Anda di halaman 1dari 30

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Indonesia yang merupakan negara agraris, dengan sebagian besar

penduduknya bekerja di sektor pertanian tentunya menggantungkan hidupnya

pada lahan pertanian. Lahan pertanian sebagai tempat beraktifitas bagi petani

semakin mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh semakin besarnya

tekanan penduduk terhadap lahan pertanian. Jumlah penduduk yang terus

meningkat dan aktifitas pembangunan yang dilakukan telah banyak menyita

fungsi lahan pertanian untuk menghasilkan bahan makanan yang diganti dengan

pemanfaatan lain, seperti pemukiman, perkantoran dan sebagainya. Akibatnya

keadaan ini menyebabkan kemampuan lahan pertanian untuk memenuhi

kebutuhan makanan bagi penduduk semakin berkurang (Moniaga, 2011).

Pertanian dalam pengertian yang luas mencangkup semua kegiatan yang

melibatkan pemanfaatan mahluk hidup. Dalam arti sempit, pertanian diartikan

sebagai kegiatan pembudidayaan tanaman. Pertanian sudah ada dari sejak jaman

kolonial sampai sekarang, sehingga masyarakat Indonesia tidak dapat dipisahkan

dari sektor pertanian dan perkebunan karena sektor-sektor ini memiliki arti yang

sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan

sosial masyarakat Indonesia di berbagai wilayah. Sektor pertanian yang terdapat

di Indonesia mencakup komoditas padi, palawija, hortikultura, dan tanaman obat-

obatan (Setiavani, 2008).

1
Salah satu sub sektor pertanian adalah hortikultura. Hortikultura adalah salah

satu usahatani dalam pembudidayaan tanaman atau membudidayakan tanaman

dikebun. Tujuan dalam pembudidayaan tanaman tersebut yakni untuk

mendapatkan keuntungan baik dari segi ekonomi maupun finansial. Komoditas

hortikultura dimafaatkan dalam keadaan masih hidup, sehingga mudah rusak.

Komoditas hortikultura adalah kelompok komoditas yang terdiri dari buah-buah,

sayuran dan tanaman hias. Buah-buahan dan sayuran dikonsumsi sebagai pangan

manusia. Banyak jenis buah-buahan tropis dihasilkan dari berbagai wilayah

Indonesia. Namun, buah-buahan tersebut kebanyakan membanjiri pasar lokal

hanya saat panen raya. Baru sedikit jenis buah yang menempati pasar swalayan

atau pasar dunia. Jenis buah-buahan tropis yang dipasarkan dipasaran

internasional pada saat ini adalah pisang, nanas, mangga, alpukat, rambutan,

jeruk, markisa, sirsak, jambu biji, belimbing, dan manggis.

Jeruk yang merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura dapat

tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai dataran tinggi, baik di lahan

sawah ataupun tegalan. Jeruk dikenal asli dari india dan cina selatan serta

beberapa di Australia utara dan kalidonia. Namun, jeruk besar dapat dijumpai di

Kalimantan dan Malaysia. Kini tanaman jeruk dapat dijumpai di seluruh dunia.

Jeruk memiliki banyak spesies dan genera, yaitu citrus, microcitrus, fortunella,

poncirus, cymedia, dan eremocirus. Genera yang terkenal adalah citrus, fortunella,

dan poncitrus, tetapi yang memiliki nilai ekonomi tinggi hanyalah citrus. Spesies

jeruk yang terkenal adalah jeruk keprok, jeruk manis, jeruk besar atau jeruk

gulung, jeruk nipis, serta jeruk purut (Sunarjo, 2000)(a).

2
Tanaman jeruk dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi. Jeruk

ditanam di dataran tinggi, jeruk besar akan menghasilkan buah yang rasanya pahit.

Dataran rendah sampai ketinggian 650 mdpl, sedangkan disekitar katulistiwa

dapat ditanam sekitar 2000 mdpl. Tipe tanah yang disenangi tanaman jeruk ialah

yang mempunyai porositas tinggi dengan pH tanah 5-6 dan curah hujan 1.500-

2.000 mm per tahun (Pracaya, 2000).

Lamanya musim hujan dan musim kemarau masing-masing 4-7 bulan. Di

wilayah Indonesia timur, tanaman jeruk akan menghasilkan buah yang bermutu

tinggi. Tanaman jeruk diperbanyak dengan cangkok dan okulasi. Buah jeruk dapat

dipanen umurnya antara 4-6 bulan setelah bunga mekar. Jeruk pada umumnya

untuk dikonsumsi segar yang sangat popular karena rasanya manis segar dan

banyak mengandung vitamin C. Jeruk manis lebih banyak untuk sari buah,

sedangkan jeruk nipis lemon lebih banyak untuk minuman atau obat tradisional

(Sunarjo, 2000)(b).

Menurut Hanif dan Zamzami, (2011), banjir buah jeruk impor yang kini

dengan mudah diperoleh di pedagang kaki lima mengindikasikan makin tidak

berdayanya buah jeruk domestik menghadapi gempuran jeruk dari luar negeri

yang menjadikan Indonesia sebagai pasar utama. Meluasnya pasar jeruk impor di

Indonesia, karena kualitas produk jeruk lokal Indonesia belum bisa menunjukkan

keunggulannya dibandingkan dengan jeruk impor dari luar. Berlakunya sistem

perdagangan bebas membuat pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk

menanggulangi terjadinya peningkatan impor jeruk. Hal tersebut tidak perlu

terjadi jika kita bisa membuktikan bahwa produk jeruk Indonesia pada dasarnya

3
sanggup bersaing dengan jeruk impor baik dalam kualitas maupun harga. Hal ini

terjadi karena produksi buah jeruk lokal masih kurang memenuhi permintaan

pasar sehingga masih banyak buah jeruk yang diimpor. Berikut merupakan tabel

produksi, luas panen dan produktifitas jeruk Indonesia pada tahun 2005 hingga

2009 dan tabel jumlah jeruk impor 2000 hingga 2011.

Tabel 1.1 Data Produksi, Luas Panen dan Produktifitas Jeruk Indonesia

Tahun 2005-2009.

Produksi Luas Panen Produktifitas


Tahun
(Ton) (Ha) (Ku/Ha)

2005 2.214.020 67.883 326,2

2006 2.565.543 72.390 354,4

2007 2.625.884 67.592 388,5

2008 2.467.632 68.673 359,3

2009 2.131.768 60.190 354,2

Sumber : Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Menurut balai penelitian tanaman jeruk dan buah subtropika, produksi jeruk

di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 2.214.020 dengan luas panen sebesar 67.883

dan produktifitas 326,2. Pada tahun 2006 sebesar 2.565.543 dengan luas panen

sebesar 67.592 dan produktifitas 354,4. Pada tahun 2007 sebesar 2.625.884

dengan luas panen sebesar 72.390 dan produktifitas 388,5. Pada tahun 2008

sebesar 2.467.632 dengan luas panen sebesar 68.673 dan produktifitas 359,3. Pada

tahun 2009 sebesar 2.131.768 dengan luas panen sebesar 60.190 dan produktifitas

4
354,2. Jumlah produksi tertinggi yaitu pada tahun 2007, sedangkan luas panen

tertinggi pada tahun 2006, dan produktifitas tertinggi pada tahun 2007.

Jeruk yang dibudidayakan di Desa margototo Kecamatan metro kibang

lampung timur masih belum dapat bersaing dengan jeruk impor. Hal ini

dikarenakan minat masyarakat terhadap jeruk impor lebih tinggi daripada jeruk

lokal karena masyarakat masih beranggapan bahwa kualitas jeruk impor lebih

baik daripada jeruk lokal. Oleh karena itu, pemerintah menjalin kerjasama dengan

petani untuk meningkatkan kualitas buah dan memperbanyak variasi jenis buah

yang dipasarkan. Kualitas jeruk yang semakin baik akan membuat jeruk lokal

dapat bersaing dengan jeruk impor. Selain itu, untuk dapat menggeser posisi buah

impor di Indonesia dan meningkatkan ekspor buah keluar negeri.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:

1. Seberapa besarrisiko produksiyang dihadapi petani jeruk BW di Desa

Margototo Kecamatan Metro Kibang Lampung Timur?

2. Bagaimana cara menangani risiko produksi jeruk BW di Desa Margototo

Kecamatan Metro Kibang Lampung Timur?

5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan

yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

3. Untuk mengetahui besarnyarisiko produksi yang dihadapi petani jeruk BW

di Desa Margototo Kecamatan Metro Kibang Lampung Timur?

4. Merumuskan strategi dalam menangani risiko produksi jeruk BW di Desa

Margototo Kecamatan Metro Kibang Lampung Timur?

1.

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN

1. Sebagai informasi bagi petani dalam menghadapi risiko yang akan

dihadapi dalam mengelola usahataninya

2. Sebagai informasi dan perbandingan bagi peneliti sejenis di waktu yang

akan datang

3. Sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana pada Sekolah

Tinggi Pertanian Dharma Wacana Metro.

6
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Umum Komoditi Jeruk BW (siam)

Jeruk (Citrus sp) adalah tanaman tahunan yang berasal dari Asia, terutama Cina.
Jeruk merupakan salah satu komoditi buah – buahan yang terpenting dan banyak
di minati di pasaran, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Disamping iti,
rasanya manis juga disertai rasa asam sehingga membuat rasa segar. Tanaman
jeruk bukan tanaman asli Indonesia tetapi tanaman jeruk mempunyai prospek
yang cerah untuk dikembangkan di Indonesia. Jenis jeruk yang banyak banyak di
kembangkan di Indonesia salah satunya adalah jeruk siam. Jeruk siam (Citrus
nobilis Lour var. Microcorpa Hassk) menduduki posisi paling penting dalam
dunia jeruk. Menurut Setiawan dan Trisnawati (1993), diperkirakan hampir 60%
kebutuhan akan jeruk dipenuhi oleh jeruk siam.

Jeruk siam adalah bagian kecil dari sekian banyak nya varietas jeruk yang
sudah dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Dinamakan jeruk siam karena
berasal dari Siam (Muangthai). Di Negeri asal nya jeruk ini dikenal dengan nama
som kin wan (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2005).

Secara taksonomi jeruk siam termasuk kedalam divisio Spermatophyta,


sub divisio Angiospermae, classs Dicotyledonae, ordo Rutales, famili Rutaceae,
genus Citrus, sub genus Eucitrus, species Citrus nobilis, dan varietas Citrus
nobilis Lour var. Microcorpa Hassk (Soelarso, 1996).

Jeruk siam merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura yang


sudah berkembang dan memiliki potensi yang cukup cerah sebagai komoditi yang
bernilai ekonomis. Buah jeruk siam ini banyak dikonsumsi karena jeruk ini
memiliki kandungan air buah yang tinggi dan mempunyai cita rasa buah yang
manis dan segar dengan penampilan fisik buah yang relatif besar, kulit buah luar

7
mengkilap, menjadikan buah ini pilihan favorit konsumen dalam mengkonsumsi
buah jeruk siam yang lebih populer dengan jeruk Pontianak (Setiawan, 1992).

Jeruk siam merupakan anggota jeruk keprok dengan nama ilmiah Citrus
nobilis LOUR var. Microcorpa Hassk. Dinamakan jeruk siam karena sesuai
dengan daerah asalnya yaitu Siam (Muangthai). Pemberian nama jeruk
berdasarkan nama daerah penanamannya terus berkembang, hal ini terlihat dari
pemberian nama terhadap macam – macam jeruk siam, antara lain : jeruk kacang,
jeruk Pontianak, jeruk Garut, jeruk Palembang, dan lain – lain (Setiawan, 1992).

Jeruk siam mempunyai bentuk buah yang bulat, oval atau lonjong sedikit
memanjang. Warna buah jeruk yang masak adalah hijau kekuningan. Warna
daging buah orange, daging buah lunak dengan rasa yang manis dan aroma yang
khas, dengan ukuran buah yang cukup besar. Jeruk siam mempunyai permukaan
buah yang halus, licin, mengkilap, dan menempel lekat pada daging buahnya.
Kulit buah ada yang tebal (sekitar 2 mm) dan ada juga yang tipis. Dinding kulit
buah jeruk yang berpori – pori dan terdapat kelenjer – kelenjer yang berisi pectin
yang berbau menyengat yang merupakan ciri khas dari jeruk, lapisan ini disebut
flavedo. Lapisan tengah yang seperti sponge yang terdiri atas jaringan bunga
karang berwarna putih disebut albedo. Pada lapisan dalam kulit jeruk ini
mengandung pectin yang terbanyak (AAK, 1994).

Budidaya tanaman jeruk dapat dilakukan mulai dari dataran rendah hingga
dataran tinggi, hal ini disebabkan oleh kondisi tanah dan keadaan iklim yang
sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman jeruk. Namun untuk tiap – tiap
tanaman, lingkungan yang dikehendaki akan berbeda – beda. Lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada umumnya iklim dan tanah (Redaksi
Trubus, 2003).

Jeruk siam dapat ditanam pada ketinggian 1 – 1000 m dpl. Ketinggian


tempat berpengaruh jelas terhadap rasa buah. Penanaman pada ketinggian lebih
dari 1000 m dpl menyebabkan rasa dari buah jeruk siam terasa agak sedikit asam.
Tempat penanaman berbeda tentunya mempunyai karakteristik faktor alam yang

8
berbeda pula sehingga berpengaruh terhadap karakteristik buahnya (Trisnawati,
1992).

Tanaman jeruk siam memerlukan air yang cukup, tetapi tidak tahan
terhadap air yang tergenang karena mudah terserang penyakit akar. Apabila
tanahnya kekurangan air, maka pertumbuhannya mudah sekali terganggu karena
perakarannya sangat halus. Tanaman jeruk menghendaki tanah yang mempunyai
aerase dan drainase yang baik (Tim Penulis PS, 1992)

Keadaan pH tanah yang cocok untuk tanaman jeruk berkisar antara 5,5 –
6,5, namun hasil maksimum diperoleh pada tanah yang ber-pH 6. Daerah yang
cocok untuk penanaman jeruk siam adalah daerah yang mempunyai curah hujan
optimal sekitar 1.500 mm/tahun dengan penyinaran matahari antara 50 – 60%.
Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman jeruk antara 250 – 300 C. Kelembaban
antara 70 – 80% per tahun. Tetapi udara yang terlalu lembab akan menimbulkan
lebih banyak serangan hama terutama Scale Insect (kutu perisai) dan kutu
penghisap lainnya (Setiawan, 1992).

Semua jenis jeruk, terutama jeruk siam, tidak menyukai tempat yang
terlindung atau ternaungi. Siraman cahaya matahari yang cukup akan membuat
batang jeruk lebih kuat, mendorong terbentuknya tunas – tunas dan perkembangan
buah. Tanaman yang kekurangan cahaya pertumbuhannya akan terhambat (Djoni,
2006).

2.2 Usahatani

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau

faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan

pestisida) dengan efektif kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi

sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Menurut Soekarwati (2002) ilmu

usahatani di artikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang

9
mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan

memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila

petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai)

sebaik-baiknya), dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut

menghasilkan keluaran (output).

Sifat dan corak usahatani dapat dilihat sebagai usahatani subsistem dan usahatani

komersil. usahatani subsistem merupakan usahatani yang hasil panenya digunakan

untuk memenuhi kebutuhan petani atau keluarganya sendiri tanpa melalui

peredaran uang.Komersial merupakan yang keseluruhan hasil panennya dijual

kepasar atau melalui perantara (pengumpul, pedagang besar, dan pengecer)

maupun langsung ke konsumen. Dalam kenyataan subsistem murni tidak ada,

yang ada adalah transisi. Jika hasil yang dijual lebih dari 70%, dapatdikategorikan

sebagai usahatani komersil.

Usahatani sebagai kegiatan usaha pertanian yang berwatak bisnis, berupaya untuk

meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkelanjutan dalam

mengusahakan baik tanaman, hewan, ikan untuk menghasilkan barang dan jasa

yang dibutuhkan oleh masyarakat atau pasar. Usahatani suatu system, terdiri dari

beberapa sub sistem yang saling berkaitan secara berkesinambungan antara sub

sistem yang satu dengan lainnya seperti: sub sistem saprodi, sub sistem produksi,

sub sistem pengolahan hasil dan sub sistem pemasaran.

Pengembangan agibisnis terutama bertujuan untuk meningkatkan efisensi,

efektifitas dan nilai tambah yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani,

10
sehingga sub sistem agroindustri merupakan sub sistem yang strategis dalam

menentukan keberhasilan suatu usahatani. Usahatani berada di sub sistem atau

swasembada penuh yaitu usaha dalam pertanian yang samata-mata menghasilkan

barang/produk untuk dijual atau dipasarkan, dimana semua barang merupakan

kebutuhan hidup sehari-hari dibeli. Ciri utama usahatani komersial adalah

menghasilkan dengan tujuan untuk dijual baik untuk bahan baku industri maupun

untuk dikonsumsi langsung guna memperoleh keuntungan sebesar-besarnya

(Padmowiharjo, S., 2001). Pertimbangan dalam memilih komoditas usahatani

adalah:

a. Memiliki nilai jual tinggi

b. Memiliki potensi pasar

c. Kesinambungan produksi sepanjang tahun

d. Adanya potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi yang

mendukung

Untuk menilai kegiatan usahatani hendaknya memiliki perencanaan yang matang

dan terinci dalam menentukan rencana produk yang dihasilkan, yaitu harus

berorientasi pada kepada pasar dan untuk menguasai pasar, produk yang

dihasilkan harus memenuhi standar kualitas, kuantitas dan kontinuitas

(Abdulrodjak, 1996).

11
2.2.2 Subsektor Hortikultura

Salah satu sub sektor pertanian adalah hortikultura. Hortikultura adalah salah

satu usahatani dalam pembudidayaan tanaman atau membudidayakan tanaman

dikebun. Tujuan dalam pembudidayaan tanaman tersebut yakni untuk

mendapatkan keuntungan baik dari segi ekonomi maupun finansial. Komoditas

hortikultura dimafaatkan dalam keadaan masih hidup, sehingga mudah rusak.

Komoditas hortikultura adalah kelompok komoditas yang terdiri dari buah-buah,

sayuran dan tanaman hias. Buah-buahan dan sayuran dikonsumsi sebagai pangan

manusia. Banyak jenis buah-buahan tropis dihasilkan dari berbagai wilayah

Indonesia. Namun, buah-buahan tersebut kebanyakan membanjiri pasar lokal

hanya saat panen raya. Baru sedikit jenis buah yang menempati pasar swalayan

atau pasar dunia. Jenis buah-buahan tropis yang dipasarkan dipasaran

internasional pada saat ini adalah pisang, nanas, mangga, alpukat, rambutan,

jeruk, markisa, sirsak, jambu biji, belimbing, dan manggis (Sunarjo, 2000)(c).

2.2.3 Klasifikasi Jeruk

Buah-buahan merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang bersifat

menahun, dan lebih dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Vitamin dan

mineral sangat penting peranannya dalam tubuh manusia, karena berfungsi

sebagai pengatur dan pelindung jaringan tubuh. Dalam pembangunan ekonomi,

buah-buahan mempunyai sumbangan yang tidak dapat diabaikan, karena

12
sebenarnya banyak jenis buah-buahan yang dapat tumbuh dan berbuah baik di

Indonesia (Antara, 2013).

Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk pengembangan komoditas

jeruk karena keadaan iklimnya cocok, ketersediaan lahan luas, dan tenaga kerja

yang cukup banyak. Buah jeruk termasuk salah satu jenis buah-buahan yang

banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tanaman jeruk siam merupakan

famili jeruk keprok yang berasal dari negara Muangthai (Suprapto, 1999).

Penyebaran beberapa spesies jeruk, khususnya di Indonesia sangat cepat dan

luas. Bahkan banyak bermunculan varietas-varietas lokal komersial dari beberapa

spesies seperti jeruk keprok, dan berbagai jenis jeruk lainnya. Kehadiaran jeruk

varietas lokal ini kemungkinan sebagai variasi dalam populasi dari berbagai

daerah atau adanya perbedaan dalam pengklasifikasian jeruk. Oleh karena itu

masih diperlukan penelitian untuk meninjau kembali keanekaragaman jeruk dalam

upaya membenahi dan melakukan perbaikan terhadap klasifikasi yang sudah ada

(Hardiyanto, dkk, 2007).

Menurut Soelarso (2003), dari genus jeruk dapat dikenal bermacam-macam

spesies, dan dari bermacam-macam spesies tersebut pada umumnya tidak terdapat

perbedaan yang sangat besar apabila ditinjau dari segi morfologinya. Tanaman

jeruk (Citrus sp) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Clasis : Dicotyledoneae

Famili : Rutaceae

13
Genus : Citrus

Spesies : Citrus sp.

Tanaman jeruk memiliki akar tunggang yang panjang dan akar serabut yang

berakar pendek kecil serta akar-akar rambut. Bila akar tunggang mencapai tanah

yang terendam air maka pertumbuhannya akan berhenti. Tetapi apabila tanahnya

gembur, panjang akar tunggang bisa mencapai 4 meter. Pohon jeruk yang ditanam

di Indonesia sekarang berbentuk bulat dan tingginya dapat mencapai 5 – 15 meter.

Jeruk keprok berbatang rendah, tingginya 2 – 8 meter, tajuk pohon tidak

beraturan, dahan kecil, cabangnya banyak, tajuknya rindang dan letak dahan

berpencar. Lingkar batang 12 – 36 cm. Jeruk keprok dan siem daunnya berwarna

hijau tua mengkilat pada permukaan atas dan hijau muda pada permukaan bawah

tangkai. Pada umumnya bunga jeruk berwarna putih kecuali pada jeruk nipis.

Bunga jeruk keluar dari ketiak daun atau pucuk ranting yang masih muda, berbau

harum, dan banyak mengandung nectar atau madu. Syarat tumbuh buah jeruk

umumnya dapat ditanam pada masing-masing dengan bulan basah. Curah hujan

yang optimum untuk pertumbuhan tanaman jeruk adalah 1.500 mm pertahun.

Suhu optimal tanaman jeruk antara 25o – 30oC. aktivitas pertumbuhan jeruk

sangat terganggu apabila suhu kurang dari 13oC, tetapi masih dapat bertahan pada

suhu 38oC. Untuk jeruk keprok temperature rata-rata yang diperlukan adalah

20oC.

Hampir di seluruh wilayah Indonesia dapat ditanami pohon jeruk. Jenis jeruk

yang dapat di tanam di Indonesia tidak hanya satu atau dua jenis saja, tetapi dapat

ditanami berbagai macam jenis jeruk. Keadaan seperti ini merupakan potensi yang

14
besar dalam usaha pengembangan dan pembudidayaan tanaman jeruk secara

professional. Upaya pengembangan dan pembudidayaan tanaman jeruk memang

membutuhkan studi kelayakan yang tidak mudah. Jenis jeruk yang akan

dibudidayakan perlu dipertimbangkan untuk dilihat jeruk mana yang paling

menguntungkan. Jenis-jenis jeruk yang ditanam di Indonesia antara lain adalah :

(1) Jenis jeruk manis; (2) Jenis jeruk keprok; (3) Jenis jeruk besar; (4) Jenis jeruk

lemon; (5) Jenis jeruk lime; (6) Jenis jeruk citrun; (7) Jenis jeruk grape fruit; (8)

Jenis jeruk hybrid.

Jeruk yang banyak di budidayakan di Indonesia dan memiliki nilai komersial

yang tinggi adalah jeruk keprok. Disamping itu bibit jeruk juga mudah diperoleh,

sedangkan kulit buahnya mudah dikupas, serat cukup halus, air banyak, manis dan

segar, bijinya sedikit dan kecil-kecil. Beberapa jenis jeruk yang sampai sekarang

masih diusahakan oleh petani secara besar-besaran diantaranya adalah jenis jeruk

keprok siam. Selain itu, jeruk keprok terdiri dari berbagai macam jenis, antara lain

jeruk Satsuma dari jepang, jeruk mandarin, naartje, conde cina, keprok garut,

keprok batu, mangseh dan ragi, jeruk siem dan cina licin, keprok Madura, keprok

ponkan yang berasal dari Taiwan, keprok mikan dari jepang, keprok Pontianak,

keprok tawanmango, keprok tejokula dari bali (AAK, 2011).

Jeruk merupakan salah satu komoditi buah-buahan yang mempunyai peranan

penting di pasaran dunia maupun dalam negeri, baik dalam bentuk segar maupun

olahannya. Karena mempunyai nilai ekonomi tinggi, maka pemerintah tidak

hanya mengarahkan pengelolaan jeruk bagi petani kecil saja, tetapi juga

mengorientasikan kepada pola pengembangan industri jeruk yang komprehensif.

15
Untuk menambah nilai ekonomi dalam pemasarannya dilakukan pengemasan

buah jeruk dibedakan menjadi dua kelas, yaitu kelas A dan kelas B, atau sering

dilakukan pencampuran sehingga menjadi kelas AB (Soelarso, 2003).

2.3 Risiko Produksi

Kegiatan pada sektor pertanian yang menyangkut proses produksi selalu

dihadapkan dengan situasi risiko dan ketidakpastian. Risiko adalah peluang

terjadinya kemungkinan merugi dapat diketahui terlebih dahulu. Ketidakpastian

adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, dan karenanya peluang

terjadinya merugi belum dketahui sebelumnya. Sumber ketidakpastian yang

penting di sektor pertanian adalah fluktuasi hasil pertanian dan fluktuasi harga.

Ketidakpastian hasil pertanian disebabkan oleh faktor alam seperti iklim, hama

dan penyakit serta kekeringan. Jadi produksi menjadi gagal dan berpengaruh

terhadap keputusan petani untuk berusahatani berikutnya. Selain itu,

ketidakpastian harga menyebabkan fluktuasi harga dimana keinginan pedagang

memperoleh keuntungan besar dan rantai pemasaran yang panjang sehingga

terjadi turun naiknya harga (Soekartawi, Rusmadi, dan Damaijati, 1993).

Kondisi yang tidak pasti timbul karena berbagai sebab, antara lain :

a. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan itu berkahir. Semakin panjang

jarak waktu, semakin besar ketidakpastiannya.

b. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.

c. Keterbatasan pengetahuan/teknik mengambil keputusan.

16
Terjadinya risiko pada kegiatan usaha dipengaruhi oleh adanya sumber-sumber

penyebab terjadinya risiko. Menentukan sumber risiko adalah penting karena

mempengaruhi penanganannya (Darmawi 2006). Menurut Harwood, et al (1999)

terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani yaitu:

1. Risiko produksi yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan

hasil dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan seperti

cuaca, curah hujan, suhu ekstrem, serangan hama dan penyakit.

2. Risiko harga berhubungan dengan perubahan harga output atau input.

3. Risiko Institusional disebabkan oleh perubahan kebijakan dan regulasi yang

mempengaruhi pertanian seperti kebijakan harga input maupun output,

kebijakan penggunaan input pertanian, kebijakan penggunaan lahan, pajak

dan kredit.

4. Risiko Sumber Daya manusia kejadian yang merugikan seperti meninggal,

perceraian, kecelakaan, kondisi kesehatan yang menurun dari pelaku usaha

dapat mempengaruhi hasil dari kegiatan usaha. Selain itu adanya pencurian

dan kebakaran karena kelalaian pekerja juga dapat mempengaruhi hasil

perusahaan.

5. Risiko finansial Petani mungkin menghadapi persoalan seperti besarnya

tingkat suku bunga pinjaman, atau menghadapi kesulitan keuangan untuk

membayar pinjaman.

Analisis risiko melibatkan tidak hanya pada peluang terjadinya tetapi juga

bagaimana cara mengikutsertakannya dalam keputusan ekonomi. Oleh karena itu,

istilah risiko digunakan untuk menguraikan keseluruhan mekanisme tersebut

17
dimana petani mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kejadian yang

tidak pasti (Ellis 1993). Terdapat hubungan antara penggunaan faktor

produksiterhadap risiko.

Petani seringkali dihadapakan pada situasi pengambilan keputusan dengan

mengakomodasi terjadinya risiko. Salah satu risiko yang sering dialami oleh

petani adalah risiko produksi. Terjadinya risiko produksi dapat diidentifikasi

dengan adanya fluktuasi pada produktivitas hasil. Produktivitas yang beragam

sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya faktor produksi dan faktor

eksternal. Menurut Asche dan Tveteras (1999), faktor produksi atau input

produksi dapat bersifat meningkatkan risiko dan ada pula yang mengurangi risiko.

Pengaruh faktor eksternal juga dapat meninimbulkan risiko diantaranya pengaruh

musim dan serangan hama dan penyakit (Ellis 1993).

Dalam menentukan risiko produksi dapat digunakan dengan berbagai pendekatan

salah satunya dengan pendekatan fungsi produksi Just dan Pope (Robison dan

Barry 1987). Dengan metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat diketahui

pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan

dengan adanya variasi pada produktivitas output. Faktor produksi tersebut

dibedakan menjadi dua yaitu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk

reducing factors) dan faktor produksi yang menyebabkan risiko (risk inducing

factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk

dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya

yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional

18
dan membeli peralatan baru. Sedangkan penggunaan benih dan pupuk dapat

menyebabkan peningkatan risiko produksi. Secara matematis, persamaan model

risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan

Barry 1987):

q = f(x) + h(x)e

dimana:

q = Hasil produksi yang dihasilkan (output)


f (x) = Fungsi produksi rata-rata
h(x) = Fungsi varian (fungsi risiko)
x = Input atau faktor produksi yang digunakan
e = Komponen error

Menurut Asche dan Tveteras (1999), model risiko produksi Just and Pope terdiri

atas fungsi produksi rata-rata dan fungsi varian. Fungsi produksi rata-rata

ditunjukkan oleh E[q] = f(x), sementara itu fungsi varian ditunjukkan oleh var(q)

= [h(x)]2σε2. Format fungsional yang paling umum digunakan dalam kerangka

model risiko produksi Just and Pope adalah fungsi Cobb-Douglas. Model Just and

Pope menyediakan uji untuk risiko produksi dan melakukan estimasi terhadap

parameter dari fungsi produksi rata-rata dan fungsi risiko dalam langkah yang

berbeda.

Fungsi varian pada model Just and Pope mewakili fungsi risiko karena fungsi

tersebut dapat diintrepretasikan sebagai gangguan heteroskedastisitas (Asche dan

Tveteras 1999). Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variance error memiliki

nilai yang berbeda-beda pada setiap observasi (Gujarati 2007). Indikasi adanya

risiko produksi dapat dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas. Fluktuasi

19
produktivitas ini menyebabkan data produksi sangat bervariasi sehingga dalam

pengukuran risiko produksi diggunakan pendekatan nilai variance error.

Pengukuran risiko dengan menggunakan variance error produksi dapat

menggunakan pendekatan Uji Park untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas

terhadap variance error. Secara umum model Uji Park untuk mengetahui pengaruh

variabel penjelas terhadap variance error dapat dirumuskan sebagai berikut

(Gujarati 2007):

In ei2 = B0 + Bi In Xi + vi

dimana:
ei2 = Variance error
Xi = Variabel penjelas
vi = Faktor Residu
Bi = Koefisoen parameter
I = 1,2,3.....n

2.4 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Karyati (2015) dengan judul Analisis Risiko Produksi

Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annuum) Di KecamatanMetro

KibangKabupaten Lampung Timur. Tujuan dari penelitian adalah untuk

mengetahui besarnya risiko produksi yangdihadapi petani dan merumuskan

strategi dalam menangani risiko produksi cabai merah di Kecamatan Metro

Kibang.Populasi adalah seluruh petani cabai merah di Kecamatan Metro Kibang,

yang berjumlah 167 petani. Dengan menggunakan rumus Yamane, maka didapat

jumlah sample sebanyak 36 petani. Untuk mengetahui analisis pengukuran risiko

produksi yaitu dengan menggunakan koefisien variasi. Hasil penelitian

20
menujukkan bahwa nilai F hitung (α = 1%) sebesar 47,75 lebih besar dari F tabel

(3,34), berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh

nyata terhadap produksi cabai merah. Nilai koefiensi vareasi (CV) sebesar -0,029.

Hal ini berarti nilai signifikansi -0,029 > 0,05 yang berarti tidak terdapat korelasi

yang signifikan. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,074 berarti sebanyak

7,4% variasi dari risiko produksi cabai merah dapat dijelaskan oleh variasi

variable independen dalam model, dengan kata lain 7,4 % variabel independen

secara bersama-sama berpengaruh terhadap risiko produksi dan sisanya 92,6 %

dipengaruhi oleh hal lain yang tidak diteliti yang merupakan variabel lain di luar

model, hal tersebut antara lain adalah pengaruh cuaca dan hama penyakit.

Sedangkan hasil penelitian Kurniati (2012) dengan judul Analisis resiko

produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada usahatani jagung (Zea

mays L.) di Kecamatan Mempawah Hulu Kabupaten Landak. Analisis pengukuran

risiko produksi yaitu dengan analisiskoefisien variasi. Hasil penelitian ini adalah

risiko produksi usahatani jagung dengan luas lahan < 1 Ha lebih tinggi

dibandingkan usahatani jagung dengan luas lahan 1 Ha. Hal ini mengindikasikan

bahwa adanya variasi produksi yang lebih tinggi pada usahatani jagung dengan

luas lahan < 1 Ha dibanding usahatani jagung dengan luas lahan 1 Ha.Faktor yang

mempengaruhi risiko produksi adalah tenaga kerja, dengan nilai koefisien -0,027

dan nilai probabilitas 0,09. Besarnya jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan

terhadap tingkat variasi hasil produksi jagung, sehingga berarti penambahan

tenaga kerja mempengaruhi risiko produksi jagung.

21
Menurut Asmidah (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Faktor–Faktor

Yang Mempengaruhi Permintaan Dan Penawaran Jeruk Manis Di Pasar

Tradisional Kota Medan Provinsi Sumatera Utara” menyatakan bahwa penawaran

jeruk manis secara serempak dipengaruhi oleh harga beli pedagang, biaya

penjualan, dan keuntungan. Hal ini dapat dilihat dari uji F, dimana Fhitung

(50,629) > F-Tabel (2,975) pada ∝ = 5%. Dengan taraf kepercayaan 95% secara

parsial variabel harga beli pedagang tidak berpengaruh secara nyata terhadap

jumlah penawaran jeruk manis. Sedangkan keuntungan dan variabel biaya

penjualan berpengaruh secara nyata terhadap jumlah penawaran jeruk manis.

Permintaan jeruk manis secara serempak dipengaruhi oleh harga beli konsumen,

pendapatan rata-rata, dan jumlah tanggungan. Hal ini dapat dilihat dari uji F,

dimana F-Hitung (35,388) > F-Tabel (2,975) pada ∝ = 5%.

Menurut Isni Yuniar Riska (2012), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis

Preferensi Konsumen Terhadap Buah Jeruk Lokal Dan Buah Jeruk Impor Di

Kabupaten Kudus” menyatakan bahwa terdapat perbedaan selera konsumen

terhadap buah jeruk lokal dan buah jeruk impor. Buah jeruk lokal yang menjadi

pilihan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang mempunyai rasa

manis sedikit asam, warna buah kuning kehijauan, ukuran buah sedang (8-9

buah/kg), dan aroma buah yang segar. Sedangkan buah jeruk impor yang menjadi

pilihan konsumen di Kabupaten Kudus adalah buah jeruk yang mempunyai rasa

manis, warna buah oranye, ukuran sedang (8-9 buah.kg), dan aroma buah yang

segar. Pilihan yang dipertimbangkan konsumen dalam keputusan pembelian buah

22
jeruk lokal maupun buah jeruk impor di Kabupaten Kudus berturut-turut adalah

rasa buah, warna buah, ukuran buah, dan aroma buah.

Menurut Fitria Astriana (2011), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Jambu Biji (Studi Kasus :

Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat)” menyatakan bahwa

penurunan keunggulan kompetitif yang disebabkan oleh penurunan harga jambu

biji domestik dapat ditanggulangi dengan kebijakan pemerintah berupa

penghapusan PPN 10%, penambahan anggaran subsidi pupuk dan penerapan SNI

jambu biji. Setelah adanya kebijakan pemerintah tersebut usahatani jambu biji di

Kecamatan Tanah Sareal memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

Meskipun demikian, keuntungan sosial masih lebih besar dibandingkan dengan

keuntungan privatnya, begitu pula dengan keunggulan komparatif masih lebih

besar dibandingkan keunggulan kompetitifnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan usahatani jambu biji pada Tahun

2009 belum memberikan insentif kepada petani jambu biji di Kecamatan Tanah

Sareal..

23
2.6 Kerangka Pemikiran

Usahatanijagung manisdi Desa Margototo Kecamatan Metro Kibang

Lampung Timur menghadapi kendala yaitu resiko produksi. Sumber-sumber yang

menjadi penyebab terjadinya resiko produksi jagung manisadalah dari faktor

internal dan eksternal antara lain, pupuk, pestisida, serta tenaga kerja (faktor

internal) dan hama dan penyakit (faktor eksternal). Resiko pada kegiatan produksi

dapat menyebabkan kerugian seperti jumlah produksi yang rendah dan kualitas

hasil panen yang menurun. Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk

meminimalkan resiko produksi agar mendapatkan keuntungan yanng optimal.

Risiko produksi dapat diminimalkan dengan melakukan strategi pengelolaan

risiko yaitu dengan melakukan strategi preventif yang bertujuan untuk

menghindari terjadinya risiko produksi.Alur kerangka pemikiran operasional

dapat dilihat pada Gambar 1.

24
USAHATANI
JERUK BW

RISIKO
PRODUKSI

Eksternal: Internal:
- Kama - Pupuk Kandang
- Penyakit - Pupuk TSP
- Tenaga Kerja

Analisis Resiko Produksi

Pendekatan Kuantatif
Primer, Sekunder

Primer: Sekunder:
- Wawancara - Koefisien Variasi
- Quisioner

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Risiko Produksi Usahatani Jagung Manis

25
III. METODE PENELITIAN

1.1 Definisi Operasional

Definisi oprasianal merupakan petunjuk mengenai variable-variabel yang akan

diteliti, cara untuk memperoleh dan menganalisa data yang berhubungan deangan

penelitian.

1. Risiko produksi adalah ketidakpastian risiko produksi yang dihasilkan.

2. Sumber risiko diantaranya berasal dari input produksi yang meliputi benih,

pupuk, pestisida, cuaca, serta tenaga kerja.

3. Benih adalah jumlah benih yang digunakan untuk memproduksi jagung manis

yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam.

4. Pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan untuk menanam jagung manis

yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode tanam.

5. Pestisida adalah jumlah penggunaan pestisida untuk mengurangi serangan

hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung manis yang digunakan

untuk memproduksi jagung manis yang diukur dengan satuan mililiter per

hektar per periode tanam.

6. Tenaga Kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam seluruh

kegiatan produksi sampai panen yang diukur dengan satuan HOK per hektar

per periode tanam.

26
7. Biaya Tetap adalah biaya yang dikeluarkan tidak habis terpakai dalam satu

kali periode produksi.

8. Biaya Variabel adalah biaya yang dikeluarkan yang habis terpakai dalam satu

kali produksi.

9. Pendapatan usahatani adalah selisih total penerimaan dengan total

pengeluaran, yakni diukur dalam satuan Rp/Ha.

10. Penerimaan adalah seluruh pemasukan yang diterima dari kegiatan ekonomi

yang menghasilkan uang tanpa dikurangi dengan total biaya produksi yang

dikeluarkan yang dinyatakan dalam satuan Rp/Ha.

11. Harga penjualan adalah besarnya harga penjualan hasil panen jagung manis

yang diterima petani pada saat melakukan penjualan pada pedagang maupun

tengkulak, yang dinyatakan dalam bentuk uang/rupiah.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jeruk BW

dilakukan di Desa Margototo Kecamatan Metro Kibang Lampung Timur.

Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa Desa Margototo merupakan salah satu daerah produksi jeruk

BW di Kecamatan Metro Kibang Lampung Timur. Penelitian dilakukan pada

bulan Mei - Juni 2018.

27
3.3 Populasi dan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sensus dengan

jumlah sampel adalah 30 pohon didesa margototo Kecamatan Metro kibang

lampung timur. Menurut Subana dan Sudrajad (2001), sensus adalah

pengambilan data dari populasi dengan cara mengambil seluruh anggota

populasi itu untuk diambil datanya. Sedangkan untuk pengambilan sampel

untuk pedagang yakni dengan caranon probability sampling yakni teknik

snowball sampling(Sugiyono, 2009). Namun, apabila peneliti belum

mendapatkan data yang cukup, maka peneliti dapat mencari sampel lain

sampai mendapatkan data yang cukup.

3.4 Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan metode analisis primer dan sekunder. Metode

Analisis primer berupa wawancara dan quisioner kepada petani jagung manis di

Desa Margototo Kecamatan Metro Kibang Lampung Timur. Metode Analisis

sekunder merupakan alat analisis pengukuran risiko produksi yaitu dengan

menggunakan koefisien variasi. Koefisien Variasi (CV) merupakan ukuran risiko

relatif yang diperoleh dengan membagi standar deviasi dengan nilai yang

diharapkan (Pappas dalam Mardliyah, 2013).Besarnya koefisien variasi

dinyatakan dengan rumus:


𝜎
CV = 𝒸

28
Keterangan :

CV = koefisien variasi

σ = standar deviasi

𝒸 = rata-rata produksi (kg)

Nilai koefisien variasi yang lebih kecil menunjukkan variabilitas nilai rata-rata

padadistribusi tersebut rendah. Hal ini menggambarkan risiko yang dihadapi

untukmemperoleh produksi tersebut rendah.

Besarnya pengaruh penggunaan input terhadap risiko produksi dianalisis

denganMenggunakan standar deviasi untuk mengetahui ukuran-ukuran keragaman

(variasi) data statistik. Rumus varian:

∑𝑛𝑖=0(𝐸𝑖 − 𝐸 )2
𝐶𝑉 2 =
(𝑛 − 𝑖)

Sedangkan untuk menghitung standar variasi menggunakan rumus:

√∑𝑛𝑖=0(𝐸𝑖 − 𝐸 )2
𝐶𝑉 =
𝑛−𝑖
= √𝑉 2

Besarnya nilai koefisien variasi menunjukkan besarnya tingkat risiko yang

dihadapi petani jagung manis di Desa Margototo Kecamatan Metro Kibang

Lampung Timur untuk memperoleh produksi.

29
Dalam pengambilan keputusan, hal yang paling penting yaitu perhitungan batas

bawah hasil produksi tertinggi. Penentuan batas bawah ini digunakan untuk

mengetahui jumlah hasil terbawah tingkat hasil produksi yang diharapkan, rumus

perhitungan batas bawah adalah :

L = E – 2V

Keterangan :

L = Batas bawah produksi

V = Standar deviasi

E = Rata-rata produksi

30

Anda mungkin juga menyukai