Anda di halaman 1dari 5

Mata Kuliah : Pembaharuan Hukum (Bisnis)

Pengampu : DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH.,MH.


Nama Kelompok 3 :
1. Punira Kilwalaga (110012200022)
2. Liana (110012200015)
3. Tri Rundi Hartono ( 110012200028)
4. Natasha Marcella Geovanny ( 110012200018)
5. Suci priyanti Kartika candra sari (110012200026)

IMPLIKASI PEMBAHARUAN HUKUM DALAM PERANAN BPJPH


TERKAIT JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA

LATAR BELAKANG

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, obat-obatan,


dan kosmetik berkembang sangat pesat. Hal itu berpengaruh secara nyata pada
pergeseran pengolahan dan pemanfaatan bahan baku untuk makanan, minuman,
kosmetik, obat-obatan, serta Produk lainnya dari yang semula bersifat sederhana
dan alamiah menjadi pengolahan dan pemanfaatan bahan baku hasil rekayasa ilmu
pengetahuan1. Pengolahan produk dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi memungkinkan percampuran antara yang halal dan
yang haram baik disengaja maupun tidak disengaja. Jaminan mengenai Produk
Halal hendaknya dilakukan sesuai dengan asas pelindungan, keadilan, kepastian
hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektivitas dan efisiensi, serta
profesionalitas. Oleh karena itu, jaminan penyelenggaraan Produk Halal bertujuan
memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan
Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk,
serta meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan
menjual Produk Halal.

Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di


dunia yang tentu saja berkepentingan dengan peredaran produk yang aman dan
berstandar halal. Sebab secara otomatis kaum muslim menjadi konsumen terbesar
di negeri ini di samping menjadi incaran dan target impor negara-negara lain.
Maka itu sepatutnya konsumen dalam negeri mendapatkan perlindungan dalam
memperoleh kepastian tentang kehalalan produk pangan yang beredar2.
1
UU No. 33 Tahun 2014.
2
Warto and Samsuri, ‘Sertifikasi Halal Dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk Halal Di Indonesia’, Al
Maal: Journal of Islamic Economics and Banking, 2.1 (2020), 98
<https://doi.org/10.31000/almaal.v2i1.2803>.
Sebelumnya di Indonesia sebenarnya telah dikenal dengan Majelis Ulama
Indonesia (MUI), sebuah lembaga yang medapat pengakuan dari pemerintah
Indonesia untuk melegitimasi tentang produk halal di Indonesia, lembaga ini
sudah kurang lebih 30 tahun menjalankan tugasnya di Indonesia namun dengan
diterbitkannya Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk
Halal dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Tentang Penyelanggaraan
Jaminan Prodak Halal, dimana isu yang timbul dalam pembaharuan hukum
terhadap regulasi produk halal di Indonesia adahal tentang bagaiman fungsi yang
telah dijalankan oleh lembaga Mejlis Ulama Indonesia secara bertahun-tahun
hendak diserahakan fungsi tersebut kepada pihak pemerintah melalui ketentuan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal dan
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Tentang Penyelanggaraan Jaminan
Prodak Halal3. Inilah menjadi hal urgensinya dimana diketahui bersama bahwa
majelis ulam indonesi (MUI) adalah lembaga independen keagaaam dalam hal ini
agama islam, konsep halal sedari awalnya adalah untuk melingdungi kepentingan
dan hak warga muslim di Indonesia kini mulai diambil alih oleh pemerintah, hal
tersebut sangat sarat demngan kepentingan kedepannya jika ketentuan halal nanti
ini menjadi wilayah murni dari pemerintah sedangakan pemerintah sendiri adalah
sebuah kompenen yang berhadp-hdapan dengan masyarakat dalah hal
menjalankan negara demokrasi.

3
Wahyu Prianto, ANALISIS TERHADAP PENYELENGARAAN PRODAK HALAL SETELAH UNDANG-
UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL, 2022.
RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil
adalah:

1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)


setelah terbentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH)?

PEMBAHASAN

Halal adalah sesuatu yang diperkenankan atau boleh dikonsumsi, yang


terlepas dari ikatan larangan, dan diizinkan oleh pembuat syari’ah untuk
dilakukan. Sedangkan haram adalah sesuatu yang dilarang oleh pembuat syari’ah
dengan larangan yang pasti, di mana orang yang melanggarnya akan dikenai
hukuman di akhirat 4.

Produk yang beredar di Indonesia sangat beraneka ragam baik produk


lokal maupun produk impor dari luar negeri. Pada setiap produk tersebut perlu
adanya penanda halal untuk memudahkan konsumen dalam memilih produk halal.
Oleh karena itu perlu adanya sertifikasi dan labelisasi produk. Sertifikasi halal
adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap
untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan Sistem Jaminan Halal
(SJH) memenuhi standar LPPOM MUI. (LPPOM MUI 2008). Pasca
Implementasi Undang-undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 tahun 2014,
Sertifikasi halal didefinisikan sebagai pengakuan kehalalan suatu produk yang
dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis
Ulama Indonesia. (Panji, 2017). Di Indonesia lembaga yang otoritatif
melaksanakan Sertifikasi Halal sebelum berlakunya UU JPH yang dilaksanakan
secara voluntary adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara teknis
ditangani oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan, dan Kosmetika
(LPPOM).

Pasca berlakunya UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal


(UU JPH) dan PP No. 31 Tahun 2019 tentang JPH berimplikasi berubahnya
sistem prosedur dan registrasi sertifikasi halal dari bersifat sukarela menjadi wajib
(mandatory) mulai 17 Oktober 2019. Selain itu, UU JPH melahirkan badan baru
bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah
Kementerian Agama. UU JPH ini mengamanatkan terhitung 17 Oktober 2019,
semua produk wajib bersertifikat halal oleh BPJPH. Sebelum PP JPH terbit,
proses sertifikasi halal masih dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Namun setelah PP JPH terbit, maka kewenangan penerbitan sertifikasi halal
berada sepenuhnya di BPJPH selaku leading sector jaminan produk halal.

4
Muhammad Kusnandi, ‘Problematika Terhadap Penerapan UUD JPH’, Islamika: Jurnal Keislaman
Dan Ilmu Pendidikan, Vol. 1.No. 2, 116–32.
Berdasarkan UU JPH 2014 dan PP 2019, BPJPH menggantikan peranan
LPPOM MUI dalam proses sertifikasi halal namun perubahan tersebut tidak
disertai kesiapan BPJPH sehingga berpotensi menghambat proses sertifikasi halal
yang selama ini sudah berjalan. Untuk menghindari hal tersebut maka Menteri
Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 982 tahun 2019
mengenai layanan sertifikasi halal. Isi keputusan tersebut menegaskan bahwa
dalam menyelenggarkan pelayanan sertifikasi halal BPJPH akan bekerja sama
dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam hal penetapan fatwa kehalalan
produk dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik MUI
(LPPOM-MUI) dalam hal pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk.

KESIMPULAN

Implementasi UU No.33 Th. 2014 dan PP No. 31 Th. 2019 tentang


kewajiban sertifikasi halal yang dilakasanakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal (BPJPH) bagi pelaku UMKM belum optimal. Adapun
tantangan yang dihadapi adalah masalah anggaran, dimana berdasarkan Peraturan
Pemerintah untuk usaha mikro biaya sertifakasi dibebankan pada anggraan negara
sehingga membutuhkan waktu karena dilaksanakan secara bertahap dan belum
tersedianya Lembaga Penyelia Halal (LPH) diseluruh provinsi dan kabupaten kota
yang merupakan perpanjangan tangan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk
Halal (BPJPH) dalam pemeriksaan produk.

Dari kesimpulan diatas dapat disarankan bahwa BPJPH dan masyarakat


untuk dapat lebih berperan memaksimalkan pendirian Lembaga pemeriksa halal
(LPH) seperti yang diamanatkan dalam pasal 12 UUJPH serta persyaratan
pendirian yang tertuang pada Pasal 13 UUJPH dikarenakan belum terbentuknya
Lembaga Penyedia Halal (LPH) disemua Provisi dan Kabupaten Kota

DAFTAR PUSTAKA

Kusnandi, Muhammad, ‘Problematika Terhadap Penerapan UUD JPH’, Islamika:


Jurnal Keislaman Dan Ilmu Pendidikan, Vol. 1.No. 2, 116–32
Latifah, Umi, ‘Kebijakan Mandatori Sertifikasi Halal Bagi Produk Usaha’, 1
(2022), 41–58
Prianto, Wahyu, ANALISIS TERHADAP PENYELENGARAAN PRODAK HALAL
SETELAH UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG
JAMINAN PRODUK HALAL, 2022
UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan produk Halal
Warto, and Samsuri, ‘Sertifikasi Halal Dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk
Halal Di Indonesia’, Al Maal: Journal of Islamic Economics and Banking,
2.1 (2020), 98 <https://doi.org/10.31000/almaal.v2i1.2803>

Anda mungkin juga menyukai