Seiring dengan berkembangnya industri di Indonesia dalam menghasilkan produk-produk baru (produk farmasi, obat tradisional, suplemen, pangan dan kosmetik) yang lebih inovatif dan menarik perhatian masyarakat dengan menggunakan teknologi yang modern, dan didukung oleh kemajuan transportasi, mengakibatkan produk-produk tersebut dapat menyebar ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai daerah Indonesia. Adanya hal itu disertai pula dengan berkembangnya pola pikir dan gaya hidup serta peningkatan kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini memberikan pengaruh yang cukup besar dalam kebiasaan mengonsumsi berbagai produk tersebut. Sementara itu pengetahuan masyarakat belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar, dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional sehingga dapat meningkatkan risiko terhadap kesehatannya. Selain hal itu, kini banyak beredar produk-produk palsu maupun ilegal juga produk yang ditambahkan bahan berbahaya yang menyebabkan masyarakat harus lebih waspada dalam memilih produk. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia tentang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan hal tersebut maka ada dorongan dari setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya dengan berbagai upaya diantaranya dengan mengonsumsi obat-obatan atau suplemen yang ditunjang dengan makanan yang aman dan berkualitas. Selain itu dinyatakan juga bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau
1 2
masyarakat. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya
kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau. Bidang pengawasan obat dan makanan sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan harus mampu mengantisipasi dan mengawasi perubahan dalam indutri farmasi, makanan dan kosmetik secara tepat. Menyadari hal itu, diperlukan suatu institusi dan infrastruktur pengawasan yang kuat, memiliki kredibilitas profesional yang tinggi serta kewenangan untuk penegakan hukum dengan membentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2013 tentang perubahan ketujuh atas Keputusan Presiden nomor 103 tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Pemerintah Non Kementrian., Badan POM (BPOM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BPOM memiliki tugas pokok melaksanakan pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berfungsi sebagai unsur yang melakukan sistem pengawasan pemerintahan dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM). Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), salah satu dari 5 unit pelaksana teknis tersebut adalah Balai Besar POM (BBPOM) di Bandung yang berada di bawah dan bertanggung jawab secara teknis kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kegiatannya meliputi pemeriksaan dan pengujian mutu obat, makanan dan minuman, kosmetik, obat tradisional dan narkotik serta bahan berbahaya. Untuk memiliki kompetensi apoteker yang baik serta pengetahuan praktis yang luas, Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani bekerjasama dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandung dalam mengadakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Pelaksanaan PKPA ini diharapkan dapat membantu calon apoteker untuk mengetahui tugas, fungsi, dan kewenangan BBPOM dalam bidang pengawasan obat, makanan, kosmetika, komplemen, dan Obat Tradisional khususnya pada bidang Pengujian Mikrobiologi. 3
1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Tujuan dari Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani bekerjasama dengan Balai Besar POM di Bandung adalah: a. Memberikan pemahaman kepada calon apoteker tentang peran, tugas, fungsi, posisi, dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di lembaga pemerintahan khususnya Badan POM. b. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di lembaga pemerintahan khususnya Badan POM. c. Memahami mekanisme kerja sistem pengawasan obat dan makanan di Badan POM. d. Mempersiapkan calon apoteker dan membentuk kompetensi bagi calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional terutama di sektor pemerintahan khususnya Badan POM.
1.3 Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pemerintahan
Adapun manfaat penyelenggaraan PKPA di BBPOM bagi mahasiswa program studi apoteker adalah : a. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker sebagai regulator dalam pengawasan obat dan makanan. b. Memperoleh pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam pengawasan obat dan makanan. c. Memperoleh pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. d. Memiliki rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional.
1.4 Waktu dan Tempat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan mulai tanggal 2 – 31 Oktober 2017, dengan jadwal kerja pada hari Senin sampai Kamis pukul 07.30- 16.00 WIB dan pada hari Jumat pukul 07.30-15.30 WIB. Kegiatan PKPA ini 4
bertempat di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung, Jalan Pasteur No. 25, Bandung, Jawa Barat.