Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN HALAL

DI INDUSTRI KECIL MENENGAH “NUGTETA”


(NUGGET TEMPE TAHU)

Annis Mulyani1, Taut Idam Adisti1, Aisyah Dwi Rizkya Maharani1, Nellyn
Rahayu Andira1, Noverita Resya Sintia1, Richa Fadilatul Laily1
1
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian-Peternakan,
Universitas Muhammadiyah Malang

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Syariat Islam
mewajibkan bagi setiap pemeluknya untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik (thoyyib).
Negara melalui Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal berfungsi
untuk menjamin bahwa semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah
Indonesia harus bersertifikat halal. IKM Nugteta sebagai pemain di industri pangan di mana
sebagian besar konsumennya beragama Islam juga perlu menjamin bahwa produk yang dihasilkan
adalah halal. Kegiatan survey pada IKM Nugteta ini bertujuan untuk menganalisis implementasi
Sistem Jaminan Halal (SJH) yang terdiri dari 11 kriteria sesuai dengan ketentuan HAS-23000.
Kegiatan survey pada IKM Nugteta dilakukan melalui metode observasi lapang, wawancara luring
dan daring, serta dokumentasi. Penulisan hasil survey didasarkan pada data primer hasil survey
lapang dan data sekunder hasil studi literatur. Hasil menunjukkan bahwa a) IKM Nugteta belum
memiliki sertifikat halal dari LPPOM MUI; b) IKM Nugteta belum mengimplementasikan SJH
secara menyeluruh; c) Kriteria SJH yang diimplementasikan yaitu bahan, produk, dan fasilitas
produksi, namun tidak dilakukan secara terstruktur untuk mengajukan sertifikasi halal.
Rekomendasi yang diberikan yaitu perlu adanya pengembangan IKM serta pendampingan
berkelanjutan dalam upaya menerapkan SJH sebagai syarat pengajuan sertifikat halal.
Kata kunci: Implementasi, Sertifikasi Halal, Sistem Jaminan Halal

PENDAHULUAN
Semakin berkembangnya IPTEK, pola hidup manusia juga ikut
berkembang mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, hingga kesehatan.
Perkembangan IPTEK saat ini sangat mempengaruhi bagaimana masyarakat
menyikapi berbagai hal secara obyektif dan berpikir selayaknya pemrograman
algoritma, dimana setiap aspek kehidupan masyarakat harus jelas dalam memilih
keputusan atau langkah dan tidak bersifat ambigu. Hal ini merujuk pada salah satu

1
contoh masalah nyata yang selalu menjadi perdebatan di kalangan masyarakat
Indonesia, terutama bagi umat muslim, yaitu keputusan halal-haram ketika
melakukan atau mengkonsumsi sesuatu. Padahal, di dalam Al-Qur’an dan Hadist
sudah jelas disampaikan pesan bahwa makanan halal dan baik tidak hanya untuk
umat muslim namun untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini. Surah Al-
Baqarah ayat 168 dengan jelas berbunyi yang artinya: “Wahai manusia! Makanlah
dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu"
(QS. Al-Baqarah: 168). Di surah Al-Baqarah ayat 169 Allah SWT berfirman yang
artinya: "Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan
keji, dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah” (QS. Al-
Baqarah: 169). Kedua arti dari surah Al-Baqarah sangat jelas menyampaikan
bahwa Allah SWT menyuruh manusia untuk melakukan dan mengkonsumsi
segala sesuatu yang halal serta didapat dengan cara yang baik dan menghindari
segala sesuatu yang bersifat haram baik karena prosesnya maupun karena dzat
atau hakikatnya.
Populasi umat Islam di dunia senantiasa mengalami peningkatan seiring
dengan laju pertumbuhan manusia yang juga semakin tinggi. Populasi penduduk
Muslim di Indonesia sendiri mencapai 89% dari total seluruh penduduknya (BPS,
2010). Sementara itu, populasi Muslim dunia yaitu sekitar 1,6 miliar yang
diestimasikan akan mengalami peningkatan sebesar 30% pada tahun 2025
(Estiasih et al., 2019). Besarnya jumlah populasi umat Muslim ini menjadi sebuah
lahan bisnis yang besar dan menjanjikan berikut dengan berbagai tantangannya.
Saat ini, para pelaku industri makanan mulai dari skala kecil hingga skala besar
seperti restoran banyak yang tertarik untuk melabeli produknya dengan kata halal.
Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun di berbagai negara seperti
Amerika, Korea Selatan, Eropa, dan lain-lain yang didasari karena meningkatnya
populasi Muslim maupun wisatawan Muslim yang berkunjung ke negara tersebut.
Wisatawan yang berdatangan ketika berada di negara orang juga seringkali lebih
menyukai untuk menjelajahi makanan khas negara tersebut selain juga untuk
fashion atau sekadar jalan-jalan. Pernyataan seperti ini semakin menguatkan para
lembaga/komunitas halal di seluruh dunia terutama Indonesia, yang populasi umat

2
Muslimnya lebih dominan, untuk menyarankan setiap pelaku usaha industri mulai
dari industri skala kecil hingga besar mendaftarkan dan mendapatkan sertifikat
halal bagi produk-produk pangan yang diedarkan atau disajikan kepada
konsumen.
Makanan yang sudah tersertifikasi halal menjamin bahwa makanan
tersebut dari tahap pemrosesan, penanganan dan produksi telah aman dan sesuai
dengan syariat Islam (Bakar et al., 2016). Sertifikat halal juga dapat menjadi
instrumen pemasaran untuk menarik minat konsumen. Jaminan mutu suatu produk
makanan juga dapat dilihat dari kehalalan produk tersebut (Hanzaee & Ramezani,
2011). Perusahaan bertanggung jawab dalam memproduksi produk halal terhadap
konsumen Muslim, dan di Indonesia dalam rangka meyakinkan konsumen bahwa
produk yang dikonsumsi adalah halal maka perlu bagi perusahaan untuk
mempunyai Sertifikat Halal MUI (LPPOM MUI, 2008).
Problematika yang kemudian muncul yaitu bagaimana cara untuk
menjamin bahwa produk yang telah bersertifikat halal, secara kontinyu akan
selalu menerapkan konsep halal tersebut dalam memproduksi produknya. Oleh
karena itu, saat proses sertifikasi tersebut perusahaan harus menyiapkan Sistem
Jaminan Halal (SJH) untuk menjamin kehalalan produk yang dihasilkan secara
kontinyu. Proses pengajuan maupun perpanjangan sertifikasi halal memerlukan
manual SJH, terlebih saat berlakunya UU No. 33 Tahun 2014 maka audit SJH
menjadi wajib untuk dilakukan sebelum perusahaan dijadwalkan melaksanakan
audit produk (Susihono & Febianti, 2018). Konsep halal dalam bidang pangan
meliputi seluruh aspek dari bahan baku hingga penyajian produk, halal juga
mengharuskan produk makanan tetap bergizi serta dibuat dari bahan yang
diizinkan, bersih dari najis, dan higienis (Estiasih, 2019).
Indonesia memiliki LPPOM MUI sebagai lembaga yang berwenang untuk
melakukan sertifikasi halal kepada pelaku usaha di Indonesia. Sertifikat halal yang
diberikan menunjukkan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam dan menjadi
syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada kemasan produk.
LPPOM MUI dalam melakukan sertifikasi halal menerapkan HAS (Halal
Assurance System) 23000 yang berisi dokumen persyaratan sertifikasi halal
LPPOM MUI. HAS 23000 terdiri atas dua bagian yaitu HAS 23000: 1 tentang

3
Kriteria Sistem Jaminan Halal dan HAS 23000: 2 tentang Kebijakan dan Prosedur
(Estiasih, 2019).
Pelaku usaha yang akan mengajukan maupun memperpanjang sertifikat
halal harus mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang terdiri dari
sebelas kriteria yang harus dipenuhi. Pelaksanaan SJH ini sebagai syarat
pengajuan dan perpanjangan sertifikat halal, berfungsi untuk menjamin bahwa
produk yang dihasilkan tetap konsisten halal selama masa berlakunya dokumen
sertifikat halal (2 tahun). Dalam UU No. 33 tahun 2014 tentang jaminan produk
halal dalam pasal 4 yang menyatakan bahwa produk yang masuk, beredar, dan
diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Berbagai
kebijakan pemerintah ini dapat mendorong pelaku usaha pangan untuk
mensertifikasi bahan maupun produk yang diolah.
IKM (Industri Kecil Menengah) NUGTETA yaitu usaha pangan yang
memproduksi produk olahan tempe dan tahu menjadi berbagai varian produk
nugget dan produk olahan lainnya yaitu nugteta ori, pateta keju, ekkado, bakso
bayam, nugteta veggie, dimsum jamur, dan tahu bakso. IKM NUGTETA
didirikan dan mulai beroperasi sejak 5 Agustus 2018. IKM NUGTETA beralamat
di Jalan Kaliuran Nomor 58, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.
IKM ini telah melebarkan bisnis produk makanannya tidak hanya di area Malang
Raya saja, namun penjualan produknya telah merambah hingga luar kota. Saat ini,
IKM NUGTETA telah memiliki beberapa reseller yang tersebar di berbagai kota
di Pulau Jawa seperti Jakarta, Semarang, Ponorogo, Yogyakarta, dan Mojokerto.
Kegiatan survey yang dilakukan pada IKM NUGTETA ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH) yang meliputi sebelas
kriteria SJH sebagaimana tercantum dalam dokumen HAS 23000.

METODE PELAKSANAAN
Kegiatan survey pada IKM NUGTETA dilakukan secara luring yaitu
dengan mengunjungi secara langsung lokasi IKM terkait yang terletak di Jalan
Kaliurang No. 58, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, dengan
tetap mematuhi protokol kesehatan. Pelaksanaan survey di IKM NUGTETA
dilakukan dengan cara wawancara luring dan dokumentasi, serta wawancara
daring untuk melengkapi data hasil survey luring. Analisis implementasi manual

4
SJH mengacu pada pedoman yang tertulis di buku HAS 23000:1 mengenai
sebelas kriteria sistem jaminan halal. Analisis implementasi kesebelas kriteria SJH
pada IKM NUGTETA yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Kebijakan Halal
Kebijakan halal yaitu berupa pernyataan bahwa produsen berkomitmen
untuk selalu menjaga kehalalan baik dari bahan, proses, sampai dengan
pemasaran. Kebijakan halal ini ditetapkan oleh Manajemen puncak. Kebijakan
halal meliputi adanya sosialisasi kebijakan yang diketahui dan dilaksanakan oleh
stakeholder perusahaan, misal dibuktikan dengan adanya spanduk, banner, MMT,
in house training sosialisasi, dan lain-lain. Kebijakan halal dilakukan dengan
menambahkan pernyataan kebijakan halal ke dalam kebijakan mutu. Kebijakan
halal yang merupakan sebuah komitmen perusahaan ini harus diwujudkan dalam
bentuk tertulis.
2. Tim Manajemen Halal
Produsen atau perusahaan memiliki kepengurusan tim manajemen halal
dengan membentuk ketua dan anggota yang memiliki tanggungjawab atau
kewenangan yang jelas dalam menyusun, mengelola, mengevaluasi SJH (sistem
jaminan halal). Termasuk adanya tim manajemen yang terlibat dalam aktivitas
kritis. Kriteria sistem jaminan halal ini dilakukan dengan penunjukan tim halal
perusahaan atau penambahan lingkup kerja halal di tim Manajemen Mutu.
3. Pelatihan dan Edukasi
Perusahaan harus memiliki prosedur tertulis dengan jelas dan terjadwal
(minimal setahun sekali atau lebih) tentang pelatihan halal untuk semua personel
yang terlibat dalam aktivitas kritis, termasuk karyawan baru. Perusahaan juga
harus mengikuti pelatihan dari LPPOM MUI dibuktikan dengan bukti
pelaksanaan. Jika perusahaan tergolong baru dan belum memiliki sertifikat halal,
maka pelatihan dilakukan sebelum audit, Jika perusahaan sudah memiliki
sertifikat halal maka pelatihan dilakukan sebelum perpanjangan. Pelatihan yang
harus diikuti terdiri atas pelatihan eksternal (minimal 2 tahun satu kali) dan
pelatihan internal (minimal 1 tahun 1 kali). Pelatihan eksternal diselenggarakan
oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh LPPOM MUI dan diikuti oleh salah satu

5
tim manajemen halal. Pelatihan internal dilakukan di dalam perusahaan itu sendiri
dengan trainer internal telah lulus pelatihan HAS 23000.
4. Bahan
Perusahaan harus melampirkan semua bahan baik bahan baku, bahan
tambahan, bahan pembantu (bahan yang sifatnya membantu agar performance
produk menjadi bagus dan ikut pada hasil akhir), dan bahan penolong (sifatnya
tidak ikut dalam hasil akhir). Disertakan pula dokumen pendukung semua bahan
dan prosedur penjamin dokumen bahan yang masih berlaku. Disertakan pula
uraian atau penjelasan jika perusahaan:
a. Jika perusahaan menggunakan bahan mikrobial, maka harus disertakan
keterangan bahwa bahan tersebut tidak menyebabkan infeksi dan intoksikasi
pada manusia, tidak mengandung babi atau turunannya, tidak boleh
mengandung gen yang berasal dari babi atau manusia.
b. Jika perusahaan menggunakan bahan alkohol/ etanol, maka harus disertakan
keterangan bahwa bahan alkohol tersebut tidak berasal dari industri khamar
(minuman beralkohol) atau turunannya.
c. Jika perusahaan memiliki bahan yang berpotensi atau kemungkinan
diproduksi di fasilitas yang sama dengan bahan dari babi atau turunannya
maka harus disertai pernyataan pork free facility dari produsennya.
Kriteria sistem jaminan halal ini dilakukan dengan pemeriksaan
kesesuaian bahan dengan kriteria SJH. Jika ada bahan yang tidak sesuai, pihak
research and development harus mampu menemukan alternatif bahan tersebut.
5. Produk
Perusahaan harus melampirkan semua produk perusahaan, termasuk
melampirkan daftar produk jika perusahaan memiliki produk pangan eceran
dengan merk sama yang beredar di Indonesia.
6. Fasilitas Produksi
Perusahaan harus memberikan uraian atau deskripsi atau penjelasan
tentang fasilitas produksi untuk membuktikan bahwa lini produksi dan peralatan
tidak digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk yang halal dan
yang mengandung babi, tidak digunakan bersama atau bergantian dengan bahan
yang berasal dari babi atau turunannya, termasuk membuktikan tempat

6
penyimpanan material dan produk di gudang terjamin dari kontaminasi silang
dengan bahan atau produk haram, dan pengambilan sampel (bahan atau produk)
terjamin dari kontaminasi silang dengan bahan/produk yang haram. Alternatif dari
fasilitas produksi adalah menghentikan produksi non halal dan melakukan
pencucian halal serta investasi lini khusus untuk produksi halal.
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Perusahaan harus menjelaskan atau menguraikan aktivitas kritis. Aktivitas
kritis adalah semua kegiatan proses produksi yang berhubungan atau bersentuhan
dengan bahan dan produk yang dihasilkan dari awal sampai akhir, termasuk
mencantumkan tindakan pencegahan jika dalam proses kegiatan terdapat aktivitas
kritis. Hal ini dibuktikan dengan adanya prosedur tertulis mengenai pelaksanaan
aktivita kritis dan sosialisasi dan evaluasi prosedur tertulis aktivitas kritis dan
bukti implementasinya.
Perusahaan harus memiliki kriteria kecukupan prosedur dibuktikan dengan
adanya beberapa hal berikut ini yaitu seleksi bahan baru, pembelian bahan,
formula produk atau pengembangan produk baru, pemeriksaan bahan datang,
jaminan terhadap bahan yang digunakan dalam proses produksi, pencucian
fasilitas produksi dan peralatan pembantu, penyimpanan dan penanganan bahan
dan produk, transportasi, pemajangan, aturan pengunjung, dan penyembelihan.
Tindakan lanjutan dari prosedur tertulis aktivitas kritis adalah merevisi prosedur
yang ada dengan memasukkan kriteria SJH pada aktivitas kritis.
8. Kemampuan Telusur (Traceability)
Perusahaan harus memiliki kemampuan telusur. Artinya perusahaan harus
memberikan penjelasan berupa prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan
telusur produk yang telah disertifikasi. Produsen harus menjamin produk yang
disertifikasi berasal dari bahan yang disetujui dan dibuat di fasilitas produksi yang
memenuhi kriteria fasilitas produksi. Jika perusajaan menerapkan pengkodean
bahan, maka perusahaan harus menjamin (i) bahan dengan kode yang sama
mempunyai status halal yang sama, (ii) ketelusuran informasi bahan di setiap
kegiatan kritis, dan jika ada bahan yang dikemas ulang atau dilabel ulang maka
kesesuaian informasi (nama produk, nama produsen, negara produsen, dan logo
halal jika diperlukan) yang tercantum dalam label baru dengan label asli dari

7
produsennya harus terjamin. Tindak lanjut dari kemampuan telusur adalah
merevisi SOP agar produk bisa tertelusur hingga produsen bahan.
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Apabila perusahaan mempunyai produk yang terlanjur dari bahan dan
pada fasilitas yang tidak memenuhi kriteria, maka perusahaan harus memiliki
prosedur tertulisnya dan dokumen penanganannya. Perusahaan harus memberikan
bukti bahwa produk tersebut tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan
produk halal. Jika tidak, maka harus diuraikan dengan pernyataan tidak memiliki
bahan dan fasilitas yang tidak memenuhi kriteria. Tindak lanjut dari penanganan
produk yang tidak memenuhi kriteria adalah melengkapi SOP dengan
menjelaskan definisi produk yang tidak memenuhi kritesia dan cara
penanganannya sesuai dengan kriteria HAS 23000.
10. Audit Internal
Prosedur audit internal terhadap SJH harus dilakukan oleh suatu
perusahaan. Pelaksanaan audit internal dapat dilakukan 6 bulan sekali oleh auditor
internal halal. Auditor internal yang ditunjuk untuk mengaudit harus mempunyai
kemampuan yang bisa memahami proses produksi dengan baik dan kompeten.
Laporan hasil audit diserahkan kepada LPPOM MUI secara berkala setiap 6 bulan
sekali. Laporan yang diserahkan berupa laporan tertulis serta melengkapi SOP
dengan aspek halal, termasuk melengkapi jadwal dan checklist audit internal.
11. Kaji Ulang Manajemen
Kajian ulang manajemen dilakukan oleh manajer perusahaan. Waktu
minimal pengkajian ulang manajemen 1 (satu) tahun sekali. Tujuan dilakukan
kajian ulang manajemen, yaitu untuk mendapatkan SJH yang efektif dan efisien.
Kajian ulang manajemen dilakukan dengan cara mengkaji SJH untuk dilakukan
koreksi kemudian dilakukan perbaikan terhadap beberapa SJH yang kurang
sesuai. Tindak lanjut dari kaji ulang manajemen adalah, melengkapi input kaji
ulang manajemen dengan aspek halal, termasuk melengkapi format notulen kaji
ulang manajemen.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil yang diperoleh dari survey di Industri Kecil Menengah NUGTETA
menunjukkan bahwa IKM NUGTETA belum memiliki sertifikat halal LPPOM

8
MUI untuk produk makanan yang dikomersialkan. IKM ini belum mengajukan
sertifikasi halal karena terhalang oleh biaya sertifikasi yang mahal serta tahapan
proses sertifikasi yang rumit. IKM NUGTETA pada saat survey dilakukan juga
tidak sedang mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal (SJH) secara terstruktur
dan administratif dalam upaya mengajukan sertifikasi halal. Namun, di antara
sebelas kriteria sistem jaminan halal sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
buku HAS 23000: 1, terdapat beberapa kriteria sistem jaminan halal yang telah
diimplementasikan meskipun tidak dalam rangka pengajuan sertifikat halal
LPPOM MUI. Hasil analisis implementasi sistem jaminan halal di IKM
NUGTETA adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Implementasi SJH di IKM NUGTETA

No. Kriteria Status Keterangan


Tidak
1. Kebijakan Halal -
diimplementasikan
Tim Manajemen Tidak
2. -
Halal diimplementasikan
Pelatihan dan Tidak
3. -
Edukasi diimplementasikan
-Dilaksanakan tanpa
tujuan mengajukan
sertifikasi halal.
-Meskipun
diimplementasikan,
4. Bahan Diimpelementasikan
namun belum
terjamin bahwa
semua bahan yang
digunakan adalah
halal.
Dilaksanakan tanpa
5. Produk Diimpelementasikan tujuan mengajukan
sertifikasi halal.
6. Fasilitas Produksi Diimpelementasikan Dilaksanakan tanpa
tujuan mengajukan

9
sertifikasi halal.
Prosedur Tertulis Tidak
7. -
Aktifitas Kritis diimplementasikan
Tidak
8. Kemampuan Telusur -
diimplementasikan
Penanganan Produk
Tidak
9. yang Tidak -
diimplementasikan
Memenuhi Kriteria
Tidak
10. Audit Internal -
diimplementasikan
Kaji Ulang Tidak
11. -
Manajemen diimplementasikan

1. Kebijakan halal
Pemilik IKM NUGTETA sekaligus sebagai manajemen puncak dan juga
sebagai karyawan yang menjalankan keseluruhan aktivitas usaha belum
menetapkan kebijakan halal berupa komitmen tertulis untuk menghasilkan produk
makanan yang halal melalui suatu sistem jaminan halal yang sifatnya
berkelanjutan. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik, meskipun
IKM NUGTETA belum memiliki sertifikat halal LPPOM MUI dan menjalankan
sistem jaminan halal secara utuh, mereka tetap bermaksud untuk memproduksi
dan menjual produk makanan yang halal secara konsisten. Pemilik menyatakan
bahwa bahan yang digunakan dalam kegiatan produksi adalah halal. Selain itu,
pemilik juga menjamin bahwa rangkaian kegiatan produksi bersifat aman dan
bebas dari kontaminasi bahan haram dan najis. IKM NUGTETA pada dasarnya
telah memiliki Prosedur Operasi Standar (SOP) mengenai proses produksi namun
di dalam SOP tersebut belum dituliskan komitmen untuk menerapkan sistem
jaminan halal yang harus diterapkan. Maka, apabila kriteria pertama dari sistem
jaminan halal ini belum terpenuhi, IKM NUGTETA belum dapat mengajukan
sertifikat halal LPPOM MUI untuk produk yang mereka pasarkan.
2. Tim manajemen halal
Pemilik IKM NUGTETA sekaligus sebagai pimpinan dan manajemen
puncak dalam menjalankan aktivitas usaha belum membentuk tim manajemen
halal. Tim manajemen halal merupakan orang yang bertanggung jawab dalam

10
merencanakan, mengimplementasikan, mengevaluasi, dan memperbaiki sistem
jaminan halal di dalam suatu perusahaan. Tim manajemen halal ditetapkan oleh
manajemen puncak dengan bukti tertulis, harus karyawan tetap dan diprioritaskan
yang beragama Islam, serta tanggung jawab yang dibebankan diuraikan dengan
jelas. IKM NUGTETA hanya memiliki seorang karawan tetap yang merangkap
peran menjadi pemilik dan manajemen puncak.
Berdasarkan hasil survey di IKM NUGTETA, apabila ke depannya akan
membentuk tim manajemen halal dan posisi sumber daya manusia yang tersedia
masih sama, maka pemilik sekaligus manajemen puncak sekaligus karyawan tetap
ini sendiri yang berperan sebagai tim manajemen halal. Tanggung Jawab tim
manajemen halal antara lain yaitu melakukan pelatihan internal, memastikan
fasilitas produksi memenuhi kriteria fasilitas, memastikan produk yang
disertifikasi memenuhi kriteria, melakukan seleksi dan pemeriksaan bahan datang,
serta melakukan audit internal.
3. Pelatihan dan edukasi
IKM NUGTETA belum pernah mengadakan kegiatan pelatihan sumber
daya manusia baik pelatihan internal maupun pelatihan eksternal. Oleh karena itu,
di IKM NUGTETA juga belum ada prosedur tertulis terkait mekanisme
pelaksanaan pelatihan bagi personil yang terlibat dalam aktivitas kritis. Pelatihan
sumber daya manusia ini berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, serta sikap untuk mendapatkan kompetensi yang dikehendaki. IKM
NUGTETA memiliki seorang karyawan tetap sekaligus berperan sebagai pemilik
dan manajemen puncak serta seorang karyawan tidak tetap yang masih termasuk
anggota keluarga. Dua personil ini yang nantinya akan terlibat dalam pelatihan
internal apabila hendak dilaksanakan. Pelatihan internal ini hanya bisa dilakukan
jika di dalam IKM NUGTETA terdapat trainer internal yang telah lulus pelatihan
HAS 23000 baik dari pelatihan internal maupun eksternal. Sementara itu, pemilik
sekaligus manajemen puncak juga harus mengikuti pelatihan eksternal yang
diselenggarakan oleh atau atas nama LPPOM MUI selama sekali dalam dua
tahun. Kriteria sistem jaminan halal keempat ini harus dipenuhi agar IKM
NUGTETA dapat mengajukan perolehan sertifikat halal LPPOM MUI.
4. Bahan

11
IKM NUGTETA memiliki beragam varian produk yaitu nugteta ori, pateta
keju, ekkado, bakso bayam, nugteta veggie, dimsum jamur, dan tahu bakso.
Varian dengan nama produk mengandung kata bakso secara komposisi tidak
mengandung unsur daging hewan. Sebab, IKM NUGTETA memang mengusung
tema vegetarian dengan menggunakan tempe, tahu, dan jamur sebagai bahan
utama produk-produknya. Sebagai contoh, pada bakso bayam bahan bakunya
hanya terdiri dari tempe, tahu, tepung tapioka, oat dan sayur bayam. Sehingga,
selain tanpa daging bakso bayam di IKM NUGTETA juga tanpa menggunakan
tepung terigu.
Bahan baku dan bahan penunjang yang digunakan dalam proses produksi
berbagai varian produk tersebut adalah tempe, tahu, telur ayam, telur puyuh,
bawang putih, bawang merah, kulit pangsit (terigu+air) (tanpa merek), bayam,
tepung terigu (cakra kembar), tepung tapioka (rose brand), oat (quaker oat), kaldu
jamur (herring brand), minyak goreng (sania), wortel, daun bawang, gula
(gulaku), garam, keju cheddar (kraft/prochiz), jamur kuping, jamur tiram, jamur
kancing, bawang goreng, dan minyak wijen (ABC).
Terdapat beberapa bahan yang termasuk dalam kategori positive list
seperti garam, bahan nabati segar/kering, bahan olahan nabati, bahan yang
dihasilkan dari hewan halal, serta produk mikrobial yang dihasilkan dari bahan
nabati dengan proses fermentasi alami. Adapun bahan-bahan lain yang tidak
termasuk dalam kategori positive list yaitu digunakan bahan-bahan yang sudah
tersertifikasi halal dan dibeli secara langsung di pasar. Termasuk dalam bahan
yang dimaksud tersebut yaitu oat, minyak goreng, gula, keju cheddar, dan minyak
wijen. Untuk kaldu jamur, meskipun pemilik menyatakan bahwa merk bahan
tersebut halal, namun tidak ditemukan data kehalalannya setelah ditelusuri di
website LPPOM MUI. Kaldu jamur yang digunakan tersebut juga belum memiliki
logo halal di kemasannya, setelah dilakukan penelusuran di internet.
Penggunaan bahan baku dan penunjang yang sudah tersertifikasi halal
digunakan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan bersifat halal. Tempe
sebagai bahan baku utama diperoleh dari pedagang tempe di pasar tradisional, di
mana proses pembuatan tempe dari bahan nabati yaitu kedelai yang diproses
secara fermentasi alami, sehingga bahan ini termasuk halal, sebagaimana tetulis

12
dalam positive list LPPOM MUI. Bahan-bahan segar yang perlu dicuci maka
dicuci hingga bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran untuk
menjamin bahan bebas dari najis.
Kriteria SJH bahan adalah satu dari tiga kriteria SJH lainnya yang bisa
dianalisis implementasinya di IKM NUGTETA. Dalam pelaksanaan usahanya,
IKM NUGTETA tidak memiliki dokumen yang menjamin bahwa bahan baku dan
penunjang yang digunakan, termasuk yang telah berlogo halal, terjamin
kehalalannya maupun masih berlaku kehalalannya. Sehingga, dalam memasok
bahan-bahannya, IKM NUGTETA hanya sebatas melihat pada logo halal di label
kemasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis titik kritis kehalalan bahan dan
dokumen pendukung yang dibutuhkan untuk menentukan kemungkinan halal atau
tidaknya suatu bahan tersebut.

Tabel 2. Analisis Kritis/Non Kritis Kehalalan Bahan di IKM


NUGTETA
Kritis/Non Dokumen yang Logo
No. Bahan Penjelasan
Kritis dibutuhkan Halal
Tempe yang
difermentasi secara
alami termasuk Tidak
1. Tempe Non kritis Tidak ada
dalam bahan ada
positive list
LPPOM MUI.
Termasuk bahan
Tahu Tidak
2. Non kritis positive list Tidak ada
kedelai ada
LPPOM MUI.
Bahan hewani dari
hewan halal
Telur Tidak
3. Non kritis termasuk bahan Tidak ada
ayam ada
positive list
LPPOM MUI.
4. Telur Non kritis Bahan hewani dari Tidak ada Tidak
puyuh hewan halal ada
termasuk bahan

13
positive list
LPPOM MUI.
Bahan nabati segar
Bawang termasuk bahan Tidak
5. Non kritis Tidak ada
putih positive list ada
LPPOM MUI.
Bahan nabati segar
Bawang termasuk bahan Tidak
6. Non kritis Tidak ada
merah positive list ada
LPPOM MUI.
- Tepung terigu
sebagai bahan
dalam
pembuatan kulit
pangsit dapat
menjadi tidak
halal. - Sertifikat Halal
- Titik kritis - Pork Free
Kulit Tidak
7. Kritis tepung terigu Facility
pangsit ada
dari bahan - Diagram Alir
tambahannya Proses
seperti vitamin
B1/B2.
- Vitamin dapat
dienkapsulasi
dengan gelatin
babi
Bahan nabati segar
termasuk bahan Tidak
8. Bayam Non kritis Tidak ada
positive list ada
LPPOM MUI.
9. Tepung Kritis - Bahan aditif Sertifikat Halal Ada
terigu yang
ditambahkan Nama Produk:

14
kedalam tepung Cakra Kembar

terigu untuk Nomor Sertifikat


:00220006410997
maksud
Nama Produsen:
memperbaiki
PT. INDOFOOD
sifat tepung
SUKSES
terigu salah MAKMUR TBK
satunya yaitu L- DIVISI
sistein (biasanya BOGASARI

dalam bentuk Expired Date :


2021-03-26
hidrokloridanya)
yang berfungsi
sebagai
improving agent
(meningkatkan
sifat-sifat tepung
gandum yang
diinginkan).
- Penambahan
vitamin-vitamin
yang larut dalam
lemak dan
mudah rusak
selama
penyimpanan
diantaranya
vitamin A. Agar
vitamin A
mudah larut
dalam produk
pangan berair
(aqueous) dan
agar tidak mudah

15
rusak selama
penyimpanan
biasanya disalut.
Bahan penyalut
yang digunakan
selain bahan
yang halal
seperti berbagai
jenis gum juga
bahan yang
diragukan
kehalalannya
yaitu gelatin.
Sertifikat Halal

Nama Produk:
Termasuk bahan
Tepung Tapioka
positive list
Rose Brand
LPPOM MUI. Nomor Sertifikat
Tepung :00220006090897
10. Non kritis Ada
tapioka Namun, tepung Nama Produsen:
tapioka yang PT. BUDI

digunakan terdapat STARCH &


SWEETENER,
logo halalnya.
TBK
Expired Date :
2022-08-18
11. Oat Kritis - Titik kritisnya Sertifikat Halal Ada
terdapat pada
fortifikasi Nama Produk:

vitamin. Quaker Oatmeal


Instan (Instant
- Apabila vitamin
Oatmeal)
berasal dari
Nomor Sertifikat
hewan, maka
:00190066611013

16
perlu diketahui
hewan halal atau
haram, dan
apabila hewan
halal, maka
disembelih
secara syari’i
atau tidak.
- Jika vitamin
berasal dari Nama Produsen:
mikrobial, media PT. KOBE BOGA
pertumbuhan- UTAMA

nya perlu Expired Date :


2021-07-30
diperhatikan
harus terbebas
dari unsur najis
dan haram.
- Penggunaan
bahan penolong
dan bahan
tambahan juga
perlu
diperhatikan.
12. Kaldu Kritis - Penambahan - Sertifikat Halal Tidak
jamur vitamin, bahan - Pork Free Ada
pengawet, bahan Facility
pemutih, dan - Diagram Alir
bahan tambahan Proses
msg di dalam
kaldu jamur.
- Media
fermentasi msg
dapat

17
terkontaminasi
dari bahan tidak
halal.

13. Minyak Kritis - Asal bahan Sertifikat Halal Ada


goreng lemaknya,
apakah murni Nama Produk:

lemak nabati Sania


Nomor Sertifikat
atau
:00220069560714
mengandung
Nama Produsen:
lemak hewani.
PT. WILMAR
- Jika lemak NABATI
hewan perlu INDONESIA
ditelaah lagi Expired Date :

asalnya dari 2022-01-07

hewan halal atau


tidak.
- Cara
penyembelihan
hewan halal
harus sesuai
kaidah syariah.
- Industri minyak
goreng memakai
bahan karbon
aktif untuk
menjernihkan
hasil produk,
menyerap,
menghilangkan
warna, bau dan
rasa yang tidak

18
enak.
- Karbon aktif
berpotensi
terkontaminasi
dengan bahan
tidak halal.
Bahan nabati segar
termasuk bahan Tidak
14. Wortel Non kritis Tidak ada
positive list ada
LPPOM MUI.
Bahan nabati segar
Daun termasuk bahan Tidak
15. Non kritis Tidak ada
bawang positive list ada
LPPOM MUI.
16. Gula Kritis - Proses rafinasi Sertifikat Halal Ada
(pemurnian)
diperlukan Nama Produk:

granula karbon Gula Pasir –


Gulaku Tebu 1000
aktif sebagai
g
penghilang
Nomor Sertifikat
warna
:00230096370619
(dekolorisasi) Nama Produsen:
agar warna gula PT. GULA
menjadi putih PUTIH

bersih. MATARAM
Expired Date :
- Granula karbon
2021-06-18
aktif dapat
berasal dari
tulang hewan,
tumbuhan atau
batubara.
- Apabila meng-
gunakan resin

19
pernukar ion
yang meng-
gunakan gelatin
maka harus
dipastikan asal
gelatin tersebut
bukan berasal
dari babi atau
hewan yang
disembelih tidak
sesuai syariat
islam.
- Dalam proses
pembuatan gula
menggunakan
produk
mikrobial maka
harus dipastikan
media yang
digunakan
adalah media
yang halal dan
tidak tercemar
najis.
Termasuk bahan
Tidak
17. Garam Non kritis positive list Tidak ada
ada
LPPOM MUI.
18. Keju Kritis - Terletak pada Sertifikat Halal Ada
cheddar enzim dan starter
yang digunakan. Nama Produk:

Ketidakjelasan Kraft Cheddar


Nomor Sertifikat
asal muasal serta
:00040015610601
media produksi

20
enzim dan
starter, Nama Produsen:
PT. KRAFT
menyebabkan
ULTRA JAYA
keju yang
INDONESIA
dihasilkan tidak Expired Date :
dapat dipastikan 2021-05-08
kehalalannya.
Bahan nabati segar
Jamur termasuk bahan Tidak
19. Non kritis Tidak ada
kuping positive list ada
LPPOM MUI.
Bahan nabati segar
Jamur termasuk bahan Tidak
20. Non kritis Tidak ada
tiram positive list ada
LPPOM MUI.
Bahan nabati segar
Jamur termasuk bahan Tidak
21. Non kritis Tidak ada
kancing positive list ada
LPPOM MUI.
22. Bawang Kritis - Alat - Sertifikat Halal Tidak
goreng penggorengan - Pork free ada
harus benar- facility dari
benar bersih dan produsen
suci menurut
kaidah syariah,
yakni tidak
dipakai
sebelumnya
untuk
menggoreng atau
mengolah bahan
mengandung
bahan haram.

21
- Minyak goreng
yang digunakan
apakah sudah
bersertifikasi
halal atau belum.

Namun, bawang
goreng di IKM
NUGTETA dibuat
secara langsung
dari bawang merah
segar.
- Proses
pembuatannya
menggunakan
karbon aktif.
Sertifikat Halal
- Penelaahan
karbon aktif
Nama Produk:
menggunakan
ABC Minyak
karbon aktif dari
Wijen (ABC
tulang, maka Sesame Oil)
Minyak
23. Kritis perlu ditelaah Nomor Sertifikat Ada
wijen
apakah berasal :00060010310699

dari tulang Nama Produsen:


PT. HEINZ ABC
hewan haram
INDONESIA
seperti babi atau
Expired Date :
tulang hewan
2021-01-29
halal yang
disembelih
sesuai syariat
Islam atau tidak.

22
Berdasarkan analisis bahan di atas, maka bahan-bahan yang digunakan
dalam proses produksi di IKM NUGTETA belum semuanya terjamin secara pasti
kehalalannya. Hal ini disesbabkan selain karena pemilik tidak memiliki dokumen
pendukung, terdapat beberapa bahan tanpa logo halal yang artinya sifatnya masih
belum jelas halal atau tidaknya.
5. Produk
Ciri-ciri sensorik dari semua jenis produk nugget tidak boleh
menimbulkan bau atau rasa pada produk yang bisa mengarah pada produk haram
atau yang telah dinyatakan haram oleh fatwa MUI. Merek atau nama dagang yang
digunakan tidak boleh nama-nama yang mengacu pada hal-hal yang dilarang atau
tidak sesuai dengan hukum islam. Merek dagang yang digunakan juga tidak boleh
sama dengan yang sudah beredar. Peraturan penamaan produk mengacu pada
konten yang diizinkan oleh LPPOM MUI. IKM juga perlu menyertakan logo halal
MUI dari produk yang telah bersertifikat. Label yang dimaksud ini adalah
lampiran atau logo longgar yang melekat pada kemasan produk.
Produk Nugteta ini sudah memenuhi persyaratan dari merek dan nama
produk karena merek NUGTETA tidak mengarah pada sesuatu yang diharamkan
atau tidak sesuai dengan syariat islam sebagaimana dengan ketetapan LPPOM
MUI. IKM NUGTETA memiliki berbagai varian produk yaitu nugteta ori, pateta
keju, ekkado, bakso bayam, nugteta veggie, dimsum jamur, dan tahu bakso.
Produk di IKM NUGTETA dibuat tanpa tambahan daging sehingga menurut
pemiliknya, produk tersebut lebih rendah kalori dan juga lemak hewani yang
dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia. Selain itu, produk juga dibuat
tanpa tambahan pengawet sintetis, penggunaan tambahan gula dan garam yang
rendah, sehingga diharapkan lebih sehat dan dapat dikonsumsi oleh siapa saja.
Karena belum mengajukan sertifikasi halal, maka IKM ini juga belum dapat
menyantumkan logo halal LPPOM MUI pada kemasannya. Namun, di label
kemasannya. IKM ini menyantumkan logo halal tidak resmi yaitu berupa logo
lingkaran dengan dasar warna putih dan tulisan halal yang ditulis berwarna hitam.
Dilihat dari segi penamaan produk dan merek dagang, IKM ini secara tidak
langsung telah menerapkan SJH meskiupun tidak sedang mengajukan sertifikasi
halal.

23
6. Fasilitas produksi
Fasilitas produksi yang digunakan dalam proses pembuatan produk harus
dapat menjamin bahwa di fasilitas tersebut tidak terjadi kontaminasi silang dengan
bahan atau produk yang haram maupun najis. Di IKM NUGTETA fasilitas
produksi yang digunakan untuk memproses satu varian produk dengan varian
produk lain adalah sama. Artinya, tidak ada pemisahan antar fasilitas yang
digunakan. Ruangan produksi juga menjadi satu dengan ruang dapur pribadi.
Sehingga, dengan belum adanya sertifikasi maupun SOP yang menjamin kemanan
fasilitas produksi tersebut, maka sifat kehalalan fasilitas produksi di IKM
NUGTETA belum dapat ditentukan dengan pasti. Secara bahan baku dan
penunjang, produk-produk yang diproduksi oleh IKM NUGTETA bebas dari
daging-dagingan. Daging dapat menjadi sumber kontaminasi baik dari jenis
dagingnya maupun darah dari daging itu sendiri. Namun, karena fasilitas dan
ruang produksi digunakan menyatu dengan dapur pribadi maka kemungkinan
kontaminasi itu tidak bisa dikesampingkan.
Pemilik menjelaskan bahwa fasilitas produksi tersebut dijaga tetap bersih
dari najis serta tidak terkontaminasi bahan haram. Proses produksi dilakukan pada
pagi menuju siang dan berakhir pada siang menjelang sore setelah selesai
pengemasan. Artinya, kegiata produksi dilakukan setelah kegiatan memasak untuk
pribadi sehingga terjadinya peluang kontaminasi tersebut menjadi minimal.
Dalam penerapan di proses produksi, fasilitas produksi ini bebas dari
kotoran yang berbahaya dan bahan najis akibat sanitasi yang tidak tepat seperti
kotoran hewan. Dilihat dari alat produksi yang digunakan masih ada yang
menggunakan bahan plastik yaitu timbangan, baskom plastik, spatula, loyang dan
talenan plastik, akan tetapi bahan yang akan ditimbang diberi alas terlebih dahulu
sehingga tidak kontak langsung dengan timbangan. Sebagian alat lain yang
dipakai telah menggunakan bahan stainless steel seperti vacum sealer, wadah, dan
panci. Loyang pengukusan masih menggunakan loyang seng. Alat-alat yang
digunakan dibedakan-bedakan setiap prosesnya sehingga meminimalisir
terjadinya kontaminasi silang pada proses pembuatannya. Setiap pagi hari tempat
produksi selalu dipel, setelah proses produksi tempat produksi juga disapu dan
dibersihkan dengan cairan pembersih dapur, dan juga selesai produksi alat-alat

24
yang digunakan akan dicuci terlebih dahulu sehingga meminimalisir terjadinya
kontaminasi silang pada produksi di hari berikutnya.
7. Prosedur tertulis aktivitas kritis
IKM seharusnya memiliki prosedur tertulis tentang pelaksanaan aktivitas
kritis. Aktivitas kritis adalah aktivitas dalam rantai produksi yang dapat
mempengaruhi status halal terhadap suatu produk. Kegiatan utama dapat
mencakup dalam pemilihan bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan
masuk, formula atau resep produk, proses produksi, higiene dan sanitasi fasilitas
produksi dan alat pembantu, penyimpanan bahan, penanganan bahan dan produk,
transportasi, pemajangan, aturan pembeli yang datang, dan disesuaikan bisnis dari
IKM itu sendiri. Prosedur tertulis aktivitas kritis ini dapat dibuat dan ditetapkan
terintegrasi dengan sistem yang lain. IKM NUGTETA belum mempunyai tim
manajamen halal yang bertugas mengidentifikasi titik bahaya dan kehalalan
produk olahannya. IKM ini juga belum mengimplementasikan semua SJH pada
kegiatan produksinya, sehingga prosedur tertulis aktivitas kritis pada IKM ini
belum bisa diaplikasikan secara optimal.
Penerapan aktivitas kritis dari IKM nugteta ini bisa dilakukan dengan
memeriksa kesesuaian antara informasi dan label kemasan bahan dengan
informasi yang tercantum dalam dokumen pendukung bahan, atau dengan
memastikan produk halal perusahaan terdistribusi dengan baik dan tidak
terkontaminasi silang dengan produk yang diragukan kehalalannya. Kendala lain
pada IKM NUGTETA adalah belum ada karyawan yang cukup dalam proses
produksinya sehingga tidak ada pembagian tugas kerja yang bertugas
menganalisis aktivitas kritis dari setiap bahannya.
8. Kemampuan telusur (traceability)
Penelusuran termasuk kunci penting dalam menjamin bahwa produk
yang dihasilkan IKM NUGTETA adalah halal. Menurut pemilik, hal telusur
yang dilakukan IKM NUGTETA yaitu memastikan bahan yang digunakan
adalah bahan halal. Namun, berdasarkan analisis titik kritis bahan di poin
sebelumnya terdapat satu bahan, kaldu jamur, yang ternyata belum memiliki
logo halal LPPOM MUI. IKM belum memiliki dokumen pendukung maupun
catatan lengkap untuk melakukan kegiatan penelusuran. Catatan dan pembukuan

25
yang dilakukan ialah mencakup pengeluaran dan pemasukan yang dilakukan
dengan baik dan tersistem dalam setiap proses produksi. IKM perlu membuat
sistem administrasi dan dokumentasi yang lebih rapi dengan membedakan setiap
diagram alir proses pembuatan per varian produknya, untuk mempermudah
penelusuran kembali jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan selama
produksi.
9. Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria
IKM NUGTETA tidak mempunyai prosedur tertulis (SOP) untuk
menangani produk cacat maupun berjamur selama proses pengiriman. Namun,
pihak IKM NUGTETA menerima komplain bila ada produk cacat maupun
berjamur dengan memberikan ganti rugi berupa uang maupun barang. Secara
umum IKM NUGTETA selalu melakukan pemisahan terhadap produk-produk
yang tidak sesuai standar (bentuk, tekstur, rasa dan aroma) yang telah ditentukan
dan tidak mencampur produk tersebut ke dalam produk yang sudah sesuai standar.
IKM NUGTETA akan membuang produk yang tidak lolos standar tersebut tanpa
pengolahan yang lebih lanjut. Hanya produk dengan kualitas bagus saja yang
dijual oleh IKM NUGTETA. Apabila ada produk tidak memenuhi standar yang
ditemukan dan sudah terlanjur terjual maka pihak IKM Nugteta bersedia
melakukan ganti rugi.
10. Audit internal
Audit internal dilakukan untuk menjamin sistem jaminan halal dijalankan
dan diterapkan. Audit internal dilakukan secara terjadwal setiap enam bulan
sekali. Audit internal merupakan wujud implementasi aspek sistem jaminan halal
yang mencakup 11 kriteria dan bukti pelaksanaannya. Dalam SJH jika ditemukan
kelemahan dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaannya maka akan dilakukan
tindakan koreksi. Jika ditemukan kelemahan dalam proses maupun bahan yang
menyebabkan produk menjadi tidak halal maka akan ditindak lanjut sesuai
prosedur untuk menghindari pengulangan kesalahan di masa yang akan datang.
IKM NUGTETA belum menerapkan audit internal dan audit eksternal. Tidak
diaplikasikannya kriteria ini karena IKM belum menjalankan SJH secara penuh
untuk mendaftarkan produk disertifikasi halal oleh LPPOM MUI.
11. Kaji ulang manajemen

26
Kaji ulang manajemen penting dilakukan untuk perbaikan berkelanjutan
dalam implementasi jaminan halal. IKM NUGTETA belum melaksanakan kajian
ulang manajemen. Kaji ulang manajemen belum bisa dilaksanakan karena materi
kaji ulang berasal dari proses audit eksternal, audit internal, tindak lanjut dari kaji
ulang manajemen periode sebelumnya, serta perubahan kondisi SJH. Jika
nantinya ada tindak lanjut yang melewati batas waktu atau tidak dilaksanakan
maka akan ditindak lanjuti terkait penyebab kelemahan tersebut.
Catatan pelaksanaan kaji ulang ini nantinya akan didokumentasikan
dengan baik dan lengkap sesuai dengan prosedur kaji ulang manajemen.
Dikarenakan IKM NUGTETA belum menerapkan audit internal, audit eksternal
dan kajian ulang manajemen sebelumnya, maka kaji ulang manajemen belum bisa
dilaksanakan. Keterbatasan dari manajemen yang belum dilaksanakan secara
optimal ini dapat diatasi dengan pembentukan tim yang bisa berasal dari pemilik
perusahaan, karyawan maupun dari pekerja yang ada di IKM NUGTETA,
sehingga dapat terbentuk dengan baik dan mampu mengimplementasikan SJH
secara utuh.

KESIMPULAN
Penerapan SJH di dalam industri besar maupun kecil perlu dilakukan guna
mengajukan sertifikasi halal LPPOM MUI untuk memperoleh sertifikat halal.
Terdapat sebelas kriteria SJH yang harus diterapkan dalam suatu industri mengacu
pada HAS: 23000 yang telah ditetapkan oleh LPPOM MUI. IKM NUGTETA
belum memiliki sertifikat halal dari LPPOM MUI. IKM NUGTETA juga belum
mengimplementasikan SJH secara utuh, terstruktur dan administrasif guna
mengajukan sertifikasi halal pada LPPOM MUI. Kriteria SJH yang dapat
dianalisis implementasinya yaitu kriteria bahan, produk, dan fasilitas produksi.
Dari seluruh bahan yang dianalisis, satu bahan teridentifikasi belum memiliki logo
halal dan tidak tertelusuri di laman LPPOM MUI. Produk dan fasilitas produksi
secara umum telah sesuai dengan yang dipersyaratkan. IKM NUGTETA masih
terhalang beberapa kendala untuk bisa mengajukan sertifikasi halal pada LPPOM
MUI. Salah satu kendala yang paling berpengaruh yaitu masalah finansial karena

27
sebagai industri baru, belum memiliki dana yang cukup untuk membiayai proses
sertifikasi halal dari LPPOM MUI.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 168.
Al-Quran Surat Al Baqarah ayat 169.
Bakar, N.A., Peszynski, K., Azizan, N., Sundram, K., & Pandiyan, V.
(2016). Abridgment of Traditional Procurement and E-Procurement:
Definitions, Tools and Benefits. Journal of Emerging Economies &
Islamic Research, 4(1).
BPS. 2010. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama. Jakarta: BPS.
Estiasih, T., Ahmadi, KgS., & Harijono. (2019). Pengembangan sistem
jamina halal produk minuman herbal instan di industri kecil menengah
(ikm) “dia”. Teknologi Pangan, 10(2): 127-134. Doi:
https://doi.org/10.35891/tp.v10i2.1651.
Hanzaee, K.H., & Ramezani, M.R. (2011). Intention to halal products in the world
markets. Interdisciplinary Journal of Research in Business, 1(5): 1-7.
LPPOM MUI. (2008). Panduan umum sistem jaminan halal LPPOM MUI.
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan Dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia.
Susihono, W. & Febianti, E. (2018). Implementasi Sistem Jaminan Halal Melalui
Bimbingan Teknis Penerapan HAS-23000 di Industri Gipang Tiga Bunfa
Cilegon Banten. Jurnal Teknika, 12(2): 201-208.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

DOKUMENTASI

28

Gambar 1. Bahan-bahan kering Gambar 3. Bahan (bawang


(tepung terigu, tepung tapioka, oat, merah, bawang putih)
Gambar 5. Alat (loyang
stainless steel)

Gambar 8. Produk
(pateta keju)

Gambar 6. Packaging
dan Labelling
Gambar 9. Foto Bersama Pemilik

Gambar 7. Produk
(nugget)

29

Anda mungkin juga menyukai