TIM PENYUSUN
PENGARAH
Kepala BPPT
Dr. Ir. Unggul Priyanto, M.Sc.
PENANGGUNGJAWAB
Direktur Pusat Teknologi Agroindustri
Dr. Ir. Hardaning Pranamuda, M.Sc.
KOORDINATOR
Bambang Hariyanto
TIM PENYUSUN
Harianto
Agus Tri Putranto
Henky Henanto
Tantry Eko Putri
Lully Natharina P
Purwa Tri Cahyana
Nenie Yustiningsih
Suyanto Prawiroharsono
Iding Chaidir
Mubekti
RD. Esti Widjayanti
Sutardjo
Bambang Triwiyono
Supriyanto
Dodo Rusnanda Sastra
Mardonius Budi Kusarpoko
Sabirin
Joko Purwanto
Arief Muhajir
INFORMASI
Sekretariat Tim Penyusun Outlook Teknologi Pangan – BPPT
Gedung 612-613 LAPTIAB BPPT Kawasan Puspiptek
Serpong, Tanggerang Selatan, Banten 15314
Telp /Fax : (021) 7560729 ext 7406 / 7560444
E-mail : hardaning.pranamuda@bppt.go.id
4
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
ISBN 978-602-74844-0-5
Edisi 2016
EDITOR
Dr. Ir. Hardaning Pranamuda, M.Sc.
Dr. Aton Yulianto, S.Si, M.Eng.
Ir. Arif Arianto, M.Sc.
5
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
6
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
SAMBUTAN
KEPALA BPPT
KAMI panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa buku Outlook
Teknologi Pangan Diversifikasi Pangan Karbohidrat 2016 ini dapat diselesaikan.
Buku Outlook Teknologi Pangan 2016 ini adalah terbitan pertama Program Pangan
dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Buku ini memberikan
gambaran ringkas mengenai permasalahan teknologi untuk menunjang diversifikasi
(penganekaragaman) pangan saat ini, serta proyeksi kebutuhan dan pasokan pangan
lokal untuk kurun waktu 2016-2045.
7
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Buku Outlook Teknologi Pangan 2016 ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi dan acuan bagi instansi pemerintah, swasta, industri, akademisi dan
masyarakat pada umumnya dalam pengembangan teknologi untuk mendukung
diversifikasi pangan nasional jangka panjang.
Kami menghargai dan berterima kasih kepada Tim Penyusun serta semua
pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan sehingga buku ini bisa diterbitkan.
Buku ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangannya, namun dengan
segala kerendahan hati kami mohon masukan yang bersifat konstruktif untuk
penyempurnaan buku berikutnya.
8
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
SAMBUTAN
MENTERI RISET,
TEKNOLOGI, DAN
PENDIDIKAN TINGGI
Hak atas pangan adalah hak asasi manusia. Negara berkewajiban menjamin
hak atas warganya dengan melaksanakan amanat konstitusi UUD 1945 yang secara
gamblang disampaikan pada pasal 33. Indonesia berupaya keras membangun
perekonomian nasional guna meningkatkan daya saing dalam kancah pasar
internasional. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi
nasional adalah upaya menjamin penyediaan pangan berkelanjutan bagi masyarakat
Indonesia.
9
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Saat ini telah terjadi penurunan konsumsi pangan lokal, termasuk di wilayah
yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok berbasis pangan lokal, sebaliknya
telah terjadi peningkatan konsumsi terigu dan turunannya. Pengembangan
diversifikasi pangan sebagai bagian untuk mewujudkan kedaulatan pangan
hendaknya dilakukan oleh semua kalangan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan
menyusun dan implementasi strategi kebijakan terkait optimalisasi pemanfaatan
potensi lahan dan kebiasaan mengonsumsi pangan lokal, serta pengembangan
produksi, industri, dan konsumsi pangan lokal, penciptaan pasar pangan lokal di
tingkat nasional dan wilayah, diikuti penyediaan produk pangan lokal yang mampu
bersaing dengan produk asing.
Kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi penyusun dan penentu
10
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Buku Outlook Teknologi Pangan 2016 ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi dan acuan bagi instansi pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat
pada umumnya dalam pengembangan teknologi untuk mendukung diversifikasi
pangan nasional jangka panjang.
Kami mengimbau baik kepada seluruh jajaran pemerintah pusat dan kepala
daerah serta masyarakat agar dapat turut serta menyukseskan program diversifikasi
pangan menuju Indonesia yang sehat dan berdaulat.
Kepada para perekayasa dan peneliti BPPT, kami sampaikan terima kasih
atas komitmen akademik dalam upaya mendorong implementasi kebijakan
pembangunan pangan secara konsisten.
11
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
12
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
UCAPAN
TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, kami Tim Penyusun Outlook mengucapkan terima kasih
kepada para profesional di bawah ini yang telah membagi waktu dan informasi yang
berharga sehingga buku Outlook Teknologi Pangan Diversifikasi Pangan Karbohidrat
2016 ini dapat diterbitkan. Terima kasih ditujukan kepada:
Semoga masukan dan pemikiran dari berbagai pihak di atas dapat memberi
warna dalam penyusunan Outlook Teknologi Pangan guna menunjang Diversifikasi
Pangan Karbohidrat.
13
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
14
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN.............................................................................................. 4
SAMBUTAN KEPALA BPPT.............................................................................. 7
SAMBUTAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI.............. 9
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................. 13
DAFTAR ISI..................................................................................................... 15
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 23
1.1. Latar Belakang........................................................................................... 23
1.2. Urgensi Pengembangan Pangan Sumber Karbohidrat Nonberas.................... 26
1.3. Ruang Lingkup........................................................................................... 28
1.4. Pengertian dan Batasan.............................................................................. 29
1.5. Metodologi................................................................................................ 29
15
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
16
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
DAFTAR GAMBAR
NO JUDUL HALAMAN
1. Alur Pikir Penyediaan Pangan Karbohidrat dan Solusi Penyediaannya.................. 25
2. Bentuk Aneka Sumber Karbohidrat Yang Telah Dimanfaatkan Oleh
Masyarakat Secara Turun-menurun...................................................................... 41
3. Peta distribusi jagung............................................................................................ 42
4. Peta distribusi ubi kayu......................................................................................... 42
5. Peta distribusi sagu............................................................................................... 43
6. Diagram Penerima Raskin dan Anggaran Raskin Dari Tahun 2005 - 2015............... 50
7. Mekanisme Penyaluran Raskin di Lapangan.......................................................... 51
8. Peta Masa Tanam Padi Dengan Data Radar ERS-1................................................ 67
9. Peta Produktivitas Padi Dari Data Satelit Landsat TM........................................... 69
10. Kerangka Sampel Area.......................................................................................... 71
11. Pola Pertumbuhan Tanaman Sagu Dari Anakan Sampai Pohon Dewasa............... 77
12. Proses Produksi Pati Alami.................................................................................... 80
13. Diagram Alir Proses Produksi Tapioka Generasi I................................................... 80
14. Diagram Alir Proses Produksi Tapioka Generasi II.................................................. 81
15. Diagram Alir Proses Produksi Tapioka Generasi III................................................. 82
16. Pembuatan Pati Sagu Secara Tradisional di Papua................................................ 84
17. Skema Proses Pengolahan Pohon Sagu Secara Tradisional................................... 84
18. Pembuatan Pati Sagu Secara Semi Mekanis.......................................................... 85
19. Alih Teknologi Ekstraktor Desain BPPT Kapasitas 1 Ton/Hari di Kabupaten
Sorong Selatan Provinsi Papua Barat.................................................................... 86
17
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
18
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
DAFTAR TABEL
NO JUDUL HALAMAN
1. Neraca Produksi dan Kebutuhan Beras per Provinsi Tahun 2015............................ 34
2. Perkembangan Pola Konsumsi Pangan Pokok Di Indonesia 1954 - 2014................ 35
3. Pola Pangan Harapan Tahun 2010-2014................................................................ 39
4. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2010 - 2014........................................... 44
5. Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditas Pangan Utama
Tahun 2002-2014.................................................................................................. 44
6. Impor Pangan Indonesia per Januari - Agustus 2015.............................................. 46
7. Impor Beras Indonesia Periode Januari - Agustus 2015.......................................... 47
8. Impor Jagung Indonesia Periode Januari - Agustus 2015........................................ 47
9. Pelaksanaan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal Tahun 2012.................. 56
10. Pangan Olahan Berbahan baku Lokal Menurut Kabupaten.................................... 58
11. Subsidi Pangan, Pupuk dan Benih Tahun 2013 dan 2014........................................ 59
12. Spesifikasi Varietas Unggul Ubikayu di Indonesia.................................................. 76
13. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubikayu Tahun 2010 - 2014..................... 79
14. Jumlah Penduduk, Kebutuhan Lahan dan Defisit Kebutuhan Lahan...................... 99
15. Potensi Produksi Sagu Indonesia........................................................................... 110
16. Perkembangan Kebijakan/Program/Kegiatan Diversifikasi Konsumsi Pangan....... 114
17. Nilai Indeks Glikemik Pangan Olahan Sagu dan Beberapa Produk
Karbohidrat Lain................................................................................................... 120
18. Skenario Target Penurunan Konsumsi Beras Hingga 2045..................................... 125
19. Ketersediaan teknologi untuk mendukung program diversifikasi pangan
tahun 2016-2025................................................................................................... 134
19
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
DAFTAR LAMPIRAN
NO. JUDUL HALAMAN
1. Tabel Jumlah Penduduk, Kebutuhan Lahan dan Defisit Kebutuhan Lahan............. 147
2. Tabel Hasil Proyeksi Luas Panen, Produksi, dan Konsumsi Beras........................... 148
3. Tabel Neraca Bahan Makanan Beras..................................................................... 149
4. Tabel Perkembangan Harga Produsen Padi dan Harga Konsumen Beras
Indonesia tahun 1983-2014 ................................................................................... 150
5. Tabel Konsumsi Jagung per Kapita, Rumah Tangga dan Permintaan
Industri di Indonesia Tahun 1985-2014 .................................................................. 151
6. Tabel Hasil Proyeksi Luas Panen, Produksi, dan Konsumsi Jagung ........................ 152
7. Tabel Neraca Bahan Makanan – Jagung................................................................ 153
8. Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu di Rumah tangga Tahun 1993-2019................ 154
9. Tabel Neraca Bahan Makanan – Ubi Kayu............................................................. 155
10. Tabel Hasil Proyeksi Luas Panen, Produksi, dan Konsumsi Ubi Kayu..................... 156
11. Tabel Neraca Bahan Makanan Sagu...................................................................... 157
12. Tabel Nilai Impor Terigu........................................................................................ 158
13. Tabel Hasil Proyeksi Impor Gandum...................................................................... 158
14. Gambar Jumlah dan persentase penduduk miskin tahun 2009-2014...................... 160
15. Pagu Raskin setiap Provinsi tahun 2015................................................................. 160
16. Tabel Realisasi Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk Bantuan
Bencana dan Operasi Pasar Tahun 2016 per 31 Maret 2016................................... 161
20
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
BAB 1
PENDAHULUAN
21
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
22
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
BAB 1
PENDAHULUAN
23
BAB 1: PENDAHULUAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Pandangan tersebut merupakan distorsi cara berpikir lama yang sungguh tidak tepat.
Sedangkan di pihak lain, peran pangan lokal dengan program diversifikasi pangan
sangat strategis untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Kita menyadari bahwa ketergantungan pangan pada satu jenis pangan pokok
saja dalam hal ini beras akan membahayakan, ditinjau dari segi ketahanan pangan,
sosial, maupun politik. Di sisi lain, penyediaan pangan dalam bentuk beras semakin
lama semakin berat dan mahal karena produktivitas tanaman padi yang sudah
maksimal, menyempitnya lahan subur sebagai akibat
beralihnya fungsi lahan pertanian ke nonpertanian,
Masyarakat kerusakan saluran irigasi, mengecilnya sumber air untuk
Indonesia kini penanaman padi, timbulnya kekeringan dan banjir akibat
beralih mengonsumsi perubahan iklim dan sebagainya. Alih fungsi lahan setiap
pangan karbohidrat tahun mencapai 140 ribu ha sedangkan pertambahan
beras ke pangan lahan untuk pertanian hanya 100 ribu ha sehingga terjadi
berbasis terigu yang selisih 40 ribu ha luas lahan pertanian.
mencapai rata-rata
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
21 kg per kapita per
teknologi (iptek) berpengaruh terhadap pola makan
tahun pada tahun
bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia kini beralih
2015
mengonsumsi pangan karbohidrat beras ke pangan
berbasis terigu yang mencapai rata-rata 21 kg per kapita
per tahun pada tahun 2015. Konsumsi pangan berbasis terigu tersebut sebagian
besar dalam bentuk mie, roti, dan aneka kue lainnya.
Upaya untuk menghambat laju konsumsi pangan beras dan terigu diusahakan
menggunakan bahan baku lokal yang telah tersedia di antaranya; jagung, ubi kayu,
dan sagu. Dua sumber karbohidrat yakni jagung dan ubi kayu sudah biasa digunakan
sebagai bahan pangan. Demikian juga sagu banyak dikonsumsi sebagai pangan
pokok di Indonesia bagian timur seperti pada masyarakat Papua, Maluku, Riau, dan
sebagian Kalimantan Barat.
Untuk mengoptimalkan peran karbohidrat lokal seperti jagung, ubi kayu, dan
sagu sebagai penyediaan pangan dalam mendukung program diversifikasi pangan,
konsep penyediaannya disajikan pada Gambar 1.
24
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Konversi lahan
Diversifikasi Mie, Beras Sagu
produktif 110
ribu ha/th Pangan
Terbatasnya
Pangan Lokal
sumber air
Penyediaan (Jagung, Ubu
Pangan
KayuSagu, dll)
Pertambahan Karbohidrat
Penduduk
Beras, Terigu
Impor
Produktivitas Intensifikasi dan
padi terus Ekstensifikasi
menurun Pertanian
25
BAB 1: PENDAHULUAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Impor beras Indonesia dari Thailand terbesar mencapai 88,6 ribu ton, disusul
Pakistan sebesar 78,6 ribu ton dan diikuti India, Vietnam, lalu Myamar. Impor
dilakukan oleh pemerintah guna mengisi stok cadangan pangan dalam bentuk
beras di Indonesia. Namun perlu disadari bahwa saat ini beras yang beredar di dunia
jumlahnya terbatas dan negara-negara yang surplus beras juga mencoba menahan
26
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
untuk mencukupi cadangan pangan di dalam negerinya. Oleh sebab itu, pemerintah
perlu mengantisipasi ketersediaan pangan beras tersebut agar stok beras dalam
negeri tetap terjaga yang dipenuhi melalui program intensifikasi, ekstensifikasi, dan
diversifikasi pangan.
27
BAB 1: PENDAHULUAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Dalam pertemuan para ahli pangan dan gizi dunia di Bangkok 1989 yang
diselenggarakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO/Badan Pangan Dunia)
merumuskan perihal kebutuhan karbohidrat, protein, dan lemak untuk kecukupan
asupan gizi seseorang agar produktif dan sehat. Dinyatakan bahwa kebutuhan
pangan karbohidrat sebesar 57-68%; protein 10-13%; dan lemak 20-30%. Perumusan
yang dinyatakan FAO yakni pangan karbohidrat >60% tersebut, menunjukkan bahwa
kebutuhan pangan pokok (utama), yaitu kandungan karbohidratlah yang paling
dominan. Pangan sumber karbohidrat adalah sumber tenaga bagi tubuh manusia.
28
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Buku ini mencoba mengulas peran teknologi dalam mengolah pangan lokal
menjadi makanan pokok yang dapat menyubstitusi beras dan terigu. Pembahasan
dimulai sejak hulu hingga hilir. Proyeksi konsumsi, produksi, dan distribusi hingga
tahun 2045 menjadi bagian yang dipaparkan. Sedangkan karbohidrat yang dipilih
adalah jagung, ubi kayu, dan sagu dipilih sebagai langkah diversifikasi pangan lokal
dengan pertimbangan bahwa pangan lokal tersebut sudah dikenal sejak lama oleh
bangsa kita.
1.5. Metodologi
Menyadari akan berbagai keterbatasan sumber data terutama tentang
sumber karbohidrat yang berasal dari lokal maka metodologi yang digunakan
29
BAB 1: PENDAHULUAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
dalam penyusunan outlook ini adalah dengan melalui berbagai pendekatan. Sumber
pangan lokal banyak tersedia di wilayah kabupaten dan kadang juga tidak tercatat
dengan baik. Oleh sebab itu, pendekatan untuk memperoleh data melalui sumber
yang dapat dipercaya seperti; buku laporan, buku statistik, serta data dari media
cetak maupun on-line.
Data jagung dan ubi kayu banyak diperoleh dari Pusat data di Kementerian
Pertanian RI melalui buku outlook komoditas. Namun, untuk data sagu sampai saat
ini masih tersedia secara acak dan tersebar. Keterbatasan data ini menyebabkan Tim
Penyusun Outlook ini dalam menganalisis tren menggunakan beberapa asumsi dan
didekati dengan menggunakan persamaan regresi. Selain itu, berbagai informasi dan
data diperoleh melalui diskusi kecil maupun melalui Focus Group Discussion (FGD)
terhadap pemangku kepentingan yang memiliki akses data yang dibutuhkan. []
30
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
BAB 2
POTRET
KONDISI PANGAN
SAAT INI
31
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
32
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
BAB 2
POTRET
KONDISI PANGAN
SAAT INI
2.1. KONSUMSI
2.1.1. Produksi dan Kebutuhan Pangan Penduduk Indonesia
SEBAGAI negara kepulauan, Indonesia mempunyai luas wilayah 5.193.252 km2
yang terdiri dari daratan 1.904.569 km2 (36,67%) dan lautan 3.288.683 km2 (63,33%).
Daratan terdiri dari gugus pegunungan dan gunung-gunung berapi, hutan, dan tanah
dataran tinggi dan rendah yang banyak terdapat sungai dan tanahnya subur serta
memiliki kekayaan tanaman pangan yang beragam.
Saat ini penduduk Indonesia sebagian besar makanan pokoknya adalah beras.
Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang memiliki berbagai sumber daya alam serta
kebiasaan makan pokok dan budaya penduduknya. Dengan demikian, di Indonesia
terdapat beberapa provinsi yang mengalami defisit neraca berasnya seperti Provinsi
Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, dan
Papua Barat. Pada tahun 2015 neraca produksi dan kebutuhan beras beberapa
provinsi mengalami defisit, dengan jumlah total defisit kebutuhan beras sebesar
1.719.439 Ton. Data disajikan pada Tabel 2.1. di bawah ini:
33
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Tabel 2.1. Neraca Produksi dan Kebutuhan Beras per Provinsi tahun 2015
No Provinsi Produksi (Ton)2) Kebutuhan (Ton)2) Defisit (Ton)3)
1 Riau 247,144 728,345 481,201
2 Jambi 339,728 421,514 81,786
3 Kepulauan Babel 17,632 158,533 140,901
4 Kepulauan Riau 762 225 537
5 NTT 59,483 645,466 594,983
6 Kalimantan Timur 269,225 48,814 220,411
7 Kalimantan Utara 74,774 - -
8 Maluku 67,735 22,301 45,434
9 Maluku Utara 48,374 154,823 106,449
10 Papua 11,387 480,545 469,158
11 Papua Barat 21,058 132,401 111,343
Total 1,157,302 2,801,967 1,719,439
Sumber: 1) BPS 2015; 2) Hasil olahan dari jumlah penduduk (Kemendagri, 2015) dan rata-konsumsi
nasional 124 kg/orang/tahun; 3) Hasil olahan produksi-kebutuhan
34
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
kapita, antara lain; pertumbuhan luas panen sangat terbatas karena laju perluasan
lahan pertanian baru sangat rendah, konversi lahan pertanian ke nonpertanian sulit
dikendalikan, degradasi sumber daya air dan kinerja irigasi serta turunnya tingkat
kesuburan fisik dan kimia lahan pertanian, serta adanya gejala stagnan dalam
pertumbuhan produktivitas.
Beras adalah salah satu pangan strategis di dunia yang dikonsumsi oleh sekitar
3 miliar orang setiap harinya. Di Asia, beras merupakan makanan pokok bagi sekitar
600 juta penduduk. Lebih dari 60 persen penduduk dunia
atau satu miliar orang yang tinggal di Asia bergantung Pangan lokal adalah
pada beras sebagai makanan pokok termasuk di makanan yang
Indonesia. dikonsumsi oleh
Gambaran konsumsi beras per kapita negara- masyarakat setempat
negara di Asia adalah sebagai berikut: Indonesia 124 kg/ sesuai dengan potensi
kapita/tahun, Korea 40 kg/kapita/tahun, Jepang 50 kg/ dan kearifan lokal
kapita/tahun, Malaysia 80 kg/kapita/tahun, Thailand 70
kg/kapita/tahun dan rata- rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kg/kapita/tahun.
Tingginya konsumsi beras bangsa Indonesia tersebut memunculkan sebuah ungkapan
di negeri ini yang menyebutkan bahwa belum makan kalau belum makan nasi itu ada
benarnya. Sesuatu yang kontras dengan potensi 77 jenis sumber karbohidrat yang
tumbuh subur di negeri yang bergelar zamrud khatuliswa ini.
Berdasarkan gambaran konsumsi beras di Asia, Indonesia termasuk konsumen
beras terbesar di Asia. Beberapa upaya untuk mengurangi konsumsi beras sudah
dilakukan sejak tahun 1950-an dan gambaran perkembangan konsumsi pangan
pokok masyarakat Indonesia sejak tahun 1954 sampai saat ini disajikan pada tabel
2.2 di bawah ini:
35
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
36
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
daerah. Kontrak kerja tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden
(Perpres) No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal yang ditindaklanjuti oleh Peraturan
Menteri Pertanian (Permentan) No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal.
Skor PPH sebetulnya meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2007
dan 2008 mencapai skor 80-an, namun untuk tahun-tahun berikutnya skor PPH
mengalami penurunan. Capaian skor PPH semakin jauh dari target yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Padahal pemerintah telah menetapkan kebijakan
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal
yang ditindaklanjuti dengan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Pangan.
Konsumsi Pangan berbasis Sumber daya Lokal oleh Kementerian Pertanian, dengan
target terjadi penurunan konsumsi beras sebesar 1,5% /tahun dan kenaikan skor PPH
sebesar 1%/tahun.
37
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
tahun 1994, konsep PPH pertama kali yang diterapkan di Indonesia berdasarkan hasil
kesepakatan para ahli di bidang pangan dan gizi diakomodasi oleh Menteri Negara
Pangan.
Konsep Pola Pangan Harapan (PPH)
Sesuai dengan kegunaannya, makanan dikelompokkan dalam tiga kelompok
(Tri Guna Makanan) yaitu makanan sebagai sumber zat tenaga, zat pembangunan
dan zat pengatur. Oleh karena itu, pangan yang
Konsep PPH dikonsumsi sehari-hari harus dapat memenuhi fungsi
mencerminkan makanan tersebut. Semua zat gizi yang diperlukan oleh
susunan konsumsi tubuh dapat diperoleh dengan mengonsumsi pangan
pangan anjuran yang beraneka ragam dalam jumlah yang cukup dan
untuk hidup sehat, seimbang. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu jenis
aktif, dan produktif bahan makanan yang dapat menyediakan zat gizi secara
lengkap.
Pola Pangan Harapan (PPH) atau desirable dietary pattern (DDP) adalah
susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan
energinya dan zat gizi pada komposisi yang seimbang, baik secara absolut maupun
relatif, terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan
yang mampu mencukupi kebutuhan dengan mempertimbangkan aspek-aspek
sosial, ekonomi, budaya, agama, cita rasa.
38
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Rata-rata
84,93 1,42
2010 – 2014
Sasaran 2013 91,5
Konsumsi pangan ideal adalah jika proporsi jumlah asupan karbohidrat dari
serealia (termasuk gandum) maksimum 50 %. Target skor PPH Indonesia pada tahun
2015 sesuai dengan Perpres 22 tahun 2009 sebesar 95. Perkembangan skor PPH pada
periode 2010–2014 (Tabel 2.3.) menunjukkan peningkatan skor PPH sebesar 1,42
per tahun, dengan capaian skor PPH pada tahun 2013 sebesar 81,4. Ini menujukkan
bahwa capaian diversifikasi konsumsi pangan masyarakat belum mencapai sasaran
yang diharapkan (PPH = 91,5 pada tahun 2013).
39
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan memiliki keanekaragaman
kearifan lokal memiliki sumber karbohidrat untuk memasok energi tubuh yang
40
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Gambar 2.1. Bentuk aneka sumber karbohidrat yang telah dimanfaatkan oleh
masyarakat secara turun-temurun
Sumber pangan jagung tersebar di Jawa Tengah, Jawa timur, Nusa Tenggara
Timur, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Peta provinsi yang daerahnya menggunakan
jagung sebagai pangan pokok disajikan pada Gambar 2.2
41
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Gambar 2.2. Peta distribusi produksi jagung di Indonesia
GORONTALO
(643.512 Ton)
Sulawesi Utara,
Tengah, Tenggara,
Selatan
LAMPUNG
1.502.800
N T T - NTB
Kab. Lembata, Kab. Flores Timur , Kab.
JAWA TENGAH TTS, Kab. TTU Kab. Alor, Kab. Ende
Kab. Magelang, Kab. Temanggung, Kab. JAWA TIMUR (1.645.054 Ton)
Semarang, Kab. Boyolali, Kab. Batang Kab. Kediri, Kab. Bangkalan, Kab.
(3.212.391 Ton) Tulung Agung, Kab. Lumajang, Kab.
Ponorogo (6.131.163 Ton)
MALUKU
BANGKA BELITUNG KALTENG - KALBAR Kab. Maluku Tenggara Barat,
Kab. Bangka Barat, Kab. (219.151 Ton) Kab. Maluku Tenggara
Bangka, Kab. Belitung, (254.944 Ton)
Belitung Timur (35.024 Ton)
KALTIM -
KALSEL
SUMATERA UTARA (124.717 Ton)
Kab. Serdang
Bedaga
1.619.495 Ton)
LAMPUNG
Kab. Lampung Timur, Kab
Lampung Utara, Kab. Lampung
Tengah, Kab. Tulang Bawang SULTRA - SULSEL
(7.387.084 Ton) (741.053 Ton)
D I Y
Kab. Bantul, Kab.
Kulon Progo, kab.
JAWA BARAT Gn. Kidull
(2.000.224 Ton) (873.362 ton) NTB - NTT
Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok
JAWA TIMUR Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab.
JAWA TENGAH
Kab. Banjarnegara, Kab. Boyolali, Kab. Trenggalek, Kab. Sumbawa Barat
Kab. Kebumen, Kab. Wonogiri Malang, Kab. Pacitan (744.569 Ton)
(3.571.594 Ton) (3.161.573 Ton).
42
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
KALBAR
KEP. RIAU Kab. Pontianak SULAWESI TENGAH SULAWESI BARAT
Kab. Karimun, Kab. (29.580 Ton) Kab. Parigi Moutong, (36.040 Ton)
Natuna Kota Poso (141.900 Ton)
(114.400 Ton)
PAPUA
Kab. Keerom, Kab.
Jayapura
(56.078.800 Ton)
R I A U
Kab. Pekanbaru
(124.320 Ton)
KALSEL
(107.060 Ton)
PAPUA BARAT
SULTRA Kab. Sorong selatan
Kota Kendari MALUKU
(7.387.640 Ton)
(99.020 Ton) Kota Ambon, Kab.
Seram bag timur, Kab.
Maluku tengah
( 34.300 Ton)
Selain Pajale, ketersediaan bawang merah dan cabe juga sering mengalami
gangguan pasokan, dengan demikian program fokus yang dikerjar adalah padi,
jagung, daging sapi, kedelai, bawag merah dan cabe dan disingkat menjadi “Pajale
Babe”.
43
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Sedangkan gambaran produktivitas berbagai komoditas pangan utama tahun
2010 sampai tahun 2014 disajikan pada Tabel 2.5.
Jika dibanding dengan negara produsen pangan lain di dunia khususnya beras,
produktivitas padi di Indonesia berada pada peringkat ke-29. Australia memiliki
produktivitas rata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha, dan Cina 6,35 ton/ha (
FAO, 1993). Untuk mengatasi permasalahan teknis yang mendasar tersebut telah
dilakukan berbagai upaya khusus dalam pembangunan pertanian pangan khususnya
dalam kerangka program ketahanan pangan nasional.
44
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
45
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Saat ini Indonesia menjadi salah satu negara yang menggantungkan kebutuhan
pangannya dari impor seperti beras, jagung, kedelai, gula, kacang tanah, dan lainnya.
Hal tersebut akan berlanjut terus apabila tidak ada “revolusi” dalam bidang pertanian.
Di bawah ini ditampilkan data impor pangan Januari hingga Agustus 2015.
Jumlah Nilai
Komoditas
(Ton) (US$)
Beras 225.029 97.800.000
Jagung 2.300.000 522.900.000
Kedelai 1.520.000 719.800.000
Biji gandum dan meslin 4.500.000 1.300.000.000
Tepung terigu 61.178 22.300.000
Gula pasir 46.298 19.500.000
Gula tebu (Raw sugar) 1.980.000 789.000.000
Garam 1.040.000 46.600.000
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)
46
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Di bawah ini disuguhkan pula data impor beras Indonesia pada rentang Januari-
Agustus 2015
Jumlah Nilai
Negara Asal
(Ton) (US$)
Thailand 88.622 47.700.000
Pakistan 78.658 27.100.000
India 27.645 10.100.000
Vietnam 22.777 9.600.000
Myanmar 5.775 1.800.000
Lainnya 1.551 1.300.000
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)
Impor jagung Indonesia periode Januari-Agustus 2015 mencapai 2,385 juta ton
dengan nilai US$ 522,9 juta atau sekitar 7,3 triliun rupiah. Jumlah tersebut meningkat
23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Argentina merupakan negara
pengekspor jagung terbesar ke Indonesia dengan total 1,464 juta atau senilai US$
310,1 juta. Berikut ditampilkan impor jagung Indonesia periode Januari-Agustus 2015:
Jumlah Nilai
Negara Importir
(Ton) (US$)
Argentina 1.464.000 310.100.000
Brasil 786.602 171.900.000
India 96.892 24.200.000
Amerika Serikat 33.415 8.330.000
Thailand 1.987 5.240.000
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah 2015)
Sampai dengan saat ini pun Indonesia masih bergantung pada impor kedelai.
Dari Januari-Agustus tahun 2015 total kedelai yang diimpor mencapai 1,525 juta ton
dengan nilai US$ 719 juta. Jumlah ini turun sekitar 2% dibanding periode yang sama
47
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS, periode Januari hingga Agustus
2015, impor kedelai mencapai 1.525.748 ton dengan nilai US$ 719.807.624. Jumlah
ini turun tipis. Periode yang sama di 2014 yang mencapai 1.564.163 dengan nilai
US$ 947.245.608. Negara pengekspor kedelai terbesar ke Indonesia adalah Amerika
Serikat (AS), Kanada, Malaysia, Cina, dan Uruguay.
48
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Pada tahun 2015 angka kemiskinan sebesar 11,22% atau sebanyak 28,59 juta
orang (BPS, 2015) dan Pemerintah pada tahun 2015 telah menetapkan sasaran
program raskin dengan memberikan bantuan beras sebanyak 15 kg/bulan dengan
harga tebus Rp1.600/kg kepada 15.530.897 RTS. Jumlah tersebut setara dengan 2,8
juta ton beras yang disalurkan kepada 15.530.897 RTS diseluruh Indonesia. Jika setiap
RTS terdiri dari 4 orang, berarti Program Raskin telah mendistribusikan bantuan
beras kepada 62,12 juta orang. Gambaran program Raskin pada tahun 2015, RTS
mencapai 15,53 juta dengan pangan Raskin sebesar 2,8 juta ton, ditambah Raskin
ke 13 dan ke 14 masing-masing sebanyak 232 ribu ton. Rincian pangan untuk Raskin
disajikan pada Lampiran 2.2.
Pada tahun 2005 penerima Raskin hanya sebesar 8,3 juta RTS dengan anggaran
Rp4,7 Trilun. Setelah 3 tahun meningkat yaitu pada tahun 2008 sebesar 19,1 juta RTS
dengan anggaran Rp10,10 Triliun. Dengan demikian Program Raskin menjadi program
yang sangat strategis dalam ketahanan pangan nasional dan memberikan dampak
yang sangat besar terhadap aspek sosial-ekonomi. Hasil kajian yang dilakukan oleh
lembaga penelitian dan perguruan tinggi Program Raskin selain mampu membantu
49
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Gambar 2.5. Diagram Penerima Raskin dan anggaran Raskin dari tahun
2005-2015
50
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Selain bantuan beras untuk Rumah Tangga Miskin, Pemerintah juga setiap
tahun mengalokasikan cadangan beras yang disebut Cadangan Beras Pemerintah
(CBP) yang disimpan di gudang Bulog untuk tujuan memenuhi kebutuhan pangan
dalam penanggulangan keadaan darurat bencana, penanganan kerawanan pangan
pascabencana, kerjasama internasional bantuan sosial dan kepentingan lain yang
terkait dengan bantuan sosial serta operasi pasar apabila terjadi gejolak harga di
pasaran. Penggunaan cadangan beras pemerintah untuk bantuan sosial merupakan
otoritas Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
diatur oleh Permenko Kesra Nomor 03 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Cadangan
Beras Pemerintah untuk Bantuan Sosial.
Pemerintah Pusat dalam hal ini Menko Kesra/Menko PMK telah melimpahkan
kewenangan kepada Bupati/Walikota untuk menyalurkan beras sebanyak 100 ton
kepada masyarakat untuk penanganan tanggap darurat di daerahnya. Sedangkan
51
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
52
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
53
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Salah satu sasaran strategisnya adalah
peningkatan diversifikasi pangan, antara lain pangan karbohidrat. Beberapa sumber
pangan lokal yang dapat dikembangkan di antaranya adalah jagung, ubi kayu, dan
sagu.
Tingkat konsumsi ubi kayu dan jagung saat ini masih relatif rendah dibandingkan
dengan konsumsi beras, masing-masing 9,6 kg/kapita/tahun dan 4,0 kg/kapita/tahun
(BPS). Konsumsi tersebut dapat ditingkatkan, baik melalui penyediaan tepung pangan
lokal sebagai produk industri hulu, maupun melalui penganekaragaman produk
pangan olahannya seperti beras, mie, dan makaroni yang
Diversifikasi sumber berbahan baku jagung atau singkong. Dengan demikian
pangan seperti; ketergantungan terhadap beras akan dapat dikurangi.
jagung, ubi jalar, dan Namun di dalam pelaksanaannya, program
ubi kayu sebagai penganekaragaman pangan masih dihadapkan pada
sumber karbohidrat berbagai kendala; kendala teknis dan nonteknis. Berbagai
dikonsumsi masih upaya pemerintah telah dilakukan untuk mengatasi
sebatas sebagai permasalahan tersebut. Berbagai kebijakan pemerintah
panganan telah dikeluarkan, di antaranya telah ditetapkannya
Kebijakan Umum untuk mendukung Program Ketahanan
Pangan yang tertuang dalam UU-RI No. 18 tahun 2012 tentang Pangan, Perpres No.22
tahun 2009 dan Inpres No. 1 tahun 2010 tentang percepatan penganekaragaman
pangan lokal. Bahkan untuk mendukung upaya tersebut pemerintah telah
menetapkan Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
yang tertuang dalam Permentan No. 18/Permentan/HK.140/4/2015. Namun upaya-
upaya tersebut masih belum mencapai hasil yang maksimal.
54
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
55
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
adalah Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) merupakan salah satu
langkah strategis dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui
pengembangan bahan pangan lokal. Hasil pelaksanaan MP3L dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 2.9. Pelaksanaan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal Tahun 2012
Sebagian besar hasil pertanian Indonesia yang dijual di pasar dalam negeri dan
atau diekspor masih dalam bentuk produk primer. Hal ini menyebabkan nilai tambah
yang jatuh di dalam negeri lebih kecil dari yang seharusnya. Karena nilai tambah
juga merupakan bagian dari pendapatan pelaku usaha dan merupakan unsur utama
pembentuk pendapatan nasional (PDB) dan pendapatan regional (PDRB), maka
peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi akan berdampak positif pada pertumbuhan
perekonomian mikro pelaku usaha dan perekonomian nasional dan regional.
Salah satu kendala dalam pengembangan industri pengolahan hasil pertanian
di Indonesia adalah kemampuan yang rendah di dalam melakukan transformasi
produk. Hal ini terbukti dari mayoritas komoditas pertanian yang diekspor masih
berupa bahan mentah dengan indeks retensi pengolahan sebesar 71-75%. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hanya 25-29% produk pertanian Indonesia yang
diekspor dalam bentuk olahan. Kondisi ini menjadi faktor penyebab rendahnya nilai
tambah produk ekspor pertanian. Karena itu, pengolahan lanjutan menjadi tuntutan
56
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Selain dari sisi konsumsi, pengembangan pangan olahan juga perlu didukung
oleh pengembangan teknologi pengolahan. Teknologi yang digolongkan sebagai
teknologi pengolahan pangan dibedakan menjadi dua tahapan; teknologi pengolahan
tingkat menengah mencakup transformasi fisik antara lain
meliputi fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah, ekstraksi Upaya untuk
rempah, distilasi dan lain-lain. Dan teknologi pengolahan menghambat
lanjut meliputi transformasi fisik dan kimiawi bentuk asli laju konsumsi
dan sifat kimiawi tekah mengalami perubahan secara beras dan terigu
signifikan. Dengan demikian, teknologi pengolahan dilakukan dengan
merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai menggunakan bahan
tambah. baku lokal yang
tersedia seperti
Perkembangan teknologi sangat berpengaruh
jagung, ubi kayu, dan
terhadap perubahan pola makan masyarakat. Masyarakat
sagu
Indonesia kini beralih mengonsumsi pangan karbohidrat
beras ke pangan berbasis terigu yang mencapai rata-
rata 21 kg per kapita per tahun pada tahun 2013. Konsumsi pangan berbasis terigu
tersebut sebagian besar dalam bentuk mie, roti, dan aneka kue lainnya. Upaya untuk
menghambat laju konsumsi beras dan terigu dilakukan dengan menggunakan bahan
baku lokal yang tersedia seperti jagung, ubi kayu, dan sagu. Beberapa kreator pangan
telah menciptakan kue atau roti berbahan tepung jagung, mocaf, bahkan berbahan
tepung garut.
Masalah yang dihadapi dalam pengembangan pangan lokal tidak saja karena
perubahan pola makan akibat pengembangan teknologi, permasalahan yang
mendasar adalah mindset dan persepsi masyarakat terhadap pangan lokal. Sebagai
contoh masyarakat Indonesia secara umum menganggap jagung dan singkong masih
57
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
sebagai komoditas pangan yang sifatnya “inferior” yang dikonsumsi sebagai pangan
sebagai pangan pokok oleh masyarakat dengan kelas ekonomi bawah.
Untuk menghilangkan persepsi tersebut, beberapa teknologi pengolahan
pangan telah dikembangkan. Teknologi pengolahan yang dikembangkan antara
lain teknologi formulasi dan teknologi ekstrusi. Teknologi formulasi dilakukan dalam
rangka mendapatkan formula yang tepat untuk memenuhi kualitas dan mutu produk
sebagai pangan pokok sedangkan teknologi ekstrusi untuk mendapatkan bentuk
produk yang tidak hanya menarik, tetapi juga efisien dam proses pengolahannya.
Berbagai bahan baku pangan lokal seperti jagung, ubi kayu, dan sagu dibentuk mie
dan beras analog serta produk lainnya. Berikut ditampilkan beberapa produk olahan
makanan berbahan nonberas dan nonterigu:
58
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
dalam bentuk insentif. Bila dibandingkan dengan beras, harga pangan olahan
berbahan baku lokal masih terlalu mahal. Di samping itu, masyarakat belum terbiasa
dengan beras dan mie berbahan baku jagung, ubi kayu, atau sagu. Kondisi ini tidak
terlepas bahwa selama ini harga beras murah akibat subsidi yang diberikan untuk
memproduksi beras sangat besar. Mulai pembangunan waduk, saluran irigasi,
penyediaan bibit, pupuk, distribusi harga dan tenaga penyuluhnya.
Sedangkan pemerintah belum memberikan perhatian yang maksimal terhadap
pengembangan pangan berbahan baku lokal. Sehingga harga pangan barbahan
baku lokal yang diperuntukan untuk mendukung program diversifikasi pangan dan
sekaligus untuk menyubstitusi pangan karbohidrat berbahan beras atau terigu,
masih relatif tinggi dibandingkan dengan harga beras.
Tabel 2.11 Subsidi Pangan, Pupuk dan Benih Tahun 2013 dan 2014
Jenis Subsidi Nilai Subsidi (Triliun Rp)
2013 2014
Pangan 21,497 18,822
Pupuk 17,932 21,048
Benih 1,454 1,564
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)
59
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai subsidi tahun 2014 cenderung menurun
bila dibandingkan dengan tahun 2013, sedangkan subsidi pupuk dan benih cenderung
meningkat. Bahkan nilai subsidi untuk pupuk menunjukan peningkatan yang cukup
signifikan. Hal ini menunjukan bahwa subsidi pemerintah yang berkaitan dengan
program ketahanan pangan masih berorientasi pada sektor hulu, yaitu upaya
peningkatan produksi.
Besaran Harga Benih (HB) bersubsidi, subsidi benih dan harga eceran tertinggi
(HET) benih bersubsidi ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Harga Benih bersubsidi
sampai tingkat kelompok tani untuk masing-masing komoditas adalah sebagai
berikut: padi inbrida (lahan sawah/lahan rawa/lahan kering/lahan pasang surut/lahan
lebak) sebesar Rp 8.200,-/kg, padi hibrida sebesar Rp. 53.889,-/kg, jagung komposit
sebesar Rp 10.435,-/kg, jagung hibrida sebesar Rp 37.700,-/kg, dan kedelai sebesar
Rp13.125,-/kg. Pengadaan dan penyaluran subsidi pemerintah untuk benih TA 2013
60
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
meliputi:
Ditinjau dari segi harga, bahan pangan karbohidrat dari sumber pangan
lokal masih dirasa mahal. Oleh sebab itu, harapan ke depan, pemerintah perlu
menyediakan dan lebih memperhatikan keberadaan pangan lokal ini agar
ketergantungan penyediaan pangan tidak hanya bergantung pada beras. Dalam
Undang-undang Pangan No 18 Tahun 2012 pada pasal 42 disebutkan bahwa pangan
lokal perlu dikembangkan dengan berbagai bentuk insentif, sehingga industri skala
UKM dapat tumbuh dan ketersediaan pangan lokal berbasis spesifikasi lokasi dapat
berkembang, untuk menanggulangi terjadinya perubahan iklim maupun bercana
alam lain yang sewaktu-waktu mengancam negeri ini. Insentif dapat diberikan dalam
bentuk keringanan pajak atau bahkan dalam bentuk subsidi, baik di sektor hulu
maupun sektor hilir, seperti pascapanen dan pengolahan. []
61
BAB 2: POTRET KONDISI PANGAN SAAT INI
62
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
BAB 3
KETERSEDIAAN
TEKNOLOGI UNTUK
DIVERSIFIKASI
PANGAN
63
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
64
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
BAB 3
KETERSEDIAAN
TEKNOLOGI UNTUK
DIVERSIFIKASI
PANGAN
65
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
sebab itu, dalam fenomena tertentu yang tidak dapat dilihat oleh manusia dapat
diobservasi oleh teknik remote sensing.
66
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
memanipulasi rasio antara band spektral merah dan band spektral infra merah
dekat (near infra red) untuk dikorelasikan dengan fase-fase pertumbuhan tanaman.
Indeks vegetasi yang secara luas digunakan untuk pemantauan tanaman pertanian
terutama padi adalah Normalized Different Vegetation Index (NDVI), yaitu rasio selisih
dan jumlah antara band infra merah dekat (IR) dan band merah (R):
IR − R
NDVI =
IR + R
Keterangan
Gambar 3.1. Peta masa tanam padi dengan dengan data radar ERS-1
Nilai NDVI berkisar antara (-1) sampai dengan (+1), di mana kisaran umum
untuk tanaman hijau antara 0,2 – 0,8. Pada fase awal tanam mempunyai nilai NDVI
rendah (minus) karena keadaan sawah masih didominasi oleh air, kemudian mulai
meningkat sampai dengan pembentukan bunga (heading time). Pada sawah, NDVI
baru dapat diukur setelah tanaman padi mencapai umur 3-4 MST (Minggu Setelah
Tanam), karena sebelum umur tersebut kenampakan tanaman padi di lahan sawah
masih didominasi kenampakan genangan air (Malingreau, 1981). Nilai NDVI yang
rendah berarti tingkat kehijauan tanamannya (aktivitas klorofil) juga rendah,
sedangkan nilai yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tanaman tersebut semakin
lebat/hijau.
67
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
band spektral dan indeks vegetasi dari data Landsat TM. Kemudian persamaan
regresi korelasi tersebut digunakan untuk mengklasifikasi citra Lansat TM untuk
menghasilkan peta produktivitas padi (Gambar 3).
68
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Keterangan:
Sejak tahun 2008, BPPT mulai mengembangkan kerangka sampel area dengan
sampel titik (KSA) untuk estimasi luas padi dari sebelumnya yang menggunakan
sampel segmen. Alasan utama pengembangan ini adalah, (1) memudahkan dan
69
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
mengurangi beban kerja survei lapangan, (2) mempercepat pengiriman data lapangan
ke pusat, (3) mempermudah pemrosesan data, dan (4) Hasil estimasi statistik padi
bersifat ‘near real time’.
70
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
dilakukan secara otomatis oleh sistem yang telah dibangun. Hal tersebut tidak
memungkinkan adanya intervensi dari pihak-pihak lain untuk kepentingan tertentu
sehingga terjaga objektivitasnya. Berikut gambar tampilan Kerangka Sampel Area.
71
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
pada tahun 2007 dan 2012. Hasil Monev dari Tim Independen menyebutkan, tam-
bahan air hujan yang tertampung di sejumlah waduk strategis dari hasil pelaksanaan
TMC pada tahun 2007 dan 2012 telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan
terhadap upaya penambahan produksi beras nasional di kedua tahun tersebut.
Konsep aplikasi TMC untuk mendukung program kemandirian pangan nasional,
melalui skema penyediaan air irigasi di sejumlah waduk strategis pada beberapa
provinsi sentra produksi beras nasional.
72
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) tergolong tanaman semusim yang dapat tumbuh
dengan baik pada tanah-tanah yang gembur dengan tekstur tanah halus sampai
sedang. Tingkat kemasaman tanah (pH) berkisar 5,8 – 7,8, suhu optimal 24 – 30o C,
berdrainase baik sampai agak terhambat, dengan curah hujan tahunan 500 – 1.200
mm, kelembaban udara di atas 42 %, kedalaman efektif tanah di atas 60 cm, tingkat
kemiringan lereng di bawah 8 %, salinitas di bawah 4 ds/m, kandungan C-organik
di atas 1 %, dan singkapan batuan di bawah 5 %. Selama pertumbuhan, tanaman
ini memerlukan air berkisar antara 45 - 60 m3 air. Ketinggian tempat tumbuh relatif
lebar yaitu dari 0 m sampai 1.500 m di atas muka laut, bahkan sampai ketinggian
2.000 m masih dapat berproduksi dengan baik. Ketinggian tempat tumbuh optimal
antara 50 - 600 m di atas permukaaan laut.
73
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
74
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
air biji jagung ≤ 12 %. Pada suhu < 5 oC dan > 35 oC, perkembangan serangga akan
terhenti. Penggunaan bahan nabati seperti daun Annona sp., Hyptis spricigera,
Lantana camara, daun Ageratum conyzoides, dan Chromolaena odorata dapat
menghambat perkembangan kumbang bubuk. Penggunaan agensi patogen
seperti Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidial/ml takaran 20 ml/kg
biji dapat mengendalikan kumbang bubuk dengan tingkat mortalitas 50 %.
Fumigasi di tempat penyimpanan dengan menggunakan phospine (PH3) dan
methyl bromida (CH3Br) dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk.
Ubi Kayu
Varietas unggul ubi kayu yang telah dirilis oleh Kementan hingga saat ini ada
9 varietas yaitu Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1, Malang 2, Malang 4, Malang 6, UJ
3 , dan UJ 5 (Kasetsart). Selain itu ada beberapa varitas yang sudah banyak ditanam
oleh petani antara lain Litbang UK-II, Kaspro, Buto ijo, dan Cimanggu. Berikut
disajikan tabel varietas ubi kayu di Indonesia:
75
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Pemilihan bibit yang baik sebaiknya berumur sekitar 9-12 bulan dan bebas dari
serangga dan penyakit. Cara meletakkan bibit sebaiknya berdiri jangan direbahkan
dan bertumpuk. Panjang potongan bibit 20 cm pada penanaman musim penghujan
dan 25 cm penanaman pada musim kemarau. Pada umumnya ubi kayu ditanam pada
lahan yang kekurangan zat Zn, sehingga sebaiknya sebelum tanam, bibit direndam
selama 15 menit dalam larutan 2 % Zn (4 kg/200 ltr air). Jarak tanam (spacing) yang
baik adalah 1 m x 1 m atau dengan populasi 10.000 tanaman per hektar. Namun
demikian dapat dilakukan penanaman dengan jarak tanam 1 m x 0,8 m , atau dengan
populasi menjadi 12.500.
Pemupukan I dilakukan pada umur tanaman 1 bulan (akhir bulan I atau awal
bulan II) dengan cara dibenamkan berjarak 5 cm dari batang tanaman. Dilakukan
setelah weeding I atau sebelumnya tergantung kondisi gulma di lapangan. Dosis
pupuk N (Urea) , P (SP36) dan K (KCl) sesuai dengan kondisi dan jenis tanah. Dosis
umum / anjuran setempat adalah 100 kg Urea/ha ; 100 kg SP36/ha dan 100 kg KCl/
ha untuk aplikasi pupuk I dan 50 kg Urea/ha; 50 kg SP36/ha dan 50 kg KCl/ha untuk
aplikasi pupuk II.
Pemupukan II dilakukan pada saat umur tanaman 4 bulan, dengan cara yang
sama seperti pada aplikasi pemupukan I. Dosis pupuk sesuai dengan kondisi dan jenis
tanah, biasanya sebanyak sepertiga (1/3) dari dosis total pemupukan.
76
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Sagu
Sagu merupakan tanaman yang penyebarannya
cukup merata di tanah air kita. Potensinya pun sungguh Sembilan puluh
luar biasa. Sembilan puluh persen tanaman sagu yang persen tanaman sagu
ada di dunia itu ada di negeri Indonesia. Prof. Masanori yang ada di dunia
Okazaki, ilmuwan dari Rikko University Jepang dalam itu ada di negeri
sebuah simposium sampai mengatakan, “Apabila dunia Indonesia
dilanda cuaca ekstrem, hanya tanaman sagu penghasil
karbohidrat yang mampu bertahan. Penduduk dunia akan sangat berterima kasih
kepada Indonesia ketika mau membagikan sagunya karena 1 juta hektar hutan sagu
di Indonesia akan mampu menghidupi miliaran manusia penghuni planet bumi.”
Tanaman sagu dapat berkembang biak dengan anakan atau dengan biji.
Anakan sagu tumbuh dari tunas-tunas pohon induk, dan mulai membentuk batang
pada umur 3 tahun. Anakan sagu ini memperoleh unsur hara dari pohon induknya
sampai akarnya mampu menyerap sendiri unsur hara, dan daunnya mampu
melakukan fotosintesis sendiri. Anakan ini kemudian berkembang menjadi pohon
sagu yang tingginya lebih dari 6 sampai 15 meter. Pohon sagu ini siap ditebang untuk
diambil tepungnya pada umur sekitar 8 tahun. Pola pertumbuhan tanaman sagu dari
anakan sampai pohon dewasa dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Pola pertumbuhan tanaman sagu dari anakan sampai pohon dewasa
77
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Tanaman jagung pada umumnya sudah cukup masak dan siap dipanen pada
umur 7-8 minggu setelah berbunga. Pemanenan dilakukan apabila jagung cukup tua,
yaitu bila kulit jagung (kelobot) sudah kuning. Pemeriksaan di kebun dapat dilakukan
dengan menekankan kuku ibu jari pada bijinya, bila tidak membekas jagung dapat
segera dipanen. Setelah dipanen, untuk meningkatkan daya simpan jagung maka
dilakukan pengeringan. Saat ini pengeringan jagung sebagian masih dilaksanakan
dengan penjemuran. Penjemuran dengan kulitnya, ada yang terkelupas dan ada
yang dipipil. Pengeringan dapat juga dengan mesin, yaitu dengan menggunakan
grain dryer. Idealnya, jagung sebaiknya dikeringkan dalam dua tahap. Yang pertama
dalam bentuk tongkol tanpa kelobot sampai kadar air 18 %. Kedua dalam bentuk
pipilan sampai kadar air 14 %.
Selain pengeringan untuk menurunkan kadar air, penanganan pascapanen
jagung yang lain adalah proses pemipilan. Pemipilan adalah suatu proses perontokan
biji jagung dari tongkolnya. Saat yang tepat untuk memipil jagung adalah ketika
kadar air jagung berkisar antara 18-20 %. Dari berbagai cara pemipilan yang dilakukan
petani, umumnya pemipilan dilakukan dengan penggebukan atau dengan alat
semacam pemarut pasra. Pemipilan dengan alat mekanis (corn sheller) lebih banyak
dilakukan oleh petani besar dan pedagang. Pemipil mekanis yang sudah banyak
tersebar adalah yang dioperasikan dengan tangan (hand corn sheller). Di negara
yang telah maju, sebagian besar panen jagung dilakukan sekaligus dengan pipilan.
Pemipilan yang dilakukan bersamaan dengan proses pemanenan dilakukan dengan
menggunakan alat picker sheller dan self propelled combines.
78
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
kering dengan kadar air maksimum 14 %. Kadar air jagung yang lebih tinggi dari
14% merupakan kondisi yang baik untuk tumbuhnya jamur-jamur, yang dapat
memproduksi bermacam-macam racun, antara lain aflatoxin, dan hama-hama
gudang, sehingga menyebabkan kerusakan. Penyimpanan jagung dapat dilakukan
dalam bentuk tongkol-tongkol yang berkelobot, dan dalam bentuk jagung pipilan.
Penyimpanan dalam bentuk tongkol berkelobot memerlukan tempat atau ruangan
penyimpanan yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk pipilan.
Penyimpanan pada volume yang besar biasanya dalam bentuk jagung pipilan
yang disimpan dalam karung goni di gudang. Dalam gudang itu secara rutin perlu
dilakukan penyemprotan dan fumigasi insektisida. Penyemprotan dilakukan setiap
tiga minggu dengan menggunakan insektisida silosan. Sedangkan fumigasi dilakukan
2 bulan sekali dengan insektisida fostoksin.
Tabel 3.2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2010-2014
Salah satu hasil pengolahan ubi kayu yang cukup berkembang di Indonesia
yaitu tapioka. Proses pembuatan tapioka pada prinsipnya merupakan proses
ekstraksi pati dari ubi kayu. Teknologi proses yang digunakan diharapkan mampu
menghasilkan produk tapioka yang memenuhi persyaratan tapioka industri pangan
maupun industri nonpangan secara efisien. Teknologi proses produksi pati alami
secara umum ada 2 (dua) cara proses yaitu:
79
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Cassava
Peeling/Washing
Chopping/Rasping
Extracting
Sedimen Dewatering/Concentrating
Drying Drying
Tapioca Tapioca
Pada diagram proses produksi di atas dapat dilihat perbedaan antara proses
konvensional dengan yang modern. Cara modern (dewatering) memiliki beberapa
keunggulan, antara lain: kualitas produk lebih bagus, efisiensinya lebih besar,
serta penggunaan air lebih hemat, dan prosesnya lebih sedikit dibanding dengan
menggunakan cara konvensional.
80
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
81
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
82
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
83
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
n.
Penokokan
Tegakan/ Ditebang Dikuliti
empulur
pohon sagu
empulur
Pengeringan air
Gambar 3.9 Skema proses pengolahan pohon sagu secara tradisional (Harsanto,
1986 dalam Limbongan 2007)
84
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Hasil penyaringan berupa bubur ditampung dalam bak-bak kayu untuk proses
pengendapan tepung. Endapan tepung ini kemudian dicuci kembali dalam bak atau
tangki yang dilengkapi pengaduk dan diendapkan lebih lanjut. Tepung sagu basah
yang diperoleh kemudian dijemur dan digiling dengan alat penggiling (grinder).
Selanjutnya, tepung yang sudah digiling dimasukkan ke dalam karung-karung goni
dan siap untuk dipasarkan.
85
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Produk tepung sagu yang dihasilkan dari pabrik-pabrik pengolahan ini adalah
berupa tepung kering, sehingga memiliki daya simpan yang lebih lama. Salah satu
daerah yang banyak terdapat pengolahan sagu atau sering disebut kilang adalah
di Kepulauan Meranti dengan jumlah kilang saat ini 63 buah dengan proses secara
mekanis.
86
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Gambar 3.12. Salah satu kilang sagu di Kabupaten Meranti Kepulauan Riau
(dokumen tim pangan BPPT)
Pohon sagu yang sudah ditebang dari dusun sagu mula-mula dipotong-potong
menjadi tual sagu kemudian diangkut melalui sungai menuju pabrik/kilang. Tual
kemudian dikuliti (barking) kemudian dibelah untuk memudahkan masuk ke mesin
pemarut (rasper). Selanjutnya sagu yang sudah diparut dimasukkan ke ekstraktor
untuk mengeluarkan pati dari sel-selnya. Di dalam proses ekstraksi ini dibutuhkan
air dalam jumlah yang besar. Pada proses ini sekaligus dilakukan pemisahan antara
ampas dengan air yang mengandung pati yang selanjutnya menuju ke bak-bak
pengendapan yang berupa parit-parit dengan panjang sekitar 10 meter dengan lebar
1 meter dan dengan kedalaman 0,50 cm. Setelah mengendap, kemudian pati sagu
diambil dan dimasukkan ke dalam bak pencucian. Setelah itu pati sagu dipompa
menuju ke proses pengeringan (flash dryer).
87
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Gambar 3.13. Kegiatan produksi salah satu kilang sagu di Kabupaten Meranti
Provinsi Kepulauan Riau (dokumen tim pangan BPPT)
88
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
tersebut menjadi produk yang dapat dikonsumsi seperti beras. Menurut Samad
(2003) dan Deptan (2011), beras tiruan adalah produk pangan berbentuk seperti beras
dengan kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi beras yang dapat terbuat
dari tepung-tepungan lokal maupun beras. Teknologi baru yang dapat membuat
produk olahan mirip beras dengan bahan baku sumber karbohidrat nonpadi (Oryza
sativa L.) adalah teknologi ekstrusi. Hasil teknologi ini dinamakan beras analog /
beras tiruan / beras artificial.
Gambar 3.13. Proses pembuatan beras analog dan produk pasta lainnya dari
tepung lokal
BPPT telah mengembangkan alat ekstruder untuk membuat beras analog dan
produk pasta lainnya seperti mie dan makaroni. Beberapa alat ekstruder hasil desain
BPPT adalah seperti dalam Gambar 3.14. Produk olahan yang dihasilkan oleh alat
ekstruder ini ditampilkan dalam Gambar 3.15.
89
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Gambar 3.14. Alat ekstruder desain BPPT untuk membuat beras analog (skala
200 kg/hari)
Gambar 3.15. Beras analog dari singkong dan sagu serta mie dari jagung
90
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Penerapan teknologi ekstrusi ini merupakan salah satu peran BPPT yaitu
alih teknologi dalam rangka pengembangan pangan pokok lokal nonterigu dalam
rangka mendukung program Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Jawa Tengah
yaitu Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) untuk meningkatkan nilai
ekonomi dan mengangkat pangan lokal menjadi lebih bermartabat. Di samping
itu berdasarkan perhitungan analisis usaha, penerapan teknologi ekstrusi ini dapat
menambah pendapatan Usaha Kecil Menengah (UKM) sebesar 25%.
Sebagai mitra kegiatan sejak tahun 2013, BPPT menggandeng Badan
Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Jawa Tengah dalam rangka implementasi di
lapangan. Sampai saat ini ekstruder BPPT sudah dimanfaatkan oleh 8 Usaha Kecil
Menengah (UKM) dari 4 Kabupaten di Jawa Tengah antara lain: UKM Mutiara Baru
di Desa Plumbon Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen, KUB Maju Jaya
di Desa Klampok Kecamatan. Godong Kabupaten Grobogan, KWT Purwo Mandiri
Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung, Kelompok Guyup Desa Johunut
91
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
92
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Gambar 3.16. Desain unit produksi beras analog skala industri (2 ton/hari)
93
BAB 3: KETERSEDIAAN TEKNOLOGI UNTUK DIVERSIFIKASI PANGAN
94
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
BAB 4
PROYEKSI
HINGGA 2045
95
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
96
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
BAB 4
PROYEKSI
HINGGA 2045
1.00
0.80
150
0.80
0.62
100 0.45 0.60
0.27 0.40
50
0.20
0 0.00
Tahun
Jumlah Penduduk Angka Pertumbuhan Penduduk
Gambar 4.1. Proyeksi Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk 1971 - 2045 (Hasil Sensus dan
Gambar 4.1. Proyeksi Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk 1971 - 2045 (Hasil Sensus dan
Proyeksi (Sumber: Bappenas et al, 2013)
Proyeksi (Sumber: Bappenas et al, 2013)
4.2. PROYEKSI KONSUMSI DAN PRODUKSI PANGAN POKOK BERAS
350 50.00
300
40.00
250
Juta ton/th
Juta Jiwa
200
30.00
150
100
20.00
50
0 10.00
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045
Tahun
Gambar
Gambar 4.2. Grafik
4.2. Grafik Proyeksi
Proyeksi penduduk
penduduk dandan kebutuhan
kebutuhan beras
beras (Sumber:
(Sumber: BPSBPS
dandan
Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan diolah oleh Pusdatin, 2015)
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan diolah oleh Pusdatin, 2015)
98
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
Untuk memenuhi target ketersediaan beras, masalah defisit lahan ini menuntut
peningkatan produktivitas padi yang dapat ditempuh melalui peningkatan indeks
penanaman (croppng index) dan pemenuhan kecukupan sarana produksi padi.
Tabel 4.1. Jumlah penduduk, kebutuhan lahan, dan defisit kebutuhan lahan
TAHUN
No. URAIAN SATUAN
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045
1 Jumlah Penduduk juta jiwa 239 257 271 285 296 305 314 321
2 Kebutuhan beras per kapita juta ton/kap/th 0,132 0,124 0,124 0,124 0,124 0,124 0,124 0,124
3 a. Kebutuhan beras untuk penduduk juta ton beras / th 31,55 31,87 33,60 35,34 36,70 37,82 38,94 39,80
b. (Konversi Kebutuhan GKG) juta ton GKG / th 49,85 50,35 53,09 55,84 57,99 59,76 61,52 62,89
4 Kebutuhan GKG Non Beras Juta ton/GKG per tahun 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5
5 Total Kebutuhan GKG (3b+4) Juta ton/GKG per tahun 55,35 55,85 58,59 61,34 63,49 65,26 67,02 68,39
6 Kebutuhan baku lahan (juta) ha/th 10,58 11,3 12,07 12,91 13,79 14,73 15,73 16,80
7 Lahan baku sawah yang tersedia (juta) ha/th 11,29 11,29 11,29 11,29 11,29 11,29 11,29 11,29
8 Konversi Lahan (juta) ha/th 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
9 Defisit Kebutuhan Lahan
a. Apabila tidak terjadi konversi lahan juta ha 0,71 -0,01 -0,78 -1,62 -2,50 -3,44 -4,44 -5,51
b. Bila terjadi konversi lahan juta ha 0,6 -0,089 -0,69 -1,44 -2,23 -3,05 -2,23 -3,05
Selain tantangan alih fungsi lahan, produksi padi juga menghadapi masalah
defisit untuk pemenuhan kebutuhan air untuk pengairan sawah khususnya daerah
penghasil utama beras nasional (60%) yaitu pulau Jawa dan Bali. Semakin tinggi
defisit air ke depan maka pengembangan tanaman pangan dengan sedikit konsumsi
air baik itu berupa jenis tanaman padi tertentu atau tanaman pangan lain seperti
jagung dan ubi kayu akan menjadi masalah besar. Gambaran jumlah penduduk dan
ketersediaan lahan untuk memproduksi padi disajikan pada Gambar 4.3.
99
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
350 314 18
296 305 321 16
300 285
257 271
239 14
250
12
Juat Ha/th
Juta Jiwa
200 10
150 8
6
100
4
50
2
0 0
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045
Tahun
Kebutuhan baku lahan Lahan baku sawah yang tersedia Jumlah Penduduk
Gambar 4.3. Grafik proyeksi kebutuhan baku lahan, lahan sawah tersedia dan
Gambar 4.3. Grafik proyeksijumlah
kebutuhan baku lahan, lahan sawah tersedia
penduduk
dan jumlah penduduk
(Sumber: (Sumber:
BPS dan BPS
Direktorat dan Direktorat
Jenderal Jenderal
Tanaman Pangan Tanaman
diolah Pangan diolah oleh
oleh Pusdatin,2015)
Pusdatin,2015)
4.2.3. Proyeksi Produksi Beras
Proyeksi
4.2.3. Proyeksi produksi
Produksi Beraspadi di Indonesia tahun 2016-2019 dibuat oleh Pusdatin
Kementan RI tahunpadi
Proyeksi produksi 2015 didekati dengan
di Indonesia melakukan
tahun 2016-2019 proyeksi
dibuat luas panen
oleh Pusdatin dan RI
Kementan
produktivitas. Peningkatan produksi padi tahun 2016 dipicu naiknya luas panen
tahun 2015 didekati dengan melakukan proyeksi luas panen dan produktivitas. Peningkatan
maupun produktivitas, masing-masing sebesar 1,42% dan 0,81% atau luas panen
produksi padi tahun 2016 dipicu naiknya luas panen maupun produktivitas, masing-masing
padi mencapai 14,51 juta hektar dan produktivitas diperkirakan akan mencapai 5,32
sebesar
ton 1,42% dan 0,81% atau luas panen padi mencapai 14,51 juta hektar dan produktivitas
per hektar.
diperkirakan akan mencapai
Produksi 5,32 ton per
padi diperkirakan hektar.
masih akan mengalami peningkatan hingga tahun
2019 rata-rata 2,68% per tahun yaitu di tahun 2017 diperkirakan mencapai 79,37 juta
Produksi padi diperkirakan masih akan mengalami peningkatan hingga tahun 2019 rata-
ton sebagai akibat peningkatan produktivitas sebesar 0,98% atau mencapai hasil
rata 2,68% per tahun yaitu di tahun 2017 diperkirakan mencapai 79,37 juta ton sebagai akibat
5,40 ton per hektar dan peningkatan luas panen sebesar 1,75% atau mencapai luas
peningkatan
14,77 jutaproduktivitas
hektar. sebesar 0,98% atau mencapai hasil 5,40 ton per hektar dan
peningkatan luas panenitu,
Sementara sebesar 1,75%
produksi atau mencapai
di tahun luas 14,77akan
2019 diperkirakan juta hektar.
mencapai 83,62 juta
ton, sebagai akibat peningkatan baik dari sisi luas panen mencapai 15,28 juta hektar
Sementara itu, produksi di tahun 2019 diperkirakan akan mencapai 83,62 juta ton,
dan produktivitas sebesar 5,47 ton per hektar. Hasil secara lebih rinci tersaji pada
sebagai akibat peningkatan baik dari sisi luas panen mencapai 15,28 juta hektar dan
tabel pada Lampiran 4.1.
produktivitas sebesar 5,47 ton per hektar. Hasil secara lebih rinci tersaji pada tabel pada
100Lampiran 4.1.
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
25,000,000 160,000,000
140,000,000
25,000,000
20,000,000 160,000,000
120,000,000
140,000,000
20,000,000
15,000,000 100,000,000
120,000,000
(Ton}
(Ha) (Ha)
80,000,000
15,000,000
10,000,000 100,000,000
60,000,000
(Ton}
80,000,000
40,000,000
10,000,000
5,000,000 60,000,000
20,000,000
40,000,000
5,000,000 0 -
20,000,000
2010
2014
2036
2040
2012
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2038
2042
2044
0 -
Tahun
2010
2014
2036
2040
2012
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2038
2042
2044
Tahun
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
25,000,000 70
60
25,000,000
20,000,000 70
50
60
20,000,000
15,000,000 (Ku/Ha)
40
50
(Ha) (Ha)
15,000,000
10,000,000 30
(Ku/Ha)
40
20
10,000,000 30
5,000,000
10
20
5,000,000 0 0
10
2014
2020
2010
2012
2016
2018
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
0 0
2014
2020
2010
2012
2016
2018
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
Tahun
Luas Panen (Ha)
Tahun Produktivitas (Ku/Ha)
Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha)
Gambar
Gambar4.5. Proyeksi luas panen
4.5. Proyeksi luasdan produktivitas
panen beras nasional
dan produktivitas sampai
beras tahun sampai
nasional 2045
tahun 2045 (Sumber:
(Sumber: BPSBPS
dandan Direktorat
Direktorat Jenderal Jenderal Tanaman
Tanaman Pangan, diolah Pangan, diolah oleh Pusdatin,2015)
oleh Pusdatin,2015)
Gambar 4.5. Proyeksi luas panen dan produktivitas beras nasional sampai
tahun 2045 (Sumber: BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, diolah oleh Pusdatin,2015)
101
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Berdasarkan Survei Stok dan Konsumsi Beras yang dilakukan oleh Pusdatin
tahun 2009-2010 kebiasaan petani produsen padi mempunyai pola tidak akan
menjual seluruh hasil panennya. Petani akan menyimpannya sejumlah Gabah Kering
Giling (GKG) hingga persediaan gabah/padi tersebut mencukupi untuk dikonsumsi
hingga masa panen padi berikutnya. Di samping stok di petani, cadangan atau stok
beras juga berada di penggilingan, stok di pasar atau pedagang pengumpul dan stok
di pemerintah dalam hal ini adalah stok di gudang BULOG.
160,000,000
140,000,000
120,000,000
100,000,000
(Ton)
80,000,000
60,000,000
40,000,000
20,000,000
Tahun
Gambar 4.6. Proyeksi produksi dan konsumsi beras sampai tahun 2045
Gambar 4.6. Proyeksi produksi dan konsumsi beras sampai tahun 2045
(Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, diolah oleh Pusdatin,2015)
(Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, diolah oleh Pusdatin,2015)
102
Melihat grafik
DEPUTI BIDANG pada
TEKNOLOGI Gambar
AGROINDUSTRI DAN4.6. menunjukkan
BIOTEKNOLOGI bahwa
BADAN PENGKAJIAN Indonesia
DAN PENERAPAN selalu mengalami
TEKNOLOGI
surplus beras (tanda merah) namun kenyataannya ketersediaan beras di lapangan kadang
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
42,500 300
258.42
42,000
41,500 250
41,000 159.79
(Kg/kapita/th)
162.08 165.01 163.68 161.83 200
162.84
(000 Ton)
40,500
40,000 150
39,500
39,000 100
38,500 50
38,000
37,500 0
2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)
Tahun
terakhir.
50000 5,000,000
45000TEKNOLOGI PANGAN
OUTLOOK 4,500,000
DIVERSIFIKASI
40000PANGAN KARBOHIDRAT 2016 4,000,000
35000 3,500,000
Ekspor dalam Ton
2000
2004
2008
2012
1995
1997
1998
1999
2001
2002
2003
2005
2006
2007
2009
2010
2011
2013
2014
10000 1,000,000
5000 Tahun 500,000
0 0
1996
2000
2004
2008
2012
1995
1997
1998
1999
2001
2002
2003
2005
2006
2007
2009
2010
2011
2013
2014
Ekspor Impor
Tahun
Gambar 4.7. Realita impor beras 20 tahun terakhir di Indonesia (Sumber BPS, 2015)
Ekspor Impor
Gambar
Gambar 4.7.4.7. Realita
Realita impor
impor beras
beras 20 tahun
20 tahun terakhir
terakhir di Indonesia
di Indonesia (Sumber
(Sumber BPS, 2015)
BPS, 2015)
4,000,000 10000
5,000,000 12000
8000
Harga Beras (Rupiah per Kg)
Impor dalam Ton
3,000,000
4,000,000 10000
6000
2,000,000 8000
3,000,000
60004000
1,000,000
2,000,000
40002000
1,000,000
0 20000
1993
1997
1983
1985
1987
1989
1991
1995
1999
2001
2003
2005
2007
2009
2011
2013
2015
0 0
1993
1997
1983
1985
1987
1989
1991
1995
1999
2001
2003
2005
2007
2009
2011
2013
2015
Tahun
Tahun
Volume Impor (Ton) Harga Beras (per Kg)
Volume Impor (Ton) Harga Beras (per Kg)
104
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
(Sumber: 1) BPS
Sumber: 2) Kementerian Perdagangan diolah Pusat Data dan Sistem Informasi
4.3. Proyeksi Konsumsi Jagung, Pertanian 2015)
Ubi Kayu, dan Sagu
4.5.1. Konsumsi Jagung
4.3. Proyeksi Konsumsi Jagung, Ubi Kayu, dan Sagu
Permintaan jagung nasional terdiri dari konsumsi
4.5.1.
rumah Konsumsi Jagung
tangga dan penggunaan jagung untuk bibit/benih, Ada kecenderungan
industri pakan ternak
Permintaan jagungbaik untukterdiri
nasional pabrik pakan
dari maupun
konsumsi di daerah-daerah
rumah tangga dan penggunaan jagung
peternak
untuk mandiri,industri
bibit/benih, dan penggunaan
pakan ternakuntuk
baik bahan baku pakan yang
untuk pabrik maupunkonsumsi
peternak mandiri,
industri makanan. pangan pokoknya
dan penggunaan untuk bahan baku industri makanan.
jagung beralih ke
Konsumsi jagung rumah tangga Indonesia dari
beras (padi)
tahun 1985 hingga
Konsumsi jagungsekarang cenderung
rumah tangga terus dari
Indonesia menurun
tahun 1985 hingga sekarang cenderung
seperti terlihat pada grafik pada Gambar 4.9. Ada
terus menurun seperti terlihat pada grafik pada Gambar 4.9. Ada kecenderungan di daerah-
kecenderungan di daerah-daerah yang konsumsi pangan pokoknya jagung beralih
daerah yang konsumsi pangan pokoknya jagung beralih ke beras (padi). Kondisi sebaliknya
ke beras (padi). Kondisi sebaliknya konsumsi untuk industri baik untuk industri
konsumsi untuk industri baik untuk industri pakan, pakan peternak mandiri, dan industri
pakan, pakan peternak mandiri, dan industri makanan terus meningkat. Demikian
makanan terus meningkat. Demikian juga produksi jagung yang merupakan perkalian antara
juga produksi jagung yang merupakan perkalian antara luas panen dan produktivitas
luas panen
serta dan produktivitas
proyeksinya serta proyeksinya
terus meningkat. Proyeksiterus meningkat.
hingga Proyeksiberdasarkan
2035 disusun hingga 2035 disusun
berdasarkan proyeksi
proyeksi yang dibuatyang
olehdibuat oleh
Pusdatin Pusdatin Kementrian
Kementrian Pertanian (2015).
Pertanian (2015).
60,000,000 450,000
400,000
50,000,000
350,000
Konsumsi (Ton)
Produksi (Ton)
40,000,000 300,000
250,000
30,000,000
200,000
20,000,000 150,000
100,000
10,000,000
50,000
- -
2010
2012
2014
2016
2018
2020
2022
2024
2026
2028
2030
2032
2034
2036
2038
2040
2042
2044
Axis Title
Gambar 4.9. Grafik proyeksi produksi dan konsumsi jagung rumah tangga
Gambar 4.9.
dari 2010-2045 GrafikBPS,
(Sumber: proyeksi produksi
Data Diolah Pusatdan
Datakonsumsi
dan Sistemjagung rumah
Informasi, 2015)tangga
dari 2010-2045 (Sumber: BPS, Data Diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, 2015)
105
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
6,000,000 120.00
6,000,000 120.00
5,000,000 100.00
5,000,000 100.00
4,000,000 80.00
(Ku/Ha)
4,000,000 80.00
(Ha) (Ha)
3,000,000 60.00
(Ku/Ha)
3,000,000 60.00
2,000,000 40.00
2,000,000 40.00
1,000,000 20.00
1,000,000 20.00
0 0.00
2010 2013 2016 2019 2022 2025 2028 2031 2034 2037 2040 2043
0 0.00
Tahun
2010 2013 2016 2019 2022 2025 2028 2031 2034 2037 2040 2043
Tahun
Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha)
2500 1 1.2
2000
1
(Kg/kapita/th)
2000 0.8
1500
(000 Ton)
(Kg/kapita/th)
0.6 0.8
1500
(000 Ton)
1000
0.4 0.6
1000
500 0.2 0.4
500 0.2
0 0
2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**)
0 0
Tahun
2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**)
Penyediaan (000 Ton) Bahan Makanan (000 Ton) Ketersediaan perkapita (Kg/kapita/th)
Gambar 4.11. Grafik konsumsi jagung rumah tangga
(Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Gambar 4.11. Grafik konsumsi jagung rumah tangga
Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi)
(Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan: *)
Gambar 4.11. Grafik konsumsi jagung rumah tangga
Angka Sementara **) Angka Prediksi)
(Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan: *)
106
Angka Sementara
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI**) Angka Prediksi)
AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
2,500,000
2,000,000
1,500,000
(Ton)
1,000,000
500,000
0 1990
1998
2009
1985
1986
1987
1988
1989
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2010
2011
2012
2013
2014 *)
Tahun
Gambar 4.12.
Gambar Grafik
4.12. proyeksi
Grafik produksi
proyeksi dan
produksi konsumsi
dan jagung
konsumsi jagungrumah
rumahtangga
tangga dari
1985-2014 (Sumber: BPS, Susenas, 2015)
dari 1985-2014 (Sumber: BPS, Susenas, 2015)
12
disusun berdasarkan proyeksi yang dibuat oleh Pusdatin Kementrian Pertanian (2015).
10
0
1998
2009
1993
1994
1995
1996
1997
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2010
2011
2012
2013
2014
Tahun
107
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
1,400,000 600.00
Gambar 4.13. Grafik Penurunan Konsumsi Ubi Kayu per kapita/tahun
(Sumber : SUSENAS, BPS, 2015)
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
1,400,000 600.00
1,200,000 500.00
1,000,000
400.00
800,000
(Ku/Ha)
(Ha)
300.00
600,000
200.00
400,000
200,000 100.00
- 0.00
Axis Title
Gambar 4.14. Grafik Uas Panen dan Produktivitas Ubi Kayu (Sumber: BPS, Data
Gambar 4.14. Grafik Uas Panen dan Produktivitas Ubi Kayu (Sumber: BPS, Data Diolah Pusat Data
Diolah Pusat Data
dan dan
Sistem Sistem 2015
Informasi, Informasi,
) 2015 )
(Kg/kapitan/Th)
45.96 45.48 44.8850
(000 Ton)
15,000 44.86 40
30
10,000
20
5,000
10
0 0
2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)
Tahun
40,000,000
Gambar 4.15. Grafik Konsumsi Ubu Kayu sebagai Bahan Makanan
40,000,000
35,000,000
30,000,000
25,000,000
(Ton)
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
0
Tahun
Gambar 4.16. Proyeksi produksi dan konsumsi ubi kayu (Sumber: BPS, Data
Diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, 2015)
Gambar 4.16. Proyeksi produksi dan konsumsi ubi kayu (Sumber: BPS, Data Diolah Pusat Data dan
Sistem Informasi, 2015)
200
181
180
160
140 130
120
106
(000 Ton)
100
75 78
80 71
67
60
40
20
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2013**
Axis Title
Gambar
Gambar4.17. Grafik
4.17. GrafikPenurunan
PenurunanKonsumsi
Konsumsi Sagu sebagaiBahan
Sagu sebagai BahanMakanan
Makanan
(Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
(Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi)
Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi)
109
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
110
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
20.4
19.7
Konsumsi Terigu per Kapita
17.8 17.2
16.8
16.1 15.8 15.8
15.2
14.6 14.2 14.6 14.0
13.2 13.3
9.5
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Gambar 4.18. Tren konsumsi terigu per kapita Indonesia (Sumber : BPS, 2015)
Gambar 4.18. Tren konsumsi terigu per kapita Indonesia (Sumber : BPS, 2015)
Ketergantungan akan pangan impor gandum sulit dikendalikan karena gandum
menghasilkan produk pangan yang disukai konsumen. Aplikasi produk pangan
sangat luas (cookies,
Ketergantungan akangorengan,
pangan bolu,
imporcrackers,
gandumbiskuit, roti,dikendalikan
sulit mie, pastri, dankarena
lainnya).gandum
Ketersediaan
menghasilkan banyak
produk danyang
pangan pasokannya
disukai kontinyu.
konsumen.HalAplikasi
ini karena perdagangan
produk pangan dunia
sangat luas
sangat
(cookies, besar mencapai
gorengan, sekitarbiskuit,
bolu, crackers, 100 jutaroti,
ton per
mie,tahun dan
pastri, dan lainnya). Ketersediaan banyak
Ini akan
produksi dunia
dan pasokannya 609 juta
kontinyu. tonkarena
Hal ini (FAS, USDA, IGC). Berbeda
perdagangan dunia sangat besar mencapai sekitar 100
membahayakan
halnya dengan beras. Perdagangan beras dunia hanya
juta ton per tahun dan produksi dunia 609 juta ton (FAS, USDA, IGC). Berbeda halnya dengan
posisi Indonesia
sebesar 27 jutaberas
ton per tahun, produksi dunia
27427 juta ton.
beras. Perdagangan dunia hanya sebesar juta ton yangproduksi
per tahun, dapatdunia
terjebak
427 juta
Itu pun banyak negara produsen tidak memperdagangkan
ton. Itu pun banyak negara produsen tidak memperdagangkan karenaterhadap terigu
alasan ketahanan pangan
karena alasan ketahanan pangan negerinya.
negerinya.
Industri tepung terigu di Indonesia saat ini
Industri tepung
mempanyai terigu di
kapasitas Indonesia
produksi lebihsaat
dariini
10mempanyai kapasitas
juta ton. Industri teriguproduksi
nasionallebih
telah dari 10
juta ton. Industri
meluas, 70% terigu nasional
diserap telahyang
oleh UKM meluas, 70% diserap
melibatkan oleh200
lebih dari UKM yang
ribu melibatkan
pelaku usaha lebih
dari 200 ribumasing-masing
yang pelaku usaha yang masing-masing
didistribusikan didistribusikan
kepada 5 sampai 10 kepada 5 sampai
pengecer, 10 pengecer,
diperkirakan
diperkirakan melibatkan
melibatkan lebih2 dari
lebih dari juta 2pelaku
juta pelaku
usaha. usaha.
Sekitar Sekitar 30% produksi
30% produksi terigu nasional
terigu nasional
diserapdiserap
oleh industri menengah
oleh industri dan besar.
menengah dan besar.
Melihat kecenderungan masyarakat yang beralih ke konsumsi terigu,
Melihat kecenderungan masyarakat yang beralih ke konsumsi terigu, diprediksi kebutuhan
diprediksi kebutuhan akan terigu terus meningkat. Ini akan membahayakan posisi
akan terigu terus meningkat. Ini akan membahayakan posisi Indonesia yang dapat terjebak
Indonesia yang dapat terjebak terhadap terigu. Kita menyadari bahwa menyetop
konsumsi terigu adalah hal yang tidak mungkin tetapi membatasi konsumsi
agar impor Indonesia tidak berlanjut menjadi kewajiban kita semua. Dengan
111
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
terhadap terigu. Kita menyadari bahwa menyetop konsumsi terigu adalah hal yang tidak
mungkin tetapi membatasi konsumsi agar impor Indonesia tidak berlanjut menjadi kewajiban
kita OUTLOOK
semua. DenganTEKNOLOGI PANGAN penduduk dan pendapatan domestik bruto maka
mempertimbangkan
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
kebutuhan terigu akan terus meningkat seperti yang ditampilkan pada grafik pada Gambar
4.19.
mempertimbangkan penduduk dan pendapatan domestik bruto maka kebutuhan
terigu akan terus meningkat seperti yang ditampilkan pada grafik pada Gambar 4.19.
60,000,000
50,000,000
40,000,000
30,000,000
(Ton)
20,000,000
10,000,000
-
2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
(10,000,000)
Tahun
Gambar impor
Gambar 4.19. Proyeksi 4.19. Proyeksi impor terigu
terigu sampai tahunsampai tahun 2045
2045 (Sumber (Sumber
: BPS, : BPS, Pusat Data
DataDiolah
dan Sistem Informasi, 2015)
DataDiolah Pusat Data dan Sistem Informasi, 2015)
Beras : 30.919.317
[VALUE]
Ubi Kayu : 23.671.535
[VALUE]
Jagung : 339.764
Sagu : 78.000
Kondisi ketergantungan pada hanya satu bahan pangan pokok saja akan membahayakan
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Kondisi ketergantungan pada hanya satu bahan pangan pokok saja akan
membahayakan ditinjau dari sisi penyediaan maupun adanya ancaman perubahan
iklim. Oleh sebab itu, program diversifikasi menjadi sangat strategis agar terjadi
keseimbangan konsumsi karbohidrat bagi penduduk Indonesia. Ke depan
penyediaan beras akan semakin berat karena semakin berkurangnya lahan sawah
serta berkurangnya penyediaan air irigasi karena semakin besarnya kebutuhan lahan
dan air untuk permukiman penduduk dan untuk pembangunan industri.
Di pihak lain ketersediaan beras di luar negeri pun semakin lama semakin sulit.
Negara luar penghasil beras mulai memproteksi ketersediaan beras demi mencukupi
kebutuhan dalam negerinya. Pengalaman ini terjadi saat Indonesia pemerintah
akan mengimpor beras dari Pakistan sebanyak 1 juta ton untuk memperkuat stok
Perum Bulog guna mengantisipasi dampak El-Nino.
Seperti diberitakan Pakistan Today (8/1/2016), Menteri Oleh sebab itu,
Perdagangan Pakistan Khurram Dastgir mengatakan, program diversifikasi
Pemerintah Pakistan sepakat dengan Indonesia menjadi sangat
untuk mengekspor 1 juta ton beras senilai 400 juta strategis agar terjadi
dollar AS selama 4 tahun terhitung tahun 2016-2019. keseimbangan
Penandatangaan ekspor telah dilakukan antara Trading konsumsi
Corporation of Pakistan (TCP) dan Perum Bulog. karbohidrat bagi
Menurut Menteri Perdagangan RI, Thomas
penduduk Indonesia
Lembong, Indonesia dan Pakistan telah menandatangani
MoU terkait dengan pengadaan beras. Langkah tersebut diambil guna menambah
stok beras di gudang Perum Bulog. Bahrul Chairi, Dirjen Perundingan Perdagangan
Internasional Kementerian Perdagangan, mengatakan Pakistan menjadi pilihan
karena Indonesia sulit mendapatkan beras dari negara-negara produsen di ASEAN.
Vietnam dan Thailand sudah tidak memiliki stok yang dijual karena untuk stok yang
ada digunakan sebagai cadangan pangan dalam negeri.
Stok beras mereka telah dibeli negara lain, seperti Filipina dan Myanmar.
Filipina membeli beras untuk cadangan pangan mengantisipasi El-Nino, sedangkan
Myanmar memperkuat stok pascabanjir. (Kompas, 9 Januari 2016).
113
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
seperti: jagung, ubi kayu, dan sagu yang cukup besar merupakan modal dasar yang
dapat diharapkan dapat menyubsitusi ketersediaan karbohidrat selain beras. Oleh
sebab itu, program diversifikasi pangan khususnya karbohidrat menjadi sangat
penting untuk mendukung, ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan.
114
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
9 2010 M-KRPL (Model Kawasan Ru- Peningkatan kualitas konsumsi pangan rumah
mah Pangan Lestari) tangga melalui optimalisasi pemanfaatan pe-
karangan secara lestari
10 2011 Gerakan Nasional Sadar Gizi Gerakan perilaku pola konsumsi pangan
11 2013 MP3L (Model Pengembangan Menggalakkan produk pangan pokok lokal
Pangan Pokok Lokal) yang sudah terbiasa dikonsumsi oleh mas-
yarakat setempat
Sumber: Laporan Akhir Analisis Dinamika Konsumsi Pangan Masyarakat Indonesia, 2013
115
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
116
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
117
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
118
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
119
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
glukosa terganggu (TGT), fase transisi antara kadar gula darah normal dan diabetes
juga terus melonjak. Di Indonesia terdapat 29 juta orang TGT pada 2015. Jika gaya
hidup tidak berubah, mereka menjadi pengidap diabetes (Kompas, 7 April 2016)
Oleh sebab itu, perlunya disosialisasikan berbagai bentuk pangan karbohidrat
yang memiliki indeks glikemik (IG) rendah. Yang dimaksudkan dengan IG adalah
angka yang menunjukkan seberapa cepat karbohidrat diubah menjadi glukosa yang
digunakan oleh tubuh manusia. Kisaran nilai IG adalah tinggi bila IG > 70, sedang
55>IG>70 dan rendah bila IG< 55. Beberapa produk pangan karbohidrat dengan
berbagai nilai IG disajikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Nilai Indeks Glikemik Pangan Olahan Sagu dan Beberapa Produk
Karbohidrat Lain
120
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Jagung
Menurut International Food Information Council Foundation, USA (http://
foodinsight.org diunduh 5 April 2016) jagung berpotensi mengandung komponen
fungsional:
Selain itu, serat jagung larut memperbaiki sistim kerja usus dan juga mempunyai
aktivitas sebagai prebiotik. Jika digunakan sebagai pengganti karbohidrat, serat
jagung larut akan membantu dalam mengontrol gula darah melalui pengaturan IG
121
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
rendah. Serat jagung larut juga mendukung kesehatan tulang dengan meningkatkan
penyerapan kalsium.
Serat jagung larut dapat digunakan dalam berbagai macam makanan olahan,
minuman, dan bumbu, termasuk sereal, baked goods, permen, produk susu, makanan
beku, sup, salad dressing, jus, minuman berkarbonasi, minuman pengganti makanan,
dan flavored water. Dalam daftar ingredient pangan, sering ditulis sebagai serat
jagung larut, sirup jagung, atau sirup jagung padat.
Plant sterol (sterol nabati) dari jagung didapat dari corn fiber oil (minyak serat
jagung). Minyak serat jagung diperoleh dari ekstraksi serat jagung. Berbeda dengan
minyak jagung yang diperoleh dengan mengekstrasi corn germ dan mengandung
99% triacylglyserols serta 1% fitosterol, maka minyak serat jagung mengandung 10-
15% fitosterol. Minyak serat jagung mengandung tiga macam fitosterol (Robert A.
Moreau in Phytosterol as Functional Food Components and Nutraceuticals, 2004).
Lago et al (2014) berhasil mengembangkan kultivar jagung berwarna (coloured
sublines) yang kaya akan antosianin. Kadar antosianin dari kultivar baru ini adalah
antara 55.78-161.42 mg/100g. Angka ini sangat signifikan bila dibandingkan dengan
kultivar yang tidak berwarna.
Ubi Kayu
Ubi kayu atau singkong telah dikenal sebagai sumber serat terutama resistant
starch. Pereira dan Lionel (2014) menemukan bahwa kandungan digestible starch
(DS) dan resistant starch (RS) dari ubi kayu di Brazil lebih tinggi dari kandungan DS
dan RS pati jagung.
Ubi kayu juga mengandung scopoletin. Suatu senyawa aktif yang merupakan
senyawa fenolik berbasis kumarin (6-metoksi-7-hidroksikumarin). Scopoletin
berfungsi menurunkan tekanan darah melalui fungsinya memperlebar pembuluh
darah sehingga mengurangi risiko terkena stroke (http://www.zhion.com/
phytonutrients/Scopoletin.html).
122
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Scopoletin telah diisolasi dan diidentifikasi dalam Gari, makanan dari singkong
yang dikonsumsi di Nigeria (Afrika Barat). Kadar scopoletin dari tepung singkong
tidak berubah oleh pengolahan pasca panen seperti sun drying, pendinginan dan
selama penyimpanan. Scopoletin juga telah diidentifikasi mempunyai fungsi seperti
herbal tradisional buah Tetrapleura tetraptera Taub seperti disebutkan dalam
Ethnopharmacology Afrika Barat. Scopoletin mempunyai aktivitas yang ampuh
sebagai zat hipotensi dan agen spasmolitik nonspesifik. Efek farmakologi dari
scopoletin mungkin memperlambat terjadinya neuropati tropis di masyarakat yang
mengonsumsi Gari (Obidao and Obasi, 1991).
Sagu
Berdasarkan berbagai hasil penelitian, sagu memiliki berbagai keunggulan di
antaranya: (i) menggunakan bahan baku lokal dan tersedia melimpah di Indonesia
terutama di Maluku, Papua, dan Riau (ii) memiliki karbohidrat kompleks dalam
bentuk resistant starch (RS) dengan kadar 4,5% (iii) bersifat organik, (iv) memiliki
indeks glikemik (IG) rendah dan bebas gluten (gluten free), (v) tahan terhadap
perubahan iklim, (vi) dapat diusahakan dengan berbagai skala produksi, (vii) patinya
tahan disimpan lama karena komponen protein dan lemaknya kecil.
123
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
124
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
dikonsumsi setempat dan berbahan baku lokal/setempat seperti papeda dari sagu
untuk masyarakat Papua dan Maluku, kapurung dari Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Program ini harus terus digiatkan karena akan mendorong dunia kuliner serta
mendukung pangan berbasis kearifan lokal. Target program ini diutamakan untuk
daerah-daerah defisit beras atau daerah yang suplai berasnya menggantungkan
pada daerah lain. Dampak positifnya adalah akan menghemat biaya distribusi atau
transportasi beras.
125
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
126
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
masyarakat. Penyediaan pangan karbohidrat yang berasal dari lokal ini perlu
digalakkan dan didukung guna memenuhi ketahanan pangan bagi daerah setempat
dan ujungnya akan mendukung kemandirian pangan
secara nasional. Ketergantungan pasokan dari pulau Konsep diversifikasi
lain dapat dihambat ketika persediaan karbohidrat lokal pangan akan dapat
memadai dan tumbuh sesuai dengan kondisi alamnya. berjalan dengan baik
Konsep diversifikasi pangan akan dapat berjalan dengan bila masing-masing
baik bila masing-masing sumber karbohidrat bersama- sumber karbohidrat
sama dikembangkan dan tidak bertumpu pada beras saja. bersama-sama
Untuk mendorong tumbuh kembangnya sumber dikembangkan dan
karbohidrat yang berasal dari lokal, peran teknologi tidak bertumpu pada
menjadi sangat penting guna menyediakan produk beras saja
karbohidrat yang berasal dari jagung, ubi kayu, maupun
sagu. Penyediaan produk ketiga karbohidrat tadi dapat berupa produk berbasis
tepung atau dalam bentuk beras dan mie.
Pangan Lokal Nonpadi/Terigu Pangan Lokal Nonpadi/Terigu Produk Pangan Lokal Fungsional
Product Bergizi (Terfortifikasi) Padat Gizi (Beras, Pasta, (Nonpadi / Terigu)
(Beras, Pasta, Cereal, Cookies) Cereal, Cookies )
▪ Teknologi Pemuliaan ▪ Teknologi Precision Farming berbasis IT Teknologi Nano untuk Budidaya
▪ Teknologi Pembibitan ▪ Teknologi Rekayasa Mikroba untuk
▪ Teknologi Remotesensing Lahan Suboptimal
▪ Ekstraksi, Formulasi, Ekstrusi, ▪ Teknologi Pengolahan Pangan berbasis ▪ Teknologi Pengolahan Pangan
Teknologi
Fortifikasi, Pengawetan Enzim & Teknologi Biorefinery berbasis Enzim & Teknologi Biorefinery
▪ Rekayasa Proses Pangan ▪ Teknologi Rekayasa Pangan berbasis ▪ Teknologi Pengolahan Pangan
(Emulsi, Pengenyal, nonterigu Nutrigenomic
Pengembang, Homogenizing) ▪ Teknologi Deteksi Bahan (Biosensor) ▪ Teknologi Nano untuk
Beracun dan berbahaya pada produk pangan Pengolahan Pangan
Teknologi Radiasi untuk Pengawetan Pangan
Riset untuk mendukung peningkatan produksi dan produktivitas, pelestarian sumber daya, migrasi perubahan iklim
R&D
Riset untuk mendukung peningkatan nilai tambah, mutu, kesehatan (nutrigenomic), Keamanan Pangan, dan
Kesinambungan (Suistanable)
Gambar 4.23 Roadmap teknologi untuk pencapaian target diversifkasi pangan karbohidrat
127
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Teknologi untuk mendukung pangan karbohidrat menyangkut teknologi prapanen di sisi
Teknologi untuk mendukung pangan karbohidrat menyangkut teknologi
hulu (on farm) sampai produk hilirnya (off farm). Gambaran roadmap teknologi on farm
prapanen di sisi hulu (on farm) sampai produk hilirnya (off farm). Gambaran roadmap
disajikan pada Gambar 4.24.
teknologi on farm disajikan pada Gambar 4.24.
Teknologi On Farm
Teknologi Budidaya
2045
2035
2025
2015
Gambar
Gambar 4.24.
4.24. Roadmap
Roadmap teknologi
teknologi On
Onfarm
farm
2045
2025 2035
2015
129
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
130
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
pola tanam. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca sejak dini
diharapkan dapat digunakan untuk membuat perencanaan tahunan dari suatu
wilayah untuk mengatur pola tanamnya sehingga terhindar dari risiko gagal panen.
Pemenuhan kebutuhan air selama budidaya tanaman membutuhkan sistem
pengaturan tata air (irigasi) yang baik. Terlebih pada hutan sagu yang kebanyakan
hidup pada daerah rawa, sehingga pengelolaan irigasi sangat penting terutama
saat pengangkutan hasil panen. Teknologi pengelolaan air yang andal dan modern
untuk pemenuhan kebutuhan air untuk pertanian sangat penting untuk keberhasilan
budidaya tanaman. Penerapan teknologi pompanisasi pada lahan-lahan yang tidak
tersedia sistem irigasi sudah terbukti dapat membantu petani dalam memenuhi
kebutuhan air lahannya sehingga diperoleh hasil panen yang baik.
Namun demikian, biaya bahan bakar dan pengangkutannya untuk mencapai
lokasi lahan yang jauh dari akses jalan juga menjadi kendala yang dihadapi petani.
Di samping itu, penentuan titik untuk pengeboran sumur di lahan juga menjadi
hambatan manakala tidak terdapat sumber air di lokasi lahan tersebut. Oleh karena
itu, dukungan teknologi penyediaan mesin pompa yang murah dan efisien, termasuk
dengan pemanfaatan alternatif sumber bahan bakarnya, dan teknologi geolistrik
untuk penentuan sumber-sumber air menjadi penting untuk keberhasilan budidaya
pertanian.
Teknologi mekanisasi pertanian untuk lahan-lahan pertanian yang luas dan
datar sangat dibutuhkan untuk mengurangi biaya dan waktu panen sehingga dapat
mengurangi risiko penurunan mutu, kesulitan pemenuhan tenaga pertanian, serta
kehilangan hasil saat proses panen. Penerapan teknologi mekanisasi pertanian secara
luas diharapkan dapat meningkatkan daya saing petani dan produk hasil pertanian.
Meningkatnya daya saing produk hasil pertanian khususnya tanaman pangan sumber
karbohidrat akan sangat berpengaruh positif terhadap industri pengolahannya yang
menggunakan komoditi hasil panen tersebut sebagai bahan baku utamanya, yang
pada akhirnya juga akan dapat meningkatkan daya saing produk pangan lokal yang
dihasilkan.
Di samping penerapan teknologi mekanisasi pertanian, penerapan teknologi
pemberian pupuk berimbang dan presisi juga memegang peranan penting dalam
meningkatkan efisiensi proses budidaya maupun turut menjaga kelestarian
lingkungan khususnya lahan. Namun demikian, pada praktiknya tidak sedikit
petani yang memberikan pupuk berlebih pada tanamannya dengan harapan dapat
memperoleh hasil yang lebih banyak. Apalagi dalam praktiknya, petani tidak
131
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
132
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
133
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
No Kebutuhan Komoditi
teknologi
Jagung Ubi kayu Sagu
A Bagian Hulu a. Teknologi Pembibitan a. Teknologi Pembibi- a. Teknologi Pembi-
jagung komposit tan ubi kayu bitan sagu umur
b. Teknologi Pemupu- b. Teknologi Pemupu- pendek
kan berimbang kan berimbang
b. Teknologi penja-
c. Teknologi Budidaya c. Teknologi Budidaya rangan hutan sagu
jagung komposit ubi kayu unggul menjadi kebun sagu
d. Teknologi Pema- d. Teknologi Pema- c. Teknologi penentu-
nenan dan penyim- nenan dan penyim- an pemanenan
panan bahan baku panan bahan baku d. Teknologi penyim-
panan bahan baku
B Produk Antara
1. Penepungan a. Teknologi Penyoso-
han kulit
b. Teknologi pengecilan
ukuran (diskmill)
- -
c. Teknologi Pemisahan
2. Ekstraksi a. Teknologi Ekstraksi a. Teknologi Ekstraksi
hemat air hemat air
b. Teknologi Pengerin- b. Teknologi Penger-
- gan hemat energi ingan hemat energi
C Produk hilir (Ola-
han Karbohidrat)
Beras analog se- a. Teknologi Formula- a. Teknologi Formula- a. Teknologi Formula-
hat si dan penanganan si dan penanganan si dan penanganan
awal bahan baku awal bahan baku awal bahan baku
b. Teknologi Ekstrusi b. Teknologi Ekstrusi b. Teknologi ekstrusi
hemat energi model hemat energi single hemat energy single
single screw screw screw
c. Teknologi Pengerin- c. Teknologi Pengerin- c. Teknologi pengerin-
gan hemat energy gan hemat energi gan hemat energi
d. Teknologi Fortifikasi d. Teknologi Fortifi- d. Teknologi Fortifikasi
dan ingredient fung- kasi dan ingredient dan ingredient fung-
sional fungsional sional
134
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
135
BAB 4: PROYEKSI HINGGA TAHUN 2045
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
untuk menghasilkan peralatan yang dapat digunakan untuk identifikasi secara cepat
adanya kandungan bahan tambahan pangan yang berbahaya sehingga memberikan
rasa aman kepada konsumen.
Keberhasilan program diversifikasi sumber pangan karbohidrat tentunya
tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan teknologinya saja, tetapi juga adanya
keselarasan program dan kegiatan di kementerian lembaga maupun di daerah.
Dukungan kebijakan yang menyeluruh serta partisipasi aktif semua pihak untuk
peduli terhadap pentingnya diversifikasi sumber pangan karbohidrat menjadi ujung
tombak dalam keberhasilan program tersebut. []
136
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
BAB 5
PENUTUP
137
BAB 5: PENUTUP
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
138
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
BAB 5
PENUTUP
139
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Kita ketahui dan pahami bersama bahwa saat ini dan masa mendatang,
konsumsi pangan pokok bangsa Indonesia adalah beras. Penyediaan beras akan
menghadapi kendala karena ketersediaan sumber daya seperti lahan subur yang
semakin menyempit rata-rata 100 ribu ha per tahun, terbatasnya sumber daya air
untuk irigasi, terjadinya perubahan iklim, dan produktivitas tanaman padi yang mulai
melandai.
Sisi lain yang tidak kalah mengenaskannya adalah pengaruh yang ditimbulkan
karena pola konsumsi beras ini. Penduduk Indonesia mulai banyak terjangkit
penyakit diabetes akibat konsumsi beras yang sangat tinggi, mencapai 124 kg/kapita
per tahun. Untuk itu, salah satu upaya untuk mengimbangi ketersediaan beras dan
mengurangi konsumsi beras maka program diversifikasi pangan karbohidrat semakin
penting untuk diimplementasikan.
140
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
beras, jagung, ubi kayu, ubi lain, sagu, pisang, dan umbi lain yang belum tergali.
Keragaman sumber karbohidrat di negeri ini sangat beragam dan disesuaikan dengan
kondisi agroklimat masing-masing pulau serta kearifan lokal masyarakatnya.
141
BAB 5: PENUTUP
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
142
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
Daftar
Pustaka
Anonim, Outlook Komoditas Pertanian, Subsektor Tanaman Pangan, Padi 2015, Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta
Anonim, Outlook Komoditas Pertanian, Subsektor Tanaman Pangan, Jagung 2015. Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian RI, Jakarta
Anonim, Outlook Komoditas Pertanian, Subsektor Tanaman Pangan, Ubi Kayu 2015.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta
Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, 2007, Inderaja untuk Pertanian, Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 29, No. 6.
Badan Pusat Statistik, Laporan Hasil Sensus Pertanian (Pencacahan Lengkap), 2013.
Cotter, J. J. Nealon, 1987, “Area Frame Design for Agricultural Surveys”, USDA. Nat.
Agr. Stat. Serv. Washington
Dahrul Syah. 2009. Riset untuk mendayagunakan potensi local (Pelajaran dari
Industrialisasi Pangan). Bogor : Penerbit IPB Press
143
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Gower, A.R., 1993, “Questionire Design for Establishment Surveys”, Intl. Conf.
On Establishment Surveys, Buffalo. Pp. 950-956.
Kott, P.S., F.A. Vogel, 1995. Multiple frame business surveys. In Business
Survey Methods, ed. B. Cox, John Wiley & Son, New York, pp. 185-203.
Malingreau J.P. 1981. Remote Sensing for Monitoring Rice Production in the Wet
Tropics: Approach and Implication, Symposium on Application of Remote Sensing for
Rice Production. Hyderabad, India.
144
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Murphy, J., Casley, D.J. & Curry, J.J. 1991. Farmers’ estimations as a source of
production data, World Bank Technical Paper 132. Washington, DC: World Bank.
Maas, S.J., 1988, “Using Satellite Data to Improve Model Estimates of Crop
Yield”, Agronomy Journal, 80:655–662.
Resistant starch in cassava products Bruna Letícia Buzati Pereira; Magali Leonel
Centro de Raízes e Amidos Tropicais – CERAT, Universidade Estadual Paulista –
UNESP, Botucatu, SP, Brazil, e-mail: mleonel@cerat.unesp.br
145
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
146
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
LAMPIRAN
TAHUN
No. URAIAN SATUAN
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045
1 Jumlah Penduduk juta jiwa 239 257 271 285 296 305 314 321
Kebutuhan beras juta ton/
2
per kapita kap/th 0.132 0.124 0.124 0.124 0.124 0.124 0.124 0.124
3 a. Kebutuhan juta ton
beras untuk pen- beras / th
duduk 31.55 31.87 33.60 35.34 36.70 37.82 38.94 39.80
b. (Konversi Kebu- juta ton GKG
tuhan GKG) / th 49.85 50.35 53.09 55.84 57.99 59.76 61.52 62.89
4 Kebutuhan GK- Juta ton/
GNon Beras GKG per
tahun 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
5 Total Kebutuhan Juta ton/
GKG (3b+4) GKG per
tahun 55.35 55.85 58.59 61.34 63.49 65.26 67.02 68.39
6 Kebutuhan baku (juta) ha/th
lahan 10.58 11.3 12.07 12.91 13.79 14.73 15.73 16.80
7 Lahan baku (juta) ha/th
sawah yang ter-
sedia 11.29 11.29 11.29 11.29 11.29 11.29 11.29 11.29
8 Konversi Lahan (juta) ha/th 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11
9 Defisit Kebutuhan
Lahan
a. Apabila tidak juta ha
terjadi konversi
lahan 0.71 -0.01 -0.78 -1.62 -2.50 -3.44 -4.44 -5.51
b. Bila terjadi juta ha
konversi lahan 0.6 -0.089 -0.69 -1.44 -2.23 -3.05 -2.23 -3.05
Sumber : Irianto, 2011 diolah kembali (2016).
147
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
LAMPIRAN 2. Tabel Hasil Proyeksi Luas Panen, Produksi, dan Konsumsi Beras
Konsumsi Konsumsi
Total
Luas Panen Produktivitas RT Per Penduduk Konsumsi Tak
Tahun Produksi (Ton) Konsumsi Surplus
(Ha) (Ku/Ha) Kapita (rb) RT (ton) Langsung
(ton)
(kg) (ton)
2010 13,253,450 50.15 66,469,394 92.10 233,477 21,503,662 10,984,718 32,488,380 33,981,014
2011 13,203,643 49.8 65,756,904 89.48 241,991 21,652,636 9,774,700 31,427,336 34,329,568
2012 13,445,524 51.36 69,056,126 87.24 245,425 21,409,667 10,395,731 31,805,398 37,250,728
2013 13,835,252 51.52 71,279,709 85.51 248,818 21,277,502 10,905,493 32,182,995 39,096,714
2014 13,797,307 51.35 70,846,465 85.51 252,165 21,563,693 10,991,792 32,555,485 38,290,980
2015 14,309,364 52.8 75,550,895 85.19 255,462 21,762,343 9,156,974 30,919,317 44,631,578
2016 14,512,000 53.23 77,245,000 85.13 258,705 22,024,734 10,482,165 32,506,899 44,738,101
2017 14,767,000 53.75 79,370,000 85.17 261,891 22,304,192 10,507,426 32,811,618 46,558,382
2018 15,022,000 54.25 81,495,000 85.24 265,015 22,590,880 10,532,687 33,123,567 48,371,433
2019 15,276,000 54.74 83,620,000 85.35 267,974 22,871,530 10,557,948 33,429,478 50,190,522
2020 15,497,555 55.17 85,502,334 85.48 271,066 23,169,589 10,583,209 33,752,798 51,749,535
2021 15,725,476 55.59 87,418,929 85.62 273,819 23,443,917 10,608,470 34,052,387 53,366,542
2022 15,957,607 56.00 89,359,051 85.78 276,571 23,723,450 10,633,731 34,357,181 55,001,870
2023 16,192,522 56.39 91,314,891 85.95 279,324 24,008,452 10,658,992 34,667,444 56,647,447
2024 16,429,277 56.78 93,281,153 86.14 282,076 24,299,389 10,684,253 34,983,643 58,297,510
2025 16,667,250 57.15 95,254,220 86.36 284,829 24,596,875 10,709,514 35,306,389 59,947,831
2026 16,906,026 57.51 97,231,605 86.59 287,144 24,862,738 10,734,775 35,597,514 61,634,091
2027 17,145,335 57.87 99,211,577 86.83 289,459 25,134,247 10,760,036 35,894,283 63,317,294
2028 17,384,995 58.21 101,192,916 87.09 291,775 25,411,335 10,785,297 36,196,632 64,996,284
2029 17,624,888 58.54 103,174,743 87.37 294,090 25,694,106 10,810,558 36,504,664 66,670,079
2030 17,864,935 58.86 105,156,415 87.66 296,405 25,982,750 10,835,819 36,818,569 68,337,845
2031 18,105,083 59.18 107,137,445 87.97 298,255 26,236,529 10,861,080 37,097,609 70,039,836
2032 18,345,299 59.48 109,117,460 88.29 300,104 26,496,370 10,886,341 37,382,711 71,734,749
2033 18,585,559 59.78 111,096,158 88.63 301,953 26,762,520 10,911,602 37,674,122 73,422,036
2034 18,825,849 60.06 113,073,297 88.99 303,803 27,035,234 10,936,863 37,972,097 75,101,200
2035 19,066,158 60.34 115,048,670 89.37 305,652 27,314,770 10,962,124 38,276,894 76,771,776
2036 19,306,479 60.61 117,022,100 89.76 307,495 27,600,729 10,987,385 38,588,114 78,433,986
2037 19,546,810 60.88 118,993,434 90.17 309,118 27,874,300 11,012,646 38,886,946 80,106,488
2038 19,787,146 61.13 120,962,535 90.61 310,755 28,156,546 11,037,907 39,194,453 81,768,081
2039 20,027,485 61.38 122,929,280 91.06 312,407 28,447,745 11,063,168 39,510,913 83,418,367
2040 20,267,827 61.62 124,893,560 91.53 314,073 28,748,172 11,088,429 39,836,601 85,056,958
2041 20,508,171 61.86 126,855,273 92.03 315,753 29,058,102 11,113,690 40,171,792 86,683,481
2042 20,748,516 62.08 128,814,330 92.54 317,216 29,356,388 11,138,951 40,495,339 88,318,990
2043 20,988,861 62.30 130,770,647 93.08 318,691 29,664,172 11,164,212 40,828,384 89,942,263
2044 21,229,207 62.52 132,724,150 93.64 320,178 29,981,690 11,189,473 41,171,163 91,552,987
2045 21,469,553 62.73 134,674,770 94.22 321,676 30,309,172 11,214,734 41,523,906 93,150,865
BPS dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, diolah oleh Pusdatin, 2015
148
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Tahun
No. Uraian 2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)
A. Penyediaan (000 40.239 41.056 41.110 41.865 41.956 41.966 42.133
ton)
1 Produksi
- Masukan 61891 61264 64369 66649 66178 66265 66591
- Keluaran 38.830 38.437 40.385 41.815 41.520 41.574 41.779
2 Impor 683 2745 1787 472 833 843 857
3 Ekspor - 1 1 3 3 3 3
4 Perubahan Stok -726 125 1062 419 394 447 500
B. Penggunaan 40.239 41.056 41.110 41.865 41.956 41.966 42.133
(000 ton)
1 Pakan 68 70 70 71 71 71 72
2 Bibit - - - - - - -
3 Diolah untuk :
- Makanan - - - - - - -
- Bukan makanan 25 29 46 20 28 25 23
4 Tercecer 1006 1026 1028 1047 1049 1049 1053
5 Bahan Makanan 39139 39930 39966 40727 40808 40821 40985
C. Ketersediaan 162,08 165,01 162,84 163,68 161,83 159,79 258,42
per kapita (kg/
kapita/tahun)
Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi
Volume Ekspor
(Ton) Pertumbuhan
Tahun Pertumbuhan (%) Volume Impor (Ton) Neraca (ton)
(%)
2005 44.914 899,75 195.015 -20,81 -150.101
2006 1.177 -97,38 439.782 125,51 -438.605
2007 4.159 253,31 1.396.599 217,57 -1.392.440
2008 1.221 -70,64 289.274 -79,29 -288.053
2009 3.389 177,58 250.276 -13,48 -246.887
2010 810 -76,09 687.583 174,73 -686.773
2011 1.065 31,41 2.744.261 299,12 -2.743.196
2012 1.091 2,48 1.927.563 -29,76 -1.926.472
149
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
LAMPIRAN 5. Tabel Perkembangan Harga Produsen Padi dan Harga Konsumen Beras
Indonesia tahun 1983-2014
150
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Rata-rata
282 9.27 516 8.85 -234
1983-1996
Rata-rata
2,653 14.56 4,824 15.19 2,171
1997-2015
Rata-rata
1,647 12.41 2,996 12.62 1,349
1983-2015
Rata-rata
4,681 7.46 8,390 8.46 3,710
2011 - 2015
Sumber: 1) BPS
Sumber: 2) Kementerian Perdagangan diolah Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Keterangan: Data hingga Agustus 2015
LAMPIRAN 6. Tabel Konsumsi Jagung per Kapita, Rumah Tangga dan Permintaan
Industri di Indonesia Tahun 1985-2014
151
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
LAMPIRAN 7. Tabel Hasil Proyeksi Luas Panen, Produksi, dan Konsumsi Jagung
Tahun Luas Panen Produktivitas Produksi Konsumsi RT Penduduk Konsumsi RT
(Ha) (Ku/Ha) (Ton) Per Kapita (Kg) (Ribu) (Ton)
2010 4,132,000 44.36 18,328,000 1.76 233,477 411,621
2011 3,865,000 45.65 17,643,000 1.37 241,991 322,498
2012 3,958,000 48.99 19,387,000 1.68 245,425 401,191
2013 3,822,000 48.44 18,512,000 1.47 248,818 355,494
2014 3,837,000 49.54 19,008,000 1.55 252,165 391,562
2015 3,997,000 51.70 20,667,000 1.33 255,462 339,764
2016 4,071,048 53.64 21,835,885 1.22 258,705 315,620
2017 4,107,517 55.20 22,673,495 1.10 261,891 288,080
2018 4,143,988 56.74 23,511,106 1.17 265,015 310,068
2019 4,180,458 58.24 24,348,716 1.17 267,974 313,530
152
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Tahun
153
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
B. Penggunaan (000 ton) 528 1.748 1.920 1.922 2.027 2.133 2.245
1. Pakan - - - - - - -
2. Bibit - - - - - - -
3. Diolah untuk :
- Makanan - - - - - - -
- Bukan makanan 279 1.581 1.758 1.758 1.857 1.961 2.071
4. Tercecer - - - - - - -
5. Bahan Makanan 249 167 162 164 170 172 175
C. Ketersediaan per kapita 1,03 0,69 0,66 0,66 0,67 0,67 0,67
(kg/kapita/tahun)
Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi
154
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
1. Produksi
- Masukan - - - - - - -
- Keluaran 23.918 24.044 24.177 23.824 24.367 24.716 25.064
2. Impor - - - - - - -
3. Ekspor - - - - - - -
4. Perubahan Stok - - - - - - -
B. Penggunaan (000 ton) 23.918 24.044 24.177 23.824 24.367 24.716 25.064
C. Ketersediaan per kap- 44,86 67,37 45,96 46,01 46,11 45,48 44,88
ita (kg/kapita/tahun)
Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi
155
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
LAMPIRAN 12. Tabel Hasil Proyeksi Luas Panen, Produksi, dan Konsumsi Ubi Kayu
Konsumsi Konsumsi
Total
Luas Panen Produktivitas RT Per Penduduk Konsumsi Tak
Tahun Produksi (Ton) Konsumsi
(Ha) (Ku/Ha) Kapita (rb) RT (ton) Langsung
(ton)
(kg) (ton)
2010 1,183,047 202.17 23,058,344 44.31 233,477 10,568,768
2011 1,184,696 202.96 24,044,025 67.37 241,991 16,302,913
2012 1,129,688 214.02 24,177,372 61.79 245,425 15,163,609
2013 1,065,752 224.60 23,936,921 50.04 248,818 12,451,436
2014 1,003,494 233.55 23,436,384 52.86 252,165 13,328,499
2015 1,016,368 235.84 23,969,869 52.20 255,462 13,335,728 10,335,807 23,671,535
2016 1,108,560 241.30 26,749,012 51.99 258,705 13,449,093 11,534,174 24,983,267
2017 1,102,201 244.23 26,918,626 51.77 261,891 13,558,083 11,607,312 25,165,395
2018 1,095,873 258.33 28,309,804 51.55 265,015 13,662,526 12,207,188 25,869,714
2019 1,089,576 272.30 29,669,234 51.34 267,974 13,757,120 12,793,374 26,550,494
2020 1,068,956 280.77 30,012,895 51.00 271,066 13,825,120 13,372,015 27,197,135
2021 1,021,481 289.25 29,545,884 50.70 273,819 13,881,450 13,930,830 27,812,280
2022 982,637 297.73 29,256,231 50.35 276,571 13,925,036 14,489,645 28,414,681
2023 949,842 306.23 29,086,713 49.97 279,324 13,957,778 15,048,460 29,006,238
2024 921,285 314.73 28,995,692 49.55 282,076 13,977,823 15,607,275 29,585,098
2025 895,698 323.24 28,952,906 49.10 284,829 13,983,778 16,166,089 30,149,867
2026 872,193 331.77 28,936,387 48.61 287,144 13,957,348 16,724,904 30,682,252
2027 850,146 340.30 28,930,197 48.09 289,459 13,920,758 17,283,719 31,204,477
2028 829,121 348.84 28,922,788 47.55 291,775 13,873,313 17,842,534 31,715,847
2029 808,812 357.39 28,905,790 46.97 294,090 13,814,524 18,401,349 32,215,873
2030 789,005 365.94 28,873,145 46.37 296,405 13,743,853 18,960,163 32,704,017
2031 769,550 374.51 28,820,462 45.73 298,255 13,639,461 19,518,978 33,158,440
2032 750,341 383.09 28,744,563 45.06 300,104 13,522,723 20,077,793 33,600,516
2033 731,305 391.67 28,643,141 44.35 301,953 13,393,132 20,636,608 34,029,740
2034 712,390 400.27 28,514,522 43.61 303,803 13,250,178 21,195,423 34,445,600
2035 693,560 408.87 28,357,487 42.84 305,652 13,093,347 21,754,237 34,847,584
2036 674,789 417.48 28,171,144 42.02 307,495 12,921,819 22,313,052 35,234,871
2037 656,060 426.10 27,954,840 41.17 309,118 12,726,400 22,871,867 35,598,267
2038 637,360 434.73 27,708,088 40.28 310,755 12,516,542 23,430,682 35,947,224
2039 618,680 443.37 27,430,529 39.35 312,407 12,291,740 23,989,497 36,281,237
2040 600,015 452.02 27,121,887 38.37 314,073 12,051,490 24,548,311 36,599,802
2041 581,360 460.68 26,781,952 37.36 315,753 11,795,297 25,107,126 36,902,423
2042 562,712 469.34 26,410,559 36.30 317,216 11,514,272 25,665,941 37,180,213
2043 544,068 478.02 26,007,574 35.20 318,691 11,216,739 26,224,756 37,441,495
2044 525,429 486.71 25,572,888 34.05 320,178 10,902,273 26,783,571 37,685,843
2045 506,791 495.40 25,106,408 32.86 321,676 10,570,467 27,342,385 37,912,853
Sumber : BPS, 2015. Diolah Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian, 2015
156
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
1. Produksi
- Masukan 523 438 322 225 225 190 180 -18,22
- Keluaran 209 175 129 90 90 80 80 -18,22
2. Impor 1 0 3 0 7 7 7 -
3. Ekspor 5 8 6 6 6 6 6 9.58
4. Perubahan Stok - - - - - - - -
B. Penggunaan utk : - - - - - - - -
(000 ton)
1. Pakan - - - - - - - -
2. Bibit - - - - - - - -
3. Diolah untuk :
- makanan - - - - - - - -
- bukan makanan 23 36 19 17 19 19 19 2,03
4. Tercecer 1 1 1 1 1 1 1 0
5. Bahan Makanan 181 130 106 67 71 75 78 -19,37
C. Ketersediaan per 0,8 0,97 0,46 0,28 0,29 0,35 0,41 -20,9
kapita (kg/kapita/
thn)
157
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
158
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
159
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
Lampiran 16. Gambar Jumlah dan persentase penduduk miskin tahun 2009-2014
160
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
161
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
OUTLOOK TEKNOLOGI PANGAN
DIVERSIFIKASI PANGAN KARBOHIDRAT 2016
162
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI AGROINDUSTRI DAN BIOTEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI