Anda di halaman 1dari 45

Sri Mulyani Bicara Soal Jamu-Obat

Tradisional, Apa Katanya?


SHARE

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong agar


perusahaan jamu dan obat tradisional bisa terus mengembangkan produknya. Apalagi di
kondisi saat ini di mana produk-produk jamu dan obat tradisional semakin banyak
peminatnya.

"Masyarakat di dalam situasi hadapi pandemi ingin memiliki gaya hidup lebih sehat dan
konsumsi hal-hal yang bisa tingkatkan imunitas. Ini berikan harapan ke industri jamu dan
obat tradisional karena pangsanya sesuai dengan tema saat ini," ujar Sri Mulyani.

Hal itu disampaikannya dalam Webinar GP Jamu dengan tema "Dukungan Pembiayaan,
Teknologi dan Perundangan dari Pemerintah dan Perbankan untuk Industri Besar dan
UMKM Jamu, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, SPA, Aromaterapi Terutama di Masa
Pandemi" yang berlangsung secara virtual, Senin (30/11/2020).

"Kami harap industri ini makin maju seiring pengetahuan masyarakat dan munculnya
berbagai penelitian ilmiah yang gambarkan bahwa jamu atau obat tradisional miliki khasiat
yang bisa tingkatkan daya tahan tubuh hingga sisi pengobatan," lanjutnya.

Sri Mulyani pun bilang pemerintah akan memberikan dukungan penuh kepada industri ini
untuk memaksimalkan potensi. Di mana saat ini ada 1.247 industri jamu dan obat tradisional
mulai dari yang kecil seperti UMKM hingga perusahaan besar yang memiliki potensi kuat
untuk terus berkembang.

Baca:

Sri Mulyani Ingatkan Youtuber Bayar Pajak

"Pemerintah dalam mendukung UMKM membantu mulai dari pengadaan bahan baku,
kemudahan berusaha dan insentif perpajakan, akses ke modal dan keringanan lain," kata Sri
Mulyani.

Selain itu, pemerintah juga akan membantu memperluas pasar jamu dan obat tradisional
hingga ke negara lain melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). LPEI akan
memberikan bantuan dari sisi permodalan hingga sisi teknikal perusahaan yang ingin
menembus pasar global.

"Ini adalah suatu yang tidak hanya kuatkan badan manusia, juga perekonomian Indonesia.
Kita perlu terus dorong berbagai kegiatan yang merupakan keunggulan Indonesia termasuk
produk herbal karena Indonesia negara subur, tanah yang bisa tumbuhkan berbagai macam
biodiversity yang merupakan aset luar biasa," ujar Sri Mulyani.

Selain melalui LPEI, ia menjelaskan bahwa dukungan juga diberikan pemerintah dengan
memastikan ekosistem logistik yang efisien melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC). Dalam hal ini DJBC akan membantu inovasi dan entrepreneurship para pengusaha
jamu dan obat tradisional.

"Dalam dukungan logistik itu sangat penting terutama kalau ini produk mudah rusak, dan
produk di mana kualitas handling jadi sangat penting," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, dari sisi permodalan pemerintah memberikan dukungan yakni pemberian
subsidi bunga melalui Kredit Uasaha Rakyat (KUR). Dukungan ini hadir melalui program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Kita berikan lebih dari 266 ribu debitur yang mendapatkan relaksasi dari penundaan
pembayaran pinjamannya hingga pembayaran bunga yang dibayar pemerintah. Ini juga
termasuk ke pengusaha jamu dan obat tradisional," ujar Sri Mulyani.
Pemerintah Dukung Pengembangan Obat
Herbal Di Masa Pandemi Covid-19

Karanganyar (8/10) -- Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam
yang melimpah ruah. Salah satu yang paling unggul dimiliki Indonesia adalah kekayaan
hayati berupa rempah-rempah dan tanaman obat yang berkhasiat. 

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK)


Muhadjir Effendy berkesempatan melakukan kunjungan kerja ke Kemenkes, di Kecamatan
Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, pada Kamis (8/10).

Dalam rangkaian kunjungannya, Menko PMK mengunjungi kebun percobaan dan produksi
tanaman herbal yang dikembangkan B2P2TOOT di Dusun Tlogodlingo, Kecamatan
Tawangmangu, untuk melihat aneka ragam jenis tanaman obat yang dikembangkan, sekaligus
ikut memanen beberapa jenis tanaman obat, yaitu tanaman kamomil/chamomile, dan tanaman
timi/thime.

"Kunjungan saya ke sini untuk melihat di lapangan tentang perkembangan bahan-bahan baku
dari obat-obatan yang bersumber dari bahan herbal dan juga melihat perkembangan obat
tradisional di balai besar ini" ujar dia usai melakukan kunjungan di B2P2TOOT.

Menko PMK mengatakan, pengembangan tanaman obat dan herbal di masa pandemi Covid-
19 ini sangatlah penting. Menurutnya, saat ini Presiden RI Joko Widodo berfokus pada
pengembangan obat-obatan yang bersumber dari bahan baku asli Indonesia.

"Sesuai arahan Presiden, diminta untuk lebih mengutamakan pada bahan yang bersumber dari
Indonesia sendiri, yaitu bahan baku lokal. Dan kalau bisa dikembangkan bukan hanya sebagai
obat tradisional, tetapi juga sebagai obat fitofarmaka (obat dari bahan alam yang telah
dibuktikan keamanannya dengan uji klinis)," jelasnya.

Lebih lanjut, Menko PMK menilai, apa yang telah dilakukan B2P2TOOT dalam
pengembangan tanaman obat dan produksi obat herbal sudah sangat baik. Bahkan,
B2P2TOOT juga turut melakukan pembinaan kepada para petani tanaman obat di Kabupaten
Karanganyar agar kualitas dari tanaman obat yang dihasilkan terrus terjaga.

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani tanaman obat, Menko Muhadjir mengatakan,


nantinya pemerintah akan mendesain korporasi khusus untuk tanaman obat. Hal itu dilakukan
agar para petani bisa memasarkan produknya secara kontinyu dan memilki pasar yang tetap.

"Dengan demikian, produk petani itu mulai dari proses penanamannya, pembibitanya,
kemudian sudah menjadi produk itu dibimbing sampai ada jaminan bahwa produknya nanti
hasil petani itu akan terbeli. Sehingga petani akan merasa aman merasa nyaman dalam
bekerja. Sementara produknya juga akan berstandar yang sesuai dengan kebutuhan obat,"
ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny
Lukito mengatakan bahwa pemerintah sangat mendukung pengembangan tanaman obat di
B2P2TOOT dan produk turunannya seperti jamu dan obat-obatan herbal. Dia mengatakan,
BPOM akan ikut mendamping dan bertanggung jawab untuk menjamin aspek keamanan
mutu khasiat dari produk herbal terstandar ayau obat fitofarmaka. 

"Jadi saya sangat mengapresiasi balai ini yang tidak hanya berbasis riset, dia juga
membimbing para petani para calon pelaku usaha UMKM jamu dan obat tradisional. Kami
siap membantu mendampinginya nanti sehingga produk-produk tersebut bisa memenuhi
aspek mutu dan kualitas jamu tradisional," tukas dia.

Melanjutkan rangkaian kunjungan kerjanya, Menko PMK juga meninjau e-Warong Berkah di
Dukuh Suruh Kalong, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, yang dikelola oleh
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH). Di e-Warong
tersebut, Menko Muhadjir melihat proses transaksi pembelanjaan bantuan sosial Program
Sembako yang dilakukan para KPM untuk mendapatkan bantuan sembako. Selain itu, Menko
PMK juga mengecek kualitas bahan pangan yang diserahkan kepada penerima manfaat.(*)

 Kementerian koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan RI

Kontributor Foto:
Kristian Suryatna
Reporter:
Novrizaldi
Mahasiswa KKN UNEJ Bantu UMKM
Jamu Herbal Instan di Sumbersari Jember
July 30, 2020 PENDIDIKAN
Jember- Sebanyak 3.997 mahasiswa Universitas Jember (UNEJ) pada 1 Juli 2020 hingga 14
Agustus 2020 mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun kali ini, pelaksanaan KKN
berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti yang diketahui, pandemi Covid-19 membuat
kegiatan harus dilakukan berdasarkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan,
sehingga Universitas Jember mengambil kebijakan mahasiswa menjalankan KKN secara
perseorangan di desa/kelurahan masing-masing, atau diberi nama “Back to Village”, yang
tersebar di seluruh Indonesia.

Fokus dari KKN bermacam-macam, mulai dari pendidikan anak sekolah, inovasi teknologi
informasi, pemberdayaan jarring pengaman desa, pencegahan Covid-19, hingga
pengembangan wirausaha masyarakat yang terdampak Covid-19.

Salah satunya adalah yang dilakukan Roan Pratama Putra, mahasiswa KKN UNEJ, yang
melaksanakan KKN dengan program pemberdayaan kewirausahaan pelaku usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM) Jamu Herbal “Sari Alam” di Kelurahan Sumbersari,
Kecamatan Sumbersari, Jember, yang penjualannya sedang terdampak Covid-19.

Ia menilai jamu herbal instan saat ini masih berpotensi memiliki daya nilai jual tinggi untuk
meningkatkan imun selama wabah Covid-19. Namun, karena tidak adanya inovasi dalam
penjualan produk ditambah kondisi ekonomi masyarakat yang menurun selama pandemi,
pendapatan UMKM ini tetap menurun 4 bulan terakhir.

Ia bersama dosen pembimbingnya, drg. Agustin Wulan Suci Dharmayanti, MDSc,


merencanakan program untuk membangkitkan kembali pendapatan UMKM ini. Program
yang dibuat yaitu melatih branding dan pemasaran yang dibutuhkan di masa pandemi, seperti
teknik fotografi produk dan pengelolaan akun media sosial maupun e-commerce.

Tak lupa, mahasiswa program studi Pendidikan Dokter ini juga megedukasi bahaya Covid-
19, dan melatih para pekerja Jamu Herbal untuk mengikuti Pedoman Pencegahan Covid-19
dalam Produksi dan Distribusi Pangan Olahan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM).

Mulai dari cara cuci tangan dan menggunakan masker yang benar, hingga melatih kebiasaan
menggunakan alat pelindung diri (APD) saat proses produksi seperti faceshield, sarung
tangan, apron, dan masker. Hal ini agar produk jamu yang diproduksi aman untuk
dikonsumsi.
Pelaksanaan program KKN ini harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.
Mahasiswa dan sasaran secara mandiri mempersiapkan masker, hand-sanitizer, dan jaga jarak
selama bertatap muka dengan sasaran. Hal ini penting agar tidak adanya penularan yang
terjadi selama program ini.

Diharapkan dengan dilakukannya program KKN UNEJ “Back to Village” 2020 ini,
mahasiswa dapat memberikan dampak positif yang besar kepada masyarakat. Penjualan
UMKM Jamu Herbal saat ini meningkat 60 persen, jika dibandingkan bulan sebelumnya. Hal
ini terjadi akibat gencarnya melakukan pemasaran melalui media sosial dan e-commerce.
Herbal dan Peluang Bisnis di Masa Pandemi COVID-19, Pilih Sehat atau Resesi?

Herbal dan Peluang Bisnis di Masa


Pandemi COVID-19, Pilih Sehat atau
Resesi?
Izzah Al Mukminah 3 Oktober 2020 herbal Leave a comment

Artikel Terkait

Wasekjen PP IAI Jadi Apoteker Pertama yang Disuntik Vaksin COVID-19

5 jam ago
15 Juta Dosis Bahan Baku Vaksin Sinovac Tiba di Jakarta

10 jam ago

Regulator Eropa Terima Permohonan Izin Edar Bersyarat Vaksin COVID-19 AstraZeneca

15 jam ago

Majalah Farmasetika – Pandemi virus corona baru di Indonesia tampaknya belum akan usai
dalam waktu dekat. Pasalnya, jumlah kasus positif Covid-19 masih terus bertambah setiap
harinya.

Dengan kondisi tersebut, menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh di masa
pandemi merupakan cara yang cukup bijak agar tidak tertular Covid-19. Pandemi Covid-19
membuat sebagian besar masyarakat lebih sadar pentingnya menjaga kesehatan.

Salah satu caranya dengan mengonsumsi obat herbal dan suplemen kesehatan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindar dari serangan penyakit, termasuk Covid-19.

“Konsumsi herbal dan suplemen kesehatan yang aman, bermanfaat, dan bermutu menjadi
salah satu upaya preventif yang perlu dibudayakan oleh masyarakat pada masa pandemi ini,”
imbau Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito dalam Focus Group Discussion (FGD)
virtual “Peran Herbal dan Suplemen Kesehatan Menghadapi Pandemi COVID-19” di Kantor
Badan POM, Kamis (14/05/2020).

Selain dapat meningkatkan daya tahan tubuh, tanaman herbal juga dapat memulihkan tubuh
dari penyakit tertentu, termasuk Covid-19. Hal ini sudah dibuktikan penyidik senior KPK
Novel Baswedan Ketika dirinya dan keluarga berstatus negatif Covid-19. Ia pun melakukan
isolasi mandiri selama 11 hari dan kemudian sembuh.
Novel mengungkapkan keluarga mengonsumsi ramuan herbal dan probiotik. Ramuan herbal
ia racik dari kunyit, kencur dan madu. Kunyit dan kencur diparut dan diseduh dengan air
hangat baru kemudian dicampur madu.

“Juga rebusan jahe yang diberi minyak kayu putih setetes. Selain itu ada beberapa suplemen
yang perlu dikonsumsi, di antaranya vitamin C, D, E, dan zinc. Semoga bermanfaat. Bagi
yang sedang sakit semoga lekas sembuh,” pungkas Novel.

Pemanfaatan obat herbal telah terbukti empiris secara turun menurun dapat memelihara
kesehatan tubuh. Untuk itu Badan POM berkomitmen mendukung pemanfaatan herbal
Indonesia untuk dikembangkan menjadi obat herbal dan suplemen kesehatan pencegah
Covid-19.

Baca :  Studi Baru : Cuaca Panas dan Lembab Perlambat Penularan COVID-19

“Kami selalu siap memfasilitasi dan mendampingi para peneliti dan pelaku usaha dalam riset,
pengembangan, dan hilirisasi obat herbal,” tutur Kepala Badan POM.

Sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, Indonesia berpeluang besar
mengembangkan riset obat herbal. Terbukti beberapa herbal dapat digunakan sebagai
imunomodulator atau peningkat sistem imun seperti kunyit, jahe, temulawak, meniran, jambu
biji, sambiloto, echinacea, atau berbagai efikasi lain yakni antiinflamasi, antioksidan, dan lain
sebagainya.

Tidak menutup kemungkinan herbal Indonesia dapat berfungsi sebagai antiviral dan perlu
dilakukan pembuktian ilmiah melalui uji klinik.

Oleh karena itu, 3 orang mahasiswa asal Universitas Padjadjaran yakni, Ayu Dewi Utami,
Izzah Al Mukminah, Syahrul Ramdhani dibimbing oleh Dr. Ade Zuhrotun, M. Si., Apt.
melakukan inovasi pengembangan pangan fungsional berupa minuman fungsional dari
paduan beberapa herbal melalui program Hibah Inovasi Pre-Startup Mahasiswa Universitas
Padjadjaran (HIPSMU) yang diadakan oleh Universitas Padjadjaran.

Produk ini memberi kepraktisan dan cepat dalam penyajian karena paduan herbal tersebut di
kemas menggunakan kantong filter teh celup dan juga dipadukan dengan susu sapi bubuk
yang terbukti sangat baik untuk tubuh, dikemas secara terpisah dalam aluminium foil.

Kombinasi rempah-rempah herbal dan susu tersebut dapat membuat produk ini memiliki
health value dan sangat bermanfaat untuk situasi saat ini. Produk ini dikenal dengan nama
MERDEKA, yakni Minuman Herbal Kering Golden Milk dan Turmeric Latte.

Dalam penyajiannya, minuman ini dapat ditambahkan gula sesuai selera dan dapat disajikan
secara hangat atau dingin.

Produk MERDEKA hadir sebagai respon dari situasi saat ini yang membuat semua
masyarakat harus meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindar dari Covid-19.
Harapannya produk MERDEKA dapat diterima oleh masyarakat sebagai suplemen sehari-
hari dalam menjaga daya tahan tubuh dalam beraktivitas agar terhindar dari berbagai
ancaman penyakit, termasuk Covid-19.

Baca :  Menristek Dukung Industri Farmasi Swasta Produksi Vaksin COVID-19 Bantu Bio Farma

Sumber :

Bijak Manfaatkan Obat Herbal dan Suplemen Kesehatan untuk Daya Tahan Tubuh
Menghadapi Pandemi COVID-19 https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/18484/Bijak-
Manfaatkan-Obat-Herbal-dan-Suplemen-Kesehatan-untuk-Daya-Tahan-Tubuh-Menghadapi-
Pandemi-COVID-19.html

Tips Novel Baswedan Sembuh dari Covid-19 https://m.cnnindonesia.com/gaya-


hidup/20200909194410-255-544623/tips-novel-baswedan-sembuh-dari-covid-19

Penulis : Syahrul Ramdhani, Ayu Utami Dewi, Izzah Al Mukminah


1. Perusahaan Industri Pengolahan

Konsep dan Definisi

Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu
barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi,
dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih
dekatkepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri/makloon dan pekerjaan
perakitan (assembling).

Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiatan ini bahan
baku disediakan oleh pihak lain sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan
mendapat imbalan sejumlah uang atau barang sebagai balas jasa (upah makloon), misalnya perusahaan
penggilingan padi yang melakukan kegiatan menggiling padi/gabah petani dengan balas jasa tertentu.

Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan
ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu,
dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang
atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut.

Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu :

1. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih)


2. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang)
3. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang)
4. Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang)

Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan kepada banyaknya
tenaga kerja yang bekerja, tanpa memperhatikan apakah perusahaan itu menggunakan mesin tenaga
atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan itu.

Klasifikasi Industri

Klasifikasi industri yang digunakan dalam survei industri pengolahan adalah klasifikasi yang berdasar
kepada International Standard Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC) revisi 4 , yang
telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI) tahun 2009.

Kode baku lapangan usaha suatu perusahaan industri ditentukan berdasarkan produksi utamanya, yaitu
jenis komoditi yang dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu perusahaan industri
menghasilkan 2 jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang sama maka produksi utama adalah
komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar.

Golongan Pokok

1. Makanan
2. Minuman
3. Pengolahan tembakau
4. Tekstil
5. Pakaian jadi
6. Kulit, barang dari kulit dan alas kaki
7. Kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu,
rotan dan sejenisnya
8. Kertas dan barang dari kertas
9. Pencetakan dan reproduksi media rekaman
10. Produk dari batu bara dan pengilangan minyak bumi
11. Bahan kimia dan barang dari bahan kimia
12. Farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional
13. Karet, barang dari karet dan plastik
14. Barang galian bukan logam
15. Logam dasar
16. Barang logam, bukan mesin dan peralatannya
17. Komputer, barang elektronik dan dan optik
18. Peralatan listrik
19. Mesin dan perlengkapan ytdl
20. Kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer
21. Alat angkutan lainnya
22. Furnitur
23. Pengolahan lainnya
24. Jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan

2. Jumlah Tenaga Kerja

Konsep dan Definisi

Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya pekerja/karyawan rata-rata perhari kerja baik pekerja yang
dibayar maupun pekerja yang tidak dibayar.

Pekerja Produksi adalah pekerja yang langsung bekerja dalam proses produksi atau berhubungan
dengan itu, termasuk pekerja yang langsung mengawasi proses produksi, mengoperasikan mesin,
mencatat bahan baku yang digunakan dan barang yang dihasilkan.

Pekerja lainnya adalah pekerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, pekerja ini
biasanya sebagai pekerja pendukung perusahaan, seperti manager (bukan produksi), kepala personalia,
skretaris, tukang ketik, penjaga malam, sopir perusahaan, dll.

3. Nilai Tambah

Konsep dan Definisi

Nilai tambah adalah besarnya output dikurangi besarnya nilai input (biaya antara).

Metode Penghitungan:

NTB = Output-Input

4. Produktifitas Tenaga Kerja

Konsep dan Definisi


Produktivitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan barang produksi.

Metode Penghitungan:

Produktifitas TK = Output / Jumlah tenaga kerja yang dibayar.

Sumber Data : Survei Tahunan Perusahaan Industri Pengolahan Besar dan Sedang

5. Komposisi Biaya Input

Konsep dan Definisi

Input atau biaya antara adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang terdiri dari biaya:

1. Bahan Baku

Bahan baku adalah semua jenis bahan baku dan bahan penolong yang digunakan dalam proses
produksi dan tidak termasuk: pembungkus, pengepak, pengikat barang jadi, bahan bakar yang
dipakai habis, perabot/ peralatan.

2. Bahan bakar, tenaga listrik dan gas

Bahan bakar yang digunakan selama proses produksi yang berupa: bensin, solar, minyak
tanah, batubara dan lainnya.

3. Sewa gedung, mesin dan alat-alat

4. Jasa non industri

Jasa yang tidak berkaitan dengan proses produksi

Komposisi biaya input adalah persentase dari masing-masing komponen biaya input terhadap biaya
input.

o Komposisi Nilai Output

Konsep dan Definisi

Output adalah nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri yang terdiri dari:

1. Barang yang dihasilkan

Barang –barang yang dihasilkan dari proses produksi

2. Tenaga listrik yang dijual

Tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri oleh perusahaan dan sebagiannya dijual kepada pihak
lain.

3. Jasa industri yang diterima dari pihak lain


Adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiatan ini bahan baku
disediakan oleh pihak lain sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya
dengan mendapat imbalan sejumlah uang atau barang sebagai balas jasa (upah makloon).

4. Selisih nilai stok barang setengah jadi

Selisih nilai stok barang setengah jadi akhir tahun dikurangi dengan stok awal tahun.

5. Penerimaan lain dari jasa non industri

Komposisi nilai output adalah persentase dari masing-masing komponen nilai output terhadap
nilai output.

o Sumber Data
1. Survei Tahunan Perusahaan Industri Pengolahan Besar dan Sedang
2. Survei Industri Mikro dan Kecil
Polije Bersama Unej Gelar Pelatihan
Pembibitan Aneka Tanaman Herbal Bagi
Gapoktan Suka Maju di Pace Silo Jember
August 2, 2020 PENDIDIKAN

Jember- Pelatihan pembibitan aneka macam tanaman herbal berkhasiat obat dilakukan dalam
rangka menjadikan Desa Pace menjadi sentra herbal di Kabupaten Jember. Kegiatan ini
merupakan awalan dari rangkaian kegiatan yang ada. Tim pelaksana kegiatan terdiri atas 2
dosen dari Politeknik Negeri Jember yaitu Iqbal Erdiansyah, SP., MP.dan Eliyatiningsih, SP.,
M.Sc., serta 2 dosen dari Universitas Jember yaitu Apt. Dwi Nurahmanto,S.Farm, M.Sc. dan
Vega Kartika Sari, SP., M.Sc.

Ketua tim pelaksana, Iqbal Erdiansyah menuturkan, Kegiatan ini dilakukan sebagai wujud
kegiatan dosen dalam pengabdian kepada masyarakat dan didanai oleh Kemenristek-Brin
dalam Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM) Tahun 2020.
”Hingga kini, meski kopi merupakan komoditas utama yang ditanam masyarakat Desa Pace,
namun tanaman herbal seperti cabe jamu, kunyit, dan jahe juga telah dibudidayakan,” tutur
Iqbal.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Jember, Tahun 2014, Silo merupakan
penghasil jahe ketiga terbesar di Jember. Dari hasil survey oleh tim pengusul, salah satu
anggota gapoktan di Pace pernah sukses memproduksi kunyit hingga 10 ton dan
mendapatkan omzet hingga ratusan juta rupiah.

“Selain itu, untuk cabe jawa telah dibudidayakan seluas 10 ha. Hal tersebut menunjukkan
Desa Pace berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra herbal di Kabupaten Jember,”
ujarnya.
Meski kegiatan pembibitan ini dilakukan di saat pandemi Covid-19, namun tim dan anggota
Gapoktan yang hadir menerapkan standar protokol kesehatan.

Gapoktan Suka Maju merupakan salah satu kelompok tani yang memiliki anggota sekitar 30
orang dan hingga kini aktif membudidayakan kopi dan berbagai komoditi herbal.
Ketua Gapoktan Suka Maju, Zainal Abidin, mengungkapkan, pihaknya bersyukur adanya
kegiatan ini.

“Fasilitas yang diberikan seperti rumah pembibitan, pengetahuan mengenai cara perbanyakan
tanaman herbal dan pemberdayaan warga sekitar untuk membudidayakan tanaman herbal
dipekarangan masing-masing merupakan hal yang sangat bermanfaat untuk kami dan tentu
Desa Pace kedepannya,” katanya.

M. Farohan selaku Kepala Desa Pace juga menyambut baik kegiatan ini, dan mengijinkan
rumah pembibitan dibangun di tanah desa.

“Kami mendukung sepenuhnya kegiatan ini, selama bermanfaat untuk warga Pace, kenapa
tidak,” ungkap Farohan.

Kegiatan ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Jember Tahun 2016-2021, yang salah satu misinya Meningkatkan Pembangunan
Ekonomi Kerakyatan yang Mandiri dan Berdaya Saing, Berbasis Agrobisnis/ Agroindustri
dan Industrialisasi Secara Berkelanjutan.(sep/sal)
OBAT HERBAL

Ramuan Tradisi Melintasi Pandemi


31 May 2020, 08:35 WIB

Kementerian Kesehatan mengizinkan penggunaan obat herbal di puskesmas, demi


pemeliharaan kesehatan dan menambah daya tahan tubuh. Namun, obat tradisional
bukan untuk situasi darurat.
Warga melakukan proses pembuatan Jamu Kunyit di Denpasar, Bali, Rabu (8/4/2020). Foto: ANTARA
FOTO/Fikri Yusuf
Riset Tumbuhan Obat dan Jamu pada 2017 menyebutkan, Indonesia memiliki sumber alam
hayati yang setidaknya terdiri dari 2.848 spesies tumbuhan obat, dengan 32.014 ramuan obat.
Menteri Kesehatan, ketika itu, Profesor Nila F Moeloek, menyatakan bahwa obat tradisional
memiliki peluang untuk digunakan dalam upaya promotif preventif, terutama menjaga daya
tahan tubuh.

Obat  tradisional adalah  salah satu produk tradisi masyarakat yang bersandar pada kearifan
lokal dan diwariskan secara turun-temurun. Penggunaan obat tradisional ini, yang berupa
obat herbal terstandar dan fitofarmaka, bahkan bisa dilayani di puskesmas melalui
penggunaan dana alokasi khusus bidang kesehatan.

Awal 2020, Kementerian Kesehatan RI menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.-


02/IV.2243/2020  tentang pemanfaatan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan. Surat edaran itu ditujukan kepada gubernur,
bupati, dan wali kota seluruh Indonesia. Intinya, Kementerian Kesehatan menyarankan
masyarakat memanfaatkan obat tradisional berupa jamu, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka.

Pemanfaatan obat tradisional tersebut sebagai upaya memelihara kesehatan, pencegahan


penyakit, dan perawatan kesehatan termasuk pada masa kedaruratan kesehatan masyarakat
atau bencana nasional Covid-19. Fitofarmaka yang dimaksud adalah obat dari bahan alam
yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan uji
klinik. 

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan (Yankes) Bambang Wibowo mengatakan, telah


ditetapkan formularium ramuan obat tradisional Indonesia (FROTI) melalui Keputusan
Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/Menkes/187/2017 yang penyusunannya dilakukan
berdasarkan gangguan kesehatan yang umumnya ditemukan di masyarakat.

Surat  edaran  ini dimaksudkan untuk memperjelas penggunaan ramuan  tradisional bagi
pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan termasuk pada masa
pandemi Covid-19.

Namun, menurut Bambang Wibowo, pemanfaatan obat tradisional harus tetap


memperhatikan petunjuk penggunaanya, di antaranya memiliki izin edar dari BPOM.
Informasi yang tercantum dalam kemasan harus diperhatikan, antara lain, aturan pakai,
tanggal kedaluwarsa, peringatan/kontra indikasi, khasiat, kondisi kemasan harus dalam
keadaan baik, dan bentuk fisik produk dalam keadaan baik.

Obat tradisional juga tidak boleh digunakan dalam keadaan kegawatdaruratan dan keadaan
yang potensial membahayakan jiwa.

Beberapa contoh tanaman obat meliputi jahe merah, jahe, temulawak, kunyit, kencur,
lengkuas, bawang putih, kayu manis, serei, daun kelor, daun katuk, jambu biji, lemon, jeruk
nipis, dan jinten hitam.

Selain itu obat tradisional juga memiliki khasiat, di antaranya, untuk daya tahan tubuh, darah
tinggi, diabetes, mengurangi keluhan batuk, flu, sakit tenggorokan, dan meningkatkan
produksi ASI.
Dalam surat edaran tersebut disebutkan petunjuk pemanfaatannya adalah:

1. Pemanfaatan tanaman obat tradisional dalam bentuk sediaan segar sebaiknya


dilakukan dengan memperhatikan petunjuk umum pemakaiannya
2. Pemilihan jenis tanaman, komposisi bahan, dan takarannya sesuai dengan racikan
ramuan obat tradisional yang akan dibuat.
3. Pengolahan tanaman obat dimaksud harus memperhatikan kebersihan, peralatan yang
digunakan, dan cara pengolahan yang benar dan baik.
4. Peralatan untuk merebus simplisia (bahan asli tanama  obat yang kering belum pernah
diolah) tidak boleh menggunakan logam, kecuali stainless steel. Sebaiknya alat
terbuat dari kaca, keramik, atau proselen.
5. Bahan ramuan obat tradisional harus dicuci bersih sebelum diproses lebih lanjut.
6. Saringan yang digunakan terbuat dari bahan  palstik/nilon, stainless steel atau kassa.
7. Obat tradisional dalam bentuk sediaan segar sebaiknya dikonsumsi untuk satu hari.
8. Pemanfaatan obat  tradisional dalam bentuk sediaan jadi harus memperhatikan:
9. Obat tradisional harus memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM).
10. Informasi yang tercantum dalam kemasan harus diperhatikan, antara lain, aturan
pakai, tanggal kedaluwarsa, peningkatan/kontra indikasi, dan khasiat.
11. Kondisi kemasan dalam keadaan baik.
12. Bentuk fisik produk terjaga baik.
13. Obat  tradisional tidak boleh digunakan dalam keadaan kedaruratan dan keadaan
potensial membahayakan jiwa.
14. Bila keluhan belum teratasi atau muncul keluhan lain dalam penggunaannya,
masyarakat harus menghentikan dan berkonsultasi ke dokter atau tenaga kesehatan
lain yang memiliki kompetensi terkait dengan obat tradisional.
15. Pemanfaatan tanaman obat sebagai ramuan obat tradisional berdasarkan khasiatnya
dapat merujuk pada Formulariun Obat Tradisional Indonesia (FROTI). Lebih lanjut
pemanfaatan yang bersamaan dengan pengobatan konvensional harus mendapat
persetujuan terlebih dulu dari dokter, termasuk di antaranya pemanfaatan ramuan obat
tradisional bagi ibu hamil dan menyusui.

Beberapa contoh tanaman obat meliputi:

 Rimpang/empon-empon seperti jahe merah, jahe, temulawak, kunyit, kencur, dan


lengkuas.
 Umbi-umbian seperti bawang putih.
 Kulit kayu seperti kayu manis.
 Batang seperti serei.
 Daun seperti kelor, katuk, pegagan, seledri.
 Buah seperti jambu biji, lemon, jeruk nipis.
 Herbal (seluruh bagian tumbuhan di atas tanah  terdiri dari batang, daun, bunga dan
buah) seperti meniran
 Biji-bijian seperti jinten.

Beberapa contoh khasiat obat tradisional meliputi:

1. Untuk daya tahan tubuh (ramuan yang mengandung meniran/kencur/mengkudu)


2. Untuk darah tinggi (ramuan yang mengandung seledri/kumis kucing)
3. Untuk diabetes, ramuan yang mengandung kayu manis/mengkudu dan pare
4. Untuk mengurangi keluhan batuk yaitu ramuan yang mengandung kencur, lagundi,
saga, jahe merah, lemon, dan daun mint.
5. Untuk mengurangi keluhan flu, yaitu ramuan yang mengandung jinten hitam,
mahkota dewa atau ramuan meniran, jahe, mint, dan cengkeh.
6. Untuk mengurangi keluhan sakit tenggorokan adalah tamuan yang mengandung, jahe,
kencur, jeruk nipis, adas, dan pala.
7. Untuk meningkatkan produksi  air susu ibu, adalah ramuan yang mengandung katuk,
pegagan, kelor, dan torbangun.

Dalam surat edaran ini juga diberikan enam  contoh  ramuan tanaman obat untuk
meningkatkan daya tahan tubuh antara lain:

 Ramuan 1

Bahan

Jahe merah : 2 ruas ibu jari

Jeruk Nipis : 1 buah

Kayu manis : 3 jari

Gula merah secukupnya

Air : 3 cangkir

Cuci bersih semua bahan, jahe merah digeprek. Rebus air hingga mengeluarkan banyak uap,
kecilkan api dan rebus semua bahan bersama gula merah selama 15 menit. Kemudian saring
dan dinginkan.

Cara pemakaian

Ramuan diminum 1 kali sehati sebanyak 1 ½ cangkir

 Ramuan 2

Bahan

Kunyit : 1 ruas ibu jari

Lengkuas: 1 ruas ibu jari

Jeruk Nipis : 1 buah

Air : 3 cangkir

Gula Merah: secukupnya


Cara pembuatan

Cuci bersih semua bahan, kunyit dan lengkuas digeprek, rebus air hingga mendidih, kecilkan
dan masukkan semua bahan. Tunggu kira-kira air hingga setengahnya, saring dalam keadaan
dingin

Cara pemakaian

Ramuan diminum 2x sehari sebanyak 1 ½ cangkir

 Ramuan 3

Bahan

Pegagan : 1 jumput

Jahe Merah : 1 ruas ibu Jari

Temu Lawak : 1 iris

Gula aren : secukupnya

Air 

Cara pembuatan

Bahan dicuci bersih, kemudian rebus air sampai mendidih. Setelah mendidih kecilkan api dan
masukkan  bahan yang sudah disiapkan. Tunggu sampai air tersisa kira-kira dua gelas,
penyaringan dilakukan sesudah dingin dan tambahkan perasan jeruk nipis.

Cara pemakaian

Diminum 2 x sehari 1 gelas

 Ramuan 4

Bahan

Kencur : 50 gr yg terkupas

Beras    : 100 gr

Daun pandan 3 lembar

Gula aren : secukupnya


Air : 2300 ml

Cara pembuatan

Sangrai beras hingga kekuningan, haluskan beras, kencur, dan gula. Masukkan ke dalam air
sampai mendidih, tambahkan pandan kemudian disaring

Cara pemakaian

Minum 2 x sehari

 Ramuan 5

Bahan

Daun kelor : 2 genggam

Air : 2 cangkir

Cara pembuatan

Rebus air sampai mendidih, masukkan kelor lalu matikan api dan saring sesudah dingin

Cara pemakaian

Dewasa : 2 kali sehari 1 cangkir

Anak : 2 kali sehari ½ cangkir

 Ramuan 6

Bahan

Bawang putih tunggal (lanang) : 2 butir

Air hangat : 1 gelas

Madu : secukupnya

Pembuatan

Bawang putih dicuci bersih dan dimemarkan sampai halus, kemudian campurkan ke dalam
air hangat dan tambahkan madu, aduk hingga larut.

Cara pemakaian
Ramuan diminum 2 kali sehari

Penulis: Eri Sutrisno


Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini
Mengunjungi Kampung Herbal, Sumber Ramuan Alami di Pelosok Jember Kompas.com -
01/02/2020, 07:00 WIB Bagikan: Komentar Gerbang menuju kampung herbal di Desa
Andongrejo Kecamatan Tempurejo Jember, tempat ini sekaligus menuju lahan Taman
Nasional Meru Betiri Lihat Foto Gerbang menuju kampung herbal di Desa Andongrejo
Kecamatan Tempurejo Jember, tempat ini sekaligus menuju lahan Taman Nasional Meru
Betiri(KOMPAS.COM/BAGUS SUPRIADI) Penulis Kontributor Jember, Bagus Supriadi |
Editor Abba Gabrillin JEMBER, KOMPAS.com – Dusun Krajan II, Desa Andongrejo,
Kecamatan Tempurejo, di Jember, Jawa Timur, merupakan kawasan penyanggah hutan
Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Menuju ke sana membutuhkan waktu sekitar 1 jam
perjalanan, dengan jarak tempuh 40 kilometer dari Kota Jember. Sepanjang jalan menuju
Desa Andongrejo akan banyak pohon karet milik PTPN XII di sisi kiri dan kanan. Lalu, ada
perumahan perkebunan dengan nuansa klasik. Sebelum memasuki Desa Andongrejo, harus
melewati Desa Curahnongko terlebih dahulu. Kampung Herbal Kemudian, akan ada gerbang
bertuliskan "Kampung Herbal" di pinggir jalan sebelum masuk ke TNMB. Masyarakat di
desa ini mulai memanfaatkan tanaman yang ada di hutan. Mereka mengambilnya, lalu
mengolah menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomis. Bahan-bahan alami digunakan
untuk membuat produk jamu asam urat, teh kelor, jamu liver, jahe instan dan susu jagung.
Baca juga: Cerita Keluarga Mahasiswa yang Terisolasi di Wuhan Khawatir Terjangkit Virus
Corona Ada juga susu jahe, dodol, bubuk instan lidah buaya, madu dan lainnya. Produk itu
untuk obat asam urat, liver, lambung, ambeien, darah tinggi hingga kolesterol. Semua produk
itu sudah dikemas dengan menarik. “Semua bahannya kami ambil dari hutan,” kata Sulasmi,
pembuat berbagai olahan produk jamu dari kelompok King Betiri. Menurut dia, King Betiri
merupakan kelompok yang dibuat warga. Artinya, saking betiri. Maksudnya, mengambil
bahan obat dari hutan Meru Betiri. “Karna memang di sana tersedia berbagai bahan untuk
obat,” tutur Sulasmi. Warga sekitar sudah belajar membuat ramuan instan sejak 1996.
Mereka belajar secara otodidak sejak saat itu. Kemudian, pada 2013 masyarakat baru
mendirikan kelompok. Tak cuma itu, produk dari warga sekitar itu sudah mulai dipasarkan.
Berbagai produk yang dibuat oleh masyarakat yang tinggal di daerah Hutan Meru Betiri
Jember dipamerkan Lihat Foto Berbagai produk yang dibuat oleh masyarakat yang tinggal di
daerah Hutan Meru Betiri Jember dipamerkan(KOMPAS.COM/BAGUS SUPRIADI) Dua
segmen produk Produk yang ada di Kampung Herbal terdiri dari dua segmen. Pertama,
minuman instan kesehatan seperti instan temulawak, kunir dan kencur. Kemudian, segmen
kedua obat-obatan, yakni campuran dari berbagai bahan. ”Misalkan obat asam urat,
campurannya ada beberapa macam,” kata Teguh Hadi Suprapto, warga yang juga membuat
produk obat-obatan. Menurut dia, proses produknya masih manual sampai sekarang. Ada
puluhan warga yang beraktivitas membuat jamu ini. Mereka terdiri dari penyedia bahan baku,
bagian produksi dan ada yang memasarkan. “Warga tanam di lahan pemanfaatan TNMB,
warga juga ikut menjaga” tuturnya. Sementara itu, kepala Desa Andongrejo Masjudianto
menambahkan, Kampung Herbal ini dibuat karena melihat potensi desa yang kaya dengan
tanaman obat. “Selain itu, kami mengembangkan Kampung Herbal agar menarik perhatian
warga yang berkunjung, terutama wisatawan,” tutur Masjudianto. Wiratno, Dirjen KSDAE
KLHK RI memberi apresiasi masyarakat yang memanfaatkan lahan konservasi menjadi lahan
yang menghasilkan Lihat Foto Wiratno, Dirjen KSDAE KLHK RI memberi apresiasi
masyarakat yang memanfaatkan lahan konservasi menjadi lahan yang
menghasilkan(KOMPAS.COM/BAGUS SUPRIADI) Manfaat ekonomis hingga kelestarian
alam Kampung Herbal ini sekaligus menjadi upaya TNMB untuk mengurangi aktivitas
penjarahan hutan oleh masyarakat sekitar. Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam dan
Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mendantangi
Kampung Herbal ini pada Selasa (28/1/2020). Menurut dia, warga yang berada di kawasan
hutan bisa memanfaatkan lahan agar mendapatkan manfaat ekonomis. ”Ada yang menaman
berbagai jenis yang bernilai ekonomis seperti jengkol, cabe dan pohon-pohonan. Itu tidak
apa-apa dalam bentuk kelompok, sambil menjaga hutan,” terang dia. Kepala TNMB Jember
Maman Surahman menambahkan, ada 2.600 hektar lahan yang bisa dikelola oleh warga
sekitar. Masyarakat diajak agar bisa memulihkan hutan, sehingga fungsinya sebagai
penyeimbang ekosistem bisa maksimal. “Produk dibuat warga, kami fasilitasi dan dampingi,”
kata Maman.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengunjungi Kampung Herbal,
Sumber Ramuan Alami di Pelosok Jember", Klik untuk baca:
https://regional.kompas.com/read/2020/02/01/07000051/mengunjungi-kampung-herbal-
sumber-ramuan-alami-di-pelosok-jember?page=all.
Penulis : Kontributor Jember, Bagus Supriadi
Editor : Abba Gabrillin

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Aneka Minuman Serbuk Jamu Herbal
13 April 2020
ikhtiar thd Allah SWT

Demi mencegah penyebaran penularan virus COVID-19 thd diri kita, kluarga kita, &
sekitar kita,

Ayoo kita ikhtiar menjaga kesehatan tubuh kita & meningkatkan daya tahan (imun)
tubuh kita, semaksimal mungkin,

Salahsatunya dengan selalu rutin mengkonsumsi (minum) jamu tradisional/herbal,


setiaphari dirumah bersama kluarga kita,

Disini tersedia tinggal seduh

Keunggulan Produk :

 terbuat 100% bahanbaku pilihan


 tanpa bahan pengawet zat kimia
 proses produksi/pengolahan pengemasan sesuai SOP Pekerjaan
 kualitas produk mampu bersaing
 cocok sbg minuman untuk kesegaran kesehatan tubuh
 harga merakyat terjangkau

Berikut produk-produk lainnya :

Jenis Varian Produk :

Varian Primer :
1. Jahe
2. Jahe merah
3. Jahe kelor
4. Jahe daun sirsat
5. Jahe bidara
6. Kencur
7. Kopi jahe kelor
8. Kopi jahe merah

Varian Sekunder :
1. Empon-empon
2. Kunir
3. Kunir putih
4. Kunir pegagan
5. Kunir beluntas
6. Lempuyang
7. Kunci sirih
8. Temulawak
9. Temu ireng
10. Mengkudu
11. Wortel labu siam
12. Kulit manggis

Harga Produk :
harga jual retail/ecer :

yg primer : 35.000/pack

yg sekunder : 30.000/pack

MINAT HUBUNGI : 081330378019(chat WA)

Harga Grosir :
ukuran hrg grosir
200gr 5% dri ecer (min.6)

Diproduksi oleh :
*JEMBER GREEN HERBALIST
Sumbersari – Jember
Jatim – Indonesia

smoga rejeki & barokah


#HidupSehatAlami
#UMKMBerdaya,
#EkonomiSukses,
#IndonesiaMaju,
#SalamPemberdayaanUMKM,

202 total views , 1 views today


STRATEGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA TUMBUHAN OBAT DALAM MENUNJANG PERTANIAN
BERKELANJUTAN

6 April 2016/4 Comments/in Inaugural Lectures /by admin

Oleh:
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.

Disampaikan pada Sidang Senat Terbuka Universitas Sebelas Maret Tanggal 30 April 2009

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua.


Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan, karunia, rahmat, taufik, hidayah, inayah serta barokah-Nya kepada
kita semua, sehingga sampai saat ini kita dapat hadir di sini dalam keadaan sehat tidak kurang
suatu apa. Atas ijin Allah SWT saya dapat berdiri di mimbar terhormat ini untuk
menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar dalam bidang Ilmu Agronomi pada Fakultas
Pertanian, UNS di hadapan para hadirin yang mulia.

Hadirin yang saya hormati,

Pada hari yang berbahagia ini, perkenankanlah saya menyampai¬kan pidato pengukuhan
guru besar dengan judul ”Strategi Pengembangan Budidaya Tumbuhan Obat dalam
Menunjang Pertanian Berkelanjutan”. Judul ini saya pilih mengingat pentingnya tumbuhan
obat sebagai bagian dari kekayaan plasma nutfah di Indonesia, yang perlu dimanfaatkan
sekaligus dilestarikan eksistensinya. Selain itu tumbuhan obat merupakan salah satu komoditi
hortikultura prospektif untuk dikembangkan menjadi salah satu komoditas andalan, karena
mempunyai peranserta yang besar dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan
penerimaan devisa negara.
Peran tumbuhan obat dalam pemberdayaan ekonomi dapat melalui: (1) penyediaan bahan
baku, (2) sebagai penggerak ber¬kembangnya sektor ekonomi pedesaan, (3) pemanfaatan
sumber daya domestik, (4) penyerapan tenaga kerja produktif di pedesaan sekaligus sebagai
media untuk meratakan dan meningkatkan kese¬jah¬teraan masyarakat, (5) menghasilkan
devisa negara. Pengem¬bang¬an tumbuhan obat harus memperhatikan: (1) pengembangan
sentra produksi, (2) pengembangan benih, (3) pengembangan penangkar benih/ bibit, (4)
pemanfaatan paket teknologi, (5) peningkatan sumber daya manusia, dan (6) penguatan
modal kelompok petani  (Pujiasmanto, 2003).
Hasil olahan tumbuhan obat mempunyai nilai ekonomi tinggi.  Penggunaan obat tradisional
(herbal medicine) di dunia terus meningkat dari tahun ke tahun.  Total impor fitofarmaka di
pasaran internasional pada dekade terakhir ini mencapai 500.000 ton per tahun dan tumbuh
8.5% per tahun. Budidaya tumbuhan obat me¬miliki keuntungan yang bersifat ekonomis
maupun non ekonomis, yaitu: (1) peningkatan pendapatan masyarakat, (2) pelestarian
ekosistem dan plasma nutfah, (3) penjaminan kontinyuitas suplai bahan baku, (4)
peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi tumbuhan obat.  Perhatian dunia terhadap
obat-obatan dari bahan alam (obat herbal) menunjukkan peningkatan, baik di negara-negara
berkembang maupun di negara-negara maju. Menurut data  yang dihimpun oleh Sekretariat
Convention on Biological Diversity (CBD) penjualan global obat herbal dapat mencapai US
$ 60 milyar (>54 triliun rupiah/tahun). Obat-obatan herbal telah diterima secara luas di
negara-negara yang tergolong berpendapatan rendah sampai maju. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan bahwa 65% dari penduduk negara-negara maju menggunakan obat-
obatan herbal (Aspan,  2004; Depkes, 2006;  Pujiasmanto, 2009).

Strategi Pengembangan Tumbuhan Obat


Strategi ialah perencanaan, arah dan pengelolaan untuk mencapai suatu tujuan. Strategi ialah
rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengkaitkan keunggulan strategi
dengan tantangan lingkungan. Strategi dirancang untuk memasti¬kan bahwa tujuan utama
dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat. Arah penyiapan teknologi budidaya tumbuhan
obat perlu memperhatikan aspek teknis, sosial, budaya dan ekonomi. Aspek teknis ditinjau
dari ekologi ialah faktor abiotis dan biotis. Faktor abiotis ialah suhu, kelembaban udara, curah
hujan, pH, jenis tanah, struktur tanah, kedalaman solum dan kesuburan tanah. Faktor biotis
ialah jenis-jenis pohon dan tumbuhan herba yang berasosiasi dengan tumbuhan obat (Dephut,
2004).
Tahapan awal strategi pengembangan tumbuhan obat dapat dilakukan berkaitan dengan
pembudidayaan tumbuhan obat. Proses dari tumbuhan liar menjadi tanaman budidaya melalui
penanaman pada habitat baru disebut domestikasi. Domestikasi sebagai proses perkembangan
organisme yang dikontrol manusia, mencakup pertumbuhan genetik tumbuhan yang
berlangsung berkelanjutan semenjak dibudidayakan. Domestikasi berkaitan dengan seleksi
dan manajemen oleh manusia dan tidak hanya sekedar pemeliharaan. Proses mendomestikasi
ialah menaturalisasikan biota ke kondisi manusia dengan segala kebutuhan dan kapasitasnya.
Pada domestikasi tumbuhan perlu dikaji kondisi benih, perubahan morfologi, laju
pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan penalaran manusia, tumbuhan
didomestikasi dengan beragam cara, mulai cara yang sederhana hingga ke cara yang sangat
maju dengan bioteknologi. Menurut Demchik dan Streed (2002) domestikasi untuk tumbuhan
dengan cara bertahap ialah: (1) wildcrafting, (2) stand improvement, (3) penanaman
(pemeliharaan), (4) seleksi (pemuliaan) dan penggunaan stok andal dalam penanaman
(budidaya). Pengubahan tersebut berkonsekuensi dengan penam¬bah¬an modal dan
teknologi agronomik penggunaan benih dan bibit terpilih, pengaturan tanaman dan
pemupukan yang tepat. Perbaikan teknik budidaya tumbuhan obat ialah cara memperbaiki
kualitas simplisia dan meningkatkan kuantitas simplisia dalam jumlah cukup dan seragam
untuk memenuhi bahan baku obat. Langkah awal yang dilakukan ialah mengevaluasi kondisi
habitat tumbuhan sebagai dasar pengembangan tumbuhan lebih lanjut (Luasunaung et al.,
2003; Naiola et al., 2006).

Prospek Pengembangan Budidaya Tumbuhan Obat, dan Pemanfaatannya


Prospek pengembangan tumbuhan obat cukup cerah dilihat dari aspek potensi flora, iklim,
tanah maupun aspek industri obat dan komestika tradisional. Secara empiris, beberapa
tumbuhan obat selain mempunyai keunggulan kimiawi (sebagai bahan obat) juga mempunyai
keunggulan fisik (sebagai tanaman hias), dan biologis (sebagai tanaman yang
dibudidayakan). Pemanfaatan obat tradisio¬nal meningkat karena pergeseran pola penyakit
dari infeksi ke penyakit degeneratif serta gangguan metabolisme. Penyakit dege¬ne¬ratif
memerlukan pengobatan jangka panjang yang menyebabkan efek samping serius bagi
kesehatan. (Depkes,  2005).
Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Sebanyak 40 ribu jenis flora yang
tumbuh didunia, 30 ribu tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya
sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Indonesia memiliki sekitar 17% jumlah
species yang ada di dunia. Hutan tropis yang sangat luas beserta keaneragaman hayati yang
ada di dalamnya merupakan sumber daya alam yang tak ternilai harganya.  Indonesia dikenal
sebagai gudang tumbuhan obat (herbal) sehingga mendapat julukan live laboratory  (Litbang
Depkes, 2009).
Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cende¬rung meningkat sejalan dengan
berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan dan
minuman. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang
telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apapun). Simplisia tersebut berasal dari
akar, daun, bunga, biji, buah, terna dan kulit batang. Pemanfaatan tanaman obat Indonesia
akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi
kebudayaan mengkonsumsi jamu. Eks¬ploitasi tumbuhan obat yang berlebihan tanpa
memperhatikan upaya konservasi, tentu sangat mengkuatirkan. Peran para ahli budidaya
(agronomis) dan para ahli bioteknologi khususnya tekno¬logi kultur jaringan sangat penting
untuk menghindari kelangkaan bahan baku obat herbal, yang masih banyak diambil dari
tanaman aslinya secara konvensional (Radji, 2005).
Beberapa bahan baku obat tradisional telah menjadi komo¬ditas ekspor yang andal untuk
menambah devisa negara.  Berdasar¬kan data ekspor, Hongkong merupakan pasar utama
tumbuhan obat Indonesia karena mempunyai nilai ekspor yang paling besar, walaupun nilai
setiap tahunnya berfluktuasi. Rata-rata ekspor tanaman obat Indonesia ke Hongkong setiap
tahunnya sebesar 730 ton dengan nilai sebesar US$ 526,6 ribu. Ekspor terbesar kedua adalah
ke Singapura dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya mencapai 582 ton dengan nilai sebesar
US$ 647 ribu. Jerman merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga dengan tingkat ekspor rata-
rata setiap tahunnya mencapai sebesar 155 ton dengan nilai sebesar US$ 112,4 ribu. Selain itu
tujuan ekspor tanaman obat Indonesia ialah Taiwan, Jepang, Korea Selatan & Malaysia.
Sebanyak 2000 tumbuhan obat dan tanaman aromatik digunakan di Eropa untuk kebutuhan
komersial. Beberapa species botani secara konsisten diperlukan oleh banyak industri di USA
dan Eropa, diantaranya gingseng, valerian dan bawang putih (Maximillian, 2008).
Untuk menunjang kelestarian lingkungan hidup dan men¬jamin suplai bahan baku bagi
kebutuhan industri obat maka perlu dikembangkan sistem budidaya tumbuhan obat yang
sesuai dengan agroekosistem. Dalam budidaya tersebut perlu diperhatikan kualitas produk
bahan baku yang dihasilkan dan kualitas varietas tanaman.  Pemanfaatan tanaman obat harus
seiring dengan upaya pertanian yang menjaga ketersedian, kelestarian dan keaslian jenisnya
(speciesnya) (Sukardiman et al.,2009).
Terkait kesesuaian lingkungan, iklim dan tanah, untuk budi¬daya tumbuhan obat, ada
beberapa tahapan yang harus dilakukan. Setiap tahap mempunyai ciri tersendiri dan
memerlukan perlakuan khusus. Lingkungan tumbuh merupakan faktor yang cukup penting
karena berkaitan dengan peningkatan produksi dan dapat di¬pertahankan sifat genetik dari
tanaman. Masalah pengolahan lepas panen juga ikut berperan dalam mendapatkan bahan atau
simplisia yang bermutu tinggi.
Penggunaan produk herbal untuk jamu perawatan kesehatan maupun kecantikan telah diakui
oleh masyarakat sejak beberapa abad yang lalu. Konsep jamu ini sebenarnya diambil dari
hubungan harmoni antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya sehingga menghasilkan
konsep-konsep yang unik dalam kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan dan kecantikan
selaras dengan siklus hidup perkembangan manusia. Prospek pengembangan tanaman obat
sangat cerah, karena ada beberapa faktor pendukung, ialah (1) tersedianya sumber kekayaan
alam Indonesia dengan keaneka¬ragaman hayati terbesar ketiga di dunia, (2) sejarah
pengobatan tradisional yang telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan secara
turun menurun sehingga menjadi warisan budaya bangsa, (3) isu global ”back to nature”
berakibat meningkatkan pasar produk herbal termasuk Indonesia, (4) krisis moneter
menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat
dan (5) kebijakan pemerintah berupa peraturan perundangan menunjukkan perhatian yang
serius bagi pengembangan tumbuhan obat (Kintoko, 2006).
Banyak kalangan mulai melirik untuk mengembangkan tanaman obat, baik untuk kebutuhan
sendiri maupun untuk bisnis. Apalagi sejak masyarakat mulai sadar tentang manfaat tanaman
obat untuk menjaga dan memelihara kesehatan dan dengan makin menjamurnya industri-
industri obat tradisional di dalam maupun luar negeri. Hal ini juga ditunjang dengan
meningkatnya pandang¬an tentang segi positif mengkonsumsi bahan-bahan alam (natural)
dibandingkan bahan kimia atau sintesis. Dengan latar belakang tersebut maka beberapa
pendapat mengatakan bahwa tanaman obat Indonesia patut dan layak dikembangkan.

Kelemahan Pengembangan Tumbuhan Obat


Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, ditemukan berbagai simpul lemah dalam
rangkaian kegiatan yang berhubung¬an dengan kegiatan pengembangan tumbuhan obat.
Simpul-simpul lemah tersebut perlu diangkat sebagai isu strategis untuk mendapat¬kan
penanganan secara tepat, profesional dan terpadu. Berbagai simpul lemah tersebut yaitu:

1. Sumber bahan obat alam sebagian besar (diperkirakan lebih dari  90%) masih merupakan
pengumpulan dari tumbuhan liar, hutan dan pekarangan. Kegiatan budidaya tanaman obat
belum banyak diselenggarakan secara profesional.
2. Industri kecil obat tradisional dan juga banyak industri obat tradisional berskala besar
memperoleh bahan baku langsung dari pengumpul dan atau pedagang (penyalur) simplisia.
Pedagang simplisia yang sebagian besar berada di Jawa Tengah dan di Jawa Timur
memperoleh suplai simplisia dari petani di pulau Jawa.
3. Mutu simplisia pada umumnya kurang memenuhi persyaratan yang diperlukan, akibat
ketidakmampuan petani dan pengumpul dalam mengolah dan mengelola simplisia secara
baik.
4. Hampir semua obat tradisional, baik industri kecil maupun industri besar, belum
melakukan bimbingan/pelatihan teknis kepada pengumpul dan petani. Industri mengaku
menerima dan menyeleksi kembali hasil yang diperoleh dari pengumpul dengan biaya yang
cukup besar. Walaupun demikian sudah ada beberapa industri obat tradisional yang
membangun kemitraan dengan petani di sekitar lokasi pabriknya.
5. Industri obat tradisional masih sangat kurang memperhatikan dan memanfaatkan hasil-
hasil penelitian ilmiah dalam pengem¬bangan produk dan pasar. Dalam pengembangan pasar
industri obat tradisional masih lebih menekankan pada kegiatan pro¬mosi, dibanding
dukungan ilmiah mengenai kebenaran khasiat, keamanan dan kualitasnya. Dalam era
globalisasi dengan pasar bebasnya, upaya standarisasi yang berlaku secara nasional/
internasional menjadi hal yang sangat penting. Oleh karena itu penyusunan standar bahan
baku dan sediaan jadi perlu terus ditingkatkan.

Peluang Pengembangan Tumbuhan Obat


Beberapa peluang yang bisa mewujudkan keberhasilan agri¬bisnis tanaman obat di Indonesia
antara lain sebagai berikut.

1. Sejak terjadi masa krisis, posisi obat tradisional yang berbahan baku nabati mulai bisa
sejajar dengan obat-obatan modern di pasaran karena harganya relatif murah.
2. Tren kembali ke alam di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika makin
mempopulerkan pengobatan dan perawatan kesehatan secara natural sehingga meningkatkan
permintaan dunia terhadap bahan baku nabati.
3. Untuk mengantisipasi tingginya permintaan bahan baku nabati oleh negara-negara
penghasil produk herbal seperti Cina dan India maka Indonesia adalah daerah yang cocok
untuk pengem¬bangan budidaya tanaman obat. Seperti yang terjadi di negara Eropa dan
Amerika yang mengembangkan bahan baku nabati di daerah Amerika Selatan dan Afrika
Barat yang bersuhu tropis.
4. Beberapa jenis tanaman tropis yang berkhasiat obat dan banyak digunakan untuk
perawatan natural hanya bisa tumbuh di daerah tropis Indonesia.

Tantangan Pengembangan Tumbuhan Obat


Beberapa tantangan yang mendorong untuk segera dilakukan pengembangan budidaya
tumbuhan obat dan kosmetika di Indo¬nesia adalah sebagai berikut:

1. Tumbuhan obat sudah mulai sulit ditemukan di habitatnya, bahkan  beberapa spesies sudah
mulai langka karena kurangnya kesadaran masyarakat yang tidak menghiraukan segi
peles¬tarian, tetapi hanya memanfaatkan saja.
2. Berdasarkan beberapa penelitian, produksi simplisia dari tanaman obat  hasil budidaya
masih lebih rendah dari tanaman liar, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
3. Beberapa spesies tumbuhan obat masih cukup sulit dibudi¬dayakan secara konvensional.
4. Budidaya tumbuhan obat dan komestika sebaliknya dilakukan dengan sistem organik
(organic farming) tanpa menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya seperti pupuk kimia
buatan, herbisida, insektisida, dan fungisida.
5. Budidaya tanaman tanpa menerapkan bioteknologi yang di¬kuatir¬kan dapat merusak gen-
gen bermanfaat dari tanaman dalam jangka waktu yang lama.
6. Pasar tumbuhan bahan obat masih terbatas dan eksklusif, walaupun akhir-akhir ini
permintaannya cukup tinggi baik lokal maupun ekspor.

Program Pengembangan Tumbuhan Obat


Secara umum kebijakan pengembangan tumbuhan obat di Indonesia ditujukan untuk
pemanfaatan sumber daya alam tum¬buhan obat lainnya secara optimal bagi pembangunan
kesehatan sekaligus pembangunan industri obat tradisional dengan tetap menjaga kelestarian
sumber daya alam tersebut.
Strategi pengembangan tumbuhan obat dilakukan dengan pendekatan asas manfaat, asas
legalitas secara komprehensif terpadu dari hulu ke hilir dengan melibatkan semua pihak
terkait yang mencakup unsur pemerintah, industri, petani, pendidik, peneliti dan praktisi
kesehatan.
Semua kegiatan pengembangan tumbuhan obat berbasis pada lima pilar program
pengembangan tumbuhan obat yaitu:
1.    Pemeliharaan mutu, keamanan dan kebenaran khasiat
2.    Keseimbangan antara suplai dan permintaan (demand)
3.    Pengembangan dan kesinambungan antara industri hulu, industri antara, dan industri
hilir.
4.    Pengembangan dan penataan pasar, termasuk penggunaan pada pelayanan kesehatan
5.    Penelitian dan pendidikan.

Pengembangan Budidaya Tumbuhan Obat Menunjang Pembangunan Pertanian Berkelanjutan


Pada hakikatnya, sistem pertanian yang berkelanjutan adalah back to nature, yakni sistem
pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan
lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Upaya
manusia yang mengingkari kaidah-kaidah ekosistem dalam jangka pendek mungkin mampu
memacu produktivitas lahan dan hasil. Namun, dalam jangka panjang biasanya hanya akan
berakhir dengan kehancuran lingkungan. Kita yakin betul bahwa hukum alam adalah kuasa
Tuhan. Manusia sebagai umat-Nya hanya berwenang menikmati dan berkewajiban menjaga
serta melestari¬kannya.
Terminologi pertanian berkelanjutan (sustainable agri¬culture) sebagai padanan istilah
agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980 oleh pakar pertanian FAO (Food
Agriculture Organization). Agroekosistem sendiri mengacu pada modifikasi ekosistem
alamiah dengan sentuhan campur-tangan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, serat,
dan kayu untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Conway (pakar pertanian)
menggunakan istilah pertanian berkelanjutan dengan konteks agroekosistem yang berupaya
memadukan antara produktivitas (productivity), stabilitas (stability), dan pemerataan (equity).
Jadi, semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian ber¬kelanjutan adalah
jawaban bagi kegamangan dampak green revolution yang antara lain ditengarai oleh semakin
merosotnya produktivitas pertanian (leveling off). Green revolution memang sukses dengan
produktivitas hasil panen biji-bijian yang menakjub¬kan (miracle seeds), namun ternyata
juga memiliki sisi buruk atau eksternalitas negatif, misalnya erosi tanah yang berat, punahnya
keanekaragaman hayati, pencemaran air, bahaya residu bahan kimia pada hasil-hasil
pertanian, dan lain-lain (Conway and Barbier, 1990).
Di kalangan para pakar ilmu tanah dan agronomi, istilah sistem pertanian berkelanjutan lebih
dikenal dengan istilah LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) atau LISA (Low
Input Sustainable Agriculture), yaitu sistem pertanian yang berupaya meminimalkan
penggunaan input (benih, pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar) dari luar ekosistem, yang
dalam jangka panjang dapat membahayakan kelangsungan hidup sistem pertanian (Reijntjes
et al., 2006).
Kata sustainable mengandung dua makna, yaitu maintenance dan prolong. Artinya, pertanian
berkelanjutan harus mampu merawat atau menjaga (maintenance) untuk jangka waktu yang
panjang (prolong). Dalam bahasa Indonesia, sustainable di¬terjemah¬kan dengan kata
berkelanjutan. Otto Soemarwoto lebih senang menggunakan istilah terkelanjutan. Dalam
bahasa Jawa dikenal istilah yang lebih tepat, yaitu pertanian lumintu (terus-menerus),
sempulur (lestari, langgeng), atau milimintir. Berhubung lahir sebagai solusi alternatif untuk
mengatasi kegagalan pertanian modern di masa lalu, pertanian berkelanjutan juga dapat
disebut pertanian pascamodern (Salikin, 2007).
Di Indonesia, pembangunan berwawasan lingkungan merupa¬kan implementasi dari konsep
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani secara luas, melalui
peningkatan produksi pertanian, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas, dengan tetap
memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Pembangunan pertanian yang
dimaksud ialah pembangunan pertanian dalam arti luas atau komprehensif, meliputi bidang-
bidang pertanian tanaman pangan, tumbuhan obat (hortikultura), perkebunan, kehutanan,
peternakan, perikanan, dan kelautan. Pembangunan pertanian harus dilakukan secara
seimbang dan disesuaikan dengan daya dukung ekosistem sehingga kontinyuitas produksi
dapat dipertahankan dalam jangka panjang, dengan menekan tingkat kerusakan lingkungan
sekecil kecilnya. Pengembangan budidaya tumbuhan obat yang menunjang pem¬bangunan
pertanian berkelanjutan dapat dilakukan dengan budi¬daya secara organik.

Pengembangan Budidaya Tanaman Obat Secara Organik


Di kawasan hutan hujan tropis Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 30.000 spesies
tanaman tumbuh di jumlah tersebut jauh melebihi potensi daerah-daerah tropis lainnya,
termasuk Amerika Selatan dan Afrika Barat. Dari spesies tanaman yang ada tersebut, lebih
dari 8.000 spesies merupakan tanaman yang mem¬punyai khasiat obat dan baru 800-1.200
spesies yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat tradisional atau jamu (Litbang
Depkes, 2009).
Mengingat kekayaan alam Indonesia dengan keberagaman tanaman berkhasiat obat maka
sudah selayaknya jika penggunaan dan pemanfaatannya tetap memperhatikan faktor
pelestariannya agar tidak sampai punah. Namun demikian, sejalan dengan meningkatnya
permintaan bahan nabati yang diambil dari tanaman untuk keperluan pengobatan maupun
perawatan kesehatan dan kecantikan maka perlu segera dilakukan upaya pembudidayaan
tanaman tersebut di habitat aslinya (in situ) maupun luar ling¬kungan tumbuhnya (ex situ).
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keberadaan suatu jenis tanaman dengan tidak
mengambilnya secara liar dan tidak terkendali dari lingkungan tumbuhnya. Untuk itu, perlu
dilakukan upaya pembudidayaannya. Upaya ini diharapkan dapat mengimbangi pesatnya
perkembangan pemanfaatan bahan nabati untuk produk herbal dalam skala industri besar.
Pada awalnya, industri herbal memang hanya terbatas pada industri kecil dan skala rumah
tangga yang dipasarkan secara lokal dan individu seperti jamu gendong. Namun, industri ini
sekarang sudah ekspor ke manacanegara. Oleh karena itu, upaya pembudi¬dayaan tanaman
obat ini sangat tepat. Di samping untuk memenuhi kebutuhan bahan baku nabati dengan
kualitas yang baik dan kontinyu, upaya ini juga untuk melestarikan jenis-jenis tanaman obat
tertentu dengan tidak mengganggu kehidupan di lingkungan tumbuhnya atau di habitatnya.
Beberapa orang yang sangat peduli terhadap keberlanjutan hidup generasi mendatang mulai
berbuat sesuatu dengan memper¬kenalkan sistem bercocok tanam yang tidak bergantung
pada bahan-bahan kimia. Sistem bercocok tanam ini dikenal dengan sebutan bercocok tanam
secara organik (organic farming). Bercocok tanam secara organik didasarkan pada empat
prinsip dasar yaitu 1) tidak menggunakan pestisida kimia. 2) tidak meng¬gunakan pupuk
kimia. 3) beberapa spesies gulma tetap dibiarkan tumbuh, dan 4) tidak membajak tanah yang
akan ditanami.
Penggunaan pestisida kimia sebaiknya dihindarkan sama sekali dan diganti dengan pestisida
alami, seperti misalnya dengan menanam beberapa jenis tanaman atau gulma yang bagian
tubuh¬nya (bunga, daun, atau akarnya) dapat berfungsi sebagai pengusir serangga
pengganggu. Pestisida alami bisa juga dibuat dengan menggunakan ramuan dari beberapa
jenis tanaman kemudian dicampur dan dilarutkan untuk disemprotkan ke tanaman.
Sementara, pupuk yang digunakan untuk menambah nutrisi dalam tanah sebaiknya berupa
pupuk alam atau pupuk organik berasal dari sampah dapur, humus, serasah daun, atau
tanaman lainnya yang telah melalui proses penguraian oleh bakteri. Menurut Fukuoka (1985) 
pembajakan tanah akan merusak udara, air, dan nutrisi di dalam tanah yang sangat diperlukan
bagi pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies gulma yang dibiarkan tumbuh di sekitar
pertanaman dimungkinkan dapat menanggulangi kerusakan tanah akibat pertumbuhan
tanaman lainnya. Jenis gulma tersebut tentu saja yang dapat menunjang pertumbuhan
tanaman utama seperti gulma dari jenis Leguminoccae atau polong-polongan.
Beberapa ahli di bidang budidaya organik yang lain yaitu Klaus Mori, Kurt Egger, dan Bapa
Agato Eisener (Swiss) sangat mendukung konsep budidaya organik ini. Mereka berpendapat
bahwa konsep utama budidaya organik ialah bercocok tanam secara tumpang sari (multiple
cropping), yaitu dalam satu luasan ditanam beberapa jenis tanaman. Upaya ini pada awalnya
memang sangat sulit dan cukup berat untuk mengubah sistem bercocok tanam yang telah
lama dilakukan petani menuju sistem budidaya organik. Kendala ini terutama dirasakan pada
saat menghadapi serangan hama atau penyakit karena dalam sistem budidaya organik tidak
digunakan pestisida. Petani umumnya juga belum siap menghadapi kenyataan bahwa hasil
panennya sangat jelek dan di pasar dihargai sangat murah. Namun demikian, masalah-
masalah tersebut sudah dapat diatasi sedikit demi sedikit, misalnya saja untuk
menang¬gulangi hama bisa digunakan pestisida alami seperti daun sereh, tembakau, bunga
cengkih, atau bahan-bahan lain (Wardana et al., 2002).
Departemen Pertanian pernah mencetuskan suatu tema ”Menuju Pertanian Organik 2010”.
Hal ini merupakan salah satu langkah strategis dalam rangka mempercepat terwujudnya
program pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan (ecoagri¬business) untuk
meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masya¬rakat. Selanjutnya, dikatakan
bahwa pertanian organik ialah sistem produksi yang holistik dan terpadu dengan
mengutamakan kesehatan dan produktivitas agroeosistem secara alami untuk mampu
meng¬hasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berke¬lanjutan.
Untuk itu, beberapa teknik yang dilakukan dalam pertanian organik adalah sebagai berikut:

1. Mengindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika.


2. Menghindari penggunaan pestisida kimia sintesis. Pengendalian gulma, hama mapun
penyakit sebaiknya dilakukan secara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman.
3. Menghindari penggunaan zat pengatur dan pupuk kimia sintesis. Untuk itu, kesuburan dan
produktivitas tanah di¬tingkatkan dan dipelihara melalui penggunaan bahan-bahan organik
berupa humus, serasah tanaman, pupuk kompos, kandang, dan batuan mineral alami, serta
penanaman legum (tanaman polong-polongan), dan rotasi tanaman.

Tumbuhan Obat Unggulan


Berdasarkan Badan POM Depkes RI ada 9 tanaman obat unggulan Indonesia. Pengembangan
produk obat bahan alam ke arah fitofarmaka dengan melakukan serangkaian penelitian
ter¬hadap 9 tumbuhan obat unggulan Indonesia mulai dari budidaya sampai uji klinik
(Aspan, 2004).
Obat bahan alam yang telah dibuktikan khasiat dan ke¬amanan¬nya berdasarkan uji klinik
adalah sejajar dengan obat modern. Oleh karena itu tidak ada alasan penolakan penggunaan
fitofarmaka pada pelayanan kesehatan formal asalkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Kesembilan tumbuhan obat unggulan tersebut ialah :

1. Salam (Eugenia polyantha), bagian daunnya berkhasiat: anti¬hipertensi, imunomodulator,


dan diabetes.
2. Sambiloto (Andrographis paniculata), bagian tanaman di atas tanah berkhasiat; diabetes,
antiinflamasi, antihipertensi, dan antimikroba.
3. Kunyit (Curcuma domestica), bagian rimpang berkhasiat; menurunkan hepatoprotector,
antiinflamasi, dan dyspepsia (gangguan pencernaan).
4. Temulawak (Curcuma xanthorriza) bagian rimpang ber¬kha¬siat; hepatoprotector,
antiinflamasi, dyspepsia (gangguan pencernaan).
5. Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) bagian daun berkhasiat; menurunkan kolesterol, dan
diabetes.
6. Cabe Jawa (Piper retrofractum) bagian buah berkhasiat; andro¬genik, dan anabolik.
7. Mengkudu/Pace (Morinda citrifolia) bagian buah masak berkhasiat; antihipertensi,
imunomodulator, diabetes.
8. Jambu biji (Psidium guajava) bagian daun untuk mengobati demam berdarah.
9. Jahe merah (Zingiber officinale) bagian rimpang berkhasiat; antiinflamasi, analgesik,
rheumatik.

Penelitian-penelitian terhadap tumbuhan obat unggulan telah dilakukan oleh institusi terkait
dan perguruan tinggi, sebagaimana yang pernah penulis lakukan terhadap tumbuhan obat
sambiloto atas payung kerjasama BPTO dengan Fakultas Pertanian UNS.  Sambiloto sebagai
salah satu tumbuhan obat unggulan, berdasarkan survai yang penulis lakukan ternyata belum
dibudidayakan, dan diambil dari hutan-hutan, sehingga dapat mengganggu kelestarian alam.
Terkait dengan pertanian berkelanjutan, sambiloto perlu didomestikasi (dibudidayakan),
sehingga sebagai bahan obat herbal dapat terpenuhi baik kuantitas dan kualitas, sekaligus
terjaga erosi plasmanutfah dan kerusakan alam. Diharapkan hasil penelitian akan
meningkatkan pemanfaatan bahan obat alam dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Pengembangan pemanfaatan obat bahan alam dalam pela¬yanan kesehatan masyarakat
membuka kesempatan kepada produsen untuk mengembangkan produknya ke arah
fitofarmaka. Untuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan manfaat ada instansi yaitu Badan POM yang melakukan pengawasan
terhadap produk sebelum dan sesudah beredar. Sebelum beredar, produk didaftarkan di
Badan POM untuk dievaluasi terhadap aspek mutu, keamanan dan manfaat, dan apabila telah
memenuhi persyaratan maka diberikan persetujuan sehingga produk tersebut dapat beredar.
Terhadap produk yang telah beredar dilakukan kegatan survei dan atau monitoring dengan
mengamati parameter efek samping, kegiatan yang merugikan serta periklanan dan promosi.
Peran Badan POM dalam mendukung industri obat bahan alam diharapkan dapat
meningkatkan gairah perkembangan bisnis obat bahan alam mengingat masa depannya yang
cerah dan potensinya yang cukup besar (Aspan, 2004).

Pengembangan Budidaya Tumbuhan Obat dengan Riset Aksi


Riset Aksi (action research) merupakam metode pembelajaran masyarakat menjadi pilihan
tepat untuk usaha pengembangan masyarakat dalam rangka pemasyarakatan budidaya
tumbuhan obat yang berorientasi komersial.
Dalam riset aksi terjadi usaha-usaha untuk mendorong masya¬rakat baik secara individu
maupun kelompok untuk meman¬faat¬kan potensi yang ada pada diri mereka untuk
mengembangkan diri dan melakukan perbaikan-perbaikan.
Pertama kali yang perlu ditempuh dalam penemuan paket teknlogi tanaman obat adalah
melakukan pengumpulan data pendahuluan (need assesment); yang dalam hal ini dapat
diketahui kebutuhan-kebutuhan apa yang diperlukan oleh masyarakat setempat. Setelah
diketahui secara pasti potensi daerah maupun minat masyarakat terhadap pengembangan
tanaman obat lalu diadakan persiapan sosial, pengorganisasian masyarakat dan kemudian
dilakukan kegiatan aksi yang dapat berupa pembuatan demplot (lahan percontohan) yang
berisi percobaan-percobaan yang berhubungan dengan budidaya tanaman obat untuk
mendapatkan paket teknologi yang tepat guna. Mulai dari persiapan sampai pengamatan,
evaluasi masyarakat dilibatkan secara aktif. Setiap tahapan riset aksi diadakan ”back up
research” untuk menindaklanjuti kegiatan-kegiatan yang menonjol atau hal-hal yang perlu
diteliti lebih lanjut. Tahap akhir dari riset aksi adalah pelembagaan (institusionalisasi), jika
kegiatan komoditi tanaman obat dengan paket teknologinya telah teruji dengan baik.
Hadirin yang saya hormati,
Uraian yang telah saya sampaikan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa (1) pengembangan
budidaya tumbuhan obat harus memperhatikan kaidah-kaidah alam, dengan strategi
melaku¬kan domestikasi terhadap tumbuhan obat secara organik, (2) pengem¬bangan
tumbuhan obat didahulukan yang unggul dan prospektif serta telah teruji secara klinik untuk
memperoleh manfaat sebesar-besarnya tanpa merusak lingkungan, (3) pengembangan
budidaya tumbuhan obat dapat dilakukan dengan cara riset aksi (action research) dengan
pelibatan masyarakat di semua tahapan kegiatan. Akhirnya keberhasilan pengembangan
tumbuhan obat bergantung kesinambungan antara petani (industri hulu),
pengum¬pul/pedagang (industri antara), dan pabrik/eksportir obat herbal (industri hilir).
Semua pihak baik unsur petani, pedagang, industri obat, peneliti dan pemerintah harus sinergi
dan terpadu agar pengembangan budidaya tumbuhan obat yang berwawasan per¬tanian
berkelanjutan terwujud.

UCAPAN TERIMA KASIH

Hadirin yang saya hormati dan saya muliakan.


Sebelum mengakhiri pidato pengukuhan ini, secara tulus saya menghaturkan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk memangku jabatan Guru Besar dalam
bidang Agronomi pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2. Rektor/Ketua Senat Universitas Sebelas Maret, Bapak Prof. Dr. Muchammad
Syamsulhadi, dr., Sp.Kj.(K), dan seluruh anggota Senat Universitas, Dekan/Ketua Senat
Fakultas Pertanian Univer¬sitas Sebelas Maret dan segenap  anggota Senat Fakultas
Pertanian, Ketua Jurusan Agronomi, Ketua Laboratorium EMPT beserta jajarannya, dan Tim
Kumulatif Kredit Point (CCP) yang telah menyetujui dan mengusulkan saya untuk
menduduki jabatan Guru Besar.
3. Tim Asistensi Kelayakan Pengukuhan Guru Besar: Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD.;  Prof.
Dr. Ambar Mudigdo, dr.,Sp.PA(K); Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum.; Prof. Dr. Sigit Santosa,
MPd.; dan Prof. Dr. Joko Nurkamto, MPd. yang telah memberikan masukan.
4. Kepada guru-guru saya di Sekolah Rakyat Negeri V Karang¬anyar, SD Negeri Jetis
Karangmalang Juwiring Klaten, SMP Negeri 1 Karanganyar, SMA Negeri I  Karanganyar,
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada dan Program Pascasarjana Univer¬sitas Brawijaya, saya menghaturkan terima kasih
yang berkat jasa dan pengabdiannya, saya dapat mencapai jabatan tertinggi sebagai Guru
Besar di Perguruan Tinggi. Untuk para guru saya tersebut, saya mendoakan semoga Allah
SWT membalas budi baik beliau dengan pahala dan karunia yang berlipat ganda.
5. Prof. Ir. Harjono Danoesastro (alm.); Prof. Dr. Ir. T. Sujono selaku pembimbing saya pada
jenjang S1 dan Prof. Ir. Asparno Mardjuki (alm.); Prof. Dr. Ir. Soedharoedjian (alm.); Ir.
Djoko Isbandi, MSc. (alm); dan Ir. Siti Fatimah, SU selaku pem¬bimbing saya pada jenjang
S2.
6. Prof. Dr. Ir. Jody Moenandir, Dipl. Agr. Sc.; Prof. Dr. Ir. Syamsul¬bahri, MS., dan Prof.
Dr. Ir. Kuswanto, MS., selaku Promotor, Ko-Promotor disertasi saya, dan Prof. Dr. Ir. Tatik
Wardiyati, MS.; Dr. Ir. Agus Suryanto, MS.; Dr. Ir. Sudiarso, MS.; dan Prof. Dr. Ir. Djoko
Purnomo, MP. selaku penguji disertasi, terima kasih atas segala bimbingan, perhatian, dan
arahan yang sangat besar kepada saya.
7. Segenap civitas akademika Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, khususnya di
Jurusan Agronomi/Prodi. Agro¬teknologi. Terima kasih atas doa, dukungan, bantuan dan
kerja sama yang telah kita ciptakan bersama selama ini.
8. Ir. Toeranto Sugiyatmo, Ir. Zainal Jauhari, MS., Prof. Dr. Ir. Sholahudin, MS.; Prof. Dr. Ir.
Suntoro Wongso Atmojo, MS. yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada saya
untuk menuntut ilmu dan karier. Prof. Dr. Ir. Djoko              Purnomo, MP.; Ir. Wartoyo SP,
MS.; Ir. Suharto Pr., MS.;  Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS.; Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto, MSc.; Dr.
Ir. Pardono, MS.; Dr. Ir. Sulanjari, MS.; Ir. Eddy Tri¬haryanto, MP.; Ir. Sri Nyoto, MS.; Ir.
Triyono DS, MP.;             Dr. Ir. Purwanto, MS.; Dr. Ir. Eko Murniyanto, MS.;                     
Dr. Ir. MTH Budiastuti M.Si.; Drs. Didik Suroto, MP.; Hery Widijanto, SP.,MP.; dan kolega
yang lain di lab. EMPT dan lab. lainnya lingkup FP-UNS yang telah memberikan inspirasi
dan teman diskusi.
9. Kedua Orang Tua Saya, Ayahanda M. Tarumulyatno (Alm.) yang selalu memberikan
keteladanan dan berpesan agar putra-putranya menuntut ilmu setinggi-tingginya, dan
ibunda                     R. Ngt. Sriyati tercinta, atas jasanya membesarkan dan men¬didik saya
sejak kecil, memberikan motivasi dan selalu mendoakan saya. Kedua mertua saya Bp.
Mulyanto (alm) dan ibu R. Ngt. Ning Komariasri yang telah memotivasi dan selalu
mendoakan saya.
10. Akhirnya, terima kasih kepada istriku Dra. Linda Nur              Susila, MM. dan kedua
anakku Bintang Asmanda Putra dan Kartika Asmanda Putri atas pengertian, doa,
pengorbanan dan sumbang sarannya. Juga kepada kakakku beserta keluarganya: Ir. Suwono
Pujiastopo; Dr. Ir. Djoko Muljanto, MSc. (alm.);  dr. Tri Atmodjo Wasito, SpB. dan adikku
beserta keluarganya: drh. Sri Gatiyono, MSc.;   Ir. Heru Santosa, dan Drs. Saptono, yang
selalu mendoakan dan berdiskusi. Juga kakak dan adik ipar beserta keluarganya: Sri
Mulyaningsih, BA. (alm.), Anda Nur Juwita, Cahyo Nugroho, SE.; Dirgahayu Nugrahani,
SE. dan Kurniawan Jati, ST. yang telah memberikan doa.
11. Semua pihak yang telah membantu baik berupa tenaga, sumbangsaran dan fasilitas, 
penulis mengucapkan terima kasih. Semoga cita-cita luhur kita selalu mendapat ridhlo Allah
SWT, Allahumma Amin. Maha Suci Allah, Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam.

Wabillahittaufiq Wal Hidayah,


Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

DAFTAR PUSTAKA

Aspan, R. 2004. Pengembangan pemanfaatan obat bahan alam dalam pelayanan kesehatan
masyarakat. Pros. Sem. Nas. 25 Tumb. Obat Ind. Depkes RI.: 8 -15.
Demchik and Streed. 2002. “Non timber forest products and implication for forest managers:
use, collection and growth of berries, fruits and nuts”. http://www.rudyct.topcities.com.
Dephut.  2004.  “The roles of medicinal plants on plantation forest development”. 
http://www.dephut.go.id/indonesia.
Depkes. 2005. Pokok-pokok kebijakan nasional penelitian dan pengembangan tanaman obat
dan pengobatan tradisional. Temu Ilmiah Iptek Balitbang Depkes RI. : 1 – 14.
Depkes. 2006. ”Mengenal beberapa tanaman yang digunakan sebagai anti diabetika”.
http://www.pom.go.id/public/ default.asp. 6 Januari 2006.
Conway, G.R. and Barbier. 1990. After green revolution, sustain¬able agriculture
development. Earthscan Pub., London.
Fukuoka, M. 1985. The One-Straw Revolution. Bamtam Books. Toronto.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu obat alam (farma¬kognosi). Penebar Swadaya. pp.
139.
Jenie, U.A., M.Hanafi dan L.B.S. Kardono. 2005. Metode bio¬teknologi dan biomolekuler
terkini dan tepat guna yang mendukung pengembangan obat tradisional/alam di pasar lokal
dan global. Temu iIlmiah dan Iptek Balitbang Depkes RI.: 4 – 11.
Kintoko, 2006. ”Prospek pengembangan tanaman obat”.  http://pkukuwel.ukm. Download
31-03-2009.
Litbang Depkes. 2009. ”Tanaman obat asli milik bangsa dan negara RI”.
http://www.bmf.litbang.depkes.go.id. Download              31-03-2009.
Luasunaung, A., Erwan, G.E. Mamuaya, Kisman, N. Sahiri, R.L. Worang, Purwantomo,S.,
Susiyanti,  dan V.J.Pical. 2003. ”Domestikasi tumbuhan dan hewan”. http://www.ruyct.
topcities.com. 2 Maret 2006.
Maxximilllian, 2008. “Pharmacy Business, an overview of pharmacy related and healthcare
industry”. http://www. bisnisfarmasi.wordpress.com
Muhlisah, F.1999. Temu-Temuan dan Empon-empon Budidaya dan Manfaatnya. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Mursito, B dan H. Prihmantoro. 2002. Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Moenandir, J. 2004. Prinsip-prinsip utama, Cara menyukseskan produksi pertanian. Dasar-
dasar budidaya pertanian. Bayu Media Publ. Malang. pp. 378.
Naiola B.P., T. Murningsih dan Chairul. 1996.  Pengaruh stres air terhadap kualitas dan
kuantitas komponen aktif pada sambiloto.  Warta Tumb. Obat Indo.
Pujiasmanto, B. 2001. Usaha-usaha Peningkatan Tanaman Jahe. Caraka Tani (19) : 1. FP-
UNS, Surakarta.
Pujiasmanto, B. 2003. Pengembangan Budidaya Tanaman Obat. Pelatihan Teknis Fungsional
Pengawasan Mutu Benih Tanaman Obat, di Tawangmangu 20 – 23 Oktober 2003.
Pujiasmanto, B. 2008. ”Prospek Budidaya Tumbuhan Obat”. Berita Nasional Yogyakarta. 11
Oktober 2008.
Pujiasmanto, B. 2008. ”Perlunya Domestikasi Tumbuhan Obat”. Berita Nasional Yogyakarta.
1 November 2008.
Pujiasmanto, B. 2009. Domestikasi Tumbuhan Obat Untuk Mengatasi Erosi Plasmanutfah
Akibat Krisis Ekonomi. Seminar Nasional Revitalisasi Pertanian Dalam Menghadapi Krisis
Ekonomi Global. Suarakarta 21 Maret 2009.
Pus.Ris. Obat & Makanan. 2004. Pedoman budidaya pasca panen dan produksi obat bahan
alam. Pus. Ris. Obat dan Makanan. Jakarta.  pp. 27.
Radji, M.,2005. ”Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan obat
herbal”. Jurnal Ilmu Kefarmasian (2)3 : 113- 126.
Tim Penulis. 2004. ”Obat tradisional”. http://www.majalah-farmacia.com/news.php.  5
Januari 2006.
Tim Penulis.  2007.  ”Menjaga benteng pertahanan tubuh”. http:// www.pen.swadaya.com. 6
Januari 2008.
Reijntjes, C., B. Havercort, dan W. Bayer. 2006. Pertanian Masa Depan. Pengantar untuk
pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Kanisius, Yogyakarta.
Salikin, K.A. 2007. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Simon, A.J. 1996. “ICRAF’s Strategy for domestication of non–wood tree products”.
http://.www.fao.org/docrep/w373e/ 373eo7.htm.
Soemartono, 1996. Paradigma Dasar dan Inovasi Iptek Menyongsong Pertanian Abad ke-21.
FP-UGM, Yogyakarta.
Sumarno, 2003. Kesiapan Pertanian Indonesia Dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi
Daerah Khususnya Agrobisnis Hortikultura. Seminar Nasional FP-UNS, Surakarta.
Sukardiman, A. Wydarwaruyanti, H.Plumeriastuti, 2009. Komisi Pengembangan Obat
Tradisional (KPOT). LPPM, Univ. Airlangga, Surabaya.
Syukur C, 2003. Temu Putih Tanaman Obat Anti Kanker. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Syukur C, dan Hernani, 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Penerbit Swadaya,
Jakarta.
Utami, N.W. dan T. Juhaeti. 2004. Respon mengkudu  pada media tanam dan naungan. Pros.
Sem. Nas. 25. Pokjanas Tan. Obat Indonesia.: 118 -126.
Vanhaelen, M., J. Lejoly, M. Hanocq, and L. Molle. 1991. Climate and geographical aspects
of medicinal plant constituents. The Medicinal Plant Industry.  2(1): 59 – 76.
Verpoorte, R.  2000.  Secondary metabolism. Kluwer Acad. Publi. London. p. 1 – 9.
Wardana, H., N.S. Barwa, A.Kongsjahyu, M.A. Iqbal, M.Khalid  dan R.R. Karyadi. 2002.
Budidaya organik tanaman obat rimpang. Penebar Swadaya, Jakarta. pp.  96.
Winarto, W.P. 2003. Sambiloto : Budidaya dan pemanfaatan untuk obat. Penebar Swadaya.
Jakarta. pp.  71.
Wilkipedia. 2008. Domestication. http://www.encyclipedia.org/ AE/AEC/AEF/case leaf.html.
9 Januari 2008.
Widiyastuti, Y. 2003. Budidaya dan pembibitan tanaman obat. Mak. Pel. BPTO.
Tawangmangu.: 4 – 9.
Yulianto, A, 2003. “Peran Pemerintah Daerah Pada Pengembangan Agrobisnis Hortikultura
Di Era Otonomi Daerah”. Seminar Nasional. FP-UNS, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai