Oleh:
EVRIN LUTFIKA
F24102034
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Evrin Lutfika. F24102034. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Produk
Olahan Panggang Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Klon Unggul BB00105.10. Di bawah Bimbingan Made Astawan dan Sri
Widowati. 2006.
RINGKASAN
SKRIPSI
Oleh:
EVRIN LUTFIKA
F24102034
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Oleh:
EVRIN LUTFIKA
F24102034
Menyetujui,
Bogor, November 2006
Mengetahui,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................................... 3
C. Manfaat .................................................................................................... 3
iii
1. Analisis Sifat Fisik ............................................................................ 24
2. Uji Organoleptik ................................................................................ 28
3. Analisis Sifat Kimia .......................................................................... 28
4. Analisis Indeks Glikemik .................................................................. 35
D. Rancangan Percobaan .............................................................................. 35
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar Klon
BB00105.10.................................................................................. 84
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Sifat Amilograf .............................................. 85
Lampiran 3. Lembar Penilaian Uji Organoleptik ............................................. 86
Lampiran 4. Hasil Penilaian Organoleptik Cookies Ubi Jalar ......................... 87
Lampiran 5. Hasil Penilaian Organoleptik Cake Ubi Jalar .............................. 88
Lampiran 6. Hasil Penilaian Organoleptik Brownies Ubi Jalar ....................... 89
Lampiran 7. Hasil Analisis Statistik Uji Hedonik Cookies Ubi Jalar .............. 90
Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Uji Hedonik Cake Ubi Jalar.................... 91
Lampiran 9. Hasil Analisis Statistik Uji Hedonik Brownies Ubi Jalar ............. 92
Lampiran 10. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Formula Terbaik ....................... 93
Lampiran 11. Indeks Glikemik Produk Cake dan Brownies ............................. 94
vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
dan protein (5,47%) yang cukup tinggi, daya cerna pati rendah (51,4%), serta
kadar amilosa sedang (24,94%). Oleh karena itu, ubi jalar klon BB 00105.10
dapat digunakan sebagai alternatif diet bagi penderita DM atau obesitas.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa indeks glikemik ubi jalar
klon unggul BB00105.10 dipengaruhi oleh proses pengolahan, yaitu
pengukusan (IG = 62), penggorengan (IG = 47) dan pemanggangan (IG = 80)
(Astawan dan Widowati, 2006). Selain proses pengolahan, indeks glikemik
juga dipengaruhi oleh kadar amilosa dan amilopektin; kadar gula dan daya
osmotik pangan; serta kadar lemak, protein, serat dan antigizi pangan
(Rimbawan dan Siagian, 2004).
Penelitian ini difokuskan pada evaluasi mutu gizi dan indeks glikemik
produk olahan panggang berbahan dasar tepung ubi jalar klon unggul
BB00105.10, yang meliputi cookies, cake dan brownies. Produk yang
dihasilkan diharapkan dapat menjadi pangan fungsional dan alternatif diet
bagi penderita diabetes, obesitas, dan bagi yang menjalani diit, dalam rangka
meningkatkan kesehatan masyarakat dan perbaikan kualitas sumberdaya
manusia Indonesia. Selain itu, diharapkan produk olahan tersebut dapat
meningkatkan nilai tambah ubi jalar klon unggul BB00105.10 sehingga dapat
menjadi komoditas alternatif dalam rangka diversifikasi pangan.
B. Tujuan
C. Manfaat
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
merupakan asam lemak terbanyak diikuti dengan asam palmitat, linolenat,
dan stearat (Kadarisman dan Sulaeman, 1993).
Ubi jalar selain mengandung zat gizi di atas, juga mengandung
senyawa karotenoid, yaitu pigmen yang menyebabkan daging umbi
berwarna kuning, oranye hingga jingga. Pigmen ini terdiri dari β-karoten,
α-karoten, γ-karoten dan kriptoxanthin, yang semuanya sebagai provitamin
A dan di dalam tubuh manusia diubah menjadi vitamin A (Widodo dan
Ginting, 2004). Komposisi kimia beberapa varietas/klon ubi jalar dapat
dilihat pada Tabel 2.
6
Tanaman Hortikultura, 2003). Balai Penelitian Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian (Balitkabi) telah menemukan teknologi untuk meningkatkan
produktivitas ubi jalar menjadi 30-40 ton/ha (Sarwono, 2005).
Ubi jalar yang telah dipanen perlu mendapat perhatian pada tahap
penanganan dan penyimpanan segar. Saat pemanenan dan penanganan
akan terjadi reaksi pencoklatan secara enzimatis pada umbi yang terluka,
sedangkan pada tahap penyimpanan terjadi proses respirasi yang
menjadikan umbi lebih manis (penyimpanan 2-3 bulan), tumbuh tunas,
susut berat dan pengkerutan permukaan umbi. Kondisi penyimpanan yang
ideal untuk umbi segar yaitu 12-16°C, kelembaban 85-90% dan diatur
ventilasi ruangan (Suismono, 2001).
7
Komponen ketiga karbohidrat ubi jalar adalah serat pangan.
Secara umum serat pangan didefinisikan sebagai kelompok polisakarida
dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem
gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Serat pangan total (total
dietary fiber) terdiri dari serat pangan larut (soluble dietary fiber) dan serat
pangan tidak larut (insoluble dietary fiber). Konsumsi serat dalam jumlah
tinggi akan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya
berbagai penyakit, misalnya kanker usus besar (colon), divertikulasi,
kardiovaskuler dan obesitas (Muchtadi, 2001). Komposisi karbohidrat
beberapa varietas/klon ubi jalar disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Karbohidrat Beberapa Varietas/Klon Ubi Jalar
Serat
Daya Serat
Amilo- Total pangan
Varietas/ Pati Amilosa cerna pangan
pektin gula tidak
klon (% bk) (% bk) pati larut
(% bk) (% bk) larut
(% bk) (% bk)
(% bk)
Kidal 79,20 b 23,86 c 76,14 e 0,36 b 71,05 d 14,27 d 27,74 c
Sukuh 88,40 f 22,57 ab 77,43 fg 0,34 b 98,30 e 13,89 cd 36,69 d
BB00105.10 93,00 g 24,94 d 75,06 d 1,10 d 51,40 b 12,81 bc 38,56 e
Sari 72,00 a 21,62 a 78,38 g 2,08 e 45,13 a 21,24 f 36,98 d
Ungu 85,40 d 23,02 bc 77,03 ef 0,12 a 99,99 e 13,28 cd 38,77 e
B0464 86,60 e 30,60 g 69,40 a 0,15 a 99,00 e 11,79 a 26,79 b
BB 00106.18 89,00 f 26,08 e 73,92 c 0,61 c 44,57 a 17,34 e 17,02 a
Jago 81,80 c 27,91 f 72,09 b 0,45 b 62,00 c 13,30 cd 17,23 a
Sumber: Astawan dan Widowati (2006)
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan
nilai tidak berbeda nyata (uji Duncan α = 5%)
8
4. Tepung Ubi Jalar
1. Definisi
9
dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat. Syarat mutu cookies
diatur dalam SNI No. 01-2973-1992 (Tabel 4).
2. Bahan-bahan Penyusun
10
agent, emulsifier dan flavor. Tepung merupakan komposisi dasar pada
produk bakeri. Dalam adonan tepung berfungsi membentuk tekstur,
mengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikannya secara merata, serta
berperan membentuk citarasa (Matz dan Matz, 1978).
Secara umum gula ditambahkan pada produk untuk memberikan
rasa manis. Fungsi gula dalam pembuatan produk bakeri selain memberi
rasa manis juga berpengaruh terhadap pembentukan struktur produk bakeri,
memperbaiki tekstur dan keempukan, memperpanjang kesegaran dengan
cara mengikat air serta merangsang pembentukan warna yang baik
(Subarna, 1996). Selain itu, gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet
karena gula dapat mengurangi aw bahan pangan sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al., 1987).
Gula yang digunakan bisa dalam bentuk gula pasir, gula pasir halus,
atau tepung gula. Penggunaan gula halus pada pembuatan cookies akan
memberikan hasil yang lebih baik karena tidak menyebabkan pelebaran
kue yang terlalu besar. Jumlah gula yang ditambahkan akan berpengaruh
terhadap tekstur dan penampakan cookies. Meningkatnya kadar gula di
dalam adonan cookies akan membuat produk yang dihasilkan menjadi
semakin keras. Selain itu, waktu pembakaran harus sesingkat mungkin
agar tidak hangus karena gula yang terdapat di dalam adonan dapat
mempercepat proses pembentukan warna (Matz dan Matz, 1978).
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan
produk bakeri. Lemak yang biasanya digunakan dalam pembuatan produk
bakeri adalah butter (mentega) dan margarin. Mentega adalah lemak
hewani hasil separasi antara fraksi lemak dan non lemak dari susu.
Margarin adalah lemak plastis yang dibuat dari proses hidrogenasi parsial
minyak nabati (Budijanto et al., 2000). Untuk membuat kue kering,
penggunaan mentega menghasilkan aroma yang lebih harum. Dalam
pembuatan produk bakeri ini digunakan campuran margarin dan mentega.
Pada pembuatan cookies, lemak berfungsi untuk memberikan efek
shortening dengan memperbaiki struktur fisik seperti volume
pengembangan, tekstur, kelembutan, serta memberi flavor (Matz dan Matz,
11
1978). Penggunaan lemak dalam pembuatan cake dan brownies dapat
meningkatkan citarasa dan nilai gizi, serta menyebabkan produk lebih
empuk dan tidak cepat menjadi keras (Sulistiyo, 2006).
Telur dalam pembuatan produk bakeri berfungsi untuk membentuk
suatu kerangka yang bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur juga
berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk
aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok
sehingga udara menyebar rata pada adonan. Telur dapat mempengaruhi
warna, rasa, dan melembutkan tekstur produk bakeri dengan daya emulsi
dari lesitin yang terdapat pada kuning telur. Pembentukan adonan yang
kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur (Indrasti, 2004).
Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan susu untuk produk-
produk bakeri berfungsi membentuk flavor, mengikat air, sebagai bahan
pengisi, membentuk struktur yang kuat dan porous karena adanya protein
berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi pencoklatan dan
menambah keempukan karena adanya laktosa. Alasan lain penggunaan
susu dalam produk bakeri adalah untuk meningkatkan nilai gizi.
Menurut Winarno (1992), leavening agent (bahan pengembang)
merupakan senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam
adonan. Bahan pengembang berfungsi untuk mengembangkan dan
memperbaiki tekstur produk bakeri. Bahan pengembang dapat
mengembangkan produk karena dapat menghasilkan CO2. Bahan
pengembang yang digunakan pada pembuatan cookies adalah soda kue dan
amonium bikarbonat, sedangkan pada pembuatan cake dan brownies
adalah baking powder.
Baking powder merupakan campuran natrium bikarbonat
(NaHCO3) dengan asam (misalnya asam sitrat atau asam tartarat). Baking
powder bersifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan
(Matz dan Matz, 1978). Ammonium bikarbonat biasa digunakan sebagai
tambahan bahan pengembang pada cookies dan crackers serta produk lain
dengan kadar air akhir kurang dari 5%. Ammonium bikarbonat larut pada
air dan dapat terdekomposisi pada suhu 104°F (Stauffer, 1990).
12
Emulsifier berfungsi untuk melembutkan tekstur cake dan
brownies yang dihasilkan. Emulsifier yang digunakan pada pembuatan
cake dan brownies adalah GMS (gliseril monostearat) dan SP. GMS
berfungsi untuk mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi
agar tetap stabil. SP merupakan gula ester dimana esternya merupakan
asam lemak seperti asam searat, palmitat dan oleat. Fungsi SP mirip
dengan GMS yaitu untuk melembutkan tekstur cake dan brownies.
Dark compound chocolate (atau disebut cokelat blok) adalah hasil
olahan cokelat yang biasa digunakan untuk membuat produk-produk
bakeri. Dark cooking chocolate berfungsi untuk memberikan rasa, aroma
dan warna pada brownies. Selain itu juga ditambahkan cokelat bubuk
yang berfungsi untuk memperkuat rasa, aroma dan warna brownies.
Vanili digunakan pada pembuatan cookies untuk memperkuat aroma
produk.
3. Proses Pemanggangan
13
bakar yang digunakan. Kondisi pemanggangan yang benar akan
menghasilkan biskuit dengan penampakan dan tekstur, serta kadar air yang
diinginkan (Whiteley, 1971).
Pada proses pemanggangan produk cake, terjadi perubahan baik
pada kulit maupun pada remah kue yaitu terjadi reaksi pencoklatan akibat
peristiwa karamelisasi dan terbentuknya ikatan antara gula dan protein.
Selain itu juga terjadi dekomposisi pati oleh panas dan pembentukan
dekstrin. Reaksi-reaksi itu menghasilkan komponen flavor dan rasa
(Pomeranz dan Shellenberger, 1971).
Suhu pembakaran untuk setiap jenis cake berbeda-beda tergantung
formula, ukuran dan jumlah cake yang akan dibakar, ukuran loyang dan
kadar air adonan. Formula cake yang banyak mengandung gula, lemak
dan telur, suhu yang digunakan untuk pembakaran semakin rendah (<
177°C). Hal ini bertujuan untuk memperlambat pembentukan kerak
sehingga tidak menghambat perambatan panas ke dalam kue dan kue
matang secara menyeluruh (Sunaryo, 1985).
Proses pemanggangan menurut Daniel (1978) yaitu begitu adonan
masuk ke oven, suhu mulai naik dan lemak mulai mencair. Pada saat itu
volume cake juga akan bertambah karena pembentukan gas oleh bahan-
bahan kimia. Pada permukaan cake mulai terbentuk lapisan kulit.
Pembentukan ini lebih lambat pada cake yang besar sehingga dapat
memperlambat proses hardening atau pengeringan kulit.
C. Uji Organoleptik
14
Mutu organoleptik mempunyai peranan dan makna yang sangat besar
dalam penilaian mutu produk pangan, baik sebagai bahan pangan hasil
pertanian, bahan mentah industri maupun produk pangan olahan. Meskipun
dengan uji-uji fisik dan kimia serta uji gizi dapat menunjukkan suatu produk
pangan bermutu tinggi, namun akan tidak ada artinya jika produk pangan itu
tidak dapat dimakan karena tidak enak atau sifat organoleptik lainnya tidak
membangkitkan selera. Jadi bagi komoditas pangan pengujian organoleptik
merupakan suatu keharusan (Soekarto, 1990).
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu metode uji
organoleptik yang sering digunakan untuk menentukan tingkat kesukaan dan
tingkat penerimaan konsumen atas suatu produk tertentu. Dalam uji ini
panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat
kesukaan/ketidaksukaan (Rahayu, 1998). Uji hedonik dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu uji rating dan uji rangking.
Uji rating merupakan cara menilai seberapa besar kesukaan konsumen
terhadap suatu produk. Produk yang diuji dapat dinilai secara keseluruhan
(overall) atau hanya atribut tertentunya saja. Produk-produk yang diuji tidak
dibandingkan satu dan lainnya, hanya dinilai secara tunggal. Metode untuk uji
rating ada dua, yaitu metode skalar dan metode skoring. Uji ranking
merupakan cara yang paling sederhana untuk membandingkan beberapa
sampel berdasarkan satu jenis atribut sensori. Uji ranking membutuhkan
waktu yang lebih sedikit dibandingkan metode lain dan sangat berguna jika
sampel yang diranking akan dianalisis lebih lanjut (Meilgard et al., 1999).
D. Indeks Glikemik
15
diperkenalkan untuk melihat gambaran tentang hubungan karbohidrat dalam
makanan dengan kadar gula darah (Brand-Miller, 2000).
Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut
efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah. Pangan yang
menaikkan gula darah dengan cepat, memiliki indeks glikemik tinggi,
sebaliknya yang menaikkan gula darah dengan lambat, memiliki indeks
glikemik rendah. Indeks glikemik pangan menggunakan indeks glikemik
glukosa murni sebagai pembandingnya (IG glukosa murni adalah 100)
(Rimbawan dan Siagian, 2004).
Indeks Glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva
respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara 50 gram
gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada
hari yang berbeda dan pada orang yang sama. Kedua tes tersebut dilakukan
pada pagi hari setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula ditentukan
selama dua jam. Dalam hal ini, glukosa atau roti tawar sebagai standar (nilai
100) dan nilai makanan yang diuji merupakan persen terhadap standar tersebut
(Truswell, 1992). Menurut Foster-Powell et al. (2002), bahan pangan dapat
diklasifikasikan berdasarkan nilai IG-nya sebagai berikut: (a) bahan pangan
dengan nilai IG rendah (<55), (b) bahan pangan dengan nilai IG sedang (55-
69) dan (c) bahan pangan dengan nilai IG tinggi (>70).
Pengenalan karbohidrat berdasarkan efek terhadap kadar gula darah
dan respon insulin (berdasarkan IG-nya) berguna sebagai acuan dalam
menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk
meningkatkan dan menjaga kesehatan. Dengan mengetahui IG pangan,
penderita DM dapat memilih makanan yang tidak menaikkan kadar gula darah
secara drastis sehingga kadar gula darah dapat dikontrol pada tingkat yang
aman. Makanan yang memiliki IG rendah membantu orang untuk
mengendalikan rasa lapar, selera makan dan kadar gula darah (Rimbawan dan
Siagian, 2004).
Berbagai faktor dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda
dengan pangan lainnya. Bahkan, pangan dengan jenis yang sama bila diolah
dengan cara berbeda dapat memiliki IG yang berbeda, karena pengolahan
16
dapat menyebabkan perubahan struktur dan komposisi kimia pangan. Varietas
tanaman yang berbeda juga menyebabkan perbedaan pada IG. Faktor-faktor
yang mempengaruhi IG pangan, yaitu proses pengolahan, perbandingan
amilosa dengan amilopektin, kadar gula dan daya osmotik pangan, kadar serat,
lemak, protein serta antigizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004).
E. Pangan Fungsional
17
Diabetes adalah penyakit kronik yang timbul karena terlalu banyak
glukosa yang terkandung dalam darah. Hal ini disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin sehingga kadar insulin rendah, aktivitas metabolik insulin yang
rendah, atau keduanya. DM juga merupakan sekelompok gangguan metabolik
dengan suatu manifestasi umum, yaitu hiperglikemia (kadar glukosa darah
tinggi) (Tjokroprawiro, 2003). Hasil studi menunjukkan bahwa asupan
karbohidrat dengan IG tinggi menghasilkan insulin resisten yang lebih tinggi
dibandingkan dengan asupan dengan IG rendah (Willett et al., 2002). Oleh
karena itu, penderita diabetes dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan
dengan indeks glikemik rendah sehingga membantu mengontrol kadar gula
darah dalam tubuhnya.
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar klon
BB 00105.10, tepung terigu, margarin, mentega/butter, telur, gula halus, gula
pasir, susu skim, leavening agent (baking powder, soda kue, amonium
bikarbonat), emulsifier (GMS, SP), vanili, cokelat bubuk, dark cooking
chocolate (cokelat blok), sodium metabisulfit dan air. Bahan-bahan yang
digunakan untuk analisis meliputi air destilata, NaCl jenuh, K2SO4, HgO,
H2SO4 pekat, batu didih, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator methylen blue,
HCl, pelarut heksana, amilosa murni, etanol 95%, etanol 78%, NaOH 1 N,
asam asetat 1 N, larutan iod, buffer Na-Fosfat 0,1 M, enzim termamyl, buffer
Na-Fosfat 0,05 M, enzim pepsin, enzim pankreatin, celite, aseton, enzim α-
amilase, 3,5-dinitrosalisilat, Na-K-tartarat, maltosa, alkohol dan glukosa.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, oven
pengering, alat penyawut, alat peniris, baskom, disc mill, alat pengayak,
plastik, mixer, sendok, loyang, oven pemanggang, panci, kompor dan
timbangan. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah gelas ukur, gelas
piala, , corong buchner, kertas saring, pompa vakum, oven, desikator, neraca
analitik, kromameter, mesin amilograf, aw meter, pH meter, texture analyzer,
cawan alumunium, cawan porselin, tanur, labu Kjeldahl, alat destilasi,
erlenmeyer, buret, ekstraktor Soxhlet, labu lemak, labu takar, kapas bebas
lemak, sudip, pipet tetes, pipet Mohr, pipet volumetrik, hot plate, inkubator,
spektrofotometer, kuvet, botol semprot, aluminium foil, crucible, tabung
reaksi, termometer, mikro pipet dan glucometer.
B. Metode Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
20
2. Penelitian Lanjutan
21
Tabel 7. Formulasi Brownies Ubi Jalar
Bahan (gram) F1 F2 F3 F4 F5 F6
Tepung ubi jalar 80 80 90 90 100 100
Tepung terigu 20 20 10 10 0 0
Gula pasir 80 100 80 100 80 100
Margarin 40 40 40 40 40 40
Mentega 40 40 40 40 40 40
Kuning telur 40 40 40 40 40 40
Putih telur 80 80 80 80 80 80
Susu skim 20 20 20 20 20 20
Cokelat blok 80 80 80 80 80 80
Cokelat bubuk 14 14 14 14 14 14
GMS 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6
SP 2 2 2 2 2 2
Baking powder 1 1 1 1 1 1
22
Telur, Gula pasir, Baking powder, SP, GMS
Dicampur (mixer)
Tepung ubi jalar
Margarin
Tepung terigu
Mentega
Susu skim
Dicampur (mixer)
Dilelehkan
Dicampur (mixer)
23
Pengujian sifat sensori dilakukan terhadap enam taraf formula
produk olahan ubi jalar untuk mendapatkan satu formula terbaik, melalui
uji organoleptik terhadap kesukaan panelis (overall). Analisis data hasil
percobaan dilakukan dengan analisis statistik Anova dan uji beda Duncan
pada selang kepercayaan 95%. Selanjutnya terhadap formula terbaik
dilakukan analisis fisik dan kimia. Analisis fisik meliputi rendemen dan
kekerasan, sedangkan analisis kimia meliputi nilai proksimat, nilai energi,
kadar amilosa dan amilopektin, serat pangan, dan daya cerna pati.
Dari ketiga jenis produk olahan terbaik, dipilih dua jenis produk
yang akan dilakukan penghitungan indeks glikemik pangan menurut El
(1999). Pemilihan dua jenis produk berdasarkan analisis kimia yang
didukung oleh analisis fisik produk.
C. Metode Analisis
1. Analisis Sifat Fisik
a. Rendemen
Pengukuran rendemen tepung ubi jalar dihitung berdasarkan
perbandingan berat tepung yang diperoleh terhadap berat umbi segar
tanpa kulit yang dinyatakan dalam persen (%). Perhitungannya
dilakukan dengan menggunakan rumus:
a
Rendemen tepung (%) = × 100%
b
Keterangan:
a = berat tepung yang diperoleh (g)
b = berat umbi ubi jalar segar tanpa kulit (g)
24
a = berat produk olahan (g)
b = berat adonan (g)
25
e. Warna, metode Hunter (Hutching, 1999 dalam Djuanda, 2003)
26
menurunkan head amilograf. Suhu awal termoregulator diatur pada
suhu 20°C atau 25°C. Switch pengatur diletakkan pada posisi bawah
sehingga jika mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1.5°C setiap
menit. Mesin amilograf dihidupkan. Begitu suspensi mencapai suhu
30°C, pena pencatat diatur pada skala kertas amilogram. Setelah pasta
mencapai suhu 95°C, mesin dimatikan. Parameter analisis amilograf
terdiri dari suhu gelatinisasi, suhu gelatinisasi puncak dan viskositas
maksimum yang dinyatakan dalam Brabender Unit.
h. Kekerasan
27
2. Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)
28
(x - y)
Kadar air (% b/k) = × 100%
(x - a)
Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
a = berat cawan kosong (g)
29
tetes indikator (Methylen red : Methylen blue = 2:1) diletakkan di
ujung kondensor alat destilasi dengan ujung selang kondensor
terendam dalam larutan H3BO3. Cairan X ditambahkan 10 ml
NaOH-Na2S2O3 dan destilasi dilakukan hingga larutan dalam
erlenmeyer ± 50 ml. Kemudian larutan dalam erlenmeyer dititrasi
dengan HCl 0.02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna larutan dari hijau menjadi abu-abu. Prosedur yang sama
dilakukan juga untuk penetapan blanko.
Perhitungan:
(Vs - Vb) × C × 14,007
Kadar N (%) = × 100%
W
Kadar Protein (%) = % N × 6,25
Keterangan:
Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml)
Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml)
C = Konsentrasi HCl (N)
W = Berat sampel (mg)
30
Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat lemak (g)
31
Penetapan Sampel
Sejumlah 100 mg sampel tanpa lemak dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml
NaOH 1 N. Setelah itu, larutan sampel didiamkan selama 24 jam
dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Pipet 5 ml
larutan tersebut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan
ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Setelah
itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dikocok,
lalu didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang
terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620
nm. Kadar amilosa dapat dihitung dengan rumus:
A FP
Kadar amilosa (%) = × × 100 %
S W
Keterangan:
A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm
S = slope atau kemiringan pada kurva standar
FP = faktor pengenceran, yaitu 0,002
W = berat sampel (gram)
32
mg enzim pankreatin ditambahkan, tutup erlenmeyer dan diinkubasi
dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60 menit. Atur
pH menjadi 4.5 dengan menggunakan HCl. Larutan sampel disaring
melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2)
dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada
penyaringan dilakukan pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata.
3. Blanko
Blanko untuk serat tidak larut dan serat larut diperoleh
dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1
dan B2).
Perhitungan:
( D1 − I1 − B1 )
% Serat Tidak Larut (IDF) = × 100 %
Berat sampel
( D 2 − I 2 − B2 )
% Serat Larut (SDF) = × 100 %
Berat sampel
33
% Total Serat (TDF) = (SDF + IDF) (%)
Keterangan:
D = Berat setelah pengeringan (g)
I = Berat setelah pengabuan (g)
B = Berat blanko bebas abu (g) = (D-I) blanko
34
a
% Daya Cerna Pati = × 100%
b
Keterangan:
a = kadar maltosa sampel – kadar maltosa blanko sampel
b = kadar maltosa pati murni – kadar maltosa blanko pati murni
D. RANCANGAN PERCOBAAN
35
Cookies
Faktor I : Jumlah tepung ubi jalar (T), tarafnya terdiri dari:
T1 : 80 gram
T2 : 90 gram
T3 : 100 gram
Faktor II : Jumlah gula (G), tarafnya terdiri dari:
G1 : 40 gram
G2 : 45 gram
Cake
Faktor I : Jumlah tepung ubi jalar (T), tarafnya terdiri dari:
T1 : 80 gram
T2 : 90 gram
T3 : 100 gram
Faktor II : Jumlah gula (G), tarafnya terdiri dari:
G1 : 70 gram
G2 : 80 gram
Brownies
Faktor I : Jumlah tepung ubi jalar (T), tarafnya terdiri dari:
T1 : 80 gram
T2 : 90 gram
T3 : 100 gram
Faktor II : Jumlah gula (G), tarafnya terdiri dari:
G1 : 80 gram
G2 : 100 gram
36
Dimana:
Yijk : variabel respon karena kombinasi perlakuan T ke i, G ke j dan
ulangan ke-k (k = 1, 2)
μ : pengaruh rata-rata umum
Ti : pengaruh faktor T pada taraf ke-i (i = 1, 2)
Gj : pengaruh faktor G pada taraf ke-j (j = 1, 2)
(TG)ij : pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor T dengan taraf ke-j faktor G
Σijk : pengaruh kesalahan (galat) percobaan pada ulangan ke-k (k = 1, 2)
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar
Pada tahap ini dilakukan pembuatan tepung ubi jalar. Bahan baku
yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.)
klon unggul BB00105.10 yang berasal dari Kebun Percobaan Muara,
Bogor milik CIP (International Potato Center), yang berumur ± 4 bulan
dan siap panen. Karakteristik fisik ubi jalar yaitu warna kulit merah
berbintik, warna daging orange tua, bentuk lonjong dan ukuran ± 350
gram. Komposisi ubi jalar terdiri dari 83,74% bagian yang dapat dimakan
dan 16,26% bagian yang tidak dapat dimakan (terdiri dari kulit dan umbi
yang terkena hama). Tanaman ubi jalar dan umbi ubi jalar klon unggul
BB00105.10 yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5. (a) Tanaman Ubi Jalar; (b) Umbi Ubi Jalar Klon BB00105.10
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 6. Peralatan dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar: (a) Mesin
Penyawut; (b) Mesin Peniris; (c) Oven Pengering; (d) Mesin Penepung
39
Sawut ubi jalar memerlukan waktu pengeringan dengan oven
pengering (Gambar 6c) selama ± 8 jam pada suhu 60-70ºC. Kadar air
sawut kering yang direkomendasikan antara 12-14%. Apabila kadar air
sawut masih tinggi, sawut tidak akan tahan disimpan dan menurunkan
mutu tepung ubi jalar. Sebelum digiling, sawut yang sudah kering
disimpan dalam plastik dan diseal. Penggilingan sawut kering menjadi
tepung ubi jalar dilakukan dengan mesin penepung (disc mill) (Gambar
6d). Tepung yang sudah digiling kemudian diayak dengan ukuran 80
mesh, lalu disimpan dalam plastik dan diseal. Sawut kering dan tepung
ubi jalar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 7. (a) Sawut Kering; (b) Tepung Ubi jalar Klon BB00105.10
a. Rendemen
40
rendemen tepung ubi jalar yang dikemukakan oleh Suismono (2001)
sebesar 22,55%. Nilai rendemen tepung ubi jalar klon BB00105.10
yang lebih besar dapat disebabkan oleh tingginya kandungan bahan
kering ubi jalar klon BB00105.10.
Namun demikian, rendemen tepung ubi jalar klon BB00105.10
hasil penelitian ini masih cukup rendah. Penyebab rendahnya
rendemen tepung ubi jalar antara lain karena adanya sawut basah yang
tertinggal di mesin penyawut (pada tahap penyawutan), adanya sawut
basah yang tertinggal di bak plastik dan mesin peniris (pada tahap
perendaman dan penirisan), adanya sawut kering yang menempel di
rak oven dan tercecer pada saat pengangkatan dari oven pengering
(pada tahap pengeringan), dan adanya tepung yang tertinggal di mesin
penepung (pada tahap penepungan). Jadi pada setiap tahapan proses
penepungan terdapat resiko pengurangan rendemen tepung.
41
demikian tepung ubi jalar klon BB00105.10 memerlukan ruang yang
lebih kecil dari tepung ubi jalar varietas Toquicita dan tepung terigu
sehingga biaya penyimpanan atau transportasi akan semakin murah.
d. Warna
42
ubi jalar berwarna merah ke kuning; serta kisaran nilai hº (hue) 51,9-
55,1. Berdasarkan kisaran warna ini maka tepung ubi jalar klon
BB00105.10 tergolong dalam warna yellow red (merah kekuningan).
e. Uji Amilograf
43
dapat diukur menggunakan alat “Brabender visko-amilograf”, yaitu
viskometer yang dapat melakukan pencatatan terhadap perubahan
viskositas pati secara kontinyu (Pomeranz dan Meloan, 1994).
Pomeranz (1991) menyatakan bahwa laju pemanasan selama
pengukuran viskositas dijaga konstan yaitu sebesar 1,5°C/menit. Pada
suatu titik, suhu pemanasan dijaga konstan selama selang waktu
tertentu, kemudian suhu diturunkan kembali. Perubahan viskositas
selama pemanasan dan pendinginan diplot pada diagram. Data-data
yang diperoleh dari pengukuran sifat amilograf diantaranya adalah
suhu gelatinisasi, suhu gelatinisasi puncak, waktu gelatinisasi, waktu
gelatinisasi puncak dan viskositas puncak. Pada penelitian ini
dilakukan pengukuran sifat amilograf dengan alat “Brabender visko-
amilograf” sebanyak dua kali ulangan. Hasil pengukuran sifat
amilograf tepung ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 2.
Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana penetrasi air di dalam
granula pati menyebabkan granula membengkak secara luar biasa
sehingga pecah dan membentuk masa yang viscous. Pada pengukuran
sifat amilograf, suhu gelatinisasi yaitu suhu pada saat kurva mulai
naik. Suhu gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil
konversi waktu yang dibutuhkan sampai kurva mulai naik dikalikan
dengan kenaikan suhu (1,5°C/menit) kemudian ditambahkan dengan
suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu awal yang
digunakan pada saat pengukuran adalah 30°C.
Berdasarkan hasil analisis, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai suhu gelatinisasi yaitu 30,2 menit. Jadi, suhu gelatinisasi
tepung ubi jalar adalah 75,3ºC. Suhu gelatinisasi tepung ubi jalar klon
BB00105.10 sedikit lebih tinggi dari suhu gelatinisasi tepung ubi jalar
yang dikemukakan oleh Suismono (2001) dan Irfansyah (2001). Hal
ini dapat disebabkan oleh lebih tingginya kadar gula pada tepung ubi
jalar klon BB00105.10. Menurut Astawan dan Widowati (2006),
kadar gula tepung ubi jalar klon BB00105.10 sebesar 1,1% (berat
kering). Keberadaan gula dapat menghalangi pengembangan pati di
44
dalam air dan memperlambat proses gelatinisasi pati, karena gula
berkompetisi dengan pati dalam menyerap air sehingga pati
kekurangan air untuk tergelatinisasi (Irfansyah, 2001).
Suhu gelatinisasi puncak yaitu suhu pada saat nilai maksimum
viskositas dapat dicapai. Pada pengukuran sifat amilograf, suhu
gelatinisasi puncak adalah suhu pada saat kurva mencapai puncak.
Suhu gelatinisasi puncak ditentukan berdasarkan perhitungan hasil
konversi waktu yang dibutuhkan sampai kenaikan kurva mencapai
puncak dikalikan dengan kenaikan suhu (1,5°C/menit) kemudian
ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran.
Berdasarkan hasil analisis, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
suhu gelatinisasi puncak adalah 42,4 menit. Jadi, suhu gelatinisasi
puncak tepung ubi jalar adalah 93,6ºC.
Viskositas berhubungan langsung dengan suhu gelatinisasi.
Semakin tinggi suhu gelatinisasi maka semakin lambat granula pati
mengembang dan semakin lambat pula waktu viskositas tercapai
(Winarno, 1992). Viskositas puncak tepung ubi jalar ditentukan
dengan satuan Brabender Unit (BU) pada saat suhu gelatinisasi puncak
tercapai. Berdasarkan hasil analisis, viskositas puncak tepung ubi jalar
klon BB00105.10 adalah 535 BU.
45
3. Analisis Kimia Tepung Ubi jalar
a. Kadar Air
46
b. Kadar Abu
c. Kadar Protein
47
d. Kadar Lemak
e. Kadar Karbohidrat
48
B. Penelitian Lanjutan
Produk yang dibuat dalam penelitian ini adalah cookies, cake dan
brownies yang berbahan dasar tepung ubi jalar klon unggul BB00105.10
dengan penambahan tepung terigu sebagai salah satu bahan bakunya.
Formulasi produk dilakukan secara trial and error untuk menentukan
formulasi yang secara organoleptik disukai oleh konsumen. Masing-
masing produk dibuat enam formula berdasarkan dua variabel, yaitu
persentase jumlah gula yang digunakan dan persentase jumlah tepung ubi
jalar klon BB00105.10 dengan tepung terigu yang digunakan (basis 100 g
total tepung). Keenam formula produk dapat dilihat pada Tabel 6, 7 dan 8.
Bahan baku dalam pembuatan cookies, cake dan brownies ialah tepung ubi
jalar klon BB00105.10, tepung terigu, gula, lemak, telur, susu skim,
leavening agent, emulsifier, flavor dan pewarna.
Tepung terigu yang ditambahkan pada ketiga produk ialah sebesar
0-20% dari jumlah tepung ubi jalar. Tepung terigu yang digunakan adalah
tepung terigu cap Kunci Biru yang kadar proteinnya rendah (terigu lunak).
Tepung terigu lunak biasa digunakan untuk membuat bolu, kue kering,
crackers, dan biskuit (Subarna, 1996). Digunakan tepung terigu lunak
karena terigu lunak cenderung membentuk adonan yang lebih lembut dan
lengket (Matz, 1992). Selain itu, tepung jenis ini lebih mudah terdispersi
dan tidak mempunyai daya serap air yang terlalu tinggi sehingga dalam
pembuatan adonan membutuhkan lebih sedikit cairan (U.S. Wheat
Associates, 1983).
Penggunaan bahan pengembang atau leavening agent pada produk
olahan yang terbuat dari tepung ubi jalar berbeda dengan produk olahan
yang terbuat dari tepung terigu. Jumlah bahan pengembang pada produk
tepung ubi jalar lebih banyak dibanding produk tepung terigu, karena pada
tepung ubi jalar tidak terdapat protein gliadin dan glutenin yang dapat
membentuk gluten. Gluten inilah yang menyebabkan produk yang terbuat
dari tepung terigu lebih mengembang. Begitu pula dengan jumlah
emulsifier yang ditambahkan pada produk tepung ubi jalar lebih banyak
49
dari produk tepung terigu untuk mendapatkan emulsi yang lebih stabil
sehingga produk yang dihasilkan lebih lembut.
Pada pengolahan cookies, fungsi gluten dalam pembentukan
tekstur tidak mendominasi seperti halnya pada pengolahan produk bakeri
lainnya. Oleh karena itu, penggunaan tepung non terigu yang lebih
mendominasi pada formulasi cookies dapat dilakukan dengan mengatur
bahan formulasi lainnya yaitu lemak yang memiliki peran terhadap
pembentukan tekstur. Cookies dengan penggunaan tepung non terigu yang
mendominasi masuk ke dalam klasifikasi biskuit jenis short dough
(Manley, 1983).
Menurut Matz (1992), pembuatan cookies meliputi tahap
pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan. Metode yang
digunakan untuk pencampuran adonan adalah metode krim atau creaming
method (Whiteley, 1971). Pada metode ini, bahan baku dicampur secara
bertahap. Tahap pertama adalah pembentukan krim yang terdiri atas
pencampuran dan pengadukan lemak, gula dan flavor (± 3 menit,
kecepatan tinggi), kemudian ditambah telur (± 2 menit, kecepatan tinggi).
Penambahan tepung dan bahan kering lainnya (susu dan leavening agent)
dilakukan pada bagian paling akhir (± 2 menit, kecepatan rendah), dengan
diayak terlebih dahulu. Metode pencampuran dan pengadukan tersebut
baik untuk cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi
pengembangan gluten yang berlebihan (Matz, 1992).
Pada tahap pencetakan, adonan cookies dicetak dengan
menggunakan alat pencetak cookies. Prinsip dari pencetakan adalah
adonan mendapat tekanan dari alat pencetak (Manley, 1983). Adonan
yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi
dengan margarin lalu dipanggang dalam oven bersuhu ± 160°C selama ±
10 menit. Pengolesan lemak berfungsi untuk mencegah lengketnya
cookies pada loyang setelah dipanggang.
Pemanggangan menyebabkan pengembangan adonan untuk
membentuk tekstur yang diinginkan. Ukuran cookies yang dihasilkan
dipengaruhi oleh pengembangan yang terjadi selama pemanggangan.
50
Cookies yang selesai dipanggang harus segera didinginkan untuk
menurunkan suhu dan mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula
dan lemak (Matz dan Matz, 1978).
Proses pembuatan cake dan brownies hampir sama. Perbedaan
utama cake dan brownies terletak pada bahan baku. Bahan baku brownies
menggunakan cokelat bubuk dan dark cooking chocolate (cokelat blok),
serta menggunakan telur, bahan pengembang dan emulsifier dengan
jumlah lebih sedikit dari cake. Hal ini karena pada pembuatan brownies
tidak diinginkan pengembangan yang tinggi seperti pada pembuatan cake.
Pada proses pembuatan cake, bahan baku juga dicampur secara
bertahap. Telur, gula, emulsifier (GMS dan SP) dan baking powder
dikocok terlebih dahulu (± 9 menit, kecepatan tinggi). Lalu ditambahkan
tepung dan susu skim yang sudah diayak dan dikocok dengan kecepatan
rendah sampai homogen (± ½ menit). Penambahan margarin dan mentega
yang sudah dicairkan dilakukan pada bagian paling akhir dan dikocok
dengan kecepatan rendah sampai homogen (± ½ menit). Kemudian
adonan dimasukkan ke dalam loyang yang telah diolesi dengan margarin
dan dipanggang pada oven bersuhu ± 150°C selama ± 17 menit.
Proses pembuatan brownies mirip dengan pembuatan cake. Telur,
gula, emulsifier (GMS dan SP) dan baking powder dikocok terlebih dahulu
(± 7 menit, kecepatan tinggi), kemudian ditambahkan tepung, cokelat
bubuk, dan susu skim yang sudah diayak dan dikocok dengan kecepatan
rendah selama ± 1 menit. Penambahan margarin, mentega dan cokelat blok
yang sudah dicairkan dilakukan pada bagian paling akhir dan dikocok
dengan kecepatan rendah sampai homogen. Kemudian adonan
dimasukkan ke dalam loyang yang telah diolesi dengan margarin dan
dipanggang pada oven bersuhu ± 130°C selama ± 27 menit.
Pemanggangan menyebabkan pengembangan adonan untuk
membentuk tekstur yang diinginkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pengembangan adonan kue adalah ukuran partikel tepung, ukuran partikel
gula, pengadukan adonan dan penggunaan pelumas pada loyang (Manley,
1983). Cake dan brownies yang selesai dipanggang harus segera
51
didinginkan untuk menurunkan suhu dan mengurangi pengerasan akibat
memadatnya gula dan lemak (Matz dan Matz, 1978).
52
Hasil penilaian rata-rata karakteristik organoleptik produk olahan
panggang selajutnya dianalisis secara statistik. Pengujian statistik yang
dilakukan adalah analisis sidik ragam (ANOVA) dengan uji lanjut
Duncan. Hasil penilaian uji organoleptik produk olahan dapat dilihat pada
Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 6. Hasil pengujian statistik dapat
dilihat pada Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 9.
53
dan rataan ranking terendah. Produk cookies formula terbaik disajikan
pada Gambar 8a.
Berdasarkan hasil uji rating produk cake (Tabel 12), dapat
diketahui bahwa formula 4 memiliki skor kesukaan tertinggi yaitu 5,37.
Tingkat kesukaaan keseluruhan berkisar antara 4,90-5,37 atau agak suka.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa formulasi
tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada selang
kepercayaan 95%.
Hasil uji ranking (Tabel 12 dan Lampiran 8) menunjukkan bahwa
formulasi cake berpengaruh nyata terhadap rataan ranking pada selang
kepercayaan 95%. Formula 6 memiliki rataan ranking terendah yaitu 2,83,
diikuti dengan formula 4, 1, 2, 3 dan 5. Dari hasil tersebut terpilih produk
cake formula 6 (tepung ubi jalar 100% dan gula 80%) karena memiliki
rataan ranking terendah. Walaupun pada uji rating formula 6 tidak
memiliki skor kesukaan tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan
formula 4 yang memiliki skor kesukaan tertinggi. Selain itu, formula ini
dipilih karena memiliki persentase tepung ubi jalar paling tinggi. Produk
cake formula terbaik disajikan pada Gambar 8b.
Berdasarkan hasil uji rating produk brownies (Tabel 12), dapat
diketahui bahwa formula 6 (tepung ubi jalar 100% dan gula 100%)
memiliki skor kesukaan tertinggi yaitu sebesar 5,63. Tingkat kesukaaan
keseluruhan berkisar antara 4,57-5,63 atau agak suka sampai suka. Hasil
analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa formulasi
berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada selang
kepercayaan 95%. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji lanjut Duncan
(Lampiran 9) yang menunjukkan bahwa formula 6 tidak berbeda nyata
dengan formula 3, 4 namun berbeda nyata dengan formula lainnya.
Pada hasil uji ranking (Tabel 12 dan Lampiran 9), didapatkan nilai
signifikannya 0,000, menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata
terhadap rataan ranking pada selang kepercayaan 95%. Formula 6
memiliki rataan ranking terendah yaitu 2,30, diikuti dengan formula 4, 3,
2, 5 dan 1. Dari hasil tersebut terpilih produk brownies formula 6 karena
54
memiliki skor kesukaan tertinggi dan rataan ranking terendah. Produk
brownies formula terbaik disajikan pada Gambar 8c.
a. Rendemen
55
100
96,27 95,58
95
Rendemen (%)
89,43
90
85
80
75
Cookies Cake Brownies
b. Kekerasan
56
Tabel 13. Setting Texture Analyzer
Produk
Setting
Cookies Cake Brownies
Pre test speed (mm/s) 2.0 1.0 1.0
Test speed (mm/s) 0.5 1.0 1.0
Post test speed (mm/s) 10.0 10.0 10.0
Rupture test distance (mm) 1.0 1.0 1.0
Distance (mm) 2.0 7.5 6.0
Force (g) 100 100 100
Load cell 25 kg 25 kg 25 kg
Time (sec) 5.0 5.0 5.0
Count 2 2 2
2500
2000 1937,6
Kekerasan (gf)
1500 1373,7
1000
628,9
500
0
Cookies Cake Brownies
57
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi
suatu bahan pangan atau produk makanan, seperti kadar protein, lemak
dan karbohidrat. Informasi kandungan gizi suatu produk sangat
penting untuk mengetahui jumlah energi yang terdapat pada produk.
Komposisi gizi per 100 g dan per takaran saji produk olahan terbaik
dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15. Data hasil analisis proksimat
produk terbaik dapat dilihat pada Lampiran 10.
Tabel 14. Komposisi Gizi per 100 g Produk Olahan Terbaik
Komposisi
Cookies Cake Brownies
kimia
Air (g) 2,73 24,73 19,02
Abu (g) 2,95 1,49 1,89
Protein (g) 4,09 6,05 5,43
Lemak (g) 30,19 20,31 22,14
Karbohidrat (g) 60,04 47,42 51,52
Energi (kkal) 528 397 427
Tabel 15. Komposisi Gizi per Takaran Saji Produk Olahan Terbaik
Berat per Komposisi Gizi per Takaran Saji
Jenis Kue Takaran Protein Lemak Karbo- Energi
Saji (g) (g) (g) hidrat (g) (kkal)
0,74 5,43 10,81 95
Cookies 18
(1 %) (10 %) (3 %) (5 %)
1,51 5,08 11,86 99
Cake 25
(3 %) (9 %) (4 %) (5 %)
1,47 5,98 13,91 115
Brownies 27
(3 %) (11 %) (4 %) (6 %)
Keterangan: Angka di dalam kurung adalah persen AKG (angka kecukupan gizi)
berdasarkan diet 2000 kalori, yaitu protein 50 g, lemak 55 g dan
karbohidrat 325 g
i. Kadar Air
58
dan brownies sebesar 19,02% (bb). Kadar air cookies jauh lebih
rendah dari produk cake dan brownies. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kadar air produk yaitu bahan baku produk,
ketebalan produk dan suhu pemanggangan.
Kadar air cookies yang rendah ini disebabkan bahan baku
cookies mengandung lebih sedikit air, ketebalan cookies lebih
rendah dan suhu pemanggangan lebih tinggi dari produk lainnya.
Ketebalan produk dan suhu pemanggangan mempengaruhi
penguapan air pada adonan yang terjadi pada tahap pemanggangan.
Menurut Ruslim (1993), kenaikan suhu proses akan menurunkan
kadar air produk. Hal ini sesuai dengan prinsip umum pengaruh
suhu terhadap sifat air yaitu semakin tinggi suhu, maka semakin
banyak air yang berubah menjadi uap.
Kadar air pada produk cookies merupakan karakteristik
kritis yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen tehadap
cookies karena kadar air ini menentukan tekstur (kerenyahan)
cookies. Kandungan air yang tinggi membuat cookies tidak renyah
dan teksturnya kurang disukai. Kadar air cookies ubi jalar sesuai
dengan syarat mutu cookies SNI yaitu maksimal 5% (BSN, 1992).
Menurut Winarno (1992), kadar air pada bahan yang berkisar 3-7%
akan mencapai kestabilan optimum, sehingga pertumbuhan
mikroba dan reaksi-raksi kimia yang merusak bahan seperti
browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi.
Kadar air pada produk cake dan brownies mempunyai
pengaruh terhadap tingkat keawetan produk. Suatu bahan pangan
yang tinggi kadar airnya akan semakin cepat busuk daripada bahan
pangan dengan kadar air yang rendah (Winarno, 1992). Menurut
deMan (1997), kadar air dapat mempengaruhi penurunan mutu
makanan secara kimia dan mikrobiologi. Beberapa kerusakan yang
disebabkan oleh kadar air yang tinggi pada bahan pangan adalah
pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan dan hidrolisis lemak.
59
ii. Kadar Abu
60
Protein yang ada pada produk sebagian besar berasal dari
telur dan susu. Nilai protein cookies ubi jalar berada di bawah nilai
yang dipersyaratkan oleh SNI, yaitu minimum 9% (BSN, 1992).
Hal ini disebabkan jumlah telur dan susu yang ditambahkan
sedikit. Selain itu, tepung ubi jalar yang menjadi bahan baku
utama cookies hanya mengandung protein dalam jumlah yang
kecil, yaitu 1,86% (bb) (Tabel 10). Kadar protein cake dan
brownies lebih tinggi dari cookies karena persentase telur terhadap
adonan cake dan brownies lebih tinggi dari persentase telur
terhadap adonan cookies. Begitu pula kadar protein cake lebih
tinggi dari brownies karena persentase telur terhadap adonan cake
lebih tinggi dari persentase telur terhadap adonan brownies.
Persentase telur terhadap adonan cookies sebesar 7,13%, cake
sebesar 33,69% dan brownies sebesar 23,03%.
61
mentega terhadap adonan cake dan brownies lebih rendah dari
persentase margarin dan mentega terhadap adonan cookies. Kadar
lemak cake lebih rendah dari brownies karena pada pembuatan
brownies ditambahkan cokelat blok dan cokelat bubuk yang
menambah kadar lemak brownies. Adapun persentase margarin
dan mentega terhadap adonan cookies sebesar 29,70%, cake
sebesar 18,46% dan brownies sebesar 15,36%
v. Kadar Karbohidrat
62
b. Energi
c. Amilosa
63
Gambar 11. Struktur Amilosa (Winarno, 1992)
64
menjadi tiga, yaitu amilosa rendah (< 20%), amilosa sedang (20-25%)
dan amilosa tinggi (> 25%). Berdasarkan penggolongan tersebut,
maka ketiga produk ubi jalar tergolong pangan beramilosa rendah.
Pati yang ada pada ketiga produk ubi jalar berasal dari tepung ubi jalar
klon BB00105.10, karena ketiga produk tersebut menggunakan bahan
baku tepung ubi jalar 100%. Kadar amilosa pada ubi jalar klon
BB00105.10 sebesar 24.94% (bk) (Astawan dan Widowati, 2006).
16
14 13,24
Kadar Amilosa (%)
12
10,62
10
8 7,22
6
4
2
0
Cookies Cake Brownies
65
d. Serat Pangan
66
8
7,18
7
5,88
67
menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan
keamanan serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; (3)
mempunyai manfaat bagi kesehatan yang dinilai dari komponen
pangan fungsional berdasarkan kajian ilmiah Tim Mitra Bestari; (4)
disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau
minuman; (5) memiliki karakteristik sensori seperti penampakan,
warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima
konsumen; dan (6) komponen pangan fungsional tidak boleh
memberikan interaksi yang tidak diinginkan dengan komponen lain.
Produk olahan ubi jalar dapat dinyatakan sebagai pangan fungsional
karena telah memenuhi persyaratan di atas.
68
brownies dapat disebabkan oleh proses pemanasan. Proses pemanasan
akan menyebabkan rusaknya ikatan hidrogen pada pati sehingga
amilosa dan amilopektin keluar dari granula pati. Kerusakan granula
menyebabkan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi pati
terpisah dan masuk ke dalam media yang ada. Amilosa akan larut dan
sudah tidak dapat dikenali lagi oleh enzim pencernaan sementara
amilopektin dapat terurai pula, sehingga penguraian pati tidak
sempurna dan daya cernanya pun berkurang (Greenwood, 1989).
70
55,07
Daya Cerna Pati (%)
60
50
40
30 26,56
20 18,29
10
0
Cookies Cake Brownies
69
pangan. Dalam bentuk utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat
fisik pada pencernaan yaitu terhalangnya granula pati oleh serat
sehingga sulit dicerna oleh enzim-enzim amilolitik manusia. Serat
juga dapat memperlambat lewatnya makanan pada saluran pencernaan
dan menghambat pergerakan enzim sehingga proses pencernaan
menjadi lambat (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Selain itu, masalah yang timbul dalam hubungannya dengan
pencernaan pati umumnya berasal dari komponen antinutrisi bahan
bakunya. Komponen antinutrisi yang terdapat pada ubi jalar adalah
anti-tripsin sebesar 2,2-25,4 TIU/g, anti-kimotripsin sebesar 0,99
TIU/g dan rafinosa. Pada ubi jalar yang telah dimasak mengandung
rafinosa sebesar 0,5% (Bradbury dan Holloway, 1988 di dalam
Djuanda, 2003). Komponen antinutrisi pada bahan pangan dapat
memperlambat pencernaan karbohidrat di dalam usus halus
(Rimbawan dan Siagian, 2004).
Dari ketiga jenis produk olahan ubi jalar (cookies, cake dan
brownies), selanjutnya dipilih dua produk untuk dianalisis indeks
glikemiknya. Pemilihan dua jenis produk tersebut didasarkan pada hasil
analisis kimia produk yang menjadi parameter pendukung indeks glikemik
(IG) seperti kadar protein, kadar lemak, kadar amilosa, kadar serat pangan
dan daya cerna pati.
Berdasarkan analisis kimia pada ketiga produk olahan diperoleh
bahwa pengujian IG dilakukan terhadap produk cake dan brownies terbaik.
Hal ini dikarenakan cake dan brownies memiliki nilai daya cerna pati lebih
rendah (Gambar 16) dan memiliki kadar protein lebih tinggi daripada
cookies (Tabel 14). Kadar amilosa dan serat pangan total cookies lebih
tinggi daripada brownies (Gambar 14 dan Gambar 15), tapi karena
nilainya tidak jauh berbeda maka tetap dipilih brownies.
Metode yang digunakan untuk mengukur IG sebenarnya sangat
beragam. Metode analisis IG yang dilakukan pada penelitian ini adalah
70
menurut El (1999). Pengujian IG dilakukan dengan menggunakan darah
manusia sebagai subjek penelitian (in vivo). Manusia merupakan subjek
yang umum digunakan dalam penelitian IG karena metabolisme manusia
sangat rumit sehingga sulit ditiru secara in vitro (Ragnhild et al., 2004).
Perekrutan panelis dilakukan melalui upaya sosialisasi kegiatan
penelitian kepada beberapa mahasiswa IPB dengan alasan usia mahasiswa
termasuk ke dalam persyaratan untuk menjadi panelis (18-30 tahun) dan
untuk mempermudah akses dalam melakukan penelitian. Mahasiswa yang
bersedia menjadi panelis diminta untuk menandatangani formulir
kesediaan (tanpa paksaan) dan mengikuti penjelasan secara lengkap
mengenai tujuan dan prosedur penelitian. Meskipun demikian, mereka
mempunyai hak untuk mengundurkan diri apabila ada di antara mereka
yang menginginkannya.
Panelis yang digunakan terdiri dari dua kelompok (kelompok A
dan B) yang masing-masing berjumlah 8 orang (4 pria dan 4 wanita).
Masing-masing kelompok menguji sampel dan standar (glukosa).
Kelompok A menguji sampel cake dan kelompok B menguji sampel
brownies. Pengujian IG standar dan sampel dilakukan pada hari yang
berbeda. Syarat-syarat panelis yang digunakan adalah sehat, tidak
menderita diabetes dan memiliki nilai indeks masa tubuh (IMT) dengan
kisaran normal (18-25 kg/m2). Seleksi ini dimaksudkan untuk
meminimalisasi variasi yang mungkin timbul antar panelis.
Sampel yang diberikan kepada panelis dalam pengujian IG yaitu
setara dengan 50 gram karbohidrat total (El, 1999). Sampel diberikan
kepada panelis setelah panelis menjalani puasa selama ± 10 jam
sebelumnya (overnight fasting), kecuali air putih. Berdasarkan analisis
proksimat (by difference), kadar karbohidrat cake sebesar 47,42% (bb) dan
brownies sebesar 51,53% (bb). Dengan demikian untuk mendapatkan 50
gram karbohidrat setiap panelis mendapatkan 105 gram cake dan 97 gram
brownies. Pangan standar yang digunakan adalah 50 gram glukosa bubuk
yang dilarutkan dalam 240 ml air (IG = 100).
71
Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang
terdapat di jari tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena darah yang
diambil dari pembuluh kapiler mempunyai variasi kadar gula darah antar
panelis yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh
vena (Ragnhild et al., 2004). Pengukuran kadar gula darah dilakukan
dengan menggunakan alat glucometer pada menit 0, 30, 60, 90 dan 120
(El, 1999). Glukosa yang terdapat dalam darah akan bereaksi dengan
enzim glucose oxydase (GOD) dan potassium ferricyanide yang terdapat
dalam test strip menghasilkan potassium ferrocyanide. Jumlah potassium
ferrocyanide yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang
terkandung dalam sampel (Arkray, 2001).
Hasil respon gula darah standar dan sampel kemudian ditebar pada
sumbu X dan sumbu Y dalam bentuk kurva scatter dengan menggunakan
software Microsoft Excel. Besarnya IG dihitung dengan membandingkan
luas daerah di bawah kurva sampel dan standar (glukosa) pada masing-
masing panelis, kemudian hasilnya dirata-ratakan. Contoh kurva hasil
pengukuran respon kadar gula darah salah satu panelis dapat dilihat pada
Gambar 17 dan Gambar 18. Hasil rata-rata respon kadar gula darah
panelis dapat dilihat pada Tabel 16, dan grafiknya dapat dilihat pada
Gambar 19 dan Gambar 20. Beban glikemik produk cake dan brownies
dapat dilihat pada Tabel 17.
140
gula darah (mg/dl)
130
120
110
100
90
80
0 30 60 90 120
waktu (menit)
Glukosa Cake
Gambar 17. Kurva Respon Kadar Gula Darah Glukosa dan Sampel
(Cake) Salah Satu Panelis
72
140
Gambar 18. Kurva Respon Kadar Gula Darah Glukosa dan Sampel
(Brownies) Salah Satu Panelis
70
Perubahan kadar gula darah
60
50
(mg/dl)
40
30
20
10
0
0 30 60 90 120
Waktu sampling kadar gula (menit)
Glukosa Cake
Gambar 19. Kurva Perubahan Kadar Gula Darah Glukosa dan Cake
73
70
(mg/dl)
30
20
10
0
0 30 60 90 120
Waktu sam pling kadar gula (m enit)
Glukos a Brownies
Gambar 20. Kurva Perubahan Kadar Gula Darah Glukosa dan Brownies
74
Pada ubi jalar klon BB00105.10 yang menjadi bahan baku produk
mengandung pati tidak tercerna (resistant starch = RS) dalam jumlah yang
cukup tinggi, yaitu sebesar 3,80% (bk). Peningkatan kadar RS secara
konsisten menunjukkan penurunan respon glikemik (Astawan dan
Widowati, 2006). Pati yang mengalami retrogradasi merupakan salah satu
contoh dari resistant starch. Penggunaan suhu yang tinggi pada proses
pengolahan juga dapat menyebabkan terjadinya pembentukan pati
teretrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna sehingga dapat
menurunkan nilai indeks glikemik (Fernandes et al., 1997).
Hasil penelitian menunjukkan daya cerna pati cake sebesar
26,56%, sedangkan daya cerna pati brownies sebesar 18,29% (Gambar
16). Daya cerna pati yang rendah berarti hanya sedikit jumlah pati yang
dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan menjadi gula-gula sederhana
seperti glukosa dan maltosa dalam waktu tertentu. Dengan demikian kadar
gula di dalam darah tidak mengalami kenaikan secara drastis sesaat setelah
makanan tersebut dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh. Peningkatan
kadar gula darah yang cepat dapat mendorong pankreas untuk
mensekresikan insulin lebih banyak, sehingga meningkatkan respon
insulin (Ostman et al., 2001). Oleh karena itu, pangan yang memiliki daya
cerna pati rendah, indeks glikemiknya cenderung rendah.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh total serat pangan cake
sebesar 7,18% (bb) dan brownies sebesar 5,50% (bb); serat pangan larut
cake sebesar 3,73% (bb) dan brownies sebesar 3,24% (bb); dan serat
pangan tak larut cake sebesar 3,45% (bb) dan brownies sebesar 2,25% (bb)
(Gambar 15). Keberadaan serat pangan memberikan pengaruh pada kadar
gula darah. Serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan
secara nyata, sedangkan serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan
campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat laju
makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim.
Dengan demikian, proses pencernaan menjadi lambat, sehingga respon
glukosa darah lebih rendah (Rimbawan dan Siagian, 2004).
75
Kadar lemak cake sebesar 20,31% (bb), sedangkan kadar lemak
brownies sebesar 18.77% (bb) (Tabel 14). Pangan yang mengandung
lemak tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung,
sehingga pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat. Oleh karena
itu, pangan berkadar lemak tinggi mempunyai IG lebih rendah daripada
pangan sejenis yang berlemak rendah (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Namun pangan berlemak tinggi, apapun jenisnya dan walaupun memiliki
nilai IG rendah perlu dikonsumsi secara bijaksana.
Kadar amilosa brownies lebih rendah daripada cake. Kadar
amilosa cake sebesar 10,62% sedangkan brownies hanya 7.22% (Gambar
14). Kandungan amilosa yang lebih tinggi akan menyebabkan pencernaan
terjadi lebih lambat karena amilosa merupakan polimer gula sederhana
yang memiliki struktur tidak bercabang. Struktur yang tidak bercabang ini
membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan
akibatnya sulit dicerna (Rimbawan dan Siagian, 2004). Walaupun kadar
amilosa cake lebih tinggi daripada brownies, kedua produk tersebut
digolongkan ke dalam produk yang berkadar amilosa rendah (<20%),
sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai indeks glikemiknya.
IG hanya memberikan informasi mengenai kecepatan perubahan
karbohidrat menjadi glukosa darah, tetapi tidak memberikan informasi
mengenai banyaknya karbohidrat dan dampak pangan tertentu terhadap
kadar glukosa darah. Kelemahan IG akan tampak bila membandingkan
kandungan karbohidrat pada pangan yang berbeda. Beban glikemik (BG)
dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai pengaruh konsumsi
pangan aktual terhadap peningkatan kadar glukosa darah. BG
menggambarkan kualitas dan kuantitas karbohidrat dan interaksinya dalam
pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004).
BG didefinisikan sebagai IG pangan dikalikan dengan kandungan
karbohidrat pangan tersebut per takaran saji dikalikan 100. Bahan pangan
dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai BG-nya sebagai berikut: (a) bahan
pangan dengan nilai BG rendah (<10); (b) bahan pangan dengan nilai BG
sedang (11-19); dan (c) bahan pangan dengan nilai BG tinggi (>20).
76
Konsumsi cake dan brownies per takaran saji akan menghasilkan
karbohidrat sebesar 11,86 dan 13,91 gram. IG cake dan brownies yaitu
sebesar 30 dan 28. Dengan demikian nilai beban glikemik cake dan
brownies sebesar 4 dan digolongkan sebagai pangan yang memiliki beban
glikemik rendah (Tabel 17).
77
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Produk cookies, cake dan brownies ubi jalar merupakan produk pangan
fungsional yang dapat diterapkan di industri. Oleh karena itu perlu penelitian
lebih lanjut terutama dalam hal:
1. Analisis biaya dalam pembuatan produk dan scale up.
2. Pendugaan umur simpan produk.
3. Pemilihan bahan pengemas yang sesuai dan desain pengemas yang
menarik sehingga dapat meningkatkan daya tarik produk.
4. Sosialisasi produk cookies, cake dan brownies ubi jalar sebagai pangan
fungsional sumber serat dan antidiabetes.
5. Perbaikan formula cookies sehingga SNI cookies dapat dipenuhi.
6. Penelitian serupa untuk produk olahan panggang lainnya, misalnya roti.
DAFTAR PUSTAKA
Ainah, N. 2004. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Tepung Biji Bunga Teratai
Putih (Nymphae pubescens Willd) dan Aplikasinya pada Pembuatan Roti.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Anwar, F., B. Setiawan dan A. Sulaeman. 1993. Studi Karakteristik Fisiko Kimia
Dan Fungsional Pati dan Tepung Ubi Jalar serta Pemanfaatannya dalam
Rangka Diversifikasi Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor
Arkray, Inc. 2001. Instruction Manual for Glucometer. Arkray Corp, Kyoto.
Asp, N-G., C-G. Johanson, H. Halmer, dan M. Siljestrom. 1983. Rapid enzymatic
assay of insoluble and soluble dietary fiber. J. Agric. Food. Chem. (31):
476-482.
Astawan, M. dan S. Widowati. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik
Ubi Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan
Penelitian RUSNAS, Bogor.
Badan POM. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK 00.05.52.0685. Di dalam: http://www.
pom.go.id [28 April 2006]
Badan Standardisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI No. 01-
2973-1992). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Brand J. C., Nicholson, P. L., Thorburn A. W., dan A. S. Truswel. 1985. Food
processing and the glycemic index. Am. J. Clin. Nutr. 42: 1192-1196.
Daniel, A. R. 1978. Bakery Materials and Methods. 4th Edition. Applied Science
Pub. Ltd., London.
El, S.N. 1999. Determination of glycemic index for some breads. Journal of Food
Chemistry. 67 : 67 – 69
Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology, Principle and Practice. 2nd Ed.
CRC Press, England.
80
Indrasti, D. 2004. Pemanfaatan Tepung Talas Belitung (Xanthosoma
sagittifolium) dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.
Kadarisman, D., dan A. Sulaeman. 1993. Teknologi Pengolahan Ubi Kayu dan
Ubi Jalar. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan
perilaku fisik bahan pangan lokal: Kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan dan bobot jenis. Media Peternakan Vol. 22 No. 1: 1-11.
------- dan T. D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publ.
Co. Inc., Westport, Connecticut.
-------, N. S. Palupi dan M. Astawan. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi
dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi, IPB, Bogor.
------- dan I. G. Sumartha. 1992. Formulasi dan Evaluasi Mutu Makanan Anak
Balita dari Bahan Dasar Tepung Singkong dan Pisang. Laporan Penelitian.
PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
81
Ostman EM, Elmstahl HGML, Bjorck IME. 2001. Inconsystency bertween
glycemic and insulinemic responses to regular and fermented milk
products. Am. J. Nutr. 74 (1): 96-100
------- dan C. E. Meloan. 1994. Food Analysis, Theory and Practice. Chapman and
Hall, New York.
------- dan Shellenberger. 1971. Bread Science and Technology. The AVI Publ.
Co. Inc., Westport, Connecticut.
Prosky, L dan J.W. Vries. 1992. Controlling Dietary Fiber in Food Product. Van
Nostrad Reinhold, New York.
Ragnhild, A.L., Asp, N.L., Axelsen, M and Rben, A. 2004. Glycemix index:
Relevance for health, dietary recommendations and nutritional labelling.
Scandinavian Journal of Nutrition. 482: 84-94.
Rahmi, E. 2004. Pengaruh Perubahan Suhu Oven terhadap Mutu Produk Biskuit
Kelapa di PT. Mayora Indah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor.
Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih
Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rukmana. 1997. Ubi Jalar, Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.
Ruslim, E. 1993. Mempelajari Sifat Fisikokimia dan Daya Cerna Produk Ekstrusi
dari Campuran Beras, Kedelai dan Biji Nangka. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar: Cara Budi Daya yang Tepat, Efisien dan Ekonomis.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Stauffer, C. E. 1990. Functional Additives For Bakery Foods. AVI Book, New
York.
82
Suismono, 2001. Teknologi pembuatan tepung dan pati ubi-ubian untuk
menunjang ketahanan pangan. Di dalam: Majalah Pangan Vol. X No. 37:
37-49. Puslitbang Bulog, Jakarta.
Truswell, A.S. 1992. Glycemix index of food. Eur. J. Clin. Nutr. 46 (2): 91-101
U.S. Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan,
Jakarta.
Widodo, Y. dan E. Ginting. 2004. Ubijalar Berkadar Beta Karoten Tinggi sebagai
Sumber Vitamin A. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian, Malang.
Willett, W., Manson, J. and Liu, S. 2002. Glycemic index, glycemic load and risk
of type 2 diabetes. Am. J. Clin. Nutr . 76(1):274S-280S
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
83
Lampiran 1. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10
84
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Sifat Amilograf
Viskositas
puncak
Ulangan 1
Viskositas
puncak
Ulangan 2
85
Lampiran 3. Lembar Penilaian Uji Organoleptik
Produk :
Nama panelis : Telp/HP :
KUESIONER*
1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi produk ini? Pernah (lanjutkan ke nomor 2) / tidak pernah (jangan
lanjutkan)
2. Kapan Anda terakhir mengkonsumsi produk ini? 1/ 2-3/ >3 bulan yang lalu
3. Apakah Anda menyukai produk ini? Ya/tidak
*) Coret yang tidak perlu
UJI RATING
Instruksi :
1. Cicipilah sampel satu per satu dari kiri ke kanan.
2. Pada kolom respon, berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan dengan memberikan check list (√).
3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel.
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel.
5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan.
Kode sampel
Respon
372 374 799 461 276 486
Sangat suka
Suka
Agak suka
Netral
Agak tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Komentar : __________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
UJI RANKING
Instruksi :
1. Jangan lupa netralkan lidah anda sebelum mencicipi sampel.
2. Cicipilah sampel satu per satu dari kiri ke kanan.
3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel.
4. Bandingkanlah tingkat kesukaan Anda terhadap setiap sampel.
5. Urutkan ranking sampel berdasarkan tingkat kesukaan Anda, jangan ada angka ranking yang sama.
☺ Terima kasih ☺
86
Lampiran 4. Hasil Penilaian Organoleptik Cookies Ubi Jalar
Hedonik Ranking
Panelis
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 4 6 3 6 5 7 5 3 6 2 4 1
2 5 5 5 4 4 4 2 3 1 4 6 5
3 5 3 6 4 4 4 2 5 1 4 6 3
4 6 5 6 5 5 5 2 4 1 5 6 3
5 5 3 4 4 4 3 1 5 2 3 4 6
6 4 5 6 6 4 6 5 4 3 1 6 2
7 3 5 3 3 6 3 3 2 4 6 1 5
8 6 5 7 6 5 5 2 4 1 3 6 5
9 6 3 5 6 5 4 1 6 3 2 4 5
10 3 6 5 4 4 6 6 2 3 4 5 1
11 6 5 7 7 6 7 5 4 2 3 6 1
12 2 3 6 6 4 6 6 5 1 2 4 3
13 5 6 5 7 5 7 5 3 4 1 6 2
14 5 6 6 5 3 3 3 1 2 4 6 5
15 5 5 4 3 2 4 1 2 3 5 6 4
16 6 7 5 4 5 6 3 1 4 6 5 2
17 5 6 5 7 4 6 4 3 5 1 6 2
18 7 4 6 4 6 6 1 5 4 6 3 2
19 5 6 5 6 6 6 6 4 5 2 1 3
20 5 6 6 6 5 6 5 4 2 3 6 1
21 3 5 5 6 4 5 6 4 3 1 5 2
22 6 6 6 6 5 7 5 4 2 3 6 1
23 6 6 7 5 5 6 3 4 1 6 5 2
24 4 5 3 4 5 6 5 6 3 2 4 1
25 4 5 4 5 5 6 6 3 4 5 2 1
26 3 6 4 6 3 7 5 3 4 2 6 1
27 6 6 6 7 7 5 3 2 1 4 5 6
28 6 6 6 5 6 6 5 1 4 6 3 2
29 7 7 5 7 5 6 3 2 5 1 6 4
30 5 6 6 6 5 7 6 3 4 1 5 2
Jumlah 148 158 157 160 142 165 115 102 88 98 144 83
Rata-rata 4,93 5,27 5,23 5,33 4,73 5,50 3,83 3,40 2,93 3,27 4,80 2,77
Keterangan:
Sampel: F1 = Formula 1; F2 = Formula 2; F3 = Formula 3; F4 = Formula 4; F5 = Formula 5;
dan F6 = Formula 6.
Uji hedonik: 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 =
tidak suka, 1 = sangat tidak suka
Uji ranking: 1 = produk yang paling disukai; 6 = produk yang paling tidak disukai
87
Lampiran 5. Hasil Penilaian Organoleptik Cake Ubi Jalar
Hedonik Ranking
Panelis
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 5 6 4 6 4 7 4 2 5 3 6 1
2 6 5 7 5 6 6 4 6 1 5 3 2
3 5 5 4 6 5 6 3 4 6 1 5 2
4 4 5 5 4 5 5 6 4 1 5 2 3
5 6 5 5 7 6 7 4 6 5 2 3 1
6 6 6 6 5 3 4 3 1 2 4 6 5
7 5 5 5 4 6 4 4 3 2 6 1 5
8 5 5 6 6 6 6 5 6 4 3 1 2
9 6 6 6 5 7 6 2 5 3 6 1 4
10 4 4 4 5 6 5 5 4 6 2 1 3
11 6 5 5 6 5 6 2 4 5 1 6 3
12 4 4 4 4 4 4 2 4 5 1 3 6
13 2 3 5 4 6 1 2 3 5 4 6 1
14 4 6 5 6 4 6 5 1 4 3 6 2
15 5 6 6 6 6 6 6 1 3 4 5 2
16 6 6 6 6 6 7 3 5 2 4 6 1
17 6 6 6 7 6 7 6 3 5 2 4 1
18 7 6 5 6 6 6 1 3 6 4 5 2
19 5 5 5 4 5 6 4 2 3 6 5 1
20 5 6 4 5 4 5 4 1 5 3 6 2
21 6 4 6 5 4 5 1 5 2 3 6 4
22 6 6 6 6 6 5 5 1 2 4 3 6
23 6 5 5 5 5 5 1 6 3 2 5 4
24 7 6 5 7 5 6 1 4 5 2 6 3
25 4 5 2 5 2 4 1 5 4 2 6 3
26 5 6 5 6 4 5 4 1 5 2 6 3
27 3 4 4 5 3 2 4 3 2 1 5 6
28 5 7 4 6 2 7 4 2 5 3 6 1
29 5 3 5 4 5 4 1 6 3 4 2 5
30 6 5 5 5 5 6 2 4 5 3 6 1
Jumlah 155 156 150 161 147 159 99 105 114 95 132 85
Rata-rata 5,17 5,20 5,00 5,37 4,90 5,30 3,30 3,50 3,80 3,17 4,40 2,83
Keterangan:
Sampel: F1 = Formula 1; F2 = Formula 2; F3 = Formula 3; F4 = Formula 4; F5 = Formula 5;
dan F6 = Formula 6.
Uji hedonik: 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 =
tidak suka, 1 = sangat tidak suka
Uji ranking: 1 = produk yang paling disukai; 6 = produk yang paling tidak disukai
88
Lampiran 6. Hasil Penilaian Organoleptik Brownies Ubi Jalar
Hedonik Ranking
Panelis
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 6 7 7 6 4 5 4 3 1 2 5 6
2 3 4 3 5 4 6 6 3 5 2 4 1
3 5 6 6 6 6 6 6 5 3 2 4 1
4 3 6 5 6 2 6 4 2 5 3 6 1
5 3 6 7 6 5 7 6 4 1 3 5 2
6 5 6 5 6 5 6 5 3 4 2 6 1
7 3 4 4 5 6 6 6 5 4 3 1 2
8 2 4 3 3 5 5 6 3 4 5 2 1
9 3 5 3 3 3 6 4 2 6 3 5 1
10 6 5 6 6 5 6 4 5 1 2 6 3
11 4 4 4 4 4 4 4 1 2 5 6 3
12 7 6 7 7 7 6 4 5 1 2 3 6
13 5 5 5 6 6 6 6 5 4 3 1 2
14 4 5 6 4 5 6 6 3 1 5 4 2
15 2 4 6 3 5 3 6 3 1 5 2 4
16 4 4 5 5 4 3 3 4 1 2 5 6
17 5 5 5 5 5 6 4 6 5 2 3 1
18 5 5 6 6 6 6 6 5 1 2 3 4
19 5 6 7 6 5 5 5 2 1 3 6 4
20 5 5 6 6 6 6 6 5 2 4 3 1
21 5 6 6 6 4 5 5 3 2 1 6 4
22 6 6 5 7 4 7 4 3 5 2 6 1
23 5 5 5 6 6 6 5 4 6 1 3 2
24 5 2 5 3 2 6 4 5 2 3 6 1
25 6 5 6 6 5 6 4 6 2 1 5 3
26 4 4 6 5 5 7 6 5 2 3 4 1
27 6 6 6 7 5 7 4 5 3 2 6 1
28 4 4 4 5 5 5 5 6 4 2 3 1
29 5 6 5 6 2 3 3 5 4 1 6 2
30 6 4 6 6 5 7 4 6 3 2 5 1
Jumlah 137 150 160 161 141 169 145 122 86 78 130 69
Rata-rata 4,57 5,00 5,33 5,37 4,70 5,63 4,83 4,07 2,87 2,60 4,33 2,30
Keterangan:
Sampel: F1 = Formula 1; F2 = Formula 2; F3 = Formula 3; F4 = Formula 4; F5 = Formula 5;
dan F6 = Formula 6.
Uji hedonik: 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 =
tidak suka, 1 = sangat tidak suka
Uji ranking: 1 = produk yang paling disukai; 6 = produk yang paling tidak disukai
89
Lampiran 7. Hasil Analisis Statistik Uji Hedonik Cookies Ubi Jalar
1. Rating
Tests of Between-Subjects Effects
2. Ranking
Ranks
Mean Rank
SKOR_1 3.83
SKOR_2 3.40
SKOR_3 2.93
SKOR_4 3.27
SKOR_5 4.80
SKOR_6 2.77
Test Statisticsa
N 30
Chi-Square 21.274
df 5
Asymp. Sig. .001
a. Friedman Test
90
Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Uji Hedonik Cake Ubi Jalar
1. Rating
Tests of Between-Subjects Effects
2. Ranking
Ranks
Mean Rank
SKOR_1 3.30
SKOR_2 3.50
SKOR_3 3.80
SKOR_4 3.17
SKOR_5 4.40
SKOR_6 2.83
Test Statisticsa
N 30
Chi-Square 12.819
df 5
Asymp. Sig. .025
a. Friedman Test
91
Lampiran 9. Hasil Analisis Statistik Uji Hedonik Brownies Ubi Jalar
1. Rating
Tests of Between-Subjects Effects
2. Ranking
Ranks
Mean Rank
SKOR_1 4.83
SKOR_2 4.07
SKOR_3 2.87
SKOR_4 2.60
SKOR_5 4.33
SKOR_6 2.30
Test Statisticsa
N 30
Chi-Square 46.667
df 5
Asymp. Sig. .000
a. Friedman Test
92
Lampiran 10. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Formula Terbaik
93
Lampiran 11. Indeks Glikemik Produk Cake dan Brownies
Cake
Glukosa Cake
Indeks
Panelis Waktu Waktu
Luas Luas Glikemik
0 30 60 90 120 0 30 60 90 120
1 94 140 87 94 86 1288 88 147 142 83 63 3309 39
2 90 113 89 90 102 856,2 92 168 174 118 90 5487,5 16
3 86 119 90 96 85 1396,5 86 138 165 160 96 6300 22
4 92 117 88 92 85 698,75 84 138 109 65 76 2207,5 32
5 83 99 101 93 98 1545 89 119 134 121 101 3390 46
6 94 104 108 99 96 900 83 153 113 127 113 4770 19
7 83 100 86 82 88 651,25 85 133 123 93 90 2895 22
8 92 123 124 122 105 2985 86 185 147 116 119 6195 48
Indeks Glikemik Rata-rata 30 + 13
Brownies
Glukosa Brownies
Indeks
Panelis Waktu Waktu
Luas Luas Glikemik
0 30 60 90 120 0 30 60 90 120
1 88 109 98 95 86 1115,5 94 144 133 105 74 2890 39
2 89 94 87 96 99 465,05 89 109 136 117 122 3345 14
3 78 94 97 105 100 2190 82 166 164 136 97 6825 32
4 86 103 83 92 86 621,75 79 128 109 107 94 3435 18
5 88 106 93 94 92 930 90 133 131 123 100 3660 25
6 84 120 99 90 104 2010 90 149 149 123 117 4935 41
7 87 98 101 106 106 1605 87 146 161 159 123 6690 24
8 89 97 99 97 96 885 82 122 115 101 94 2940 30
Indeks Glikemik Rata-rata 28 + 9
94