Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN

PENENTU DAN MOTIVASI PETANI MEMILIH USAHATANI SAYURAN


HIDROPONIK DI KOTA PONTIANAK DAN SEKITARNYA

Oleh :
Rachmad Febian
C1021161027
Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sempitnya lahan pertanian di kota Pontianak menyebabkan kegiatan budidaya pertanian
mengalami kendala dalam penyediaan lahan. Tentu saja hal ini berdampak terhadap kuantitas
produksi pertanian, khususnya pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kondisi lahan
pertanian yang kian hari semakin berkurang, sementara disisi lain pemenuhan kebutuhan pangan
dari hasil pertanian semakin meningkat, mendorong sektor pertanian untuk mengatasi kendala
tersebut dengan meningkatkan penerapan pertanian lahan sempit. Berkaitan dengan hal ini,
kegiatan produksi tanaman pangan di kota Pontianak hingga saat ini sudah relatif berkembang
dimana sudah banyak digunakan teknologi budidaya yang berhasil diadopsi. Diantaranya, sistem
pertanian lahan sempit yang saat ini diterapkan adalah sistem budidaya secara hidroponik.
Hidroponik merupakan bercocok tanam tanpa tanah sehingga muncul sayuran dari sistem
pertanian hidroponik yang lebih higienis dan sehat karena tidak menggunakan pestisida (Halim,
2016). Hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam yang menggunakan air, nutrisi dan
oksigen, dengan kata lain teknik ini tidak menggunakan tanah sebagai media.
Pengembangan hidroponik memiliki peluang yang sangat bagus untuk mengisi kebutuhan
pangan masyarakat kota Pontianak. Penduduk kota Pontianak memiliki kecenderungan untuk
memperbaiki kualitas hidup mereka. Penggunaan produk-produk berkualitas memberikan rasa
nyaman bagi penggunanya. Pasar-pasar modern menjadi ciri khas tentang tuntutan akan produk
yang berkualitas, bukan lagi produk yang banyak namun asal, tapi produk yang bersih dan
kontinuitas tinggi (Dwi, 2017).
Sayuran yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi hidroponik memiliki kualitas
yang lebih baik dibandingkan sayuran konvensional. Pada tahun 1994 sebuah tes pernah
dilakukan oleh kelompok investigasi dari Laboratorium Teknologi Tanaman Universitas San Jose
California, untuk mengetahui kandungan vitamin dan mineral yang terkandung dalam hasil
tanaman hidroponik dibandingkan dengan hasil tanaman organik dan juga hasil tanaman yang
dibudidayakan secara konvensional. Hasilnya menunjukkan bahwa tanaman hasil hidroponik
memiliki vitamin dan mineral yang secara signifikan lebih tinggi dan sangat bermanfaat bagi
kesehatan manusia dibanding dengan pola konvensional maupun organik (Anonimous, 2016).

2
Sayuran hidroponik memiliki harga jual yang lebih mahal dibandingkan dengan sayuran
konvensional. Oleh karena itu, segmen pasar yang dituju umumnya masyarakat kalangan
ekonomi menengah ke atas dengan jenjang pendidikan tinggi atau masyarakat yang sudah
memiliki kesadaran pentingnya kesehatan karena sayuran hidroponik dikenal dengan sayur yang
bersih dan sehat.
Berdasarkan data BPS Kota Pontianak tahun 2020 jumlah penduduk Kota Pontianak secara
keseluruhan berjumlah 658.685 jiwa, dengan jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan
Pontianak Barat yang berjumlah 146.700 jiwa, kemudian penduduk Pontianak Utara yang
berjumlah 143.204 jiwa, penduduk Pontianak Kota berjumlah 123.028 jiwa, penduduk Pontianak
Timur berjumlah 105.787 jiwa, penduduk Pontianak Selatan berjumlah 90.838 jiwa dan
penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Pontianak Tenggara dengan jumlah penduduk
sebanyak 49.127 jiwa. Hal ini merupakan peluang pasar sayuran hidroponik yang sangat baik di
Kota Pontianak. Jumlah ini tentu saja terbilang besar.
Produsen hidroponik di Kota Pontianak masih tergolong sedikit, tidak sebanding dengan
banyaknya jumlah penduduk di Kota Pontianak. Setelah peneliti melakukan pra survey, dapat
diketahui bahwa di Kota Pontianak, hanya terdapat 29 produsen sayuran hidroponik. Sayuran
Hidroponik memiliki cukup banyak permintaan, namun jumlah produksi sayuran hidroponik
belum dapat memenuhi seluruh permintaan pasar. Seperti kebutuhan dari swalayan, konsumen
langsung, hotel dan restoran.
Melihat banyaknya permintaan akan sayuran hidroponik, maka menjadi sebuah pertanyaan
mengapa tidak cukup banyak petani yang mau melakukan usahatani sayuran hidroponik.
Kehadiran usahatani sayur hidroponik sangat menarik dan belum banyak diteliti. Melihat alasan
diatas, maka penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti adalah faktor apa saja yang menjadi Penentu dan Motivasi Petani
Memilih Usahatani Sayuran Hidroponik di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Penentu dan Motivasi Petani
Memilih Usahatani Sayuran Hidroponik di daerah penelitian.

3
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Pada sub bab ini berisi kerangka teori yang berhubungan dengan keputusan dan faktor-
faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam memilih
usahatani sayuran hidroponik di Kota Pontianak dan sekitarnya
1. Teori Keputusan

Teori keputusan adalah teori mengenai cara memilih pilihan diantara pilihan-pilihan yang
tersedia secara acak guna mencapai tujuan yang hendak diraih (Hansson, 2005). Keputusan-
keputusan yang diambil oleh seseorang dapat dipahami melalui dua pendekatan pokok, yaitu
pendekatan normatif dan pendekatan deskriptif. Pendekatan normatif menekankan pada apa yang
seharusnya dilakukan oleh pembuat keputusan sehingga diperoleh suatu keputusan yang rasional.
Pendekatan deskriptif menekankan pada apa saja yang telah dilakukan orang yang membuat
keputusan tanpa melihat apakah keputusan yang dihasilkan itu rasional atau tidak rasional
(Suharnan, 2005). Pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada (Terry, 2000).

Menurut Roger (2003), beberapa tahapan adopsi dari proses pengambilan keputusan
inovasi mencakup:

a. Tahap munculnya Pengetahuan (knowledge) ketika individu diarahkan untuk memahami


keuntungan ataupun manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
b. Tahap Persuasif (Persusion) yaitu ketika individu membentuk sikap baik atau tidak baik
(menerima atau tidak menerima)
c. Tahap Keputusan (Desicion) yaitu ketika seorang individu terlibat dalam aktivitas yang
mengarah pada pemilihan adopsi ataupun penolakan sebuah inovasi
d. Tahap Implementasi (Implementation) ketika individu sudah menetapkan penggunaan
suatu inovasi
e. Tahap Konfirmasi (Confirmation) ketika individu mencari penguatan terhadap keputusan
penerimaan atau penolakan inovasi yang telah dibuat sebelumnya.
Menurut Rogers (2003) pengambilan keputusan oleh petani baik berupa penolakan
maupun penerimaan suatu inovasi tidak terlepas dari berbagai pertimbangan menguntungkan

4
atau tidak menguntungkan suatu teknologi bagi pengusahanya (petani). Tingkat adopsi suatu
inovasi dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri, karakteristik penerima inovasi dan
saluran komunikasi.

Faktor-faktor karakteristik suatu inovasi itu terbagi atas lima yaitu :

a. Keuntungan relatif (relative advantage) merupakan derajat dimana inovasi diterima dan
dipandang jauh lebih baik daripada teknologi sebelumnya yang biasanya dilihat dari segi
keuntungan ekonomi dan keuntungan ekonomi dan keuntungan sosial (prestise dan
persetujuan sosial).
b. Kesesuaian (compability), merupakan derajat dimana inovasi dipandang sesuai/konsisten
dengan nilai- nilai sosial budaya yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan-
kebutuhan adopter.
c. Kerumitan (complexity), merupakan derajat dimana inovasi dianggap sulit untuk
dimengerti dan digunakan.
d. Kemungkinan dicoba (triability) merupakan derajat dimana inovasi dianggap mungkin
untuk diujicobakan secara teknis dalam skala kecil.
e. Kemungkinan untuk diamati (observability) merupakan dimana hasil dari inovasi dapat
dilihat atau dirasakan oleh adopter.
Menurut Soekartawi (1988) terdapat beberapa karakteristik penerima inovasi (petani)
dalam suatu inovasi seperti umur, pendidikan, pengalaman bertani, pendapatan, luas lahan,
tingkat kosmopolitan, tingkat partisipasi. Roger (2003) menjelaskan bahwa saluran komunikasi
juga mempengaruhi tingkat adopsi suatu inovasi yang dikategorikan menjadi dua yaitu:

a. Saluran media massa (Mass Media Channel), media massa dapat berupa radio, surat
kabar, televisi, dan lain- lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens
yang banyak dengan cepat dari satu sumber.
b. Saluran antar pribadi (Interpersonal Channel) saluran pribadi melibatkan upaya
pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya maka peneliti merangkum faktor-faktor yang di


duga mempengaruhi keputusan petani dalam memutuskan melakukan usahatani sayuran

5
hidroponik adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan,
tingkat kosmopolitan, luas lahan, pendapatan petani, dan harga komoditi.

a. Umur Umur dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam
bekerja. Bilamana dalam kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar
seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006). Umur seseorang
menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara
fisik maka semakin tua tenaga kerja akan semakin turun pula prestasinya (Suratiyah,
2008).
b. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan manusia pada umumnya menunjukkan daya
kreativitas manusia dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan
kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Usaha-
usaha penduduk berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah
(Kartasapoetra, 1994).
Konsep pendidikan terbagi menjadi dua jenis yaitu pendidikan formal, non formal.
Pendidikan formal yaitu pendidikan di sekolah yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan
dibagi dalam waktu-waktu tertentu (Combs dan Manzoor, 1984). Pendidikan non formal adalah
jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat guna meningkatkan
kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik dari lingkungan
formal ke dalam lingkungan pekerjaan praktis di masyrakat. Bentuk pendidikan non formal dapat
berupa pelatihan, kursus, penataran, magang, dan penyuluh.

Slamet (2003) menyatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan
luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka
mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang
profesinya, serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan
kesejahteraan sendiri dan masyarakatnya.

Menurut Muhibbin (2002) pendidikan adalah tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan
(seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan
individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Tingkat pendidikan
individu merupakan salah satu aspek yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan.

c. Pengalaman Berusahatani

6
Menurut Soekartawi (1999), pengalaman seseorang dalam berusaha berpengaruh dalam
menerima inovasi dari luar. Bagi yang mempunyai pengalaman yang sudah cukup lama akan
lebih mudah menerapkan inovasi dari pada pemula. Lubis (2000) juga berpendapat bahwa orang
yang mempunyai pengalaman yang relatif berhasil dalam mengusahakan usahanya, biasanya
mempunyai sikap dan keterampilan yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang kurang
berpengalaman.

Dalam prinsip belajar seseorang cenderung lebih mudah menerima atau memilih sesuatu
yang baru, bila memiliki kaitan dengan pengalaman masa lalunya. Keputusan petani dalam
menjalankan kegiatan usahatani lebih banyak mempergunakan pengalaman, baik yang berasal
dari dirinya maupun pengalaman petani lain. Bila pengalaman usahatani banyak mengalami
kegagalan, maka petani akan sangat berhati-hati dalam memutuskan untuk menerapkan suatu
inovasi yang diperolehnya (Slamet, 2003).

d. Jumlah Tanggungan
Menurut Hasyim (2006) jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah
tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan banyak aktivitas dalam mencari
dan menambah pendapatan keluarganya.

Semakin banyak anggota keluarga akan semakin besar pula beban hidup yang akan
ditanggung atau harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan dalam
berusaha. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu mengambil
keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal (Soekartawi, 1999).

e. Tingkat Kosmopolitan
Kekosmopolitan seseorang dapat dicirikan oleh frekuensi dan jarak yang dilakukan, serta
pemanfaatan media massa. Mosher (1978) menjelaskan bahwa keterbukaan seseorang
berhubungan dengan penerimaan perubahan-perubahan seseorang untuk meningkatkan usahatani
mereka.

Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui dengan mengetahui frekuensi petani keluar
dari desanya ke desa lain atau ke kota, frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi petani bertemu
dengan tokoh inovator, koran yang dibaca, siaran televisi yang ditonton dan siaran radio yang

7
didengar (Soekartawi, 1988). Penyuluhan sendiri bertujuan untuk meningkatkan produksi
pertanian, hal ini dicapai dengan merangsang petani untuk memanfaatkan teknologi modern dan
ilmiah yang dikembangkan melalui suatu penelitian (Van den Ban dan Hawkins, 1999).

f. Luas Lahan
Sumaryanto (2003) menejelaskan secara sosiologis, luas lahan yang dimiliki seseorang
menunujukkan tingkatan struktur sosial seseorang dalam masyarakatnya. Sajogyo (1999) lahan
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan status petani, apakah tergolong sebagai
petani miskin atau petani yang lebih tinggi taraf hidupnya. Tingkat luasan usahatani
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, semakin luas areal tani
menggambarkan semakin tinggi produksi dan pendapatan yang diterima.

g. Pendapatan Petani
Sahidu (1998) pendapatan usahatani merupakan sumber motivasi bagi petani dan
merupakan faktor kuat yang mendorong timbulnya kemauan, kemampuan serta terwujudnya
kinerja partisipasi petani. Kartasapoetra (1994) menyatakan bahwa setiap petani dan keluarganya
ingin meningkatkan produksi dalam usahataninya untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-
besarnya agar hidup lebih sejahtera. Menurut Mosher (2002), pada bidang pertanian pendapatan
merupakan produksi yang dinyatakan dalam bentuk uang setelah dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan selama kegiatan usahatani.

Pendapatan bersih adalah jumlah penerimaan dikurangi jumlah biaya produksi. Dalam
memperoleh pendapatan bersih petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya
produksi yang rendah. Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang
rendah dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan
harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004).

8
B. Tinjauan Pustaka

Pada sub bab ini berisi beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan Keunggulan
Sayuran Hidroponik dan Masalah Faktor Produksi Usahatani

1. Keunggulan Sayuran Hidroponik

Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya
pengerjaan atau bercocok tanam. Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya
tanaman tanpa tanah. Jadi, hidroponik adalah budidaya tanaman yang memanfaatkan air tanpa
menggunakan tanah sebagi media tanam atau soilless. Media untuk menanam digantikan dengan
media tanam lain seperti rockwool, arang sekam, zeolit, dan berbagai media yang ringan dan
steril untuk digunakan. Hal yang terpenting pada hidroponik adalah penggunaan air sebagai
pengganti tanah untuk menghantarkan larutan hara ke dalam akar tanaman (Prihmantoro, 1998).

Di Indonesia, hidroponik yang berkembang pertama kali yaitu hidroponik substrat.


Hidroponik substrat merupakan sistem hidroponik yang mempergunakan media selain tanah dan
steril, misalnya arang sekam, pasir, dan serbuk sabut kelapa. Setelah hidroponik substrat,
hidroponik NFT (nutrient film technique) mulai dikenal di Indonesia, kemudian berkembang
pula hidroponik aeroponik yang memberdayakan udara (Sutiyoso, 2004).

Kelebihan dari pertanaman sistem hidroponik, yaitu: (1) Keberhasilan tanaman untuk
tumbuh dan berproduksi legih terjamin, (2) Perawatan lebih praktis dan gangguan hama lebih
terkontrol, (3) Pemakaian pupuk lebih hemat (efisien), (4) Tanaman yang mati lebih muda
diganti dengan tanaman yang baru, (5) Tidak membutuhkan banyak tenaga kasar karena metode
kerja lebih hemat dan memiliki standarisasi, (6) Tanaman dapat tumbuh lebih pesat dan dengan
keadaan yang tidak kotor dan rusak, (7) Hasil produksi lebih kontinyu dan lebih tinggi dibanding
dengan penanaman di tanah, (8) Harga jual hidroponik lebih tinggi dari produk non hidropnik,
(9) Beberapa jenis tanaman dapat dibudidayakan di luar musim, (10) Tidak ada resiko
kebanjiran, erosi, kekeringan, atau ketergantungan dengan kondisi alam, dan (11) Tanaman
hidroponik dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas, misalnya di atap, dapur, atau
garasi (Hestiriani 2021). Sehingga jika dibandingkan dengan bercocok tanam secara
konvensional, teknologi hidroponik lebih efektif dan efisien untuk dijalankan. Penggunaan
media air sebagai pengganti media tanah juga merupakan cara tepat untuk menghasilkan produk

9
yang lebih bersih, higienis, tanpa adanya kontaminasi dari berbagai limbah atau zat berbahaya
yang mungkin terdapat di dalam tanah. Produk yang lebih higienis dapat menjadi kekuatan
utama dari produk hidroponik yang dapat menarik minat konsumen untuk memilih produk
hidroponik tersebut.

Berdasarkan penelitian Dedy (2017) dengan judul Faktor-faktor yang memengaruhi minat
beli konsumen terhadap sayuran hidroponik di Desa Panggungharjo Sewon Bantul menyatakan
bahwa teknologi hidroponik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknik bertanam
secara tradisional (konvensional). Keunggulan hidroponik antara lain ramah lingkungan,
higienis, pertumbuhan tanaman lebih cepat, kualitas lebih terjaga, dan tidak memakai pestisida
dalam proses penanamannya. Hal ini menjadikan sayuran hidroponik lebih sehat, segar, dan
higienis. Teknologi hidroponik merupakan cara yang tepat untuk menghasilkan tanaman yang
memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil tanaman yang
ditanam secara konvensional. Tanaman yang diproduksi dengan teknologi hidroponik biasanya
merupakan tanaman yang memiliki nilai jual tinggi (high value) atau sering disebut juga dengan
sayuran eksklusif.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan

Dalam teknologi hidroponik, penggunaan lahan untuk menanam lebih efisien. Tanaman
dapat diatur sedemikian rupa tanpa memerlukan jarak tanam yang lebar seperti pada bercocok
tanam dengan media tanah. Penggunaan pupuk/nutrisi dan penggunaan air lebih efisien karena
dengan teknologi hidroponik, nutrisi dilarutkan bersama air dan air dialirkan secara sirkulasi
serta langsung diserap oleh akar tanaman. Selain itu, periode tanam pada teknologi hidroponik
lebih pendek sehingga tanaman lebih cepat dipanen. Dari pernyataan tersebut, biaya produksi
pada hidroponik bisa saja ditekan dengan penggunaan lahan, air dan nutrisi secara efisien serta
adanya peningkatan produksi dan hasil panen (Indriasti, 2013).

Hasil penelitian Kiki (2016), membuktikan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan


petani dalam melakukan usahatani di daerah penelitian adalah harga dan pendapatan petani.
Sedangkan faktor seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah
tanggungan, luas lahan, dan tingkat, kosmopolitan tidak mempengaruhi keputusan petani.

10
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2017), faktor-faktor yang diduga
berhubungan dengan keputusan petani yaitu umur petani, tingkat pendidikan petani, lama
berusahatani, jumlah tanggungan petani, luas lahan, tingkat kosmopolitan, dan pendapatan
petani. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana hubungan dari semua faktor-faktor tersebut
terhadap pengambilan keputusan untuk melakukan usahatani sayuran hidroponik maka
digunakan pengujian dengan Uji Chi-Square.

C. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat faktor apa yang berhubungan dengan
keputusan petani dalam memilih berusahatani sayuran hidroponik. Petani yang merupakan
pelaku utama usahatani sayuran hidroponik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam
mengambil keputusan memilih atau tidak memilih berusahatani sayuran hidroponik. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan petani dalam melakukan
usahatani sayuran hidroponik, maka peneliti merangkum beberapa faktor yang diduga
berhubungan dengan keputusan yaitu (a)umur, (b)pendidikan, (c)pengalaman berusahatani,
(d)jumlah tanggungan, (e)luas lahan, (f)tingkat cosmopolitan dan (g)pendapatan petani.

Faktor-faktor yang berhubungan


dengan keputusan petani:
1. Umur
2. Tingkat Pendidikan
3. Pengalaman Berusahatani KEPUTUSAN
4. Jumlah Tanggungan
5. Luas Lahan
6. Tingkat Kosmopolitan
7. Pendapatan Petani
Melakukan Usahatani Tidak Melakukan
Hidroponik Usahatani Hidroponik

D. Hipotesis
Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori dan kerangka
pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan dari variabel umur,
pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan, luas lahan usahatani, tingkat
kosmopolitan dan pendapatan petani terhadap keputusan petani dalam mengusahakan usahatani
sayuran hidroponik.

11
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Kota Pontianak Provinsi Kalimatan Barat. Pemilihan lokasi
dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Telaga Arum
merupakan desa yang mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Maret-April 2022.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu teknik untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu secara empiris, rasional dan sistematis (Sugiyono, 2013). Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat
pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap fakta dan populasi pada daerah
tertentu. Metode deskriptif kualitatif mendeskripsikan kejadian yang berlaku pada saat itu dengan
tujuan menggali informasi (Mardalis, 1999).

C. Teknik Pengambilan Sampel


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui hasil wawancara langsung dengan responden di daerah penelitian dan melalui
daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh melalui
Instansi dan Dinas terkait.

D. Sumber dan Teknik pengumpulan Data


Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dan responden. Data sekunder adalah data yang
sudah tersedia yang diperoleh dari suatu komunitas maupun petani hidroponik dalam bentuk
publikasi (Masyhuri, 2008). Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari studi literatur
seperti jurnal, skripsi, artikel ilmiah, perpustakaan dan internet.
Sumber data primer dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

12
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden (Sugiyono, 2013). Kuesioner dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data deskriptif responden. Kuesioner diberikan
kepada petani padi untuk menggali informasi pentimg mengenai usahatani yang dikembangkan di
Desa Telaga Arum.
2. Observasi
Observasi adalah proses pengumpulan data dengan cara mengamati langsung kondisi di
lapangan untuk mencari suatu informasi. Data yang diperoleh dapat berupa gambaran yang ada di
lapangan dalarn bentuk sikap, tindakan, pernbicaraan, interaksi interpersonal dan lain-lain. Obyek
yang diobservasi menurut Spradley terdiri atas tiga komponen yaitu place (tempat), kemudian
peneliti mengidentifikasi actor (pelaku) yang akan diobservasi, kapan, berapa lama dan
bagaimana, setelah itu activity (kegiatan) yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang
sedang berlangsung (Sugiyono, 2013).
3. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan interaksi dengan
responden untuk mencari informasi yang mendalam melalui tanya jawab dan saling bertukar
informasi. Wawancara adalah salah satu bagian yang terpenting, karena tidak semua data dapat
diperoleh melalui kuesioner dan observasi (Raco, 2018). Wawancara dilakukan oleh peneliti
dengan 30 petani padi sebelum dilakukannya focus group discussion bersama stakeholder yang
telah ditentukan.

E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari,
sehingga didapat informasi tentang hal tersebut, kemudian disimpulkan berdasarkan informasi
tersebut (Sugiyono, 2013). Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah

F. Analisis Data
Untuk membuktikan hipotesis 1, terdapat pengaruh dari variabel umur, pendidikan,
pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan, luas lahan usahatani, tingkat kosmopolitan
pendapatan petani, dan harga di tingkat petani terhadap keputusan petani dalam mengusahakan
usahatani sayuran hidroponik, digunakan uji Chi-Square dengan rumus:

13
r k
x =∑ ❑ ∑ ¿ ¿ ¿
2

i=1 j=1

Dimana :
2
x =¿ nilai Chi-Square
nij =¿ banyak kasus yang di observasi yang di kategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j

Eij =¿ banyak kasus yang di harapkan yang yang di kategorikan dalam baris ke-i pada kolom ke-j

Dengan kriteria uji :

x 2 ❑hit < x 2 ❑tabel atau Sig.>0,05 ; tolak H1, terima H0


2 2
x ❑hit < x ❑tabel atau Sig.≤0,05 ; tolak H1, terima H0

H0 : Tidak ada hubungan antara variabel yang di uji dengan pengambilan keputusan petani
dalam melakukan atau tidak melakukan usahatani sayuran hidroponik

H1 : Terdapat hubungan antara variabel yang di uji dengan pengambilan keputusan petani
dalam melakukan atau tidak melakukan usahatani sayuran hidroponik

Nilai koefisien kontingensi:


2
' x
Pearso n s C= ¿
( x ¿¿ 2+n)

Dimana : n = jumlah sampel


Standar koefisien kontingensi dihitung sebagai rasio yang bervariasi antara 0 dan 1, dengan 0
menunjukkan ketidakeratan dan 1 menunjukkan keeratan
Nilai Keeratan:
0,00<C<0,30 ; hubungan antar variable kurang erat
0,31<C<0,60 ; hubungan antar variable cukup erat
0,61<C<1,00 ; hubungan antar variable sangat erat

14

Anda mungkin juga menyukai