1
diragukan kehalalannya.
2
mencurigakan kehalalannya atau tidak.
Pertanyaan muncul, mengapa Indonesia tidak melaksanakan aturan pelabelan
yang ketat, kemudian diikuti dengan pengawasan yang yang optimal dari lembaga
yang memberitkan perijinan tentang label pangan.
Penyempurnaan sistem label dan iklan pangan yang sudah ada sehingga
setiap konsumen dengan mudah membaca dan membedakan mana produk yang
dapat dikonsumsinya. Kejujuran pedagang dan pengelola jasa makanan dalam
menjelaskan ke konsumen jika ada yang bertanya. Jika sistem ini bisa
dilaksanakan dengan baik, kita tidak perlu lagi mempermasalahkan label halal/
haram pada produk makanan.
Jaminan kehalalan
Sampai saat ini jaminan kehalalan yang sudah dilakukan oleh LP POM
MUI-sebagai lembaga pengayom umat muslim di Indonesia, perlu tetap didukung
agar konsumen muslim terhindar dari pengusaha tidak jujur.
Menurut penulis, jika ada lembaga pemeriksa lain yang kredibel juga tidak
menjadi masalah, sepanjang lembaga tersebut telah melalui audit sebagai lembaga
sertifikasi yang profesional. MUI membatasi hanya bekerja secara profesional
pada komisi fatwa, lembaga sertifikasi mana saja silakan meminta fatwa MUI
apakah suatu produk layak diberikan sertifikat halal atau tidak.
Selanjutnya ormas, LSM, dan MUI, dapat bertindak lebih jauh yaitu upaya
penyadaran konsumen muslim agar tidak "buta" tentang pangan halal. Tugas
substansi ini lebih utama dan mulia dilakukan ketimbang mere(i)butkan siapa yang
berhak tentang SH. Tugas pendidikan ini dapat pula melibatkan berbagai
komponen masyarakat agar sosialisasi pangan halal benar-benar dapat dirasakan
oleh konsumen muslim.