Selamat! Anda telah menyelesaikan asesmen pra program. Semoga Bapak dan Ibu sudah siap
untuk sama-sama belajar.
Pada topik ini, Anda akan lebih jauh mengenal dan memahami mengenai Asesmen Nasional.
Melalui penjelasan pada fase orientasi, apa yang dapat Anda simpulkan mengenai Asesmen
Nasional?
Ya, benar. Asesmen Nasional adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah,
dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Mutu satuan pendidikan dinilai
berdasarkan hasil belajar siswa yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas
proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-
informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum
(AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Untuk mendapatkan informasi yang tepat, Anda perlu membandingkan beberapa hal penting
mengenai Ujian Nasional dan Asesmen Nasional terlebih dahulu.
Berikut penjelasan setiap poin pembeda AN dan UN:
1. Tujuan penyelenggaraan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional tidak sama. Seperti yang
telah dijelaskan pada topik dan aktivitas sebelumnya, Asesmen Nasional bertujuan untuk
mengevaluasi mutu sistem pendidikan di Indonesia, sedangkan Ujian Nasional bertujuan untuk
mengevaluasi capaian hasil belajar siswa secara individu.
2. AN diberlakukan untuk semua jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama,
dan pendidikan menengah atas. Ini termasuk MI, MTS dan MAN, serta program kesetaraan.
Sementara UN berlaku mulai jenjang pendidikan menengah pertama dan atas saja.
3. Asesmen Nasional tidak diselenggarakan pada akhir jenjang pendidikan sebagaimana
Ujian Nasional, melainkan di tengah jenjang pendidikan. Yaitu pada kelas 5, 8, 11. Hal ini
dilakukan untuk mendorong guru dan sekolah melakukan tindak lanjut perbaikan mutu
pembelajaran setelah mendapatkan hasil laporan AN. Jadi bukan sekedar untuk mengetahui
capaian hasil belajar siswa sebagai salah satu syarat kelulusan.
4. Pada pelaksanaannya, Asesmen Nasional menggunakan metode survei. Metode survei
dilakukan dengan mengambil sampel siswa diambil secara acak dari setiap sekolah. Berbanding
terbalik dengan Ujian Nasional yang menggunakan metode sensus dimana semua siswa di
seluruh Indonesia wajib mengikutinya.
5. Model soal asesmen yang diberikan dalam AN lebih bervariasi bukan sekedar pilihan
ganda dan uraian singkat sebagaimana yang diberikan dalam UN.
6. Salah satu komponen hasil belajar murid yang diukur pada asesmen nasional adalah
literasi membaca dan numerasi. Asesmen ini disebut sebagai Asesmen Kompetensi Minimum
(AKM) karena mengukur kompetensi mendasar atau minimum yang diperlukan individu untuk
dapat hidup secara produktif di masyarakat. Sementara Ujian Nasional berbasis mata pelajaran
yang memotret hasil belajar murid pada mata pelajaran tertentu. Hal inilah yang terkadang
memberi kesan mata pelajaran yang penting dan kurang penting dalam pendidikan. Dalam hal
ini, AKM memotret kompetensi mendasar yang diperlukan untuk sukses pada berbagai mata
pelajaran.
7. Metode penilaian AN dan UN pun berbeda meskipun keduanya berbasis komputer. AN
menggunakan metode penilaian Computerized Multistage Adaptive Testing (MSAT). MSAT ialah
metode penilaian yang mengadopsi tes adaptif, dimana setiap siswa dapat melakukan tes sesuai
level kompetensinya.
Bapak dan Ibu telah membandingkan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Sebagai tanggapan
atas pemberlakuan Asesmen Nasional, berbagai respons pun muncul dari sejumlah pihak
mengenai kebijakan ini. Apakah kebijakan ini hanya sekedar penggantian nama semata?
Menurut Anda, apakah Asesmen Nasional merupakan pengganti Ujian Nasional?
Benar. Asesmen Nasional bukan pengganti Ujian Nasional. Selain dari teknis pelaksanaannya,
cakupan Asesmen Nasional berbeda jika dibandingkan dengan Ujian Nasional. Asesmen
Nasional lebih memberikan gambaran yang lebih utuh dan luas mengenai mutu pendidikan,
bukan hanya secara kognitif, namun juga karakter dan iklim belajar.
Evaluasi Ujian Nasional
Berdasarkan penjelasan pada aktivitas sebelumnya, Bapak dan Ibu telah membandingkan
Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Kebijakan pelaksanaan Asesmen Nasional juga berangkat
dari evaluasi yang dilakukan terhadap Ujian Nasional yang telah berlangsung selama ini. Ujian
Nasional menjadi lebih berorientasi pada pencapaian hasil belajar individu dan pembelajaran
yang berorientasi pada ujian. Sasaran kompetensi yang diharapkan sebagai perbaikan mutu
pendidikan sendiri seringkali terabaikan. Selain itu, beberapa poin evaluasi berikut ini juga
menjadi pertimbangan untuk menghentikan pelaksanaan Ujian Nasional dan menetapkan
penyelenggaraan Asesmen Nasional.
Pertama, Butir-butir soal UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, sehingga input dan
proses pembelajaran kurang dapat tergambarkan dengan baik. Hal ini belum sejalan dengan
tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta
kompetensi lain yang relevan dengan Abad 21, sebagaimana tercermin pada Kurikulum 2013.
Harapan untuk mengevaluasi keterampilan siswa dalam menerapkan pengetahuan serta konsep
melalui berbagai konteks kehidupan, serta menunjukan karakter sebagaimana yang diharapkan
dalam profil pelajar pancasila belum lengkap dilakukan melalui UN saja.
Kedua, UN kurang dapat dimanfaatkan guru untuk memperbaiki pembelajaran pada subjek
siswa yang sama. Asesmen Nasional dirancang untuk memberi dorongan lebih kuat ke arah
pengajaran yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan kompetensi, termasuk di
dalamnya kemampuan bernalar.
Ketiga, UN kurang optimal sebagai alat untuk mengevaluasi mutu pendidikan secara nasional.
Hal ini disebabkan UN diterapkan di akhir jenjang pendidikan lebih sebagai assessment of
learning yang mengukur capaian akhir, bukan sebagai sebagai assessment for learning, yang
mengukur proses pembelajaran. Hasil UN tidak bisa digunakan untuk mengakomodir kebutuhan
belajar yang diperlukan siswa.
Pemberlakuan Asesmen Nasional ini merupakan sinyalemen yang kuat dari pemerintah untuk
terus memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Dan dari ketiga poin tersebut, maka
sesungguhnya yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi Asesmen Nasional adalah
pemahaman mengenai tujuan dan manfaat Asesmen Nasional, serta implikasinya pada
perubahan praktik dan strategi pembelajaran di kelas. Siswa, guru, orangtua, kepala satuan
pendidikan tidak lagi direkomendasikan untuk berlatih soal-soal persiapan AKM sebagaimana
penilaian yang berbasis ujian.
Petunjuk dan Teknis Pelaksanaan Asesmen
Nasional
Bapak Ibu telah memahami pentingnya penerapan Asesmen Nasional terkait perbaikan mutu
pendidikan. Lalu, bagaimana dengan teknis pelaksanaan Asesmen Nasional?
Pada aktivitas ini, Anda akan mempelajari penjelasan tentang petunjuk dan teknis pelaksanaan
Asesmen Nasional. Silakan Anda cermati infografik berikut ini.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Anda telah melihat perbedaan teknis pelaksanaan Asesmen
Nasional dengan Ujian Nasional? Teknis pelaksanaan mana yang menurut Anda paling
mendasar? Menurut Anda, mengapa perubahan tersebut diperlukan dalam Asesmen Nasional?
Hal ini terkait dengan tujuan dan fungsi Asesmen Nasional. Asesmen Nasional tidak digunakan
untuk menentukan kelulusan menilai prestasi siswa sebagai seorang individu. Evaluasi hasil
belajar setiap individu siswa menjadi kewenangan pendidik. Pemerintah melalui Asesmen
Nasional melakukan evaluasi sistem. Asesmen Nasional merupakan cara untuk memotret dan
memetakan mutu sekolah dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, tidak semua
siswa perlu menjadi peserta dalam Asesmen Nasional. Yang diperlukan adalah informasi dari
sampel yang mewakili populasi siswa di setiap sekolah pada jenjang kelas yang menjadi target
dari Asesmen Nasional.
Mengapa yang menjadi sampel adalah siswa kelas V, VIII dan XI?
Perlu diketahui, selain peserta didik, Asesmen Nasional juga akan diikuti oleh semua guru dan
kepala sekolah di setiap satuan pendidikan. Informasi dari peserta didik, guru, dan kepala
sekolah diharapkan memberi informasi yang lengkap tentang kualitas proses dan hasil belajar di
setiap satuan pendidikan. Sementara Asesmen Kompetensi Minimum untuk pendidikan
kesetaraan berfungsi sebagai ujian kesetaraan.
Bentuk soal Asesmen Nasional AKM, terdiri dari pilihan ganda, pilihan ganda kompleks,
menjodohkan, isian singkat dan uraian.
1. Pilihan ganda, siswa hanya dapat memilih satu jawaban benar dalam satu soal.
2. Pilihan ganda kompleks, siswa dapat memilih lebih dari satu jawaban benar dalam satu
3. Menjodohkan, siswa menjawab dengan dengan cara menarik garis dari satu titik ke titik
lainnya yang merupakan pasangan pertanyaan dengan jawabannya.
4. Isian singkat, siswa dapat menjawab berupa bilangan, kata untuk menyebutkan nama
benda, tempat, atau jawaban pasti lainnya.
5. Uraian, siswa menjawab soal berupa kalimat-kalimat untuk menjelaskan jawabannya.
Murid kelas V akan mengerjakan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi membaca
dan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi numerasi. Sedangkan siswa kelas VIII dan XI akan
mengerjakan 36 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi membaca dan 36 butir soal
untuk mengukur kompetensi numerasi.
AKM dilaksanakan secara adaptif, sehingga setiap siswa akan menempuh soal yang sesuai
dengan tingkat kemampuan siswa itu sendiri. AKM mengukur kompetensi mendasar yang perlu
dipelajari semua siswa tanpa membedakan peminatannya. Oleh karena itu seluruh siswa akan
mendapat soal yang mengukur kompetensi yang sama. Keunikan konteks beragam materi
kurikulum lintas mata pelajaran dan peminatan tercermin dalam ragam stimulus soal-soal AKM.
Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari,
menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan
menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi,
serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.
Literasi membaca dan menulis, tidak seperti sebutannya, mencakup kemampuan yang lebih dari
sekedar mampu mengeja kalimat dan menuliskannya. Literasi membaca dan menulis, perlu
dikembangkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih bermakna terkait berbagai cakupan
dan konteks kehidupan. Di dalam lingkungan satuan pendidikan, kompetensi literasi yang terus
berkembang memungkinkan siswa untuk dapat menggunakannya dalam berbagai mata
pelajaran.
Selanjutnya Bapak dan Ibu dapat melanjutkan ke aktivitas berikutnya untuk mengenali
bagaimana Asesmen Kompetensi Minimum literasi membaca diterapkan.
Mengenal Asesmen Kompetensi Minimum
Literasi Membaca
Asesmen Kompetensi Minimum merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan
oleh semua siswa untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada
masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM, yaitu literasi membaca dan
numerasi.
Pada topik ini, Bapak dan Ibu guru akan mempelajari lebih jauh mengenai Asesmen Literasi
Membaca yang berlaku untuk Asesmen Kompetensi Minimum yang akan diberikan pada siswa.
Dalam penilaiannya asesmen literasi membaca tidak hanya mengukur topik atau konten tertentu
tetapi berbagai konten, berbagai konteks dan pada beberapa tingkat proses kognitif.
Konten pada Literasi Membaca menunjukkan jenis teks yang digunakan, dalam hal ini dibedakan
dalam dua kelompok yaitu teks informasi dan teks fiksi. Kemudian, tingkat proses kognitif
menunjukkan proses berpikir yang dituntut atau diperlukan untuk dapat menyelesaikan masalah
atau soal. Pada Literasi Membaca, level tersebut adalah menemukan informasi, interpretasi dan
integrasi serta evaluasi dan refleksi. Sedangkan konteks menunjukkan aspek kehidupan atau
situasi untuk konten yang digunakan. Konteks pada AKM dibedakan menjadi tiga, yaitu
personal, sosial budaya, dan saintifik.
Untuk mempermudah Bapak dan Ibu memahami penilaian asesmen literasi membaca silakan cek
infografis berikut:
Menganalisis Tahap Asesmen Literasi
Membaca Tingkat SMA
Selanjutnya, Bapak dan Ibu akan berlatih menganalisis tahap asesmen pada tingkat SMA. Pada
tingkat SMA terdapat 2 level pembelajaran, mari kita pelajari setiap level pembelajaran yang ada
pada tingkat SMA.
Pada level pembelajaran 1 untuk kelas 9 dan 10, siswa akan belajar sesuai tingkat kognitif pada
literasi membaca hanya saja siswa pada kelas 9 dan 10 akan menggunakan konten yang terus
meningkat sesuai dengan jenjangnya. Siswa akan memahami teks secara literal dan menyusun
inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak. Siswa juga
menilai format penyajian dalam teks dan merefleksi isi wacana untuk pengambilan keputusan,
menetapkan pilihan, dan mengaitkan isi teks terhadap pengalaman pribadi Bapak dan Ibu juga
dapat melihat penjelasan yang lebih lengkap melalui link Level Pembelajaran 1 Literasi Membaca
Teks Fiksi dan Level Pembelajaran 1 Literasi Membaca Teks Informasi
Pada level pembelajaran 2 untuk kelas 11 dan 12, sama seperti level pembelajaran 1 siswa juga
akan belajar sesuai tingkat kognitif pada literasi membaca hanya saja siswa pada kelas 11 dan 12
akan menggunakan konten yang terus meningkat sesuai dengan jenjangnya. Siswa akan
memahami teks secara literal dan menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik teks
tunggal maupun teks jamak. Siswa juga menilai format penyajian dalam teks dan merefleksi
asumsi, ideologi, atau nilai yang terkandung dari teks sastra atau teks informasi untuk
memahami cara pandang penulis sesuai jenjangnya. Bapak dan Ibu juga dapat melihat
penjelasan yang lebih lengkap melalui link Level Pembelajaran 2 Literasi Membaca Teks
Fiksi dan Level Pembelajaran 2 Literasi Membaca Teks Informasi
Konsep Numerasi
Numerasi termasuk dalam kompetensi yang paling mendasar yang ingin dievaluasi dalam
Asesmen Kompetensi Minimum. Sebelum membahas lebih jauh mengenai asesmen numerasi
dalam AKM, Bapak dan Ibu perlu meninjau kembali apa yang dimaksud dengan numerasi.
Pada Numerasi, konten dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu Bilangan, Pengukuran dan
Geometri, Data dan Ketidakpastian, serta Aljabar. Kemudian, tingkat proses kognitif
menunjukkan proses berpikir yang dituntut atau diperlukan untuk dapat menyelesaikan masalah
atau soal. Pada Numerasi, ketiga level tersebut adalah pemahaman, penerapan, dan penalaran.
Sedangkan konteks menunjukkan aspek kehidupan atau situasi untuk konten yang digunakan.
Konteks pada AKM dibedakan menjadi tiga, yaitu personal, sosial budaya, dan saintifik.
Untuk mempermudah Bapak dan Ibu memahami penilaian asesmen literasi membaca silakan cek
infografis berikut:
Mengidentifikasi 4 Kategori Tingkat
Penguasaan Kompetensi
Anda telah sampai pada topik yang terakhir dari Bimtek Guru Belajar Seri Asesmen Kompetensi
Minimum. Pada topik-topik sebelumnya Anda telah memahami mengenai konsep Asesmen
Nasional, teknis pelaksanaannya, AKM sebagai bagian dari AN, serta memahami contoh-contoh
butir soal AKM literasi membaca dan numerasi. Sekarang Anda akan menggali pemahaman
mengenai apa yang terjadi setelah Asesmen Kompetensi Minimum dilaksanakan.
Tahap lanjutan setelah pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum adalah tahap Pelaporan
hasil asesmen. Sesuai dengan tujuannya, Asesmen Kompetensi Minimum dirancang untuk
memberikan informasi mengenai tingkat kompetensi dasar siswa, berupa kompetensi literasi
membaca dan numerasi.
Dari laporan hasil Asesmen Kompetensi tersebut, satuan pendidikan dapat melihat tingkat
penguasaan kompetensi siswanya. Penguasaan kompetensi literasi membaca dan numerasi
siswa dikategorikan dalam 4 tingkatan. Untuk lebih memahami penjelasan kompetensi pada
setiap kategori, Anda dapat membaca infografik berikut ini
Tingkat kompetensi tersebut dapat dimanfaatkan guru berbagai mata pelajaran untuk
menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat kompetensi
siswa. Dengan demikian “Teaching at the right level” dapat diterapkan. Pembelajaran yang
dirancang dengan memperhatikan tingkat capaian siswa akan memudahkan siswa menguasai
konsep, keterampilan dan konten yang diharapkan pada suatu mata pelajaran. Anda dapat
membaca informasi selengkapnya pada tautan berikut ini AKM dan Implikasinya pada
Pembelajaran
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik, misalnya
mampu melakukan tugas atau pekerjaan secara efektif. Kompetensi juga mencakup
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal, atau bahkan
keterampilan yang jauh lebih besar dan lebih beragam. Misalnya memimpin organisasi.
Implikasi tingkat kompetensi pada pembelajaran dapat dilihat melalui contoh mata pelajaran IPS
berikut ini. Disajikan bacaan berisi materi baru mengenai koperasi: menjelaskan definisi, fungsi,
manfaat dan beragam contoh baik. Guru diharapkan menyesuaikan pembelajarannya sesuai
tingkat kompetensi murid. Misalnya:
1. Murid di tingkat Perlu Intervensi Khusus belum mampu memahami isi bacaan, murid
hanya mampu membuat interpretasi sederhana. Guru IPS tidak cukup bertumpu pada materi
bacaan tersebut. Murid perlu diberi bahan belajar lain secara audio, visual dan pendampingan
khusus.
2. Murid di tingkat Dasar telah mampu mengambil informasi dari teks, namun tidak
memahami secara utuh isi topik koperasi. Murid dapat diberi sumber belajar pendamping dalam
bentuk catatan singkat atau simpulan untuk pemahaman yang utuh.
3. Murid di tingkat Cakap mampu memahami dengan baik isi teks mengenai koperasi,
namun belum mampu merefleksi. Murid dapat diberi pembelajaran identifikasi kondisi
lingkungan murid, mengaitkan dengan fungsi dan manfaat koperasi.
4. Murid di tingkat Mahir mampu memahami isi bacaan dan merefleksi kegunaan koperasi
dari teks yang diberikan oleh guru. Guru dapat melakukan pembelajaran berupa menyusun
beragam strategi pemanfaatan koperasi.
Untuk melihat contoh-contoh ragam strategi pembelajaran berdasarkan kategori tingkat
penguasaan kompetensi, Anda dapat membaca lebih jauh pada tautan berikut ini AKM dan
Implikasinya pada Pembelajaran
Contoh praktik baik berikut ini, akan memberikan gambaran pada Bapak dan Ibu bagaimana
praktik pembelajaran yang berbasis kompetensi. Selain itu contoh berikut ini juga memberikan
gambaran bagaimana literasi dan numerasi terintegrasi dalam pembelajaran.
Asesmen seringkali dipersepsikan sebagai upaya menentukan nilai murid. Tidak heran apabila
banyak dari kita yang berusaha keras melakukan upaya agar nilai murid kita setinggi mungkin.
Nilai murid menjadi sasaran kinerja. Padahal peran asesmen yang pertama dan utama bukan lah
menentukan nilai murid.
Peran pertama dan utama asesmen harus dilihat sebagai bagian dari proses pembelajaran yang
utuh. Kerangka yang sering digunakan adalah segitiga belajar yang mengkaitkan antara
asesmen, kurikulum dan pembelajaran. Segitiga belajar membantu kita tidak melihat asesmen,
kurikulum dan pembelajaran sebagai aspek yang berdiri sendiri. Guru dan pemimpin sekolah
dapat melakukan penyelarasan antar 3 aspek yang menentukan pengalaman belajar murid.
Dalam segitiga belajar, maka makna masing-masing segi adalah sebagai berikut:
Kurikulum: Seperangkat kompetensi yang penting dikuasai murid dengan menggunakan cara
belajar dan asesmen tertentu. Pengembangan kurikulum, selain mengacu pada tantangan dunia
nyata, hendaknya mengacu pada hasil asesmen dan refleksi praktik pembelajaran.
Pembelajaran: Serangkaian aktivitas yang dirancang dan dilakukan di ruang kelas berdasarkan
kompetensi awal murid yang diketahui dari hasil asesmen dan untuk mencapai sasaran
kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Pembelajaran memadukan informasi dari
asesmen dengan informasi dari kurikulum. Keseimbangan antara paduan tersebut yang akan
menghasilkan pembelajaran yang optimal.
Asesmen: Proses mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan sejumlah informasi yang terkait
pencapaian kondisi murid dan penguasaan suatu kompetensi tertentu. Asesmen diagnosis:
asesmen di awal untuk merancang strategi pembelajaran. Asesmen formatif: asesmen sepanjang
proses belajar untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian pembelajaran. Asesmen sumatif:
asesmen di akhir untuk menentukan level penguasaan kompetensi oleh murid.
Pemahaman terhadap segitiga belajar akan membawa kita pada kebutuhan membaca laporan
Asesmen Kompetensi Minimum dan menggunakannya untuk perbaikan kualitas pembelajaran.
Bagaimana cara membaca dan menggunakannya? Pelajari topik modul berikutnya.