Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, adalah sebagai
negara hukum. Artinya, dalam bertindak dan bertingkah laku harus berlandaskan pada hukum.
Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap
masyarakat, sehingga harus tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam
dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Diperlukannya penyelenggaraan
suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi
maupun yang mengkomsumsi pangan. Oleh karena itu, salah satu perhatian penting pemerintah
adalah untuk memastikan ketersediaan dan kecukupan pangan, serta menghindarkan
masyarakat sebagai konsumen dari produk-produk pangan yang dapat membahayakan.1
Berbagai produk yang ditawarkan kepada masyarakat oleh pihak pelaku usaha pada saat
ini gencar dilakukan, dengan adanya variasi produk makanan dan minuman yang telah beredar
di pasaran mampu meraih minat konsumen untuk mengkonsumsinya. Mutu pangan dan gizi
berdampak serius terhadap kualitas pertumbuhan secara optimal dan upaya peningkatan
sumber daya manusia di masa depan.2 Salah satu jenis pangan yang dapat mendukung
peningkatan kualitas pemenuhan gizi dan nutrisi bagi masyarakat adalah melalui susu. Susu
merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi yang dapat diperoleh dari hasil pemerahan hewan
seperti sapi, kerbau, kambing.3
Terdapat faktor-faktor yang menjadi alasan masyarakat Indonesia lebih memilih susu
olahan sebagai pemenuh kebutuhan gizi sehari-hari, salah satunya susu kental manis. Susu
kental manis memiliki harga yang sangat terjangkau dan masa simpan yang panjang
dibandingkan produk susu lainnya.4 Badan Pengawas Obat dan Makanan (yang selanjutnya
disebut sebagai BPOM) adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.5 BPOM mendefenisikan susu

1
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 169.
2
Anonymous, “Status Gizi Pengaruhi Kualitas Bangsa”,
http://www.depkes.go.id/article/view/15021300004/status-gizi-pengaruhi-kualitas bangsa.html, diakses pada 11
Februari 2020.
3
Erning Ariningsih, “Perkembangan Industri Pengolahan Susu dalam Upaya Peningkatan Konsumsi Susu dan
Produk-Produk Olahan Susu di Indonesia,” Jurnal Hukum 1, No.6 (9 Maret 2018), hlm. 1.
4
Ibid, hlm. 4.
5
Wikipedia, “Badan Pengawas Obat dan Makanan”,
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pengawas_Obat_dan_Makanan#:~:text=Badan%20Pengawas%20Obat%20

1
2

kental manis sebagai produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan
menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan
tertentu, atau merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula dengan atau
tanpa penambahan bahan lain. Tingkat kepekatan dan kandungan gula yang tinggi berfungsi
mencegah pertumbuhan mikro organisme dan mengawetkan susu kental manis.6
Namun, tingginya kandungan gula pada susu kental manis yang mencapai setengah dari
komposisi total, menjadikan susu kental manis tidak cocok dikonsumsi sebagai minuman susu
yang rutin diminum setiap hari, terutama untuk anak-anak. Di sisi lain, kandungan kalsium
susu kental manis hanya memenuhi 15% kebutuhan kalsium pada anak-anak. Oleh karena itu,
menurut dokter spesialis gizi Cindiawaty Josito Pudjiadi dan Firstyarikha, konsumsi susu
kental manis secara rutin dan berlebihan pada anak-anak efeknya tidak akan terlihat secara
langsung tapi seiring berjalannya waktu akan terjadi berbagai permasalahan kompleks dalam
tubuh seperti memicu obesitas, memicu diabetes, menyebabkan kerusakan ginjal, memicu
penyakit kardiovaskuler, dan menyebabkan karies gigi. 7 Hal tersebut cenderung berbanding
terbalik dengan iklan susu kental manis yang kontennya banyak menampilkan anak-anak
sebagai objek utama yang memerlukan manfaat susu kental manis.
Setelah ditelaah lebih jauh, kandungan yang ada di dalam 40 gram susu kental manis
(takaran untuk satu gelas), terdapat kandungan yang tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan
di dalam iklan tersebut. Seperti contoh tidak dicantumkannya kandungan gula yang sangat
besar di dalam produk tersebut dan seolah-olah hanya susu yang sangat bermanfaat bagi
tumbuh kembang anak dengan bermacam kandungan vitamin. Pada kenyataannya dalam 40
gram susu kental manis terdapat 40% sampai 50% kandungan gula, atau 18 sampai 21 gram
kandungan gula, yang setara dengan 4 sendok teh gula. Hal ini dipertegas oleh peneliti pusat
pengembangan ilmu pengetahuan teknologi pangan dan pertanian Asia Tenggara Institut
Pertanian Bogor Dodik Briawan mengatakan, susu kental manis dalam pembuatannya
ditambahkan gula agar susu menjadi lebih awet. Negatifnya, susu kental manis tidak cocok
dikonsumsi oleh anak-anak. Karena gulanya terlalu tinggi mencapai 40-50%.8 Pakar nutrisi

dan%20Makanan%20atau%20disingkat%20Badan%20POM%20adalah,Medicines%20Agency%20di%20Uni%
20Eropa., diakses 11 Februari 2020.
6
Firstyarikha Habibah, “Alasan Susu Kental Manis Bukan Susu”,
https://www.kompasiana.com/firstyarikha/59831a6050e8db50d05f2283/3-alasan-susukental-manis-susu kental
manis-bukan-susu, diakses 11 Februari 2020.
7
Andrian Pratama, “Dokter Gizi: Susu Kental Manis Bisa Membuat Anak Kegemukan”, https://tirto.id/dokter-
gizi-susu-kental-manis-bisa-membuat-anak-kegemukan-cw6j, diakses 11 Februari 2020.
8
Puguh Hariyanto, “LEKS: Pernyataan Ketua BPKN Berpotensi Menyesatkan Konsumen”,
https://ekbis.sindonews.com/read/1241837/34/leks-pernyataan-ketua-bpkn-berpotensi-menyesatkan-konsumen-
1506008898, diakses 24 Februari 2020.
3

dari Public Health England Alison Tedstone mengatakan, kebutuhan asupan gula anak
berbanding lurus dengan usianya. Dilansir BBC, usia 2 tahun membutuhkan kurang dari 13
gram per hari, usia 3 tahun membutuhkan kurang dari 15 gram per hari, usia 4 hingga 6 tahun
membutuhkan kurang dari 19 gram per hari, usia 7 hingga 10 tahun membutuhkan kurang dari
24 gram per hari.9
Iklan atau pariwara adalah segala bentuk promosi yang ditujukan untuk memperbesar
penjualan barang dan jasa dari pemberi pesan kepada masyarakat dengan mempergunakan
media yang dibayar berdasarkan tarif tertentu. Iklan tidak hanya sebagai sarana promosi untuk
meningkatkan penjualan tetapi juga dapat diandalkan oleh konsumen untuk memperoleh
informasi suatu produk yang sesuai dengan kebutuhan.10 Perkembangan perekonomian
khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi
barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Kondisi yang demikian pada satu sisi bermanfaat
bagi konsumen, karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat
dengan mudah terpenuhi. Pada sisi lain, dapat menjadi lahan sekaligus tantangan bagi para
pelaku usaha untuk memasarkan produk barang dan/atau jasa sebanyak-banyaknya.11
Iklan memuat informasi yang dapat membentuk persepsi konsumen dalam menilai dan
mengambil keputusan terhadap suatu produk. Membentuk persepsi konsumen pada produk
susu kental manis, yang menganggap dengan memberikan susu kental manis sebagai pangan
berkualitas secara rutin dapat menjadi pelengkap gizi untuk pertumbuhan anak, tetapi
keputusan tersebut adalah keputusan yang keliru. Susu kental manis seharusnya dapat
memberikan manfaat bagi konsumen. Namun, informasi keliru yang diterima konsumen dari
materi iklan tentang penggunaan dan peruntukan susu kental manis dapat membahayakan
konsumen. Oleh karena itu, penyesatan informasi produk barang dan jasa melalui iklan tidak
hanya berpotensi merugikan konsumen secara materil, bahkan lebih jauh dapat membahayakan
kesehatan dan mengancam jiwa konsumen serta menghilangkan kepercayaan konsumen
terhadap informasi yang disampaikan pelaku usaha. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut sebagai UUPK) dalam Pasal 8 ayat
(1) huruf e dan f, mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu :
“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:

9
Muhammad Reza Sulaiman, “Berapa sih jumlah asupan gula yang dibutuhkaa anak per hari?,”
https://health.detik.com/anak-dan-remaja/3392569/berapa-sih-jumlah-asupan-gula-yang-dibutuhkan-anak-per-
hari, diakses 24 Februari 2020.
10
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang Menyesatkan (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm. 98.
11
Ma’ruf Abdullah, Manajemen Komunikasi Periklanan (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2017), hlm. 313.
4

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.”
Kondisi yang demikian menyebabkan BPOM mengeluarkan Surat Edaran Nomor
HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu
Kental dan Analognya pada tanggal 22 Mei 2018. Adanya Surat Edaran tersebut
menyebabkan larangan kata penggunaan kata susu pada iklan susu kental manis merek Frisian
Flag pada sekitar bulan Juli 2018, dan sudah dilakukan oleh pelaku usaha dengan
menghilangkan kata susu dalam kemasannya seperti produk susu kental manis yang
dikeluarkan oleh PT. Frisian Flag Indonesia. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka
penulis akan membahas mengenai perlindungan konsumen dan akibat hukumnya. Penulis akan
memecahkan permasalahan tersebut menggunakan teori perlindungan hukum, teori hukum
perlindungan konsumen, dan teori tanggung jawab. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul : “TINJAUAN
YURIDIS MENGENAI LARANGAN PENGGUNAAN KATA SUSU PADA IKLAN
SUSU KENTAL MANIS MEREK FRISIAN FLAG DIHUBUNGKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penulis
mengidentifikasikan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perlindungan konsumen atas kerugian iklan yang menyesatkan berupa
penggunaan kata susu oleh PT. Frisian Flag Indonesia?
2. Bagaimanakah akibat hukum perbedaan antara materi iklan dan komposisi pada produk
susu kental manis oleh PT. Frisian Flag Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok-pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perlindungan konsumen atas kerugian iklan yang menyesatkan pada
penggunaan kata susu oleh PT. Frisian Flag Indonesia.
2. Untuk mengetahui akibat hukum perbedaan antara materi iklan dan komposisi pada produk
susu kental manis oleh PT. Frisian Flag Indonesia.
5

D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini baik secara teoretis maupun praktis, sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoretis
Sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pada umumnya
dan khususnya hukum perdata mengenai perlindungan konsumen dalam penerapan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai informasi bagi konsumen terhadap iklan yang menyesatkan, sehingga
menjadi lebih selektif dalam menggunakan suatu produk, serta memberikan informasi
terkait hak-haknya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
b. Sebagai informasi bagi pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usahanya, agar
memperhatikan kewajiban dan perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam rangka pelaksanaan ketentuan-
ketentuan yang terkait dengan perlindungan konsumen.

E. Kerangka Pemikiran
Hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan dari kaidah serta semua
asas yang mengatur dari pergaulan hidup, proses bermasyarakat dengan memiliki tujuan
sebagai pemelihara ketertiban serta terdiri dari berbagai lembaga bertujuan untuk mewujudkan
kaidah sebagai suatu kenyataan di dalam masyarakat.12 Sumber hukum dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yakni sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti
formil. Hukum dalam arti materiil adalah suatu keyakinan atau perasaan hukum individu serta
pendapat umum yang menentukan isi hukum. Jadi, adanya keyakinan atau perasaan hukum
individu ini sebagai anggota masyarakat, serta adanya pendapat umum lah yang dijadikan
sebagai faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap pembentukan hukum, sedangkan
hukum dalam arti formil adalah suatu bentuk atau kenyataan tempat kita dapat menemukan
hukum yang berlaku. Maksudnya, karena bentuknya tersebutlah, maka hukum tersebut dapat

12
Ruang guru, “40 Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Beserta Definisinya Lengkap” ,
https://www.ruangguru.co.id/40-pengertian-hukum-secara-umum-dan-definisinya-menurut-para-ahli/, diakses
10 Mei 2020.
6

berlaku secara umum, diketahui serta ditaati, Sumber hukum dalam arti formal dapat dibagi ke
dalam beberapa kelompok, meliputi : Undang-Undang, kebiasaan atau hukum tak tertulis,
yurisprudensi, traktat, dan doktrin.13
Di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia merupakan negara
hukum, sehingga segala perilaku dan tindakan wajib berdasarkan pada hukum. Dalam
perkembangan pemikiran mengenai negara hukum, dikenal dua kelompok negara hukum,
yakni negara hukum formil dan negara hukum materiil.14
Negara hukum formil adalah negara hukum dalam arti sempit yaitu negara yang
membatasi ruang geraknya dan bersifat pasif terhadap kepentingan rakyat negara. Negara tidak
campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan warga negara. Urusan ekonomi
diserahkan pada warga dengan dalil Laissez faire, laissez aler yang berarti bahwa warga
dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya sendiri maka dengan sendirinya perekonomian
negara akan sehat. Sedangkan, Negara hukum materiil (negara hukum modern) atau dapat
disebut Welfare State adalah negara yang pemerintahnya memiliki keleluasaan untuk turut
campur tangan dalam urusan warga dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif dan mandiri dalam upaya membangun
kesejahteraan rakyat.15
Menurut Phillipus M Hadjon, terdapat dua bentuk perlindungan hukum bagi rakyat.
Pertama, perlindungan hukum preventif artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan
pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan
menyelesaikan sengketa.16
Janus Sidabalok mengemukakan bahwa, hukum perlindungan konsumen adalah hukum
yang mengatur tentang pemberian perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan
kebutuhannya sebagai konsumen.17 Hukum perlindungan konsumen memberlakukan asas-asas
yang berfungsi sebagai landasan penetapan hukum. Pengaturan mengenai asas-asas yang
berlaku dalam perlindungan hukum konsumen dirumuskan dalam Pasal 2 UUPK yang

13
Andika Drajat Murdani, “Definisi Hukum, Sumber Hukum dan Pembagian Hukum”, https://portal-
ilmu.com/definisi-hukum-sumber-hukum/, diakses 10 Mei 2020.
14
Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet. II, (Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 1987), hlm 7.
15
Bahrain Daud, “Negara Hukum Formil dan Negara Hukum Materiil”,
https://mahasiswa.ung.ac.id/411412144/home/2013/2/22/negara_hukum_formil_dan_negara_hukum_materiil.ht
ml, diakses 11 Juli 2020.
16
Phillipus. M. Hadjon, Perlindungan hukum Bagi Rakyat Indonesia (Surabaya: Bina Ilmu, 2006), hlm. 5.
17
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.
3.
7

mengatur bahwa perlindungan konsumen sebagai upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk diselenggarakan secara bersama-sama oleh seluruh pihak dengan berdasarkan
pada asas-asas yaitu:
1. Asas manfaat;
2. Asas keadilan;
3. Asas keseimbangan;
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen;
5. Asas kepastian hukum.
Selain itu, hukum perlindungan konsumen juga mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak
dan kewajiban pelaku usaha, serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban
tersebut.18
Mengenai tanggung jawab, adanya suatu perihal prinsip tanggung jawab karena sangat
diperlukan, serta mengukur seberapa jauh tanggung jawab yang dapat dibebankan kepada
pihak-pihak tersebut.19 Terdapat beberapa prinsip tanggung jawab secara umum, yaitu:
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (lialibility based on fault);
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab atau pembuktian terbalik (presumpsition
of liability);
3. Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab (presumption of non-liability);
4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability);
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan.
Hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) pemilik keabsahan untuk
menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau diingkari. Seseorang yang memegang hak
atas sesuatu, maka orang tersebut dapat melakukan sesuatu tersebut bagaimana dikehendaki,
atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat
kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya
hak asasi manusia.20
Secara universal, terdapat empat hak dasar konsumen yang mengacu pada President
Kennedys 1962 Consumer’s Bill of Right. Keempat hak tersebut yaitu:
1. Hak untuk memperoleh keamanan (the right to safety);
2. Hak untuk mendapat informasi (the right to be informed);
3. Hak untuk memilih (the right to choose);

18
Ibid, hlm. 5.
19
Shidarta, Perlindungan Konsumen (Jakarta: Grasindo, 2000), hlm 59.
20
Pasal 1 angka 2, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
8

4. Hak untuk didengar (the right to he heard).21


UUPK mengatur secara khusus mengenai prinsip-prinsip tanggung jawab pelaku usaha
yang diatur dalam Bab VI Pasal 19 dan Pasal 20, sehingga dapat dilihat bahwa teori tanggung
jawab menurut UUPK, yaitu :
1. Contractrual liability adalah dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usaha baik barang
maupun jasa atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengonsumsi barang yangg
dihasilkan atau memanfaatkan jasa yang diberikan. Teori ini terdapat kontrak langsung
antara pelaku usaha degan konsumen.
2. Product liability adalah tanggung jawab didasarkan pada perbuatan melawan hukum
(PMH). Terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam perbuatan melawan hukum,
yaitu perbuatan tersebut haruslah melawan hukum, adanya kesalahan, adanya suatu
kerugian, dan hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian yang timbul akibat
perbuatan tersebut.
3. Criminal liability adalah tanggung jawab pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan
antara pelaku usaha dengan negara. Teori ini menggunakan pembuktian terbalik yang
diatur dalam Pasal 22 UUPK, yaitu pelaku usaha yang harus membuktikan ada atau
tidaknya unsur kesalahan dalam Pasal 19 UUPK.22
Pelaku usaha dalam menjual produknya kepada konsumen, melakukan promosi yang
berfungsi untuk memberikan informasi (informing), membujuk (persuading), mengingatkan
(reminding), menambah nilai (adding value), dan mendampingi upaya-upaya lain dari
perusahaan (assisting). Terdapat jenis-jenis promosi, yaitu:
1. Informasi dari mulut ke mulut (word of mouth);
2. Pemasaran langsung (direct marketing);
3. Iklan (advertising);
4. Hubungan masyarakat (public relation);
5. Kewiraniagaan (personal selling);
6. Promosi konsumen (berupa hadiah, perlombaan, dan penawaran kombinasi);
7. Promosi dealer atau promosi penjualan (sales promotion); dan
8. Pameran dan eksibisi.23

21
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1999), hlm 16.
22
Tami Rusli, “Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen”,
https://media.neliti.com/media/publications/26769-ID-tanggung-jawab-produk-dalam-hukum-perlindungan-
konsumen.pdf, diakses 25 Maret 2020.
23
Dosen Pendidikan, “Pengertian Promosi”, https://www.dosenpendidikan.co.id/contoh-promosi/, diakses 17
Februari 2020.
9

Nurmadjito mengatakan iklan sebagai media promosi yang menggambarkan produk


secara visual atau media cetak yang diproduksi dan diperdagangkan oleh pemesan iklan.24
Secara teoretik, iklan terdiri atas 2 jenis, yaitu iklan standar dan iklan layanan
masyarakat. Iklan standar adalah iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan
memperkenalkan barang atau jasa pelayanan untuk konsumen melalui media. Tujuan iklan
adalah untuk merangsang motif dan minat konsumen, sehingga konsumen mengambil sikap
terhadap barang dan jasa yang ditawarkan. Kemudian, iklan layanan masyarakat adalah iklan
yang bersifat non profit, tetapi umumnya bertujuan memberikan informasi dan penerangan,
serta pendidikan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan dengan mengajak masyarakat
untuk berpartisipasi atau bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan.25
Adapun beberapa bentuk iklan yang mengandung unsur penyesatan dan penipuan, yaitu
iklan menyesatkan (mock-up ad) dan iklan pancingan. Sedangkan menurut Ahmadi Miru dan
Sutarman Yodo, terdapat jenis-jenis iklan yang merugikan konsumen berupa:
1. Bait advertising
Bait advertising adalah suatu iklan yang menarik, tetapi penawaran yang disampaikan
tidak jujur untuk menjual produk karena pengiklan tidak bermaksud menjual barang yang
diiklankan.
2. Blind advertising
Blind advertising adalah suatu iklan yang cenderung membujuk konsumen untuk
berhubungan dengan pengiklan namun tidak menyatakan tujuan utama iklan tersebut
untuk menjual barang atau jasa, dan tidak menyatakan identitas pengiklan.26
3. False advertising
False advertising adalah jika representasi tentang fakta dalam iklan adalah salah, yang
diharapkan untuk membujuk pembelian barang yang diiklankan, dan bujukan pembelian
tersebut merugikan pembeli, serta dibuat atas dasar tindakan kecurangan atau penipuan.27
Pengaturan kegiatan periklanan terdapat dalam berbagai peraturan yang dibuat
pemerintah, tetapi berasal dari pelaku usaha dalam bentuk regulasi sendiri (self regulation) atau
lebih dikenal dengan kode etik.28 Kode etik periklanan yang berlaku dikenal dengan “tata

24
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Rajawali, 2013), hlm. 91-94.
25
Ibid.
26
Ibid.
27
Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2004), hlm. 12-13.
28
Dedi Harianto, op.cit.. hlm. 62.
10

krama” dan “tata cara periklanan Indonesia” yang saat ini dirubah menjadi “Etika Pariwara
Indonesia (EPI)”.29
Etika Pariwara Indonesia (selanjutnya disebut EPI) adalah kitab tentang tata krama dan
tata cara periklanan yang dibuat oleh Dewan Periklanan Indonesia, yaitu suatu dewan yang
anggotanya terdiri sebelas asosiasi/lembaga yang terkait langsung dengan industri periklanan
di Indonesia.30
Manusia mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Apabila
dibandingkan dengan makhluk hidup lain manusia tidak akan mungkin hidup sendiri karena
semenjak dilahirkan manusia sudah mempuyai naluri untuk hidup berkawan.31 Dengan adanya
interaksi antar sesama, manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, salah
satunya pangan. Salah satu pangan yang menjadi sumber pemenuhan gizi kebutuhan manusia
adalah susu.
Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia,
salah satunya manusia. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat
mencerna makanan padat. Di beberapa negara terutama di Eropa, meminum susu telah menjadi
kebiasaan yang lumrah dilakukan setiap sarapan. Susu terus diproduksi dengan cara
mendirikan peternakan sapi perah. Pada zaman ini, susu tidak hanya diminum, melainkan
diolah menjadi mentega, yogurt, bahkan es krim. Susu pun terus dikembangkan seiring dengan
kemajuan zaman. Di Eropa, industri susu sangat maju dalam hal teknologi dan kualitas susu
itu sendiri. Susu yang diproduksi di Eropa, rata-rata mengandung kandungan gizi yang tinggi
serta kalsium yang dapat menguatkan tulang, Hal ini yang menyebabkan tinggi rata-rata orang
Eropa jauh dari tinggi rata-rata orang Asia. Terdapat beberapa jenis susu yang sering
dikonsumsi oleh masyarakat, yaitu:
1. Susu murni (Whole Milk);
2. Susu pasteurisasi ;
3. Susu homogenisasi;
4. Susu bubuk;
5. Susu evaporated (Susu Kental Manis);
6. Susu skim dan krim (Full cream) ;
7. Susu UHT (Ultra High Temperature);

29
Ibid., hlm. 65
30
Syarifuddin Noor, Tanggung Jawab Hukum Terhadap Iklan yang Melanggar Etika dan Peraturan
Perundang-undangan, Disertasi, (Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2017), hlm. 75.
31
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raya Grafindo Persada, 2006), hlm 23.
11

8. Susu kedelai.32
Susu mempunyai kandungan gizi yang tinggi, namun sampai saat ini konsumsi masyarakat
Indonesia terhadap susu dan produk olahan susu masih tergolong sangat rendah bila
dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.33 Penyebab rendahnya konsumsi susu di
Indonesia dikarenakan beberapa faktor seperti harga susu yang relatif mahal, pendapatan
perkapita masyarakat Indonesia yang rendah, pandangan dan kebiasaan masyarakat, serta masa
simpan susu yang sangat singkat. Untuk menangani masalah masa simpan susu yang singkat,
dilakukan bebagai teknik pengolahan sebagai upaya pengawetan. Namun, upaya pengawetan
tersebut berimbas pada kualitas dan kemurnian kandungan susu tersebut. Hal tersebut
menyebabkan harga susu murni relatif lebih mahal dibanding harga susu olahan.34
Susu kental manis mempunyai kandungan gula yang tinggi yang mencapai setengah dari
komposisi total, sehingga susu kental manis tidak cocok dikonsumsi sebagai minuman susu
yang rutin diminum setiap hari, terutama untuk anak-anak. Kategori umur menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, usia anak-anak yaitu 5 sampai 11 tahun. Apabila
ditinjau dari kebutuhan asupan gula harian untuk anak seperti yang telah dijabarkan, maka gula
yang dihasilkan dari dua gelas susu kental manis setara dengan kurang lebih 42 gram, hal ini
tentu saja telah melebihi batas maksimum kebutuhan gula bagi anak dalam satuan takaran per
hari. Bahkan, untuk anak usia 5 sampai 6 tahun mereka mendapatkan asupan gula dua kali lipat
lebih besar dari kebutuhan maksimal, hanya dari susu kental manis saja. Belum lagi dengan
tambahan gula yang dikonsumsi dari berbagai macam makanan dan minuman seperti buah,
sayur, sirup dan makanan ringan lainnya. Hal ini tentu saja memiliki dampak kesehatan yang
membahayakan bagi konsumen seperti timbulnya penyakit obesitas, karies gigi dan dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan diabetes.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, larangan adalah perintah (aturan) yang melarang
suatu perbuatan.35 Dalam melakukan perbuatannya, terdapat beberapa larangan-larangan yang
diatur di dalam Pasal 8 dan Pasal 10 UUPK. Etika periklanan ini terwujud dalam EPI.
Berdasarkan Pasal 10 huruf b mengatur bahwa:
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat

32
Andi R, “Jenis Susu Berdasarkan Pengolahanya Kamu Harus Tahu Perbedaannya”, https
://indozone.id/amp/bns0gp/8-jenis-susu-berdasarkan-pengolahannya-kamuharustauperbedaannya, diakses 15
februari 2020
33
Erning Ariningsih, op.cit. hlm.21
34
Ibid.
35
KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Larangan, https://kbbi.web.id/larang.html, diakses 20 Februari 2020.
12

pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: kegunaan suatu barang dan/atau
jasa”.
Iklan menyesatkan merupakan iklan yang memberikan informasi tidak benar kepada
konsumen, yang mana informasi tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman kepada
konsumen. Kesalahpahaman tersebut dapat berimbas kepada keamanan konsumen, merugikan
konsumen, dan dapat membahayakan konsumen. Iklan menyesatkan dengan jelas melanggar
EPI dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait dengannya.
Adanya iklan susu kental manis yang merepresentasikan produk dan memberikan kesan
seakan-akan setara dengan susu lainnya, dan pada kenyataannya berbahaya dikonsumsi untuk
anak-anak. Iklan tersebut merupakan iklan yang menyesatkan, dengan adanya iklan tersebut
maka di dalamnya bukan hanya kepentingan pelaku usaha guna memasarkan produknya,
melainkan terdapat juga hak konsumen di dalamnya.
Mayoritas masyarakat Indonesia selaku konsumen dalam mengonsumsi susu kental manis
masih dengan cara diseduh. Dikarenakan konsumen masih menganggap kandungan susu kental
manis setara dengan dengan susu jenis lainnya. Cara mengkonsumsi seperti itu, apabila dilihat
dari kandungannya dapat menyebabkan konsumsi yang tidak berimbang dan berlebih terhadap
zat-zat tertentu, dan dalam jangka panjang dapat memberikan efek samping pada kondisi
kesehatan konsumen. Pelaku usaha dalam industri susu kental manis, telah mengiklankan
produknya pada media elektronik, maupun media cetak, yang berisikan informasi tentang
produk susu kental manis yang berpotensi menyesatkan konsumen.
Apabila suatu iklan menimbulkan kerugian kepada konsumen, maka adanya hak
konsumen untuk meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha. Pertanggungjawaban
tersebut merupakan salah satu bentuk akibat hukum yang hadir apabila terdapat iklan yang
menyimpang dari peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Pembebananan tanggung
jawab jatuh kepada pihak yang memiliki peran paling besar dalam pembuatan iklan tersebut.

F. Metode Penelitian
Dalam rangka penulisan Skripsi ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan
metode sebagai berikut
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Menurut Sugiono:
“Deskriptif analitis adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah
13

terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan


yang berlaku umum.”36
Dalam hal ini, permasalahan mengenai konsep perlindungan konsumen atas kerugian yang
disebabkan periklanan yang menyesatkan berupa data-data yang diperoleh kemudian di
analisis dan disusun berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan secara
sistematis.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif. Penelitian yuridis-normatif
merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data kepustakaan atau data
sekunder.37 Dalam hal ini, penulis meneliti data kepustakaan atau data sekunder mengenai
perlindungan konsumen terhadap iklan yang menyesatkan, dalam hal ini adalah
penggunaan kata susu pada iklan susu kental manis Frisian Flag berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam penelitian ini,
penulis mengumpulkan dan meneliti data kepustakaan atau data sekunder sebagai alat
untuk mengkaji masalah yang diteliti, yang meliputi:
a. Data sekunder bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/Men.Kes/PER/XII/76
tentang Produksi dan Peredaran Makanan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis
Pengawasan Periklanan Pangan Olahan, dan Surat Edaran BPOM Nomor
HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk
Susu Kental dan Analognya.
b. Data sekunder bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder, yaitu hasil-hasil penelitian
dan hasil karya dari ilmiah para sarjana, khususnya yang terkait dengan perlindungan
konsumen.

36
Siti Faridah, “Adapun Pengertian dari metode deskriptif analitis menurut sugiono”,
https://id.scribd.com/doc/306349047/Adapun-Pengertian-Dari-Metode-Deskriptif-Analitis-Menurut-Sugiono,
diakses 20 Februari 2020.
37
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. Keempat (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hlm. 11.
14

c. Data sekunder bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara
lain ensiklopedia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan
(statute approach). Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.38 Pendekatan perundang-
undangan dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan perlindungan konsumen. Peraturan perundang-undangan tersebut, antara lain
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Surat Edaran
BPOM Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada
Produk Susu Kental dan Analognya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lengkap, maka dalam penelitian ini dikumpulkan dengan
cara studi dokumen (study of document) dengan menelaah bahan pustaka atau dokumen,
serta mengumpulkan data yang diperoleh dari internet terkait dengan perlindungan
konsumen terhadap iklan yang menyesatkan,
5. Metode Analisis Data
Data sekunder tersebut disajikan secara kualitatif kemudian dianalisis secara deskriptif-
analitis, yaitu menelaah data sekunder diolah,dianalisis dan dikonstruksikan, serta
disajikan secara kualitatif.

38
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm 24.

Anda mungkin juga menyukai