Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN VALUASI EKONOMI PRODUK SAYURAN

ORGANIK
EKONOMI SUMBER DAYA PERTANIAN

DISUSUN OLEH :
HANIFAH ANNABILA 19754011
IIS NURSAFITRI 19754012
JOKO WIRANTO 19754014
SILVIA AYU NURAINI 19754027
TINA HANDAYANI 19754030

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS PANGAN


JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul
“Laporan Valuasi Ekonomi Produk Sayur Organik”. Penelitian mengenai
kesediaan membayar konsumen produk sayur organik dilakukan karena sayur
organik sebagai porduk pangan organik yang seringkali dianggap mahal oleh
konsumen, sehingga perlu diketahui nilai maksimal yang bersedia dibayarkan
konsumen untuk memperolehnya. Dengan informasi mengenai kesediaan
membayar konsumen, diharapkan dapat ditetapkan harga yang sesuai dengan
kesediaan membayar konsumen.

Bandar Lampung, April 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan permintaan


produk pangan, termasuk sayuran. Sayuran merupakan bahan makanan bergizi
mengandung zat-zat yang dibutuhkan tubuh manusia. Kandungan gizi dalam
sayuran yaitu vitamin dan mineral tidak dapat disubstitusi oleh makanan pokok
(Nazaruddin, 2003). Untuk memenuhi kebutuhan pangan, penerapan teknologi
pertanian modern terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian, namun di
sisi lain telah menyebabkan munculnya permasalahan lingkungan sebagai dampak
dari aplikasi pupuk dan pestisida kimia secara terus menerus (Las, Subagyono, &
Setiyanto, 2006). Selain merugikan lingkungan, penggunaan bahan kimia dalam
proses produksi pertanian juga dapat menyebabkan adanya risiko pencemaran
bahan pangan yang dihasilkan, sehingga dapat mengganggu kesehatan konsumen.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2011,


penyebab kematian di negara-negara berkembang sebesar 60% diakibatkan oleh
penyakit tidak menular. Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS )
tahun 2012 menyebutkan, 60% kematian diakibatkan oleh penyakit degeneratif,
dengan tiga urutan penyakit tertinggi, yaitu stroke (26.9%), darah tinggi (12.3%),
dan diabetes (10.2%). Kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit degeneratif
tersebut meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan saat ini
(Kwak dan Junes 2001; Siro et al 2008). Masyarakat mulai percaya bahwa
makanan yang dikonsumsi berkontribusi terhadap kesehatan (Siro et al 2008). Hal
ini ditunjukkan dengan adanya perubahan pola konsumsi dimana kecenderungan
mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, garam, karbohidrat, kolesterol, bahan
tambahan pangan (BTP) dan rendah serat telah berubah menjadi kecenderungan
konsumen memilih makanan alami dan sehat yang berfungsi untuk mencegah
penyakit-penyakit yang mungkin muncul (Winarno dan Kartawidjajaputra 2007).
Saat ini tren utama industri pangan mengarah kepada suatu konsep “Healthy,
Functional, and Satisfied Foods” dalam menghasilkan suatu produk. Produk
dengan konsep “Healthy, Functional, and Satisfied Foods” memperhatikan
keseimbangan gizi, kualitas dan juga keamanan bahan baku yang digunakan.
Perbaikan mutu ini telah mendorong tren baru masyarakat di berbagai negara dan
Indonesia untuk kembali ke konsep alam dimana masyarakat mulai meninggalkan
produk-produk pangan berbahan kimia dan juga sintetis. Salah satu nya adalah
dengan memilih bahan pangan organik. Jenis bahan pangan ini bebas residu
pestisida kimia dan bebas penggunaan pupuk kimia. Pestisida digunakan untuk
memberantas hama tanaman, bahan baku dari pestisida adalah bahan beracun
seperti timbal, antimon, arsen, merkuri, selenium, thalium, zinc dan florida.
Secara langsung maupun tidak langsung, residu bahan kimia yang tinggi dalam
bahan pangan, khususnya sayur non organik, dapat berpengaruh terhadap
kesehatan manusia.

Pola hidup sehat kini telah melembaga secara internasional dan


mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi,
kandungan nutrisi tinggi dan ramah lingkungan (Mayrowani, 2012). Sistem
pertanian organik tidak hanya diterapkan pada tanaman padi tetapi juga banyak
diterapkan pada tanaman sayuran seperti selada, sawi, kangkung dan lain
sebagainya. Sayur organik kini mulai banyak dijumpai di pasar modern, namun
sangat jarang pasar tradisional yang menjual produk sayur organik.

Meski potensi permintaan konsumen di Indonesia cukup besar terhadap


produk organik, namun pemasaran pangan organik di Indonesia terkendala oleh
persepsi mengenai harga pangan organik yang dianggap mahal. Pada riset
pendahuluan terhadap responden yang terbatas menunjukkan bahwa konsumen
masih memiliki persepsi produk organik sebagai produk yang mahal. Untuk itu,
perusahaan perlu menentukan strategi harga yang cocok untuk konsumen di
Indonesia, maka diperlukan penelitian yang membahas seberapa besar kemauan
membayar (Willingness to Pay atau WTP) konsumen terhadap produk-produk
pangan organik. WTP digunakan sebagai metode untuk mengetahui nilai
maksimum yang bersedia dibayarkan oleh konsumen dari peningkatan kualitas
sebuah produk.
Persepsi mengenai harga sayur organik yang dianggap mahal tersebut
merupakan kendala bagi produsen, oleh karena itu dalam penentuan harga jual
penting untuk diketahui seberapa besar kesediaan konsumen membayar atau
willingness to pay (WTP) untuk mendapatkan produk sayur organik. Biaya
produksi dan margin distribusi produk pangan organik di Spanyol yang tinggi
menyebabkan harga jual yang tinggi (Gil, Gracia, & Sanchez, 2000), oleh karena
itu diperlukan informasi mengenai nilai maksimal yang bersedia dibayarkan
konsumen. Informasi tersebut dapat mendukung produsen menerapkan strategi
penetapan harga yang memadai bagi produk pangan organik. Masa depan
pertanian organik bergantung pada permintaan dan kesediaan konsumen untuk
membayar harga ekstra untuk memperoleh produk pangan organik. Dengan
demikian, pendekatan yang berorientasi konsumen untuk memahami pasar produk
pangan organik penting untuk dilakukan sebagai upaya mengelola pertanian
organik dan produk pangan organik dengan lebih baik (Sriwaranun, Gan, Minsoo, &
Cohen, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana karakteristik konsumen sayuran organik ?

2) Berapa nilai kesediaan membayar (WTP) sayuran organik?

3) Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar (WTP)


sayuran organik?

1.3 Tujuan

1) Menganalisis karakteristik konsumen sayuran organik;

2) Mengestimasi nilai kesediaan membayar (WTP) sayuran organik;

3) Menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar


(WTP) sayuran organik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan suatu proses yang berkaitan dengan adanya


suatu proses pembelian, pada saat itu konsumen melakukan aktivitas sepert
pencarian, penelitian produk dan jasa. Perilaku konsumen adalah sebuah kegiatan
yang berkaitan erat dengan proses pembelian suatu barang atau jasa. Perilaku
konsumen selain mengenai kualitas produk, juga meliputi harga produk,
promosinya juga mengenai tempat dimana barang tersebut dijual. (Subianto,
2007) Menurut Sumarwan (2004), perilaku konsumen pada hakikatnya adalah
semua kegiatan, tindakan serta proses yang mendorong sesorang melakukan
pembelian, dan ketika melakukan pembelian menggunakan dan mengahabiskan
produk tersebut. Studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai seseorang
yang membuat keputusan untuk mngealokasikan sember saya yang tersedia .

Demikian perilaku konsumen merupakan suatu proses pengambilan


keputusan oleh konsumen dalam memilih, membeli, memakai serta
memanfaatkan produk, jasa, serta gagasan atau pengalaman dalam rangka
memuaskan kebutuhan dan hasrat konsumen. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan mengenai perilaku konsumen dalam membeli suatu barang, yaitu :
waktu, uang, usaha, dan energi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian menurut


Kotler dan Amstrong (2003), banyak faktor yang mempengaruhi proses keputusan
pembelian. Adapun penjelasan dari faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor individu meliputi motivasi dan kebutuhan, kepribadian dan gaya hidup
serta pengetahuan

2. Faktor psikologis meliputi persepsi dan keterlibatan, serta proses pembelajaran


sikap 3. Faktor lingkungan meliputi budaya, demografi, keluarga, kelompok, dan
kelas sosial
4. Faktor budaya yang terdiri dari budaya, sub budaya, dan kelas sosial yang
berpengaruh luas dalam perilaku konsumen

Karakteristik konsumen merupakan ciri individu yang berperan sebagai


pembentukan sikap dan merupakan petunjuk penting mengenai nilai-nilai yang
dianut oleh seorang konsumen. Sikap dalam menentukan pilihan produk
dipengaruhi oleh karateristik konsumen. Menurut Eka (2014) ada beberapa
langkah yang dilewati sampai sampai konsumen membentuk preferensi.

a. Diasumsikan bahwa konsumen melihat produk dari berbagai atribut dan


memiliki persepsi berbeda tentang atribut yang relevan
b. Tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan pihak ke konsumen. Konsumen memiliki penekanan yang
berbeda pada peletakan atribut produk
c. Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk akan beragam sesuai dengan
atribut yag ada pada produk
d. Konsumen akan sampai pada sikap terhadap merek produk yang berbeda.

2.2 Kesediaan untuk Membayar (Willingness to Pay)

Kemauan atau kesediaan untuk membayar adalah bersedianya seseorang


untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap
sumberdaya alam dan jasa dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan.
Kesediaan membayar (WTP) dihitung untuk mengetahui seberapa jauh kemapuan
individu secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam
memperbaiki kondisi lingkungan (indirect method) yaitu perhitungan terhadap
nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi (Novita, 2016).

Keputusan dalam memilih harga dapat menjadi kompleks dan sulit,


dengan ini variabel tertentu sangat penting dalam pemasaran. Penggunaan strategi
harga dan konsep dasarnya adalah merancang harga untuk barang tersebut.
Konsumen yang ada di pasar memiliki jumlah maksimum uang atas kesediaan
untuk membayar pada setiap produk. Harga-harga ini dikenal dengan WTP
(Willingness to Pay). Poin ini sangat penting untuk mengetahui seberapa besar
uang yang dimiliki oleh mereka untuk kesediaan membayar barang tersebut. WTP
untuk dua produk terdapat tipe konsumen antara lain; konsumen membeli produk
hanya jika WTP memiliki nilai yang lebih besar daripada harga produk tersebut.
Seorang konsumen membeli produk atau konsumen menyadari surplus, yang
berbeda diantara WTP dan harga jual. Biasanya seorang pemasar tidak tertarik
tentang kesediaan membayar yang ditentukan dari maximum price. Hal ini lebih
penting untuk memprediksi tentang perilaku konsumen terhadap produk tersebut.
(Priyambodo, 2017).

Secara umum, Willingness to Pay adalah kesediaan untuk membayar


sejumlah uang kepada konsumen untuk memperoleh barang atau produk.
Pengertian WTP pada berapa kesanggupan konsumen untuk membeli suatu
barang atau jasa dengan pengorbanan untuk memperolehnya. Beberapa pengertian
lain yakni kesediaan masyarakat untuk menerima beban pembayaran, sesuai
dengan besarnya jumlah yang telah ditetapkan WTP penting untuk melindungi
konsumen dari penyalahgunaan kekuasaan monopoli yang dimiliki oleh
perusahaaan dalam penyedian bahan baku produk berkualitas dan harga
(Latumahina & Anastasia, 2014).

2.3 CVM (contingent valuation method)

Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode yang digunakan


untuk mengukur nilai nonpemanfaatan dari sumberdaya alam atau dikenal dengan
nilai keberadaan merujuk dari Priyambodo (2017). Penggunaan CVM bertujuan
untuk mengukur kesediaan konsumen membayar atau Willingness To Pay dari
konsumen dan kesediaan menerima atau Willingness To Accept atas rusaknya
suatu lingkungan.

CVM digunakan untuk mengetahui seberapa besar nilai Willingness to


Pay (WTP) melalui beberapa tahap. Berikut merupakan tahapan operasional dari
Contingent Valuation Method (CVM):

a. Membuat sebuah hipotesis pasar

b. Memperoleh nilai lelang

c. Menghitung rata-rata willingness to pay (WTP)


d. Memperkirakan kurva lelang

e. Mengagregatkan data.

2.5 Analisis Partial Least Square (PLS)

Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk
setiap variabel laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada
regresi. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh
variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah
mempunyai pengaruh yang substantif. Selain dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya
hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang
dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif (Ghozali, 2006).

Menurut Ghozali (2006) tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk


tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear
agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan
komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana inner model (model
struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model
pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi.
Hasilnya adalah residual variance dari variabel dependen. Estimasi parameter
yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, adalah
weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua,
mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten
dan antar variabel laten dan indikatornya (loading). Untuk memperoleh ketiga
estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi 3 tahap dan setiap tahap iterasi
menghasilkan estimasi. Tahap pertama, menghasilkan weight estimate, tahap
kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model (Ghozali, 2006).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian


Daerah penelitian ditentukan di Bandar Lampung secara purposive atau
sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa di Kota Bandar Lampung sudah banyak
terdapat retail- retail yang menjual sayuran organik dan merupakan target pasar
terbesar bagi pemasaran sayuran organik di Lampung.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara kepada
konsumen menggunakan kuesioner menggunakan google form (structured
questionnare). Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data dari jurnal
terkait penelitian ini.

3.3 Metode Analisis Data


Sebelum melakukan proses analisis data, perlu diketahui variabel-variabel
yang akan diteliti pada penelitian ini, uraian operasionalisasi variabel kuantitatif
yang terdiri dari faktor-faktor kuantitatif dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut

Variabel Indikator Batasan Satuan


Kuantitatif
Usia Umur responden Usia/umur responden pada saat Tahun
penelitian berlangsung
Jumlah Pendapatan Penghasilan Total pendapatan keluarga Rp/Bulan
keluarga responden responden
(pendapatan suami+pendapatan
istri bilaistri bekerja)
3.4 Definisi dan Batasan Operasional

3.4.1 Definisi
1. Konsumen adalah setiap orang yang melakukan pembelian suatu produk atau
jasa dengan tujuan untuk mengkonsumsi produk atau jasa tersebut, dalam
penelitian ini produk yang dimaksud adalah sayur wortel organik.

2. Sayur organik adalah sayur yang dalam proses produksinya tidak menggunakan
bahan-bahan kimia.

3. Usia adalah umur responden pada saat penelitian dilakukan.

4. Jumlah Pendapatan adalah penghasilan rata-rata yang menunjang keluarga


responden setiap bulannya dalam Rupiah.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Konsumen Sayur Organik

5.1.1 Usia
Adapun sebaran usia konsumen di Kota Bandar Lampung dapat dilihat
berdasarkan Tabel berikut ini

No. Usia Jumlah Presentase


1. 19 1 10%
2. 20 2 20%
3. 21 5 50%
4. 22 1 10%
5. 26 1 10%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk usia 19 tahun


berjumlah 1 orang atau 10%. Usia 20 berjumlah 2 orang atau 20%. Usia 21
berjumlah 5 orang atau 50%. Usia 22 berjumlah 1 orang atau 10%. Usia 26
berumlah 1 atau 10%.

5.1.2 Jenis Pekerjaan


Adapun sebaran jenis pekerjaan konsumen di Kota Bandar Lampung dapat
dilihat berdasarkan Tabel berikut ini

No. Jenis Pekerjaan Presentase


1. Pegawai Swasta 28,6%
2. Pegawai negeri 0%
3. Ibu Rumah tangga 0%
4. Wiraswasta 14,3%
5. Mahasiswa 14,3%
6. Mahasiswi 28,6%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk pegawai swasta


berjumlah 28,6%. Untuk pegawai negeri berjumlah 0% (tidak ada). Untuk ibu
rumah tangga berjumlah 0% (tidak ada). Untuk wiraswasta berjumlah 14,3%.
Untuk mahasiswa berjumlah 14,3%. Dan untuk mahasiswi berjumlah 28,6%.

5.1.3 Jumlah Pendapatan


Adapun sebaran jumlah pendapatan konsumen di Kota Bandar Lampung
dapat dilihat berdasarkan Tabel berikut ini

No. Jumlah Pendapatan Presentase


1. < 1.000.000 60%
2. 1.000.000 – 3.000.000 40%
3. 3.000.000 – 6.000.000 0%
4. > 6.000.000 0%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk pendapatan


<1.000.000 berjumlah 60%. Untuk pendapatan 1.000.000 – 3.000.000 berjumlah
40%. Untuk pendapatan 3.000.000 – 6.000.000 berjumlah 0% (tidak ada). Dan
untuk pendapatan > 6.000.000 berjumlah 0% (tidak ada).

5.1.4 Media Informasi Manfaat Sayur


Adapun sebaran Media Informasi Manfaat Sayur di Kota Bandar Lampung
dapat dilihat berdasarkan Tabel berikut ini

No. Jumlah Pendapatan Presentase


1. koran 0%
2. majalah 0%
3. radio 0%
4. televisi 10%
5. internet 90%
6. spanduk 0%
7. teman 0%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk Media Informasi


Manfaat Sayur televisi berjumlah 10%. Untuk internet 90%. Sisanya tidak ada
yang memilih.

5.1.5 Ketersediaan Membayar Lebih Mahal


Adapun sebaran jumlah Ketersediaan Membayar Lebih Mahal di Kota
Bandar Lampung dapat dilihat berdasarkan Tabel berikut ini

No. Jumlah Pendapatan Presentase


1. ya 90%
2. tidak 10%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk konsumen yang


bersedia membayar lebih mahal berjumlah 90%. Dan yang tidak bersedia
berjumlah 10%.

5.1.6 Nilai WTP konsumen wortel organik


Ketika konsumen memutuskan untuk membeli sayur wortel organik, maka
artinya konsumen bersedia membayar sejumlah uang untuk harga yang berlaku
saat itu. Namun sebenarnya konsumen memiliki standar tersendiri dan akan
berbeda-beda untuk setiap konsumen mengenai nilai yang sesungguhnya bersedia
mereka bayarkan untuk mendapatkan sayur wortel organik, maka dari itu perlu
diketahui berapa nilai rata-rata yang bersedia konsumen bayarkan untuk sayur
wortel organik. Nilai kesediaan membayar (WTP) konsumen sayur wortel organik
dapat dilihat pada Tabel berikut.

No. Nilai WTP (Rp/Kg) Persentase (%)


1 16.500 70
2 19.500 10
3 22.500 0
4 lainnya 20
Jumlah 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa WTP konsumen


wortel yang bersedia membayar 16.500 sebanyak 70%. Yang bersedia membayar
19.500 sebanyak 10%. Yang bersedia membayar 22.500 sebanyak 0% (tidak ada).
Dan yang memilih lainnya atau menentukan sendiri sebanyak 20%.

5.1.7 Nilai WTP konsumen selada organik


Ketika konsumen memutuskan untuk membeli sayur selada organik, maka
artinya konsumen bersedia membayar sejumlah uang untuk harga yang berlaku
saat itu. Namun sebenarnya konsumen memiliki standar tersendiri dan akan
berbeda-beda untuk setiap konsumen mengenai nilai yang sesungguhnya bersedia
mereka bayarkan untuk mendapatkan sayur selada organik, maka dari itu perlu
diketahui berapa nilai rata-rata yang bersedia konsumen bayarkan untuk sayur
selada organik. Nilai kesediaan membayar (WTP) konsumen sayur selada organik
dapat dilihat pada Tabel berikut.

No. Nilai WTP (Rp/Kg) Persentase (%)


1 27.500 80
2 30.500 10
3 33.500 0
4 lainnya 10
Jumlah 100
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa WTP konsumen selada yang
bersedia membayar 27.500 sebanyak 80%. Yang bersedia membayar 30.500
sebanyak 10%. Yang bersedia membayar 33.500 sebanyak 0% (tidak ada). Dan
yang memilih lainnya atau menentukan sendiri sebanyak 10%.

5.1.8 Nilai WTP konsumen kubis organik


Ketika konsumen memutuskan untuk membeli sayur kubis organik, maka
artinya konsumen bersedia membayar sejumlah uang untuk harga yang berlaku
saat itu. Namun sebenarnya konsumen memiliki standar tersendiri dan akan
berbeda-beda untuk setiap konsumen mengenai nilai yang sesungguhnya bersedia
mereka bayarkan untuk mendapatkan sayur kubis organik, maka dari itu perlu
diketahui berapa nilai rata-rata yang bersedia konsumen bayarkan untuk sayur
kubis organik. Nilai kesediaan membayar (WTP) konsumen sayur kubis organik
dapat dilihat pada Tabel berikut.

No. Nilai WTP (Rp/Kg) Persentase (%)


1 15.500 90
2 18.500 0
3 21.500 0
4 lainnya 10
Jumlah 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa WTP konsumen kubis


yang bersedia membayar 15.500 sebanyak 90%. Yang bersedia membayar 18.500
sebanyak 0%. Yang bersedia membayar 21.500 sebanyak 0% (tidak ada). Dan
yang memilih lainnya atau menentukan sendiri sebanyak 10%.
5.1.9 Nilai WTP konsumen bunga kol organik
Ketika konsumen memutuskan untuk membeli sayur bunga kol organik,
maka artinya konsumen bersedia membayar sejumlah uang untuk harga yang
berlaku saat itu. Namun sebenarnya konsumen memiliki standar tersendiri dan
akan berbeda-beda untuk setiap konsumen mengenai nilai yang sesungguhnya
bersedia mereka bayarkan untuk mendapatkan sayur bunga kol organik, maka dari
itu perlu diketahui berapa nilai rata-rata yang bersedia konsumen bayarkan untuk
sayur bunga kol organik. Nilai kesediaan membayar (WTP) konsumen sayur
bunga kol organik dapat dilihat pada Tabel berikut.

No. Nilai WTP (Rp/Kg) Persentase (%)


1 30.500 80
2 33.500 0
3 36.500 0
4 lainnya 20
Jumlah 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa WTP konsumen


bunga kol yang bersedia membayar 30.500 sebanyak 80%. Yang bersedia
membayar 33.500 sebanyak 0%. Yang bersedia membayar 36.500 sebanyak 0%
(tidak ada). Dan yang memilih lainnya atau menentukan sendiri sebanyak 20%.

5.1.10 Nilai WTP konsumen brokoli organik


Ketika konsumen memutuskan untuk membeli sayur brokoli organik,
maka artinya konsumen bersedia membayar sejumlah uang untuk harga yang
berlaku saat itu. Namun sebenarnya konsumen memiliki standar tersendiri dan
akan berbeda-beda untuk setiap konsumen mengenai nilai yang sesungguhnya
bersedia mereka bayarkan untuk mendapatkan sayur brokoli organik, maka dari
itu perlu diketahui berapa nilai rata-rata yang bersedia konsumen bayarkan untuk
sayur brokoli organik. Nilai kesediaan membayar (WTP) konsumen sayur brokoli
organik dapat dilihat pada Tabel berikut.
No. Nilai WTP (Rp/Kg) Persentase (%)
1 36.500 90
2 39.500 0
3 42.500 0
4 lainnya 10
Jumlah 100

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa WTP konsumen brokoli yang
bersedia membayar 36.500 sebanyak 90%. Yang bersedia membayar 39.500
sebanyak 0%. Yang bersedia membayar 42.500 sebanyak 0% (tidak ada). Dan
yang memilih lainnya atau menentukan sendiri sebanyak 10%.

5.1.11 Nilai WTP konsumen pakchoy organik


Ketika konsumen memutuskan untuk membeli sayur pakchoy organik,
maka artinya konsumen bersedia membayar sejumlah uang untuk harga yang
berlaku saat itu. Namun sebenarnya konsumen memiliki standar tersendiri dan
akan berbeda-beda untuk setiap konsumen mengenai nilai yang sesungguhnya
bersedia mereka bayarkan untuk mendapatkan sayur pakchoy organik, maka dari
itu perlu diketahui berapa nilai rata-rata yang bersedia konsumen bayarkan untuk
sayur pakchoy organik. Nilai kesediaan membayar (WTP) konsumen sayur
pakchoy organik dapat dilihat pada Tabel berikut.

No. Nilai WTP (Rp/Kg) Persentase (%)


1 21.500 90
2 24.500 0
3 27.500 0
4 lainnya 10
Jumlah 100
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa WTP konsumen
pakchoy yang bersedia membayar 21.500 sebanyak 90%. Yang bersedia
membayar 24.500 sebanyak 0%. Yang bersedia membayar 27.500 sebanyak 0%
(tidak ada). Dan yang memilih lainnya atau menentukan sendiri sebanyak 10%.

5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP sayuran organik


Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Konsumen dalam
Keputusan Pembelian Sayur Organik Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia
responden, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan dan manfaat sayuran. Semua factor
tersebut berpengaruh positif terhadap pembelian sayur organic.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Konsumen dalam
Keputusan Pembelian Sayur Organik Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia
responden, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan dan manfaat sayuran. Semua
faktor tersebut berpengaruh positif terhadap pembelian sayur organic.

Konsumen mengetahui informasi tentang manfaat sayur melalui internet


dan televise. Dan untuk sayur yang dibahas dalam penelitian ini adalah wortel,
selada, kubis, bunga kol, brokoli, dan pakchoy.

5.2 Saran
1. Kepada Konsumen, diharapkan agar lebih mengutamakan kualitas dari produk
pangan organik meskipun harganya lebih tinggi dibandingkan dengan pangan
non-organik, karena pangan organik bermanfaat untuk membentuk kualitas SDM
yang sehat di masa depan dan juga agar tetap menjaga kelestarian lingkungan.

2. Kepada Peneliti selanjutnya, diharapkan agar dapat mengembangkan dan


melanjutkan penelitian ini menjadi lebih spesifik dan mendetail pada karakteristik
dan perilaku konsumen jenis sayur organik lainnya.
DAFTAR ISI

Aliansi Organis Indonesia. 2017. Statistik Pertanian Organik Indonesia


(SPOI) 2016. Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 2016. SNI 6729-2016 Sistem Pertanian


Organik. www.bsn.go.id

Branston Gill, dan Roy Stafford, The Media Student’s Book, Ed.III;
London:Routledge, 2003.

Budiharsana, R. S. 2005. Strategi ‘Social Marketing’ Pangan Organik


sebagai Bagian Gaya Hidup Sehat dalam Workshop dan Kongres
Nasional II Maporina. Maporina Jakarta. hlm:73-76.

Celona, N. 2015. “Analisis Kesediaan Membayar Konsumen Beberapa


Komoditi Sayuran Organik (Studi Kasus: Giant Hypermarket,
Botani Square, Kota Bogor)”. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Damayanty, R. 2009. “Analisis Preferensi Konsumen Wortel Organik


Amani Mastra Di Foodmart Ekalokasari”. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Departemen Pertanian. 2012. Road Map Pengembangan Pertanian


Organik.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai