Perubahan sistem evaluasi dari Ujian Nasional ke Asesmen Nasional merupakan upaya untuk
memperbaiki kualitas pendidikan secara menyeluruh. Asesmen Nasional dirancang untuk
menghasilkan informasi akurat untuk memperbaiki kualitas belajar-mengajar, yang pada
gilirannya akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Maka dari itu, hasil Asesmen Nasional sendiri diharapkan mampu memberikan manfaat,
bukan sekedar nilai belaka. Pada tahun 2021, Mendikbud telah menyatakan bahwa hasil
Asesmen Nasional dimaksudkan sebagai peta awal mutu sistem pendidikan secara nasional.
Asesmen Nasional tidak akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja sekolah maupun daerah.
Berikut infografis yang menjelaskan manfaat asesmen nasional.
Berdasarkan penjelasan pada aktivitas sebelumnya, Bapak dan Ibu telah membandingkan
Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Kebijakan pelaksanaan Asesmen Nasional juga
berangkat dari evaluasi yang dilakukan terhadap Ujian Nasional yang telah berlangsung
selama ini. Ujian Nasional menjadi lebih berorientasi pada pencapaian hasil belajar individu
dan pembelajaran yang berorientasi pada ujian. Sasaran kompetensi yang diharapkan sebagai
perbaikan mutu pendidikan sendiri seringkali terabaikan. Selain itu, beberapa poin evaluasi
berikut ini juga menjadi pertimbangan untuk menghentikan pelaksanaan Ujian Nasional dan
menetapkan penyelenggaraan Asesmen Nasional.
Pertama, Butir-butir soal UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, sehingga input
dan proses pembelajaran kurang dapat tergambarkan dengan baik. Hal ini belum sejalan
dengan tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
serta kompetensi lain yang relevan dengan Abad 21, sebagaimana tercermin pada Kurikulum
2013. Harapan untuk mengevaluasi keterampilan siswa dalam menerapkan pengetahuan serta
konsep melalui berbagai konteks kehidupan, serta menunjukan karakter sebagaimana yang
diharapkan dalam profil pelajar pancasila belum lengkap dilakukan melalui UN saja.
Kedua, UN kurang dapat dimanfaatkan guru untuk memperbaiki pembelajaran pada subjek
siswa yang sama. Asesmen Nasional dirancang untuk memberi dorongan lebih kuat ke arah
pengajaran yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan kompetensi, termasuk di
dalamnya kemampuan bernalar.
Ketiga, UN kurang optimal sebagai alat untuk mengevaluasi mutu pendidikan secara
nasional. Hal ini disebabkan UN diterapkan di akhir jenjang pendidikan lebih sebagai
assessment of learning yang mengukur capaian akhir, bukan sebagai sebagai assessment for
learning, yang mengukur proses pembelajaran. Hasil UN tidak bisa digunakan untuk
mengakomodir kebutuhan belajar yang diperlukan siswa.
Pemberlakuan Asesmen Nasional ini merupakan sinyalemen yang kuat dari pemerintah untuk
terus memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Dan dari ketiga poin tersebut, maka
sesungguhnya yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi Asesmen Nasional adalah
pemahaman mengenai tujuan dan manfaat Asesmen Nasional, serta implikasinya pada
perubahan praktik dan strategi pembelajaran di kelas. Siswa, guru, orangtua, kepala satuan
pendidikan tidak lagi direkomendasikan untuk berlatih soal-soal persiapan AKM
sebagaimana penilaian yang berbasis ujian.
Pada aktivitas ini, Anda akan mempelajari penjelasan tentang petunjuk dan teknis
pelaksanaan Asesmen Nasional. Silakan Anda cermati infografik berikut ini.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Anda telah melihat perbedaan teknis pelaksanaan Asesmen
Nasional dengan Ujian Nasional? Teknis pelaksanaan mana yang menurut Anda paling
mendasar? Menurut Anda, mengapa perubahan tersebut diperlukan dalam Asesmen
Nasional?
Hal ini terkait dengan tujuan dan fungsi Asesmen Nasional. Asesmen Nasional tidak
digunakan untuk menentukan kelulusan menilai prestasi siswa sebagai seorang individu.
Evaluasi hasil belajar setiap individu siswa menjadi kewenangan pendidik. Pemerintah
melalui Asesmen Nasional melakukan evaluasi sistem. Asesmen Nasional merupakan cara
untuk memotret dan memetakan mutu sekolah dan sistem pendidikan secara keseluruhan.
Karena itu, tidak semua siswa perlu menjadi peserta dalam Asesmen Nasional. Yang
diperlukan adalah informasi dari sampel yang mewakili populasi siswa di setiap sekolah pada
jenjang kelas yang menjadi target dari Asesmen Nasional.
Mengapa yang menjadi sampel adalah siswa kelas V, VIII dan XI?
Perlu diketahui, selain peserta didik, Asesmen Nasional juga akan diikuti oleh semua guru
dan kepala sekolah di setiap satuan pendidikan. Informasi dari peserta didik, guru, dan kepala
sekolah diharapkan memberi informasi yang lengkap tentang kualitas proses dan hasil belajar
di setiap satuan pendidikan. Sementara Asesmen Kompetensi Minimum untuk pendidikan
kesetaraan berfungsi sebagai ujian kesetaraan.
1. Pilihan ganda, siswa hanya dapat memilih satu jawaban benar dalam satu soal.
2. Pilihan ganda kompleks, siswa dapat memilih lebih dari satu jawaban benar dalam
satu
3. Menjodohkan, siswa menjawab dengan dengan cara menarik garis dari satu titik ke
titik lainnya yang merupakan pasangan pertanyaan dengan jawabannya.
4. Isian singkat, siswa dapat menjawab berupa bilangan, kata untuk menyebutkan nama
benda, tempat, atau jawaban pasti lainnya.
5. Uraian, siswa menjawab soal berupa kalimat-kalimat untuk menjelaskan jawabannya.
Murid kelas V akan mengerjakan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi membaca
dan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi numerasi. Sedangkan siswa kelas VIII dan XI
akan mengerjakan 36 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi membaca dan 36 butir
soal untuk mengukur kompetensi numerasi.
AKM dilaksanakan secara adaptif, sehingga setiap siswa akan menempuh soal yang sesuai
dengan tingkat kemampuan siswa itu sendiri. AKM mengukur kompetensi mendasar yang
perlu dipelajari semua siswa tanpa membedakan peminatannya. Oleh karena itu seluruh siswa
akan mendapat soal yang mengukur kompetensi yang sama. Keunikan konteks beragam
materi kurikulum lintas mata pelajaran dan peminatan tercermin dalam ragam stimulus soal-
soal AKM.
Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari,
menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan
menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi,
serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.
Literasi membaca dan menulis, tidak seperti sebutannya, mencakup kemampuan yang lebih
dari sekedar mampu mengeja kalimat dan menuliskannya. Literasi membaca dan menulis,
perlu dikembangkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih bermakna terkait berbagai
cakupan dan konteks kehidupan. Di dalam lingkungan satuan pendidikan, kompetensi literasi
yang terus berkembang memungkinkan siswa untuk dapat menggunakannya dalam berbagai
mata pelajaran.
Pada topik ini, Bapak dan Ibu guru akan mempelajari lebih jauh mengenai Asesmen Literasi
Membaca yang berlaku untuk Asesmen Kompetensi Minimum yang akan diberikan pada
siswa. Dalam penilaiannya asesmen literasi membaca tidak hanya mengukur topik atau
konten tertentu tetapi berbagai konten, berbagai konteks dan pada beberapa tingkat proses
kognitif.
Konten pada Literasi Membaca menunjukkan jenis teks yang digunakan, dalam hal ini
dibedakan dalam dua kelompok yaitu teks informasi dan teks fiksi. Kemudian, tingkat proses
kognitif menunjukkan proses berpikir yang dituntut atau diperlukan untuk dapat
menyelesaikan masalah atau soal. Pada Literasi Membaca, level tersebut adalah menemukan
informasi, interpretasi dan integrasi serta evaluasi dan refleksi. Sedangkan konteks
menunjukkan aspek kehidupan atau situasi untuk konten yang digunakan. Konteks pada
AKM dibedakan menjadi tiga, yaitu personal, sosial budaya, dan saintifik.
Untuk mempermudah Bapak dan Ibu memahami penilaian asesmen literasi membaca silakan
cek infografis berikut
Pada level pembelajaran 1 untuk kelas 7 dan 8, siswa akan menemukan informasi dengan
cara mengakses dan mencari informasi dalam teks. Selain itu siswa akan memahami teks
secara literal, kemudian menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal
maupun teks jamak. Siswa juga akan mengevaluasi dan merefleksi dengan menilai format
penyajian dalam teks. Bapak dan Ibu juga dapat melihat penjelasan yang lebih lengkap
melalui link Level Pembelajaran 1 Literasi Membaca Teks Fiksi dan Level Pembelajaran 1
Literasi Membaca Teks Informasi
Pada level pembelajaran 2 untuk kelas 9 dan 10, sama seperti level pembelajaran 1 siswa juga
akan belajar sesuai tingkat kognitif pada literasi membaca hanya saja siswa pada kelas 9 dan
10 akan menggunakan konten yang terus meningkat sesuai dengan jenjangnya. Siswa akan
memahami teks secara literal dan menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik
teks tunggal maupun teks jamak. Siswa juga menilai format penyajian dalam teks dan
merefleksi isi wacana untuk pengambilan keputusan, menetapkan pilihan, dan mengaitkan isi
teks terhadap pengalaman pribadi
Contoh Butir Asesmen Literasi Tingkat
Membaca SMP
Dari teks tersebut Bapak dan Ibu dapat mengukur beberapa kompetensi. Kompetensi apa saja
yang diukur menggunakan teks informasi untuk level ini?
4. Menyimpulkan perubahan kejadian, prosedur, gagasan atau konsep di dalam teks informasi
yang terus meningkat sesuai jenjangnya.
Jika teripang yang tampaknya tidak mencolok memiliki potensi untuk membuat dampak
sebesar ini, coba pikirkan hal apa lagi yang ada di bawah lautan Indonesia yang juga
memiliki dampak untuk Indonesia dan masyarakatnya.’
Dari kalimat tersebut, kita bisa memahami bahwa …. (Pilihan jawaban bisa lebih dari satu.)
Teripang adalah hewan laut yang tampaknya tidak mencolok.
Pada masa pandemi Covid 19 ini banyak karyawan yang mengalami pemotongan gaji tiap
bulan bahkan dikeluarkan dari tempat kerja (kantor). Andai salah satu dari saudara kalian
mengalami kejadian di PHK dari kantor dan memilih untuk membuat makanan ringan untuk
dipasarkan. Pendapatan hasil pemasaran tidak sebaik saat saudara kalian bekerja di kantor.
Penilaian informasi yang tepat untuk pembaca yang akan membantu orang lain dari rumah
adalah ….
Untuk mempermudah Bapak dan Ibu memahami penilaian asesmen literasi membaca silakan
cek infografis berikut
Menganalisis Tahap Asesmen Numerasi
Tingkat SMP
Pada jenjang SMP/MTS hanya terdapat 1 level pembelajaran, dengan mempelajari 4 konten
pembelajaran yakni, bilangan, geometri dan pengukuran, aljabar dan data dan ketidakpastian.
Selanjutnya Bapak dan Ibu akan berlatih menganalisis tahap asesmen pada jenjang SMP/MI.
Pada jenjang SMP/MTS terdapat 1 level pembelajaran. Pada level pembelajarannya terdapat
3 konten yang dipelajari yakni, bilangan, geometri dan pengukuran, aljabar, serta data dan
ketidakpastian.
Pada level pembelajaran 1 untuk kelas 8, siswa akan belajar merepresentasikan bilangan
cacah. Siswa akan mengenal bangun geometri dan pengukurannya. Selain itu siswa juga akan
mempelajari persamaan dan pertidaksamaan bilangan, relasi dan fungsi bilangan, serta rasio
dan proporsi.
1. Pak Ali tidak memiliki asisten rumah tangga sehingga tidak membuat kamar asisten
rumah tangga.
2. Pak Ali tidak membuat kamar khusus tamu.
3. Pak Ali ingin membuat dua buah kamar mandi
Pak Ali membeli sebidang tanah yang luasnya 1 are. Pak Ali mengalokasikan 15 m2 dari
tanah tersebut untuk dibuat halaman rumah. Apakah Pak Ali bisa membangun rumah yang
ideal?
Anda dapat melihat lebih banyak contoh-contoh soal kompetensi ini melalui tautan berikut
Contoh-contoh soal kompetensi 1 level 1
Mengidentifikasi 4 Kategori Tingkat
Penguasaan Kompetensi
Tahap lanjutan setelah pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum adalah tahap Pelaporan
hasil asesmen. Sesuai dengan tujuannya, Asesmen Kompetensi Minimum dirancang untuk
memberikan informasi mengenai tingkat kompetensi dasar siswa, berupa kompetensi literasi
membaca dan numerasi.
Dari laporan hasil Asesmen Kompetensi tersebut, satuan pendidikan dapat melihat tingkat
penguasaan kompetensi siswanya. Penguasaan kompetensi literasi membaca dan numerasi
siswa dikategorikan dalam 4 tingkatan. Untuk lebih memahami penjelasan kompetensi pada
setiap kategori, Anda dapat membaca infografik berikut ini:
Tingkat kompetensi tersebut dapat dimanfaatkan guru berbagai mata pelajaran untuk
menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat
kompetensi siswa. Dengan demikian “Teaching at the right level” dapat diterapkan.
Pembelajaran yang dirancang dengan memperhatikan tingkat capaian siswa akan
memudahkan siswa menguasai konsep, keterampilan dan konten yang diharapkan pada suatu
mata pelajaran. Anda dapat membaca informasi selengkapnya pada tautan berikut ini:
Kekuatan pembelajaran berbasis kompetensi terletak pada fleksibilitasnya karena siswa dapat
bergerak dengan kecepatan belajar mereka sendiri. Ini mendukung siswa dengan latar
belakang pengetahuan yang beragam, tingkat literasi yang berbeda dan bakat terkait lainnya.
Tantangan pembelajaran berbasis kompetensi bagi guru antara lain adalah, kemampuan untuk
mengidentifikasi tahapan kompetensi dasar siswa termasuk literasi dan numerasi. Namun
laporan hasil AKM dapat membantu memetakan tahapan kompetensi siswa.
Analisis Kategori Penguasaan Kompetensi
untuk Tindak Lanjut Pembelajaran
Tidak semua siswa akan mencapai level mahir dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi
setiap usaha dan proses yang dilakukan siswa untuk mencapai level yang lebih tinggi, tentu
akan menunjukan peningkatan kinerja siswa. Dimana siswa menjadi lebih fasih dan terampil.
Kefasihan mengacu pada kelancaran mereka dalam melakukan pekerjaannya. Siswa menjadi
lebih yakin pada kemampuannya jika siswa dapat naik ke level penguasaan yang lebih tinggi.
Keterampilan mengacu pada kemampuan untuk beradaptasi dan bereaksi terhadap situasi
baru untuk “bergerak dengan cepat” berdasarkan informasi baru.
Setiap kategori tingkat penguasaan kompetensi, sebagaimana telah dibahas pada aktivitas
sebelumnya, tentu memiliki kebutuhan dan pendekatan tersendiri. Sebelum menentukan
tindak lanjut yang tepat, Guru perlu menganalisis setiap kategori kompetensi siswanya.
Pada infografik berikut ini, disajikan contoh analisis tingkat kompetensi berdasarkan
kebutuhan, pendekatan, struktur pembelajaran. Penjelasan ini diadaptasi dari penjelasan
tahapan penguasaan Marc Rosenberg (2012). Silakan membaca dan mencermatinya.
Merekomendasikan Strategi Pembelajaran
Berdasarkan Hasil Laporan Asesmen
Kompetensi Minimum
Dengan penjelasan dan ilustrasi yang diberikan diharapkan guru dan pemangku kepentingan
pendidikan lainnya dapat memperoleh gambaran AKM secara komprehensif. Seperti telah
disampaikan dan ditunjukkan, meskipun AKM tidak mengukur secara spesifik capaian
belajar pada mata pelajaran, namun pelaporan hasil AKM dapat dimanfaatkan untuk
perbaikan proses pembelajaran pada berbagai mata pelajaran. Tentunya dengan didasarkan
pada analisis hasil laporan Asesmen Kompetensi Minimum.
Implikasi tingkat kompetensi pada pembelajaran dapat dilihat melalui contoh mata pelajaran
IPS berikut ini. Disajikan bacaan berisi materi baru mengenai koperasi: menjelaskan definisi,
fungsi, manfaat dan beragam contoh baik. Guru diharapkan menyesuaikan pembelajarannya
sesuai tingkat kompetensi murid. Misalnya:
1. Murid di tingkat Perlu Intervensi Khusus belum mampu memahami isi bacaan, murid
hanya mampu membuat interpretasi sederhana. Guru IPS tidak cukup bertumpu pada
materi bacaan tersebut. Murid perlu diberi bahan belajar lain secara audio, visual dan
pendampingan khusus.
2. Murid di tingkat Dasar telah mampu mengambil informasi dari teks, namun tidak
memahami secara utuh isi topik koperasi. Murid dapat diberi sumber belajar
pendamping dalam bentuk catatan singkat atau simpulan untuk pemahaman yang
utuh.
3. Murid di tingkat Cakap mampu memahami dengan baik isi teks mengenai koperasi,
namun belum mampu merefleksi. Murid dapat diberi pembelajaran identifikasi
kondisi lingkungan murid, mengaitkan dengan fungsi dan manfaat koperasi.
4. Murid di tingkat Mahir mampu memahami isi bacaan dan merefleksi kegunaan
koperasi dari teks yang diberikan oleh guru. Guru dapat melakukan pembelajaran
berupa menyusun beragam strategi pemanfaatan koperasi.
Pemahaman terhadap segitiga belajar akan membawa kita pada kebutuhan membaca laporan
Asesmen Kompetensi Minimum dan menggunakannya untuk perbaikan kualitas
pembelajaran. Bagaimana cara membaca dan menggunakannya? Pelajari topik modul
berikutnya.