Anda di halaman 1dari 28

Manfaat pelaksanaan ujian nasional

1. Penetapan mutu satuan dan atau program pendidikan di seluruh Indonesia,


2. Seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau berikutnya,
3. Pertimbangan penentuan kelulusan peserta didik dari satuan dan atau program
pendidikan,
4. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan dan atau program pendidikan
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan untuk mencapai tingkat kelulusan tertentu,
dan
5. Perbaikan sarana dan prasarana untuk guru, laboratorium, perpustakaan, tenaga
kependidikan dan keperluan sekolah lainnya.

Manfaat Ujian nasional bagi peserta


didik
1. meningkatkan Motivasi belajar siswa
Tak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan ujian nasional selama ini justru berefek pada
meningkatnya semangat belajar siswa selain memiliki target untuk lulus ujian nasional
sebagian dari mereka juga menganggap ujian nasional sebagai ajang rivalitas untuk
melihat siapa yang terbaik. Dan seperti yang kita ketahui bahwa mental sebagian anak-
anak indonesia memang butuh dipaksa agar bisa berprestasi, jadi ujian nasional juga
sebagai wadah yang melecut semangat siswa untuk belajar dan berprestasi.

2. Sebagai ajang untuk mengetahui potensi siswa


Ujian nasional selain yang berfungsi sebagai standarisasi nasional untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam skala nasionalselain itu ujian nasional juga menjadi tolok
ukur tersendiri bagi siswa untuk mengukur kemampuan dirinya. melalui hasil yang
diraih melalui ujian nasional siswa akan memahami kemampuan serta potensi yang
dimilikinya. akan tetapi ketika ujian nasional dihapus siswa akan kesulitan mematakan
kemampuan dalam dirinya dalam menentukan pilihan dalam studi ditingkat pendidikan
selanjutnya.

3. Sebagai bahan acuan dalam melanjutkan studi


Manfaat lain dari pelaksanaan ujian nasional adalah siswa akan lebih mengetahui
kemampuan yang dominan dalam dirinya, sehingga akan memiliki beberapa gambaran
dimana sebaiknya harus melanjutkan studinya.

Itulah beberapa manfaat Ujian nasional bagi peserta didik dan bisa menjadi bahan
pertimbangan agar ujian Nasional tetap dilaksanakan. Namun kalau pun ujian nasional
dihapuskan pasti pemerintah telah mempersiapkan formulasi khusus sehingga manfaat
dari pelaksanaan ujian nasional bisa tetap dipertahankan.

Namun jika dilihat dari kesiapan pemerintah dalam menyiapkan konsep baru pengganti
Ujian nasional yang belum sepenuhnya maksimal maka tidak ada alasan selain tetap
melaksanakan ujian Nasional sembari lebih menyempurnakan format Ujian nasional
saat ini masih diberlakukan.

Dari tahun ke tahun UN (Ujian Nasional) selalu menuai banyak kontroversi. Banyak pihak-pihak
yang merasa bahwa ujian nasional tidak perlu dilaksanakan dengan berbagai alasan. Masalah
Ujian Nasional (UN) tiap tahun selalu ramai dibicarakan, mulai dari persiapan siswa dengan
berbagai bimbingan belajar, orang tua dengan menyiapkan materi untuk mendukung para
putranya, pihak sekolah dengan berbagai penganyaan dan uji coba UN, pemerintah dengan
memberikan materi pokok UN, masyarakat dengan katentuan / syarat pelulusan yang sangat
memberatkan.

Masyarakat luas mengharapkan UN tidak dilaksanakan karena merugikan (jika ada siswa yang
tidak lulus, termasuk merugikan pihak sekolah karena banyak yang tidak lulus). Kita sudah tidak
asing dengan Ujian Nasional karena istilah itu sudah kita rasakan sejak tahun 1990-an.

Melihat fakta yang ada saat ini, Negara Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dengan Negara-
negara lain. Dalam rangka mengikuti perkembangan zaman, maka perlu diadakan standar
nasional dan tiap-tiap daerah harus mengikuti standar nasional tersebut agar perkembangan
Negara Indonesia lebih baik dan maju. Maka tidak mungkin UN diberhentikan, karena dengan
UN pemerintah dapat mengukur tingkat pendidikan disuatu wilayah seluruh Indonesia.
Undang-undang tentang Ujian Nasional telah berlaku, sehingga kalau memang ingin meniadakan
UN, maka kita harus mencabut Undang-undang tersebut terlebih dahulu. Tidak bisa kalau UN
sudah tidak ada sedangkan Undang-undang masih berlaku.

Selain itu peniadaan Ujian Nasional dalam sistem pendidikan dalam negeri bisa mengarah
kepada pelemahan sumber daya manusia Indonesia. Ujian Nasional sebagai salah satu upaya
meningkatan SDM Indonesia, UN tetap harus diadakan karena berkaitan erat dengan uji
kemampaun seseorang yang terstandarisasi secara nasional.

Dengan adanya UN, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud dapat mengetahui kekurangan
maupun kelebihan di tiap daerah. Dengan demikian pemberian bantuan pun akan tepat sasaran,
baik secara finansial maupun infrastruktur. Kalau tidak ada UN, bagaimana pemerintah bisa
membantu sekolah-sekolah yang ada di ujung timur atau di ujung barat Indonesia. Apakah
mereka kekurangan guru, perbaikan fasilitas pendidikan yang kurang memadai, atau mata
pelajaran tertentu yang memang mereka kesulitan untuk mempelajarinya. Dengan UN, data
tersebut dapat digunakan oleh pemerintah untuk intervensi kebijakan.

Kita patut menghargai pro-kontra sekitar UN ini jika perdebatan tersebut murni masalah
standardisasi mutu pendidikan. Karena itu, penyelenggaraan UN bukanlah hal yang tepat untuk
dipertentangkan secara politis. Kecenderungan menarik masalah UN ke wilayah politik pasti
akan menimbulkan korban tafsir berikutnya. Persoalan mutu pendidikan menjadi terlupakan. Jika
perdebatan masalah UN hanya ditarik ke arah persoalan yang sangat teknis, yakni lembaga mana
yang berhak menyelenggarakan, proses penganggaran yang lebih dahulu harus dibahas oleh
DPR, prosedur aturan yang perlu ditetapkan dst, persoalan yang muncul bukan murni
pengukuran kualitas pendidikan lagi, melainkan sudah melebar ke wilayah lain. Hal ini
kemudian dapat menimbulkan persepsi berbeda tanpa pertimbangan mendalam kemudian
menafikan bahwa ujian tidak perlu diadakan. Di sisi lain, juga timbul persoalan gengsi sekolah.
Karena, bagi sekolah yang persentase kelulusan siswanya tinggi dalam UN, sekolah tersebut ikut
naik pamornya, masalah ini kemudian memunculkan persoalan baru, pihak sekolah berusaha
dengan segala cara untuk menggenjot siswa agar dapat lulus ujian.

Meskipun setiap argumentasi memiliki alasan untuk bertahan pada sikap atau pendiriannya,
setidaknya kesadaran bersama diperlukan agar kualitas pendidikan tidak menjadi korban. Update
terakhir tentang human development index (HDI) Indonesia yang berada di posisi 107 dari
sekitar 188 negara menunjukkan bahwa upaya pemulihan pendidikan harus menjadi prioritas
bangsa ini ke depan. Karena itu, polemik tentang UN seyogianya tidak terlalu dalam ditarik ke
ranah politik sehingga dapat membias ke dalam masyarakat dan membuat para praktisi
pendidikan semakin bingung. Secara ideal memang pelaksanaan evaluasi terhadap peserta didik
harus diwujudkan.

Pertanyaannya: Apakah jika belum mencapai penyelenggaraan yang ideal kemudian lembaga
ujian tidak perlu diadakan, sementara sistem yang lain belum ada?

Memang basil belajar tidak sepenuhnya bisa dievaluasi oleh UN. Namun dalam kaitan tes
summative (ujian akhir), UN dapat menjadi kriteria pengukuran produk hasil belajar, karena
memang pengukuran ini berorientasi kepada produk akhir, bukan proses. Mengutip pendapat
tokoh psikologi pendidikan Carl Rogers `bahwa seseorang yang telah menguasai tingkat kognitif,
maka perilaku seseorang sudah dapat diramalkan ke dalam ranah afektif dan ranah
psikomotoriknya`. Yang terjadi di sekolah saat ini memang evaluasi hasil belajar kognitif lebih
dominan, jika dibanding dengan evaluasi hasil belajar afektif dan psikomotorik. Akan tetapi,
bukan berarti kedua bidang tersebut diabaikan sehingga tidak perlu dilakukan penilaian.

Dari beberapa indikator kualitas pendidikan sejak reformasi bergulir tahun 1998, cukup banyak
dicatat kemajuan pendidikan di Tanah Air. Tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya, saat guru
hanya mentransfer pengetahuan dan dipatok dengan target-target kurikuler. Model pembelajaran
ini dengan pendekatan demokratis, mengisi banyak ruang kelas sekolah, guru dan siswa
mempunyai posisi sentral dan menjadi subjek pendidikan, sehingga prinsip pelajar tuntas
(mastery learning) menjadi lebih mungkin dicapai. Model pembelajaran demokratis menuntut
adanya rumusan standar nasional kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan (competency
standard). Oleh karena itu, ujian akhir seperti UN yang menggunakan kriteria 'referenced
assessment' tetap diperlukan.

Kiranya kita perlu melihat kembali persoalan ini dengan kepala dingin, hati yang jernih, agar UN
sebagai produk hasil belajar dapat meningkatkan pola pembelajaran di sekolah-sekolah kita.
Seperti yang sudah disebut di atas, kita seyogyanya harus belajar dari negera tetangga seperti
Malaysia yang menetapkan angka kelulusan (passing grade) untuk mata pelajaran matematika,
bahasa, dan IPA dengan 6, sedangkan UN tahun ini hanya menetapkan 5,05 itu pun sudah
menjadi kegaduhan besar. Para pengkhidmat pendidikan perlu mengimbau pemerintah, DPR,
dan LSM untuk tidak memperpanjang masalah UN menjadi menyimpang dari esensi persoalan
upaya peningkatan mutu pendidikan secara terus-menerus.

Terkait masalah UN yang terjadi selama ini, mungkin sistemnya yang perlu peningkatan
perbaikan atau penyempurnaan, bukan justru meniadakan UN. Kalau cuma karena
ketidaklulusan yang disebabkan makin meningkatkan standar kelulusan, menjadi alasan untuk
menghapus atau meniadakan UN, rasanya kurang rasional. Apakah kita tidak malu dengan
Malaysia yang dulu pernah berguru ke Indonesia, yang tetap mempertahankan sistem ujian
nasional mereka dengan standar angka kelulusan jauh lebih tinggi, sementara kita baru nilai 5,5.
Begitu pula dengan negara Thailand yang dulu pendidikannya tertinggal dari Indonesia, mereka
menggunakan standar kelulusan dengan angka 6. Sementara di Indonesia seakan ramai-ramai
mau menghapus UN, yang justru akan melemahkan SDM Indonesia. Dengan lemahnya SDM
Indonesia, maka bisa menjadi ladang subur bagi kelompok masyarakat tertentu itu, untuk
menguasai dan membelokan arah dari ideologi Pancasila ke ideologi lain. Kita harus waspadai
gerakan-gerakan secara sistimatis yang ingin menghancurkan negara dan bangsa Indonesia serta
masuk ke dalam cengkaraman baru yang bertentangan dengan Pancasila.

Ditinjau dari sudut pandang di atas, untuk mengatasi pro dan kontra yang ada maka Ujian
Nasional harus tetap dilaksanakan, hanya dalam “rumus” pelulusan tidak harus seragam, tiap
sekolah bisa memilih kriteria pelulusan yang tepat. Kriteria “rumus” pelulusan tersebut
ditentukan oleh pemerintah (hal ini pernah dilakukan ketika Ebtanas terakhir diberlakukan). UN
harus tetap ada, tapi kelulusan tidak bisa ditentukan dengan nilai hasil UN saja, karena banyak
sekali terjadi sesungguhnya anaknya cerdas tapi dia tidak lulus, mungkin karena saat UN dia
sakit atau jawabannya tidak bisa dibaca oleh komputer sehingga nilainya kurang dari standar.
Nah disinilah kemudian guru mempertimbangkan hasil ujiannya, apakah dia lulus atau tidak. Jadi
kelulusan tidak hanya ditentukan oleh hasil UN, Guru pun bisa menentukan kelulusan, karena
sejatinya Gurulah yang mengetahui karakter para siswanya.

MALANG, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy


menggagas sistem "full day school" untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun
swasta. Alasannya agar anak tidak sendiri ketika orangtua mereka masih bekerja.

"Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan
tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orangtua mereka masih belum pulang dari kerja," kata
Mendikbud di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (7/8/2016).

Menurut dia, kalau anak-anak tetap berada di sekolah, mereka bisa menyelesaikan tugas-tugas
sekolah sampai dijemput orangtuanya seusai jam kerja.
Selain itu, anak-anak bisa pulang bersama-sama orangtua mereka sehingga ketika berada di
rumah mereka tetap dalam pengawasan, khususnya oleh orangtua.

Untuk aktivitas lain misalnya mengaji bagi yang beragama Islam, menurut Mendikbud, pihak
sekolah bisa memanggil guru mengaji atau ustaz dengan latar belakang dan rekam jejak yang
sudah diketahui. Jika mengaji di luar, mereka dikhawatirkan akan diajari hal-hal yang
menyimpang.

Menyinggung penerapan full day school dalam pendidikan dasar tersebut, mantan Rektor UMM
itu mengatakan bahwa hal itu saat ini masih terus disosialisasikan di sekolah-sekolah, mulai di
pusat hingga di daerah.

"Nantinya memang harus ada payung hukumnya, yakni peraturan menteri (permen). Namun,
untuk saat ini masih sosialisasi terlebih dahulu secara intensif," ujarnya.

Sementara itu, ketika berbicara di hadapan ratusan kader Muhammadiyah Kota Malang,
Muhadjir mengatakan, dirinya akan berupaya merestorasi pendidikan dasar dan menengah (SD-
SMP), termasuk pendidikan karakter bagi anak didik. Selain itu, ia juga akan membenahi
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan profesionalisme para pendidik.

"Saya tidak akan mengutak-atik masalah sertifikasi guru. Namun, harapan saya, profesionalisme
seorang guru juga harus ditingkatkan terus. Jangan ada guru yang tidak layak, tetapi tetap saja
menuntut sertifikasi, bahkan prosesnya minta dipermudah," kata Mendikbud.

Menyinggung pendidikan di jenjang SMA dan SMK, Muhadjir mengatakan akan mencari
formulasi yang tepat karena tidak semua lulusan SMA melanjutkan tahap pendidikan ke
perguruan tinggi, alih-alih memilih untuk bekerja. Namun, karena tidak memiliki keterampilan
dan keahlian, mereka akhirnya tidak bisa apa-apa di dunia kerja.

Walau demikian, lulusan SMK pun tidak semuanya langsung bekerja. Ada yang tetap
melanjutkan tahap pendidikan ke perguruan tinggi. Meski mereka memiliki keterampilan sesuai
minat yang diambil di SMK, jika kualitasnya tidak ditingkatkan dan memiliki keahlian yang
memadai, mereka akan tergusur oleh tenaga kerja asing yang memiliki sertifikasi internasional.

"Kondisi ini yang akan kami carikan solusi agar kesenjangan dalam pendidikan bisa
diminimalkan," ujarnya.

Ide yang diusulkan mendikbud baru kita sangat menarik, yaitu "full day school" atau sekolah
hingga sore, suatu sistem yang sebenarnya sudah berjalan di hampir semua sekolah swasta baik
yang bertaraf international/tidak di kota-kota besar.
Tapi aneh, respon komentar2 di media online sangat keras menolak, bahkan cenderung
membully pak menteri, entah "pasukan" darimana atau memang benar-benar mereka orang desa
dan tidak tahu bahwa sekolah-sekolah yang hebat-mahal-favorite dan mereka idam-idamkan bila
melewati gedung2nya yang megah itu ternyata sudah lama menerapkan sistem yang sama?

Apalagi bermunculan yang membandingkan dengan Finlandia, negara super maju yang
"katanya" sekolah hanya 1 jam sehari, yakin orang tua mau mengurus anaknya 23 jam sehari di
zaman sekarang? Hahaha...

Orang zaman sekarang dituntut untuk bekerja, semakin lama trend dan realita menunjukkan
bahwa kedua orang tua harus bekerja (baik karena "merasa" kurang financial, maupun
emansipasi wanita yang membuat wanita zaman sekarang ingin berkarir), jadi supaya anak
menjadi berkualitas, pilihan hanya ada 3 :

 Titipkan anak ke institusi terpercaya, dalam hal ini sekolah dan guru
 Larang ibu-ibu bekerja
 Titipkan anak ke kakek nenek, "gap" (beda generasi) menyulitkan kakek nenek untuk
mengajar sang cucu, apalagi gap teknologi yang digunakan. Akhirnya yang terjadi
sekarang mereka hanya memastikan sang cucu makan dan membiarkan cucunya main
sendiri baik dengan ipad maupun keliaran kemana-mana = hasil akhirnya tidak terjadi
pendidikan.

Pilihan ke-3 adalah yang banyak terjadi saat ini. Tidak ada salahnya dengan pilihan ini, meski
kontroversial, ada yang mengatakan lalu kapan kakek-nenek istirahat dan menikmati masa
pensiun mereka? Pernahkah kita mendengar "jeritan" mereka? hahaha..

Pilihan-2 sudah tidak mungkin karena perkembangan zaman, maka satu-satunya yang mungkin
diambil di masa depan adalah pilihan-1.

Keuntungan dari "full day school" sangat banyak :

1. Jam aktifitas (ortu kerja-anak sekolah) yang hampir sama, sangat bisa diatur supaya bisa
mengantar anak sebelum sekolah dan menjemput anak setelah sekolah. Bila program mengantar
anak 1x setahun saja heboh banget, lha ini dibuatkan program antar-jemput setiap hari kok malah
ortunya marah2? Ketahuan ga ikhlasnya nih, maunya ortu pencitraan 1x setahun doank,
wkwkwk..

Sebagai contoh, sangat mungkin diatur agar kerja masuk 8-16, sekolah 7-17

Lha kok lebih banyak jam sekolah anak-anaknya? Disinilah letak sesat pikir pertama, sekolah
full day itu bukan belajar fullday bapak ibu sekalian, sekolah full day itu = anaknya DI
lingkungan sekolah full day, Istilahnya lebih tepatnya Fullday AT School. kegiatannya
bermacam2... bisa termasuk les, termasuk extrakurikuler, pembinaan agama, pembinaan
karakter, bermain, bersosialisasi, kegiatan sosial, hingga mengerjakan PR!
2. Nah kalo denger mengerjakan PR di sekolah, dijamin para ortu senengnya bukan main,
biasanya mereka yang pusing ngerjakan PR soalnya, wkwkwk..

Bayangkan santainya pulang kerja, menjemput anak, lalu makan malam dan bermain bersama
keluarga, tidak ada lagi PR, tidak perlu lagi menjerit2 supaya anak belajar ulangan untuk besok
lagi, indahnya dunia ini bukan? Hahaha...

Makanya denger dulu pengaturan pak menteri, sebelum protes...

3. Sabtu-minggu bisa liburan keluarga (FULL DAY) lho... nah ini kalo ortunya protes,
artinya memang ortunya ga pengen diganggu anak-anak di hari sabtu, hahaha...

Sst.. jangan kuatir, kalau sabtu ga ingin diganggu, antarkan saja mereka ke komunitas2
berkualitas yang sekarang banyak menjamur dimana-mana untuk merasakan kehidupan di luar
sekolah dan keluarga..

4. Anak-anak 24jam 7 hari seminggu ada di tangan professionals (guru) dan orang tua..

5. Sekolah memiliki banyak waktu untuk menyusun kurikulum yang menyenangkan dan
seimbang antara pendidikan formal, pendidikan agama, pendidikan karakter, kegiatan
fisik/bermain dan kegiatan sosial.

6. Family time, waktu dan pendidikan karakter bersama keluarga yang semakin
berkualitas, karena urusan belajar mengajar formal (matematika dll) semua sudah dicover di
sekolah dengan perpanjangan waktu yang ada, orang tua kini hanya perlu bertanggung jawab dan
memiliki lebih banyak waktu untuk bisa memberi pendidikan karakter, iman, belajar
tentang kehidupan, dll.

Tidak seperti sistem sekarang, waktu bersama keluarga habis untuk mengerjakan dan memeriksa
PR dan kejar-kejaran dengan anaknya yang tidak mau belajar untuk ulangan besok. Seems
famiiar? hehe..

Sistem sekarang, orang tua justru menghabiskan waktu mereka terlibat dalam pendidikan formal
anak (matematika dll), akhirnya pendidikan karakter terabaikan, semua pihak fokus ke nilai dan
nilai. Dengan "full day at school", pendidikan karakter dan iman menjadi tanggung jawab
bersama.

7. Hasilnya? Anak-anak yang lebih terdidik dan seimbang dalam segala aspek, tidak seperti
sekarang dimana sekolah hanya mengajarkan hafalan, aspek lain semua diserahkan ke
lingkungan, dimana bila orang tua tidak hadir, maka = diserahkan ke internet, games dan
teman-teman sebaya.

Lihat realita, realita sedang menuju ke zaman orang tua yang sibuk sendiri, jangankan anak di
sekolah, anak di sampingnya saja, orang tuanya sibuk facebookan sendiri.
Jangan karena segelintir orang tua yang idealis dan ingin mendidik anak2nya sendiri (dimana
mimpi itu sudah tercover dengan sistem homeschooling), lalu kita mengorbankan pendidikan 1
bangsa yang mayoritas anak-anaknya "terlantar" dari keluarga.

Dan ingat, sebelum kita membully menteri baru dan membanding-bandingkan dengan menteri
sebelumnya, sebaiknya tanya dulu, jangan-jangan anak2 menteri sebelumnya juga sekolah
sampai sore, hehehe..

So, semua ide yang mengusulkan pendidikan karakter, agama, sosial/empathy dll skill kehidupan
diajarkan di sekolah juga selain di rumah dan menjadi tanggung jawab bersama, itulah
revolusi mental sesungguhnya dan sangat perlu kita dukung 1001%.

Salam Kompasiana

Usulan buat kemendikbud : gunakan AT agar lebih dipahami orang tua, Full Day AT School
memiliki arti jauh berbeda dengan Full Day School :)

Sudah siapkah kita untuk full day school?


Meski belum mendapat lampu hijau dari pemerintah, sekolah di beberapa wilayah telah mulai
menerapkan peraturan full day school, atau sekolah sehari penuh dari pagi sampai sore. Di
Jakarta, misalnya, full day school telah diberlakukan sejak tahun lalu di beberapa sekolah dasar
dan menengah.

Menurut Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Susie Nurhati, sebagaimana dilansir oleh
Metrotvnews, kebijakan sekolah penuh hari diatur oleh kebijakan daerah yang hanya berlaku di
DKI. Orang tua yang siswanya sekolah di Jakarta tidak akan kaget jika kebijakan itu digulirkan
serentak .

Tentu saja kebijakan itu mengundang reaksi beragam dari para orang tua. Salah satunya adalah
posting Facebook berikut ini:

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan Indonesia (KPAI) Asrorun
Niam mengatakan, kebijakan lima hari per delapan jam belajar di sekolah tidak sejalan dengan
kondisi masyarakat yang sangat plural dan multikultural. Situasi peserta didik tidak seragam,
demikian juga situasi orang tua mereka.

“Sebelum ada Permendikbud, kondisi sudah ideal. Ada sekolah yang membuka model full day
school untuk memberikan layanan anak dan orang tua yang memang cocok dengan model
tersebut. Ada yang half day, bagi anak yang sosok sesuai kebutuhan subyektifnya,” ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan sekolah penuh hari juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Tak
sedikit orangtua yang tidak keberatan anak-anak mereka pulang sore. Para orangtua ini sepakat
dengan tujuan awal kebijakan sekolah penuh hari, yaitu untuk menerapkan program Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) demi terciptanya generasi mendatang yang berkualitas di segala
bidang.

Kelebihan dan kekurangan


Dampak positif full day school

Sebuah studi dilakukan tahun 2015 oleh Inter-American Development Bank untuk mengetahui
apa dampak positif full day school di negara-negara Amerika Selatan.

Fokus penelitian adalah full day school di Kolombia yang, sama juga seperti Indonesia, masih
menjadi perdebatan. Secara singkat, studi itu meyimpulkan kelebihan/ manfaat full day school
adalah:

1. Pemahaman siswa tentang materi pelajaran akan lebih mendalam, sehingga mengurangi
risiko siswa tidak naik kelas atau tertinggal dalam memahami materi.
2. Kemampuan siswa untuk mata pelajaran Matematika dan Bahasa menjadi lebih baik dan
stabil.
3. Siswa memiliki banyak waktu untuk menggali bakat dan kemampuannya melalui
pelajaran praktek.
4. Mengurangi jumlah pernikahan dini dan jumlah siswa putus sekolah.
5. Mengurangi kecemasan orang tua yang (karena berbagai hal) tidak bisa mengawasi
aktivitas anak-anak saat mereka pulang sekolah.
6. Anak/siswa bisa lebih dekat dan akrab dengan teman-teman sekolahnya, baik yang satu
kelas atau tidak.
7. Jam pelajaran terakhir dimanfaatkan untuk aktivitas ekstrakurikuler, yang (di beberapa
sekolah) cenderung dipandang sebelah mata, berpeluang akan lebih aktif dan berfungsi
maksimal sebagai ajang penyaluran bakat dan ekspresi siswa.
8. Jalinan emosional antara guru dan siswa akan lebih dekat dan personal, karena mereka
akan lebih sering menghabiskan waktu bersama-sama.
9. Menjelang akhir semester para guru tidak perlu terburu-buru menyampaikan materi
sesuai tuntutan silabus, karena waktu belajar di sekolah yang lebih lama memungkinkan
materi bisa diajarkan dengan lebih tuntas.
10. Siswa dapat mengerjakan PR di sekolah dan tersedia waktu untuk berkonsultasi pada
guru tentang materi yang tidak atau belum dipahami.

Dampak negatif full day school

Agar berimbang, kita juga sebaiknya tidak menutup mata pada dampak negatif full day school
berikut ini:
1. Sekolah akan mengeluarkan lebih banyak biaya. Ada biaya kompensasi untuk tenaga pengajar
karena penambahan jam belajar mengajar, biaya pengadaan perlengkapan tambahan untuk
praktek siswa, juga bertambahnya biaya untuk membayar tagihan listrik.

2. Orang tua akan mengeluarkan biaya lebih besar untuk pendidikan anak. Misalnya untuk biaya
kompensasi guru dan uang saku anak.

3. Anak bisa merasa lelah, sehingga sulit konsentrasi atau bahkan tertidur saat jam belajar
mengajar. Akibatnya mereka tidak bisa memahami materi pelajaran.

4. Jam belajar lebih lama tidak selalu membuahkan pencapaian akademik lebih baik.
Kemampuan individu siswa tetap berperan menentukan nilai mereka di akhir semester.

5. Guru juga akan lelah karena mereka harus tinggal lebih lama di sekolah untuk mengajar.
Mereka tiba di sekolah lebih awal untuk menyiapkan materi, mencatat nilai, dan menghadiri
rapat guru sepulang sekolah.

Beberapa orang tua dan pihak lain yang kontra dengan full day school mengungkapkan alasan
keberatan mereka sebagai berikut:

6. Tidak semua sekolah di semua daerah di Tanah Air layak memberlakukan sekolah penuh hari.
Penyebab utamanya adalah tidak seragamnya kualitas bangunan fisik sekolah dan fasilitas
pendukungnya.

7. Besar kemungkinan anak tidak punya waktu untuk mengenal lingkungan sekitarnya dan tidak
punya waktu untuk berinteraksi dengan golongan selain keluarga dan teman-teman sekolah.

8. Anak-anak tidak punya waktu untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah, misalnya: Karang
Taruna, klub olah raga (renang, bulu tangkis, dll), sanggar seni untuk anak, dan mengaji.

9. Para orang tua (terutama para ibu) harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan makanan untuk
bekal makan siang anak, karena sekolah tidak menanggung makan siang siswa.

10. Berkurangnya komunikasi antara anak dan orang tua. Di sore hari anak sudah lelah dan
mereka cenderung ingin tidur. Libur dua hari di akhir pekan cenderung digunakan anak untuk
diri mereka sendiri, sehingga tidak ada waktu untuk berbicara dengan orang tua.

Parents, bagaimana pendapat Anda? Kemukakan di kolom komentar ya..


[caption id="" align="aligncenter" width="265" caption="10 Alasan Penting Mengapa Sekolah
Itu Harus Gratis"][/caption] Pernahkah anda mendengar istilah "Knowledge is for Free" ? Kalau
sudah pernah, anda pasti sudah bisa menyimpulkan apa arti dari istilah tersebut. Pengetahuan itu
gratis, begitulah terjemahannya. Saya secara pribadi setuju dengan istilah ini. Kalau saja
seseorang menerapkan biaya kepada orang untuk mendapatkan akses menuju pengetahuan, maka
dia sudah melakukan pelanggaran HAM yang berat. Dari sejak penciptaan manusia yang
pertama kalinya, pengetahuan memang sudah gratis. Kita bisa mengambil contoh, saat anda
kecil, anda pasti mempunyai rasa penasaran yang tinggi terhadap suatu benda. Saat itulah anda
sebenarnya sudah meneliti sesuatu dan akhirnya anda mendapat jawabannya. Pertanyaannya,
apakah anda perlu membayar ? Apakah anda perlu membayar agar dapat mengetahui bahwa
daun itu hijau ? Apakah anda perlu membayar agar bisa mengetahui mobil itu bisa berjalan ?
Jawabannya tidak! Bila ada yang berkata iya, maka saya jamin dia sudah mengalami gangguan
jiwa. Sekarang kita beralih menuju dunia sekolah. Sekolah mungkin sudah sangat melekat dalam
kehidupan kita. Nah, apa yang pertma kali muncul di pikiran ketika mendengar kata sekolah ?
Bagi anak-anak itu bisa berupa tas baru, sepatu baru, buku pelajaran, teman sekelas, dan lain
sebagainya. Tetapi kepada orang tua, apa yang dipikirkan pertama kali ? Uang! Ya, uang!
Orangtua lebih memperhatikan ini daripada memikirkan bagaimana anaknya bisa beradaptasi di
sekolah. Memang bukan masalah bagi golongan kaya tetapi bagaimana dengan golongan miskin
? Akhirnya, masalah terjadi, terutama di Indonesia. Indonesia masih negara berkembang dimana
penduduk miskin masih lebih banyak dibandingkan penduduk kaya. Apa yang terjadi ? Banyak
sekali anak-anak yang tidak bisa bersekolah. Betapa kasihannya itu! Padahal sekolah itu adalah
hak semua orang. Istilah "Knowledge is Free" menjadi sebuah istilah kosong. Hanya karena
uang, anak-anak di negeri tercinta ini tak dapat bersekolah. Saya tak peduli apakah sekolah
swasta maupun sekolah negeri. Saya hanya peduli satu hal, Sekolah itu Gratis! Titik! Semua
orang berhak dapat sekolah dengan gratis! Bahkan saya menganggap bahwa sekolah yang
difungsikan oleh swasta adalah pelanggaran kecuali kalau sekolahnya gratis. Sekolah itu
sebenarnya dikelola pemerintah. Nah, saya akan memberikan 10 Alasan Penting Mengapa
Sekolah Itu Harus Gratis dan ini adalah pendapat pribadi saya, sebagai blogger, seorang Ketua
OSIS, seorang pelajar, dan seorang warga negara Republik Indonesia.

1. Semua orang mendapatkan hak untuk sekolah Seperti yang saya jelaskan sebelumnya,
semua orang mempunyai hak untuk sekolah tanpa terkecuali. Baik golongan kaya,
menengah, maupun yang miskin. Hak sekolah tidak bisa dilihat dari apakah seseorang
mampu atau tidak ? Semua orang berhak untuk sekolah dan sudah demikian sejak dari
dulu.
2. Kualitas negeri berasal dari pengetahuan yang diberikan Sekolah merupakan gerbang
menuju pengetahuan. Apakah demi pengetahuan, kita harus membayar uang ? Agar bisa
melewati gerbang itu ? Jawabannya tidak! Semua orang berhak bersekolah dengan gratis
agar mereka mendapat pengetahuan dan dengan pengetahuan itu, kualitas negeri akan
bertambah dan kemungkinan munculnya orang orang hebat akan semakin bertambah.
Coba bila sekolah itu tidak digratiskan ? Orang yang tidak dapat bersekolah akan tidak
akan mendapat pengetahuan dan mereka yang sebenarnya berpotensi besar untuk menjadi
orang hebat akan hilang ditelan bumi. Dan lebih parahnya, mereka ditelan bumi negeri
mereka sendiri.
3. Sekolah merupakan organ vital negara Indonesia tetap menjadi negara berkembang
karena salah satu "organ"-nya rusak. Parahnya lagi, "organ" itu ialah sekolah. Mengapa
rusak ? Karena masih banyak yang belum atau tidak dapat sekolah. Itu alasan rusaknya.
Mengapa tidak dapat sekolah ? Karena itu, masalah uang atau biaya. Coba kalau gratis,
bibit unggul negeri akan tertanam dan menghasilkan buah yang kelak menjadikan negara
ini menjadi negara maju.
4. Kemiskinan akan teratasi Bila sekolah itu digratiskan maka saya akan menjamin,
kemisikan akan mulai teratasi meski tidak harus dalam tempo cepat. Contohnya begini,
bila seorang siswa dapat disekolahkan dengan gratis maka dia akan mendapat
pengetahuan dengan gratis dan dengan pengetahuan itulah dia akan menerapkannya
menjadi sebuah ide yang kemungkinan besar akan membuat kemiskinan negeri teratasi.
5. Akan muncul orang hebat yang tidak diduga Siapa sangka kalau nantinya sekolah
digratiskan akan membuat orang hebat muncul dari golongan miskin ? Bisa saja, bukan ?
Bahkan kemungkinan muncul orang terpelajar dan pemimpin baru bangsa akan
bertambah bila sekolah digratiskan.
6. Kejahatan akan berkurang Salah satu motivasi yang sering saya dengar di berita agar
seseorang melakukan kejahatan seperti perampokan, pencopetan, pencurian, dan lain-lain
ialah karena ia tidak mampu membayar biaya sekolah anaknya. Miris, bukan ? Saya
bahkan menjadi tidak tega menyalahkan sang pelaku. Itu juga bukan salahnya. Itu sudah
naluri manusia. Lain hal jika sekolah digratiskan, motivasi salah untuk melakukan
kejahatan akan berkurang. Dunia akan menjadi tempat yang berbeda.
7. Kemungkinan perang akan berkurang Saya secara personal suka dengan berita di luar
negeri. Terutama berita yang menyangkut konflik seputar militan. Apa itu militan ?
Militan adalah kelompok sipil yang dilatih menggunakan senjata. Kenapa mereka mau ?
Itu karena kurangnya pendidikan tentang perdamaian sehingga militan terbentuk dan
menimbulkan kekacauan. Puji Tuhan itu masih belum di Indonesia. Tapi siapa tahu
beberapa hai ke depan akan muncul kelompok militan ? Apalagi isu tentang OPM (
Operasi Papua Merdeka ) semakin ramai dibicarakan. Nah, untuk itu perlunya sekolah
yang gratis agar akses sekolah kepada orang yang tak mampu sekolah menjadi terbuka.
Dan semakin banyak orang terpelajar, maka akan mengurangi kemungkinan seseorang
akan menjadi militan yang berarti kemungkinan perang akan berkurang.
8. Pemimpin baru akan muncul Jangan mengira bahwa pemimpin atau seorang presiden itu
harus berasal dari anak orang kaya atau terpandang. Tetapi kualitas seorang pemimpin
dilihat dari caranya bertanggung jawab dan ide hebatnya. Dengan sekolah yang gratis,
kemungkinan besar seorang pemimpin dari golongan miskin akan muncul dan akhirnya
menjadi pemimpin hebat. Satu hal lagi, everyone deserve to be a leader.
9. Status sosial akan hilang Salah satu hal yang saya benci lainnya ialah status sosial. Meski
tidak diterapkan secara resmi tapi secara non-resmi status sosial tetap ada. Apa itu status
sosial ? Misalnya ada seorang yang berstatus sosial kaya akan memandang rendah atau
bahkan mem-bully seorang yang status sosialnya miskin. Itu hanya akan membuat kasus
bullying semakin bertambah. Coba kalau sekolah gratis, tidak ada lagi yang memandang
rendah satu sama lain. Toh semua sama-sama gak bayar kok.
10. The World will be a different place Dunia akan menjadi tempat yang berbeda. Gerbang
raksasa menuju pengetahuan telah digratiskan sehingga dunia akan berubah. Satu kali
lagi, dunia akan menjadi tempat yang berbeda :D

Nah, itulah 10 alasan yang bisa kuberikan. Sebenarnya masih banyak alasan tetapi hanya itulah
alasan paling penting yang bisa saya jabarkan. Jujur, saya membuat posting ini karena saya
kasihan terhadap orang tua saya yang sudah pusing hanya karena memikirkan biaya sekolah saya
dan adik saya. Apa pengetahuan harus didapat sampai pusing begitu ?
Bila anda mempunyai tambahan, pro maupun kontra, silahkan saja tulis di komentar. Saya akan
tetap menunggu komentar anda meski anda kontra terhadap posting ini. Pro dan kontra sudah
pasti ada. Terima kasih
Blog penulis : www.clusm.com

Pendidikan adalah dasar atau pondasi suatu bangsa mendapatkan kehormatan dan kemajuan di
segala bidang, bahkan dengan pendidikan setiap orang akan mendapatkan apa yang
diinginkannya. Baik itu keinginan dunia maupun keinginan akhirat.

Dengan pendidikan segala macam keinginan pribadi dapat terpenuhi dan sebuah negara akan
menjadi super power apabila pendidikan sudah menjadi bagian terpenting bagi rakyatnya.
Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi bahwa setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan. Undang-undang ini memberikan pesan bahwa tidak ada lagi
situasi bahwa ada masyarakat yang tidak bisa sekolah dikarenakan pendidikan yang tidak
terjangkau.

Seperti dijelaskan dalam Undang-undang No20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global
sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia akan semakin maju dan beradab dan sejahtera apabila tingkat
pendidikannya maju dan menguasai segaa aspek kehidupan. Sehingga banyak negara yang
tingkat pendidikan tinggi menjadi negara yang disegani dan menguasai dunia dengan
teknologinya.

Namun demikian, dalam kehidupan kita, di mana pendidikan merupakan aspek penting dalam
kehidupan ternyata tidak begitu saja dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Bukan karena
pemerintah yang tidak adil dan tidak membagi kesempatan dengan merata, akan tetapi karena
faktor swastanisasi sistem pendidikan. Sehingga lembaga-lembaga pendidikan yang bermutu
adalah lembaga yang dibiayai dengan ongkos yang mahal dan menerima siswanya dari golongan
elit dan berduit karena secara otomatis para wali murid akan mampu mencukupi biaya
operasional pendidikan bagi anak-anaknya tanpa memikirkan bagaimana sulitnya mencari uang.

Seperti beberapa siswa sekolah yang melakukan demonstrasi menutut kejelasan pungutan
sekolah yang tidak sesuai bahkan aksi ini juga dilakukan beberapa mahasiswa Universitas
Indonesia karena mengeluhkan betapa biaya pendidikan saat ini teramat mahal.
Keadaan ini memang dirasa tidak adil, karena hanya sebagian kecil orang Indonesia yang bisa
menikmati indahnya belajar di sekolah yang bonafit dan mudahnya akses pengetahuan akan
teknologi yang cenderung dinikmati masyarakat kelas atas. Namun bagi kelas bawah hanya
sekedar mimpi dan hanya bisa gigit jari.

Karena keadan ini, rata-rata kehidupan yang mapan hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang
berpendidikan tinggi dan kehidupan yang serba sulit merupakan santapan harian bagi masyarakat
bawah.

Banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah demi membuang sekat-sekat perbedaan antara
golongan kaya dan golongan miskin dalam pendidikan, salah satunya dengan menyelenggarakan
pendidikan gratis bagi seluruh masyarakat. Meski dirasa berat dan membutuhkan biaya yang
tidak sedikit ternyata lambat laun kesenjangan antara golongan bawah dan kelompok elit
semakin terbiaskan. Hal ini disebabkan di antara mereka yang kurang mampu, dan di saat
mereka yang kurang bisa menikmati pendidikan yang memadai ternyata mereka mendapatkan
peluang dan akses yang sama dalam pendidikan. Namun, sayang sekali pendidikan gratis selama
ini hanya sampai tingkat sekolah menengah pertama, sedangkan di sekolah lanjutan dan sekolah
tinggi masih sulit diperoleh.

Keadaan ini menjadi penyebab tingkat pendidikan anak-anak Indonesia secara umum hanya
sampai tingkat sekolah menengah pertama(SMP) akan tetapi untuk sampai ke perguruan tinggi
menjadi amat mahal.

Sayang sekali, yayasan pendidikan yang dibangun masyarakat justru terkesan mencari
penghasilan yang sebanyak-banyaknya dari pungutan siswa, bahkan pengelola dengan entengnya
membuat tarif yang jauh dari kemampuan masyarakat secara umum, di karenakan dengan alasan
lembaga pendidikan tidak akan maju manakala biaya yang dipungut dari siswa teramat sedikit.
Tentu saja pendapat ini tidak semua dapat disalahkan, karena memang sebuah lembaga
pendidikan dapat dibangun dan membayar guru-guru yang profesional memang memerlukan
biaya yang mahal. Meskipun konsep ini jauh dari nilai-nilai pendidikan bagi kemanusiaan.

Akan tetapi, jika kita kembali kepada konsep bahwa pendidikan harus gratis semestinya memang
ada ruang yang cukup bagi anak-anak golongan bawah dapat mengenyam pendidikan yang
memadai meski dengan biaya yang murah atau gratis sekalipun. Sehingga tidak ada lagi anak-
anak yang putus sekolah karena tidak adanya biaya.

Namun demikian, harapan agar anak-anak negeri ini dapat menerima pendidikan yang memadai
mungkin hanya tinggal mimpi. Karena meskipun pemerintah sudah mencanangkan pendidikan
gratis ternyata kualitas pendidikan pun masih sangat minim. Di samping itu keadaan lembaga
pendidikan suasta justru semakin meruncing persoalan tentang sulitnya memperoleh akses
pendidikan gratis karena mereka menjadikan lembaga pendidikan seperti perusahaan penambang
rupiah, meski rakyat kecil menjerit mereka dengan mudahnya tertawa. Padahal dalam undang-
undang diamanatkan bahwa semua komponen masyarakat mesti ikut menyukseskan pendidikan
yang bermutu dan terjangkau.
Akhir tulisan ini sedikit memberi simpulan bahwa hakekatnya pendidikan gratis bukan hanya
kewajiban negara akan tetapi seluruh rakyat Indonesia berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan gratis demi kelangsungan generasi penerus yang berkualitas. Sebagaimana
disebutkan dalam Bab III Pasal 4 poin 6 Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto mengatakan, penerapan Ujian Nasional
Berbasis Komputer ( UNBK) memiliki keunggulan dibanding Ujian Nasional Berbasis Kertas
dan Pensil (UNKP).

Dinas Pendidikan DKI Jakarta secara serentak melaksanakan UNBK di seluruh SMA negeri dan
swasta yang ada di Jakarta mulai hari hari ini.

Sopan menjelaskan, keterlambatan soal UNBK lebih kecil terjadi dibanding UNKP. Sistem ini
juga meminimalisir tertukarnya soal, dan ketidakjelasan hasil cetak soal. Selain itu, UNBK tidak
memiliki kerumitan pengumpulan lembar jawaban ujian nasional (LJUN).

"UNBK juga lebih mengakomodasi siswa dengan ketunaan, misalnya untuk low vision
(penglihatan kurang), tulisan dan gambar bisa diperbesar," ujar Sopan saat ditemui di Jakarta
Selatan, Senin (10/4/2017).

Baca: Tanggapan Siswa Terkait Penerapan UNBK di Jakarta

Sopan menambahkan, hasil UN bisa diumumkan lebih cepat sehingga siswa memiliki lebih
banyak waktu untuk mempersiapkan pendidikan ke jenjang yang lebing tinggi. Kelebihan
lainnya, pengamanan dan penyediaan logistik UNBK juga lebih mudah.

Ujian melalui sistem komputer ini juga dinilai memungkinkan untuk UN dilakukan selama
beberapa kali dalam setahun.

"Siswa lebih singkat menunggu UN berikutnya," ujar Sopan. Sebanyak 562 SMA dan sederajat
menyelenggarakan UNBK di Jakarta. Pelaksanaan UNBK tingkat SMA dimulai 10-13 April
2017.

Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2017 untuk tahap SMK telah selesai
dilaksanakan, pun untuk tingkat SMA/MA memasuki hari terakhir. Melihat animo dan
pemberitaan di media, sangat kontras dengan ketika pemerintah masih menyelenggarakan ujian
nasional berbasis kertas dan pensil. Walau masih ada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan
Ujian Nasional Berbasis Pensil mengingat sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan Ujian
Nasional Berbasis Komputer tidak memungkinkan, satu hal yang diancungi jempol adalah
menurunnya pemberitaan negatif seputar Ujian Nasional di tahun ini.

Sampai saat ini UNBK berjalan dengan aman dan lancar, begitulah kesimpulan saya setelah
selama empat hari lebih menjadi bagian dari berlangsungnya UNBK tahun ini. Tidak ada tekanan
psikologis, kecuali semangat agar UNBK berlangsung tanpa ada kendala server down, rusak,
kena virus dan lain sebagainya. Kecuali rasa was-was agar jangan sampai PLN menghentikan
aliras listriknya atau suatu waktu aliran PLN stop yang akan menganggu jalannya ujian sebagai
tanda syarat mereka lulus SMA/MA. Belum lagi rasa was-was agar jaringan internet juga tidak
bermasalah, sehingga saat pengiriman hasil jawaban tidak terkendala. Semua pihak diharapkan
saling bersinergi agar sama-sama bekerja sehingga UNBK kali ini benar-benar sukses
diselenggarakan demi kemajuan pendidikan di tanah air ini.

Sebab, jujur bahwa UNBK ini diharapkan mampu menjadi jawaban atas pertanyaan “Metode
ujian seperti apa yang cocok digunakan sebagai indikator dalam menamatkan anak-anak generasi
bangsa Indonesia ke depannya yang bebas dari intervensi dan kecurangan?”. Dan menjadi
jawaban atas penting tidaknya sebuah evaluasi atau ujian dalam sebuah jenjang pendidikan,
terutama untuk tingkat SMP/MTs, SMA/MA hingga SMK bahkan sampai ke perguruan tinggi.
Apapun ceritanya, sebuah ujian, test atau evaluasi itu sangat penting dalam meningkatkan dan
mengetahui sampai dimana kualitas Sumber Daya Manusia yang akan dihasilkan, terlepas
bagaimana dan apapun isi test atau ujiannya dan harapan besar ada pada hasil dari UNBK.

Benar saja, dari sumber kompas.com tertanggal 11 April 2017, kembali Ketua Panitia Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN) Ravik Karsidi menegaskan bahwa hasil nilai UN tetap menjadi syarat
penerimaan mahasiswa baru. “Sesuai persyaratan yang kami cantumkan, peserta SNMPTN harus
tetap mengikuti UN. Mereka yang tidak mengikuti UN, tidak bisa ikut dalam seleksi tersebut,
sejauh mana penggunaan nilai UN tersebut sangat bergantung pada rektor masing-masing. Tidak
bisa disamakan antara perguruan tinggi satu dengan yang lain”, ujar pak Ravik lebih lanjut.
Sehingga ini harusnya menjadi motivasi bagi para siswa di seluruh tanah air agar lebih mengasah
kemampuan diri mereka dalam menjawab soal-soal dengan baik. Dan bagi perguruan tinggi
nasional se-tanah air ini pastinya memberikan angin segar dengan keberadaan UNBK sebagai
indikator dalam mencari mahasiswa yang pintar, smart hingga memiliki kemampuan inteligensia
yang sesuai dengan standard mereka.

Disamping UNBK telah mampu meredam kecurangan-kecurangan yang selama ini dikeluhkan
dan juga sebagai bahan pertimbangan bagi PTN dalam menyaring calon mahasiswanya lewat
jalur SNMPTN maupun SBMPTN. Menurut saya ada beberapa manfaat yang harus diperhatikan
secara mengapa UNBK ini sangat perlu untuk dipertahankan sebagai ujian yang sifatnya
berkelanjutan secara nasional :

Pertama, UNBK telah mampu menempatkan siswa sebagai pelaku teknologi yang bermanfaat,
dimana mereka dihadapkan pada kemampuan untuk mengoperasikan perangkat komputer dan
mengaplikasikan pengetahuan belajar TIK mereka selama ini dalam tajuk UNBK. Walau
terkesan gampang karena hanya klik pake mouse dan hanya mengetik username dan pasword,
walau terkesan enteng, dianggap simpel dan tidak bermanfaat, ternyata pengenalan tombol
keyboard dan fungsinya masih perlu diajarkan kepada seluruh siswa di nusantara ini. Kenapa?
Karena fakta yang terjadi di lapangan begitu adanya. Banyak siswa yang belum paham dan
mampu mengetikkan tanda (*) dengan baik. Tidak tahu perpaduan tombol keyboard mana untuk
menghasilkan karakter apa. Misalnya: untuk mengetik karakter (*) pada pasword, maka yang
ditekan secara bersamaan adalah tombol keyboard secara bersamaan: SHIFT + ANGKA 8, tetapi
yang terjadi adalah : siswa tersebut menekan tombol SHIFT tetapi dilepaskan dan jari yang
lainnya menekan angka 8, maka yang terjadi adalah muncul angka 8 dan siswa bingung karena
karakter PASWORD di sembunyikan dengan simbol (******).

Terkesan sepele memang, tetapi itulah yang terjadi di lapangan. Belum lagi banyak siswa tidak
bisa membedakan fungsi tombol CAPSLOCK dan tombol SHIFT + huruf yang diketik untuk
membuat huruf besar di awal Username, sehingga membuat saya menyimpulkan bahwa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk tahun ajaran baru ini kembali mengaktifkan
mata pelajaran TIK secara nasional dan intens diajarkan di seluruh sekolah tanah air.

Toh, gurunya sudah ada kok, laboratoriumnya sudah ada kok dan anggaran untuk UN yang
sudah terkontrol dengan baik dengan adanya sistem UNBK ini bisa dialokasikan untuk
pengadaan komputer ke seluruh-seluruh sekolah negeri di tanah air ini, sehingga pelan tapi pasti
UNBK bisa dilaksanakan secara nasional dan menyeluruh hingga ke pelosok-pelosok tanah air.

Kedua, UNBK ini walau hanya sedikit persentasenya, namun telah mampu menumbuhkan sikap
dan minaat belajar untuk mempersiapkan diri mereka dengan baik, sebab tidak terdengar lagi
iming-iming ‘kunci jawaban’ yang dengan mudah didapat. Tetapi berusaha untuk belajar, walau
masih terlihat banyak siswa yang asal menjawab dan memilih cerita-cerita dengan temannya,
belum lagi mampu menumbuhkan sikap disiplin terhadap diri dan waktu, dimana siswa ‘dipaksa’
untuk disiplin hadir sesuai dengan sesi ujiannya dan tidak boleh terlambat, apalagi tidak hadir,
karena ini akan sangat merugikan dirinya sendiri.

Ketiga, dengan UNBK ini yang menurut siswa soal-soalnya kebanyakan perpaduan soal-soal UN
dua tahun sebelumnya dan setara dengan soal-soal Perguruan Tinggi Negeri, maka diharapkan
UNBK ini kedepannya bisa menjadi solusi juga dalam menerima mahasiswa baru seutuhnya,
artinya tidak ada lagi ujian-ujian lain, tetapi berpatokan pada nilai UNBK sehingga menghemat
biaya, terjamin kejujurannya dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia karena
sudah mengutamakan kejujuran dan kalau ingin dapat nilai bagus, maka harus belajar dengan
baik.

Walau secara nasional nilai rata-rata UN menurun dari tahun 2016, tetapi satu hal yang
memberikan nilai positif adalah meningkatnya nilai integritas, kejujuran dan keterbukaan sistem
penilaian UN. Sehingga pelan tapi pasti UNBK nantinya akan menghilangkan proyek UN yang
selama ini sudah dilabeli setiap kali hajatan UN diberlakukan. Dengan UNBK ini sangat
diharapkan peran semua pihak dalam meningkatkan mutu pendidikan di tanah air dengan
menghasilkan peserta didik yang mengutamakan nilai-nilai karakter yang baik daripada
menghalalkan segala cara hanya untuk menggapai angka di rapor atau izazah yang sangat tinggi
tetapi tidak bisa dipertanggung jawabkan. Semoga!
Kelebihan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK)
1.Lebih menghemat anggaran
Seperti yang kita ketahui pelaksanaan ujian nasional secara manual membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, penggunaan anggaran tersebut mulai dari percetakan soal ujian nasional,
pendistribusian ujian nasional yang membutuhkan dana yang lumayan besar. Dengan
pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer notabene membuat anggaran yang selama ini
digunakan untuk mencetak soal dan distribusi soal bisa dialihkan dan dimaksimalkan disektor
pendidikan lain Seperti pengadaan beasiswa, kelengkapan sarana dan prasarana.

2. Keterlambatan soal UN bisa diminalisir


Belajar dari kejadian sebelumnya dalam pelaksanaan UN terkadang terjadi keterlambatan berkas
soal UN yang menyebabkan jadwal ujian harus diundur. Daerah yang riskan mengalami masalah
tersebut adalah daerah yang ada di pedalaman yang sulit untuk diakses. Namun jika menerapkan
UNBK maka kejadian seperi itu akan sangat kecil bisa terjadi karena soal bisa diakses secara
online.

3. Meminimalisir kecurangan saat ujian


Kecurangan yang kadang dilakukan saat ujian oleh sebagian siswa adalah kebiasaan mencontek
pekerjaan temannya. Dengan penerapan sistem ujian nasional berbasis komputer membuat hal
tersebut sulit untuk dilakukan karena menurut informasi soal ujian nasional diacak, jadi antara
satu komputer dengan komputer yang lain soal pada nomor yang sama berbeda. Hal ini bisa
menjadi motivasi tersendiri bagi peserta ujian nasional untuk belajar karena mereka tidak bisa
lagi berharap banyak kepada teman-temannya namun dia harus mengandalkan kemampuannya
sendiri.

4. Lebih memudahkan siswa


Dalam segi kemudahan bisa dikatakan ujian nasional berbasis komputer lebih memudahkan
siswa ketimbang ujian nasional secara manual/konvensional. Kemudahan tersebut seperti siswa
tidak repot lagi mengisi biodata menggunakan pensil yang harus dilakukan dengan ketelitian dan
kesabaran, selain itu potensi kerusakan lembar jawaban dengan menggunakan pensil sudah tidak
menjadi persoalan lagi karena jika menggunakan komputer siswa hanya menggunakan mouse
sebagai navigasi untuk memilih jawaban benar.

5. Hasil ujian bisa diketahui dengan cepat


Tidak seperti ujian nasional secara manual yang membutuhkan waktu yang lama untuk
mengetahui hasil ujian. Ujian nasional berbasis komputer justru sebaliknya, waktu yang
dibutuhkan untuk mengetahui hasil ujian terbilang hanya sebentar karena menerapkan jaringan
internet yang terkoneksi dengan server pusat jadi tidak seperti ujian manual yang mesti mengirim
berkas ujian dulu ke pusat untuk diperiksa.
Tapi apa sih sebenarnya fungsi dari seragam sekolah? Berikut adalah alasan mengapa siswa
wajib mengenakan seragam dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Sabtu (2/5).

1. Untuk membedakan tingkatan


Fungsi yang paling mendasar dari seragam sekolah adalah untuk membedakan tingkat
pendidikan. Misalnya, anak SD menggunakan seragam merah putih, SMP mengenakan biru
putih, dan anak SMA tampil dengan putih abu-abu.

2. Penilaian kedisiplinan
Sekolah memang tempat untuk menguji seberapa disiplin seseorang. Salah satu penilainnya
adalah melalui seragam yang dikenakan. Biasanya, seragam ini terdiri dari banyak elemen seperti
ikat pinggang, topi, model baju, sepatu, kaus kaki, dan badge pada baju. Dengan melihat
kelengkapan seragam, seorang bisa terlihat sifat kedisiplinannya.

3. Tingkatkan rasa persatuan


Salah satu fungsi positif dari adanya seragam adalah untuk meningkatkan rasa persatuan bangsa.
Ketika sama-sama memekai seragam SMA, para remaja merasa dari satu kelompok meskipun
berasal dari sekolah yang berbeda.

BRILIO VIDEO

Lukisan Kristus Karya da Vinci Terjual Rp 6 Triliun

Sungguh fantastis, lukisan Kristus karya Leonardo da Vinci ini terjual seharga Rp 6 triliun lebih dalam
acara lelang di New York. Simak video berikut.
More Videos

4. Identitas sekolah
Selain seragam reguler, sekolah juga mempunyai seragam khusus sebagai identitas sekolah. Hal
ini sangat berguna saat mengikuti sebuah kompetisi atau perlombaan. Masing-masing sekolah
mempunyai identitas khusus melalui seragam mereka. Hal ini juga mempermudah juri dalam
menilai karena seragamnya yang berbeda-beda.

5. Menghindarkan kesenjangan sosial


Enaknya memakai seragam adalah bisa menurunkan kesenjangan antara sisiwa dari keluarga
mampu dan tidak mampu. Jadi, dari semua kelas sosial memakai seragam yang sama. Bayangkan
saja, jika tidak ada seragam, pasti ada siswa pergi ke sekolah layaknya model. Hal ini bisa
membuat yang lain rendah diri.

6. Membentuk profesionalisme
Dengan memakai seragam, para siswa sudah diperkenalkan dengan dunia pekerjaan. Beberapa
instansi di negara ini banyak yang menggunakan seragam juga. Jadi, ketika mereka memasuki
dunia kerja mereka tidak kaget lagi.

7. Memberikan rasa nyaman saat belajar


Yang paling penting dengan mengenakan seragam adalah membuat kegiatan belajar menjadi
nyaman. Hal ini dikarenakan model seragam yang sederhana. Jadi, selagi kamu bisa memakai
seragam, nikmatilah masa-masa sekolahmu!

Padahal di negara lain banyak, lo, yang tidak mewajibkan murid sekolahnya memakai
seragam.

Lalu kenapa kita di Indonesia wajib memakai seragam? Ternyata inilah alasannya.

1. Untuk membedakan tingkatan


Seragam sekolah dibuat untuk membedakan tingkatan pendidikan. Misalnya murid sekolah dasar
(SD) menggunakan seragam putih merah, murid sekolah menengah pertama (SMP) mengenakan
putih biru, dan anak sekolah menengah atas (SMA) memakai seragam putih abu-abu.

2. Melatih kedisiplinan
Mengenakan seragam setiap hari di sekolah melatih kita untuk disiplin. Kita juga dilatih untuk
terbiasa taat perturan dengan memakai pelengkap seragam seperti dasi, topi, label nama dan
sekolah, sepatu, dan kaus kaki.

Nah, semakin lengkap kita menggunakan seragam setiap harinya sesuai dengan aturan sekolah,
itu berarti kita sedang melakukan sikap taat dan disiplin. Sikap ini sangat berguna bagi diri kita
di masa depan.

3. Ciri khas sekolah


Selain seragam yang biasa, beberapa sekolah juga membuat seragam khusus. Seragam ini
biasanya menjadi ciri khas dari suatu sekolah.

Dengan adanya seragam khusus ini, biasanya murid-murid akan dilatih untuk bersikap baik dan
menjaga kesopanan di luar sekolah jika sedang mengenakannya. Ini karena mereka tidak mau
membuat nama sekolah menjadi buruk di depan orang lain.

4. Tidak membeda-bedakan
Seragam sekolah memang dibuat untuk menyeragamkan seluruh murid, tidak membeda-
bedakan. Misalnya murid dari keluarga yang mampu atau kurang mampu tidak ada bedanya,
mereka memakai seragam yang sama.

Bagaimana ya, seandainya sekolah tidak mewajibkan muridnya memakai seragam sekolah?

Tidak semua murid bisa menggunakan pakaian yang bagus ke sekolah. Ini tentunya akan
membuat beberapa murid menjadi rendah diri karena pakaian yang dia punya mungkin biasa-
biasa saja. Adanya perasaan seperti itu dapat menghambat kegiatan belajar sekolah.
Karena itu, nikmatilah saat-saat kamu bisa menggunakan seragam sekolah! Karena dengan
menggunakan seragam itu, kamu bisa belajar menjadi anak yang disiplin dan dapat saling
menghargai satu sama lain.

Semoga di saat anda membaca tulisan ini, anda dalam keadaan sehat. Semoga pula hari-hari
bahagia senantiasa mengiringi anda bersama keluarga tercinta. Terutama buat para orang tua
yang hari ini anak-anaknya masuk sekolah di hari pertama. Sekolah baru yang telah dipilihnya
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Bagi mereka yang menjadi siswa baru di sekolah, biasanya akan diadakan sebuah acara yang
bernama masa orientasi siswa atau biasa disingkat mos.

Mos dilaksanakan untuk memperkenalkan lingkungan sekolah kepada siswa baru. Dengan begitu
para siswa baru akan lebih tahu budaya sekolahnya, dan juga kenal dengan guru, kakak kelasnya,
dan juga pimpinan sekolah.

Hanya saja, sering ditemui, mos yang bertujuan baik ini ternodai oleh oknum kakak kelas yang
ingin memelonco siswa baru. Akhirnya, mos menjadi ajang perpeloncoan siswa baru.

Perlu perhatian para guru dan pimpinan sekolah agar mos yang bertujuan baik tidak ternodai dari
oknum kakak kelas yang memanfaatkan acara mos untuk "bullying" kepada adik kelasnya.

Di sekolah kami, mos dilaksanakan dengan suasana yang menyenangkan. Tak ada satupun siswa
yang tidak bergembira mengikuti acara mos. Semua mata acara disusun dengan baik oleh panitia
mos. Pengurus organisasi siswa intra sekolah (osis) diberi kepercayaan untuk membantu guru
mengenalkan budaya sekolahnya atau school culture dalam acara mos yang dikemas secara
kreatif.

Kami percaya bahwa pengurus osis sanggup menjalankan tugasnya dengan baik sehingga tak
terjadi perpeloncoan siswa. Berita-berita negatif soal mos di media arus utama, perlu dilihat
secara menyeluruh agar berita yang dibaca bermanfaat untuk semua.

Mos sangat perlu dilakukan di setiap sekolah, khususnya sekolah smp dan sma atau sederajat
dengannya. Sedari awal siswa baru harus tahu kondisi dan budaya sekolahnya. Oleh karenanya,
peran guru sebagai pemandu acara mos sangat penting. Mos dilaksanakan dengan cara-cara
mendidik, dimana proses kemandirian, dan kreativitas siswa baru muncul. Itulah mengapa siswa
baru diminta membuat name tag atau papan nama untuk melatih proses kreativitas dan
kemandirian siswa.
Bila ada tugas lain yang memberatkan atau diluar kemampuan siswa baru, guru wajib menegur
pengurus osis. Dengan begitu, suasana mos yang kurang menyenangkan dapat diminimalisasi.
Perlu kerjasama yang baik antara siswa pengurus osis dan guru sebagai pemandu.

Akhirnya, mos sangat perlu dilakukan di sekolah-sekolah kita. Mos yang dijadikan sebagai arena
perpeloncoan siswa baru sebaiknya dihindari. Siswa baru harus merasa aman dan nyaman di
sekolahnya yang baru. Bukankah mos mengajarkan siswa untuk bersih, aman, tertib, indah, dan
kekeluargaan yang biasa disingkat BATIK?

Kegiatan masa orientasi siswa atau MOS tingkat SMA/SMK tahun ajaran 2010/2011 dimulai
hari ini, Senin (19/7/2010). MOS menjadi kegiatan rutin siswa baru pada awal masuk tahun
sekolah. Tak jarang, kegiatan MOS diwarnai aksi kekerasan yang dilakukan siswa senior kepada
yuniornya.

Namun, toh sejumlah sekolah tetap mempertahankan MOS. Sekolah memandang MOS sebagai
sebuah hal penting. Potensi kekerasan dieliminasi dan agenda pengenalan terhadap lingkungan
baru digiatkan. "MOS itu sangat perlu sekali. Anak baru belum tahu lingkungan sekolah," ucap
Ali Fahmi, guru pendamping bidang Kesiswaan SMKN 29 Jakarta, yang ditemui Kompas.com,
Senin di SMKN 29 Jakarta.

Menurutnya, melalui MOS, siswa baru dapat mengenal lingkungan sekolah yang baru. Selain itu,
melalui MOS, siswa baru juga dapat beradaptasi dengan lingkungan yang ada di sekitar sekolah.

Dia mengatakan, dengan MOS, siswa baru juga dapat mengenal guru, kepala sekolah, kakak-
kakak kelas, dan ruang-ruang kelas yang ada. "Jadi, anak enggak bingung lagi mana ruangan ini
dan ruangan itu. Dia sudah tahu karena waktu MOS sudah dikenalin. Dia juga sudah kenal
dengan lingkungan sekolah, jadi enggak merasa aneh dan asing lagi," ungkapnya.

Tidak boleh ada kekerasan

Dia menambahkan, penyelenggaraan MOS harus sesuai dengan aturan dan bersifat mendidik.
Tidak boleh ada kegiatan ataupun tindakan yang menjurus pada tindak kekerasan. "Kakak kelas
itu membimbing, mengabsen, mengantar adik kelasnya ke tempat kegiatan-kegiatan diadakan.
Selain itu, mengenalkan ekskul dan OSIS," ucapnya.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Yulianto, alumni SMKN 29 Jakarta. Menurutnya, MOS
adalah kegiatan yang sangat penting. "Ya, dengan MOS-lah siswa-siswa baru dapat kenal dengan
sekolah barunya, dapat diajar juga untuk bersikap disiplin," ucapnya.

Ditanyai pendapat mengenai tindak kekerasan oleh kakak kelas kepada adik kelas, ia menuturkan
bahwa hal itu bukan tindakan yang benar. "Enggak benarlah tindakan itu. Kekerasan itu dilarang
keras untuk dilakukan," ungkapnya.
MOS (Masa Orientasi Sekolah) atau untuk lingkungan kampus dikenal dengan istilah OSPEK
(Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus), sumber lain menyebut MPLS (Masa Pengenalan
Lingkungan Sekolah (Wikipedia). Ada juga yang menyebut MOSB atau MOPD merupakan
kegiatan yang biasa dilakukan ketika memasuki tahun ajaran baru. Dimana para siswa mulai
mendaftarkan diri pada jenjang sekolah selanjutnya, seperti SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

Program sekolah non struktural ini dilaksanakan oleh organisasi siswa di sekolah (OSIS) atau
mahasiswa di kampus. Lingkungan sekolah siswa yang lama telah ditinggalkan dan mereka
berganti dengan lingkungan sekolah yang baru dengan penghuni dan budaya baru. Oleh karena
itu, siswa perlu orientasi. Dengan orientasi tersebut, siswa akan siap menghadapi lingkungan dan
budaya baru di sekolah yang mungkin berbeda jauh dengan sebelumnya.

Kian tinggi jenjang lembaga pendidikan, kian berat tuntutan yang harus dipenuhi oleh siswa.
Daya saing lingkungan baru tersebut relatif lebih ketat dibandingkan dengan lingkungan
sebelumnya. Orientasi siswa baru diharapkan dapat mengantarkan siswa pada suasana baru yang
berbeda dengan sebelumnya. Dengan demikian, siswa akan menyadari bahwa lingkungan baru di
mana dia akan memasukinya, membutuhkan pikiran, tenaga, dan waktu yang relatif lebih banyak
dibandingkan dengan lingkungan sekolah sebelumnya.

Baca: Contoh Materi MOS (Masa Orientasi Siswa) Lengkap Dengan SK/ Juknis/ Pedoman

Yang dimaksud dengan orientasi adalah perkenalan. Perkenalan ini meliputi lingkungan fisik
sekolah dan lingkungan sosial sekolah. Lingkungan fisik sekolah meliputi prasarana dan sarana
sekolah, seperti jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tempat bermain di sekolah, lapangan
olahraga, gedung dan perlengkapan sekolah, serta fasilitas-fasilitas lain yang disediakan di
sekolah. Sedangkan lingkungan sosial sekolah meliputi kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan selain guru, teman sebaya seangkatan, dan siswa senior di sekolah.

# Tujuan Masa Orientasi Sekolah (MOS)


1. Agar siswa mengenal lebih dekat mengenai diri mereka sendiri di tengah-tengah lingkungan
barunya
2. Agar siswa mengenal lingkungan sekolah, baik lingkungan fisiknya maupun lingkungan
sosialnya
3. Pengenalan lingkungan sekolah sangat penting bagi siswa dalam hubungannya dengan:
a. Pemanfaatan semaksimal mungkin layanan yang diberikan oleh sekolah
b. Sosialisasi diri dan pengembangan diri secara optimal
c. Menyiapkan siswa secara fisik, mental, dan emosional agar siap menghadapi lingkungan baru
sekolah.

# Fungsi Masa Orientasi Sekolah (MOS)


Bagi siswa sendiri, orientasi siswa baru berfungsi sebagai:
a. Wahana untuk menyatakan dirinya dalam konteks keseluruhan lingkungan sosialnya.
b. Wahana untuk mengenal bagaimana lingkungan barunya serta siapa dan apa saja yang ada di
sana sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan sikap.

Bagi personalia sekolah dan lembaga kependidikan, dengan mengetahui siapa siswa barunya,
akan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam memberikan layanan-layanan yang mereka
butuhkan. Bagi para siswa senior, dengan adanya orientasi siswa baru, akan mengetahui lebih
dalam mengenai siswa penerusnya di sekolah tersebut. Hal ini sangat penting terutama berkaitan
dengan estafet kepemimpinan organisasi siswa di sekolah tersebut.

# Kegiatan Selama Masa Orientasi Sekolah (MOS)


Orientasi siswa baru dilaksanakan pada awal tahun ajaran sebelum siswa menerima pelajaran.
Acara orientasi biasanya diisi dengan kegiatan:
1. Perkenalan dengan guru dan staf sekolah lainnya
2. Perkenalan dengan siswa lama
3. Perkenalan dengan pengurus OSIS
4. Penjelasan tentang tata tertib sekolah
5. Penjelasan program-program sekolah
6. Penjelasan dan peninjauan fasilitas yang ada di sekolah.

Kegiatan orientasi siswa baru dilaksanakan agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolah barunya secara cepat. Kenyataannya sekarang kegiatan ini sudah salah
kaprah dan keluar jalur yang seharusnya. Kalau dulu kegiatan orientasi relatif lebih sederhana,
seperti melakukan kegiatan kebersihan lingkungan sekolah, para calon siswa wajib membawa
alat kebersihan sendiri sesuai yang diinstruksikan, beberapa game simple (out door) yang ruang
lingkupnya masih sekitar lingkungan sekolah. Sekarang kegiatan yang identik dengan
perploncoan dan menjadi ajang balas dendam ini mulai semakin berkembang kearah yang lebih
unik tetapi cenderung aneh. MOS yang tidak berkualitas dan tidak edukatif.

Saya pernah dimintai bantuan oleh teman saya yang anaknya sedang menjalani program MOS.
Dia menanyakan berbagai istilah makanan dan singkatan yang saya sendiri tidak tahu dan tidak
mengerti. Terakhir saya ketahui ternyata istilah-istilah itu memang materi MOS yang banyak
digunakan oleh panitia kegiatan, dalam hal ini siswa senior. Misalnya mencari atau membawa
berbagai jenis makanan/ minuman dengan istilah-istilah tertentu atau menebak benda/ sesuatu
yang dari sudut pendidikan sama sekali tidak ada maknanya. Contoh ; makanan argentina
(tango), biscuit ade rai (biskuat), ikan masuk angin (ikan kembung), buah upacara (apel) dan
banyak lagi istilah-istilah lain yang aneh yang bagi panitia MOS bersifat seru-seruan tapi bagi
peserta MOS menjadi tugas yang bikin stress. Karena kalau mereka tidak bisa mencari/
membawa atau menebak mereka akan mendapatkan hukuman yang hukuman inipun juga sering
tidak masuk akal, tidak sepadan dengan kesalahan dan tidak mendidik.

Kalau kita lihat di televisi beberapa waktu lalu . Betapa dunia pendidikan memprihatinkan
dengan berbagai kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada juniornyaada pada masa orientasi
ini. Mulai dari kekerasan fisik (bully) seperti dipukul, ditendang, diinjak, atau dilukai dan lain
sebagainya sampai kekerasan psikis seperti kata-kata kasar, mengejek , menghina dan
merendahkan menjadi sesuatu yang dianggap wajar dilakukan oleh senior. Tidak ada Respect
each other (rasa saling menghargai), Padahal ini sama sekali bertolak belakang dengan hakikat,
tujuan dan fungsi MOS atau OSPEK itu sendiri. Bratadharma 2013 dalam Wikipedia,
ensiklopedis bebas) menyatakan bahwa OSPEK adalah pintu untuk memperoleh ilmu dan
Wikipedia April 2014 menulis bahwa rangkaian OSPEK merupakan awal pembentukan watak
bagi manusia baru. Kalau dimaknai apabila awalnya saja sudah tidak bernilai mendidik, maka
sangat mungkin kegiatan yang dilakukan tidak berdampak pada pembentukan pribadi yang
terdidik pula.

Materi yang akan dijadikan bahan pelaksanaan pada masa MOS semestinya disampaikan terlebih
dahulu kepada Guru/ Pengajar atau Kepala Sekolah untuk disaring mana materi yang layak untuk
dijadikan bahan dalam kegiatan dan mana yang tidak. Kalau kegiatan ini dilakukan melalui
tahapan penyampaian proposal, maka ada baiknya materi dilampirkan sebagai bahan untuk
dipelajari dan diketahui oleh penanggung jawab keseluruhan kegiatan. Mungkin bagi sebagian
orang ini dianggap berlebihan. Dengan alasan bahwa panitia pelaksana adalah siswa/ mahasiswa
senior yang dianggap telah mandiri tanpa harus diajari. Ini pendapat yang sama sekali keliru.
Jangan lupa bagaimanapun seniornya mereka tetaplah sebagai peserta didik dalam sebuah
lembaga yang masih memerlukan bimbingan dan arahan dari orang dewasa lainnya dalam hal ini
guru/ Kepala Sekolah.

Pertanyaannya sekarang dimana Kepala Sekolah atau Pimpinan Lembaga? Adakah selama ini
kegiatan yang didominasi oleh organisasi sekolah atau Mahasiswa ini telah diawasi dengan
sungguh-sungguh oleh para Guru atau Pengajar ? Karena apapun alasannya mereka adalah orang
yang bertanggungjawab atas keseluruhan program kegiatan pada satuan pendidikan. Kegiatan
seperti ini tidak bisa diserahkan secara mutlak kepada para siswa, dalam hal ini organisasi
kesiswaan. Mereka masih berstatus peserta didik yang wajib mendapatkan briffing, bimbingan
dari para guru termasuk Kepala Sekolah. Mereka harus diberikan pemahaman tentang ruang
lingkup program kegiatan yang akan dilaksanakan, agar tidak keluar dari tujuan yang telah
ditetapkan dan MOS yang dilaksanakan bernilai mendidik para juniornya. Sehingga menjadi
MOS berkualitas dan bernilai edukasi tinggi.

Lingkungan sekolah siswa yang lama telah ditinggalkan dan mereka berganti dengan lingkungan
sekolah yang baru dengan penghuni dan budaya baru. Oleh karena itu, siswa perlu orientasi.
Dengan orientasi tersebut, siswa akan siap menghadapi lingkungan dan budaya baru di sekolah
yang mungkin berbeda jauh dengan sebelumnya. Kian tinggi jenjang lembaga pendidikan, kian
berat tuntutan yang harus dipenuhi oleh siswa. Daya saing lingkungan baru tersebut relatif lebih
ketat dibandingkan dengan lingkungan sebelumnya. Orientasi siswa baru diharapkan dapat
mengantarkan siswa pada suasana baru yang berbeda dengan sebelumnya. Dengan demikian,
siswa akan menyadari bahwa lingkungan baru di mana dia akan memasukinya, membutuhkan
pikiran, tenaga, dan waktu yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan lingkungan sekolah
sebelumnya.

Yang dimaksud dengan orientasi adalah perkenalan. Perkenalan ini meliputi lingkungan fisik
sekolah dan lingkungan sosial sekolah. Lingkungan fisik sekolah meliputi prasarana dan sarana
sekolah, seperti jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tempat bermain di sekolah, lapangan
olahraga, gedung dan perlengkapan sekolah, serta fasilitas-fasilitas lain yang disediakan di
sekolah. Sedangkan lingkungan sosial sekolah meliputi kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan selain guru, teman sebaya seangkatan, dan siswa senior di sekolah.

Ada baiknya kita bercermin pada sekolah-sekolah yang melaksanakan kegiatan MOS dengan
melihat aspek kebutuhan peserta didik. Misalnya ada sekolah yang memprogramkan kegiatan
ESQ (Emosional Spiritual Question). Kalau kita cermati bukankah kegiatan ini sangat baik untuk
menanamkan akhlak atau budipekerti mulia pada jiwa peserta didik. Mereka adalah calon
generasi yang diharapkan tidak saja cerdas dari segi pengetahuan tetapi juga cerdas perilaku/
akhlak dan spiritualnya. Bukankah ini tujuan pendidikan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia.
Ada lagi sekolah yang dalam masa orientasinya mengenalkan berbagai sarana/ media
pembelajaran di sekolah dimana mereka akan dididik oleh para guru. Para siswa boleh belajar
atau mencoba menggunakan alat-alat tersebut selama masa orientasi. Tentu saja dibawah
bimbingan senior mereka dan pengawasan para guru.Bukankah kegiatan seperti ini lebih
bermakna dan mendidik? Kalaupun ada kegiatan game ringan hendaknya lebih bernilai
pendidikan bukan sekedar game seru-seruan oleh senior.

Dalam hal pemberian hukuman (punishman) juga perlu dipertimbangkan jenis hukuman yang
diberikan sekali lagi harusnya mendidik . Kekerasan (bully) baik secara fisik atau psikis tidaklah
dibenarkan juga bertentangan dengan harkat dan martabat sebagai manusia yang harusnya
dihormati dan dijunjung tinggi. Sekali lagi harus ada pengawasan dari para guru atau pengajar di
sekolah.

Banyak kalangan ahli yang sudah mulai dengan serius mempertanyakan perlu tidaknya MOS
tetap diberlakukan di sekolah-sekolah. Bahkan beberapa diantaranya meminta agar kegiatan ini
dihentikan/ dihapuskan. Karena banyaknya peristiwa kekerasan dan pola-pola kegiatan yang
tidak bernilai mendidik. Tetapi di satu sisi program ini juga diperlukan untuk mengenalkan
lingkungan sekolah yang mereka setiap hari akan menuntut ilmu di sana. Akhirnya kekerasan
apapun bentuknya sesungguhnya telah merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan yang
dalam undang-undang harus dijunjung tinggi dan dilindungi.

Anda mungkin juga menyukai