Anda di halaman 1dari 42

https://hasilun.puspendik.kemdikbud.go.

id/a
km/

Apa Pentingnya Asesmen Nasional?


Pada aktivitas sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Asesmen Nasional perlu dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Pertanyaannya, mutu pendidikan seperti apa yang
diharapkan? Apakah mutu pendidikan dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional saja seperti
yang selama ini terjadi?
Peningkatan mutu sistem pendidikan tidak hanya berorientasi pada pencapaian siswa dalam
menguasai materi pelajaran dan nilai ujian akhir, apapun sebutannya. Keberhasilan sistem
pendidikan lebih difokuskan pada pencapaian kompetensi siswa yang meliputi
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Terlebih pada era transformasi pendidikan abad ke-
21, dimana arus perubahan menuntut siswa menguasai berbagai kecakapan hidup yang
esensial untuk menghadapi berbagai tantangan abad ke-21 dimana siswa memiliki
kecakapan belajar dan berinovasi, kecakapan menggunakan teknologi informasi, kecakapan
hidup untuk bekerja dan berkontribusi pada masyarakat.

Pertanyaannya, bagaimana cara mengukur kompetensi tersebut? Ya, menggunakan


Asesmen Nasional. Asesmen Nasional diberlakukan sebagai alat ukur untuk mengetahui
ketercapaian kompetensi yang harus dikuasai siswa. Asesmen Nasional tidak hanya
memotret hasil belajar kognitif siswa, sebagaimana yang terjadi dalam Ujian Nasional
namun juga memotret hasil belajar sosial emosional. Termasuk di dalamnya sikap, nilai,
keyakinan, serta perilaku yang dapat memprediksi tindakan dan kinerja siswa di berbagai
konteks yang relevan. 
Selain tuntutan kecakapan abad 21, profil pelajar Pancasila juga menjadi rujukan pencapaian
karakter bagi seluruh siswa di Indonesia. Bahkan profil pelajar pancasila ini sudah
merangkum serangkaian kecakapan hidup abad 21. Karakter pelajar Pancasila yang ingin
dicapai oleh siswa yaitu:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
2. Berkebhinekaan global
3. Mandiri
4. Bernalar kritis 
5. Kreatif
6. Gotong royong

Silakan membaca penjelasan lebih rinci mengenai profil pelajar Pancasila melalui tautan
berikut ini Profil Pelajar Pancasila
Untuk itu, penting bagi guru dan siswa untuk mengadopsi proses pembelajaran yang
berfokus pada pengembangan kompetensi. Pencapaian kompetensi siswa dapat diukur dari
pemahaman konsep, dan keterampilan menerapkan konsep dalam berbagai konteks.
Dengan demikian, siswa tidak hanya menguasai konten semata, tetapi lebih menguasai
pemahaman secara mendalam terhadap konsep yang dapat diterapkan di berbagai konteks
kehidupan. Hal ini yang diharapkan sebagai peningkatan hasil pembelajaran siswa. Capaian
kompetensi siswa secara holistik inilah yang ingin dievaluasi melalui Asesmen Nasional.
Bagaimana keterkaitan Asesmen Nasional dengan kecakapan abad 21 dan profil pelajar
Pancasila? Simak penjelasannya pada materi yang telah disediakan berikut ini. 
Selamat Datang!
Anda telah menyelesaikan program Orientasi. Sekarang Bapak dan Ibu telah berada pada
tahap kedua, yaitu Bimtek Guru Belajar Seri Asesmen Kompetensi Minimum. Selamat
datang! Apakah Anda telah siap untuk belajar?

Pada program ini, Anda akan belajar mengenai:

Program ini akan efektif bila Anda:

1. Mengikuti instruksi pembelajaran dengan teliti


2. Mempelajari secara seksama semua konsep 
3. Mengisi kuis dan diskusi dengan sebenar-benarnya
4. Melakukan latihan secara mandiri dan berkala 
Anda sudah mengetahui tujuan dan cara efektif mengikuti program. Setelah ini, Anda akan
melakukan Asesmen Pra Program untuk mengetahui kemampuan awal Anda sebelum
mengikuti proses belajar. Silakan lanjut ke aktivitas berikutnya.  
Asesmen Pra Program Bimtek Guru Belajar
Seri Asesmen Kompetensi Minimum
Sebelum memulai proses belajar, Anda diharapkan mengisi Asesmen Pra Program yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman awal Anda. Untuk itu, Anda diminta
menjawab sesuai dengan kemampuan Anda. Anda akan diberikan soal-soal pilihan ganda
yang terdiri atas 30 soal. Silakan memilih jawaban menurut Anda paling tepat. 

Bagaimana jika hasil asesmen pra kurang maksimal? Tidak perlu khawatir bila mendapat
hasil yang kurang memuaskan. Pada akhir program, Anda akan mengisi kembali kuis ini
pada aktivitas Asesmen Pasca Program. Anda dapat membandingkan hasil yang diperoleh
antara asesmen pra dengan asesmen pasca. Dengan demikian, Anda dapat mengukur
perkembangan proses belajar secara mandiri. Sudah siap? Mari, kita mulai! 

Konsep asesmen nasional

Pengantar
Selamat! Anda telah menyelesaikan asesmen pra program. Semoga Bapak dan Ibu sudah
siap untuk sama-sama belajar.

Pada topik ini, Anda akan lebih jauh mengenal dan memahami mengenai Asesmen
Nasional. Melalui penjelasan pada fase orientasi, apa yang dapat Anda simpulkan mengenai
Asesmen Nasional? 

Ya, benar. Asesmen Nasional adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah,
madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Mutu satuan
pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar siswa yang mendasar (literasi, numerasi, dan
karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang
mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen
utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan
Belajar.

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang mengukur kompetensi mendasar literasi


membaca dan numerasi siswa. 
2. Survei Karakter yang mengukur sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang
mencerminkan karakter siswa
3. Survei Lingkungan Belajar yang mengukur kualitas berbagai aspek input dan proses
belajar-mengajar di kelas maupun di tingkat sekolah.
Seiring disosialisasikannya Asesmen Nasional, telah banyak respons yang disampaikan
terkait konsep dan pelaksanaannya. Siswa, orangtua, guru, bahkan kepala sekolah mulai
gelisah terkait penghapusan Ujian Nasional dan pemberlakuan Asesmen Nasional. Untuk
menghindari hal itu, pemahaman yang utuh dan menyeluruh mengenai Asesmen Nasional
pun perlu terus disebarluaskan. Apakah Anda sependapat? 

Sekarang, Anda dapat melanjutkan ke aktivitas berikutnya untuk mendapatkan pemahaman


lebih jauh. Tandai selesai lalu lanjutkan.

Tujuan dan Manfaat Asesmen Nasional


Perubahan sistem evaluasi dari Ujian Nasional ke Asesmen Nasional merupakan upaya
untuk memperbaiki kualitas pendidikan secara menyeluruh. Asesmen Nasional dirancang
untuk menghasilkan informasi akurat untuk memperbaiki kualitas belajar-mengajar, yang
pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar siswa. 

1. Asesmen Nasional menghasilkan informasi untuk memantau: (a) perkembangan


mutu dari waktu ke waktu, dan (b) kesenjangan antar bagian di dalam sistem
pendidikan (misalnya di satuan pendidikan: antara kelompok sosial ekonomi, di
satuan wilayah antara sekolah negeri dan swasta, antar daerah, ataupun antar
kelompok berdasarkan atribut tertentu). 
2. Asesmen Nasional bertujuan untuk menunjukkan apa yang seharusnya menjadi
tujuan utama sekolah, yakni pengembangan kompetensi dan karakter siswa. 
3. Asesmen Nasional juga memberi gambaran tentang karakteristik esensial sebuah
sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan utama tersebut. Hal ini diharapkan dapat
mendorong sekolah dan Dinas Pendidikan untuk memfokuskan sumber daya pada
perbaikan mutu pembelajaran.
Maka dari itu, hasil Asesmen Nasional sendiri diharapkan mampu memberikan manfaat,
bukan sekedar nilai belaka. Pada tahun 2021, Mendikbud telah menyatakan bahwa hasil
Asesmen Nasional dimaksudkan sebagai peta awal mutu sistem pendidikan secara nasional.
Asesmen Nasional tidak akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja sekolah maupun
daerah.

Evaluasi Ujian Nasional


Berdasarkan penjelasan pada aktivitas sebelumnya, Bapak dan Ibu telah membandingkan
Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Kebijakan pelaksanaan Asesmen Nasional juga
berangkat dari evaluasi yang dilakukan terhadap Ujian Nasional yang telah berlangsung
selama ini. Ujian Nasional menjadi lebih berorientasi pada pencapaian hasil belajar individu
dan pembelajaran yang berorientasi pada ujian. Sasaran kompetensi yang diharapkan
sebagai perbaikan mutu pendidikan sendiri seringkali terabaikan. Selain itu, beberapa poin
evaluasi berikut ini juga menjadi pertimbangan untuk menghentikan pelaksanaan Ujian
Nasional dan menetapkan penyelenggaraan Asesmen Nasional. 

Pertama, Butir-butir soal UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, sehingga input
dan proses pembelajaran kurang dapat tergambarkan dengan baik. Hal ini belum sejalan
dengan tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
serta kompetensi lain yang relevan dengan Abad 21, sebagaimana tercermin pada
Kurikulum 2013. Harapan untuk mengevaluasi keterampilan siswa dalam menerapkan
pengetahuan serta konsep melalui berbagai konteks kehidupan, serta menunjukan karakter
sebagaimana yang diharapkan dalam profil pelajar pancasila belum lengkap dilakukan
melalui UN saja.

Kedua, UN kurang dapat dimanfaatkan guru untuk memperbaiki pembelajaran pada subjek
siswa yang sama. Asesmen Nasional dirancang untuk memberi dorongan lebih kuat ke arah
pengajaran yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan kompetensi, termasuk di
dalamnya kemampuan bernalar.

Ketiga, UN kurang optimal sebagai alat untuk mengevaluasi mutu pendidikan secara
nasional. Hal ini disebabkan UN diterapkan di akhir jenjang pendidikan lebih
sebagai assessment of learning yang mengukur capaian akhir, bukan sebagai
sebagai assessment for learning, yang mengukur proses pembelajaran. Hasil UN tidak bisa
digunakan untuk mengakomodir kebutuhan belajar yang diperlukan siswa. 
Pemberlakuan Asesmen Nasional ini merupakan sinyalemen yang kuat dari pemerintah
untuk terus memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Dan dari ketiga poin tersebut,
maka sesungguhnya yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi Asesmen Nasional adalah
pemahaman mengenai tujuan dan manfaat Asesmen Nasional, serta implikasinya pada
perubahan praktik dan strategi pembelajaran di kelas. Siswa, guru, orangtua, kepala satuan
pendidikan tidak lagi direkomendasikan untuk berlatih soal-soal persiapan AKM
sebagaimana penilaian yang berbasis ujian.

Daftar Tanya Jawab Kebijakan Ujian Nasional (UN)


 
Apa kebijakan baru tentang UN?
 
Jawab:
Mulai tahun 2021 UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Kedua
asesmen baru ini dirancang khusus untuk fungsi pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan secara
nasional.
 
 
Mengapa 2020 akan menjadi tahun terakhir bagi UN?
 
Jawab:
Pertama, UN lebih banyak berisi butir-butir yang mengukur kompetensi berpikir tingkat rendah. Hal ini
tidak sejalan dengan tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
serta kompetensi lain yang lebih relevan dengan Abad 21, sebagaimana tercermin pada Kurikulum 2013.
 
Kedua, UN kurang mendorong guru menggunakan metode pengajaran yang efektif untuk
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Asesmen kompetensi pengganti UN akan dirancang
memberi dorongan lebih kuat ke arah pengajaran yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan
penalaran, bukan hafalan.
 
Ketiga, UN kurang optimal sebagai alat untuk memperbaiki mutu pendidikan secara nasional. Karena
dilangsungkan di akhir jenjang, hasil UN tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar
siswa dan memberi bantuan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
 
 
Apa akan mengganti UN?
 
Jawab:
Asesmen kompetensi pengganti UN mengukur kompetensi bernalar yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah di berbagai konteks, baik personal maupun profesional (pekerjaan). Saat ini
kompetensi apa saja yang akan diukur masih dikaji, namun contohnya adalah kompetensi bernalar
tentang teks (literasi) dan angka (numerasi).
 
Selain itu, Kemdikbud juga akan melakukan survei untuk mengukur aspek-aspek lain yang
mencerminkan penerapan Pancasila di sekolah. Hal ini mencakup aspek-aspek karakter siswa (seperti
karakter pembelajar dan karakter gotong royong) dan iklim sekolah (misalnya iklim kebinekaan, perilaku
bullying, dan kualitas pembelajaran).
Karena fungsi utamanya adalah sebagai alat pemetaan mutu, asesmen kompetensi dan survei
pembinaan Pancasila ini belum tentu dilaksanakan setiap tahun, dan belum tentu harus diikuti oleh
semua siswa.
 
Tanpa UN, bukankah siswa kurang termotivasi untuk belajar?
 
Jawab:
Menggunakan ancaman ujian untuk mendorong belajar akan berdampak negatif pada karakter siswa.
Jika dilakukan terus menerus, siswa justru akan menjadi malas belajar jika tidak ada ujian. Dengan kata
lain, siswa menjadi terbiasa belajar sekedar untuk mendapat nilai baik dan menghidari nilai jelek. Hal ini
membuat siswa lupa akan kenikmatan intrinsik yang bisa diperoleh dari proses belajar itu sendiri.
Padahal, motivasi belajar intrinsik inilah yang justru sangat perlu dikembangkan agar siswa agar menjadi
pembelajar sepanjang hayat.
 
 
Tanpa UN, apakah siswa tidak menjadi orang yang kurang gigih?
 
Jawab:
UN adalah alat untuk melakukan monitoring dan evaluasi mutu sistem pendidikan. Fungsi UN bukan
untuk melatih keuletan atau kegigihan. Sifat-sifat ini tidak dapat dibentuk secara instan di akhir jenjang
pendidikan melalui ancaman ketidaklulusan atau nilai buruk. Sifat seperti kegigihan hanya dapat
ditumbuhkan melalui proses belajar yang memberi berbagai tantangan bermakna secara berkelanjutan.
Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa membuat sifat seperti kegigihan menjadi bagian dari karakter
siswa.
 
 
Mengapa hanya difokuskan pada literasi dan numerasi?
 
Jawab:
Literasi dan numerasi adalah kompetensi yang sifatnya general dan mendasar. Kemampuan berpikir
tentang, dan dengan, bahasa serta matematika diperlukan dalam berbagai konteks, baik personal, sosial,
maupun profesional. Dengan mengukur kompetensi yang bersifat mendasar (bukan konten kurikulum
atau pelajaran), pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa guru diharapkan berinovasi
mengembangkan kompetensi siswa melalui berbagai pelajaran melalui pengajaran yang berpusat pada
siswa.
 
 
Apakah berarti pelajaran selain bahasa dan matematika tidak penting?
 
Jawab:
Fokus asesmen adalah kompetensi berpikir, sehingga hasil pengukuran tidak sekedar mencerminkan
prestasi akademik pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika saja. Literasi dan numerasi justru bisa
dan seharusnya memang dikembangkan melalui berbagai mata pelajaran, termasuk IPA, IPS,
kewarganegaraan, agama, seni, dst. Pesan ini penting dipahami oleh guru, sekolah, dan siswa untuk
meminimalkan risiko penyempitan kurikulum pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika.
 
 
Jika apa yang diukur tidak terikat pada konten kurikulum, bagaimana kaitan antara asesmen ini
dengan standar pendidikan?
 
Jawab:
Betul bahwa asesmen ini tidak terikat secara erat dengan konten kurikulum. Namun tidak berarti bahwa
asesmen ini sama sekali terlepas dari kurikulum. Dari sisi konten, asesmen literasi dan numerasi tentu
memperhatikan apa yang (seharusnya) diajarkan oelh guru pada tiap kelas dan jenjang pendidikan.
Hanya saja, asesmen ini tidak dimaksudkan untuk mengukur penguasaan siswa atas konten kurikulum
secara keseluruhan.
 
Pada prinsipnya, penguasaan kurikulum secara utuh hanya bisa dinilai oleh guru menggunakan sumber
informasi yang beragam dari interaksi sehari-hari dengan siswa. Terlebih lagi, kurikulum tiap sekolah bisa
berbeda karena masing-masing memiliki kewenangan untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai
dengan visi dan karakteristik siswanya.
 
 
Siapa yang akan menjadi peserta asesmen pengganti UN?
 
Jawab:
Asesmen kompetensi baru akan dilakukan pada siswa yang duduk di pertengahan jenjang sekolah,
seperti kelas 4 untuk SD, kelas 8 untuk SMP, dan kelas 11 untuk SMA. Dengan dilakukan pada tengah
jenjang, hasil asesmen bisa dimanfaatkan sekolah untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa.
Dengan dilakukan sejak jenjang SD, hasilnya dapat menjadi deteksi dini bagi permasalahaan mutu
pendidikan nasional.
 
 
Apakah perubahan ini berdampak pada siswa SD?
 
Jawab:
Perlu diketahui bahwa saat ini pun tidak ada UN pada jenjang SD. Dengan demikian, penghentian UN
tidak berdampak pada siswa SD. Seperti yang dipaparkan pada poin sebelumnya, sebagian siswa SD
akan mengikuti asesmen kompetensi baru. Namun asesmen baru ini dirancang agar tidak memiliki
konsekuensi bagi siswa. Karena itu, asesmen baru tidak menjadi beban tambahan bagi siswa SD.
 
Tanpa UN, bagaimana mengukur ketercapaian standar nasional pendidikan?
 
Jawab:
Perlu dipahami bahwa UN itu sendiri bukan merupakan standar. UN merupakan instrumen asesmen
yang membantu menilai pencapaian sebagian standar nasional pendidikan. Karena itu, menghapus UN
bukan berarti menghilangkan standar pendidikan.
 
Sebagaimana disebutkan di atas, UN akan diganti dengan asesmen lain yang memang dirancang
sebagai alat pemetaan mutu pendidikan nasional. Hasil asesmen pengganti UN tersebut akan menjadi
indikator bagi ketercapaian standar nasional pendidikan di tiap daerah.
 
 
Jika tidak terikat pada konten kurikulum, apakah asesmen ini akan menjadi tambahan beban bagi
siswa/guru di luar kurikulum yang ada?
 
Jawab:
Asesmen yang dilakukan oleh otoritas (dalam hal ini Kemendikbud) berpotensi dipandang sebagai beban
tambahan karena guru dan sekolah ingin memperoleh hasil yang baik. Meski demikian, sebenarnya
asesmen literasi dan numerasi ini bukan beban tambahan. Yang diukur oleh asesmen ini bukanlah
penguasaan konten tambahan yang perlu diajarkan di luar kurikulum yang ada. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, kompetensi literasi dan numerasi bisa dan perlu dikembangkan melalui semua mata
pelajaran.
 
 
Jika digunakan untuk menilai efektivitas sekolah, apakah asesmen baru tidak berdampak negatif
pada siswa?
 
Jawab:
Harus diakui bahwa asesmen baru dapat dianggap bersifat high stakes bagi guru dan sekolah. Jika itu
terjadi, asesmen baru berpotensi memiliki dampak negatif seperti mendorong adanya tekanan dari guru
pada siswa untuk mendapat skor tinggi, serta anggapan bahwa pelajaran yang dianggap tidak relevan
untuk asesmen ini kurang penting.
 
Dampak seperti ini akan dimitigasi melalui berbagai cara. Yang pertama adalah rancangan kebijakan
yang menekankan pada pemberian dukungan dan sumberdaya sesuai kebutuhan sekolah, bukan
hukuman dan hadiah. Kedua, akan tersedia asesmen yang sama dalam versi yang dapat digunakan oleh
guru sebagai bagian dari pengajaran sehari-hari. Versi “asesmen mandiri” ini juga akan dilengkapi
dengan petunjuk pedagogis dan sumberdaya belajar yang relevan untuk mengembangkan kompetensi
siswa sesuai levelnya.
 
 
Apa dampak asesmen baru bagi siswa?
 
Jawab:
Asesmen kompetensi pengganti UN akan dirancang agar tidak memiliki konsekuensi bagi siswa.
Misalnya, pelaksanaan pada pertengahan jenjang (bukan akhir jenjang) membuat hasil asesmen
kompetensi tidak relevan untuk menilai pencapaian siswa. Hasilnya juga tidak relevan untuk seleksi
memasuki jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dengan demikian, asesmen ini tidak akan menjadi beban
tambahan bagi siswa, di luar beban belajar normal yang sudah dijalani.
 
 
Apa dampak asesmen pada guru dan sekolah?
 
Jawab:
Analisis dan laporan hasil asesmen kompetensi akan dibuat agar bisa dimanfaatkan guru dan sekolah
untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Hal ini dimungkinkan karena asesmen baru akan
didasarkan pada model learning progression (lintasan belajar) yang akan menunjukkan posisi siswa
dalam tahapan perkembangan suatu kompetensi.
 
Laporan hasil asesmen juga akan dirancang agar tidak menjadi ancaman bagi guru dan sekolah.
Pemerintah menyadari bahwa baik buruknya pencapaian siswa dipengaruhi oleh faktor pengajaran
(proses di sekolah) maupun faktor-faktor di luar sekolah, seperti lingkungan rumah dan gaya pengasuhan
orangtua.
 
Karena itu keberhasilan guru atau sekolah tidak akan dinilai berdasarkan level kompetensi siswa di satu
waktu. Keberhasilan guru/sekolah akan lebih didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang dicapai
dibanding waktu asesmen sebelumnya.
 
Hasil asesmen justru akan digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan sekolah. Kemdikbud akan
mengalokasikan dukungan – misalnya dalam bentuk alokasi SDM dan/atau dana – sesuai dengan
kebutuhan tiap sekolah.
 
 
Apa dasar hukum penggantian UN dengan asesmen baru?
 
Jawab:
UU Sisdiknas secara eksplisit memberi mandat kepada pemerintah – melalui lembaga mandiri – untuk
melakukan evaluasi mutu sistem pendidikan nasional. Asesmen pengganti UN akan menjadi instrumen
untuk melayani fungsi tersebut.
 
Selain itu, pengadilan Negeri Jakarta pada 2007, dan kemudian Mahkamah Agung (MA) pada 2009,
menilai bahwa UN tidak adil bagi siswa yang berada di sekolah dan/atau daerah yang kekurangan
sumberdaya. MA memerintahkan pemerintah untuk “meninjau kembali sistem pendidikan nasional”.
 
Dengan merancang asesmen baru yang berfungsi untuk pemetaan mutu serta umpan balik bagi sekolah,
tanpa ada konsekuensi pada siswa, pemerintah secara otomatis telah mematuhi putusan hukum MA
mengenai UN.

Membandingkan Asesmen Nasional


dengan Ujian Nasional
Pertanyaan-pertanyaan yang seringkali muncul terkait dengan penghapusan Ujian Nasional
dan pemberlakuan Asesmen Nasional antara lain apakah Asesmen Nasional adalah
pengganti Ujian Nasional. Timbul pula kekhawatiran mengenai persiapan siswa, guru dan
sekolah menghadapi Asesmen Nasional.
Untuk mendapatkan informasi yang tepat, Anda perlu membandingkan beberapa hal
penting mengenai Ujian Nasional dan Asesmen Nasional terlebih dahulu.
Berikut penjelasan setiap poin pembeda AN dan UN:
1. Tujuan penyelenggaraan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional tidak sama. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, Asesmen Nasional bertujuan untuk mengevaluasi
mutu sistem pendidikan di Indonesia, sedangkan Ujian Nasional bertujuan untuk
mengevaluasi capaian hasil belajar siswa secara individu. 
2. AN diberlakukan untuk semua jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah
pertama, dan pendidikan menengah atas. Ini termasuk MI, MTS dan MAN, serta
program kesetaraan. Sementara UN pada Sekolah Dasar tidak diwajibkan, tetapi
lebih mengarah pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional.
3. Asesmen Nasional tidak diselenggarakan pada akhir jenjang pendidikan
sebagaimana Ujian Nasional, melainkan di tengah jenjang pendidikan. Yaitu pada
kelas 5, 8, 11. Hal ini dilakukan untuk mendorong guru dan sekolah melakukan
tindak lanjut perbaikan mutu pembelajaran setelah mendapatkan hasil laporan AN.
Jadi bukan sekedar untuk mengetahui capaian hasil belajar siswa sebagai salah satu
syarat kelulusan.
4. Pada pelaksanaannya, Asesmen Nasional menggunakan metode survei. Metode
survei dilakukan dengan mengambil sampel siswa diambil secara acak dari setiap
sekolah. Berbanding terbalik dengan Ujian Nasional yang menggunakan metode
sensus dimana semua siswa di seluruh Indonesia wajib mengikutinya.
5. Model soal asesmen yang diberikan dalam AN lebih bervariasi bukan sekedar pilihan
ganda dan uraian singkat sebagaimana yang diberikan dalam UN.
6. Salah satu komponen hasil belajar murid yang diukur pada asesmen nasional adalah
literasi membaca dan numerasi. Asesmen ini disebut sebagai Asesmen Kompetensi
Minimum (AKM) karena mengukur kompetensi mendasar atau minimum yang
diperlukan individu untuk dapat hidup secara produktif di masyarakat. Sementara
Ujian Nasional berbasis mata pelajaran yang memotret hasil belajar murid pada mata
pelajaran tertentu. Hal inilah yang terkadang memberi kesan mata pelajaran yang
penting dan kurang penting dalam pendidikan. Dalam hal ini, AKM memotret
kompetensi mendasar yang diperlukan untuk sukses pada berbagai mata pelajaran. 
7. Metode penilaian AN dan UN pun berbeda meskipun keduanya berbasis komputer.
AN menggunakan metode penilaian Computerized Multistage Adaptive
Testing  (MSAT). MSAT ialah metode penilaian yang mengadopsi tes adaptif, dimana
setiap siswa dapat melakukan tes sesuai level kompetensinya.
Bapak dan Ibu telah membandingkan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Sebagai
tanggapan atas pemberlakuan Asesmen Nasional, berbagai respons pun muncul dari
sejumlah pihak mengenai kebijakan ini. Apakah kebijakan ini hanya sekedar penggantian
nama semata? Menurut Anda, apakah Asesmen Nasional merupakan pengganti Ujian
Nasional?

Benar. Asesmen Nasional bukan pengganti Ujian Nasional. Selain dari teknis
pelaksanaannya, cakupan Asesmen Nasional berbeda jika dibandingkan dengan Ujian
Nasional. Asesmen Nasional lebih memberikan gambaran yang lebih utuh dan luas
mengenai mutu pendidikan, bukan hanya secara kognitif, namun juga karakter dan iklim
belajar.  

Setelah ini, silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu
lanjutkan.

Petunjuk dan Teknis Pelaksanaan


Asesmen Nasional
Bapak Ibu telah memahami pentingnya penerapan Asesmen Nasional terkait perbaikan
mutu pendidikan. Lalu, bagaimana dengan teknis pelaksanaan Asesmen Nasional? 

Pada aktivitas ini, Anda akan mempelajari penjelasan tentang petunjuk dan teknis
pelaksanaan Asesmen Nasional. Silakan Anda cermati infografik berikut ini.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Anda telah melihat perbedaan teknis pelaksanaan
Asesmen Nasional dengan Ujian Nasional? Teknis pelaksanaan mana yang menurut Anda
paling mendasar? Menurut Anda, mengapa perubahan tersebut diperlukan dalam Asesmen
Nasional?

Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Kriteria Peserta Pelaksana Asesmen


Nasional
Pada topik sebelumnya, telah dibahas tentang perbedaan AN dan UN. Kali ini, kita akan
mengidentifikasi dimana letak perbedaanya. Apakah perbedaannya ada di dalam teknis
penyelenggaraan atau dalam pelaksanaannya? Mari, kita mencermati dan menyimak
infografis ini. 
Asesmen Nasional akan diikuti oleh seluruh satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah
di Indonesia, serta program kesetaraan yang dikelola oleh PKBM. Di tiap satuan pendidikan,
Asesmen Nasional akan diikuti oleh sebagian peserta didik kelas V, VIII, dan XI yang dipilih
secara acak oleh Pemerintah. Untuk program kesetaraan, Asesmen Nasional akan diikuti
oleh seluruh peserta didik yang berada pada tahap akhir tingkat 2, tingkat 4 dan tingkat 6
program kesetaraan.

Mengapa Asesmen Nasional hanya diikuti oleh sebagian siswa? 

Hal ini terkait dengan tujuan dan fungsi Asesmen Nasional. Asesmen Nasional tidak
digunakan untuk menentukan kelulusan menilai prestasi siswa sebagai seorang individu.
Evaluasi hasil belajar setiap individu siswa menjadi kewenangan pendidik. Pemerintah
melalui Asesmen Nasional melakukan evaluasi sistem. Asesmen Nasional merupakan cara
untuk memotret dan memetakan mutu sekolah dan sistem pendidikan secara keseluruhan.
Karena itu, tidak semua siswa perlu menjadi peserta dalam Asesmen Nasional. Yang
diperlukan adalah informasi dari sampel yang mewakili populasi siswa di setiap sekolah
pada jenjang kelas yang menjadi target dari Asesmen Nasional.

Mengapa yang menjadi sampel adalah siswa kelas V, VIII dan XI? 

Hasil Asesmen Nasional diharapkan menjadi dasar dilakukannya perbaikan pembelajaran.


Pemilihan jenjang kelas V, VIII dan XI dimaksudkan agar siswa yang menjadi peserta
Asesmen Nasional dapat merasakan perbaikan pembelajaran ketika mereka masih berada di
sekolah tersebut. Selain itu, Asesmen Nasional juga digunakan untuk memotret dampak dari
proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Murid kelas V,VIII, dan XI telah mengalami
proses pembelajaran di sekolahnya, sehingga sekolah dapat dikatakan telah berkontribusi
pada hasil belajar yang diukur dalam Asesmen Nasional. 

Perlu diketahui, selain peserta didik, Asesmen Nasional juga akan diikuti oleh semua guru
dan kepala sekolah di setiap satuan pendidikan. Informasi dari peserta didik, guru, dan
kepala sekolah diharapkan memberi informasi yang lengkap tentang kualitas proses dan
hasil belajar di setiap satuan pendidikan. Sementara Asesmen Kompetensi Minimum untuk
pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai ujian kesetaraan. 

Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Merumuskan Butir Soal Asesmen Nasional


Pada aktivitas sebelumnya, Anda sudah mempelajari bagaimana teknis  pelaksanaan
Asesmen Nasional. Pada aktivitas ini, Anda akan mempelajari secara khusus, bagaimana
butir-butir soal yang akan diberikan dalam Asesmen Nasional, khususnya Asesmen
Kompetensi Minimum (AKM). AKM merupakan bagian dari Asesmen Nasional yang
mencakup asesmen kompetensi mendasar, yaitu literasi membaca dan asesmen kompetensi
numerasi.
Bentuk soal Asesmen Nasional AKM,  terdiri dari pilihan ganda, pilihan ganda kompleks,
menjodohkan, isian singkat dan uraian.

1. Pilihan ganda, siswa hanya dapat memilih satu jawaban benar dalam satu soal. 
2. Pilihan ganda kompleks, siswa dapat memilih lebih dari satu jawaban benar dalam
satu
3. Menjodohkan, siswa menjawab dengan dengan cara menarik garis dari satu titik ke
titik lainnya yang merupakan pasangan pertanyaan dengan jawabannya.
4. Isian singkat, siswa dapat menjawab berupa bilangan, kata untuk menyebutkan nama
benda, tempat, atau jawaban pasti lainnya. 
5. Uraian, siswa menjawab soal berupa kalimat-kalimat untuk menjelaskan jawabannya.
Murid kelas V akan mengerjakan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi
membaca dan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi numerasi. Sedangkan siswa kelas
VIII dan XI akan mengerjakan 36 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi membaca
dan 36 butir soal untuk mengukur kompetensi numerasi.

AKM dilaksanakan secara adaptif, sehingga setiap siswa akan menempuh soal yang sesuai
dengan tingkat kemampuan siswa itu sendiri. AKM mengukur kompetensi mendasar yang
perlu dipelajari semua siswa tanpa membedakan peminatannya. Oleh karena itu seluruh
siswa akan mendapat soal yang mengukur kompetensi yang sama. Keunikan konteks
beragam materi kurikulum lintas mata pelajaran dan peminatan tercermin dalam ragam
stimulus soal-soal AKM.
AKM disusun berdasarkan indikator-indikator kompetensi yang membentuk lintasan
kompetensi hasil belajar yang bersifat kontinum. Pusat Asesmen dan Pembelajaran
Kemdikbud menyediakan contoh soal AKM pada
laman: https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm
Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Konsep Literasi Membaca


Literasi membaca termasuk dalam kompetensi yang paling mendasar yang ingin dievaluasi
dalam Asesmen Kompetensi Minimum. Sebelum membahas lebih jauh mengenai asesmen
Literasi membaca dalam AKM, Bapak dan Ibu perlu meninjau kembali apa yang dimaksud
dengan literasi membaca dan menulis. 

Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis,
mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi,
dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan
potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.

Literasi membaca dan menulis, tidak seperti sebutannya, mencakup kemampuan yang lebih
dari sekedar mampu mengeja kalimat dan menuliskannya. Literasi membaca dan menulis,
perlu dikembangkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih bermakna terkait
berbagai cakupan dan konteks kehidupan. Di dalam lingkungan satuan pendidikan,
kompetensi literasi yang terus berkembang memungkinkan siswa untuk dapat
menggunakannya dalam berbagai mata pelajaran.

Selanjutnya Bapak dan Ibu dapat melanjutkan ke aktivitas berikutnya untuk mengenali
bagaimana Asesmen Kompetensi Minimum literasi membaca diterapkan. Jangan lupa tandai
selesai lalu lanjutkan.

Mengenal Asesmen Kompetensi Minimum


Literasi Membaca
Asesmen Kompetensi Minimum merupakan penilaian kompetensi mendasar yang
diperlukan oleh semua siswa untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan
berpartisipasi positif pada masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur
AKM, yaitu literasi membaca dan numerasi. 
Pada topik ini, Bapak dan Ibu guru akan mempelajari lebih jauh mengenai Asesmen Literasi
Membaca yang berlaku untuk Asesmen Kompetensi Minimum yang akan diberikan pada
siswa. Dalam penilaiannya asesmen literasi membaca tidak hanya mengukur topik atau
konten tertentu tetapi berbagai konten, berbagai konteks dan pada beberapa tingkat
proses kognitif. 

Konten pada Literasi Membaca menunjukkan jenis teks yang digunakan, dalam hal ini
dibedakan dalam dua kelompok yaitu teks informasi dan teks fiksi. Kemudian, tingkat proses
kognitif menunjukkan proses berpikir yang dituntut atau diperlukan untuk dapat
menyelesaikan masalah atau soal. Pada Literasi Membaca, level tersebut adalah menemukan
informasi, interpretasi dan integrasi serta evaluasi dan refleksi. Sedangkan konteks
menunjukkan aspek kehidupan atau situasi untuk konten yang digunakan. Konteks pada
AKM dibedakan menjadi tiga, yaitu personal, sosial budaya, dan saintifik. 

Untuk mempermudah Bapak dan Ibu memahami penilaian asesmen literasi membaca
silakan cek infografis berikut:

Menganalisis Tahap Asesmen Literasi


Membaca Tingkat SD
Selanjutnya Bapak dan Ibu akan berlatih  menganalisis tahap asesmen pada tingkat SD. 

Pada tingkat SD terdapat 3 level pembelajaran, mari kita pelajari setiap level pembelajaran
yang ada pada tingkat SD. 

Pada level pembelajaran 1 untuk kelas 1 dan 2, siswa akan menemukan informasi dengan
cara mengakses dan mencari informasi dalam teks. Selain itu siswa akan memahami teks
secara literal, kemudian menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik teks
tunggal maupun teks jamak. Siswa juga akan mengevaluasi dan merefleksi dengan menilai
format penyajian dalam teks. Bapak dan Ibu juga dapat melihat penjelasan yang lebih
lengkap melalui link
Level Pembelajaran 1 Literasi Membaca Teks Fiksi dan Level Pembelajaran 1 Literasi
Membaca Teks Informasi
Pada level pembelajaran 2 untuk kelas 3 dan 4, sama seperti level pembelajaran 1 siswa juga
akan belajar sesuai tingkat kognitif pada literasi membaca hanya saja siswa pada kelas 3 dan
4 akan menggunakan konten yang sesuai dengan jenjangnya. Siswa akan mengevaluasi
menilai format penyajian dalam teks, selain itu siswa juga merefleksi isi wacana untuk
pengambilan keputusan, menetapkan pilihan, dan mengaitkan isi teks terhadap pengalaman
pribadi.  Bapak dan Ibu juga dapat melihat penjelasan yang lebih lengkap melalui link Level
Pembelajaran 2 Literasi Membaca Teks Fiksi dan Level Pembelajaran 2 Literasi Membaca
Teks Informasi
Pada level pembelajaran 3 untuk kelas 5 dan 6, sama seperti level pembelajaran 2 siswa juga
akan belajar sesuai tingkat kognitif pada literasi membaca hanya saja siswa pada kelas 5 dan
6 akan menggunakan konten yang sesuai dengan jenjangnya. Bapak dan Ibu juga dapat
melihat penjelasan yang lebih lengkap melalui link Level Pembelajaran 3 Literasi Membaca
Teks Fiksi dan Level Pembelajaran 3 Literasi Membaca Teks Informasi
Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Contoh Butir Soal Asesmen Literasi


Membaca Tingkat SD

Konsep Numerasi
Numerasi termasuk dalam kompetensi yang paling mendasar yang ingin dievaluasi dalam
Asesmen Kompetensi Minimum. Sebelum membahas lebih jauh mengenai asesmen
numerasi dalam AKM, Bapak dan Ibu perlu meninjau kembali apa yang dimaksud dengan
numerasi.

Numerasi merupakan suatu kompetensi yang mencakup pengetahuan, keterampilan,


perilaku, dan disposisi yang dibutuhkan siswa untuk menggunakan matematika dalam
cakupan dan situasi yang lebih luas. Numerasi menuntut siswa untuk mengenali dan
memahami peran matematika di dunia, memiliki disposisi dan kapasitas untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan nyata.

Secara umum kompetensi numerasi ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bernalar,
mengambil keputusan yang tepat, dan memecahkan masalah. Kemampuan ini dalam
penerapannya terkait dengan mata pelajaran lain yang siswa pelajari.

Untuk lebih jelas mempelajari bagaimana kompetensi numerasi dievaluasi dalam asesmen
kompetensi minimum, Anda dapat melanjutkan pada aktivitas selanjutnya.

Mengenal Asesmen Kompetensi Minimum


Numerasi
Pada topik sebelumnya, Bapak dan Ibu telah mempelajari Butir Soal Asesmen Literasi pada
Setiap Jenjang. Pada topik ini Bapak dan Ibu guru akan mempelajari lebih jauh mengenai
Asesmen Numerasi yang berlaku untuk Asesmen Kompetensi Minimum yang akan diberikan
pada siswa. Dalam penilaiannya asesmen literasi membaca tidak hanya mengukur topik atau
konten tertentu tetapi berbagai konten, berbagai konteks dan pada beberapa tingkat
proses kognitif. 

Pada Numerasi, konten dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: Bilangan, Pengukuran
dan Geometri, Data dan Ketidakpastian, serta Aljabar.  Kemudian, tingkat proses kognitif
menunjukkan proses berpikir yang dituntut atau diperlukan untuk dapat menyelesaikan
masalah atau soal. Pada Numerasi, ketiga level tersebut adalah pemahaman, penerapan,
dan penalaran.  Sedangkan konteks menunjukkan aspek kehidupan atau situasi untuk
konten yang digunakan. Konteks pada AKM dibedakan menjadi tiga, yaitu personal, sosial
budaya, dan saintifik. 

Untuk mempermudah Bapak dan Ibu memahami penilaian asesmen literasi membaca
silakan cek infografis berikut:
Menganalisis Tahap Asesmen Numerasi
Tingkat SD
Selanjutnya, Bapak dan Ibu akan berlatih menganalisis tahap asesmen pada tingkat SD.

Pada jenjang SD/MI terdapat 3 level pembelajaran. Pada level 1 terdapat 3 konten yang
dipelajari yakni, bilangan, geometri dan pengukuran serta aljabar. Sedangkan pada level 2-3
terdapat 4 konten yakni, bilangan, geometri dan pengukuran, aljabar, dan data dan ketidak
pastian.

Pada level pembelajaran 1 untuk kelas 2, siswa akan belajar merepresentasi, mengurutkan
dan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan. Siswa akan mengenal bangun
geometri dan pengukurannya. Selain itu siswa juga akan mempelajari persamaan dan
pertidaksamaan bilangan serta relasi dan fungsi bilangan.  Bapak dan Ibu juga dapat melihat
penjelasan yang lebih lengkap melalui link berikut.

Level Pembelajaran 1 Numerasi


Pada level pembelajaran 2 untuk kelas 4, siswa akan belajar merepresentasi, mengurutkan
dan operasi penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian dengan bilangan bulat
ataupun desimal. Siswa akan mengenal bangun geometri dan pengukurannya. Selain itu
siswa juga akan mempelajari persamaan dan pertidaksamaan bilangan, relasi dan fungsi
bilangan, juga rasio dan proporsi. Pada level ini siswa juga akan mempelajari data dengan
representasinya serta ketidakpastian dan peluang.  Bapak dan Ibu juga dapat melihat
penjelasan yang lebih lengkap melalui link berikut.

Level Pembelajaran 2 Numerasi.


Pada level pembelajaran 3 untuk kelas 6, siswa akan belajar merepresentasi, mengurutkan
dan operasi penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian dengan bilangan bulat
ataupun desimal. Siswa akan mengenal bangun geometri dan pengukurannya. Selain itu
siswa juga akan mempelajari persamaan dan pertidaksamaan bilangan, relasi dan fungsi
bilangan, juga rasio dan proporsi. Pada level ini siswa juga akan mempelajari data dengan
representasinya.  Bapak dan Ibu juga dapat melihat penjelasan yang lebih lengkap melalui
link berikut.

Level Pembelajaran 3 Numerasi.


Contoh Butir Soal Asesmen Numerasi
Tingkat SD

Latihan Membuat Soal Asesmen Numerasi


Tingkat SD
Dari penjelasan pada aktivitas-aktivitas sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa butir-butir
soal asesmen numerasi AKM melibatkan proses penalaran yang tidak dapat dipersiapkan
melalui program bimbingan belajar intensif yang berfokus pada latihan-latihan soal saja.
Proses penalaran siswa justru perlu lebih banyak dikembangkan dan dipupuk melalui
strategi pembelajaran di kelas. 

Anda telah mengenali level-level perkembangan kompetensi numerasi siswa SD. Pada
aktivitas ini, Bapak dan Ibu akan berlatih membuat butir soal numerasi yang akan
membantu siswa Anda untuk berlatih menggunakan kompetensi numerasi untuk bernalar
dalam pembelajaran di kelas. Bagaimana langkahnya? Mari kita berlatih.

1. Pertama, pahami kompetensi numerasi siswa yang Anda ampu. Dari situ Anda dapat
memilih kasus yang sesuai. Misalnya, dari kedua gambar berikut ini manakah yang
paling sesuai dengan level yang anda ampu, Apakah gambar 1, atau gambar 2?
Jelaskan.


2. Kedua, setelah memilih kasus sesuai dengan level kompetensi siswa yang Anda
ampu, pilihlah salah satu kompetensi yang ingin Anda kembangkan dan evaluasi. 
3. Ketiga, dari kompetensi numerasi tersebut, cobalah membuat 3 buah soal dengan
bentuk yang berbeda-beda berdasarkan gambar yang Anda pilih tadi. 
Pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan atas dasar kompetensi, bukan hafalan materi
semata, memberikan kesempatan pada siswa untuk terus mengembangkan kemampuan
dasar numerasinya dalam penalaran. 

Mengidentifikasi 4 Kategori Tingkat


Penguasaan Kompetensi
Anda telah sampai pada topik yang terakhir dari Bimtek Guru Belajar Seri Asesmen
Kompetensi Minimum. Pada topik-topik sebelumnya Anda telah memahami mengenai
konsep Asesmen Nasional, teknis pelaksanaannya, AKM sebagai bagian dari AN, serta
memahami contoh-contoh butir soal AKM literasi membaca dan numerasi. Sekarang Anda
akan menggali pemahaman mengenai apa yang terjadi setelah Asesmen Kompetensi
Minimum dilaksanakan.

Tahap lanjutan setelah pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum adalah tahap Pelaporan
hasil asesmen. Sesuai dengan tujuannya, Asesmen Kompetensi Minimum dirancang untuk
memberikan informasi mengenai tingkat kompetensi dasar siswa, berupa kompetensi
literasi membaca dan numerasi. 

Dari laporan hasil Asesmen Kompetensi tersebut, satuan pendidikan dapat melihat tingkat
penguasaan kompetensi siswanya. Penguasaan kompetensi literasi membaca dan numerasi
siswa dikategorikan dalam 4 tingkatan. Untuk lebih memahami penjelasan kompetensi pada
setiap kategori, Anda dapat membaca infografik berikut ini:

Tingkat kompetensi tersebut dapat dimanfaatkan guru berbagai mata pelajaran untuk
menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat
kompetensi siswa. Dengan demikian “Teaching at the right level” dapat diterapkan.
Pembelajaran yang dirancang dengan memperhatikan tingkat capaian siswa akan
memudahkan siswa menguasai konsep, keterampilan dan konten yang diharapkan pada
suatu mata pelajaran. Anda dapat membaca informasi selengkapnya pada tautan berikut
ini: AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran
Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Menjelaskan Perbedaan Pembelajaran


Berbasis Kompetensi dengan Berbasis
Konten
Laporan hasil Asesmen Kompetensi Minimum yang menunjukan kategori kompetensi dasar
sekolah, perlu ditindaklanjuti dengan perubahan strategi pembelajaran. Sejalan dengan
tujuan Asesmen Nasional untuk mencapai kompetensi siswa dan peningkatan mutu
pendidikan, maka praktik pembelajaran pun sedikit demi demi sedikit perlu berubah dari
pembelajaran yang berbasis konten menuju pembelajaran yang berbasis kompetensi. 

Kompetensi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik, misalnya
mampu melakukan tugas atau pekerjaan secara efektif. Kompetensi juga mencakup
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal, atau bahkan
keterampilan yang jauh lebih besar dan lebih beragam. Misalnya memimpin organisasi.

Pada pembelajaran berbasis kompetensi, siswa diharapkan mampu mendemonstrasikan


pengetahuan, penguasaan konsep, dan keterampilan dalam dan sebagai proses
pembelajaran. Karakteristik utama dari pembelajaran berbasis kompetensi adalah fokusnya
pada tingkat penguasaan. Dalam sistem pembelajaran berbasis kompetensi, siswa
melakukan pembelajaran sesuai dengan tahapan penguasaan kompetensinya hingga tuntas
sebelum akhirnya mampu melanjutkan pada tahap penguasaan kompetensi berikutnya.
Sebagai sebuah proses, pembelajaran berbasis kompetensi ini membutuhkan waktu
sehingga sedikit demi sedikit siswa menunjukan penguasaan pengetahuan, konsep dan
keterampilan untuk memecahkan masalah. Termasuk menunjukan karakter yang ingin
dicapai. Bukan sekedar menguasai konten materi pembelajaran semata.
Kekuatan pembelajaran berbasis kompetensi terletak pada fleksibilitasnya karena siswa
dapat bergerak dengan kecepatan belajar mereka sendiri. Ini mendukung siswa dengan
latar belakang pengetahuan yang beragam, tingkat literasi yang berbeda dan bakat terkait
lainnya. Tantangan pembelajaran berbasis kompetensi bagi guru antara lain adalah,
kemampuan untuk mengidentifikasi tahapan kompetensi dasar siswa termasuk literasi dan
numerasi. Namun laporan hasil AKM dapat membantu memetakan tahapan kompetensi
siswa. 
Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Analisis Kategori Penguasaan Kompetensi


untuk Tindak Lanjut Pembelajaran
Tidak semua siswa akan mencapai level mahir dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi
setiap usaha dan proses yang dilakukan siswa untuk mencapai level yang lebih tinggi, tentu
akan menunjukan peningkatan kinerja siswa. Dimana siswa menjadi lebih fasih dan terampil.
Kefasihan mengacu pada kelancaran mereka dalam melakukan pekerjaannya. Siswa menjadi
lebih yakin pada kemampuannya jika siswa dapat naik ke level penguasaan yang lebih
tinggi. Keterampilan mengacu pada kemampuan untuk beradaptasi dan bereaksi terhadap
situasi baru untuk “bergerak dengan cepat” berdasarkan informasi baru. 

Setiap kategori tingkat penguasaan kompetensi, sebagaimana telah dibahas pada aktivitas
sebelumnya, tentu memiliki kebutuhan dan pendekatan tersendiri. Sebelum menentukan
tindak lanjut yang tepat, Guru perlu menganalisis setiap kategori kompetensi siswanya.

Pada infografik berikut ini, disajikan contoh analisis tingkat kompetensi berdasarkan 
kebutuhan, pendekatan, struktur pembelajaran. Penjelasan ini diadaptasi dari penjelasan
tahapan penguasaan Marc Rosenberg (2012).  



Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Merekomendasikan Strategi Pembelajaran


Berdasarkan Hasil Laporan Asesmen
Kompetensi Minimum
Dengan penjelasan dan ilustrasi yang diberikan diharapkan guru dan pemangku
kepentingan pendidikan lainnya dapat memperoleh gambaran AKM secara komprehensif.
Seperti telah disampaikan dan ditunjukkan, meskipun AKM tidak mengukur secara spesifik
capaian belajar pada mata pelajaran, namun pelaporan hasil AKM dapat dimanfaatkan
untuk perbaikan proses pembelajaran pada berbagai mata pelajaran. Tentunya dengan
didasarkan pada analisis hasil laporan Asesmen Kompetensi Minimum.

Implikasi tingkat kompetensi pada pembelajaran dapat dilihat melalui contoh mata
pelajaran IPS berikut ini. Disajikan bacaan berisi materi baru mengenai koperasi:
menjelaskan definisi, fungsi, manfaat dan beragam contoh baik. Guru diharapkan
menyesuaikan pembelajarannya sesuai tingkat kompetensi murid. Misalnya:

1. Murid di tingkat Perlu Intervensi Khusus belum mampu memahami isi bacaan, murid
hanya mampu membuat interpretasi sederhana. Guru IPS tidak cukup bertumpu
pada materi bacaan tersebut. Murid perlu diberi bahan belajar lain secara audio,
visual dan pendampingan khusus. 
2. Murid di tingkat Dasar telah mampu mengambil informasi dari teks, namun tidak
memahami secara utuh isi topik koperasi. Murid dapat diberi sumber belajar
pendamping dalam bentuk catatan singkat atau simpulan untuk pemahaman yang
utuh.
3. Murid di tingkat Cakap mampu memahami dengan baik isi teks mengenai koperasi,
namun belum mampu merefleksi. Murid dapat diberi pembelajaran identifikasi
kondisi lingkungan murid, mengaitkan dengan fungsi dan manfaat koperasi. 
4. Murid di tingkat Mahir mampu memahami isi bacaan dan merefleksi kegunaan
koperasi dari teks yang diberikan oleh guru. Guru dapat melakukan pembelajaran
berupa menyusun beragam strategi pemanfaatan koperasi.
Untuk melihat contoh-contoh ragam strategi pembelajaran berdasarkan kategori tingkat
penguasaan kompetensi, Anda dapat membaca lebih jauh pada tautan berikut ini AKM dan
Implikasinya pada Pembelajaran
Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Contoh Strategi Pembelajaran Berbasis


Kompetensi pada Mata Pelajaran
Pada aktivitas sebelumnya, Bapak dan Ibu telah memahami bahwa laporan hasil Asesmen
Nasional mengidentifikasi tingkat kompetensi literasi dan numerasi siswa dalam sebuah
satuan pendidikan ke dalam 4 kategori. Anda juga telah memahami bagaimana laporan
hasil AKM dianalisis untuk menentukan tindak lanjut dalam strategi pembelajaran yang
lebih berbasis penguasaan kompetensi, bukan berfokus pada konten saja.

Contoh praktik baik berikut ini, akan memberikan gambaran pada Bapak dan Ibu bagaimana
praktik pembelajaran yang berbasis kompetensi. Selain itu contoh berikut ini juga
memberikan gambaran bagaimana literasi dan numerasi terintegrasi dalam pembelajaran
mata pelajaran.




Contoh Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi:


1. Modul Belajar Literasi dan Numerasi Jenjang SD. Klik di Modul Literasi dan Numerasi
2. Surat Kabar Guru Belajar Edisi Ke-21: Literasi untuk Belajar. Klik
di http://bit.ly/skgurubelajar021
Silakan melanjutkan ke aktivitas berikutnya. Jangan lupa tandai selesai lalu lanjutkan.

Segitiga Belajar: Kurikulum, Asesmen dan


Pembelajaran
Apa sebenarnya peran asesmen dalam peningkatan kualitas pembelajaran murid? Apa
keterkaitan antara asesmen, kurikulum dan pembelajaran dalam menyediakan pengalaman
belajar murid yang berkualitas?
Asesmen seringkali dipersepsikan sebagai upaya menentukan nilai murid. Tidak heran
apabila banyak dari kita yang berusaha keras melakukan upaya agar nilai murid kita setinggi
mungkin. Nilai murid menjadi sasaran kinerja. Padahal peran asesmen yang pertama dan
utama bukan lah menentukan nilai murid.

Peran pertama dan utama asesmen harus dilihat sebagai bagian dari proses pembelajaran
yang utuh. Kerangka yang sering digunakan adalah segitiga belajar yang mengkaitkan
antara asesmen, kurikulum dan pembelajaran. Segitiga belajar membantu kita tidak melihat
asesmen, kurikulum dan pembelajaran sebagai aspek yang berdiri sendiri. Guru dan
pemimpin sekolah dapat melakukan penyelarasan antar 3 aspek yang menentukan
pengalaman belajar murid.

Dalam segitiga belajar, maka makna masing-masing segi adalah sebagai berikut:

Kurikulum: Seperangkat kompetensi yang penting dikuasai murid dengan menggunakan


cara belajar dan asesmen tertentu. Pengembangan kurikulum, selain mengacu pada
tantangan dunia nyata, hendaknya mengacu pada hasil asesmen dan refleksi praktik
pembelajaran.
Pembelajaran: Serangkaian aktivitas yang dirancang dan dilakukan di ruang kelas
berdasarkan kompetensi awal murid yang diketahui dari hasil asesmen dan untuk mencapai
sasaran kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Pembelajaran memadukan informasi
dari asesmen dengan informasi dari kurikulum. Keseimbangan antara paduan tersebut yang
akan menghasilkan pembelajaran yang optimal.
Asesmen: Proses mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan sejumlah informasi yang
terkait pencapaian kondisi murid dan penguasaan suatu kompetensi tertentu. Asesmen
diagnosis: asesmen di awal untuk merancang strategi pembelajaran. Asesmen formatif:
asesmen sepanjang proses belajar untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian
pembelajaran. Asesmen sumatif: asesmen di akhir untuk menentukan level penguasaan
kompetensi oleh murid.
Pemahaman terhadap segitiga belajar akan membawa kita pada kebutuhan membaca
laporan Asesmen Kompetensi Minimum dan menggunakannya untuk perbaikan kualitas
pembelajaran. Bagaimana cara membaca dan menggunakannya? Pelajari topik modul
berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai