Anda di halaman 1dari 4

PERUBAHAN SYARAT MASUK PTN : PENURUNAN KUALITAS MAHASISWA PTN?

Oleh : Lestari
(Muslimah Kendari)

Kampus—Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi


(Kemendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengumumkan akan mengubah
sistem penenerimaan mahasiswa baru melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN). Pemerintah berencana akan menghapus tes mata
pelajaran atau tes kemampuan akademik (TKA) di SBMPTN.

Langkah perubahan SBMPTN dilakukan, karena materi TKA dalam SBMPTN dirasa
sangat membebani peserta didik maupun guru. Dimana ujian dilakukan dengan
menggunakan banyak materi dari banyak mata pelajaran yang secara tidak
langsung memicu turunnya kualitas pembelajaran. Selain itu, banyak siswa yang
harus melakukan bimbingan belajar (bimbel) di luar sekolah.
(https://kampus.republika.co.id/10/9/2022)

Sebagaimana diketahui, terdapat tiga jalur seleksi masuk PTN yakni:

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau berdasarkan


prestasi; Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) atau
berdasarkan tes; dan Seleksi mandiri oleh masing-masing PTN.

Khusus terkait tes seleksi, beberapa waktu lalu Nadiem pernah mengatakan
bahwa untuk sukses di masa depan peserta didik perlu memiliki kompetensi yang
holistik dan lintas disipliner. Contohnya, seorang pengacara harus punya ilmu
dasar tentang hukum, tetapi juga harus memiliki ilmu komunikasi yang jadi
pembeda. Menurut Nadiem, Oleh karenanya ujian seleksi akan berfokus pada
pengukuran kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.

Lebih lanjut, kata Nadiem, dalam tes seleksi ini tidak ada lagi tes mata pelajaran.
Melainkan hanya tes skolastik yang mengukur empat hal, yaitu potensi kognitif,
penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia, dan literasi dalam
bahasa Inggris. Soal pada seleksi ini akan menitikberatkan kemampuan penalaran
peserta didik, bukan hafalan.

Menurut Nadiem, arah baru transformasi seleksi masuk PTN dilakukan melalui
lima prinsip perubahan, yaitu mendorong pembelajaran yang menyeluruh. Lebih
berfokus pada kemampuan penalaran, lebih inklusif dan lebih mengakomodasi
keragaman peserta didik, lebih transparan." tuturnya.

Menanggapi rencana perubahan ini, Pengamat Pendidikan Indonesia, Doni


Koesoema mengatakan dalam transformasi tujuan pendidikan hari ini bahwa
teridentifikasi urgensi jangka pendek. Namun menyebabkan kemunduran untuk
jangka panjang. Inilah yang seyogianya menimbulkan masalah baru bagi
universitas itu sendiri.

Sebab, menurutnya, dengan menghilangkan tes yang berbasis mata pelajaran itu
akan membuat universitas kelimpungan bahkan tidak mampu menyeleksi
mahasiswa-mahasiswa yang berkualitas. Dampaknya sains dan teknologi akan
terpinggirkan dalam kata lain, tidak akan berkembang pesat. Dan ke depan,
mahasiswa yang hanya lulus tes skolastik dia memang bisa bernalar tetapi ketika
di tes kemampuan spesialisasi yang khusus, niscaya dia cenderung tidak akan bisa
menyelesaikan mata kuliah dasar. (akun youtube, metrotvnews/14/9/2022)

Sejalan dengan apa yang disampaikan Pengamat Pendidikan sebelumnya,


pengamat Pendidikan Indra Charismiadji dalam wawancaranya di laman youtube
CNN Indonesia (13/9/2022), juga sangat menyayangkan perihal kebijakan
modifikasi tes seleksi masuk PTN ini. Sebab jika melihat permasalahan
pendidikan Indonesia saat ini, sangat ruwet. Ia mengimbau, seyogianya perubahan
itu harus dilakukan secara utuh, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi.

Intinya, sejumlah pengamat pendidikan mengingatkan bahwa sistem baru itu


harus diikuti perubahan pola mengajar guru yang mengutamakan pemahaman para
siswa.

Pengamat pendidikan, Itje Chodijah pun mengatakan bahwa kapasitas guru di


Indonesia yang masih rendah menjadi tantangan terbesar dalam implementasi
kebijakan yang bersangkutan.

Jika ditinjau lebih dalam, Pada hakikatnya pendidikan berada di atas topangan
Politik dan Ekonomi. Jika Politik dan ekonomi dalam suatu sistem negara itu baik,
maka pendidikan yang berada di atasnya juga akan berjalan dengan baik. Begitu
pun sebaliknya.

Sehingga, sebelum kita menyimpulkan Fakta semacam ini lebih jauh, terlebih
dahulu diperlukannya pemahaman utuh terkait sistem politik - ekonomi yang
sedang berjalan dalam roda pemerintahan saat ini.

Pertama, politik. Politik kini bukan lagi bentuk kepedulian, pengaturan. Tapi
bentuk kekacauan. Itulah ketika politik dikooptasi oleh ideologi yang tidak
memperhatikan nilai kemanusiaan. Ideologi yang mengagungkan besarnya uang.
Itulah sistem politik demokrasi-kapitalis.

Tidak heran, ketika tujuan pendidikan hari ini lebih memprioritaskan pada
bagaimana bisa meraih karir atau pekerjaan yang bagus dan memperoleh materi
sebanyak-banyaknya. Lantas kemudian tujuan Pendidikan Nasional adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu insan yang beriman serta bertaqwa terhadap yang kuasa yang
Maha Esa, terkesan bak kamuflase semata.

Kedua, ekonomi. Jika pendidikan kita hari ini terkesan rapuh, itu merupakan hal
yang wajar. Sebab perekonomian negara sudah cukup menggambarkan degradasi
kerusakan yang tidak kecil. Sumber utama pendapatan Negara masih bertumpu
pada pajak. Pajak yang dibebankan pada rakyat di masa-masa sulit dimana semua
harga barang dan jasa melambung tinggi akibat kenaikan BBM.

Tidak salah, ketika pemerintah mempertimbangkan Bimbel sebagai salah satu


faktor penurunan kualitas siswa dan juga berimbas pada keuangan orangtua.
Sebab, bagi mereka orangtua yang memiliki pendapatan tak seberapa kemudian
harus dihadapkan dengan anaknya yang mengikuti bimbel. Tentu ini juga bukan
hal sepele.

Oleh karena itu, carut marutnya pendidikan, menurunnya kualitas pelajar, atau
lemahnya tenaga pendidik, tidak lepas dari keadaan sistem politik dan ekonomi
yang sedang berlangsung hari ini.

Perubahan syarat ini jelas berdampak pada kualitas input mahasiswa PTN dengan
pembelajaran berbasis kampus merdeka. Maka bisa dibayangkan bahwa puput
PTN justru makin jauh dari kualitas mimpimu sebagai intelektual muda.

Lain halnya dengan sistem pendidikan yang tak pernah lelah berganti kurikulum
ini, Islam adalah sistem kepengurusan yang lain dari ideologi manapun. Dalam
sistem pendidikan Islam, capaian pekerjaan/materi bukanlah prioritas. Melainkan
bagaimana mencetak generasi Rabbani nan berkepribadian Islam yang kokoh.
Sehingga segala kebijakan atau model peraturan yang ada pasti bersumber dari
akidah bukan hawa nafsu.

Pun dalam sistem pendidikan Islam, ilmu untuk setiap individu masyarakat. Dan
pemerintah wajib menjamin dan menyediakan fasilitasnya secara cuma-cuma.
Seperti ketika Rasulullah membangun Madinah sebagai Negara Islam, hal yang
beliau prioritaskan pada masa itu adalah membebaskan para tawanan perang badar
dengan satu syarat. Bahwa setiap tawanan mengajarkan sepuluh orang madinah
belajar baca tulis.

Pendeknya, kecemasan dalam memandang profil pendidikan saat ini tidak akan
terjadi di masa pendidikan Islam. Sebab kedua penopangnya (Sistem politik-
ekonomi) telah dulu berdiri kokoh dan tegak Serta kompatibel dalam
menyelesaikan setiap permasalahan umat.

Namun yang terjadi hari ini, jauh dari bayang-bayang kesejahteraan. Alih-alih
mengharapkan pendidikan Islam, siswa yang aktif, kritis, dan gemar berdakwah
saja dituding radikal. Kemudian yang dieluk-elukkan rezim saat ini adalah sistem
rancangan penjajah kaum kafir barat yang pemikirannya sampai saat ini masih
bercokol di negeri yang antah berantah. Wallahu'alam bishowab[]

Anda mungkin juga menyukai