Anda di halaman 1dari 70

ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET

BIDANG MAKANAN DAN GIZI

PENGEMBANGAN FORMULA
READY TO USE THERAPEUTIC
FOOD (RUTF) UNTUK
PENANGANAN BALITA WASTING
DI PUSKESMAS

OLEH:
ASTUTI LAMID

BADAN PENELITIAN DAN


PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JAKARTA, 13 JUNI 2019

i
ii
@ 2019 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Pengembangan Formula Ready To Use Therapeutic Food (RUTF)


Untuk Penanganan Balita Wasting di Puskesmas/Astuti Lamid.
Jakarta - Lembaga Penerbit Badan Litbangkes (LPB), 2019

x, 56p.; 14,8 x 21 cm

ISBN 978-602-373-121-3
1. Intervensi Makanan
2. Penanganan Wasting

Copyeditor : Emiliana Tjitra


Proof reader : Sudibyo Soepardi
Penata Isi : Bagus Mardhianto
Desainer Sampul : Ahdiyat Firmana

Diterbitkan oleh:
Lembaga Penerbit Badan Litbangkes (LPB)
Alamat Penerbit: Jl. Percetakan Negara 23, Jakarta 10560
Telp. (021) 4261088, ext. 222, 223. Fax. (021) 4243933
Email: penerbit@litbang.depkes.go.id

iii
iv
BIODATA RINGKAS

Astuti Lamid, lahir di Padang tanggal 17


Januari 1955, merupakan putri ke enam
dari delapan bersaudara, dari Bapak Lamid
Datuk Besar (alm) dan Ibu Kasihan (almh).
Menikah dengan Prof. Dr. Komari, M.Sc.
(alm) dan dikaruniai dua orang putri yaitu
Adini Alvina, S.KH; S.T.P. dan Aussie
Komala Rani, S.Kom.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 34/M Tahun 2016 yang bersangkutan diangkat sebagai
Peneliti Ahli Utama terhitung mulai tanggal 1 Maret 2016.
Menamatkan Sekolah Dasar Bubutan II di Surabaya tahun
1967; Sekolah Menengah Pertama Negeri VI di Surabaya tahun
1970; dan Sekolah Asisten Apoteker Negeri di Surabaya tahun
1973. Memperoleh gelar Sarjana Muda Gizi dari Akademi
Gizi, Jakarta tahun 1979; gelar Master Community Nutrition
dari University of Queensland Australia, tahun 1988; dan gelar
Doktor Bidang Gizi Masyarakat dari Institut Pertanian Bogor
tahun 2007.
Awal karier bekerja sebagai staf Seksi Gizi di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur di Surabaya sejak tahun 1980 -
1983sebagai peneliti di Puslitbang Gizi dan Makanan tahun
1983-2011, sebagai peneliti pada Pusat Penelitian Terapan
Kesehatan dan Epidemiologi Klinik tahun 2012-2015, dan
sebagai peneliti pada Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
sejak 2016 sampai sekarang.

v
Jabatan fungsional peneliti diawali sebagai Asisten Peneliti
Muda tahun 1990, Asisten Peneliti Madya tahun 1993, Ajun
Peneliti Muda tahun 1995, Ajun Peneliti Madya tahun 1998,
Peneliti Muda tahun 2000, Peneliti Madya tahun 2004, Peneliti
Madya golongan IV/c tahun 2009, dan Peneliti Utama
golongan IV/d tahun 2016.
Telah menghasilkan 48 karya tulis ilmiah (KTI), baik yang
ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku,
jurnal, prosiding, dan makalah yang diterbitkan dan atau
disampaikan dalam pertemuan ilmiah nasional dan
internasional. Sebanyak 13 KTI di antaranya dalam bahasa
Inggris.
Ikut serta dalam pembinaan kader ilmiah, di antaranya
sebagai pembimbing peneliti di lingkungan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan.
Ditugaskan dalam Tim Teknis Ilmiah Riset Pembinaan
Kesehatan (Risbinkes) tahun 2012-2015 dan Panitia Pembina
Ilmiah (PPI) sejak tahun 2014.
Aktif dalam organisasi profesi sebagai pengurus Bidang
Ilmiah DPC Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI) Bogor sejak
tahun 2015, anggota Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia
(APKESI) sejak 2014, dan anggota Himpunan Peneliti
Indonesia (HIMPENINDO) sejak tahun 2018.
Penerima tanda penghargaan Satyalancana Karya Satya
XX-Tahun 2008 dan Satyalancana Karya Satya XXX-Tahun
2013 dari Presiden RI.

vi
vii
DAFTAR ISI

BIODATA RINGKAS ...................................................................... v


DAFTAR ISI .................................................................................. viii
PRAKATA PENGUKUHAN............................................................ x
I. PENDAHULUAN.......................................................................... 1
II. BALITA WASTING DAN PENANGANANNYA ....................... 4
2.1 Balita Wasting di Indonesia .................................................. 4
2.2 Penanganan Balita Wasting .................................................. 6
III. FORMULA DAN EFIKASI READY TO USE THERAPEUTIC
FOOD (RUTF) LOKAL .......................................................... 10
3.1 Formula RUTF Lokal ......................................................... 11
3.2 Efikasi RUTF Lokal........................................................... 14
IV. PMT PEMULIHAN DENGAN RUTF LOKAL UNTUK
PENANGANAN BALITA WASTING .................................... 16
4.1 Perkembangan Penanganan Balita Wasting. ....................... 16
4.2 RUTF Lokal untuk Penanganan Balita Wasting
di Puskesmas........................................................................ 17
V. KESIMPULAN .......................................................................... 20
VI. PENUTUP ................................................................................. 21
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 26
DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH .................................................... 36
DAFTAR PUBLIKASI LAINNYA....................................... 44
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................ 48

viii
ix
PRAKATA PENGUKUHAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam sejahtera untuk kita semua
Majelis Pengukuhan Profesor Riset yang mulia dan para
hadirin yang saya hormati,
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas
segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga kita semua
mendapat kesempatan berkumpul di tempat ini dalam acara
orasi pengukuhan Profesor Riset.
Bidang Makanan dan Gizi merupakan bidang penelitian
saya sejak tahun 1983 sampai sekarang dan telah
mengembangkan “Makanan Terapi Siap Santap (Kchijau-nut
dan Tempe-nut) untuk Penderita Gizi Buruk dan Proses
Pembuatannya” pada tahun 2012 yang telah di daftarkan
patennya.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankanlah
saya mengucapkan terimakasih atas kesediaan bapak, ibu, dan
saudara sekalian yang telah meluangkan waktu dan perhatian
untuk menghadiri acara ini. Dengan segala kerendahan hati,
izinkan saya menyampaikan orasi ilmiah dengan judul:

”PENGEMBANGAN FORMULA READY TO USE


THERAPEUTIC FOOD (RUTF) UNTUK PENANGANAN
BALITA WASTING DI PUSKESMAS”

x
xi
I. PENDAHULUAN

Kualitas sumber daya manusia, sangat dipengaruhi oleh


asupan zat gizi yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Asupan
zat gizi yang kurang dari makanan yang dikonsumsi, dapat terjadi
pada semua kelompok umur. Data rerata asupan gizi pada balita,
anak sekolah, dan ibu hamil menunjukkan kurang dari kebutuhan
tubuh1,2,3. Asupan gizi kurang diketahui setelah dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended
Dietary Allowances (RDA)4,5. Di antara kelompok umur tersebut,
balita termasuk paling rentan akibat dari kekurangan zat gizi.
Akibat kekurangan gizi kronis, balita berisiko menjadi stunting
(pendek), dan kekurangan gizi akut balita berisiko mengalami
wasting 6.
Wasting yang terjadi pada balita di Indonesia menjadi
masalah kesehatan yang serius, prevalensinya di atas 10%7.
Wasting adalah keadaan gizi yang merupakan gabungan kurus
(gizi kurang) dan sangat kurus (gizi buruk)6. Balita kurus
ditandai dengan berat badan kurang menurut tinggi badan,
rerata kadar hemoglobin lebih rendah dari normal, dan hampir
50% menderita penyakit infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA)8.
Kondisi lebih parah terjadi pada balita sangat kurus yaitu
rerata berat badannya kurang dari normal, asupan gizi hanya
mencapai 60% AKG, tingkat kecerdasan rendah, 50% menderita
ISPA, dan 90% kurang nafsu makan9,10,11. Dampaknya mortalitas
meningkat, dan jangka panjang terjadi lost generation. Target
global yang dicanangkan oleh World Health Assembly tahun
2025 dan Sustainable Development Goal (SDG’s) tahun 2030,
menurunkan prevalensi wasting menjadi kurang dari 5%12,13.

1
Penanganan balita sangat kurus yang dilakukan secara rawat
jalan merupakan modifikasi pedoman tatalaksana WHO 1999 dan
Kementerian Kesehatan 200314,15. Balita sangat kurus yang
sebelumnya ditangani dengan rawat inap dapat ditangani dengan
rawat jalan di Puskesmas beberapa Kabupaten16.
Selama ini makanan tambahan untuk penanganan rawat jalan
balita sangat kurus berbasis susu, dikenal sebagai Modisco, dan
kemudian beralih ke Formula-10017,18,19. Makanan tambahan
diberikan sebagai makanan pemulihan untuk memenuhi asupan
gizi balita. Makanan tambahan susu skim20, formula tempe21,
formula susu skim yang difortifikasi dengan Zink22,23,24 dan
DocosaHexaenoic Acid (DHA)25,26 ternyata belum optimal untuk
meningkatkan status gizi dan asupan zat gizi balita selama rawat
jalan.
Penanganan balita kurus dengan pemberian makanan
tambahan (PMT) “Biskuit” di posyandu, belum maksimal
meningkatkan status gizi. Hal ini disebabkan karena kepatuhan
mengonsumsi biskuit rendah serta kurang konseling27. Penanganan
rawat jalan dengan PMT “cookies” hanya meningkatkan status
gizi balita kurus sekitar 50% 8.
Di Nigeria, formula Ready To Use Therapeutic Food (RUTF)
dapat menurunkan kasus balita kurus dan sangat kurus28. Di
Indonesia, RUTF telah dikembangkan menggunakan bahan
makanan lokal untuk meningkatkan asupan zat gizi balita sangat
kurus. RUTF lokal terbukti unggul dibandingkan dengan Formula-
100 dan makanan tambahan biskuit dari segi kandungan zat gizi,
keamanan, dan dapat meningkatkan asupan dan status gizi10,29.
RUTF lokal telah diuji sebagai solusi untuk penanganan
masalah wasting yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
Penggunaan RUTF lokal diharapkan dapat menggantikan

2
formula makanan yang selama ini digunakan dalam
penanganan balita kurus dan sangat kurus di Puskesmas.

3
II. BALITA WASTING DAN PENANGANANNYA

Kurang gizi pada balita masih menjadi salah satu masalah


gizi yang dihadapi penduduk Indonesia. Salah satu bentuk
kurang gizi yang perlu ditangani adalah wasting. Program
penanganan balita wasting memerlukan perhatian khusus dan
perlu dievaluasi.
2.1 Balita Wasting di Indonesia
Wasting sebagai masalah gizi akut merupakan
gabungan gizi moderate wasted (kurus) dan severe wasted
(sangat kurus). Wasting ditentukan berdasarkan indikator
berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB)/panjang
badan (PB), yaitu sebesar BB/TB<-2 Standar Deviasi
(SD). Dikategorikan kurus bila BB/TB dengan -3 SD ≥
BB/TB <-2 SD dan sangat kurus sebagai BB/TB <-3 SD
merujuk baku WHO6.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
prevalensi wasting menunjukkan penurunan dari tahun ke
tahun yakni sebesar 13,6% pada tahun 2007 kemudian
12,1% pada tahun 2013 dan menjadi 10,2% pada tahun
2018. Walaupun cenderung menurun, prevalensi wasting
10-14% dianggap sebagai masalah kesehatan serius perlu
ditangani. Dua puluh satu provinsi di Indonesia memiliki
prevalensi wasting di atas rerata prevalensi nasional pada
tahun 2018. Lebih lanjut data Riskesdas tahun 2018
menunjukkan prevalensi balita kurus secara nasional
sebesar 6,7% dan sangat kurus 3,5%7.
Pada masa rawan pangan terjadi peningkatan kasus
balita sangat kurus di beberapa daerah, kondisi ini
dianggap darurat yang dinyatakan sebagai Kejadian Luar

4
Biasa (KLB) gizi buruk. Pelaporan dibuat dalam 1x24 jam
dan kasus harus segera ditangani di daerah30.
Penyebab wasting secara langsung adalah asupan
makanan yang kurang dan penyakit infeksi. Sedangkan
penyebab tidak langsung adalah kondisi sosial ekonomi,
budaya, sanitasi lingkungan dan akses terhadap pelayanan
kesehatan31.
Karakteristik balita wasting terbanyak jenis kelamin
perempuan, umur 1-3 tahun, dari keluarga tidak mampu
dan orang tuanya kurang pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan32,33,34. Menurut data Riskesdas tahun 2013,
balita kurus banyak tinggal di perkotaan. Secara fisik,
balita kurus terlihat kecil untuk tinggi/panjang
badannya35,36. Risiko yang dialami balita kurus yaitu
imunitas menurun, rentan terhadap penyakit menular, dan
mengalami gangguan tumbuh kembang37.
Kondisi yang lebih parah terlihat pada balita sangat
kurus, dengan ciri-ciri: cengeng; rewel, kulit keriput dan
kusam; wajah seperti orang tua; rambut tipis, jarang dan
berubah warna; kadang-kadang disertai odema atau
pembengkaan pada kaki atau anggota badan yang lain37.
Hasil penelitian pada anak sangat kurus menemukan 50%
anak menderita ISPA, kurang dari 10% mengalami diare
dan dermatitis, dan 90% dengan nafsu makan
menurun10,11,38. Pada umumnya balita sangat kurus
mempunyai risiko kecerdasannya di bawah normal9,39,40.
Balita sangat kurus bila tidak ditangani segera dapat
menimbulkan kematian. Risiko meninggal balita sangat
kurus adalah 9 kali lebih tinggi dari pada balita normal41.
Oleh sebab itu dibutuhkan penanganan yang mendesak

5
karena mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di
masa yang akan datang.
2.2 Penanganan Balita Wasting
Penanganan balita kurus dilakukan oleh Pemerintah
dengan PMT berupa biskuit selama 3 bulan (90 hari).
Pendistribusiannya melalui posyandu atau polindes
(pondok bersalin desa), dan pencatatan dan pelaporan
konsumsi biskuit berada di Puskesmas42. Pemantauan
pertambahan berat badan dilakukan setiap bulan di
posyandu. Belum ada data yang menunjukkan keberhasilan
program suplementasi biskuit pada balita kurus. Data
Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) 2016
menemukan bahwa memang belum ada kegiatan
pemantauan pemberian biskuit di lapangan, dan konseling.
Akibatnya pemberian biskuit salah sasaran dan kepatuhan
mengonsumsinya rendah27.
Penelitian terhadap balita kurus secara rawat jalan
selama 3 bulan di Klinik Gizi, Bogor, menghasilkan rerata
kenaikan berat badan sebesar 0,97 kg, dan tinggi badan
sekitar 2,88 cm. Proporsi balita kurus yang meningkat
menjadi gizi baik sekitar 50% dan kepatuhannya
mengonsumsi cookies mencapai 70-80%8.
Penanganan balita sangat kurus dilakukan secara rawat
inap di Rumah Sakit dan Puskesmas yang mempunyai
fasilitas perawatan. Penanganan rawat inap ditemukan
banyak kendala terutama dari pihak keluarga. Alasannya
karena faktor ekonomi, tidak ada yang menjaga anak dan
jarak fasilitas kesehatan jauh dari rumah33. Sebagai
alternatif dilakukan penanganan balita sangat kurus yang

6
tidak memiliki komplikasi medis, dengan rawat jalan di
Puskesmas.
Intervensi PMT pada balita terutama menggunakan
makanan formula berbasis susu. Hanya 65% balita sangat
kurus meningkat status gizinya menjadi balita kurus,
dengan pemberian susu skim melalui pemulihan secara
rawat jalan 43. Capaian peningkatan status gizi pada balita
kurus dan sangat kurus menggunakan formula makanan
tempe 50 g/hari lebih baik dari pada kelompok kontrol
yang hanya diberi susu skim 50 g/hari. Sebanyak 40%
balita sangat kurus dan kurus meningkat status gizi
menjadi gizi baik dengan formula tempe dibandingkan
dengan hanya 30% pada balita sangat kurus dan kurus
yang diberi susu skim21.
Analisis kadar biokimia darah balita sangat kurus
menunjukkan rerata DHA dalam darah lebih rendah sekitar
6,1 mg/100 g dibandingkan anak gizi baik44. Kadar Zinc
balita sangat kurus hanya separuh dari balita gizi baik23.
Formula makanan yang diperkaya dengan zink 2 mg/kg
BB dan asam lemak poly-unsaturated fatty acid (DHA) 15
mg/kg BB belum dapat meningkatkan status gizi dan
tingkat kecerdasan balita sangat kurus dibandingkan
dengan kontrol yang diberi makanan formula hanya
berbasis susu (p>0,05)22,25.
Penanganan balita sangat kurus dengan rawat jalan
merupakan modifikasi pedoman penanganan WHO tahun
1999 dan Kementerian Kesehatan tahun 2003 dengan
menggunakan makanan formula berbasis susu yang
disebut dengan Formula-10014,15 Cara ini telah
diaplikasikan di Puskesmas beberapa Kabupaten.
Pemulihan balita sangat kurus menggunakan Formula-100

7
berupa makanan cair dan diberikan selama 3 bulan,
menghasilkan sepertiga balita sangat kurus mencapai
status gizi normal11.
Penanganan rawat jalan seharusnya mengacu pada
pedoman Kementerian Kesehatan tahun 201145, namun
implementasinya di Puskesmas berbagai daerah belum
sesuai46. ‘’Penelitian Studi Implementasi Penanganan
Balita Kurus dan Sangat Kurus di Puskesmas Tahun 2017”
menemukan bahwa masih terdapat pemberian makanan
tambahan pemulihan untuk balita sangat kurus dan kurus
di daerah penelitian belum sesuai dengan pedoman46.
Dari 8 puskesmas yang diteliti di 4 provinsi, hanya 3
puskesmas yang menggunakan Formula-100 untuk
penanganan balita sangat kurus. Pada 5 puskesmas lainnya,
balita sangat kurus diberikan makanan tambahan biskuit
yang sebenarnya untuk program penanggulangan balita
kurus, atau diberikan makanan tambahan lain yang tidak
tepat untuk balita sangat kurus, termasuk diberikan susu
formula bayi/anak. Hal ini disebabkan persediaan makanan
Formula-100 kurang atau tidak ada. Ketersediaan makanan
Formula-100 sangat tergantung pada pengadaan di tingkat
kabupaten dan Provinsi, atau pada Tim Asuhan Gizi yang
terdiri dari dokter, perawat dan tenaga pelaksana gizi
(TPG) di Puskesmas yang menangani balita sangat kurus.
Tim Asuhan Gizi yang belum mendapat pelatihan cara
menangani balita sangat kurus sehingga tidak mengetahui
pentingnya Formula-100 yang perlu ada dalam
penanganan balita sangat kurus secara rawat jalan di
Puskesmas46.
Temuan lain yang penting yaitu sasaran PMT biskuit
yang seharusnya untuk balita kurus, dibagikan untuk balita

8
dari keluarga miskin (GAKIN), balita pasca menderita gizi
buruk, balita yang tidak naik berat badannya. Hal ini
disebabkan belum ada petunjuk teknis Pemberian PMT
biskuit termasuk penyuluhan atau konselingnya46.
Pemberian formula makanan yang tidak sesuai baik
dalam jumlah atau bentuknya dapat berpengaruh pada
asupan makanan balita sangat kurus dan kurus sehingga
asupan gizinya tidak sesuai kebutuhan. Asupan energi,
protein dan zat gizi lain yang kurang dari 60% pada balita
sangat kurus belum dapat memenuhi Angka Kecukupan
Gizi yang dianjurkan. Demikian juga pada penelitian di
Kabupaten Bogor ditemukan asupan gizi balita kurus
tidak mencukupi kebutuhannya8,10.
Formula-100 dapat meningkatkan berat badan dalam
penanganan secara rawat jalan tetapi belum optimal
meningkatkan status gizi karena kepatuhan mengonsumsi
makanan formula tersebut masih rendah23. Demikian juga
formula makanan lain berbasis susu, formula tempe dan
diperkaya dengan DHA dan Zinc. Dewasa ini negara
Afrika dan negara Asia Selatan tidak lagi menggunakan
Formula-100 dalam penanganan balita sangat kurus dan
beralih menggunakan makanan siap santap yang disebut
Ready To Use Therapeutic Food (RUTF)47,48,49.

9
III. FORMULA DAN EFIKASI READY TO USE
THERAPEUTIC FOOD (RUTF) LOKAL

RUTF merupakan makanan pemulihan untuk balita sangat


kurus yang berupa makanan padat, bentuk pasta diperkaya
dengan zat gizi berupa vitamin dan mineral. RUTF digunakan
dalam program perawatan, baik rawat inap atau rawat jalan,
untuk balita yang datang, ke pusat pelayanan kesehatan50.
RUTF telah digunakan di Malawi, Afrika, India dan negara
lainnya untuk menanggulangi balita sangat kurus.
Intervensi dengan RUTF dapat menurunkan kejadian balita
kurus secara bermakna sebesar 36% dan sangat kurus sebesar
58%. Keunggulan lain RUTF dibandingkan Formula-100
adalah: 1) mengurangi efek pelarutan dengan air sehingga
mengurangi risiko tercemar mikroorganisme; 2) zat gizi
lengkap karena diperkaya dengan vitamin dan mineral; 3)
merupakan makanan instan yang tidak memerlukan preparasi,
tahan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, dan dapat
disimpan lama; 4) densitas energi lebih tinggi dari pada
Formula-10047,49.
Kelemahan RUTF yang ada di pasaran adalah merupakan
produk luar negeri berbasis kacang tanah yang dapat
menimbulkan alergi serta diare pada balita. Selain itu kacang
tanah di Indonesia juga mudah tercemar oleh aflatoxin.
Mempertimbangkan bahan pangan berbagai jenis kacang-
kacangan banyak terdapat di Indonesia dan mencegah impor,
maka makanan pemulihan RUTF dikembangkan untuk balita
sangat kurus. Keuntungan RUTF lokal menggunakan kacang
hijau, tempe atau kacang-kacangan lain adalah kemudahan
dalam memperoleh bahan dasar, tidak menimbulkan alergi dan
penggunaan kacang-kacangan yang difermentasi seperti tempe

10
tidak menyebabkan diare pada balita21. Khusus bahan RUTF
kacang tanah, perlu dipilih bahan yang tidak terpapar aflatoxin.
3.1 Formula RUTF Lokal
Pengembangan RUTF lokal menyesuaikan dengan
spesifikasi Unicef/WHO tahun 201251,52. Bahan baku
untuk RUTF lokal dipilih dari beberapa kacang-kacangan
yakni kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kacang
kedele dan hasil fermentasi kacang kedele yaitu tempe.
Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang murah,
mudah di dapat di daerah dan tepat digunakan sebagai
makanan tambahan mengatasi kurang gizi yang terjadi
pada balita.
Agar kandungan protein dan energi terpenuhi dalam
produk RUTF lokal maka ditambahkan susu, gula dan
minyak. Kebutuhan zat gizi mikro dipenuhi dengan
menambahkan 23 jenis vitamin mineral sesuai anjuran
Unicef (2012), yaitu Vitamin; A, B1, B2, B6, B12, D, E,
K, C; Asam Folat; Asam Pantotenat; Yodium; Besi; Zinc;
Selenium; Magnesium; Kalium; Natrium; Kalsium; Biotin;
Niacin; Fosfor; dan Cooper. Penambahannya bertujuan
antara lain untuk mengatasi masalah kekurangan zat besi,
vitamin A dan Zinc yang masih banyak terjadi pada balita
di Indonesia.
Pembuatan RUTF lokal merupakan serangkaian
kegiatan dimulai dari menyusun komposisi bahan produk
dengan formulasi, mencampur bahan baku sampai
pengepakan. Semua bahan pembuatan RUTF lokal tersedia
di daerah kecuali vitamin mineral yang merupakan
fortifikan yang dibeli dari luar negeri.

11
Formulasi komposisi bahan RUTF lokal per 100g
bahan dilakukan dengan kriteria: energi 520-550 kalori,
protein 13-16 g dan lemak 26-36 g51,52. Formulasi ini
menjadi dasar untuk mendapatkan komposisi yang
mempunyai nilai cerna yang baik, mudah dikonsumsi, dan
biaya relatif murah29,53. Tiga formula yang sesuai dengan
kriteria diperoleh melalui kalkulasi dengan
mempertimbangkan kandungan zat gizi bahan untuk
pembuatan RUTF lokal. Hanya satu formula terbaik (Tabel
1) masing-masing dari kacang tanah, kacang hijau dan
tempe yang dipilih untuk dilakukan beberapa kali
percobaan pembuatan RUTF yang sesuai spesifikasi
Unicef (2012).54
Bahan makanan yang digunakan, proses pembuatan
berikut komposisi RUTF lokal terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi RUTF lokal.
Jenis Komposisi
RUTF Kacang tepung kacang tanah 25%, minyak
Tanah sayur 15%; susu skim 30%, gula pasir
28% dan premix vitamin dan mineral
2%.
RUTF Kacang tepung kacang hijau 22,7%, minyak
Hijau sayur 13,6%; santan 9,1%; susu skim
27,2%, gula pasir 25,4% dan premix
vitamin dan mineral 2%.
RUTF Tempe tepung tempe 23,8%; minyak sayur
19%, susu skim 28,5%, gula pasir
26,6% dan premix vitamin dan mineral
2%
Sumber: Dikutip dari Deskripsi RUTF pada pengajuan Paten, 201254

12
Pembuatan RUTF dimulai dengan penepungan kacang-
kacangan dan tempe, kemudian disangrai dalam
microwave. Bahan dicampur dengan gula pasir, susu skim,
vitamin dan mineral. Adonan dihaluskan dengan alat mixer
dan ditambahkan minyak sayur yang telah dihangatkan,
sampai menjadi adonan yang kalis, kemudian dikemas
dalam plastik.
Ulangan percobaan pembuatan RUTF terjadi karena
bentuk RUTF yang diperoleh berdasar komposisi pada
Tabel 1 tidak sesuai dengan spesifikasi, yaitu bentuknya
terlalu encer atau; sangat padat atau berubah warna selama
pencampuran dan penyimpanan. Perbaikan dilakukan
dalam proses teknis pembuatan RUTF dan proses
pencampuran dengan vitamin mineral. Interaksi antara
vitamin mineral yang menyebabkan terjadi perubahan
dihindarkan dengan membuat mikrokapsul zat besi dan
yodium. Mikrokapsul dalam bentuk tepung, kemudian
ditambahkan ke dalam bahan campuran RUTF lokal
sehingga akhirnya dapat diperoleh produk RUTF sesuai
bentuk spesifikasi dan tidak berubah selama proses
pencampuran dan penyimpanan55,56,57.
Kandungan energi dan zat gizi formula RUTF hasil
analisis proksimat disajikan pada Tabel 2. Kandungan
energi, protein, lemak, vitamin A dan besi untuk ketiga
produk dalam batas yang dianjurkan oleh Unicef.

13
Tabel 2. Kandungan gizi RUTF lokal.
Zat gizi RUTF Lokal Standar
Kacang Kacang Tempe RUTF
Unicef
tanah hijau
2012
Energi/Kkal 527,5+15,8 530,4+15,9 521,1+13,1 520-550
Protein/g 14,1+0,3 16,0+ 0,3 16,9+0,3 13-16
Lemak/g 29,7+ 0,6 29,1+ 0,6 27,9+1,5 26-36
VitaminA/mcg 810+18,8 806+12,1 802+12,1 800-1200
Zat besi/mg 10,2+0,2 12,0+0,2 11,6+0,2 10-14
Sumber: Komari dan Lamid A(2012)29
Uji kesukaan balita terhadap RUTF lokal mendapatkan
hasil sebagian besar menyukai kacang hijau kemudian
diikuti dengan kacang tanah dan tempe,29,53. Keamanan
produk RUTF lokal berdasarkan hasil analisis cemaran
mikroba untuk Angka Lempeng Total, Kapang dan
Coliform serta jenis logam berat untuk Timbal, Raksa,
Kadmium dan Timah dibandingkan dengan standar
keamanan Unicef 2012 maupun SNI 2009 yaitu tidak
melebihi ambang batas yang ditentukan,29,53.
3.2 Efikasi RUTF Lokal
Uji efikasi dilakukan untuk menilai efektivitas
pemberian RUTF lokal dalam meningkatkan asupan gizi,
status gizi dan kesehatan balita sangat kurus. Satu paket
RUTF lokal per 100 g terdiri dari 4 sachet diujikan kepada
balita sangat kurus di Kabupaten Bogor dan Subang29.
Setelah 3 bulan terjadi kenaikan status gizi yang signifikan
pada kedua kelompok (RUTF lokal dan Formula-100).
Efektivitas RUTF lebih baik dibandingkan Formula-
100 dalam meningkatkan asupan zat gizi balita sangat

14
kurus. Hampir semua asupan zat gizi (Energi, Protein,
Vitamin A, Besi dan Zinc) kedua kelompok pada awal
kurang dari 70% AKG, namun pada akhir penelitian
asupan zat gizi meningkat melebihi 100% AKG untuk
semua zat gizi hanya terjadi pada kelompok RUTF. Dilihat
dari rerata asupan vitamin A dan besi, kelompok RUTF
lebih tinggi asupannya secara signifikan dibandingkan
dengan kelompok Formula-100. Dari aspek penyakit yang
dialami balita sangat kurus, penyakit yang dominan
diderita adalah ISPA. Penurunan kasus ISPA terbanyak
pada kelompok RUTF10,53.
Kepatuhan mengonsumsi formula makanan baik
Formula-100 dan RUTF lokal hampir sama sekitar 50-
60%. Keunggulan RUTF lokal yang lain adalah cara
pemberiannya praktis tidak perlu diseduh dengan air
panas. Beberapa penelitian di negara Afrika menunjukkan
RUTF berhasil memulihkan status gizi balita kurus
maupun balita sangat kurus28.
Produk RUTF dikemas menggunakan metalized plastic.
Lama daya tahan simpan untuk ketiga RUTF lokal
mencapai enam (6) bulan, tanpa menunjukkan perubahan
fisik dan bau53.
RUTF yang menggunakan bahan makanan lokal terbukti
dapat diterima masyarakat, khususnya keluarga yang
mempunyai balita kurus dan sangat kurus. RUTF lokal ini
telah didaftarkan dengan pendaftaran paten Nomor
P00201201133: Makanan Terapi Siap Santap (KcHijau-
Nut dan Tempe-Nut) untuk penderita gizi buruk dan proses
pembuatannya dengan tanggal pendaftaran 6-12-201254.

15
IV. PMT PEMULIHAN DENGAN RUTF LOKAL
UNTUK PENANGANAN BALITA WASTING

Penanganan balita wasting terkait dengan hak anak untuk


mendapatkan akses kesehatan sesuai Konvensi Hak Anak PBB
tahun 1989. Dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan tahun 2016 pada bagian ayat (1) dalam Permenkes
RI No. 43 tahun 2016, tertulis bahwa setiap balita mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar58. Balita sangat kurus dan
kurus mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas sesuai
standar, maka penanganan balita kurus dan sangat kurus harus
mengacu pada pedoman dan petunjuk teknis Kementerian
Kesehatan dan rekomendasi WHO tahun 1999. Dalam
pedoman tersebut tercantum bahwa Formula-100 digunakan
untuk penanganan balita sangat kurus secara rawat inap dan
rawat jalan di Puskesmas.
4.1 Perkembangan Penanganan Balita Wasting.
Dahulu penanganan balita kurus difokuskan kepada
penanganan balita kurang gizi berdasarkan berat badan
terhadap umur dan diberikan Bahan Makanan Campuran
(BMC) atau makanan tambahan yang terbuat dari kedele59.
Saat ini penanganan balita kurus dengan pemberian
biskuit. Kelemahan PMT biskuit ini adalah sulit dipantau
capaiannya oleh Puskesmas, dan belum diikuti dengan
program konseling27,42. Pemantauan berat badan dan tinggi
badan balita kurus penting untuk mencegah balita kurus
menjadi balita sangat kurus.
Penanganan balita sangat kurus dahulu dilakukan rawat
inap di rumah sakit dengan menggunakan makanan
formula Modisco. Dalam perkembangannya, beralih
menggunakan formula berbasis susu skim dan dilakukan di

16
Puskesmas. Upaya penanganan dengan makanan formula
berbasis susu yang diperkaya dengan DHA dan Zinc, dan
makanan formula tempe telah dicoba di Bogor tahun 2002.
Saat ini penanganan balita sangat kurus memakai makanan
formula berbasis susu yang dikenal sebagai Formula-100.
4.2 RUTF Lokal untuk Penanganan Balita Wasting di
Puskesmas
Selama ini penanganan balita kurus dan sangat kurus
dilakukan terpisah dan makanan formula yang digunakan
juga berbeda. Kemudian dikembangkan konsep
penanganan balita kurus dan sangat kurus digabung dalam
satu pelayanan terpadu di Community Feeding Center
(CFC) di Puskesmas atau di Pos Pemulihan Gizi Berbasis
Masyarakat (PGBM) di Puskesmas atau Puskesmas
Pembantu (Pustu) dengan menggunakan formula makanan
yang sama yaitu RUTF lokal.
CFC merupakan serangkaian kegiatan pemulihan balita
sangat kurus dengan cara rawat jalan yang dilakukan oleh
masyarakat dengan bantuan kader posyandu dan petugas
Puskesmas. CFC secara prinsip sama dengan Pos
Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM) yang
kegiatannya di Puskesmas atau Pustu (Puskesmas
Pembantu). Pilot project Unicef tentang PGBM berlokasi
di Kabupaten Sikka dan Kupang, yang menggunakan
RUTF impor untuk balita kurus60.
RUTF lokal sebagai temuan baru dapat digunakan
dalam penanganan terpadu balita wasting yaitu balita
kurus dan sangat kurus pada CFC atau Pos PGBM.
Komponen PGBM yang dikembangkan oleh Unicef
meliputi perawatan anak, kunjungan rumah, mobilisasi
masyarakat termasuk peranan desa60. Efektivitas program

17
gizi di banyak negara berkembang hanya 30 persen61.
Ketidakberhasilan banyak disebabkan oleh faktor non
kesehatan yaitu mobilisasi masyarakat dan peranan desa
yang sangat diperlukan dalam penanganan balita kurus dan
sangat kurus.
Perawatan balita sangat kurus tanpa komplikasi medik
dapat dilaksanakan di Puskesmas atau Pustu dengan tim
Asuhan Gizi (dokter, ahli gizi, perawat/bidan) yang
terlatih. Puskesmas harus tersedia sarana, prasarana yang
diperlukan untuk rawat jalan. Balita kurus dan sangat
kurus diperiksa di Puskesmas atau Pustu sekali seminggu
mencakup pemeriksaan antropometri berat dan tinggi
badan, lingkar lengan atas (LLA) untuk penilaian status
gizi sangat kurus dan kurus, pemeriksaan balita secara
klinis, mendapat makanan tambahan RUTF lokal,
konseling dan praktik Pemberian Makanan Bayi dan Anak
(PMBA) dan pengasuhan balita.
Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas kesehatan
atau bidan untuk memantau kesehatan. Kader posyandu
membagikan makanan formula bagi balita yang tidak
datang ke puskesmas, mencatat jumlah makanan formula
yang dihabiskan balita, serta melakukan pendampingan
dalam pengasuhan balita di rumah.
Mobilisasi masyarakat (tokoh masyarakat, rukun
tetangga, rukun warga dan kader posyandu) bertujuan
untuk membantu menemukan kasus balita kurus dan
sangat kurus serta memantau penanganan balita yang
berada dalam wilayahnya. Peranan desa dalam
penanganan balita kurus dan sangat kurus mencakup
kemudahan warga memperoleh surat keterangan tidak

18
mampu dan penggunaan fasilitas transportasi yang dimiliki
desa untuk mencapai tempat rujukan62,63.

19
V. KESIMPULAN

Masalah gizi wasting perlu ditangani karena


mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Kondisi ini berdampak terhadap pencapaian terbaik bonus
demografi pada tahun 2030. Dalam target SDG’s tahun 2030,
yaitu gizi wasting pada balita sudah harus dieliminasi.
Makanan formula RUTF lokal yang dikembangkan lebih
mudah tersedia, sederhana produksinya dan baik mutunya
untuk mengatasi balita kurus dan sangat kurus secara terpadu
di Indonesia. RUTF lokal terbukti efektif meningkatkan status
gizi, dan asupan gizi balita sangat kurus. Kandungan gizi
RUTF lokal sesuai dengan anjuran Unicef tahun 2012. Produk
RUTF lokal telah didaftarkan patennya dan diterima baik oleh
balita sangat kurus seperti pemberian RUTF di Afrika.
RUTF lokal sebagai pengganti Formula-100 merupakan
keniscayaan untuk penanganan terpadu balita wasting di
Indonesia. RUTF lokal dapat diintegrasikan di CFC di
puskesmas beberapa kabupaten di Indonesia dan dapat
diperluas pada kabupaten yang banyak mempunyai balita
wasting. RUTF lokal bisa digunakan di daerah yang dinyatakan
sebagai daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk (sangat
kurus).
Dukungan masyarakat yang terdiri dari peranan orang tua
dalam praktik PMBA dan pengasuhan anak di rumah,
lingkungan warga (rukun tetangga, rukun warga, tokoh
masyarakat, pemuka adat) dan desa terhadap penanganan atau
perawatan rawat jalan balita kurus dan sangat kurus di CFC di
Puskesmas sangat diperlukan.

20
VI. PENUTUP

Wasting merupakan salah satu masalah kekurangan gizi


pada balita di Indonesia. Pada tahun 2017 kekurangan gizi pada
balita menduduki peringkat kelima teratas faktor risiko
Disability-adjusted life years (DALYs) dengan kontribusi
sebesar 9,52% dari Total DALYs. Pengurangan beban penyakit
balita di Indonesia yang merupakan salah satu prioritas
kesehatan dengan program intervensi, salah satunya melalui
PMT Pemulihan dengan RUTF lokal untuk balita wasting di
Puskesmas.
Konsep/model penggunaan RUTF lokal pada CFC di
Puskesmas untuk penanganan terpadu balita wasting
menghadapi beberapa tantangan dalam implementasi di
lapangan. Tantangan ke depan Direktorat Gizi Kementerian
Kesehatan perlu membuat pedoman dan petunjuk teknis untuk
penanganan rawat jalan terpadu balita wasting pada CFC di
Puskesmas dan pembuatan RUTF berikut spesifikasinya untuk
industri atau UKM. Kesulitan dalam temuan kasus atau deteksi
dini wasting, pendampingan dalam pengasuhan balita,
pemantauan tumbuh kembang dan distribusi RUTF lokal dapat
dilakukan dengan integrasi melalui kegiatan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dengan
penanganan wasting di CFC.
Kendala anggaran/dana dalam pengadaan RUTF lokal
termasuk untuk pelayanan atau perawatan balita wasting di
Puskesmas bisa diperoleh dari Dana Biaya Operasional
Kesehatan (BOK), Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten atau Provinsi. Dana dapat juga
diupayakan melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAs), Corporate Social
Responsibility (CRS) dan lain-lain.

21
Agar suplai RUTF lokal terpenuhi di daerah, maka
dibutuhkan alih teknologi ke daerah seperti Usaha Kecil
Menengah (UKM) atau industri untuk pembuatan RUTF lokal
sehingga keberlangsungan suplai ke CFC di Puskesmas terjaga.
Selain itu mengurangi ketergantungan impor fortifikan (zat gizi
vitamin mineral) dengan mendorong penelitian dan inovasi di
dalam negeri.
Peningkatan capacity building Tim Asuhan Gizi dan
Petugas Puskesmas dengan cara pelatihan dari Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota pada CFC. Pelatihan
juga ditujukan untuk kader posyandu dalam praktik PMBA dan
pengasuhan/ parenting. LSM dapat mendukung kegiatan di
CFC dengan memberikan pelatihan dan pendanaan.
Perlu kebijakan pemerintah daerah terkait penanganan
balita wasting melalui desa/kelurahan untuk mensinkronkan
semua program pemerintah yang ada di desa (Dana Desa,
Rastra, Keluarga Harapan, Ketahanan Pangan). Pendekatan
secara sosial budaya setempat diperlukan untuk memudahkan
mobilisasi masyarakat di daerah agar kegiatan penanganan
balita wasting seperti pelacakan balita wasting dan
penanganannya dapat berkelanjutan (sustainable).

22
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT dan


dengan izin-Nya, saya dapat menyampaikan orasi ini.
Terimakasih saya haturkan kepada Presiden Republik
Indonesia, Ir. H. Djoko Widodo atas penetapan diri saya
menjadi Peneliti Utama. Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila
Anfasa Moeloek, Sp.M., yang telah memberikan kesempatan
saya untuk melakukan upacara pengukuhan Profesor Riset ini.
Dari hati yang dalam saya mengucapkan banyak terima kasih
kepada Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
sebagai Kepala Instansi Pembina Jabatan Fungsional Peneliti.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan
kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, dr. Siswanto, M.H.P.,D.T.M yang telah
memberikan kesempatan saya untuk dikukuhkan menjadi
Profesor Riset.
Terimakasih yang tidak terhingga kepada Ketua, sekretaris
dan anggota Majelis Profesor Riset, Prof. Dr.dr. Lestari
Handayani M.Med(PH)., Prof. Dr. Drs. Sudibyo Soepardi,
Apt., M.Kes., dan Prof. Dr. drg. R. Niniek Lely Pratiwi,
M.Kes., serta Tim Penelaah Naskah Orasi sekaligus anggota
Majelis Pengukuhan Profesor Riset Prof. Dr. Drs. Sudibyo
Soepardi M.Kes, Prof. Dr. drg. R. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes.,
Prof. Dr. dr. Emiliana Tjitra, MSc., Ph.D., dan Prof. Dr. Ir.
Aswatini, M.A., sehingga naskah orasi saya layak disampaikan
pada sidang ini.
Terima kasih dari hati yang tulus kepada Ibu Menteri
Kesehatan RI periode 2012 - 2014, dr. Nafsia Mboi SpA (K),
MPH., almarhumah Ibu Menteri Kesehatan periode 2009 –
2012 dr. Endang Sedyaningsih, Ph.D., Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan terdahulu dr. Triono Soendoro,

23
Ph.D., Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH., M.Si., Sp.F(K),
Dr. dr. Trihono, MSc, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P
(K)., MARS., DTM & H., DTCE.
Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada
Sekretaris Badan Litbangkes, Dr. Nana Mulyana yang telah
memberikan fasilitas, dan dukungan pada pelaksanaan orasi
Profesor Riset ini. Kepada Kepala Puslitbang Sumber Daya
dan Pelayanan Kesehatan, Dr. dr. Irmansyah, Sp.KJ(K);
Kepala Bidang dan Kepala Sub Bagian; dan Panitia Pembina
Ilmiah di Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan
diucapkan banyak terima kasih atas kesempatan dan dukungan
yang diberikan kepada saya sehingga dapat dikukuhkan
menjadi Profesor Riset hari ini. Terima kasih juga disampaikan
kepada semua peneliti dan litkayasa dalam tim Riset Klinik
Gizi, Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, atas
dukungan dan kebersamaan dalam melaksanakan penelitian
gizi pada balita gizi buruk (sangat kurus).
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Komisi Ilmiah,
Tim Penilai Peneliti Unit (TP2U), Tim Penilai Peneliti Instansi
(TP2I) serta semua Teman Peneliti dan Teman Struktural di
Badan Libangkes, yang telah memberi motivasi, semangat, dan
dukungan, sehingga saya dapat mencapai jenjang tertinggi
yaitu sebagai Peneliti Utama.
Rasa hormat dan terimakasih tidak terhingga pada
almarhum/a kedua orang tua tercinta yang telah mendidik dan
menjadi teladan, untuk bekerja secara tekun, disiplin dan
tanggungjawab. Terima kasih yang tulus ditujukan kepada
almarhum suami tercinta Prof. Dr. Komari, M.Sc., yang telah
mendampingi dan membimbing sehingga saya dapat menekuni
pekerjaan sebagai peneliti. Terimakasih kepada kedua putri
saya tercinta yaitu Adini Alvina, S.KH, S.T.P. dan menantu

24
Drh.Titot Bagus Arifianto, MSi, dan Aussie Komala Rani,
S.Kom. dan menantu Fandi Hidayat, B.Sc., M.Si., yang telah
memberi saya dukungan dan semangat dalam penyusunan orasi
profesor riset. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
saudara-saudara saya: kakak Wisdiani Lamid, S.H., Nelly
Mendolini Lamid B.A., dan kedua adik: Soraya Lamid, S.H.
dan Prof. Dr. drh. Mirni Lamid, M.Si. atas dukungan dan doa
selama ini.
Kepada Panitia Penyelenggara Pengukuhan Profesor Riset
baik dari Badan Litbangkes, yaitu: Kepala Bagian Hukum,
Organisasi dan Kepegawaian; Kepala Sub Bagian
Kepegawaian beserta staf; LIPI dan Kementerian Kesehatan,
serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya.
Demikianlah orasi ini telah saya sampaikan, terima kasih
atas kehadiran untuk mengikuti acara ini, dan mohon maaf
apabila ada tingkah laku, tutur kata yang tidak berkenan.
Semoga Allah SWT melimpahkan kebaikan kepada kita semua.
Amin Ya Rabbal ‘alamin.
Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Lamid A, Husaini YK, Sandjaya, Mulyati S, Jahari AB,


Sulaiman Z, Syafrudin. Penelitian faktor-faktor determinan
dalam epidemiologi kurang gizi pada anak sekolah dasar.
Laporan Penelitian. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 1989/1990.
2. Lamid A, Rimbawan, Khomsan A, Kusharto CM dan
Muhilal. Pengaruh suplemen iodium dan beta karoten
terhadap status iodium dan status gizi ibu selama hamil di
daerah endemik GAKI. Media Gizi dan Keluarga 2007;
31(2): 74-83.
3. Harahap H dan Puspitasari DS. Pengasuhan dan keadaan
gizi anak dari ibu yang bekerja di DKI Jakarta. PGM 1992;
15: 55-65.
4. Kementerian Kesehatan. Permenkes RI Nomor 75 Tahun
2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi
bangsa Indonesia.
5. Moesijanti YE. Soekatri, Lamid A, Karyadi E. Kecukupan
mineral: besi, seng, mangan, fluor, kalsium, kromium,
selenium, kalium, natrium, klor, iodium, fosfor,
magnesium dan tembaga. Prosiding WNPG XI Bidang 1:
Peningkatan Gizi Masyarakat, Jakarta 2018: 135-235.
6. WHO. Child growth standards training course on child
growth assessment version 1. November 2006.
7. Kementerian Kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar
Indonesia tahun 2018. Jakarta: Badan Litbangkes Depkes
RI. Lembaga Penerbit Badan Litbangkes, 2018.

26
8. Arnelia, Lamid A, Cristiyani R, Fajarwanti T, Puspitasari
DS, Irlina Riswandi. Efek pemberian makanan siap makan
(RUF) pada anak usia di bawah tiga tahun wasting untuk
mencegah gizi buruk di Klinik Gizi Bogor. Laporan
Penelitian. Jakarta: Pusat Teknologi Terapan Kesehatan
dan Epidemiologi Klinik, Badanlitbangkes, 2013.
9. Muljati S, Karyadi L, Arnelia, Lamid A dan Puspitasari
DS. Stimulasi mental pada balita KKP peserta pemulihan
di Klinik Gizi Bogor. PGM 1997; 20: 55-63.
10. Lamid A, Irawati A, Arnelia. Penanganan balita gizi buruk
secara rawat jalan di puskesmas dengan pemberian
makanan terapi Formula 100 dan ready to use therapeutic
food. PGM 2012; 35(2): 168-181.
11. Lamid A, Rakhmawati R. Pertumbuhan linier anak gizi
buruk mengikuti rawat jalan di Puskesmas. Media Gizi
Mikro Indonesia 2015; 6(2): 73-86.
12. World Health Assembly. Global nutrition target tracking
tool. 2014. Available at:
http://www.who.int/nutrition/trackingtool.
13. United Nations. Transforming our world: The 2030 agenda
for sustainable development. Diunduh 10 April 2-19.
sustainabledevelopment.un.org
14. WHO. Management of severe malnutrition: A Manual for
physicians and other senior health workers. WHO Geneva,
1999.
15. Kementerian Kesehatan RI. Bagan tatalaksana anak gizi
buruk. Buku I. Jakarta,2003.
16. Fajarwati T, Lamid A, Arnelia, Ridwan E, Puspitasari DS,
Rachmawati R. Studi aplikasi penanganan balita gizi buruk

27
(severe wasting) secara rawat jalan dan rawat inap di
Propinsi Banten dan Jawa Tengah. Laporan Penelitian.
Jakarta: Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan
Epidemiologi Klinik, 2012.
17. Asikin A, Darban H dan Hariwitarti. Peranan Modisco
dalam pengobatan anak balita gizi buruk di RSUD
Dr.Soetomo, Surabaya. Prosiding KPIG dan Kongres VIII
Persagi. Gizi Menuju Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia, Jakarta 1990: 209-212.
18. Arnelia, Lamid A and Rachmawati R. Outpatient
rehabilitation of severe malnourished children through
providing WHO Formula and supplementary feeding could
improve energy intake and nutritional status of under three
years children in Bogor. Proceeding International Dietetic
Update Conference. The emerging of double burden
nutrition problem in Indonesia, Yogyakarta 2009: 11-
12.
19. Lamid A. Diet food formula children suffering severe
malnutrition during stabilization phase. Proceeding
International Conference on Food Science and
Technology. The Chalenge of Universal Food Quality and
Safety Regime. University of Chatolic, Semarang,
Indonesia, 2008: NFF-07.
20. Sihadi, Muljati S, Arnelia dan Suwarti S. Probabilitas
perbaikan status gizi anak balita gizi buruk pengunjung
Klinik Gizi Bogor sebelum dan pada saat krisis ekonomi.
PGM 2001; 24: 24-30.
21. Muljati S, Arnelia, Lamid A, Rozanna R, Puspitasari DS,
dan Matulessy PF. Perubahan status gizi balita gizi kurang

28
dan buruk setelah mendapat formula tempe. PGM 1995;
18: 1-9.
22. Lamid A, Suwarti S, Sihadi, dan Mulyati S. Pengaruh
pemberian seng (zinc) pada anak balita gizi buruk terhadap
peningkatan barat badan (effect of zinc intake at
malnutrition infant toward increasing body weight) Jurnal
Biorekayasa Pangan dan Gizi 2004; 1(1): 21-26.
23. Lamid A, Arnelia, Puspitasari DS dan Irawati A.
Optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita
gizi buruk melalui peningkatan pemulihan rawat jalan.
Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi dan Makanan,
Balitbangkes, 2009.
24. Lamid A, Arnelia, Alvina A dan Komari. The effect of zinc
added in skimmed milk on weight gain of severe
malnutrition children (Pengaruh seng yang ditambahkan
pada susu skim terhadap kenaikan berat badan anak balita
gizi buruk). Prosiding Seminar Nasional Pangan 2008.
Peningkatan Keamanan Pangan Menuju Pasar Global.
Yogyakarta, 2008, 5.
25. Lamid A and Komari. Addition of docosahexaenoic acid
and arachidonic acid into food formula to improve the
intellectual development of severe malnourished children.
Proceeding Book. International Conference on Food
Science and Technology. The Chalenge of Universal Food
Quality and Safety Regime. University of Chatolic,
Semarang, Indonesia, 2008, P-05.
26. Lamid A, Suwarti S, Sihadi, Karyadi L, Matulessy PF dan
Komari. Pengaruh DocosaHexaenoic Acid (DHA) pada
tumbuh kembang anak balita gizi buruk yang dirawat

29
jalan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 2002; XIII(3):
234-238.
27. Kementerian Kesehatan. Laporan Sirkesnas. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2016.
28. Isanaka S, Nombela N, Djibo A, Poupard M, Van
Beckhoven D, Gaboulaud V, Guerin PJ, Grais RF. Effect
of preventive supplementation with ready-to-use
therapeutic food on the nutritional status, mortality and
morbidity of children 6 to 60 months in Niger: a cluster
randomized trial. JAMA 2009; 301(3): 277–285.
29. Komari dan Lamid A. Komposisi gizi dan daya terima
makanan terapi ready to use therapeutic food untuk balita
gizi buruk. PGM 2012: 35(2): 168-181.
30. Kementerian Kesehatan. Edaran Menteri Kesehatan RI
Nomor 347/Menkes/IV/2008 tentang KLB Gizi Buruk
31. Unicef. Strategy for improved nutrition of children and
women in developing countries. New York: Unicef, 1990.
32. Arnelia, Lamid A, Rachmawati R. Pemulihan gizi buruk
rawat jalan dapat memperbaiki asupan energi dan status
gizi pada anak usia di bawah tiga tahun. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia 2011; 7(3): 129-135.
33. Arnelia, Lamid A, Mulyati S. Studi aplikasi penata
laksanaan dan pengembangan sistem pelayanan gizi buruk
secara rawat jalan. Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang
Gizi dan Makanan, 2007.
34. Lamid A. Pemulihan Gizi anak KKP berat di Klinik Gizi
Prosiding Seminar Nasional Pangan, Bandung 1998: 302-
307.

30
35. Sudjasmin, Suhartato dan Karyadi D. Profil Anak balita
penderita gizi buruk di daerah Bogor. PGM 1994;17: 79-
88.
36. Arnelia, Irawati A, Lamid A Tetra Fajarwati dan Rika
Rakhmawati. Pengaruh pemulihan gizi buruk rawat jalan
secara komprehensif terhadap kenaikan berat badan,
panjang badan, dan status gizi anak batita (Effect of
comprehensive outpatient care on weight and height
increment and nutritional status among severely
malnourished children under three years of age). PGM
2010; 33(2): 125-137.
37. Syarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar.
nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik. Jilid 1. IDI 2011.
38. Nurcahyo K dan Briawan D. Konsumsi pangan, penyakit
infeksi, dan status gizi anak balita pasca perawatan gizi
buruk. Jurnal Gizi dan Pangan 2010; 5(3): 164–170.
39. Arnelia, Karyadi L, Lamid A. Dampak kekurangan gizi
terhadap kecerdasan anak SD pasca pemulihan gizi
buruk. PGM 1995; 18: 10-17.
40. Arnelia, Karyadi L, Muljati S, Lamid A, Sandjaya, Dyah
Santi Puspitasari. Pola asuh belajar dan prestasi belajar
anak SD pasca pemulihan gizi buruk. PGM 1996; 19: 56-
63.
41. Aguayo VM, Badgaiyan N, Qadir SS, Bugti AN, Alan
MM, Nishtar N and Galvin M. Community management of
acute malnutrition (CMAM) programme in Pakistan
effectively treats children with uncomplicated severe
wasting. Maternal Child Nutrition 2018; 14(S4): 126-23.

31
42. Kementerian Kesehatan. Petunjuk teknis pemberian
makanan tambahan (balita-ibu hamil-anak sekolah).
Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat, 2017.
43. Sihadi. Beberapa faktor yang berhubungan dengan
perbaikan gizi dari gizi buruk menjadi gizi kurang di
Klinik Gizi Bogor (KGB). Bulletin Penelitian Kesehatan
1982-1997; 26 (283): 47-62.
44. Lamid A, Mulyati S. Karyadi S, Komari, Prastowo SM
dan Budiyanto S. Profil asam lemak omega-3, omega-6,
perkembangan mental dan psikomotor anak KEP berat dan
gizi baik. PGM 1999; 22: 21-28.
45. Direktorat Bina Gizi. Pedoman pelayanan anak gizi buruk.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak,
Kementerian Kesehatan RI, 2011.
46. Lamid A, Konadi L, Pratiwi D, Afriansyah N, Fitriana,
Hartati NS, Driyah S, Christiyani R, Simanungkalit
B,Arnelia, Fadjarwati T, Dewi M, Meliawati T. Penelitian
studi implementasi penanganan balita kurus (gizi kurang)
dan balita sangat kurus (gizi buruk) di Puskesmas.
Laporan Penelitian. Jakarta: Puslitbang Sumber Daya dan
Pelayanan Kesehatan, 2017.
47. Diop EHI, Dossou NI, Ndour MM, Briend A and Wade S.
Comparison of the efficacy of a solid ready-to-use food
and a liquid, milk-based diet for the rehabilitation of
severely malnourished children: a randomized trial.
American Journal of Clinical Nutrition 2003; 78(2):
302-307.

32
48. Kapil, Umesh. Ready to use therapeutic food (RUTF) in
the management of severe acute malnutrition in India.
Indian Pediatrics 2009; 46: 381-382.
49. Ciliberto MA, H Sandige, MDJ Ndeka, P Ashorn, A
Briend, H M Ciliberto and MJ Manary. Comparison of
home-based therapy with ready-to-use therapeutic food
with standard therapy in the treatment of malnourished
Malawian children: a controlled, clinical effectiveness trial.
Am J Clin Nutr 2005; 81: 864-70.
50. Sheila S, Nombela N, Djibo A, Poupard M, Beckhoven
DV, Gaboulaud V, Guerin PJ, Grais RF. Effect of
preventive supplementation with ready-to-use therapeutic
food on the nutritional status,mortality,and morbidity of
children aged 6 to 60 months in niger a cluster randomized
trial. 2009. JAMA 2009; 301(3): 277-285.
51. Unicef. Ready-to-use therapeutic food for children with
severe acute malnutrition. Unicef Position Paper. 2013;
No. 1. Juni: 1-4, 2013.
52. Unicef. Ready-to-use therapeutic food product
spesification. New York: Unicef, 2012.
53. Lamid A, Arnelia, Irawati A, Efendi R, Sundari D,
Cristiyani R, Fajarwati T, Puspitasari DS, Rachmawati R,
Raswati I, Sari YD, Meliawati T. Efikasi ready to use
therapeutic food (RUTF) yang disesuaikan dengan daerah
untuk meningkatkan pertumbuhan anak balita gizi buruk
secara rawat jalan di Puskesmas. Laporan Penelitian.
Bogor: Puslitbang Gizi dan Makanan, 2012.
54. Lamid A. Makanan terapi siap santap (kchijau-nut dan
tempe-nut) untuk penderita gizi buruk dan proses

33
pembuatannya. Pendaftaran Paten Indonesia No.
P00201201133. 2012 Desember 6.
55. Lamid A dan Komari. Pengaruh jenis zat besi,
pengemasan dan penyimpanan garam yang difortifikasi
ganda zat besi dan yodium yang dimikroenkapsulasi.
Prosiding Seminar Nasional Pangan 2008. Peningkatan
Keamanan Pangan Menuju Pasar Global, Yogyakarta
2008: 17.
56. Komari dan Lamid A. Stabilitas vitamin A yang
difortifikasi dalam garam. Seminar Nasional & Kongres
PAPTI 2008. Penerapan Ilmu dan Teknologi untuk
Meningkatkan Kualitas dan Ketahanan Pangan dalam
Memperluas Akses Pasar, Palembang 2008: 141-143.
57. Komari, dan Lamid A. Iodisasi garam: Kadar iodium dan
stabilitas fisika berbagai bentuk garam. PGM 1995; 18:
105-109.
58. Kementerian Kesehatan. Permenkes RI No. 43 Tahun
2016. Tentang standar pelayanan minimal bidang
kesehatan.
59. Chatarina M. Program Delvita WFP dan perkembangan
produk bagi perbaikan gizi anak masa datang. Prosiding
Inovasi Pangan dan Gizi untuk Optimalisasi Tumbuh
Kembang Anak. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi-
IPB, Direktorat Gizi-Depkes, ASA, ILSI-SEA Region,
Jakarta, Indonesia 2004, 29-34.
60. Unicef. Draft pedoman sementara untuk pemulihan gizi
berbasis masyarakat (PGBM) di Indonesia. Unicef
Oktober, 2016.

34
61. Republik Indonesia. Kerangka kebijakan. gerakan sadar
gizi dalam rangka seribu hari pertama kehidupan (1000
HPK). Tahun 2012.
62. Lamid A, Konadi L, Afriansyah N, Christijani R,
Simanungkalit B. Pengasuhan anak gizi buruk yang
mengikuti pemulihan gizi di Puskesmas (Care for severe
malnourished children who followed treatment at health
center). PGM 2018; 41(2): 101-112.
63. Lamid A, Hartati NS, Fitriana dan Driyah S. Penanganan
balita gizi buruk di Puskesmas Provinsi Banten, Jawa
Barat, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan 2018;
2(3): 175-183.

35
DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH

Buku
1. Lamid A. Buku ilmiah. Masalah kependekan (stunting)
pada anak balita: Analisis prospek penanggulangan di
Indonesia. Bogor: IPB-Press, 2015.
Jurnal Nasional
2. Lamid A, Konadi L, Afriansyah N, Christijani R,
Simanungkalit B. Pengasuhan anak gizi buruk yang
mengikuti pemulihan gizi di Puskesmas (Care for severe
malnourished children who followed treatment at health
center). PGM 2018; 41(2): 101-112.
3. Lamid A, Hartati NS, Fitriana dan Driyah S. Penanganan
balita gizi buruk di Puskesmas Provinsi Banten, Jawa
Barat, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan 2018;
2(3): 175-183.
4. Sundari D, Almasyhuri dan Lamid A. Pengaruh proses
pemasakan terhadap komposisi zat gizi bahan pangan
sumber protein. Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan 2015; 25(4): 235-242.
5. Lamid A, Rakhmawati R. Pertumbuhan linier anak gizi
buruk mengikuti rawat jalan di Puskesmas. Media Gizi
Mikro Indonesia 2015; 6(2): 73-86.
6. Lamid A, Setyani A, Nurcahyani YD. Efikasi iodium dosis
rendah ditambah beta karoten pada ibu hamil terhadap
TSH neonatal di daerah endemik GAKI Media Gizi Mikro
Indonesia 2013; 4(2): 73-83.

36
7. Komari, Lamid A. Komposisi gizi dan daya terima
makanan terapi ready to use therapeutic food untuk balita
gizi buruk. PGM 2012; 35(2): 168-181.
8. Lamid A, Irawati A, Arnelia. Penanganan balita gizi buruk
secara rawat jalan di Puskesmas dengan pemberian
makanan terapi Formula-100 dan ready to use therapeutic
food. PGM 2012; 35(2): 168-181.
9. Arnelia, Lamid A, Rachmawati R. Pemulihan gizi buruk
rawat jalan dapat memperbaiki asupan energi dan status
gizi pada anak usia di bawah tiga tahun. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia 2011; 7(3): 129-135.
10. Arnelia, Irawati A, Lamid A, Fajarwati T dan
Rakhmawati R. Pengaruh pemulihan gizi buruk rawat jalan
secara komprehensif terhadap kenaikan berat badan,
panjang badan, dan status gizi anak. PGM 2010; 33(2):
125-137.
11. Lamid A, Rimbawan, Khomsan A, Kusharto CM Dan
Muhilal. Pengaruh suplemen iodium dan beta karoten
terhadap status iodium dan status gizi ibu selama hamil di
daerah endemik GAKI. Media Gizi dan Keluarga 2007;
31(2): 74-83.
12. Lamid A, Suwarti S, Sihadi, dan Mulyati S. Pengaruh
pemberian seng (zinc) pada anak balita gizi buruk terhadap
peningkatan berat badan (Effect of zinc intake at
malnutrition infant toward increasing body weight) Jurnal
Biorekayasa Pangan dan Gizi 2004; 1(1): 21-26.
13. Lamid A, Suwarti S, Sihadi, Karyadi L, Matulessy PF dan
Komari. Pengaruh docosahexaenoic acid (DHA) pada
tumbuh kembang anak balita gizi buruk yang dirawat jalan.
Jurnal Teknol dan Industri Pangan 2002; XIII (3): 234-238.

37
14. Muljati S, Lamid A, Sudjasmin dan Budiman B. Prediksi
peningkatan kadar Hb pada anak bawah tiga tahun anemia
setelah mendapatkan intervensi zat besi di Desa Pagelaran,
Ciomas Bogor. PGM 2000; 23: 86-91.
15. Lamid A, Mulyati S, Karyadi S, Komari, Prastowo SM
dan Budiyanto S. Profil asam lemak omega-3, omega-6,
perkembangan mental dan psikomotor anak KEP berat dan
gizi baik. PGM 1999; 22: 21-28.
16. Lamid A, Arnelia, Sihadi dan Puspitasari DS. Status gizi
dan kesehatan murid-murid di empat sekolah dasar IDT
Bengkulu setelah enam bulan Program PMT – AS. PGM
1997; 20: 8-15.
17. Muljati S, Karyadi L, Arnelia, Lamid A dan Puspitasari
DS. Stimulasi mental pada balita KKP peserta pemulihan
di Klinik Gizi Bogor. PGM 1997; 20: 55-63.
18. Lamid A, Jahari AB, Kartono D, Prijatmoko D,
Krisdinamurtirin dan Prastowo SM. Hubungan rasio
lingkar perut panggul dengan risiko penyakit
kardiovaskuler pada orang dewasa. PGM 1996; 19: 64-69.
19. Arnelia, Karyadi L, Muliati S, Lamid A, Sandjaya,
Puspitasari DS. Pola asuh belajar dan prestasi belajar anak
SD pasca pemulihan gizi buruk. PGM 1996; 19: 56-63.
20. Komari, dan Lamid A. Iodisasi garam: Kadar iodium dan
stabilitas fisika berbagai bentuk garam. PGM 1995; 18:
105-109.
21. Amelia, Karyadi L, Lamid A. Dampak kekurangan gizi
terhadap kecerdasan anak sd pasca pemulihan gizi buruk.
PGM 1995; 18: 10-17.

38
22. Muljati S, Arnelia, Lamid A, Rozanna R, Puspitasari DS,
dan Matulessy PF. Perubahan status gizi balita gizi kurang
dan buruk setelah mendapat formula tempe. PGM 1995;
18: 1-9.
23. Lamid A, Hidayat TS, Arnelia, Afriansyah N dan Susanto
D. Profil rumahtangga yang menggunakan garam
beriodium : Studi kasus di enam desa di Jawa Timur. PGM
1994; 17: 59-67.
24. Lamid A, Hidayat TS, Arnelia, Andanwerti T dan
Afriansyah N. Penggunaan garam beriodium oleh
masyarakat. Studi kasus di 12 desa di Propinsi Jawa Timur
dan Nusa Tenggara Barat. PGM 1992; 15: 38-45
25. Arnelia, Lamid A, Mulyati S dan Matulessy P. Keragaan
anak balita pasca pemulihan gizi buruk. PGM 1992; 15:
29-37.
Prosiding Internasional
26. Lamid A. Current macronutrient intake in Indonesia.
Seminar on Re-assessing Macronutrient Needs-
Requirement, Quality and Health Impact. ILSI Southeast
Asia Region, Bangkok 2017.
27. Lamid A. Key findings of recent food consumption and
nutrition surveys in ASEAN. Symposium on Dietary
Intake. Assessing What We Eat. Evaluating
Methodologies. ILSI Southeast Asia Region, Singapore
2016.
28. Lamid A and Puspitasari DS. Effect of milk based-formula
on improvement of nutrient intake, fat absorption and body
weight of severe malnourished children. Proceeding
International conference on quality and (QID-Food 2015

39
development) of food product improvement, Bukittinggi,
Sumatera Barat, Indonesia 2015: 28.
29. Komari and Lamid A. Anticancer and anti aggregation of
Seaweed extract. Proceeding The 1st International
Symposium on Aquatic Products Processing "
Maximizing Benefits and Minimizing Risks on Aquatic
Products Processing: Blue Economy Approach", Bogor,
Indonesia 2013: PO-37.
30. Refiaty F, Nugraheni A and Lamid A. Seaweed as
micronutrients ingredient for food supplement. Proceeding
The 1st International Symposium on Aquatic Products
Processing " Maximizing Benefits and Minimizing Risks
on Aquatic Products Processing: Blue Economy Approach,
Bogor, Indonesia 2013: PO 38.
31. Lamid A dan Komari. 2011. Health aspect of traditionally
consumed macroalgae as vegetable. Proceeding
Internasional Symposium on Marine Ecosystem, Natural
Product and Their Bioactive Metabolites, Bogor 2011.
32. Arnelia, Lamid A and Rachmawati R. Outpatient
rehabilitation of severe malnourished children through
providing WHO Formula and supplementary feeding could
improve energy intake and nutritional status of under three
years children in Bogor. Proceeding International Dietetic
Update Conference. The emerging of double burden
nutrition problem in Indonesia, Yogyakarta 2009: 11-12.
33. Lamid A and Komari. Addition of docosa hexaenoic acid
and arachidonic acid into food formula to improve the
intellectual development of severe malnourished children.
Proceeding International Conference on Food Science and
Technology. The Chalenge of Universal Food Quality and

40
Safety Regime, University of Chatolic, Semarang,
Indonesia 2008: P-05.
34. Komari, Lamid A and Alvina A. Effectiveness of bio-
iodine and need of nutrigenomic approach. Proceeding
International Conference on Food Science and Technology.
The Chalenge of Universal Food Quality and Safety
Regime, University of Chatolic, Semarang, Indonesia
2008: NFF-11.
35. Lamid A. Diet food formula children suffering severe
malnutrition during stabilization phase. Proceeding
International Conference on Food Science and Technology.
The Chalenge of Universal Food Quality and Safety
Regime, University of Chatolic, Semarang, Indonesia
2008: NFF-07.
36. Lamid A. Body fat, blood cholesterol, food consumption
and physical activity profile of overweight women. The 7
th Asia Pacific Conference on Anti-Aging Medicine and
Regenerative Biotechnology (Asia Anti Aging), Bali 2008.
37. Lamid A. Nutrition food consumption and food habit of
children with severe protein energy malnutrition (PEM).
Proceeding National Seminar on Food Technology and
Nutrition, Yogyakarta 1998.
38. Lamid A, Jahari AB, Husaini YK, Mulyati S. Determinant
factors of protein energy malnutrition on school children.
6th Asian Congress of Nutrition. Nutritional Challenges &
Frontiers Towards Year 2000, Kuala Lumpur Malaysia
1991: 280.

41
Prosiding Nasional
39. Moesijanti Y.E.S., Lamid A, Elvina Karyadi. Buku
kecukupan mineral: besi, seng, mangan, fluor, kalsium,
kromium, selenium, kalium, natrium, klor, iodium, fosfor,
magnesium dan tembaga. Prosiding WNPG XI Bidang 1:
Peningkatan Gizi Masyarakat, Jakarta 2018: 135-235.
40. Lamid A dan Komari. Potensi rumput laut dalam
tatalaksana gizi kurang dan lebih. Seminar Nasional
MPHPI, Bogor 2011.
41. Lamid A, Arnelia, Alvina A dan Komari. Pengaruh seng
yang ditambahkan pada susu skim terhadap kenaikan berat
badan anak balita gizi buruk. Prosiding Seminar Nasional
Pangan 2008. Peningkatan Keamanan Pangan Menuju
Pasar Global, Yogyakarta 2008: 5.
42. Lamid A. Kadar kalium yodat garam yang digunakan oleh
rumah tangga di Jatim dan Jateng dan hubungannya
dengan kekurangan hormon tiroid dan tingkat kecerdasan
bayi. Seminar Nasional & Kongres PAPTI 2008.
Penerapan Ilmu dan Teknologi untuk Meningkatkan
Kualitas dan Ketahanan Pangan dalam memperluas Akses
Pasar, Palembang 2008: 600-604.
43. Lamid A. Gambaran status gizi dan perkembangan
kecerdasan bayi usia 3-4 bulan dan makanan instan dan
makanan rumahan yang diberikan di daerah kekurangan
yodium. Seminar Nasional & Kongres PAPTI 2008.
Penerapan Ilmu dan Teknologi untuk Meningkatkan
Kualitas dan Ketahanan Pangan dalam memperluas Akses
Pasar, Palembang 2008: 725-730.
44. Lamid A dan Komari. Pengaruh jenis zat besi,
pengemasan dan penyimpanan garam yang difortifikasi

42
ganda zat besi dan yodium yang dimikroenkapsulasi.
Prosiding Seminar Nasional Pangan 2008. Peningkatan
Keamanan Pangan Menuju Pasar Global, Yogyakarta
2008: 17.
45. Komari dan Lamid A. Stabilitas vitamin A yang
difortifikasi dalam garam. Seminar Nasional & Kongres
PAPTI 2008. Penerapan Ilmu dan Teknologi untuk
Meningkatkan Kualitas dan Ketahanan Pangan dalam
Memperluas Akses Pasar, Palembang 2008: 141-143.
46. Lamid A. Pemulihan gizi anak KKP berat di Klinik Gizi
Prosiding Seminar Nasional Pangan 1998, Bandung 1998;
302-307.
47. Lamid A, Enoch M, dan Widodo US. Kaitan indeks
prestasi dengan status gizi anak: Studi kasus anak SD di
Kabupaten Bogor. Prosiding KPIG dan Kongres VIII
Persagi. Gizi Menuju Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia, Jakarta 1990: 298-300.

43
DAFTAR PUBLIKASI LAINNYA

Laporan
1. Lamid A, Konadi L, Pratiwi D, Afriansyah N, Fitriana,
Hartati NS, Driyah S, Christiyani R, Simanungkalit
B,Arnelia, Fadjarwati T, Dewi M, Meliawati T. Penelitian
studi implementasi penanganan balita kurus (gizi kurang)
dan balita sangat kurus (gizi buruk) di Puskesmas.
Laporan Penelitian. Jakarta: Puslitbang Sumber Daya dan
Pelayanan Kesehatan, 2017.
2. Lamid A, Prihatini S, Irawati A, Salimar, Christiyani R.
Kajian asupan energi data Survei Konsumsi Makanan
Individu (SKMI) tahun 2014 dan Riskesdas tahun 2013
terkait Angka Kecukupan Energi (AKG) tahun 2013.
Laporan Analisis Lanjut. Jakarta: Pusat Teknologi Terapan
Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badanlitbangkes,
2015.
3. Arnelia, Lamid A, Puspitasari DS, Cristiyani R, Fajarwanti
T, Rustan E, Riswandi I, Kustiyah L, Dewi M. Efek
pemberian makanan siap makan (RUF) pada anak usia di
bawah tiga tahun wasting untuk mencegah gizi buruk di
klinik gizi Bogor. Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat
Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik,
Badanlitbangkes, 2013.
4. Lamid A, Arnelia, Irawati A, Efendi R, Sundari D,
Cristiyani R, Fajarwati T, Puspitasari DS, Rachmawati R,
Raswati I, Sari YD, Meliawati T. Efikasi ready to use
therapeutic food (RUTF) yang disesuaikan dengan daerah
untuk meningkatkan pertumbuhan anak balita gizi buruk
secara rawat jalan di Puskesmas. Laporan Penelitian.
Bogor: Puslitbang Gizi dan Makanan, 2012.

44
5. Fajarwati T, Lamid A, Arnelia, Ridwan E, Puspitasari DS,
Rachmawati R, Raswati I, Meliawati T, Anggraini D. Studi
aplikasi penanganan balita gizi buruk (severe wasting)
secara rawat jalan dan rawat inap di Propinsi Banten dan
Jawa Tengah. Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Teknologi
Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik,
Badanlitbangkes 2012.
6. Lamid A. Makanan terapi siap santap (KCHijau-Nut dan
Tempe-Nut) untuk penderita gizi buruk dan proses
pembuatannya. Pendaftaran Paten Indonesia No.
P00201201133. 2012 Desember 6.
7. Lamid A, Arnelia, Puspitasari DS dan Irawati A.
Optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak balita
gizi buruk melalui peningkatan pemulihan rawat jalan.
Laporan Penelitian Dikti. Bogor: Puslitbang Gizi dan
Makanan, 2009.
8. Arnelia, Irawati A, Suwarti S, Lamid A, Rustan E, Muljati
S, Karyadi L, Simanungkalit B, Fajarwati T, Puspitasari
DS, Salimar. Studi aplikasi penatalaksanaan dan
pengembangan sistem pelayanan gizi buruk secara rawat
jalan. Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi dan
Makanan, 2007.
9. Lamid A, Saidin M, Hardoyo , Kumoro, S, Komari,
Doddy, Sinsin I, Wahyuni T, Dewi R, Meliawati T. Efikasi
minyak beryodium dosis rendah ditambag beta karoten
untuk menanggulangi GAKY pada ibu hamil di daerah
endemik. Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi dan
Makanan, 2005.
10. Lamid A, Sihadi, Matulessy P, Karyadi L, Harley.
Efektifitas intervensi zinc (Zn) dan docosahexaenoic acid

45
(DHA) pada tumbuh kembang anak balita gizi buruk yang
direhabilitasi secara rawat jalan. Laporan Penelitian.
Bogor:Puslitbang Gizi, 2000.
11. Lamid A, Mulyati S, Karyadi L, Murni SP. Rasio asam
lemak Omega-3 dan Omega-6 dalam darah dan kaitannya
dengan kemampuan kognitif pada anak balita dengan PEM
berat dan ringan. Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang
Gizi, 1998/1999.
12. Lamid A, Yuniati H, Affandi E. Stabilitas komponen
bioaktif dalam pemanfaatan rumput laut. Laporan
Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi, 1998/1999.
13. Lamid A, Komari, Prijatmoko D, Mulyati S, Arnelia,
Kartono D, Murni SP. Penelitian validitas beberapa
indikator antropometri dalam menentukan status
kegemukan pada orang dewasa. Laporan Penelitian. Bogor:
Puslitbang Gizi, 1997/1998.
14. Muljati S, Karyadi L, Arnelia, Lamid A, Puspitasari DS.
Intervensi gizi dan stimulasi mental pada balita KKP.
Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi, 1996/1997.
15. Lamid A, Trintrin T, Sihadi, Rozanna R, Yuniati H,
Hermina. Penelitian manajemen dan dampak, pelaksanaan
PMT-AS di empat SD IDT Bengkulu. Laporan Penelitian.
Bogor: Puslitbang Gizi, 1996/1997.
16. Lamid A, Krisdinamurtirin, Murni SP, Jahari AB,
Prijatmoko D, Soeharto. Hubungan antara rasio lingkar
perut panggul dengan risiko penyakit kardiovaskuler.
Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi, 1995/1996.

46
17. Arnelia, Muljati S, Lamid A, Matulessy P dan Karyadi L.
Keragaan fisik dan kecerdasan anak SD pasca pemulihan
gizi buruk. Bogor: Puslitbang Gizi, 1995.
18. Arnelia, Muljati S, Lamid A, Matulessy P. Status gizi dan
kesehatan saat kini anak balita pasca rehabilitasi gizi tahun
1987-1990. Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi,
1991-1992.
19. Arnelia, Muljati S, Lamid A dan Irawati A. Penelitian
perilaku gizi dan kesehatan orang tua balita pengunjung
klinik gizi dan posyandu dengan paket pendidikan.
Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi, 1990.
20. Lamid A, Husaini YK, Sandjaya, Mulyati S, Jahari AB,
Sulaiman Z, Syafrudin. Penelitian faktor-faktor determinan
dalam epidemiologi kurang gizi pada anak sekolah dasar.
Laporan Penelitian. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 1989/1990.

47
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi
Nama : Dr. Astuti Lamid M.C.N.
Tempat, Tanggal Lahir : Padang, 17 Januari 1955
Anak ke : 6 dari 8 Bersaudara
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah Kandung : Lamid Datuk Besar (alm)
Nama Ibu Kandung : Kasihan (almh)
Nama Suami : Prof. Dr. Komari M.Sc. (alm)
Jumlah Anak : 2 (dua) Orang
Nama Anak : 1. Adini Alvina, S.KH; S.T.P.
2. Aussie Komala Rani S.Kom
Nama Instansi : Puslitbang Sumber Daya dan
Pelayanan Kesehatan
Badan Litbangkes, Kementerian
Kesehatan RI
Judul Orasi : Pengembangan Formula Ready
To Use Therapeutic Food
(RUTF) untuk Penanganan Balita
Wasting Di Puskesmas
Bidang Kepakaran : Makanan dan Gizi
No. SK Pangkat Terakhir : Keputusan Presiden RI
Nomor 44/K Tahun 2016
No. SK Peneliti Ahli Utama: Keputusan Presiden RI
Nomor 34/M Tahun 2016

48
B. Pendidikan Formal
No. Jenjang Nama Sekolah/ Tempat/ Tahun
PT/Universitas Kota/Negara Lulus
1. SD SD Negeri Bubutan Surabaya 1967
II
2. SMP SMPN 6 Surabaya 1970
3. SAA SAA Negeri Surabaya 1973
4. D3 Akademi Gizi, Jakarta 1979
5. S2 Queensland Brisbane/ 1988
University Australia
6. S3 Institut Pertanian Bogor 2007
Bogor

C. Pendidikan Nonformal
No. Nama Tempat/Kota/ Tahun
Pelatihan/Pendidikan Negara
1. Cara Uji Klinik Yang Baik Puslitbang Gizi 2010
(Good Clinical Practices) dan Makanan,
Komisi Nasional Etik Badan Litbang
Penelitian Kesehatan Kesehatan/Bogor
(KNEPK) kerjasama
dengan Puslitbang Gizi
dan Makanan, Badan
Litbang Kesehatan
2. Kursus biologi molekuler Pusat 2012
& imunologi. Angkatan Kedokteran
XVI Tropis Fakultas
Kedokteran
UGM/
Yogyakarta

49
D. Jabatan Fungsional
No. Jenjang Jabatan TMT Jabatan
1. Asisten Peneliti Muda 01 -12-1990
2. Asisten Peneliti Madya 01 - 07 -1993
3. Ajun Peneliti Muda 01-02-1995
4. Ajun Peneliti Madya 01-1-1998
5. Peneliti Muda 01-11- 2000
6. Peneliti Madya Gol IV-b 01-10-2004
7. Peneliti Madya Gol IV-c 01-09-2009
8. Peneliti Utama Gol IV-d 1-03-2016

E. Penugasan Khusus Nasional/Internasional


No. Jabatan/Pekerjaan Pemberi Tugas Tahun
1. Tim Pakar Kepala Badan 2018
Penyusunan Rumusan Penelitian dan
Rekomendasi WNPG X Pengembangan
pada Bidang IV Kesehatan

F. Keikutsertaan Dalam Kegiatan Ilmiah


No Nama Peran/Tugas Penyelenggara Tahun
Kegiatan (Kota, Negara)
1. KPIG: Gizi Pembicara Persagi 1989
Menuju (Jakarta)
Peningkatan
Kualitas Sumber
Daya Manusia.

2. 6th Asian Pembicara The Nutrition 1991


Congress of Society of
Nutrition. Malaysia
Nutritional (Kuala

50
Challenges & Lumpur,
Frontiers Malaysia)
Towards Year
2000
3. Seminar on Pembicara Papti UGM 1998
Food (Yogyakarta)
Technology
and Nutrition
4. Seminar Pembicara Papti Unpad 1998
Nasional (Bandung)
Pangan
5. International Pembicara University of 2008
Conference on Chatolic
Food Science (Semarang)
and
Technology.
The Chalenge
of Universal
Food Quality
and Safety
Regime
6. International Pembicara University of 2008
Conference on Chatolic
Food Science (Semarang)
and
Technology.
The Chalenge
of Universal
Food Quality
and Safety
Regime
7. The 7th Asia Pembicara American 2008
Pacific Academy of
Conference on Anti Aging
Anti-Aging Medicine

51
Medicine and
Regenerative
Biotechnology
(Asia Anti
Aging)
8. Seminar Pembicara Papti UGM 2008
Nasional Yogyakarta
Pangan 2008.
Peningkatan
Keamanan
Pangan
Menuju Pasar
Global
9. Seminar Pembicara Papti UGM 2008
Nasional Yogyakarta
Pangan 2008.
Peningkatan
Keamanan
Pangan
Menuju Pasar
Global.
10. Seminar Pembicara Papti, 2008
Nasional & Universitas
Kongres Sriwijaya,
PAPTI 2008. Palembang
Penerapan
Ilmu dan
Teknologi
untuk
Meningkatkan
Kualitas dan
Ketahanan
Pangan dalam
memperluas
Akses Pasar.

52
11. International Pembicara Fakultas 2011
Symposium on Perikanan IPB,
Marine Bogor
ecosystem,
natural product
and their
bioactive
metabolite
12. Seminar Pembicara Fakultas 2011
Nasional Perikanan,
MPHPI IPB, Bogor
13. International Pembicara Indonesian 2015
conference on Association of
quality Food
improvement Technologist
and West Sumatra
development
of food
product (QID-
Food 2015)
14. Symposium of Pembicara ILSI Southeast 2016
Dietary Intake. Asia Region
Assessing (Singapore)
What We Eat.
Evaluating
Methodologies
15. Quality and Pembicara ILSI Southeast 2017
Health Impact Asia Region
(Bangkok)

53
G. Keterlibatan dalam Pengelolaan Jurnal Ilmiah
No Nama Jurnal Penerbit Peran/Tugas Tahun
1. Jurnal Penelitian - Anggota 2014
Gizi dan Redaksi sampai
sekarang
Makanan
2 Jurnal Penelitian Mitra Bestari 2017
dan sampai
sekarang
Pengembangan
Pelayanan
Kesehatan
3. Media Gizi Mitra Bestari 2016
Mikro Indonesia sampai
sekarang

H. Karya Tulis Ilmiah


No Kualifikasi Penulis Jumlah
1. Penulis Tunggal 2
2. Penulis Utama 29
2 Bersama Penulis Lainnya 17
Total 48

No Kualifikasi Bahasa Jumlah


1. Bahasa Indonesia 35
2 Bahasa Inggris 13
3 Bahasa Lainnya -
Total 48

54
I. Pembinaan Kader Ilmiah
Pejabat Fungsional Peneliti
No. Nama Instansi Peran/ Tahun
Tugas
1. Esti Balai Salatiga Membina 2012
Rahardianingtyas,
S.Si
2. Alfien Balai GAKI Membina 2012
Susbiantonny,
S.Farm
3. Mieska Pusat UKM Membina 2013
Despitasari, S.SI
4. Made Dewi Pusat Teknologi Membina 2013
Susilawati Terapan
Kesehatan dan
Epidemiologi
Klinik
5. Nur Handayani Pusat UKM Membina 2013
Utami
6. Abidah Nur, S.Gz Loka Aceh Membina 2014
7. Melda Suebu, Loka Papua Membina 2014
S.Si
8. Aniska Novita Pusat UKM Membina 2014
Sari
9. Dwi Anggraeni Pusat Teknologi Membina 2015
Puspitasari Terapan
Kesehatan dan
Epidemiologi
Klinik
10. dr. Muchlis Balai Donggala Membina 2015
Syahnuddin
11. Rosita, SKM, Puslitbang Membina 2018
MPH Sumber Daya
dan Pelayanan
Kesehatan,
Badanlitbangkes

55
J. Organisasi Profesi Ilmiah
No. Jabatan Nama Organisasi Tahun
1. Pengurus Persagi DPC Bogor 2015 sampai
sekarang
2. Anggota APKESI 2014 sampai
sekarang
3. Anggota Himpenindo LIPI 2018 sampai
sekarang

K. Tanda Penghargaan
No. Nama Penghargaan Pemberi Tahun
Penghargaan
1. Piagam Tanda Presiden RI 2008
Kehormatan
Satyalancana Karya
Satya XX
2. Piagam Tanda Presiden RI 2013
Kehormatan
Satyalancana Karya
Satya XXX

56
57

Anda mungkin juga menyukai