NEGARA?
Oleh : Lestari
(Muslimah Kendari)
Dilansir dari VOA (1/2/2023), Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), Muhammad Faizi, mengatakan kejadian diabetes
mellitus pada anak makin meningkat, baik itu di dunia maupun Indonesia. Di
Indonesia sebanyak 1.645 anak mengidap diabetes mellitus tipe satu. Diabetes
mellitus merupakan suatu penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat
yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang kronis.
Berdasarkan IDAI tersebut, kasus diabetes pada anak melonjak sampai 70 kali
lipat pada tahun 2023, jika dibandingkan dari tahun 2010 yang hanya 0,028 per
100.000, prevalensi pada januari 2023 adalah 2 per 100.000 jiwa. Berdasarkan
usia, sebaran kasus diabetes pada anak yang paling tinggi berada di usia 10
sampai 14 tahun dengan porsi 46,23%. Diikuti dengan anak usia 5 sampai 9 tahun
sebesar 31,05%, anak usia 0 sampai 4 tahun sebanyak 19%, dan anak usia lebih
dari 14 tahun sebesar 3%.
Peningkatan jumlah penderita Diabetes pada anak hingga 70 kali lipat disinyalir
efek dari konsumsi makanan yang tidak sehat. kata pakar kesehatan dari
Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Syamsul Arifin, Salah satu jenis
makanan pemicu faktor risiko kejadiaan diabetes pada anak adalah konsumsi junk
food atau makanan cepat saji yang tinggi gula dan lemak. Syamsul menegaskan,
kebiasaan sering mengkonsumsi makanan cepat saji saat ini sudah menjadi
fenomena mengingat anak-anak sangat suka dengan cita rasa kuat. Rasa-rasa itu
sangat berkesan di lidah anak-anak, sehingga mereka merasakan sensasi ketika
mencicipi makanan tersebut.
Hal ini terjadi karena negara juga abai dalam mewujudkan keamanan pangan bagi
rakyatnya. Kasus ini juga menunjukkan rakyat belum memiliki pola makan sehat.
baik itu karena faktor pengetahuan, kesadaran dan ekonomi. Semuanya saling
berkaitan dan mempengaruhi. Tentu hal ini menjadi perhatian besar untuk negara,
jangan sampai abai. Mengingat tugas dan peran negara dalam mewujudkan
ketersediaan dan keamanan pangan yang dikonsumsi rakyatnya. Ini menjadi
tanggungjawab negara untuk menjaga kesehatan rakyatnya.
Di samping itu, Gerakan masyarakat atau germas hidup sehat yang telah
dikampanyekan pemerintah sejak 2017 dinilai belum menunjukkan hasil yang
maksimal dalam meningkatkan status gizi masyarakat. Butuh rekonstruksi
pemahaman yang masif di masyarakat agar gerakan ini menjadi kebiasaan dan
pola perilaku yang dipastikan berjalan secara konsisten. Namun lagi-lagi negara
juga menjadi pemicu utama mendorong kepastian germas hidup sehat secara
keseluruhan. harus ada langkah konkret negara dalam mengatasi permaslahan ini.
Selain itu negara seyogianya memperhatikan akar masalah dari persoalan ini.
Tidak sebatas menghimbau atau mengedukasi rakyat dalam hal pemenuhan gizi.
Tapi yang lebih krusial yakni kemampuan rakyat untuk mendapatkan bahan
pangan yang bergizi dari sisi ekonomi. Karena sejatinya negara lah yang
bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyat, baik kebutuhan primer
maupun sekunder.
Dari kasus ini kita seharusnya dapat belajar dari sistem Islam. Islam telah
menentukan makanan yang dikonsumsi harus halal. Tidak hanya sekedar halal
tapi juga thayyib, artinya bukan sekedar dapat mengenyangkan tapi juga memberi
manfaat untuk tubuh agar terhindar dari berbagai penyakit. Sehingga kasus
stunting ataupun diabetes dapat diminimalisir.
Terkait ekonomi, tentu negara akan bertanggungjawab penuh agar rakyat dapat
membeli bahan pangan dengan harga terjangkau. Memberikan sanksi kepada
siapa saja yang menjual makanan yang tidak thoyyib. Oleh karena itu, negara
islam memberikan jaminan perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan
yang halal dan thaayyib bagi rakyatnya.
Disisi lain, ketakwaan individu adalah hal yang sangat penting untuk ada pada
setiap individu rakyat. Sebab, jika seseorang bertakwa kepada Allah maka tentu
pahala yang ingin diraihnya dan kemaslahatan umat menjadi tujuan setiap
aktifitasnya.