PENDAHULUAN
Latar Belakang
Definisi pangan menurut Food and Agricultural Organization (FAO) adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalam pengertian pangan adalah bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan dan minuman. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang pemenuhannya
merupakan hak asasi manusia. Dengan demikian, setiap orang berhak untuk memperoleh pangan yang aman,
bermutu, bergizi dan menyehatkan. Pangan yang dikonsumsi tersebut memiliki peranan yang sangat penting
dalam pertumbuhan, pemeliharaan, peningkatan derajat kesehatan dan kecerdasan masyarakat (Lukman dan
Kusnandar, 2015). Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 juga menegaskan bahwa ketersediaan
pangan harus sampai pada tingkat perseorangan. Pangan harus bermutu, aman, beragam, bergizi, terjangkau
dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, agar setiap orang dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, muncul kekhawatiran atas tidak terpenuhinya kebutuhan pangan bagi
masyarakat. Kemudian muncul kebijakan pengembangan konsumsi pangan yang diarahkan pada
pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memperbaiki konsumsi pangan masyarakat,
termasuk keragaman dan keseimbangan gizi dan pengembangan konsumsi pangan lokal baik nabati dan
hewani yang diarahkan untuk meningkatkan mutu pangan lokal dan makanan tradisional dengan
memperhatikan standar mutu dan keamanan pangan sehingga dapat diterima di seluruh lapisan masyarakat.
Strategi penganekaragaman konsumsi pangan tersebut disebut dengan diversifikasi pangan. Pengertian
diversifikasi pangan mencakup konteks produksi, ketersediaan, dan konsumsi pangan. Diversifikasi pangan
berkonotasi pada adanya pilihan bahan pangan alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis
pangan yang dominan (Hardono, 2014).
Pada tahun 2009, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 tahun 2009 tentang
Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Pangan lokal
adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi sumber daya dan budaya setempat.
Jenis, kuantitas dan kualitas pangan lokal sangat tergantung pada kondisi spesifik daerah tersebut. Kondisi ini
tidak hanya dipengaruhi oleh aspek kesesuaian tanah, komposisi tanah, iklim dan budidaya, tetapi juga kondisi
sosial ekonomi serta budaya penduduk setempat. Berbagai hidangan lokal umum di seluruh Indonesia,
termasuk jagung, garut, ganyong, gembilli, gadung, ubi dan singkong. Beragam pangan lokal tersebar di
wilayah Indonesia, seperti jagung, garut, ganyong, gembili, gadung, uwi dan singkong (Utami dan
Budiningsih, 2015). Di Provinsi Banten sendiri terdapat beberapa pangan lokal yang terus dikembangkan,
seperti singkong, talas beneng, ubi jalar, ganyong, dan beberapa komoditas pangan lainnya.
Pangan lokal memiliki beberapa keunggulan dari segi kualitas, kuantitas serta berfungsi untuk
kelestarian biodiversity dan ecosystem. Umumnya, pangan lokal juga tahan terhadap serangan hama dan
penyakit, sedikit ketergantungannya terhadap penggunaan pestisida, herbisida, fungisida dan juga sedikit
ketergantungannya terhadap penggunaan pupuk kimia yang berarti selain memiliki banyak kandungan kalori
dan nutrisi lain, juga lebih sedikit kontaminasi dengan bahan-bahan kimia (Utami dan Budiningsih, 2015).
Namun, pada kenyataannya masyarakat kurang memahami terkait diversifikasi pangan dan kurang menyukai
bahan pangan lokal, meskipun bahan pangan lokal ini memiliki banyak potensi untuk dikembangkan dan
digunakan sebagai bahan pangan pengganti pangan sehari-hari maupun sebagai substitusi dalam berbagai
produk pangan olahan.
Tujuan
Adapun tujuan dari disusunnya paper dengan judul “Diversifikasi Pangan Lokal Kacang Umpet Cantela
by Hilma Food” ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh teknologi terhadap penjualan produk Kacang Umpet Cantela by Hilma Food
2. Mengetahui pengaruh adat istiadat terhadap pola konsumsi masyarakat terhadap produk Kacang
Umpet Cantela by Hilma Food
3. Mengetahui diversifikasi pangan pada produk Kacang Umpet Cantela by Hilma Food
4. Mengetahui pasar/konsumen produk Kacang Umpet Cantela by Hilma Food
METODE PENGAMATAN
Metode pengamatan yang digunakan yaitu dengan metode deskriptif pendekatan kualitatif melalui
wawancara secara online (melalui aplikasi WhatsApp) dan secara online dengan mengunjungi waralaba
terkait. Sesuai dengan pernyataan Sugiyono (2012) bahwa observasi atau pengamatan deskriptif kualitatif ini
dilakukan dengan cara mengamati secara langsung orang atau benda yang diteliti, setelah itu data deskriptif
diperoleh melalui wawancara. Alasan menggunakan metode ini adalah karena kita ingin mengetahui keadaan
objek yang diamati secara alami, bukan di bawah kendali (eksperimen).
Fokus dalam pengamatan ini disesuaikan dengan objek pengamatan, yaitu gambaran deskriptif
mengenai proses produksi (pengolahan) dan layout produksi, penjualan, informasi pada label kemasan, pola
konsumsi masyarakat, diversifikasi, serta profil perusahaan produk Kacang Umpet Cantela by Hilma Food
yang terletak di Jl. Jend. Sudirman No.15, Sumurpecung, Kec. Serang, Kota Serang, Banten. Dengan
menggunakan metode ini, maka penulis akan memperoleh data secara utuh dan dapat dideskripsikan dengan
jelas, sehingga hasil pengamatan ini benar-benar sesuai dengan kondisi lapangan yang ada.
Gambar 1. Toko online dan offline Kacang Umpet Cantela by Hilma Food
Gambar 2. Sertifikasi halal dan dinkes P.IRT Kacang Umpet Cantela by Hilma Food
Diversifikasi Pangan
Diversifikasi pangan merupakan penganekaragaman pangan dengan upaya peningkatan konsumsi
berbagai jenis pangan dengan prinsip yang seimbang. Awalnya, program diversifikasi pangan dikenal sebagai
usaha memperbaiki menu makanan masyarakat yang sudah dimulai pada awal tahun 1960-an di Indonesia.
Keseimbangan pangan juga diperlukan pada diversifikasi konsumsi pangan dengan diversifikasi produksi
pangan dan diversifikasi ketersediaan pangan. Diversifikasi produksi pangan terjadi dengan meningkatkan
produksi bahan pokok yang mengandung bahan pokok yang lebih beragam, seperti produksi bahan pokok dari
ubi kayu atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz). Ubi kayu merupakan tanaman yang sangat potensial
untuk dijadikan makanan pokok (Dewi dan Ginting, 2012).
Salah satu contoh diversifikasi pangan terdapat pada produk yang diamati yaitu Kacang Umpet
subtitusi tepung Mocaf. Kacang Umpet Cantela by Hilma Food ini menggunakan tepung mocaf sebagai bahan
baku tambahan sebesar 50% pada adonan kulit luar Kacang Umpet tersebut. MOCAF (Modified Cassava
Flour) merupakan tepung yang diproduksi dengan memodifikasi sel ubi kayu (singkong) secara fermentasi.
Mocaf juga merupakan tepung ubi kayu termodifikasi yang telah banyak dimanfaatkan pada berbagai produk
pangan (Putri et al., 2018). Menurut Djalal dalam Widasari dan Handayani (2014), tepung Mocaf
mengandung kadar air 13%, kadar protein 1,0%, kadar abu 0,2%, kadar pati 85-87%, kadar serat 1,9-3,4% dan
kadar lemak 0,4-0,8%. Widasari dan Handayani (2014) mengatakan bahwa kandungan gizi mocaf tersebut
dapat mendasari peluang tepung mocaf dikembangkan menjadi produk lain untuk subtitusi tepung terigu.
Selain tepung mocaf, produk Kacang Umpet ini menggunakan bahan baku lain sebagai diversifikasi
pangan yaitu kacang tanah. Kacang tanah merupakan tanaman pangan yang bernilai ekonomis tinggi karena
kandungan gizinya yang tinggi terutama kandungan protein dan lemaknya. Permintaan kacang tanah semakin
meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan gizi masyarakat,
diversifikasi pangan dan peningkatan kapasitas industri pangan dan pangan Indonesia (Siregar et al., 2017).
Kacang tanah pada Kacang Umpet ini digunakan sebagai bahan baku utama pada bagian isi produk, dengan
bahan penunjang lainnya seperti gula, mentega, dan garam.
Proses pembuatan kacang umpet diawali dengan pencampuran bahan-bahan kemudian pengadonan.
Setelah menjadi adonan kulit, adonan tersebut digiling dan dipotong kemudian diisi dengan kacang tanah lalu
dibentuk atau dicetak dengan manual atau tangan. Setelah dicetak, masuk ke proses penggorengan. Produk
kacang umpet yang telah jadi dan ditiriskan selanjutnya dikemas kemudian diditribusikan ke berbagai
waralaba di Banten. Diagram alir proses produksi Kacang Umpet Cantela by Hilma Food dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 4. Proses produksi Kacang Umpet Cantela by Hilma Food
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama proses produksi, diketahui pekerja menggunakan
atribut yang menunjang kebersihan produksi seperti sarung tangan dan masker. Proses produksi sudah
menggunakan wadah dan alat yang khusus digunakan untuk sanitasi pangan. Namun, masih terdapat
kekurangan pada sanitasi tersebut. Denah produksi belum sesuai dengan urutan produksi. Posisi toilet terlalu
dekat dengan area pemasakan sehingga sanitasi harus lebih diawasi. Keseluruhan ruang produksi masih
bergabung dengan rumah tinggal, sehingga kemungkinan kontaminasi akan lebih besar.
Pasar/Konsumen
Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi, sarana interaksi
sosial budaya masyarakat, dan pengembangan ekonomi masyarakat. Jual beli melibatkan dua pihak yang
saling bertukar barang atau jasa untuk memenuhi kepentingan dan tujuan masing-masing. Konsumen
merupakan seseorang atau organisasi yang membeli atau menggunakan sejumlah barang atau jasa dari pihak
lainya. Pasar juga merupakan elemen ekonomi yang dapat mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup
manusia (Aliyah, 2014). Pasar/konsumen dari produk Kacang Umpet ini adalah para wisatawan yang
berkunjung ke Banten dan membawa produk ini sebagai buah tangan khas Banten.
Penggunaan salah satu pangan lokal juga menambah nilai ekonomi dari produk tersebut. Pangan lokal
mempunyai keunggulan dari segi kualitas, kuantitas dan juga berfungsi untuk pelestarian biodiversity dan
kelestarian ecosystem (Utami dan Sulistyani Budiningsih, 2015). Konsep makanan yang unik juga dapat
menambah daya tarik konsumen. Berbagai jenis makanan disajikan dan dijual dengan semenarik mungkin, hal
ini bertujuan agar wisatawan tertarik untuk menikmati makanan yang dijual (Saputri dan Yulia Arisnani
Widyaningsih, 2021). Penerapan sistem penjualan secara konsinyasi juga membantu memperkenalkan produk
pangan khas Banten ini. Penjualan secara konsinyasi atau yang biasa disebut penjualan titipan dilakukan
dengan cara entitas menitipkan barang miliknya kepada agen atau pihak lain untuk dijual kepada konsumen.
Kesepakatan antara entitas yang disebut konsinyor (consignor) dengan agen yang dititipkan yang disebut
konsinyasi (consignee) dimana konsinyi akan mendapatkan imbalan dalam jumlah tertentu apabila dapat
menjualkan barang milik konsinyor (Oktaviani dan Hayuningtyas Pramesti Dewi, 2019).
KESIMPULAN
Produk UMKM Kacang Umpet ini merupakan salah satu produk pangan diversifikasi pangan melalui
penggunaan Tepung Ubi Kayu (MOCAF) sebagai substitusi tepung terigu pada proses pembuatannya. Produk
Kacang Umpet Cantela by Hilma Food tersedia di offline maupun online store. Pada label kemasannya sudah
tertera P-IRT, LPPOM MUI, komposisi, expired date, serta kandungan gizinya. Konsumen/pasar dari produk
ini sebagian besar yaitu para wisatawan atau konsumen yang membutuhkan oleh-oleh khas Banten.
SARAN
Untuk kedepannya, produksi kacang umpet bisa dilakukan di ruangan yang terpisah dari rumah,
sehingga hygiene dan sanitasi dapat lebih terjamin. Kemudian perihal sistem penjualan, menurut kelompok
kami dapat lebih ditingkatkan bentuk promosi produk yang dijual melalui e-commerce serta meluaskan target
pasar agar dapat tersebar ke berbagai wilayah, tidak hanya sekitar Banten saja. Promosi yang dimaksud dapat
berupa pembuatan akun media sosial untuk katalog-katalog produk dan informasi yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Aliyah, I. 2014. Pasar Tradisional Dan Modern Dalam Rangka. Pasar Tradisional Dan Modern Dalam Rangka
Mewujudkan Pemerintahan Dan Pembangunan Ekonomi Kerakyatan. Vol 2(4): 22–31.
Amelia, Dinda., Fahriansah., Astina, Chahayu. 2020. Pengaruh Pendapatan, Gaya Hidup, Dan Budaya
Terhadap Pola Konsumsi Masyarakat Gampong Geudubang Jawa Kota Langsa Menurut Perspektif
Ekonomi Islam. JIM. Vol 2(2).
Christian, M. 2019. Dampak Penggunaan Teknologi Berbasis Aplikasi Pada Usaha Restoran Berskala
Mikro & Kecil. Journal of Business & Applied Management. Vol 12(2): 131-140.
Dewi, G. P., dan Ginting, A. M. 2012. Antisipasi Krisis Pangan Melalui Kebijakan Diversifikasi Pangan.
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik. Vol 3(1): 97-118.
Hardono, G. S. 2014. Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan Lokal. Jurnal Analisis Kebijakan
Pertanian. Vol 12(1): 1-17.
Kemenkop UKM. 2018. Laporan. Retrieved Oktober 16, 2022, from www.depkop.go.id:
http://www.depkop.go.id/uploads/lap oran/1549946778_UMKM%202016- 2017%20rev.pdf.
Khairil, K., dan Ginta, P. W. 2012. Implementasi Pengamanan Database Menggunakan Md5. JURNAL
MEDIA INFOTAMA. Vol 8(1).
Lukman, A. S., dan Kusnandar, F. 2015. Keamanan Pangan Untuk Semua. Jurnal Mutu Pangan:
Indonesian Journal of Food Quality. Vol 2(2): 152-156.
Maksum, A. K. 2020. Pengaruh Teknologi dan Karakteristik Pembeli Terhadap Keputusan Pembelian
Mahasiswa Pada Toko Online Bukalapak Di Kota Palembang. [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah
Palembang Fakultas Ekonomi Dan Bisnis.
Ngafifi, M. 2014. Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya. Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. Vol 2(1).
Oktaviani, R. dan Dewi, SE., Ak., M.Ak., CA, H. P. 2019. Analisis Pengakuan Pendapatan Penjualan
Konsinyasi Dan Biaya Penjualan Untuk Akuntabilitas Laporan Keuangan Pada Pt Bumi Aksara Group.
Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Krisnadwipayana. Vol 6(3): 8-13.
Putri, N. A., Herlina, H., dan Subagio, A. 2018. Karakteristik Mocaf (Modified Cassava Flour) Berdasarkan
Metode Penggilingan dan Lama Fermentasi. Jurnal Agroteknologi. Vol 12(1): 79-89.
Rumadana, I. M., Salu, A. A. 2020. Uji Organoleptik Spritz Cookies (Kue Semprit) dengan Tepung Mocaf
sebagai Substitusi sebagian Tepung Terigu. Jurnal Gastronomi Indonesia. Vol 8(1).
Salim, H. M. 2017. Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Perwujudan Ikatan Adat Adat Masyarakat Adat Nusantara.
Jurnal Al Daulah. Vol 6(1).
Saputri, A., dan Widyaningsih, Y. 2021. Pengelolaan Produk Kuliner Sebagai Oleh-Oleh Khas Kabupaten
Gunung Kidul. Jurnal Inovasi Teknologi Dan Edukasi Teknik. Vol 1(4): 295–301.
Setiawan, L., dan Suryasih, I. A. 2016. Karakteristik Dan Persepsi Wisatawan Terhadap Daya Tarik Wisata
Pantai Kata Di Kota Pariaman, Sumatera Barat. Jurnal Destinasi Pariwisata. Vol 4(1): 1.
Siregar, S. H., Mawarni, L., dan Irmansyah, T. 2017. Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis
hypogea L.) Dengan Beberapa Sistem Olah Tanah dan dan Asosiasi Mikroba: Growth and Yield of
Peanut (Arachis hypogea L.) to Some Tillage and Addition of Microbe Association. Jurnal Online
Agroekoteknologi. Vol 5(1): 202-207.
Sugiyono. 2012. Statistik Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sulistiyawati, E. S., dan Widayani, A. 2020. Marketplace Shopee Sebagai Media Promosi Penjualan
UMKM di Kota Blitar. Jurnal Pemasaran Kompetitif. Vol 4(1): 133-142.
Sumarto. 2019. Budaya, Pemahaman dan Penerapannya “Aspek Sistem Religi, Bahasa, Pengetahuan, Sosial,
Kesenian dan Teknologi”.Jurnal Literasiologi. Vol 1(2).
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Utami, P., dan Sulistyani, B. 2015. Potensi dan Ketersediaan Bahan Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Non
Beras di Kabupaten Banyumas. Jurnal Dinamika dan Ekonomi Bisnis. Vol 12(2): 150-158.
Widasari, M., dan Handayani, S. 2014. Pengaruh Proporsi Terigu–Mocaf (Modified Cassava Flour) Dan
Penambahan Tepung Formula Tempe Terhadap Hasil Jadi Flake. Jurnal boga. Vol 3(3): 222-228.