Anda di halaman 1dari 6

PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN:

TANTANGAN PERMASALAHAN PANGAN

DALAM RUANG LINGKUP TEKNOLOGI PERTANIAN

STEFANUS BAYU SINDHU WIJAYA

22/497827/TP/13488

UNIVERSITAS GADJAH MADA


LATAR BELAKANG

Permasalahan pangan menjadi topik yang umum dibicarakan setiap tahunnya di berbagai
media dan lingkup masyarakat dunia. Sejak dunia dihantam COVID-19 yang tak kunjung usai,
sistem logistik global sebagai pemasok dalam berjalannya sistem pangan cukup terganggu. Pada
momen yang tidak terduga, sistem logistik dapat mengalami gangguan dalam skala besar,
sehingga memberikan disrupsi dan hantaman yang cukup parah terhadap sistem pangan global.
Menurut Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan
Pembangunan, selepas invasi Rusia-Ukraina terjadi kenaikan harga pangan yang tidak dapat
dihindari karena melonjaknya harga energi, khususnya minyak bumi yang berperan sebagai
penopang utama sistem logistik dan perdagangan global. Ketika minyak bumi sebagai akomodasi
untuk transportasi bahan pangan mengalami peningkatan, otomatis harga pangan melonjak
dikarenakan peningkatan biaya dalam proses pengiriman pangan.

Kenaikan harga pangan sebelumnya telah terjadi sejak akhir 2021 hingga pertengahan
2022, di mana pada bulan Mei 2022 harga minyak sawit mentah (CPO), yang semula berkisar di
US$1.131/ton menjadi US$1.717/ton. Peningkatan harga minyak sawit mentah tentunya
berdampak pada melonjaknya harga minyak goreng. Bahkan, Indonesia sebagai produsen CPO
terbesar di dunia mengalami lonjakan harga minyak goreng sampai di atas Rp20.000/liter yang
sempat menimbulkan persoalan sosial-ekonomi politik (Media Indonesia, 14 Juni 2022).
Menurut data Global Food Security Index (GFSI), skor ketahanan pangan Indonesia pada
keempat indikator masing-masing adalah keterjangkuan 74.9, ketersediaan 63.7, kualitas dan
keamanan 48.5, dan ketahanan sumber daya alam 33.0. Hal ini mengakibatkan skor Indeks
Kelaparan Global (Global Hunger Index) Indonesia pada tahun 2021 menempati urutan ke-73
dari 116 negara dengan skor 18.0 yang mengalami tingkat kelaparan sedang, menurut Economic
Impact dan Kompas. Tambahan penelitian dari Badan Pangan dan Pertanian Berserikatan
Bangsa-Bangsa (FAO), FAO Food Price Index (FPPI) pada Februari 2022 meningkat 3,9% dari
torehan Januari dan lebih tinggi 20,7% secara tahunan, yang mengakibatkan harga kebutuhan
pangan pokok dalam negeri turut mengalami peningkatan mengikuti fluktuasi harga bahan
pangan di pasar dunia.
ILMU, PENGETAHUAN, DAN TEKNOLOGI

Indonesia terbilang sebagai negara dengan wilayah yang memiliki area geografis,
demografis, dan sumber daya alam yang melimpah. Namun, melalui berbagai permasalahan
pangan yang masih bergantung pada sistem pangan global menandakan masih kuatnya
ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan dari luar negeri. Melalui penilaian dari GFSI
juga mengindikasikan bahwa infrastruktur pertanian pangan Indonesia masih di bawah rata-rata
global, walaupun harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan ketersediaan pasokannya
masih cukup memadai.

Pemerintah terlihat sebagai sebagai poros utama dalam perputaran pangan dengan
melihat supply dan demand kebutuhan pangan dalam negeri. Namun, masyarakat sebagai
produsen, distributor, dan konsumen pangan berperan menjadi roda penggerak dalam terjadinya
supply dan demand. Maka dari itu, lini utama yang perlu dikembangkan adalah cara setiap
masyarakat menyikapi berbagai kondisi dan situasi pangan di Indonesia. Berkaca dari setiap
permasalahan pangan di Indonesia, rasa ingin tahu yang tinggi penting untuk mengetahui sesuatu
dari kebiasaan yang diperoleh berdasarkan pengamatan dalam setiap perkembangannya, yang
disebut sebagai pengetahuan. Proses kerangka berpikir yang didukung oleh beberapa fakta yang
diperoleh melalui berbagai studi percobaan menghasilkan suatu pengetahuan, yang semula tidak
terstrukur dan tidak terencana menjadi sebaliknya. Pengetahuan yang diperoleh dari setiap lini
masyarakat membentuk produk dan prosedur yang berlaku umum, konsisten, koresponden, dan
pragmatis yang umumnya disebut sebagai ilmu. Ilmu sebagai rangkaian tahapan yang
berlangsung secara sistematik dapat dijadikan sumbu utama dalam keberhasilan pangan, melalui
munculnya inovasi yang menjadi solusi dalam memanfaatkan logistik lokal untuk
mengembangkan produk pangan lokal. Pada tahap selanjutnya, penemuan-penemuan ilmu dapat
diterapkan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dengan tujuan mengusahakan
perubahan disebut sebagai teknologi. Kesinambungan antara ilmu dengan teknologi
menempatkan ilmu sebagai sistem dan teknologi sebagai lingkungan, sehingga membentuk
ruang lingkup ilmu-teknologi yang dapat berperan untuk mengatasi permasalahan pangan, yaitu
lingkup Teknologi Pertanian.

PERANAN TEKNOLOGI PERTANIAN

PADA SITUASI SAAT INI

Keberadaan Teknologi Pertanian sebagai ruang lingkup dalam mengembangkan konsep


Agro-Industri memiliki peranan untuk meminimalisir ketergantungan terhadap impor pangan
dari luar negeri dan mengembangkan produksi pangan lokal. Impor pangan dari luar negeri
menimbulkan ketergantungan yang mengakibatkan sistem pangan di Indonesia tidak bisa lepas
seutuhnya dari sistem pangan global. Impor pangan juga mengindikasikan minimnya teknologi
yang memadai untuk mengolah bahan pangan lokal, seperti proses pengolahan tanaman porang
menjadi produk glukomanan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M. Sc. dalam
“Webinar dan Gelar Produk Inovasi FTP” pada tanggal 26 Agustus 2022. Beliau menyampaikan
bahwa produk glukomanan dianggap sebagai salah satu dari “Top 10 Health Food” (Chua et al.,
2010) dan Indonesia memiliki sumber daya tanaman porang yang melimpah untuk menghasilkan
produk tersebut. Namun, keterbatasan teknologi membuat umbi porang yang dihasilkan
umumnya diekspor ke luar negeri dan diimpor kembali dalam bentuk glukomanan.

Keterbatasan teknologi menjadi tantangan untuk mencari jawaban, mengapa teknologi


yang melakukan pengolahan belum tersedia? dimulai dari penelitian untuk memahami
karakteristik bahan pangan, mempelajari cara pengembangbiakan (hewani) dan penanamannya
(nabati), hingga menjadi bahan mentah yang akan diolah menjadi pangan tertentu. Contoh dari
penerapan Teknologi Pertanian terdapat pada penelitian teknologi budidaya gandum di Indonesia
oleh Suwarti dan Syafruddin pada tahun 2016, di mana budidaya gandum sulit ditanam di
Indonesia karena kendala adaptasi. Gandum yang berasal dari daerah dengan iklim sub-tropis
kurang sesuai dengan Indonesia yang beriklim tropis. Namun, mereka menemukan solusi dengan
melakukan modifikasi genotip melalui pemuliaan tanaman gandum, sehingga ditemukan varietas
gandum yang lebih sesuai pada iklim tropis. Teknologi yang dikembangkan tidak hanya untuk
meminimalisir ketergantungan pangan dari negara lain, melainkan juga mengembangkan hasil
pangan lokal yang berbasis pada konsumsi dalam negeri serta peningkatan ekspor. Sebagai
contoh, Smart Greenhouse yang ditujukan untuk mengendalikan suhu microclimate pada sebuah
lahan pertanian modern untuk menghasilkan produk pangan yang berkualitas. Selain melakukan
penelitian dalam menghasilkan teknologi pengolahan pangan yang maksimal, keberadaan
Teknologi Pertanian juga berperan dalam menghasilkan pangan fungsional berbasis kearifan
lokal yang menitikberatkan pada komoditas unggulan suatu daerah. Keberadaan pangan
fungsional yang berbasis kearifan lokal memiliki potensi yang kuat untuk mengatasi globalisasi
budaya dalam bentuk konsumsi pangan, seperti toppoki makanan khas Korea atau ramen
makanan khas Jepang.

Pada tahapan yang lebih lanjut, Teknologi Pertanian dapat berperan dalam
mengembangkan konsep industri pangan yang telah bergerak kearah industri 4.0 dengan konsep
smart industry, seperti yang disampaikan Marketing Advisor PT TUV NORD Indonesia, Eva
Pitterling, dalam seminar bertajuk Food Safety Challenges in The Era of Industry 4.0. Konsep ini
bertujuan dalam meminimalisir biaya energi, seperti yang disinggung dalam latar belakang
permasalahan.

Setelah menelusuri akar dari permasalahan pangan di Indonesia, dapat ditarik kesimpulan
bahwa permasalahan pangan di Indonesia bersumber dari ketergantungan pangan terhadap
negara luar yang menghasilkan seringnya impor, sehingga impor berujung dikonotasikan sebagai
solusi untuk menghasilkan high supply dalam mengatasi keterbatasan produksi pangan yang
memiliki high demand. Dalam mengatasi hal tersebut, di mulai dari penerapan ilmu,
pengetahuan, dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari sebagai langkah awal untuk
menghadirkan inovasi yang menjadi solusi. Ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang kuat dan
saling berhubungan menjadi bekal yang matang dalam berkontribusi sebagai mahasiswa di ruang
lingkup Teknologi Pertanian. Teknologi Pertanian bukan sekadar fasilitas, melainkan juga wadah
untuk membentuk teknologi terbarukan dalam mengolah bahan mentah dalam berbagai hasil
pangan, memaksimalkan produk pangan lokal yang berkualitas, mencari alternatif pangan yang
sepandan, dan menyesuaikan pangan dengan gaya hidup manusia yang semakin berkembang di
setiap masanya.
DAFTAR PUSTAKA

Adjani, Ghia. 2018. Pentingnya Teknologi di Bidang Pertanian untuk Peningkatan. Agrisoc:
News & Edukasi. Universitas Gadjah Mada: Jurnal dari Fakultas Pertanian

Kuliah Pengantar Teknologi Pertanian, PPT dari Dosen: Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc.,
diakses 3 September 2022

Rivani, Edmira. 2009. Diversifikasi Pangan Lokal dalam Mengantisipasi Krisis Pangan Global.
Info Singkat: Vol. XIV, No. 12/II/Puslit/Juni/2022. Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI

Syafruddin. Suwarti. 2016. Teknologi Budidaya Gandum di Indonesia. Prosiding Seminar


Nasional Inovasi Teknologi Pangan. Banjarbaru: Balai Penelitian Tanaman Serealia

Sutawi. 2022. Kenaikan Harga Pangan Menurunkan Kesejahteraan. Harian-Bhirawa.


Universitas Muhammadiyah Malang: Berita Koran Online

Tantangan Industri Pangan di Era Industri 4.0, https://www.foodreview.co.id/blog-5669017-


Tantangan-Industri-Pangan-di-Era-Industri-40.html, diakses 4 September 2022

Anda mungkin juga menyukai