

3 Memindahkan bahan praktikum ke


tempat naungan agar tidak terkena
cahaya matahari langsung karena
bahan praktikum hanya
membutuhkan 30 % cahaya matahari

4 Menimbang pupuk npk mutiara


seberat 22 gr untuk tanaman pokat

29
N GAMBAR KETERANGAN
O
5 Melakukan pemupukan pada alpukat
dengan cara pemberian pupuk npk 22
gr yang dilarutkan dalam 11 liter air

6 Melakukan pengamatan pada


tanaman alpukat apakah sudah
muncul mata tunas pada alpukat
tersebut

7 Melakuakan penimbangan pupuk


kedua di labor dengan berat pupuk
22 gr

30
8 Melakukan goro yaitu memangkas
pohon cemara untuk membentuk
bentuk tanaman tersebut agar terlihat
indah

2. LAY OUT

Ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4

X x X X x X X x X X x X

X X X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X X X

Ulangan 5 ulangan 6 ulangan 7 ulangan 8

X x X X x X X x X X x X

X X X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X X X

31

Anda mungkin juga menyukai