Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULAAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan

yang begitu pesat. Setiap negara berusaha mempersiapkan diri untuk dapat bersaing dengan

negara lainnya. Salah satu usaha yang dilakukan adalah meningkatkan sumber daya manusia

yang paling tepat dilaksanakan lewat jalur pendidikan. Oleh karena itu kemajuan di bidang

pendidikan sangat penting karena dapat menentukan kemajuan suatu bangsa.

Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 telah

tertuang mengenai fungsi pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan matematika yang diterapkan di sekolah saat ini merupakan dasar yang sangat

penting dalam keikutsertaannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Matematika yang

diajarkan di sekolah terdiri dari elemen-elemen dan sub-sub bagian yang terdiri dari: (1)

arti/hakekat pendidikan yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuannya dan daya nalar

serta pembinaan kepribadian siswa; (2) adanya kebutuhan yang nyata berupa tuntutan

perkembangan real dari perkembangan hidup masa kini dan masa mendatang yang senantiasa

berorientasi pada perkembangan pengetahuan seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Masalah klasik yang selalu muncul pada proses pembelajaran matematika di sekolah

adalah mengenai model yang digunakan yakni masih menggunakan model konvensional atau

tradisional. Dalam mengajarkan matematika, guru secara aktif mengajarkan matematika

kemudian memberikan contoh dan latihan. Di sisi lain siswa berfungsi seperti mesin. Mereka

mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan yang diberikan guru.

Model pembelajaran merupakan faktor penting dalam menentukan prestasi belajar

matematika siswa. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran merupakan suatu cara atau

strategi yang teratur dan terencana yang digunakan dalam proses belajar-mengajar untuk

mencapai tujuan pendidikan, yang secara spesifik adalah untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa. Untuk itu, pemilihan model mengajar yang tepat perlu disesuaikan agar tujuan yang ingin

dicapai tidak terhambat Dengan model pembelajaran matematika yang tepat dan disesuaikan

dengan situasi dan kondisi siswa dan guru maka diharapkan proses belajar-mengajar dapat

menghasilkan prestasi belajar matematika siswa yang optimal.

Teori belajar konstruktivisme, yang pertama kali diungkapkan oleh Piaget menegaskan

bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa.

Artinya bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan

kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-

botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Menurut teori belajar konstruktivisme, pembelajaran matematika menuntut kemampuan guru

yang lebih profesional dalam bidangnya, misalnya mengenai bagaimana cara guru menciptakan

kondisi pembelajaran yang dimulai dari isu-isu yang relevan dengan lingkungan anak. Selain itu

guru dituntut untuk terampil memilih topik yang dapat membangkitkan motivasi anak selama

pembelajaran berlangsung.
Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. CTL

merupakan sebuah strategi baru yang lebih memberdayakan siswa yang tidak mengharuskan

siswa menghafal fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan

pengetahuan di benak mereka sendiri. Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen

utama pembelajaran produktif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),

menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling),

refleksi (Reflection) dan penilaian sebenarnya (Authenthic Assessment).

Kemampuan awal yang dimiliki siswa memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

keberhasilan proses belajar-mengajar. Kemampuan awal merupakan bekal siswa dalam

menerima materi pelajaran selanjutnya. Kesiapan dan kesanggupan dalam mengikuti pelajaran

banyak ditentukan oleh kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa sehingga kemampuan awal

merupakan pendukung keberhasilan belajar. Pelajaran matematika yang diberikan di sekolah

telah disusun secara sistematis sehingga untuk masuk pada pokok bahasan lain, kemampuan

awal siswa pada pokok bahasan sebelumnya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Dalam

kegiatan belajar-mengajar, setiap materi yang disampaikan hendaknya bisa diserap oleh siswa

yang berkemampuan awal rendah sedang maupun yang berkemampuan awal tinggi. Menurut

Benyamin S. Bloom seperti yang dikutip Suhaenah Suparno (2001:52): "Untuk belajar yang

bersifat kognitif apabila keadaan awal dan pengetahuan atau kecakapan prasyarat belajar tidak

dipenuhi maka betapapun baiknya kualitas pembelajaran tidak akan menolong siswa untuk

memperoleh hasil belajar yang tinggi". Kemampuan awal di sini adalah nilai test awal sebelum
penelitian, dengan materi sebelumnya sebagai materi prasyarat mengikuti materi Trigonometri.

Model pembelajaran langsung dan CTL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan

konstruktivisme yang dimaksudkan untuk menghasilkan hasil belajar yang secara kualitatif

berbeda dengan apa yang dihasilkan oleh metode-metode tradisional. Dengan menggunakan

model pembelajaran CTL dan pembelajaran langsung pada pembelajaran matematika pada

beberapa materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri, siswa diberi kesempatan untuk

berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan menemukan dan membentuk konsep. Dengan model

tersebut diharapkan pembelajaran lebih bermakna dan dapat meningkatkan prestasi belajar

matematika siswa.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas timbul beberapa masalah yang diidentifikasi

yaitu sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan guru tidak sesuai dengan kondisi siswa.

2. Mengingat penguasaan materi prasyarat (kemampuan awal) mempunyai peranan yang

sangat penting dalam belajar matematika maka ada kemungkinan rendahnya hasil

belajar siswa materi diakibatkan oleh lemahnya penguasaan materi-materi

sebelumnya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka terdapat berbagai macam masalah dan

luasnya bidang penelitian. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan agar penelitian ini

mempunyai arah yang jelas dan pasti yaitu sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran

CTL pada kelas eksperimen model pembelajaran langsung pada kelas kontrol.
2. Kemampuan awal siswa dibatasi pada nilai test pada materi prasyarat sebelum materi

Trigonometri.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut, maka permasalahan dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran CTL menghasilkan prestasi belajar matematika yang

lebih baik daripada model Pembelajaran Langsung.

2. Apakah prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal tinggi lebih baik dari

prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal lebih rendah.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian

ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran CTL menghasilkan prestasi belajar

matematika yang lebih baik daripada model Pembelajaran Langsung.

2. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal tinggi

lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal lebih rendah.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Sebagai bahan informasi bagi para guru dan calon guru matematika dalam menentukan

model pembelajaran yang tepat sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif selain model

pembelajaran langsung agar dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.


2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

Diharapkan dapat memperluas wawasan tentang cara belajar matematika terutama dalam

mengembangkan cara belajar dengan kontekstual.

b. Bagi Guru

Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengenal lebih dekat tentang model

pembelajaran CTL dan implementasinya terhadap hasil belajar siswa.

c. Bagi Sekolah

Melalui penelitian ini diharapkan sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah dan pemegang

otoritas di sekolah dapat memperoleh informasi sebagai masukan dalam menentukan

kebijaksanaan terkait dengan proses pembelajaran matematika di kelas.

Anda mungkin juga menyukai