Anda di halaman 1dari 11

PEMBERIAN LABEL HALAL SEBAGAI STRATEGI PEMASARAN UMKM TEMPE DI

DESA SIMPANG ASAM KECAMATAN BANJIT WAYKANAN


Mega Margareta1 , Anggun Wijayanti2, Berta Sagita3 , Marsela Ayu Vantika4 , Putri Mar’atus
Sholeha5
Email: meipasari07@gmail.com
Dosen Pembimbing : Dharmayani, M.Sy

Abstrak

Sertifikat halal ini merupakan program kerja kelompok 37 Desa Simpang Asam, dan sertifikat halal
pada sebuah produk dewasa ini sudah menjadi suatu keharusan. Karena masyarakat akan semakin
selektif dan enggan mengonsumsi produk yang tidak memiliki sertifikat halal akan ditinggalkan.
Banyak produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mencantumkan label halal tetapi
tidak mendapatkan sertifikat halal. Padahal prosedur yang berlaku dalam pemberian izin label halal
ini adalah berdasarkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI. Pengetahuan masyarakat akan
makanan, obat atau produk yang lainnya yang berkaitan dengan halal cukup tinggi namun
kesadaran untuk memverifikasi barang yang terjamin kehalalannya masih rendah. Sertifikasi
merupakan suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu produk yang
diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal atau tidak. Hasil dari kegiatan
sertifikasi ini adalah terbitnya sertifikat halal yang menandakan bahwa produk tersebut telah
memenuhi kaidah kehalalan. Output dari terbitnya sertifikat halal adalah dicantumkannya label
halal di produk yang di produksi dalam bentuk kemasan. Pemberian sertifikat halal melalui label
dan iklan pangan pada produk pangan UMKM merupakan sumber informasi bagi konsumen tentang
suatu produk pangan karena konsumen tidak dapat langsung bertemu dengan pelaku usahanya.
Namun dapat juga digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen untuk menentukan
pilihan dan melakukan perbandingan pangan dengan produk pangan lain dari segi komposisi, berat
bersih, harga dan lain-lain sebelum membeli dan menjatuhkan pilihan.
Abstract

This halal certificate is a work program of the 37 Simpang Asam Village group, and a halal
certificate for a product today has become a necessity. Because people will increasingly choose and
be reluctant to consume products that do not have a halal certificate, they will be abandoned. Many
Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) products carry a halal label but do not receive a
halal certificate. Even though the procedure that applies in granting halal label permits is based on
a halal certificate issued by the MUI. Public knowledge of food, medicine or other products related
to halal is quite high, but awareness to verify goods that are guaranteed to be halal is still low.
Certification is a systematic testing activity to find out whether a product produced by a company
meets halal requirements or not. The result of this certification activity is the issuance of a halal
certificate which indicates that the product meets halal standards. The output of issuing a halal
certificate is the inclusion of a halal label on products produced in packaged form. Providing halal
certificates through labels and food advertisements for MSME food products is a source of
information for consumers about a food product because consumers cannot directly meet the
business actor. However, it can also be used as a material consideration for consumers to make
choices and make comparisons of food with other food products in terms of composition, net
weight, price and others before buying and making a choice.
PENDAHULUAN

Pelaku UMKM sebagai produsen mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut serta
menciptakan dan menjaga iklim usaha yang sehat, menunjang bagi perekonomian nasional secara
keseluruhan. Karena itu, pelaku usaha terutama pelaku UMKM dibebankan tanggung jawab atas
pelaksanaan tugas dan kewajiban itu, yaitu melalui penerapan norma-norma hukum, kepatutan, dan
menjunjung tinggi kebiasaan yang berlaku dikalangan dunia bisnis. Prinsip business is business,
tidak dapat diterapkan dalam hal jika melanggar hak konsumen.

Pada dasarnya masyarakat sangat menginginkan adanya keamanan pangan yaitu produk
pangan yang bergizi dan tidak mengakibatkan pada terganggunya kesehatan seseorang. Pada
kenyataannya banyak produk pangan yang mengakibatkan masyarakat sakit. Hal ini disebabkan
karena pihak pelaku lalai dalam memproduksi pangan, namun ada pula pelaku usaha yang sengaja
melakukan kesalahan agar mereka bisa mendapatkan keuntungan yang banyak. Berdasarkan hal ini
maka para pelaku usaha harus bertanggung jawab atas semua kelasalahan yang mereka perbuat baik
karena kelalaian atau pun karena kesalahan yang disengaja, yang mengakibatkan kerugian para
konsumen pangan bahkan mungkin kematian. Keamanan pangan di Indonesia masih jauh dari
keadaan aman, kita sering melihat peristiwa keracunan makanan yang banyak terjadi saat ini. Pada
umumnya tidak jarang hal tersebut mengakibatkan konsumen senantiasa berada dalam posisi lemah
dan dirugikan, maka perlu adanya aturan yang dapat menjembatani kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan konsumen yang tidak merugikan salah satu pihak.

UMKM juga merupakan sektor ekonomi terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja di
Indonesia. UMKM merupakan kelompok usaha terbesar dalam perekonomian Indonesia dan telah
terbukti tahan terhadap berbagai krisis ekonomi. Kriteria yang mengklasifikasi usaha sebagai
UMKM telah diatur dalam peraturan hukum. Namun hany sebagaian kecil penduduk indonesia
yang terlibat dalam UMKM sedangkan negara seperti Singapura memiliki jumlah wirausaha yang
jauh lebih besar dalam proporsi penduduknya.

Pemerintah memiliki peran penting dalam mengembangkan UMKM melalui program-


program pemberdayaan. Maka dari itu, agar produksi tempe dapat bersaing dan memiliki daya tarik
masyarakat yang lebih luas maka perlu adanya perbaikan pengemasan dan pemasaran Tempe
sehingga dapat berdampak dalam meningkatkan penjualan produksi tempe tersebut.

Seiring dengan aturan Kementrian Agama yang mewjibkan UMKM untuk adanya Sertifikasi
Halal dalam produk makanan yang dituangkan dalam UUD No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
dimana pelaku usaha mikro ( kecil ) untuk memiliki sertifikasi halal bagi produk olahannya. Oleh
karna itu, penulis membantu dalam mendaftarkan sertifikasi halal pada produk tempe serta
pengemasan maupun pemasarannya.

TEORI YANG DIGUNAKAN

Krisis ekonomi menerpa dunia yang memiliki dampak langsung memperburuk kondisi ekonomi di
Indonesia. Kondisi krisi ekonomi tahun 1997 hingga 1998, hanya UMKM yang mampu bertahan.
(Rahmini, 2017). Data Badan Statistik merilis keadaan pasca krisi ekonomi bahwa jumlah UMKM
tidak berkurang tetapi mengalami kenaikan jumlah. UMKM tersebut menyerap sekitar 85 juta
hingga 107 juta jiwa sampai tahun 2012. Fenomena ini menunjukkan bahwa UMKM merupakan
usaha yang produktif untuk dikembangakan untuk mendukung perkembangan ekonomi secara
makro maupun mikro di Indonesai. 1

Husada (2016) berpendapat bahwa semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang
terdidik dan banyak pula orang yang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia
wirausaha. UMKM adalah manifestasi dari penerapan dunia usaha. Data dari kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah pada tahun 2014 terdapat sekitar 57,8 juta pelaku UMKM di Indonesia.
Pada tahun 2017 dan beberapa tahun kedepan diperkirakan jumlah pelaku UMKM akan terus
bertambah. UMKM memiliki peran penting dan strategis dalam meningkatkan pembangunan
nasional dan juga berperan pada penyerapan tenaga kerja serta mendistribusikan hasil
pembangunan. Profil bisnis LPPI dan BI tahun 2015 menjelaskan selam ini UMKM telah
memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PBD) sebesar 57-60 % dan tingkat
penyerapan tenaga kerja sekitar 97 % dari seluruh tenaga kerja nasional. Menurut Dharmmesta
(2014) keberhasilan sebuah UMKM dalam mencapai tujuan tergantung pada kemampuan
menjalankan fungsi pemasaran, namun menurut Trimurti (2008) keberadaan UMKM pada saat ini
hanya terpaku pada keseragaman, kebiasaan dan tradisi, kulitas, corak serta motif, tenun yang
dihasilkan oleh pengrajin tradisional selam ini kurang mampu diminati. Hal tersebut terjadi
dimungkinakan karena ketidaktepatan produksi baik dari waktu maupun motif. Tempe adalah salah
satu makanan asli dari Indonesai, yang berasal dari fermentasi kedelai. Tempe menjadi makanan
sehari hari yang dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Tempe dapat dimanfatkan
sebagai lauk yang dimakan dengan nasi atau sebagai camilan. Seiring dengan perkembangan zaman
yang lebih modern makanan yang berasal dari bahan dasar tempe sudah banyak muncul di
masyarakat mulai dari tempe kripik dengan berberbagai rasa sampai brownis dan nugget tempe.
Salah satu alasan munculnya berbagai olahan tempe adalah mudah didapatkannya bahan dasar
berupa tempe. Keberadaan tempe ada di setiap lapisan masyarakat, baik dari desa sampai ke kota.

1
Astawan M. 2004. Sehat bersana aneka sehat pangan alami. Tiga serangkai. Solo
Tempe merupakan bahan makanan yang hampir setiap hari di konsumsi oleh masyarakat daerah di
kecamatan Banjit. Sebagian besar dikonsumsi sebagai lauk. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka UMKM olahan tempe perlu dikembangkan untuk menjaga kesetabilan perekonomian di
daerah setempat serta menyediakan bahan makanan yang terjangkau untuk masyarakat.

METODOLOGI PENGABDIAN

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung
dilakukan pada bulan Juli yang diawali dengan proses persiapan atau konsolidasi awal. Berdasarkan
observasi dan wawancara yang dilakukan pada mitra, sehingga dapat dilaksanakan beberapa
kegiatan yang dirasa sangat diperlukan untuk dilaksankan. Kegiatan pembuatan label UMKM ini
dilaksanakan pada hari Rabu Tanggal 19 juli 2023 Ada 2 Metode yang kami lakukan :2

1. Metode Wawancara

Wawancara dengan pemilik usaha bertujuan untuk mengetahui permasalahan –


permasalahan yang dihadapi secara detail sekaligus memberikan rekomendasi untuk
pengembangan bisnis ke depan.

2. Metode Dokumentasi

Sebuah data berupa foto yang diperlukan dalam kegiatan pemberian label usaha rumahan
untuk produk tempe.

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dan manfaat dari adanya kegiatan pengabdiab kepada masyarakat ini adalah unruk
memberikan pemahaman dan pelatihan terkait pentingnya menerapkan manajemen usaha yang baik
dan membuat kemasan dan label yang menarik, hal ini agar produk tempe yang di jual mempunyai
nilai jual yang tinggi dan mampu meningkatkan volume penjualan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengertian Tempe

Tempe adalah khas makanan Indonesia yang terbuat dari fernentasi kedelai tau beberapa
bahan lain yang menggunakan jenis Kapang rhizopus ini dikenal secara umum sebagai Ragi tempe.
Tempe ini tebuat dari kacang kedelai, dengan menggunakan air panas untuk merendam dan air
dingin untuk pencucian, tepung tapioka dan ragi tempe (Rhizopus oligosporus) ditambahkan untuk
2
Astuti, Nurita, P. (2009) Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang dan Daun
Jati. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

.
proses fermantasi, pembungkus (daun pisang atau plastik. Pencucian dan perebusan kacang kedelai
mneggunakan panci dan langseng. Sedangkan tampah digunakan untuk tempat pendinginan dibantu
dengan kipas angin. Metode Proses Pembuatan Tempe Tradisional 3

1. Bersihkan kedelai dari benda asing seperti batu dll kemudian cuci dengan air

2. Simpan dalam panci , tuangkan air mendidih sehingga semua biji kedelai terendam dalam air
selama 12 jam

3. Cuci kembali dengan air dingin dan aduk-aduk dengan tangan sampai semua kulit kedelai
terkelupas dan bijinya terbelah

4. Buang kulit yang tekelupas

5. Kedelai yang sudah bersih dikukus selama 30 menitsampai telihat empuk . kemudian tebarkan
dalam tampah yang bersih dan kering

6. Tambahkan tepung tapioca 1 sendok makan untuk 1 kg kedelai dan aduk sampai rata

7. Kiapas sampai suhu kamar sekitar 30 oC

8. Taburkan ragi tape (Rhizopus oligosporus) sesuai kebutuhan, yaitu 10 g .kg kedelai

9. Kemas dengan pembukus, bias menggunakan plastic adat daun pisang

10. Jika dengan plastik, tusuk-tusuk plastik dengan jarum hingga merata

11. Simpan dan susun posisinya pada permukaan datar, lapisi atasnya dengan daun atau karbon 12.
Inkubasi pada suhu kamar selama 2 sampai 3 kali selama 24 jam.

Pada studi ini dilakukan perbandingan proses produksi tempe secara tradisional dan modern
yang ada di Indonesia.

PERBANDINGAN PEMBUATAN TEMPE

Tempe adalah panganan yang terbuat dari hasil hasil fermentasi kacang kedelai oleh kapang
berjenis Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. Oryzae, Rh. stolonifera, dan Rh. arrhizus yang
secara umum dikenal sebagai kapang tempe. (Badan Standarisasi Nasional, 2012, h. 1) Tempe yang
dikenal luas oleh masyarakat Indonesia biasanya adalah tempe yang berbahan dasar kedelai. Selain
tempe kedelai, ada juga tempe yang berbahan dasar selain kedelai, contohnya tempe lamtoro
bebahan dasar biji lamtoro, tempe benguk yang berbahan dasar biji benguk, tempe bungkil

3
Haryanto, Rudy. 2012. Pengembangan Strategi Pemasaran dan Manajemen Hubungan Masyarakat dalam
meningkatkan Peminat Layanan Pendidikan. Jurnal Ekonomi Bisnis Volume 11, No: 1
berbahan dasar bungkil kacang tanah, tempe gembus yang berbahan dasar bungkil tahu dan tempe
bongkrek berbahan dasar bungkil kelapa (Astuti, 2009). 4

Proses Pembuatan Tempe Proses pembuatan tempe dibagi menjadi dua cara, yaitu cara
tradisional dan cara baru. Pada proses pembuatan secara tradisional, tempe mula-mula direbus, lalu
dikupas dan dibuang kulitnya, dicuci, direndam semalaman, direbus, didinginkan, diberi bibit tempe
(kapang tempe) diperang dalam bungkusan, atau ditutup menggunakan daun pisang. Sementara itu
cara pembuatan tempe baru di mulai dengan pengupasan kering biji kedelai dengan mesin pengupas
(burr mill), kemudian direbus sampai suhu mendidih. Direndam dalam air perebusan selama 22 jam,
dicuci untuk menhilangkan kulit yang mungkin masih tersisa, dan direbus kembali selama 40 menit.

Ditiriskan sampai bagian luarnya mengering dan diberi kapang tempe sampai merata
kemudian dimasukkan kantong plastik 200 gram. Kantong plastik diberi lubang berukuran 4cm2
lalu diperam (fermentasi) selama 14-16 jam. Pembuatan tempe dengan cara tradisional cukup
sederhana akan tetapi memiliki resiko kegagalan yang besar jika tidak dilakukan oleh orang yang
berpengalaman. Selain itu jamur yang ada pada tempe tidah tumbuh secara merata, dan berwarna
kehitaman atau kelabu tua. Sementara itu tempe yang dibuat menggunakan cara baru memiliki
pertumbuhan jamur yang merata dan baik serta berwana putih. Jika tempe diiris warna kedelai pada
tempe tradisonal kan berwana kekuningan dan kuning muda pada tempe yang dibuat dengan cara
baru.

Tahapan pelaksanaan pengabdian yang sudah dilakukan sampai saat ini adalah pada tahapan:

a. Membantu dalam hal pembuatan kemasan dengan memberikan bantuan berupa pengetahuan dan
ilmu pada kemasan yang siap dipasarkan agar terlihat rapi.

b. Membantu membuatkan label yang menarik pada kemasan.

c. Membantu melakukan pendampingan dalam pembuatan sertifikat halal pada produk tempe.

KESIMPULAN

Produksi tempe secara tradisional masih banyak dilakukan oleh umkm di Indonesia.
Walaupun unggul dalam segi sanitasi, tapi belum banyak industry tempe yang menggunakan
peralatan lodern secara spesifik, padahal pengolahan tempe jika dilakukan dalam skala industry
mampu menunjang hidup para pengolah tempe, dengan keunggulan higienisitas yang baik jika

4
Husada, Adna P.2016. Peran UMKM dalam Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat Kabpaten Blora. Jurnal
Analia Sosiologi. Volume 5. No: 2. Halaman 40-52

LIPPI dan BI. 2015. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Halaman 1-100.
http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/Profil%20Bisnis%20UMKM.pdf
dibandingkan dengan cara produksi tradisional. Di Indonesia sendiri standar untuk tempe telah
terstandar oleh Badan Standar Nasional (BSN).

Namun masih banyak kendala yang di hadapi Usaha Kecil Mandiri (UKM) seperti peralatan
yang masih tradisional, hygiene yang belum sesuai, formulasi yang belum standar, dan pelabelan
belum diterapkan. Untuk itu perlu adanya sosialisasi cara berproduksi yang baik dan benar kepada
UKM, pelatihan kepada UKM (pelabelan, sanitasi, cara penyimpanan, dll), menggalakkan koperasi
tempe, pendampingan, pendanaan, serta branding agar tempe menjadi lebih baik.5

SARAN

Berdasarkan uraian diatas tersebut diatas maka untuk memajukan dan perkembangan Desa
Simpang Asam Kecamatan Banjit Waykanan, penulis memiliki beberapa saran yang diajukan
sebagai rekomendasi yaitu : Masyarakat membutuhkan pengemasan yang menarik untuk nilai jual
beli produk tempe tersebut. Metode pemberian label pada produk tempe cukup baik dilaksanakan
untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Untuk pengembangan produk halal harus saling
mengingatkan satu sama lain penduduk Desa Simpang Asam.

5
Rahmini, Yuli. 2017. Perkembangan UMKM di Indonesia. Jurnla Ilmiah Cano Ekonomi. Vol 6.No: 1.
Halaman 51-58
LAMPIRAN

Berikut foto foto pada saat pemberian label halal

Gambar 1. Pemberian label produk tempe

Gambar 2. Memberi label pada produk tempe


Gambar 5. Mendaftarkan sertifikasi produk tempe

Gambar 3. Foto tempe difermentasikan

Gambar 4. Foto bersama pemilik usaha tempe


DAFTAR PUSTAKA

Astawan M. 2004. Sehat bersana aneka sehat pangan alami. Tiga serangkai. Solo

Astuti, Nurita, P. (2009) Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang
dan Daun Jati. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dhaemmesta. B.S.2014. Peran Pemesaran dalam perusahaan dan masyarakat.

Haryanto, Rudy. 2012. Pengembangan Strategi Pemasaran dan Manajemen Hubungan Masyarakat
dalam meningkatkan Peminat Layanan Pendidikan. Jurnal Ekonomi Bisnis Volume 11, No: 1

Husada, Adna P.2016. Peran UMKM dalam Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat
Kabpaten Blora. Jurnal Analia Sosiologi. Volume 5. No: 2. Halaman 40-52

LIPPI dan BI. 2015. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Halaman 1-100.
http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/Profil%20Bisnis%20UMKM.pd
f

Rahmini, Yuli. 2017. Perkembangan UMKM di Indonesia. Jurnla Ilmiah Cano Ekonomi. Vol 6.No:
1. Halaman 51-58

Trimurti.2008. Model Pelatihan kewirausahaan berbasis penerapan Teknogi dengan Metode Tenun
Ikat. Jurnal Ekonomi Dan Kewirausahaan, 8(1), 96–103

Anda mungkin juga menyukai