Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Program Studi Teknologi Pangan
Disetujui oleh
Pembimbing 1:
Dr. Dias Indrasti, S.TP, M.Sc.
NIP: 19820308 200501 2001 __________________
Pembimbing 2:
Yuli Sukmawati, S.TP, M.M __________________
NIP. 19800711 200910 2002
Diketahui oleh
Ketua Departemen:
Dr. Eko Hari Purnomo S.TP, M.Sc __________________
NIP: 19760412 199903 1004
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat segala karunia-
Nya sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola
Konsumsi Olahan Jagung dan Potensi Paparan Aflatoksin di Indonesia”. Penulisan
skripsi ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan serta dukungannya selama proses penulisan skripsi sebagai
berikut:
1. Dr. Dias Indrasti S.TP, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah
membimbing dan memberi arahan, masukan, kritik selama penyusunan dan
penulisan skripsi.
2. Yuli Sukmawati S.TP, M.M sebagai dosen pembimbing ke 2 yang telah
memberikan arahan, masukan dan kritik selama penyusunan dan penulisan
skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS, IPU sebagai penguji skripsi yang telah
bersedia dan memberikan masukan dan saran selama pengujian
berlangsung.
4. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI yang telah
memberikan dukungan dan pendanaan pada penelitian ini
5. Kedua orang tua yaitu Bapak Trihana dan Ibu Ari Nuryati serta kakak
Hanief Nur F. dan adik Nadia Febrian A. yang telah membantu memberikan
motivasi penyemangat, dukungan dan doa kepada penulis selama penulisan
skripsi.
6. Teman-teman (YPK dan ITP angkatan 55) yang telah memberikan bantuan,
dukungan, doa, semangat, menemani dan membersamai penulis selama
menjalani masa perkuliahan agar terus maju dan menjadi lebih baik.
7. Afrizal Hidayat, Milania Fransiska, Zahratiza Nayami, Dhini, Waffa,
Abdan, Shada, Kamil, Talia dan Fatah selaku teman dekat penulis.
8. Dinda Handayani, Mutia Khaerunnisa, As Syifa Amanda Putri, Alfan Setya
Budi, Faizal, Muhammad Aushol Amri, Raden Rani Oktaviani, Raihan
Fadhilah Afra Yuliandi, Adininggar Murti Feri Eka Abdurahman, Agung
Muhajir, Adininggar Murti dan Shella Putri selaku teman dekat penulis
selama menjalani perkuliahan di IPB.
9. Semua pihak yang telah bersedia membantu, meluangkan waktu selama
pengumpulan data dan kelancaran penulis dalam penulisan skripsi yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih terdapat
kekurangan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca dan pihak yang membutuhkan.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I PENDAHULUAN
Tingkat cemaran aflatoksin pada komoditas jagung masih tergolong tinggi pada
beberapa provinsi sehingga perlu diketahui penyebab terjadinya cemaran
aflatoksin.
1.3 Tujuan
Berdasarkan hasil rumusan masalah yang telah ditentukan, tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pola konsumsi jagung dan olahannya di Indonesia sebagai sumber
karbohidrat.
2. Menganalisis kontribusi konsumsi jagung dan olahannya terhadap asupan
karbohidrat di Indonesia.
3. Mengidentifikasi faktor yang dapat memengaruhi pola konsumsi jagung dan
olahannya terhadap asupan karbohidrat di Indonesia.
4. Mengevaluasi potensi paparan cemaran aflatoksin pada jagung yang dikonsumsi
di Indonesia
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Menambah wawasan mengenai pola konsumsi pangan di Indonesia
2. Memberikan informasi jenis olahan jagung yang banyak dikonsumsi dan faktor
yang memengaruhi konsumsi jagung sehingga dapat dilakukan pengembangan
produk olahan hasil jagung untuk memenuhi sumber karbohidrat.
3. Mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi terjadinya cemaran aflatoksin
dengan produksi jagung di Indonesia sehingga dapat memberikan gambaran
untuk mengurangi cemaran aflatoksin pada jagung.
4. Memberikan gambaran kepada pemerintah dalam upaya pengembangan
program perencanaan diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat khususnya
untuk produk jagung dan olahannya
5. Menjadi referensi atau literatur bagi peneliti selanjutnya dengan topik yang
berkaitan dengan penelitian ini.
3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan serealia berbiji tunggal (monokotil). Jagung
di Indonesia menjadi sumber karbohidrat kedua setelah beras dan berperan penting
terhadap pertanian dan perekonomian (Purwono dan Hartono 2011). Tanaman
jagung termasuk dalam tanaman yang dapat tumbuh pada daerah dataran rendah
hingga daerah pegunungan dengan ketinggian tidak lebih dari 1800 mdpl. Tanaman
jagung memiliki tinggi 150-200 cm dengan jumlah daun bervariasi dari 8-15 helai
berwarna hijau. Kedudukan taksonomi tanaman jagung diklasifikasikan sebagai
berikut (Paeru dan Dewi 2017) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Jagung manis dapat dikonsumsi dalam bentuk segar seperti jagung rebus atau
jagung bakar. Selain itu, bentuk olahan jagung yang populer adalah nasi jagung,
mie jagung, grontol jagung, bakwan jagung dan brondong jagung (popcorn).
Dahulu, masyarakat Indonesia mengonsumsi nasi jagung sebagai pengganti nasi
beras. Nasi jagung banyak dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan namun saat ini
banyak dari masyarakat perkotaan yang juga mengonsumsi nasi jagung. Menurut
Novianti et al. (2017), nasi jagung merupakan makanan khas Indonesia dengan
berbahan dasar jagung. Nasi jagung dapat digunakan sebagai pangan pokok
pengganti nasi beras karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi dan juga
memiliki indeks glikemik yang rendah. Nasi jagung banyak dikonsumsi oleh
masyarakat di daerah Madura dan beberapa daerah di Jawa Timur. Selain itu, mie
jagung merupakan makanan yang dapat dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia.
Tepung jagung menjadi alternatif pengganti tepung lain sebagai bahan baku dalam
pembuatan mie jagung (Suryaningrat et al. 2010). Mie jagung merupakan produk
mie yang tergolong baru di pasaran dimana produk ini memiliki indeks glikemik
yang rendah sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes (Kusuma dan
Mayasti 2014). Grontol jagung merupakan bentuk olahan jagung yang digemari
oleh masyarakat di sekitar Sumatra, Madura dan Jawa. Grontol jagung adalah
olahan jagung rebus yang kemudian diberikan tambahan kelapa parut dan gula
sehingga menciptakan rasa yang manis dan gurih.
Olahan jagung lainnya yang cukup populer adalah bakwan jagung, dimana
pembuatan bakwan jagung mudah untuk dilakukan. Bakwan jagung dapat
dikonsumsi sebagai makanan selingan/snack. Selain itu, produk olahan lainnya
adalah berondong jagung (popcorn). Menurut Maisalis et al. (2017), popcorn
digemari di kalangan anak-anak hingga orang dewasa sebagai makanan
selingan/snack karena memiliki aneka ragam varian rasa yang lezat dan dapat
dikategorikan ke dalam cemilan diet (bebas kolesterol dan kadar gula cukup rendah).
masyarakat tidak hanya berfokus pada satu jenis pangan pokok melainkan
melakukan variasi makanan pokok. Hal ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi
pangan sumber karbohidrat selain beras seperti jagung, talas, singkong, kentang,
sagu dan pisang sesuai dengan potensi yang tersedia di daerah dan menjadikan
sebagai makanan pokok ataupun makanan selingan. Keenam komoditas tersebut
memiliki potensial untuk dikembangkan agar lebih disukai oleh masyarakat.
III METODE
3.3.2 Survei
Metode survei merupakan metode yang menggunakan kuesioner
untuk mengumpulkan data dari responden. Pertanyaan yang diajukan
berhubungan dengan topik penelitian dengan variabel yang disesuaikan,
sehingga diharapkan dapat memberikan jawaban yang sesuai. Menurut
Adiyanta (2019), metode survei menggunakan alat pengumpul data pokok
berupa kuesioner dan mengambil sampel dari satu populasi. Survei yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan pengisian kuesioner yang
dibuat dengan Google Form. Penyusunan metode survei terdiri beberapa
tahap sebagai berikut:
a) Penyusunan kuesioner online
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berupa draft
pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Tahapan penyusunan
kuesioner dimulai dengan membuat daftar pertanyaan melalui Google Form.
Pertanyaan pada kuesioner terbagi menjadi tiga bagian: (1) informed
consent, (2) identitas dan karakteristik keluarga, (3) konsumsi pangan lokal
– jagung sebagai makanan pokok dan makanan selingan/snack (Lampiran
1). Metode yang digunakan dalam penyusunan adalah berdasarkan semi
quantitatif food frequency questionnaire (SQ-FFQ). Berdasarkan Fitri
(2013), metode SQ-FFQ adalah metode yang digunakan untuk memperoleh
data frekuensi konsumsi berbagai jenis makanan yang dikonsumsi dalam
jangka waktu tertentu (misalnya harian, mingguan, bulanan dan tahunan).
Penentuan ukuran makan, porsi serta acuan gambar porsi olahan jagung
berdasarkan Porsimetri Kementerian Kesehatan 2014. Selain itu, metode
frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran kualitatif pola konsumsi
makanan. Makanan yang tercantum dalam kuesioner adalah olahan
makanan yang sering dikonsumsi responden. Kuesioner yang digunakan
pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tim peneliti membuat ethical clearence atau kelayakan etik
(Lampiran 3) sebelum dilakukan survei kepada responden. UNICEF (2015)
menyebutkan bahwa kelayakan etik merupakan keterangan tertulis yang
diberikan oleh Komisi Etik Penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk
hidup dan menyatakan suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah
memenuhi persyaratan tertentu.
10
itu, pada usia 40 – 50 tahun responden telah memiliki jumlah penghasilan yang baik
(Tabel 7) sehingga pemilihan konsumsi pangan dapat lebih beragam. Hal ini juga
sesuai dengan sasaran responden pengisi survei, dimana pengisi survei merupakan
orang dewasa yang berperan sebagai pembuat keputusan dalam konsumsi pangan
rumah tangga. Responden yang berada pada usia <20 tahun, biasanya jarang
membuat keputusan konsumsi pangan dalam keluarga, biasanya hanya mengikuti
keputusan orang tua/orang dewasa yang berada dalam rumah.
Pendidikan berpengaruh terhadap keputusan dalam mengonsumsi pangan.
Menurut Fazrina et al. (2013), tingkat pendidikan responden memengaruhi cara
berfikir, cara pandang serta persepsi terhadap produk pangan yang akan
dikonsumsinya. Pendidikan responden (Tabel 5) terbagi menjadi enam kategori
yaitu SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana dan Pascasarjana. Mayoritas responden
yang mengisi survei memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu sarjana (D4/S1)
sebanyak 55,01% (434 responden) dan pascasarjana sebanyak 22,31% (176
responden). Responden ini memiliki tingkat pendidikan yang tinggi sehingga sesuai
dengan sasaran responden yang kompeten dalam menjawab pertanyaan survei
online.
wirausaha 11,03% dan sebanyak 8,11% merupakan ibu rumah tangga. Sehingga
responden memiliki pekerjaan yang baik. Berdasarkan Tabel 7, responden
mayoritas memiliki pendapatan per bulan pada rentang Rp3.750.000 – Rp
7.500.000 dan lebih dari Rp7.500.000 yaitu sebanyak 283 orang dan 256 orang. Hal
ini menunjukkan bahwa responden yang mengisi survei termasuk ke dalam
golongan empat dengan jumlah pendapatan sangat tinggi yaitu lebih dari
Rp3.500.000 (Rakasiwi dan Kautsar 2021). Responden memiliki jumlah
pendapatan yang baik sehingga dapat memberikan gambaran terhadap pembelian
kebutuhan pangan, pemilihan variasi makanan dan menentukan keanekaragaman
jenis pangan dalam belanja untuk memenuhi konsumsi pangan keluarga.
Hasil yang didapatkan adalah responden yang mengisi survei berasal dari 34
provinsi seperti pada Tabel 10. Jumlah responden yang didapatkan sangat bervariasi.
Mayoritas paling banyak responden yang mengisi berasal dari provinsi Jawa Barat
sebanyak 14,96% (118 orang), Sulawesi Utara sebanyak 10,27% (81 orang) dan
Jawa Timur sebanyak 9,38% (74 orang). Jika dilihat berdasarkan asal responden,
mayoritas responden berada di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan kemudahan dari
responden dalam mengakses kuesioner. Kuesioner lebih banyak tersebar di Pulau
Jawa karena jaringan kelurga atau pertemanan peneliti terdapat di pulau ini. Selain
itu, sebanyak 56% penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa (BPS 2020).
Sedangkan terdapat 5 provinsi dengan jumlah responden di bawah lima orang.
Provinsi tersebut adalah Provinsi Gorontalo, Jambi, Maluku, Nusa Tenggara Barat
dan Papua. Jumlah responden yang sedikit ini dapat disebabkan akibat respon dari
responden terhadap kesediaannya mengisi survei, selain itu sebaran kuesioner yang
masih terbatas sehingga kurang menjangkau provinsi tersebut.
Makanan pokok
Makanan dan makanan
selingan/snack; selingan/snack;
43,60% 53,61%
Selain itu, nasi jagung banyak dikonsumsi karena nasi jagung dapat
dikonsumsi menjadi makanan pokok utama yang dikonsumsi bersama dengan lauk
pauk. Menurut Suharko (2019), nasi jagung dapat diolah dengan alat tradisional
(lumpang dan alu) atau modern (mesin penggiling), jagung pipilan ditumbuk
menjadi tepung jagung halus atau jagung pipilan digiling menjadi butiran kecil dan
diayak. Selanjutnya jagung pipilan yang telah diayak direndam air bersih selama
dua sampai tiga hari, setelah direndam dapat dicuci bersih dan ditiriskan. Kemudian
jagung pipilan hasil rendaman masih perlu ditumbuk/digiling agar mendapatkan
jagung lebih halus. Hasil ini dapat dimasak menjadi nasi jagung (Suharko 2019).
Sedangkan bentuk olahan jagung sebagai makanan pokok (pengganti nasi) yang
sedikit dikonsumsi adalah bubur jagung (bose) dengan rata-rata jumlah konsumsi
sebesar 0,05 g/kapita/hari dan grontol jagung dengan rata-rata jumlah konsumsi
sebesar 0,03 g/kapita/hari. Olahan bubur jagung (bose) sedikit dikonsumsi karena
bubur jagung (bose) merupakan olahan khas dari Nusa Tenggara Timur (Asbanu et
al. 2020) sehingga jarang dikonsumsi di daerah lainnya. Olahan grontol jagung
jarang dikonsumsi karena sudah jarang ditemui dan membutuhkan waktu yang lama
dalam pengolahannya.
Bentuk olahan jagung yang dikonsumsi sebagai makanan selingan/snack
terbagi menjadi enam bentuk olahan yaitu jagung rebus, jagung bakar,
bakwan/perkedel jagung, popcorn, sereal jagung dan bentuk olahan lainnya.
Berdasarkan Gambar 5, olahan jagung yang paling banyak dikonsumsi adalah
jagung rebus dengan rata-rata konsumsi sebanyak 2,35 g/kapita/hari, diikuti olahan
bakwan/perkedel jagung dengan rata-rata konsumsi sebanyak 1,92 g/kapita/hari
dan jagung bakar dengan rata-rata konsumsi sebanyak 1,66 g/kapita/hari. Jagung
rebus, bakwan/perkedel jagung dan jagung bakar banyak dikonsumsi sebagai
makanan selingan/snack karena pengolahan mudah dan umum di masyarakat.
Jagung rebus termasuk ke dalam kategori makanan pokok dan makanan selingan
karena jagung rebus dapat dikonsumsi menjadi makanan pengganti nasi karena
jagung dapat memenuhi sumber karbohidrat. Jagung rebus sebagai makanan
selingan karena dapat menjadi cemilan yang mengenyangkan. Sedangkan untuk
olahan jagung yang paling sedikit dikonsumsi oleh keluarga responden adalah
sereal jagung. Sereal jagung jarang dikonsumsi sebagai makanan selingan/snack.
Popcorn 0,57
jumlah konsumsi jagung yang rendah adalah di Provinsi Maluku. Konsumsi yang
rendah ini disebabkan karena jagung bukan komoditas pangan unggulan di Maluku,
masyarakat Maluku lebih banyak mengonsumsi sagu untuk memenuhi kebutuhan
sumber karbohidratnya. Sagu termasuk makanan pokok di daerah Maluku, lahan
sagu banyak tersedia di Maluku sehingga tingkat konsumsi sagu lebih tinggi (Ansar
2021).
jagung rebus, jagung bakar dan bakwan/perkedel jagung. Provinsi dengan konsumsi
jagung paling tinggi adalah Sulawesi Tengah, Papua Barat dan Gorontalo.
alasan lain yaitu mengikuti jadwal makan (diet). Sedangkan untuk 27 responden
lainnya menyatakan mengonsumsi jagung secara rutin.
LAMPUNG 1,78
KEPULAUAN RIAU 0,00
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 34,07
KALIMANTAN UTARA 37,29
KALIMANTAN TIMUR 2,81
KALIMANTAN TENGAH 20,57
KALIMANTAN SELATAN 9,00
KALIMANTAN BARAT 2,00
JAWA TIMUR 7,33
JAWA TENGAH 4,22
JAWA BARAT 9,94
JAMBI 7,71
DKI JAKARTA 6,43
D I YOGYAKARTA 4,55
BENGKULU 19,31
BANTEN 7,86
BALI 10,61
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00
Rata-rata konsumsi (g/kapita/hari)
Tidak
Menggantikan
memengaruhi
nasi; 20%
konsumsi nasi;
27%
Mengurangi
porsi nasi;
53%
Alasan lain 2
Konsumsi jagung
Tidak rutin
Ketika tersedia 21
0 5 10 15 20 25 30
Jumlah responden
dapat dipengaruhi oleh kebiasaan dan selera makan dalam keluarga (Firmansyah et
al. 2010).
Berdasarkan hasil in-depth interview, responden lebih banyak tidak
mengonsumsi jagung dalam waktu dua minggu sebelum diwawancara. Responden
juga tidak rutin dalam mengonsumsi jagung. Konsumsi jagung didominasi hanya
mengurangi porsi konsumsi nasi bukan menggantikan konsumsi nasi. Bentuk
olahan jagung yang paling banyak dikonsumsi responden adalah sebagai jagung
rebus dan bakwan/perkedel jagung. Provinsi yang paling tinggi dalam
mengonsumsi jagung adalah Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Utara.
Konsumsi jagung hasil in-depth interview mendekati hasil survei. Hasil yang
diperoleh berdasarkan survei dan in-depth interview menunjukkan jagung lebih
dominan dikonsumsi sebagai makanan selingan/snack dibandingkan sebagai
makanan pokok (pengganti nasi) dengan bentuk olahan jagung yang paling banyak
dikonsumsi sebagai makanan selingan/snack adalah jagung rebus, bakwan/perkedel
jagung dan jagung bakar. Upaya diversifikasi nasi dengan jagung masih tergolong
rendah, sehingga diperlukan upaya dari pemerintah untuk mensosialisasikan dan
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi pangan lokal jagung
sebagai makanan pokok (pengganti nasi).
4.7 Cemaran aflatoksin pada jagung dan potensi paparan aflatoksin dari
jagung di Indonesia
Jagung termasuk dalam komoditas pertanian yang rawan terserang kapang
Aspergillus flavus yang dapat menghasilkan mikotoksin yaitu aflatoksin (Somantri
dan Miskiyah 2012). Aflatoksin merupakan senyawa non polar yang stabil terhadap
panas dan tahan perlakuan fisik maupun kimia (Aristyawati et al. 2017) dengan
sifat ini jika aflatoksin telah mencemari pangan maka sulit untuk dihilangkan.
Proses pengolahan pangan hanya dapat mengurangi kadar aflatoksin pada bahan
pangan tetapi tidak dapat menghilangkan kadar keseluruhannya (Musita 2018).
Konsumsi pangan yang tercemar oleh aflatoksin dapat menyebabkan penyakit
aflatoksikosis akut dan kronis. Menurut Broto (2018), aflatoksikosis akut terjadi
jika terpapar aflatoksin 20-120 µg/kg bobot badan/hari dalam waktu 1-3 minggu
yang dapat menyebabkan hepatotoksisitas sehingga menjadi hepatitis akut yang
menyebabkan kematian. Contoh kasus aflatoksikosis akut terjadi di Kenya tahun
2004 dengan jumlah kasus keracunan sebanyak 317 orang dan meninggal dunia
sebanyak 125 orang hal ini disebabkan mengonsumsi jagung yang tercemar
aflatoksin dengan kadar tinggi (Probst et al. 2007). Sedangkan aflatoksikosis kronis
terjadi jika terpapar aflatoksin dalam jumlah 25 kali lipat lebih rendah berisiko
menyebabkan gangguan imunitas, malnutrisi, dan karsinoma hepatoseluler (Broto
2018).
Cemaran aflatoksin lebih banyak ditemukan pada tahap pascapanen.
Pertumbuhan kapang Aspergillus flavus dapat terjadi ketika waktu panen, proses
penjemuran/pengeringan dan selama penyimpanan. Berdasarkan Tandiabang
(2011), waktu panen tanaman jagung sebaiknya sedini mungkin ketika telah
memasuki masak fisiologis. Keterlambatan waktu panen akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan kapang Aspergillus flavus sehingga meningkatkan
kandungan aflatoksin pada biji jagung. Selain itu, proses penjemuran di bawah sinar
matahari langsung dengan menggunakan atau tidak menggunakan alas akan
berpengaruh terhadap kontaminasi aflatoksin. Berdasarkan Fitriana et al. (2019),
27
penggunaan alas akan mengurangi kontaminasi mikroba dari tanah yang dapat
mempercepat proses pembusukan. Adapun proses penyimpanan biji jagung perlu
memperhatikan kondisi lingkungan sekitar seperti suhu, kelembapan relatif
(Somantri dan Miskiyah 2012), kemasan penyimpanan dan kebersihan tempat
penyimpanan (Miskiyah dan Widaningrum 2008). Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan agar terhindar mengonsumsi bahan pangan yang terpapar aflatoksin
adalah memerhatikan tanda cemaran mikotoksin pada bahan pangan seperti tanda
adanya pertumbuhan kapang yaitu perubahan warna (Nguegwouo et al. 2018),
selain itu pemilihan bahan pangan dengan memisahkan dan membuang bahan
pangan yang rusak akan mengurangi cemaran aflatoksin (Broto 2018).
Rata-rata Kandungan
Olahan jagung konsumsi jagung aflatoksin
(g/kapita/hari)* (ppb)**
Grontol jagung 0,03 4,99
Nasi jagung 0,27 29,65
Popcorn 0,57 <4
Sumber: *data survei, **Kusumaningrum et al. (2010)
Berdasarkan hasil survei dan in-depth interview untuk olahan yang banyak
dikonsumsi adalah jagung rebus, bakwan/perkedel jagung, jagung bakar dan nasi
jagung. Konsumsi olahan nasi jagung yang berasal dari beras jagung berpotensi
tinggi terpapar aflatoksin namun berdasarkan hasil survei jumlah nasi jagung yang
dikonsumsi hanyalah sedikit yaitu 0,27 g/kapita/hari (Tabel 16). Sedangkan untuk
konsumsi jagung rebus, grontol jagung, bakwan/perkedel jagung, dan popcorn
28
berpotensi rendah untuk terpapar aflatoksin. Seperti yang kita ketahui bahwa
bahaya aflatoksin bagi kesehatan tergolong tinggi. Berdasarkan hasil survei dan in-
depth interview, jumlah konsumsi jagung di Indonesia tergolong rendah dengan
waktu mengonsumsi jagung tidak rutin. Jagung lebih banyak dikonsumsi dalam
bentuk olahan dari jagung segar. Sehingga potensi paparan aflatoksin dari
mengonsumsi jagung Indonesia tergolong rendah karena kapang Aspergillu flavus
penghasil aflatoksin lebih banyak ditemukan mencemari jagung kering.
29
5.1 Simpulan
Pola konsumsi pangan jagung di Indonesia terbagi menjadi makanan pokok
(pengganti nasi) dan makanan selingan/snack. Olahan jagung lebih dominan
dikonsumsi sebagai makanan selingan/snack. Bentuk olahan jagung yang paling
banyak dikonsumsi sebagai makanan pokok adalah jagung rebus dan nasi jagung.
Sedangkan sebagai makanan selingan/snack adalah jagung rebus, bakwan/perkedel
jagung dan jagung bakar. Konsumsi jagung di Indonesia berdasarkan hasil survei
sebesar 9,00 g/kapita/hari atau 0,28 kg/kapita/bulan dan hasil in-depth interview
sebesar 8,71 g/kapita/hari atau 0,26 kg/kapita/bulan, hasil ini menunjukkan adanya
peningkatan konsumsi jagung dibandingkan data konsumsi tahun 2021 (data
susenas). Jumlah kontribusi konsumsi jagung terhadap asupan karbohidrat tiap
individu adalah sebesar 0,52% dari angka kecukupan gizi orang dewasa. Faktor-
faktor yang dapat memengaruhi konsumsi jagung yaitu ketersediaan jagung di
setiap provinsinya, keberagaman jenis olahan berbahan dasar jagung dan kebiasaan
konsumsi pangan dalam rumah tangga (budaya dan selera makan).
Berdasarkan hasil survei dan in-depth interview untuk olahan yang banyak
dikonsumsi adalah jagung rebus, bakwan/perkedel jagung, jagung bakar dan nasi
jagung. Konsumsi olahan nasi jagung yang berasal dari beras jagung berpotensi
tinggi terpapar aflatoksin namun berdasarkan hasil survei jumlah nasi jagung yang
dikonsumsi hanyalah sedikit yaitu 0,27 g/kapita/hari (Tabel 16). Sedangkan untuk
konsumsi jagung rebus, grontol jagung, bakwan/perkedel jagung, dan popcorn
berpotensi rendah untuk terpapar aflatoksin. Potensi paparan aflatoksin dari
mengonsumsi jagung Indonesia tergolong rendah karena jagung yang dikonsumsi
dikonsumsi kebanyakan dalam bentuk olahan dari jagung segar. Aflatoksin yang
telah mencemari bahan pangan sulit untuk dihilangkan. Sehingga diperlukan upaya
untuk mengurangi potensi paparan aflatoksin pada konsumsi jagung yaitu
memisahkan dan membuang bahan pangan yang telah rusak dan tercemar oleh
kapang Aspergillus flavus, memilih dan mengolah bahan pangan dengan kualitas
yang baik.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran bagi peneliti untuk survei
sejenis ke depan yaitu dapat memperdalam survei terkait budaya konsumsi pangan
lokal jagung yang terdapat di provinsi sehingga dapat mengetahui hubungan antara
budaya pangan lokal dengan jumlah kosumsinya. Selain itu, jumlah responden
setiap provinsi lebih diperhatikan agar mendapat hasil yang lebih representatif dan
pentingnya edukasi dari pemerintah terkait program diversifikasi pangan lokal
ditujukan agar masyarakat dapat mengonsumsi pangan lokal beragam khususnya
komoditas jagung sebagai sumber karbohidrat pengganti beras.
30
DAFTAR PUSTAKA
Adha I, Rosada I, Sabahannur St. 2019. Pola konsumsi pangan masyarakat sekitar
kawasan hutan di Kabupaten Takalar. Jurnal Agrotek. 3(2):98–112.
Adiyanta FCS. 2019. Hukum dan studi penelitian empiris: penggunaan metode
survei sebagai instrumen penelitian hukum empiris. Administrative Law &
Governance Journal. 2(4): 697–709.
Aini N. 2012. Aflatoksin: cemaran dan metode analisisnya dalam makanan. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. 2(2):54–61.
Alfiati S. 2018. Analsis faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan
rumah tangga. Journal of Economic, Business and Accounting (COSTING).
2(1):76–83.
Almatsier S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Aristyawati NPD, Puspawati NN, Hapsari A NMI, Duniaji AS. 2017. Cemaran
Aspergillus flavus penghasil aflatoksin B1 pada jagung manis (Zea mays
saccharata) selama penyimpanan. Jurnal ITEPA. 6(2):51–60.
Asbanu H, Chan Y, Supriatna A. 2020. Kajian dasar perancangan mesin pengupas
kulit ari pada biji jagung. Jurnal Sains dan Teknologi. 10(2):93–102.
Ashari BH, Wibawa BM, Persada SF. 2017. Analisis deskriptif dan tabulasi silang
pada konsumen online shop di Instragram (studi kasus 6 universitas di Kota
Surabaya). Jurnal Sains dan Seni ITS. 6(1):D17–D21.
[BKP] Badan Ketahan Pangan. 2014. Statistik Ketahanan Pangan Tahun 2013.
Jakarta(ID): Badan Ketahanan Pangan.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2020a. Direktori Perkembangan Konsumsi
Pangan Seri 20 Tahun 2020. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2020b. Roadmap Diversifikasi Pangan Lokal
Sumber Karbohidrat Non Beras (2020-2024). Jakarta(ID): Badan Ketahanan
Pangan
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Produksi Jagung Menurut Provinsi, 2014-2018.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019. Rumah Tangga dan Rata-rata Banyaknya
Anggota Rumah Tangga Menurut Provinsi, 2019. Jakarta: Badan Pusat
Statistika.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2021. Pengeluaran untuk konsumsi penduduk
Indonesia per maret 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba
dan Kimia dalam Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2019. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016
Tentang Acuan Label Gizi. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani MC. 2014. Pengantar Pangan dan Gizi.
Jakarta(ID): Swadaya.
Banita D. 2013. Analisis ketersediaan pangan pokok dan pola konsumsi pada rumah
tangga petani di Kabupaten Wonogiri [skripsi]. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
31
Broto W. 2018. Status cemaran dan upaya pengendalian aflatoksin pada komoditas
serealia dan aneka kacang. Jurnal Litbang Pertanian. 37(2):81–90.
Fazrina R, Marsaulina I, Naria E. 2013. Hubungan karakteristik dan pengetahuan
tentang lingkungan sehat dengan keputusan konsumen dalam membeli
sayuran organik di carrefour plaza Medan fair tahun 2013. Lingkungan dan
Keselamatan Kerja. 2(3):1–9.
Firmansyah, Afzalani, Farhan M. 2010. Keanekaragaman dan kecukupan konsumsi
pangan hewani dalam hubungannya dengan kualitas sumberdaya manusia
keluarga di Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri
Humaniora. 12(1):63–70.
Fitri N. 2013. Studi validasi semi-quantitatif food frequency questionnaire dengan
food recall 24 jam pada asupan zat gizi mikro remaja di SMA Islam Athirah
Makassar [skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin makassar.
Fitriana R, Soesetijo FXA, Sulistyaningsih E. 2019. Identifikasi kontaminasi
aflatoksin pada rempah-rempah yang dijual di sentra pasar di Kabupaten
Jember. Multidisciplinary Journal. 2(1):24–29.
Gustiyana W, Suandi S, Sativa F. 2018. Analisis tingkat kecukupan pangan dan gizi
nabati rumah tangga di Kecamatan Kayu Aro Barat Kabupaten Kerinci.
Jurnal Ilmiah Sosio-Ekonomi Bisnis. 20(2):3–10.
Heryanto CA, Korangbuku CSF, Djeen MIA, Widayati A. 2019. Pengembangan
dan validasi kuesioner untuk mengukur penggunaan internet dan media sosial
dalam pelayanan kefarmasian. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 8(3):175–
187.
[Kementan] Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2013. Data Statistik
Ketahanan Pangan tahun 2012. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.
Kusuma PTWW, Mayasti NKI. 2014. Analisa kelayakan finansial pengembangan
usaha produksi komoditas lokal: mie berbasis jagung. Agritech. 34(2):194–
202.
Kusumaningrum HD, Suliantari, Toha AD, Putra SH, Utami AS. 2010. Cemaran
Aspergillus flavus dan aflatoksin pada rantai distribusi produk pangan
berbasis jagung dan faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 21(2):171–176.
Linarwati M, Fathoni A, Minarsih MM. 2016. Studi deskriptif pelatihan dan
pengembangan sumberdaya manusia penggunaan metode behavioral event
interview dalam merekrut karyawan baru di bank mega cabang Kudus.
Journal of Management. 2(2):1–8.
Maherawati, Sarbino. 2018. Diversifikasi produk olahan jagung manis sebagai
upaya peningkatan nilai tambah bagi petani jagung di daerah wisata pasir
panjang-Singkawang. Jurnal Pengabdi. 1(1):17–25.
Maisalis, Hurri S, Elfiana. 2017. Analisis kelayakan usaha popcorn di Gampong
Geulumpang Payong Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Jurnal S.
Pertanian. 1(3):195–202.
Miskiyah, Widaningrum. 2008. Pengendalian aflatoksin pada pascapanen jagung
melalui penerapan HACCP. Jurnal Standardisasi. 10(1):1–10.
Musita N. 2018. Kajian Kadar Aflatoksin dan Proksimat Tepung Jagung
Nikstamalisasi pada Berbagai Lama Perendaman. Prosiding Seminar
Nasional I Hasil Litbangyasa Industri. [Internet]. [diunduh pada 10 Juni
32
LAMPIRAN
Pertanyaan Kuesioner
Istri
Anak
Other
16. Sebagai makanan pokok, olahan Jagung apa saja yang keluarga
Bapak/Ibu/Saudara konsumsi dalam 2 minggu terakhir? dan berapa banyak
anggota keluarga yang mengonsumsinya? (catatan : setiap baris harus diisi, jika
tidak mengonsumsi pilih tidak ada yang konsumsi)
36
17. Sebagai makanan pokok, olahan Jagung apa saja yang keluarga
Bapak/Ibu/Saudara konsumsi dalam 2 minggu terakhir? dan berapa kali rata-
rata olahan tersebut dikonsumsi? (catatan : setiap baris harus diisi, jika tidak
mengonsumsi pilih tidak ada yang konsumsi)
18. Sebagai Makanan Pokok, olahan jagung apa saja yang keluarga
Bapak/Ibu/Saudara konsumsi dalam 2 minggu terakhir? dan berapa banyak rata-
rata olahan tersebut yang dimakan dalam satu waktu? (catatan : setiap baris
harus diisi, jika tidak mengonsumsi pilih tidak ada yang konsumsi) (Gunakan
Foto Berikut Sebagai Refrensi/Acuan)
37
19. Silahkan isi porsi jumlah lain yang anda maksud (Misal; Jagung rebus 3 porsi;
Grontol jagung 4 porsi), Jika tidak memilih "Jumlah Lain" silahkan isi dengan
tanda strip (-)
20. Sebagai Makanan Selingan/snack, Olahan Jagung apa saja yang keluarga
Bapak/Ibu/Saudara konsumsi 2 minggu terakhir?
Tidak mengonsumsi
Jagung rebus
Jagung bakar
Bakwan/Perkedel jagung
Popcorn
Sereal jagung
38
21. Sebagai Makanan Selingan/snack, olahan Jagung apa saja yang keluarga
Bapak/Ibu/Saudara konsumsi dalam 2 minggu terakhir? dan berapa banyak
anggota keluarga yang mengonsumsinya? (catatan : setiap baris harus diisi, jika
tidak mengonsumsi pilih tidak ada yang konsumsi)
22. Sebagai Makanan Selingan/snack, olahan Jagung apa saja yang keluarga
Bapak/Ibu/Saudara konsumsi dalam 2 minggu terakhir? dan berapa kali rata-
rata olahan tersebut dikonsumsi? (catatan : setiap baris harus diisi, jika tidak
mengonsumsi pilih tidak ada yang konsumsi)
23. Sebagai Makanan Selingan/snack, olahan jagung apa saja yang keluarga
Bapak/Ibu/Saudara konsumsi dalam 2 minggu terakhir? dan berapa banyak rata-
rata olahan tersebut yang dimakan dalam satu waktu? (catatan : setiap baris
harus diisi, jika tidak mengonsumsi pilih tidak ada yang konsumsi) (Gunakan
Foto Berikut Sebagai Refrensi/Acuan)
39
24. Silahkan isi porsi jumlah lain yang anda maksud (Misal; Jagung rebus 3 porsi;
jagung bakar 4 porsi), Jika tidak memilih "Jumlah Lain" silahkan isi dengan
tanda strip (-)
40
RIWAYAT HIDUP