Anda di halaman 1dari 7

Essai

Kemerdekaan Untuk Kesehatan Indonesia dalam Bingkai


70 Tahun Proklamasi
“Peran Farmasis dalam Meningkatkan Pelayanan pada Masyarakat“

Oleh:

Aziza Nurul Amanah

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA/ 2015
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai peran
penting dalam mewujudkan kesehatan bermutu, dimana apoteker sebagai bagian dari
tenaga kesehatan yangmempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar dan luas dalam
mewujudkan pelayanan kefarmasian yang aman, bermutu dan berkualitas. Berdasarkan PP
No. 51 Tahun 2009 Tentang Kefarmasian bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional1.
Hingga Saat ini profesi farmasi masih belum sangat dikenal luas oleh masyarakat.
Padahal sebenarnya, farmasi juga memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan
masyarakat. Hal ini karena yang paling kompeten tentang obat-obatan adalah orang-orang
farmasi Profesi farmasi juga harus dikenalkan pada masyarakat luas. Sebab farmasi juga
memiliki tanggung jawab atas kesehatan masyarakat, saat mereka tengah memeriksakan
dirinya pada dokter dan membutuhkan obat. “Farmasilah yang semestinya menjamin
bahwa pasien mendapatkan obat yang benar, digunakan dengan cara yang tepat, dan
menghasilkan efek yang diharapkan. Selain itu, farmasi juga yang bertanggung jawab jika
ada masalah terkait dengan obat, seperti salah memberikan obat dan menimbulkan efek
samping yang membahayakan pasien” 2.
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan
produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam sejarahnya, pendidikan tinggi
farmasi di Indonesia dibentuk untuk menghasilkan apoteker sebagai penanggung jawab
apotek, dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka apoteker atau dikenal pula
dengan sebutan farmasis, telah dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas.
Apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian,
laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai jenis
industri meliputi industri obat, kosmetik-kosmeseutikal, jamu, obat herbal, fitofarmaka,
nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin, lembaga informasi obat serta

1
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-997-1696553188-
tesis_hubungan%20pelayanan%20kefarmasian%20dengan%20kepuasan%20pasien%20menggunakan%20jasa%20apotek%20di%20k
ota%20denpa.pdf. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2015, pukul: 20.08
2
Disampaikan Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt, dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) saat menjadi narasumber
dalam acara Seminar Kefarmasian Joglosemar bertemakan “The Deveploment Of Clinical Pharmacy: A Strategy To Enhance The Role
of Clinical Pharmacist And Community Pharmacy”. Hadir pula sebagai pembicara seminar ini, Dr. Nur Hayati, MD. Sc, dosen FKIK
UMY, dan Widyati, praktisi Farmasi Klinik UGM.
badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat untuk farmasis melaksanakan pengabdian
profesi kefarmasian. Pelayanan obat kepada penderita melalui berbagai tahapan pekerjaan
meliputi diagnosis penyakit, pemilihan, penyiapan dan penyerahan obat kepada penderita
yang menunjukkan suatu interaksi antara dokter, farmasis, penderita sendiri dan khusus di
rumah sakit melibatkan perawat. Dalam pelayanan kesehatan yang baik, informasi obat
menjadi sangat penting terutama informasi dari farmasis, baik untuk dokter,perawat dan
penderita3.
Pengaturan di bidang farmasi dimulai sejak didirikannya Dv.G (De Dients van De
Valks Gezonheid) yang dalam organisasi tersebut ditangani oleh Inspektorat Farmasi
hingga tahun 1964, dilanjutkan oleh Inspektorat Urusan Farmasi sampai tahun 1967 dan
oleh Direktorat Jenderal Farmasi hingga tahun 1976, dengan tugas pokok mencukupi
kebutuhan rakyat akan perbekalan farmasi. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut ,
Direktorat Jenderal Farmasi dibantu oleh :
1. Lembaga Farmasi Nasional dengan tugas melaksanakan tugas pengujian dan
penelitian dibidang kefarmasian.
2. Pabrik Farmasi Departemen Kesehatan.
3. Depot Farmasi Pusat.
4. Sekolah Menengah Farmasi Departemen kesehatan.
Tahun 1975 pemerintah mengubah Direktorat Jenderal Farmasi menjadi Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, dengan tugas pokok melaksanakan pengaturan
dan pengawasan obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan, obat
tradisional, narkotika serta bahan berbahaya. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pada
Direktorat ini dibentuk unit pelaksana teknis yaitu Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan
di Pusat dan Balai Pengawasan Obat dan makanan di seluruh propinsi.
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 yang kemudian diubah dengan
Keputusan Presiden No 103/2002 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Badan
POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang
bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan.

3
Elin Yulinah Sukandar( http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf) dunduh pada tanggal 01 Oktober 2015 pukul:
22.50
Pembentukan Badan POM ini ditindak lanjuti dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor : 02001/SK/KBPOM, tanggal 26 Februari 2001,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan setelah
mendapatkan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor :
34/M.PAN/2/2001 Tanggal 1 Februari 2001.
Setelah semua keputusan ini dikeluarkan, Badan POM menjadi Badan yang ditujukan
independensinya dalam mengawasi peredaran obat dan makanan di tengah masyarakat
serta menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada saat ini, masih banyak masyarakat (terutama masyarakat kalangan menengah ke
bawah) yang belum dapat memenuhi taraf kesehatan. Hal ini disebabkan karena harga
obat – obatan yang kian meningkat. Karena itu, pemerintah mengeluarkan Obat Generik
Berlogo (OGB) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menengah ke bawah tersebut
akan obat 4.
Obat Generik Berlogo (OGB) ini dikenalkan pada tahun 1991 yang mengacu
pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk
penyakit-penyakit tertentu. Harga obat ini dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin
akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, sejak tahun 1985 pemerintah
menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Namun pada prakteknya, peraturan ini jarang ditaati. Pasien masih sering mendapatkan
obat bernama dagang dari dokter.
Menurut PP 51 tahun 2009 pasal 19, praktek kefarmasian dapat berupa Apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat ataupun praktek bersama.
Lahan ini dapat menjadi tempat bagi Apoteker untuk melakukan pelayanan obat generik
berlogo. Misalnya dengan memberikan informasi alternatif obat generik yang ada yang
kandungannya sama dengan obat yang akan ditebus pasien. Pada PP 51 tahun 2009 pasal
24(b) juga dicantumkan bahwa apoteker diperbolehkan untuk mengganti obat merek
dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain
atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

4
Priyambodo, B., Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global PustakaUtama; 2007. Hal 2 .
Selain itu, masyarakat juga sering kali menganggap bahwa mutu obat generik kurang
dibandingkan obat bermerk. Harganya yang bisa dikatakan murah membuat masyarakat
tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerk. Padahal,
dalam memproduksinya perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan
ketat dalam Cara-cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sehingga kualitas obat generik ini juga tidak
kalah dengan obat bermerek. BPOM juga mengeluarkan persyaratan untuk obat yang
disebut uji bioavailabilitas/bioekivalensi(BA/BE) sehingga obat generik dan obat bermerk
yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan kesetaraan biologi (BE) dengan obat
pembanding inovator (obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di
pasaran dengan melalui serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA). Pengetahuan –
pengetahuan dasar seperti ini harus ditanamkan pada masyarakat agar tidak ada asumsi
“harga obat makin mahal, khasiatnya semakin baik” lagi. Pengetahuan ini dapat diberikan
oleh Apoteker melalui penyuluhan secara berkala.
Pada akhirnya, jika masyarakat dibekali dengan pengetahuan mengenai obat generik
maka masyarakat akan lebih memilih obat generik daripada obat bermerek. Dengan
demikian, penggunaan obat generik akan meningkat dan peran Apoteker dalam
mewujudkannya juga terlihat. Masyarakat akan memberikan apresiasi yang baik sekaligus
mengangkat status Apoteker yang saat ini masih kurang dikenal dalam masyarakat .
Upaya – upaya Apoteker seperti memperbanyak penelitian tentang perbandingan
mutu antara obat bermerek dengan obat generik juga dapat meningkatkan kepercayaan
terhadap obat generik. Dengan adanya data-data pendukung tersebut, dapat menjadi bukti
bahwa obat generik memiliki mutu dan khasiat yang identik dengan obat dengan merek
dagangnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Mentri KesehatanRepublik


Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Ikatan
Apoteker Indonesia; 2010.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia
No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Ikatan ApotekerIndonesia; 2009.
3. Priyambodo, B., Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global PustakaUtama;
2007. Hal 2.

Internet:
1. www.farmasi.asia/ diakses pada tanggal 13 Oktober 2015, pukul: 18.29
2. http://dinkes.taa.co.id/index.php/web/arsip/download_arsip/2/Industri-Farmasi-
Lokal-Penuhi-90-Kebutuhan-Farmasi-Indonesia diakses pada tanggal 04 Oktober
2015, pukul: 09.00
3. http://www.umy.ac.id/profesi-farmasi-perlu-dikenalkan-pada-masyarakat.html
diakses pada tanggal 04 Oktober 2015, pukul 20.45
4. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-997-1696553188-
tesis_hubungan%20pelayanan%20kefarmasian%20dengan%20kepuasan%20pasie
n%20menggunakan%20jasa%20apotek%20di%20kota%20denpa.pdf. Diakses
pada tanggal 03 Oktober 2015, pukul: 20.08
5. Elin Yulinah Sukandar , Departemen Farmasi, FMIPA, Institut Teknologi
Bandung http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf diunduh
pada tanggal 01 Oktober 2015 pukul: 22.50
6. http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf diunduh pada
tanggal 30 September 2015 pukul: 22.50
7. https://www.academia.edu/9515707/peran_tenaga_farmasi_di_apotek_dan_rumah
_sakit diunduh pada tanggal 30 September 2015 pukul: 01.25
8. http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/KEPMENKES_374-2009_TTG_SKN-
2009.pdf diunduh pada 25 September 2015 pukul: 01.39
9. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22555/4/Chapter%20I.pdf diunduh
pada 24 September 2015 Pukul: 19.40
10. http://www.pit.ikatanapotekerindonesia.net/rakernas-pit-2015 diakses pada tanggal
24 September 2015 pukul: 20.15
Daftar Riwayat Hidup Penulis
I. Data Pribadi
1. Nama : Aziza Nurul Amanah
2. NIM : 11151020000095
3. Tempat dan Tanggal Lahir : Palembang, 29 Agustus 1996
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Alamat : Sekayu, Musi Banyuasin
7. Telepon : 082372127980
8. Email : Aziza_88@ymail.com

II. Riwayat Pendidikan

No Nama Sekolah Jurusan Tahun Ijazah

1 MI Istiqomah Sekayu, 2008


Musi Banyuasin, Sum-sel
2 MTs N Sekayu, Musi 2011
Banyuasin, Sum-sel
3 Madrasah Aliyah Al- Madrasah Aliyah 2014
Ittifaqiah, Indralaya-Ogan Ilmu Pengetahuan
Ilir, Sum-sel Alam
4 UIN Syarif Hidayatullah Farmasi Sekarang
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai