Anda di halaman 1dari 190

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di


Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan hak
asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang merupakan cita-cita bangsa
Indonesia yang harus diwujudkan sebagaimana terdapat dalam Pancasila serta
pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai
kebutuhan dasar untuk menunjang kesehatan manusia salah satunya adalah pangan,
maka dari itu setiap manusia disadari atau tidak dikatakan sebagai konsumen.
Perkembangan jaman dan kemajuan teknologi telah memberikan pengaruh
signifikan terhadap pola konsumsi obat dan makanan. Hal ini akan juga
mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat. Kualitas kesehatan yang baik di
antaranya tidak hanya dipengaruhi oleh fasilitas kesehatan yang modern dan
memadai, tetapi juga secara langsung dipengaruhi oleh kualitas bahan pangan dan
obat yang beredar di masyarakat. Selain itu kontribusi teknologi pada fasilitas dan
kapasitas industri-industri bahan pangan, obat, dan obat tradisional berdampak tidak
baik dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Luasnya peredaran bahan tambahan pangan (BTP) di pasar, menyebabkan
pelaku usaha berinovasi lebih terhadap pangan yang di produksi dan tidak
memedulikan kesehatan masyarakat. BTP yang ditambahkan pada makanan dan
minuman dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia. Selain pangan
pada peredaran obat juga terjamah oleh pelaku-pelaku usaha yang tidak memenuhi
persyaratan yang berlaku dan kasus-kasus pemalsuan yang meresahkan masyarakat.
Menyikapi kondisi tersebut, diperlukan suatu badan independen yang
berperan dalam mengawasi dan menjamin mutu serta keamanan produk-produk

1
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

pangan yang beredar di masyarakat, maka dari itu pemerintah membentuk Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Badan Pengawas Obat dan Makanan
merupakan instansi pemerintah yang bertugas mengawasi obat, obat tradisional,
pangan, suplemen kesehatan, narkotika dan bahan berbahaya. Dalam pelaksanaan
tugasnya, BPOM tidak luput dari peran serta tenaga kesehatan, khususnya Apoteker
yang terlibat langsung dalam pengawasan Obat dan Makanan yang beredar di
masyarakat. Peran Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan yang berada di
tengah masyarakat diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pengawasan
produk-produk tersebut melalui upaya mendorong masyarakat untuk lebih proaktif
berperan dalam pengawasan obat dan makanan. Melalui praktik kerja profesi (PKP)
di Balai Besar POM Surabaya yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis
Badan POM yang memiliki laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi yang
sudah terakreditasi ini, diharapkan calon Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Surabaya dapat memahami peran serta dalam upaya untuk menyelesaikan
permasalahan yang timbul di masyarakat, sebagai bekal calon Apoteker yang akan
terjun ke masyarakat sehingga tidak ragu dan cermat dalam memberikan keputusan
yang tepat terhadap masalah mengenai obat, obat tradisional, pangan, suplemen
kesehatan, kosmetika, narkotika dan bahan berbahaya, yang sering terjadi dan
meresahkan masyarakat.

1.2 Tujuan Praktik


Dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) diharapkan calon Apoteker dapat:
1. Mengetahui tugas, fungsi, kedudukan dan program kerja serta kegiatan dalam
bidang pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui
BBPOM.
2. Mempelajari fungsi pengawasan di Balai Besar POM terutama di Bidang
Pengujian Produk Terapeutik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetika, dan

2
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Produk Komplemen.
3. Memahami gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
BBPOM terutama pada Bidang Pengujian Produk Terapeutik, Narkotika, Obat
Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen.
4. Mengetahui dan memahami peran Apoteker dalam pengawasan obat dan makanan.
5. Mengetahui peran Apoteker dalam pengujian mutu atau kontrol kualitas terhadap
beberapa sampel post marketing produk terapeutik, narkotika, obat tradisional,
kosmetika, dan produk komplemen.
6. Menjadi Apoteker yang kompeten dan siap memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional
1.3 Manfaat Praktik
Manfaat yang didapat dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker
di Balai Besar POM di Surabaya adalah :
1. Bagi mahasiswa calon Apoteker

Mahasiswa calon Apoteker mendapat pengalaman berharga berkaitan dengan


peran sertanya di bidang pengawasan obat, obat tradisional, makanan dan
kosmetika, serta kenyataan yang kita hadapi sebagai Apoteker kelak sebagai
bekal memasuki dunia kerja yang sesungguhnya. Selain itu juga sebagai wujud
pengabdian profesi Apoteker sebagai tenaga kesehatan masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
2. Bagi Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Dengan adanya Praktik Kerja Profesi Apoteker ini dapat meningkatkan kualitas
lulusan Apoteker dalam rangka memenuhi persyaratan standar kompetensi
Apoteker.

3
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. STRUKTUR ORGANISASI BADAN POM RI


Badan Pengawas Obat dan Makanan atau yang disingkat BPOM merupakan
suatu lembaga pemerintah non-kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam bidang pengawasan Obat dan Makanan. Menurut Peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sesuai tugas pokok dan fungsinya memiliki
tanggung jawab langsung kepada Presiden dalam melaksanakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan dan dalam melaksanakan tugasnya dikoordinasikan oleh Menteri
Kesehatan serta dipimpin oleh seorang kepala, yang di dalam hal ini merupakan
Kepala Badan yang disebut dengan Kepala Badan POM RI. Organisasi dan tata kerja
BPOM saat ini sesuai Perpres Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat
dan Makanan, yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan BPOM Nomor 26
Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Berikut merupakan bagan struktur organisasi BPOM RI.

4
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.1 Struktur Organisasi BPOM

2.2. VISI DAN MISI BADAN POM


Visi BPOM
Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing
Bangsa
Misi BPOM
Berikut adalah Misi BPOM:
1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat;

5
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan


Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku
kepentingan;
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM;

2.3. BUDAYA ORGANISASI


Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati serta diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan
tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam organisasi
menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya,
adalah:
1. Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2. Integritas
Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-
nilai luhur dan keyakinan.
3. Kredibilitas
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional, dan internasional.
4. Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
5. Inovatif
Mampu melakukan pembaharuan dan inovasi-inovasi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.
6. Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

6
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2.4. TUGAS, FUNGSI, DAN KEWENANGAN BPOM


Menurut Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan, BPOM memiliki beberapa tugas yang dijelaskan pada pasal 2
yaitu sebagai berikut :
1) BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2) Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas obat, bahan
obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zatadiktif, obat tradisional, suplemen
kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.

Dalam menjalankan tugasnya, BPOM memiliki beberapa fungsi yag teruang


dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan
Makanan, pada pasal 3 yaitu :
1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
c. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
d. Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama
Beredar;
e. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi
pemerintah pusat dan daerah;
f. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
g. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

7
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

h. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan


administrasi kepada seluruh unsure organisasi di lingkungan BPOM;
i. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
BPOM;
j. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM;
k. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantive kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan BPOM.
2) Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan pencegahan
untuk menjamin Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.
3) Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan
Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/
manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.

BPOM memiliki beberaa kewenangan dalam melaksanakan tugasnya.


Kewenangan tersebut terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017
tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan pasal 4, yaitu:
a. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan
makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat; dan
c. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

8
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2.4.1. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor,


dan Zat Adiktif
Menurut pasal Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan pada pasal 12, Deputi Bidang Pengawasan Obat,
Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan zat Adiktif mempunyai tugas
menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif. Adapun dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, Deputi Bidang
Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan
Selama Beredar meliputi standarisasi, registrasi, dan pengawasan produksi dan
distribusi obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan
Selama Beredar meliputi standarisasi, registrasi, pengawasan produksi dan
pengawasan distribusi obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat
adiktif.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan Sebelum
Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standarisasi, registrasi,
pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, precursor dan zat adiktif.
d. Pemberian bimbingan teknis dan supervise dalam rangka Pengawasan Sebelum
Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standarisasi, registrasi,
pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, precursor, dan zat adiktif.
e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standarisasi, registrasi, pengawasan

9
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan obat, narkotika, psikotropika,


precursor, dan zat adiktif.
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala registrasi, pengawasan
produksi dan pengawasan distribusi obat, bahan obat, narkotika, psikotropika,
precursor dan zat adiktif.

2.4.2. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan


Kosmetik
Menurut Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan, pada pasal 16, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik mempunyai tugas menyelenggarakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional,
kosmetik, dan suplemen kesehatan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan, dan Kosmetik menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan
Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan produksi dan
pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan
Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan produksi dan
pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan Sebelum
Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi,
pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen
kesehatan, dan kosmetik;
d. Pemberian bimbingan teknis dan supervise dalam rangka Pengawasan Sebelum
Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi,

10
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

pengawasan produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen


kesehatan, dan kosmetik;
e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, registrasi, pengawasan
produksi dan pengawasan distribusi obat tradisional, suplemen kesehatan, dan
kosmetik; serta
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala.

2.4.3. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Deputi Bidang Pengawasan Pangan


Olahan dan Bahan Berbahaya
Keputusan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 80 Tahun 2017 tentang
Badan Pengawas dan Makanan mencantumkan Deputi Bidang Pengawasan Pangan
Olahan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM serta
dipimpin oleh Deputi. Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan mempunyai tugas
menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
pangan olahan. Dalam melaksanakan tugas, Deputi Bidang Pengawasan Pangan
Olahan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, regsitrasi, pengawasan
produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan
Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, regsitrasi, pengawasan
produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan Sebelum
Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, regsitrasi,
pengawasan produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan;

11
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi dalam rangka Pengawasan


Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi,
regsitrasi, pengawasan produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan;
e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Pengawasan Sebelum Beredar
dan Pengawasan Selama Beredar meliputi standardisasi, regsitrasi,
pengawasan produksi, dan pengawasan distribusi pangan olahan;
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan POM.Pangan olahan
yang diedarkan di Indonesia dalam kemasan terkecil wajib memiliki izin edar.

A. Pangan Olahan Yang Memerlukan Izin Edar


Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27
Tahun 2017 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan setiap Pangan olahan yang di
produksi di dalam negeri atau yang diimport untuk diperdagangkan dalam kemasan
eceranwajib memiliki Izin Edar. Kemasan eceran merupakan kemasan akhir
pangan yang tidak boleh dibuka untuk dikemas kembali dan diperdagangkan.
Izin edar tersebut diterbitkan oleh Kepala Badan POM. Pangan olahan dalam
kemasan eceran yang memerlukan izin edar, yaitu :
a. Pangan fortifikasi;
b. Pangan SNI wajib;
c. Pangan program pemerintah;
d. Pangan yang ditujukan untuk uji pasar; dan/atau
e. BTP.
Pangan olahan yang tidak memerlukan izin edar, yaitu :
a. Pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga pangan, tetapi wajib
memiliki sertifikat produksi pangan;
b. Pangan olahan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari;

12
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

c. Pangan olahan yang diimpor dalam jumlah kecil berdasarkan hasil kajian atas
permohonan surat keterangan impor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk keperluan :
1) Sampel dalam rangka pendaftaran;
2) Penelitian;
3) Konsumsi sendiri;
d. Pangan Olahan yang digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku dan tidak dijual
secara langsung kepada konsumen akhir;
e. Pangan Olahan yang dikemas dalam jumlah besar dan tidak dijual secara
langsung kepada konsumen akhir;
f. Pangan yang dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah
kecil sesuai permintaan konsumen;
g. Pangan siap saji; dan/atau
h. Pangan yang hanya mengalami pengolahan minimal (pasca panen) meliputi
pencucian, pengupasan, pengeringan, penggilingan, pemotongan, penggaraman,
pembekuan, pencampuran, dan/atau blansir serta tanpa penambahan Bahan
Tambahan Pangan (BTP), kecuali BTP untuk penelitian.

Penggolongan pangan olahan dapat dibedakan berdasarkan tempat


produksinya, yaitu:
a. Pangan Olahan yang diproduksi di Indonesia dapat dibedakan menjadi:
1) Pangan Olahan yang diproduksi sendiri.
2) Pangan Olahan yang diproduksi berdasarkan kontrak (toll manufacturing /
makloon).
Jika pangan olahan diproduksi sendiri maka pendaftaran dapat diajukan oleh
produsen, sedangkan jika pangan olahan diproduksi berdasarkan kontrak
maka yang mengajukan pendaftaran yang memberikan kontrak.

13
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

b. Pangan Olahan yang diproduksi di negara lain dan diimpor ke dalam


wilayah Indonesia. Sebelum dilakukan pendaftaran pangan olahan yang akan
didaftarkan harus memenuhi parameter keamanan, mutu, dan gizi sebagai
berikut:
1) Parameter keamanan, yaitu cemaran fisik, batas maksimum cemaran
mikroba, dan cemaran kimia serta persyaratan BTP dan bahan penolong
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
2) Parameter mutu, yaitu pemenuhan persyaratan mutu sesuai dengan
standar dan persyaratan yang berlaku; dan
3) Parameter gizi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Selain itu, pangan olahan yang didaftarkan juga harus memenuhi
persyaratan label, cara produksi pangan olahan yang baik, cara distribusi pangan
olahan yang baik dan cara ritel pangan olahan yang baik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pengajuan pendaftaran untuk setiap pangan
olahan dan juga termasuk yang memiliki perbedaan dalam hal berikut :
a. Jenis pangan;
b. Jenis kemasan;
c. Komposisi;
d. Nama dan/atau alamat sarana produksi di wilayahIndonesia;
e. Nama dan/atau alamat sarana produksi asal di luar negeri;
f. Nama dan/atau alamat importir/distributor; dan/atau
g. Desain label.
Pangan Olahan yang didaftarkan menggunakan bahan kemasan, nama jenis
pangan, bahan baku, BTP, dan/atau mencantumkan klaim yang belum diatur
dalam peraturan perundang-undangan, dilakukan pengkajian terlebih dahulu.

14
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

B. Persyaratan Pendaftaran Pangan Olahan Berdasarkan Tempat


Produksi Diproduksi di Indonesia.
Persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran produk pangan olahan
yang diproduksi sendiri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki izin usaha untuk jenis pangan yang didaftarkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Memenuhi persyaratan CPPOB untuk jenis Pangan yang didaftarkan.
Sedangkan pada pangan olahan Pemberi Kontrak sebagaimana
dimaksud pada Pasal 9 ayat (2) harus memiliki izin usaha di bidang
pangan.
c. Diproduksi di Negara Lain yang di Impor ke Dalam Wilayah Indonesia.
Pendaftaran pangan olahan yang diproduksi di negara lain dan diimpor ke
dalam wilayah Indonesia diajukan oleh importir atau distributor yang
mendapatkan penunjukkan dari perusahaan di negara asal produk. Importir
atau distributor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Memiliki izin di bidang importasi pangan untuk importir atau izin di
bidang distribusi/perdagangan pangan untuk distributor;
b) Memiliki surat penunjukkan berupa surat perjanjian dari perusahaan di
negara asal harus mencantumkan:
1) Pemberian hak kepada perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan
pendaftaran Izin Edar Pangan Olahan;
2) Penunjukan bersifat eksklusif atau non-eksklusif; dan
3) Jangka waktu berlakunya penunjukan.
Surat penunjukan disahkan oleh notaris, kamar dagang setempat,
pemerintah setempat, atau Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Jika
terjadi perselisihan pada surat penunjukan yang bersifat non-eksklusif, proses
pendaftaran dapat dilanjutkan setelah tercapainya penyelesaian secara tuntas
antara pihak yang berselisih.

15
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Produsen pangan olahan di negara asal harus memenuhi persyaratan


CPPOB untuk jenis pangan yang didaftarkan yang terdapat pada Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pendaftaran Pangan
Olahan dalam beberapa pasal yaitu:
a. Pasal 12
1) Dalam hal Pangan Olahan yang diproduksi di Indonesia atau yang diimpor ke
dalam wilayah Indonesia berdasarkan perjanjian lisensi, data pendaftaran
harus disertai dengan data pendukung berupa surat perjanjian.
2) Informasi tentang pihak pemberi lisensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dicantumkan pada Label.
b. Pasal 13
1) Pemenuhan persyaratan CPPOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) huruf b dan persyaratan Cara Distribusi Pangan Olahan yang Baik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c, dibuktikan dengan
hasil pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan CPPOB dan Cara
Distribusi Pangan Olahan yang Baik.
2) Pemenuhan persyaratan CPPOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (6), dibuktikan dengan Sertifikat GMP/HACCP/ISO-
22000/PMR/sertifikat serupa yang diterbitkan oleh lembaga
berwenang/terakreditasi dan/atau hasil audit dari pemerintah setempat.
3) Pemeriksaan setempat dilakukan jika diperlukan pembuktian terhadap
pemenuhan persyaratan CPPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
c. Pasal 14
1) Sebelum melakukan Pendaftaran Pangan Olahan, Pendaftar wajib
mengajukan permohonan audit sarana produksi atau sarana distribusi kepada
Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.
2) Audit sarana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan pedoman CPPOB.

16
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

3) Audit sarana distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


sesuai dengan pedoman Cara Distribusi Pangan Olahan yang Baik.
4) Hasil audit sarana produksi atau sarana distribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan kepada Pendaftar dengan tembusan kepada Direktur Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan.
5) Dikecualikan dari kewajiban pengajuan audit sarana produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), bagi sarana produksi yang telah dilakukan audit
oleh lembaga yang berwenang dalam rangka sertifikasi halal, hygiene &
sanitasi/CPPOB, atau sertifikat kesehatan yang dibuktikan dengan hasil
audit sarana.
d. Pasal 15
1) Audit sarana dalam rangka Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 hanya dilakukan 1 (satu) kali pada setiap Pendaftaran untuk jenis Pangan
Olahan yang sama.
2) Dalam hal jenis Pangan Olahan yang didaftarkan berbeda dengan jenis
Pangan Olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan audit
sarana kembali.

C. Kriteria dan Tanggung Jawab Perusahaan dan Pendaftar


Pendaftar dan perusahaan memiliki kriteria dan tanggung jawab yang harus
dilakukan, dijelaskan pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
27 Tahun 2017 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan pada beberapa pasal yaitu:
a. Pasal 16
1) Pelaksanaan Pendaftaran Pangan Olahan dilakukan oleh Pendaftar.
2) Pendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memahami kriteria
dan persyaratan Pangan Olahan yang didaftarkan.

17
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

b. Pasal 17
Perusahaan bertanggungjawab terhadap kelengkapan, kebenaran, dan
keabsahan dokumen yang diajukan saat Pendaftaran Pangan Olahan.
c. Pasal 18
Dalam hal Pendaftar merupakan pihak yang diberi kuasa oleh perusahaan
maka:
1) Perusahaan harus melaporkan pihak penerima kuasa kepada Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur Penilaian Keamanan
Pangan.
2) Izin Edar Pangan Olahan diterbitkan untuk perusahaan yang mengajukan
pendaftaran.
3) Perusahaan bertanggung jawab atas semua hal yang terkait dengan
pendaftaran Pangan Olahan yang diajukan oleh pihak yang diberi kuasa.
Selain tugas pokok dan fungsi, BPOM juga memiliki kewenangan untuk
menerbitkan Sertifikat. Sertifikat yang dapat diberikan oleh BPOM yaitu:

A. Sertifikasi CPOB/CPBBAOB
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) merupakan suatu cara penjaminan
mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan. Pada Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.04.1.33.12.11.09937 tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan
Obat yang Baik menyebutkan bahwa sebuah Industri Farmasi yang membuat obat,
lembaga yang melakukan proses pembuatan sediaan radiofarmaka, lembaga
berwenang di bidang pengawasan nuklir dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang
melakukan proses pembuatan obat untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah
sakit, harus wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Sedangkan Industri Farmasi yang membuat bahan baku aktif obat wajib memenuhi
standar dari pedoman Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik

18
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

(CPBBAOB).
Pemenuhan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan
Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB) dibuktikan
dalam bentuk sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
melalui permohonan tertulis kepada Kepala Badan POM. Pada pembuatan sertifikat
baru, selain Formulir permohonan pemohon juga harus melampirkan permohonan
persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) yang ditujukan kepada Kepala
Badan POM. Dalam jangka waktu 14 hari kerja, dilakukan evaluasi pada permohonan
RIP serta pemberian hasil persetujuan RIP ataupun erbaikan RIP. Kemudian
pemohon mengajukan permohonan inspeksi untuk dilakukan kualifikasi terhadap
pembangunan industri telah memenuhi persyaratan CPOB dengan mengisi formulir
yang ada.
Evaluasi hasil inspeksi sertifikasi waktu penyelesaiannya perlu 20 hari sejak
inspeksi sertifikasi. Lalu untuk evaluasi Corrective And Preventive Action (CAPA)
yaitu tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan terhadap temuan hasil inspeksi
waktu penyelesaianya 30 hari setelah menerima CAPA. Setelah dilakukan inspeksi
dan hasil evaluasi menyatakan telah memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan
POM menerbitkan Sertifikat CPOB atau surat rekomendasi pemenuhan persyaratan
CPOB sebagai kelengkapan permohonan izin industri farmasi dan penerbitan
CPOB/CPBBAOB akan terbit setelah 14 hari sejak fasilitas dinyatakan memenuhi
syarat. Sertifikat CPOB berlaku 5 tahun selama industry farmasi masih berproduksi
dan memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangundangan. Pada waktu 6 bulan
sebelum masa berlaku sertifikat habis, wajib melakukan re-sertifikasi dengan
mengajukan formulir permohonan kepada Kepala Badan POM. Re-sertifikasi
dilakukan melalui penilaian terhadap pemenuhan CPOB atau CPBBAOB yang
merupakan dari hasil inspeksi rutin, riwayat produk yang dihasilkan serta inspeksi
yang dilakukan dalam rangka resertifikasi. Untuk dokumen-dokumen yang
dibutuhkan, dapat dilihat pada Gambar 2.2 sampai Gambar 2.5.

19
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Adapun persyaratan Permohonan Sertifikasi CPOB/CPBBAOB:


1. Dokumen Administratif
2. Surat permohonan
3. Mengisi formulir permohonan sertifikasi CPOB/CPBBAOB
4. Fotokopi izin industri farmasi
5. Bukti pembayaran PNBP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
6. Dokumen Teknis
7. Denah RIP yang disetujui
8. Progress pembangunan, daftar peralatan dan status kualifikasi

20
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.2 Formulir Permohonan Sertifikat CPOB/CPPAOB

21
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.3 Surat Permohonan Inspeksi

22
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.4 Surat Permohonan Resertifikat

23
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.5 Alur Permohonan Sertifikat CPOB/CPBBAOB

24
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

B. Sertifikasi CPOTB/CPKB
Untuk pengaturan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOTB) diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik. Dalam Pasal 2 berbunyi bahwa Industri obattradisional
wajib menerapkan CPOTB dalam seluruh aspek dan rangkaian pembuatan obat
tradisional. Untuk Industri Obat Tradisional yang telah menerapkan CPOTB
diberikan sertifikat CPOTB, dan sertifikat diberikan berdasarkan bentuk sediaan
dimana hal ini diatur pada pasal 3.
Pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik dimana pada Pasal berbunyi
pemohonan sertifikasi dilakukan secara tertulis ke Badan POM. Pasal 5 menjelaskan
bahwa Permohonan Sertifikasi CPOTB dikenai biaya sebagai Penerimaan Negara
Bukan Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal
permohonan Sertifikasi CPOTB jika ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan
tidak dapat ditarik kembali. Untuk membuat sertifikasi baru dijelaskan pada pasal 6 :
a. Rencana Induk Pembangunan (RIP) atau denah bangunan; dan / atau
b. Sertifikasi CPOTB.
c. Penetapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan
persyaratan kelayakan dasar agar suatu industri kosmetik mampu
menghasilkan produk yang aman, bermanfaat dan bermutu. Produsen yang
telah menerapkan Cara Pebuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) dapat
mengajukan permohonan sertifikasi sesuai dengan bentuk sediaan yang
dibuat. Untuk permohonan Sertifikasi CPOTB pemohon dapat mengajukan
sertifikasi dengan menggunakan format yang dapat dilihat pada Gambar 2.6
bagian I dan II.
Paling lama untuk dilakukan inspeksi dalam waktu 30 hari sejak
diterimanya permohonan sertifikasi CPOTB, hasil inspeksi diterima paling lama20

25
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

hari sekali dilakukan inspeksi, hal ini diatur dalam pasal 9. Prosedur permohonan
sertifikasi dimulai dari pelaksanaan inspeksi sertifikasi lalu evaluasi inspeksi
sertifikasi dilanjutkan dengan evaluasi Corrective And Preventive Action (CAPA)
yaitu tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan terhadap temuan hasil inspeksi
waktu penyelesaianya 20 hari setelah menerima CAPA dan penerbitan sertifikasi
CPOTB waktu penyelesaianya 10 hari sejak diterimanya ijin IOT/IEBA. Masa
berlaku sertifikat CPOTB adalah 5 tahun dengan syarat industri Obat Tradisional
masih memproduksi dan memenuhi peraturan perundang-undangan.
Pemohon yang melakukan perubahan nama badan hukum dan alamat harus
mengajukan permohonan perubahan sertifikat, untuk masa berlakunya mengikuti
dengan masa berlaku sertifikat yang berikutnya yang dimana diatur dalam pasal 14.
Pada pasal 15 menyatakan bahwa sertifikasi ulang paling lambat 6 bulan sebelum
masa berlaku sertifikat berakhir. Permohonan sertifikasi ulang diajukan kepada
Kepala Badan dengan menggunakan format permohonan sertifikasi ulang seperti
pada Gambar 2.7. Untuk mendapatkan sertifikasi maka pemohon harus membawa
persyaratan permohonan Sertifikasi CPOTB/CPKB sebagai berikut :

a. Dokumen Administratif
1) Surat permohonan
2) Bukti pembayaran PNBP sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan
b. Dokumen Teknis
1) Rencana Induk Pembangunan (RIP) IOT dan IEBA/Denah Bangunan
Industri Kosmetik yang telah disetujui oleh Kepala Badan POM
2) Dokumen sistem mutu sesuai dengan persyaratan CPOTB/CPKB
Permohonan Resertifikasi CPOTB/CPKB, pemohon harus membawa
persyaratan sebagi berikut:
a) Dokumen Administratif

Surat yang dibutuhkan yaitu surat permohonan

26
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

b) Dokumen Teknis
1) Rencana Induk Pembangunan (RIP) IOT dan IEBA/Denah
Bangunan Industri Kosmetik yang telah disetujui oleh Kepala Badan
POM
2) Sertifikat CPOTB/CPKB
3) Dokumen sistem mutu sesuai dengan persyaratan CPOTB/CPKB
4) Progres CAPA inspeksi terakhir.

Alur Permohonan Sertifikasi dan Resertifikasi CPOTB/CPKB, Perubahan


Fasilitas CPOTB yang Memerlukan Inspeksi dan/atau Perubahan Sertifikat
CPOTB/CPKB karena Perubahan Administrasi dapat dilihat pada Gambar 2.9.

27
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.6 Surat Permohonan Sertifikasi CPOTB (I)

28
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Ir. Penny K. Lukito,MCP

Gambar 2.7 Surat Permohonan Sertifikasi CPOTB (II)

29
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Ir. Penny K. Lukito,MCP

Gambar 2.8 Surat Permohonan Sertifikasi

Ir. Penny K. Lukito,MCP

Gambar 2.7 Surat Permohonan Sertifikasi Ulang

30
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.9 Alur Pemohon Sertifikasi dan Resertifikasi


Keterangan:
1. Sertifikasi dan Resertifikasi CPOTB/CPKB atau Perubahan dengan perlunya
dilakukan pemeriksaan saranaproduksi.
2. Perubahan tanpa perlu dilakukan pemeriksaan sarana produksi.

31
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2.5. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM


Menurut Peraturan BPOM Nomor 28 Tahun 2017 tentang Rencana Strategis
Badan Pengawas Obat dan Makanan (RENSTRA BPOM) tahun 2015-2019, untuk
mendukung tujuan pembangunan subbidang kesehatan dan gizi masyarakat dan
mencapai tujuan dan sasaran strategis BPOM periode 2015-2019, dilakukan upaya
secara terintegrasi. Arah kebijakan BPOM yang akan dilaksanakan, yaitu sebagai
berikut:
1) Penegakan hokum melalui proses penyidikan;
2) Penegakan hukum yang dilakukan bertujuan untuk memberikan efek jera
terhadap pelaku pelanggaran/ tindak pidana serta sebagai peringatan kepada
pelaku usaha lain;
3) Penguata nkewenangan dan wibawa BPOM untuk secara efektif melaksanakan
pengawasan hulu ke hilir dan tindak lanjut hasil pengawasan;
4) Pelaksanaan pelayanan publik yang lebih efisien dan mendekatkan BPOM
kemasyarakat;
5) Peningkatan penindakan yang bisa memberikan efek jera terhadap pelanggaran
hokum atas jaminan keamanan, manfaat, dan mutu obat dan makanan;
6) Peningkatan pemahaman dan keterlibatan pelaku usaha, pemangku kepentingan,
dan masyarakat dalam pengawasan obat dan makanan.
Sedangkan menurut PERKA BPOM no 2 tahun 2015 tentang RENSTRA Badan
POM tahun 2015-2019, untuk mendukung tujuan pembangunan subbidang kesehatan
dan gizi masyarakat dan mencapai tujuan dan sasaran strategis BPOM periode 2015-
2019, dilakukan upaya secara terintegrsi dalam fokus dan lokus pengawasan Obat dan
Makanan. Arah Kebijakan BPOM yang akan dilaksanakan:
1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat dimulai dari perencanaan yang diarahkan berdasar pada
aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Dengan pendektan resiko yaitu

32
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

dengan memproritas kanpengawasan pada hal-hal yang berdampak risiko lebih


besar agar pengawasan yang di lakukan menjadi lebih optimal.
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian
pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk
Obat dan Makanan. Dengan melakukan penerapan Risk Management Program
secara mandri dan terus menerus oleh produsen obat dan makanan.
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi public melalui
kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan Obat dan Makanan dalam upaya memastikan bahwa Obat dan
Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi.
4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan obat dan makanan melalui
penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan
efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan
sumber daya yang efektif dan efisien.
Untuk dapat melaksanakan kebijakan tersebut, BPOM merumuskan strategi
sebagai berikut:
1) Penguatan Regulasi dalam memperkuat pengawasan Obat dan Makanan;
2) Penguatan Kelembagaan BPOM;
3) Revitalisasi Pelayanan Publik BPOM;
4) Revitalisasi Sistem Manajemen Informasi Obat dan Makanan;
5) Revitalisasi Pengawasan dan penegakan hukum di bidang pengawasan Obat
dan Makanan;
6) Koordinasi dan Sinergisme Lintas Sektor dalam Sistem Pengawasan Terpadu;
7) Revitalisasi Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan (Pengujian dan
Investigasi);
8) Revitalisasi Komunikasi Publik BPOM.
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi serta arah kebijakan strategis Badan
POM yang mendukung arah pembangunan nasional periode 2015 – 2019, Pusat

33
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Penyidikan Obat dan Makanan berkomitmen untuk melaksanakan 9 agenda prioritas


yang disebut NAWACITA, untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia.
Sembilan agenda prioritas pembangunan (NAWACITA) antara lain sebagai berikut.
1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara (Perkuat peran dalam
kerjasama global dan regional).
2) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (Pembangunan kesehatan
khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat).
3) Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan
terpercaya (Membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah).
4) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
(Peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi).
5) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka negara kesatuan (Pengurangan ketimpangan antar
kelompok ekonomi masyarakat).
6) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan).
7) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya (Pemberantasan
narkotika dan psikotropika).
8) Melakukan revolusi karakter bangsa.
9) Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Arah kebijakan dan strategi tersebut harus dijabarkan pada perencanaan


tahunan dengan penekanan sesuai isu nasional terkini (penjabaran tahunan Nawacita)
dan atau mengacu alternatif penekanan sebagai berikut:
1) Percepatan penguatan pengawasan Obat dan Makanan dalam kerangka
kelembagaan yang baru, serta pemenuhan gap sumberdaya dan kebijakan.

34
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2) Revitalisasi peran evaluasi program (Renstra 2015-2019) dalam rangka


peningkatan kinerja pengawasan Obat dan Makanan periode berikutnya.

2.6. SISTEMPENGAWASANOBAT DAN MAKANAN (SISPOM)


Sistem pengawasan obat dan makanan atau yang disingkat dengan SISPOM
merupakan suatu siste yang diharapkan mampu mendeteksi, mencegah dan
mengawasi produk-produk dengan tujuan melindungi keamanan, keselamatan dan
kesehatan konsumen baik didalam maupun diluar negeri. Dibentuknya sistem ini
dikarenakan kemajuan teknologi yang berdampak pada jumlah produksi yang
meningkat dan penyebaran produk semakin luas. Selain itu, kemajuan teknologi juga
berdampak pada pola konsumsi masyarakat yang semakin meningkat. Sementara itu,
pengetahuan masyarakat masihbelum memadai untuk dapat memilih dan
menggunakan produk secara tepat, benar, dan aman sehingga resiko kesehatan dan
keselamatan konsumen menjadi terancam.

2.6.1. Kerangka Konsep SISPOM


Peredaran obat dan makanan khususnya makanan olahan memiliki aspek
permasalahan yang luas dan kompleks. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem
pengawasan yang komprehensif, mulai dari awal proses produk hingga produk
tersebut beredar di masyarakat untuk untuk menekan seminimal mungkin resiko yang
bisa terjadi sehingga dapat menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk
obat dan makanan.

35
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.10 Alur Pengawasan Obat dan Makanan

Pengawasan obat dan makanan terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai
dari stadardisasi dan sertifikasi sarana produksi atau distribusi, penilaian pre-market
produk, pengawasan post-market produk dan sarana, sampling dan pengujian, setelah
hasil pengujian didapat, dilakukan penegakan hukum sesuai dengan undang-undang
yang dilanggar serta melakukan pengamanan pasar dalam negeri dari produk obat dan
makanan yang tidak memenuhi syarat, mutu, dan ilegal/palsu.
Penilaian (pre-marketevaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum
memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada
konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan agar produk yang memiliki
izin edar berlaku secara nasional. Penilaian ini meliputi penilaian administratuif,
penilaian keamanan mutu, gizi, dan rancangan label. Pengawasan setelah beredar
(post-marketcontrol) untuk melihat konsistensi mutu produk, keamanan dan
informasi produk. Pengawasan itu dilakukan dengan melakukan sampling produk
Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi
Obat dan Makanan, pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaandan

36
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

iklan. Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan
terstandar. Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten,
dan terstandar.
Pada pengujian laboratorium, produk yang disampling berdasarkan risiko
terlebih dahulu. Tahapan selanjutnya setelah dilakukan sampling adalah uji melalui
laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi
syarat keamanan, khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan
dasar ilmiah yang digunakan untuk menetapkan bahwa produk tidak memenuhi syarat
yang digunakan untuk ditarik dari peredaran.
Penegakan hukum dibidang Pengawasan Obat dan Makanan didasarkan pada
bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi awal. Proses penegakan
hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir dengan pemberian sanksi
administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, di cabut izin
edar, disita untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka
terhadap pelanggaran Obat dan Makanan dapat diproses secara hukum pidana.
Untuk melakukan pengawasan dengan benar dan terorganisir serta menekan
sekecil mungkin resiko yang terjadi, Badan POM menerapkan Sistem Pengawasan
Obat dan Makanan (SISPOM) yang terdiridari 3(tiga) lapisan penting yaitu:
a) Subsistem pengawasanprodusen;
b) Subsistem pengawasan pemerintah/Badan POM; dan
c) Subsistem pengawasan masyarakat/konsumen.

37
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 2.11 Lapisan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

2.6.1.1. Sub-sistem Pengawasan Produsen


Sistem pengawasan internal oleh produsen dilakukan dengan cara
melaksanakan cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar
setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara
hokum, produsen memiliki tanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang
dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang
telah ditetapkan, maka produsen dapat dikenakan sanksi baik administratif maupun
pro-justisia.

2.6.1.2. Sub-sistem Pengawasan Konsumen


Sistem pengawasan yang dilakukan masyarakat konsumen sendiri yaitu
melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas
produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional.
Pengawasan oleh masyarakat sendiri mengambil peran yang sangat penting, karena
pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan
menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan
yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, diharapkan dapat
membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak

38
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong
produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya.

2.6.1.3. Sub-sistem Pengawasan Pemerintah/BPOM


Sistem pengawasan oleh pemerintah yaitu melalui pengaturan dan
standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan
beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium
produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan
hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen
terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan
kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.

2.6.2. Prinsip Dasar SISPOM


Sistem Pengawasan Obat dan Makanan memiliki tujuh prinsip dasar, antara
lain:
a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan professional.
b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti
ilmiah.
c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
d. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang
berkolaborasi dengan jaringan global.
g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

2.6.3. Penguatan SISPOM


Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM
merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan

39
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

post-market. Sistem itu terdiri dari:


1. Standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan
terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Standardisasi dilakukan terpusat,
dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat
setiap provinsi membuat standar tersendiri.
2. Penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum
memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada
konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan agar produk yang memiliki
izin edar berlaku secara nasional.
3. Pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi mutu
produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan dengan melakukan
sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi Obat dan Makanan, pemantauan farmakovigilan dan
pengawasan label/penandaan dan iklan. Pengawasan post-market dilakukan secara
nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan post-market
dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan ini
melibatkan Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit
terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan (Pos
POM).
4. Pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko kemudian
diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan Makanan tersebut
telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji
laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai untuk
menetapkan produk tidak memenuhi syarat yang digunakan untuk ditarik dari
peredaran.
5. Penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan hukum
didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi awal.
Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir dengan

40
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari


peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk
pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat dan Makanan dapat diproses
secara hukum pidana.

2.6.4. Strategi SISPOM


Strategi BPOM mencakup eksternal dan internal:
Eksternal:
1. Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan
Makanan;
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan
Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan;
Internal:
1. Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;
2. Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja
individu/pegawai;
3. Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan
untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;
4. Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan daerah
secara lebih proporsional dan akuntabel;
5. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam
mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.

41
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1 STRUKTUR ORGANISASI BALAI BESAR POM (BBPOM) DI


SURABAYA
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun
2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawa Obat dan Makanan terdapat Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan
BPOM. UPT BPOM merupakan satuan kerja yang bersifat mendiri yang
melaksanakan tugas teknis operasional tertentu dan/atau tugas teknis penunjang
tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. UPT BPOM berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan, yang secara teknis dibina oleh Deputi dan
secara administratif dibina oleh Sekretaris Utama. Klasifikasi UPT BPOM terdiri atas
Balai Besar POM; Balai POM tipe A dan Balai POM tipe B; dan Loka POM yang
telah ditentukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Kepala Badan. Jumlah
UPT BPOM terdiri atas 21 (dua puluh satu) Balai Besar POM, 7 (tujuh) Balai POM
Tipe A, 5 (lima) Balai POM Tipe B, dan 40 (empat puluh) Loka POM di seluruh
Indonesia. Salah satu lokasi BBPOM di Provinsi Jawa Timur terdapat di Kota
Surabaya dan dibantu 2 Loka POM yang berada di kota Jember dan Kediri.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Surabaya merupakan


salah satu Unit Pelaksana Teknis dari Badan POM RI dalam melaksanakan fungsi
pengawasan obat dan makanan di Indonesia Balai Besar POM di Surabaya
mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan
obat dan makanan di wilayah Provinsi Jawa Timur dalam rangka memberikan
perlindungan kepada masyarakat terhadap risiko yang berdampak pada kesehatan
akibat penggunaan dan penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika dan zat adiktif
(NAPZA), obat tradisional, makanan, suplemen makanan, kosmetik dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,

42
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

kemanfaatan dan mutu. Wilayah Kerja BBPOM (Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan) di Surabaya terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 kota, yaitu:

Tabel 3.1 Wilayah Kerja Balai Besar POM di Surabaya


No. Wilayah Keterangan
1 Kota Surabaya
2 Kab. Bojonegoro
3 Kab. Malang
4 Kab. Mojokerto
5 Kab. Sidoarjo
6 Kab. Jombang
7 Kab. Nganjuk
8 Kab. Gresik
9 Kab. Pasuruan
10 Kab. Probolinggo
11 Kab. Tuban
12 Kab. Ponogoro Balai Besar POM di Surabaya
13 Kab. Pacitan
14 Kab. Bangkalan
15 Kota Malang
16 Kab. Sampang
17 Kab. Sumenep
18 Kab. Lamongan
19 Kab. Pamekasan
20 Kab. Madiun
21 Kab. Ngawi
22 Kota Pasuruan
23 Kota Batu

43
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

24 Kab. Magetan
25 Kota Mojokerto
26 Kota Madiun
27 Kota Probolinggo
28 Kab. Kediri
29 Kota Kediri
30 Kab. Blitar
Loka POM di Kabupaten Kediri
31 Kota Blitar
32 Kab. Trenggalek
33 Kab. Tulungagung
34 Kab. Jember
35 Kab. Lumajang
36 Kab. Banyuwangi Loka POM di Kabupaten Jember
37 Kab. Bondowoso
38 Kab. Situbondo

Struktur organisasi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya dapat
dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini:

44
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 3.1 Struktur Balai Besar POM di Surabaya

3.2 TUGAS POKOK BALAI BESAR POM (BBPOM) DI SURABAYA


Berdasarkan Keputusan Kepala Balai Besar POM di Surabaya nomor:
HK.04.970.05.15.2701 tentang Penetapan Rencana Strategis BBPOM di Surabaya
Tahun 2015-2019, maka disebutkan bahwa tugas yang diselenggarakan BBPOM di
Surabaya adalah melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.

3.3 FUNGSI BALAI BESAR POM (BBPOM) DI SURABAYA


Berdasarkan Keputusan Kepala Balai Besar POM di Surabaya nomor:
HK.04.970.05.15.2701 tentang Penetapan Rencana Strategis BBPOM di Surabaya
Tahun 2015-2019 fungsi Balai Besar POM di Surabaya adalah sebagai berikut :

45
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan


2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik,
produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum
6. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen
7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan
8. Pelaksanaan urutan tata usaha dan kerumahtanggaan
9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya

3.4 CAKUPAN WILAYAH KERJA BALAI BESAR POM DI SURABAYA


Wilayah kerja Balai Besar POM di Surabaya meliputi seluruh wilayah
administratif Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38 Kab/Kota. Hasil kegiatan
pengawasan Balai Besar POM di Surabaya periode 2010-2014 meliputi sampling dan
pengujian sampel produk obat dan makanan sebanyak 25.774 sampel, jumlah sarana
produksi dan distribusi obat dan makanan yang di awasi sebanyak 12.709 sarana. Hal
ini merupakan tantangan besar bagi Balai Besar POM di Surabaya untuk melindungi
masyarakat dari produk obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan dengan
keterbatasan sumber daya terutama sumber daya manusia yang tidak sebanding
dengan banyaknya sarana yang harus diawasi berdampak pada cakupan pengawasan
yang masih rendah, oleh karena itu perlu strategi dalam menetapkan kegiatan
prioritas.

46
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Tabel 3.2 Jumlah Sarana Produksi dan Distribusi di Jawa Timur


No. Sarana Jumlah
Sarana Produksi
1 Industri Farmasi 40
2 Industri Obat Tradisional (OT) 9
3 UKOT/UMOT 137
4 Industri Kosmetik 108
5 Industri Pangan (MD) 458
Jumlah Sarana Produksi 752
1 IFK/GFK 38
2 PBF 274
3 Distribusi Pangan 718
4 Distribusi Obat Tradisional 392
5 Distribusi Kosmetik 548
6 Distribusi Bahan Berbahaya 24
7 Apotek 2659
8 Rumah Sakit 342
9 Puskesmas 960
10 Klinik 1131
11 Toko Obat 304
Jumlah Sarana Distribusi 7390
Jumlah Sarana Produksi dan Distribusi 8142

47
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 3.2 Cakupan Wilayah Kerja Balai Besar POM di Surabaya

Gambar 3.3 Peta Wilayah Kerja Balai Besar POM di Surabaya

48
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Provinsi Jawa Timur mempunyai wilayah seluas 47.963 km terletak pada


111° hingga 11114° bujur timur dan 7 derajat 12 hingga 8 derajat 48 lintang selatan.
Jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur berdasarkan hasil Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) BPS tahun 2013 adalah sebesar 38.363.195 jiwa. Jumlah
penduduk perempuan sebanyak 19.438.631 jiwa atau 50,67 persen dari jumlah
seluruh penduduk Provinsi Jawa Timur.

Gambar 3.4 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Jawa Timur

Pola Transportasi dari ibukota Provinsi Jawa Timur ke kab/kota ditempuh


melalui jalur darat. Lama waktu perjalanan ke wilayah kerja rata-rata selama 6 jam
(paling lama 12 jam dan paling singkat 2 jam). Lamanya waktu perjalanan ke wilayah
kerja dengan kondisi geografis merupakan salah satu faktor kesulitan bagi Balai
Besar POM di Surabaya untuk melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif.
Namun hal ini tidak menjadi hambatan justru menjadi tantangan bagi Balai Besar
POM di Surabaya untuk melakukan revitalisasi kegiatan pengawasan obat dan
makanan produksi dalam negeri maupun luar negeri yang beredar di masyarakat.

49
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

3.5 KEUNGGULAN BALAI BESAR POM DI SURABAYA


Wilayah kerja Balai Besar POM (BBPOM) yang terletak di Surabaya
mencakup seluruh wilayah administratif di Provinsi Jawa Timur. Wilayah kerja
BBPOM mencakup 38 kabupaten/kota yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota
dengan jumlah penduduk sebanyak 39.292.972 jiwa. Sarana produksi produk Obat
dan Makanan yang diawasi di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi industri farmasi,
unit tranfusi darah, industri obat tradisional, industri kecil obat tradisional, industri
kosmetik, industri pangan serta industri rumah tangga pangan. Sedangkan sarana
distribusi meliputi Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Toko Obat, Gudang Farmasi
Kab/Kota, RS pemerintah dan swasta, Puskesmas, Balai Pengobatan, sarana distribusi
obat tradisional, kosmetik, pangan serta bahan berbahaya.

Gambar 3.5 Sarana Produksi dan Sarana Distribusi yang Diawasi di


Provinsi Jawa Timur
BBPOM di Surabaya memiliki 2 (dua) bangunan gedung dengan total luas
tanah 5.164,673 m2 dan luas bangunan 4.496,09 m2, didukung laboratorium dan
peralatan yang memadai sesuai standar Laboratorium Badan POM dan metode
analisis terkini. BBPOM di Surabaya memiliki laboratorium pengujian kimia,
laboratorim pengujian pangan, laboratorium pengujian mikrobiologi dan laboratorium
kalibrasi yang terakreditasi ISO/IEC 17025:2008. BBPOM di Surabaya dalam
mewujudkan visi, misi dan tujuannya dalam membangun sistem manajemen mutu

50
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

menerapkan ISO 9001:2015 dan telah tersertifikat untuk seluruh proses dan
penjaminan mutu hasil pengujian. Resertifikasi dilakukan dalam kurun waktu 4
(empat) tahun sekali dan setiap tahunnya dilakukan surveillance untuk mengaudit
terlaksananya kinerja tersebut. Kantor Loka POM di Kabupaten Jember dan kantor
Loka POM di Kabupaten Kediri memiliki status bangunan pinjam pakai pemerintah
daerah. Berdasarkan Laporan Kinerja Tahun 2018, beberapa keunggulan BBPOM di
Surabaya antara lain :
1. Laboratorium Unggulan Pengujian Rokok
2. Laboratorium Rujukan Pengujian Endotoksin dan Sterilitas.
3. Satu-satunya UPT Badan POM yang mempunyai Laboratorium Kalibrasi yang
telah terakreditasi ISO/IEC 17025:2017 sejak tahun 2005.
4. Mempunyai tenaga ahli sebagai evaluator yang aktif membantu proses
pendaftaran pangan melalui e-registration.
5. Pengembangan layanan publik bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten
Banyuwangi menggunakan fasilitas di Mall Pelayanan Publik Kabupaten
Banyuwangi meliputi layanan informasi dan pengaduan masyarakat.

3.6 BIDANG PEMERIKSAAN


Bidang Pemeriksaan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan operasional
di bidang inspeksi dan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat
dan Makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan
pengambilan contoh (sampling) produk Obat dan Makanan. Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Bidang Pemeriksaan
menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan rencana dan program di bidang inspeksi dan sertifikasi


sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan Makanan dan
sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan pengambilan contoh
(sampling) produk Obat dan Makanan;

51
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2. Pelaksanaan inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan


Makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian;
3. Pelaksanaan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi dan produk
Obat dan Makanan; pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) Obat dan
Makanan; dan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
inspeksi dan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan
Makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan
pengambilan contoh (sampling) produk Obat dan Makanan.
Bidang Pemeriksaan terdiri atas:
1. Seksi Inspeksi;
2. Seksi Sertifikasi; dan
3. Kelompok Jabatan Fungsional.

3.6.1 Seksi Inspeksi

Berdasarkan PerBPOM No. 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM Seksi Inspeksi mempunyai
tugas melakukan inspeksi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan
Makanan dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta pengambilan contoh
(sampling) produk Obat dan Makanan. Kegiatan yang dilaksanakan seksi inspeksi
meliputi:
1. Melaksanakan pemeriksaan setempat di sarana produksi/distribusi produk
terapetik, produk biologi, prekursor, zat adiktif, pangan, obat tradisional,
kosmetika dan produk komplemen. Untuk sarana sasaran pemeriksaan produk
terapetik dan napza dilakukan di industri farmasi, Pedagang besar Farmasi
(PBF), Apotik, toko obat dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dan
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (Gudang Farmasi Kabupaten/Kota). Pada
obat tradisional, kosmetika, produk komplemen dilakukan pemeriksaan pada
industri obat tradisional, industri kecil obat tradisional, penyalur/toko jamu/

52
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

toko obat, industri kosmetik, industri produk komplimen atau suplemen


makanan. Sarana yang menjadi sasaran pemeriksaan untuk pangan dan bahan
berbahaya adalah industri makanan minuman, importer makanan minuman,
supermarket, penyalur dan toko kimia. Pemeriksaan BPOM di apotek
dilakukan terhadap produk produk yang dijual oleh apotek, jika terdapat
produk tanpa izin edar dan diduga memiliki kandungan berbahaya, BPOM
berhak mengambil atau menyegel produk tersebut.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap sarana kefarmasian di apotek, maka
BPOM hanya berhak merekomendasikan peringatan apotek kepada Dinas
Kesehatan Kab/Kota. Sedangkan pemeriksaan BPOM di Industri Farmasi
yang dilakukan adalah pemeriksaan tentang cara produksi obat yang
dilakukan telah dilakukan secara optimal atau tidak.
2. Melaksanakan sampling produk
Produk yang disampling adalah:
a. Obat

b. Pangan

c. Kosmetika

d. Obat tradisional

e. Suplemen makanan

f. Rokok
Sampling dilakukan di sarana produksi dan distribusi dengan cara dibeli
produk dan dilakukan pengambilan sampel bersamaan dengan pemeriksaan
setempat. Apabila melanggar peraturan yang berlaku maka akan dikenakan
sanksi.Sanksi yang dapat diberikan pada sarana yang melakukan pelanggaran
adalah Sanksi Administratif tertera pada PP 72 tahun 1998 dan sanksi pidana pada
UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Narkotika dan Psikotropika.

53
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Sanksi Administratif dapat berupa berikut ini:


1. Peringatan secara tertulis
2. Pembekuan izin usaha
3. Pencabutan izin usaha
3. Melakukan pengawasan iklan
Iklan yang diawasi :
a. Obat bebas, bebas terbatas
b. Pangan
c. Obat tradisional
d. Kosmetika
e. Rokok

Pengawasan iklan ini diawasi melalui media cetak, TV, radio, brosur/leaflet,
dan billboard. Rancangan iklan obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan
harus disetujui Badan POM sebelum ditayangkan/ diedarkan. Produk OMKA hanya
boleh diiklankan setelah memiliki ijin edar dan rokok diiklankan lewat Televisi jam
21:30- 4:30 WIB dan mencantumkan spot peringatan. Seksi Inspeksi mempunyai
subdirektorat inspeksi yang melakukan Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif. Subdirektorat Inspeksi Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan inspeksi sarana
produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif lain.
Subdirektorat Inspeksi Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan rencana dan program inspeksi narkotika, psikotropika, prekursor dan
zat adiktif;
b. pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi narkotika dan prekursor;

54
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

c. pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman,


standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi psikotropika, prekursor
dan zat adiktif lain;
d. evaluasi dan penyusunan laporan inspeksi narkotika, psikotropika, prekursor dan
zat adiktif.
Subdirektorat Inspeksi Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif terdiri dari :
a. Seksi Inspeksi Narkotika;
b. Seksi Inspeksi Psikotropika dan Zat Adiktif Lain.
(1) Seksi Inspeksi Narkotika mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan
kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta
melakukan inspeksi narkotika dan prekursor.
(2) Seksi Inspeksi Psikotropika dan Zat Adiktif Lain mempunyai tugas
menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan
program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan
penyusunan laporan, serta melakukan inspeksi psikotropika, prekursor dan
zat adiktif lain.

3.6.2 Seksi Sertifikasi

Tugas seksi sertifikasi sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah melakukan
sertifikasi sarana atau fasilitas produksi dan/atau distribusi dan produk obat dan
makanan. Audit yang dilakukan seksi sertifikasi adalah audit dalam rangka perijinan
atau registrasi.

55
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Berikut merupakan jenis layanan yang diberikan oleh seksi sertifikasi yaitu:

a. Konsultasi pendaftaran produk (makanan, obat tradisional, kosmetika,


suplemen makanan dan obat)
b. Konsultasi denah bangunan (makanan, obat tradisional, kosmetika,
suplemen makanan dan obat)
c. Permohonan penerbitan SKI obat dan makanan dan SKK Komoditas NOM
d. Permohonan pemasukan obat (makanan, obat tradisional, kosmetika,
suplemen makanan dan obat) ke dalam wilayah Indonesia untuk
penggunaan khusus
e. Permohonan penerbitan SKI obat dan makanan
f. Audit DIP
g. Permohonan pemeriksaan sarana distribusi dalam rangka registrasi produk
impor
h. Pemeriksaan sarana dalam rangka ijin cantum kata halal dalam label
i. Permohonan pemeriksaan sarana dalam rangka sertifikasi / ijin produk
untuk registrasi atau sertifikasi

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 11 Tahun


2018 Tentang Kriteria Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Pasal 7 Unsur Pokok kegiatan Sertifikasi terdiri dari:

(1) Unsur Pokok kegiatan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi dan/atau
distribusi Obat dan Makanan meliputi kegiatan sertifikasi produk dan
sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan Makanan sebelum dan
selama beredar.
(2) Unsur Pokok kegiatan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi dan/atau
distribusi Obat dan Makanan terdiri atas sub unsur:
a. jumlah sertifikasi produk Obat dan Makanan; dan

56
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

b. jumlah sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan


Makanan;
(3) Jumlah sertifikasi produk Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud
merupakan jumlah surat keterangan impor dan/atau surat keterangan ekspor
produk Obat dan Makanan yang diterbitkan.
(4) Jumlah sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan
Makanan sebagaimana dimaksud merupakan jumlah rekomendasi atau
sertifikat yang diberikan kepada sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi
atas pemenuhan cara pembuatan/produksi dan/atau distribusi obat, obat
tradisional, kosmetik, dan pangan olahan yang baik.

Untuk menjamin produk obat, kosmetik dan makanan maka dilakukan proses
sertifikasi. Logo halal adalah tanda kehalalan suatu pangan olahan akan tetapi
Direktorat Inspeksi dan Serifikasi Pangan tidak lagi menerbitkan pencantuman logo
halal, tetapi bertanggung jawab dalam memastikan pemenuhan aspek Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik (CPPOB). Persyaratan pencantuman logo halal adalah
sebagai berikut:

1. Sertifikat Halal MUI yang masih berlaku dan sesuai dengan produk yang
diajukan
2. Pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), dibuktikan
dengan hasil pemeriksaan sarana produksi terakhir dengan ketetntuan sebagai
berikut:
a. Apabila rating penilaian CPPOB adalah A (Baik Sekali), maka hasil
pemeriksaan berlaku selama 2 tahun dan setelah itu harus dilakukan audit
verifikasi kembali.
b. Apabila rating penilaian CPPOB adalah B (Baik), maka hasil pemeriksaan
berlaku selama 1 tahun dan setelah itu harus dilakukan audit verifikasi
kembali. Permohonan pencantuman label halal dapat dilakukan melalui

57
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

aplikasi e- registrationn BPOM untuk produk yang mempunyai ijin edar


MD atau ML. Kegiatan lain yang dilakukan oleh seksi sertifikasi adalah
penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor
(SKE).

A. Rekomendasi Impor pangan

Tata cara mendapatkan rekomendasi impor makanan dengan melakukan


pengajuan berkas secara online di e-bpom.pom.go.id. Aplikasi e-BPOM adalah
Sistem layanan tunggal elektronik untuk memfasilitasi pengajuan informasi standar
guna menyelesaikan semua pemenuhan persyaratan dan ketentuan terkait dengan
bisnis proses ekspor dan impor komoditi obat dan makanan.

Dasar hukum:

1. Peraturan Ka Badan POM No HK.00.05.23.4415 Tahun 2008 tentang


Pemberlakuan Sistem Elektronik dalam rangka INSW
2. Keputusan Ka Badan POM No HK.00.05.23.4416 Tahun 2008 tentang Penetapan
Tingkat Layanan (Service Level Arrangement)
3. Keputusan Ka BPOM No. HK.00.05.21.1732 Tahun 2008 ttg Grand Strategi
Badan POM (Huruf D Angka 17).

Alur proses untuk registrasi pada aplikasi e-BPOM:

1. Persyaratan dokumen pendukung registrasi terdiri atas:

a. Asli Surat Permohonan yang ditandatangani oleh Direktur atau Kuasa


b. Asli Surat Pernyataan Penanggung Jawab yang bermaterai cukup
c. Asli Angka Pengenal Impor (API)
d. Asli Surat Izin Usaha Perdagangan ( SIUP )
e. Asli Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

58
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

f. Asli Surat Kuasa Pemasukan yang dibuat dalam bentuk Akta Umum oleh
Notaris, dalam hal pemohon merupakan perusahaan yang diberi kuasa untuk
mengimpor dan
g. Data HS Code yang akan diimpor

2. User ID dan password akan diberikan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja, jika
hasil verifikasi dinyatakan lengkap dan benar.
3. Pendaftaran hanya dilakukan 1 (satu) kali, sepanjang tidak terjadi perubahan data
pemohon
4. Jika terjadi perubahan data, pemohon harus menyampaikan pemberitahuan
perubahan data atau mengajukan pendaftaran kembali secara online.

Setelah pemohon melakukan proses Permohonan SKI melalui websitehttp:/e-


bpom.pom.go.id, selanjutnya pemohon dapat diberikan SKI.

B. Surat Keterangan Ekspor

Berdasarkan PerKa BPOM Nomor 15 Tahun 2016 yang mengatur tentang standar
pelayanan publik di lingkungan BPOM, Surat Keterangan Ekspor (SKE) merupakan
surat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM atau Balai Besar/Balai POM yang
dibutuhkan oleh industri untuk mengekspor Bahan Baku dan Produk Jadi Obat dan
Makanan, dapat berupa CPP, CFS, COH, Surat Keterangan Sertifikat CPOB, Surat
Keterangan Sertifikat CPOTB/CPKB dan Surat Keterangan Pemenuhan Persyaratan
Keamanan Kemasan Pangan.

59
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Pelaku usaha yang akan melakukan eksport harus memnuhi persyaratan


permohonan ekspor pangan sebagai berikut:

1. Surat permohonan
2. Surat pernyataan, bila kemasan produk ekspor berbeda dengan lokal
3. Fotokopi nomor pendaftaran dan label yang disetujui oleh Badan POM
4. Sertifikat analisis terbaru
5. Contoh produk (lokal dan ekspor)
6. Bila produk tidak terdaftar:
a. Spesifikasi produk
b. Hasil pemeriksaan sarana oleh Badan POM/ Balai/ Balai Besar POM

Kegiatan yang dilakukan oleh Seksi Sertifikasi juga melakukan pembinaan


kepada masyarakat. Masyarakat perlu dilindungi dari peredaran dan penggunaan
obat, obat tradisional, pangan dan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan serta produk impor. Untuk menjamin hal tersebut maka
masyarakat perlu mengetahui cara untuk mengecek produk tersebut terdaftar atau
tidak, dengan mengakses pada web cekpom.go.id atau dapat mengunduh aplikasi
BPOM Mobile. Untuk memperoleh izin pendirian UKOT sesuai Permenkes No. 26
tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Kesehatan, Perizinan Berusaha wajib dilakukan melalui lembaga OSS dalam
bentuk dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dibidang informasi dan transaksi elektronik. Pelaku Usaha melakukan pendaftaran
izin melalui www.oss.go.id.

60
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

a. Tata Cara

Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha termasuk penerbitan


dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha wajib dilakukan melalui
Lembaga OSS. Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri menerbitkan Perizinan
Berusaha dilakukan dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Persyaratan untuk memperoleh Izin UKOT yaitu Sertifikat Produksi UKOT.Sertifikat
Produksi UKOT adalah persetujuan untuk melakukan produksi, pengembangan
produk dan sarana produksi dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan
percepatan pengembangan UKOT. Prosedur Perizinan Industri Obat Tradisional
yaitu:

1. Mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB)


Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha melakukan
Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan
NPWP.NIB merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha
untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk
untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional.

2. Mendapatkan Izin Usaha


Penerbitan Izin Usaha berdasarkan Komitmen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan perizinan
berusaha terintegrasi secara elektronik dan Komitmen Izin Usaha. Izin Usaha
adalah izin yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri,
pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha
melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan sampai
sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi

61
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

persyaratan dan/atau komitmen.Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin


Usaha dapat melakukan kegiatan:
a. pengadaan tanah;
b. perubahan luas lahan;
c. pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya;
d. pengadaan peralatan atau sarana;
e. pengadaan sumber daya manusia;
f. penyelesaian sertifikasi atau kelaikan;
g. pelaksanaan uji coba produksi (commisioning); dan/atau
h. pelaksanaan produksi.

3. Mendapatkan Izin Komersial atau Operasional


Izin Komersial atau Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh
Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri setelah Pelaku Usaha
mendapatkan Izin Usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau
operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen. Pelaku Usaha
yang akan mendapatkan Izin Komersial atau Operasional yang diterbitkan
oleh Lembaga OSS wajib memiliki izin usaha dan Komitmen untuk
pemenuhan standar, sertifikat, dan/atau lisensi dan/atau pendaftaran
barang/jasa, sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan
oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS

4. Pemenuhan Komitmen
Persyaratan untuk memperoleh Izin UKOT yaitu Sertifikat Produksi
UKOT. Untuk pemenuhan Komitmen, Pelaku Usaha melalui
www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem OSS
menyampaikan Rencana Produksi UKOT dan memiliki paling rendah tenaga
teknis kefarmasian berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab

62
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

teknis atau memiliki paling rendah tenaga teknis kefarmasian yang memiliki
sertifikat pelatihan atau apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai
penanggung jawab teknis bagi UKOT yang memproduksi kapsul dan/atau
cairan obat menyertakan data apoteker/tenaga teknis kefarmasian penanggung
jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, Surat Tanda Registrasi,
surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja
sama apoteker/tenaga teknis kefarmasian Penanggung Jawab dengan Pelaku
Usaha. Rencana Produksi UKOT adalah dokumen yang diajukan oleh Pelaku
Usaha yang berisi antara lain penjabaran dari produk dan pengembangan,
sarana produksi, serta kegiatan penyelenggaraan UKOT.

5. Penilaian Komitmen
Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama
3 (tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen.
Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan,
Kementerian Kesehatan menerbitkan Sertifikat Produksi UKOT paling lama 1
(satu) hari melalui sistem OSS. Sertifikat Produksi UKOT adalah persetujuan
untuk melakukan produksi, pengembangan produk dan sarana produksi
dan/atau riset yang digunakan untuk pelaksanaan percepatan pengembangan
UKOT. Dalam hal hasil evaluasi terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan
menyampaikan hasil evaluasi kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS dan
Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada
Kementerian Kesehatan melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang
terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak
diterimanya hasil evaluasi. Setelah perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku
Usaha dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian Kesehatan
menerbitkan Sertifikat Produksi UKOT paling lama 1 (satu) hari melalui
sistem OSS. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku

63
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Usaha tidak memenuhi Komitmen, Kementerian Kesehatan menyampaikan


notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

6. Melakukan Pembayaran Biaya Perizinan Berusaha


Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional berlaku efektif
setelah Pelaku Usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran
biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.Lembaga OSS dapat membatalkan Izin Usaha dan/atau Izin
Komersial atau Operasional yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha
tidak menyelesaikan pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan/atau Izin
Komersial atau Operasional. Persyaratan Ijin UKOT terdiri dari :
a. Surat permohonan
b. FC akta pendirian Badan hukum yang sah sesuai ketentuan;
c. Susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas
d. FC KTP Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas
e. Pernyataan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
farmasi
f. FC bukti penguasaan tanah dan Bangunan
g. Surat kesanggupan Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup (SPPL)
h. Surat tanda Daftar Perusahaan
i. FC Surat ijin Usaha Perdagangan
j. FC NPWP
k. Persetujuan lokasi dari Pemda Kab / Kota
l. Asli Surat Pernyataan kesediaan bekerja penuh di tenaga Teknis
Kefarmasian sebagai penanggungjawab

64
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

m. Fotokopi surat pengangkatan penanggungjawab dari Pimpinan


Perusahaan;
n. Fotokopi Surat tanda Regristrasi Tenaga Teknis Kefrarmasian
o. Daftar Peralatan dan mesin–mesin yang digunakan
p. Daftar jumlah tenaga kerja beserta tempat penugasannya
q. Diagram / alur proses produksi masing–masing bentuk sediaan OT yang
akan dibuat
r. Rekomendasi dari Kepala Balai POM Setempat (kesiapan CPOTB)
s. Rekomendasi dari Kepala Dinkes Kab/Kota *
Persyaratan lain :
a. Memiliki Apoteker sebagai penanggungjawab yang bekerja penuh
b. Memenuhui persyaratan CPOTB
b. Registrasi Produk Obat, Makanan, Kosmetik, Alat Kesehatan & Bahan
Adiktif (OMKABA)
Salah satu mata rantai pengawasan di bidang OMKABA pre-market approval.
Pre-market approval adalah evaluasi dan pengujian dalam rangka pendaftaran
sebelum suatu produk diperbolehkan beredar di masyarakat meliputi kriteria efficacy
(kecuali makanan), safety dan quality.
1) Registrasi dan Evaluasi Obat di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No.Hk.03.1.23.10.11.08481
tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat. Dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
a. Obat Baru
i. Zat aktif baru
ii. Indikasi baru
iii. Bentuk sediaan atau rute pemberian baru
b. Obat Copy yaitu mengandung zat aktif yang sama dengan produk yang
sudah terdaftar

65
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

c. Produk Biologi adalah produk yang mengandung bahan biologi yang


berasal dari manusia, hewan atau mikroorganisme yang dibuat dengan
cara konvensional, antara lain ekstraksi, fraksinasi, reproduksi, kultivasi,
atau melalui metode bioteknologi, antara lain fermentasi, rekayasa
genetika, kloning, termasuk tetapi tidak terbatas pada enzim, antibodi
monoklonal, hormon, sel punca, terapi gen, vaksin, produk darah, produk
rekombinan DNA, dan imunosera.

2) Registrasi Pangan
Proses registrasi pangan untuk mendapatkan izin edar MD dan ML.
Diperlukan hasil pemeriksaan sarana produksi/distribusi sesuai Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) adalah minimal B. Pendaftaran pangan
dilakukan melalui aplikasi e-registration. Sebagai informasi pendaftaran
registrasi pangan memerlukan pemenuhan persyaratan:
a. Persyaratan administrasi
1. Bila produk MD: Izin industri dan hasil pemeriksaan sarana produksi
2. Bila produk ML: SIUP, hasil pemeriksaan sarana distribusi,
surat penunjukan, Health certificate/ free sale
b. Persyaratan teknis:
1. Komposisi atau daftar bahan yang digunakan
2. Penjelasan untuk bahan baku tertentu yang digunakan
3. Proses produksi atau sertifikat GMP/HACCP
4. Hasil analisis produk akhir
5. Informasi tentang masa simpan
6. Informasi tentang kode produksi
7. Rancangan label

66
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

c. Dokumen pendukung lain:


1. Sertifikat SNI (tepung terigu, garam konsumsi beryodium, AMDK,
air mineral alami, gula kristal putih, kopi instan, minyak goreng
sawit, biskuit, dan kakao bubuk)
2. Sertifikat Merk
3. Sertifikat halal
4. Keterangan Pangan Organik
5. Keterangan Iradiasi Pangan
6. Keterangan status GMO (Genetically Modified Organism)
7. Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk RPH (Rumah Pemotongan
Hewan)
8. Surat Penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) Minuman
Beralkohol

3.7 BIDANG PENINDAKAN


Bidang penindakan merupakan bidang baru yang dulunya merupakan seksi
penyidikan bagian dari bidang pemeriksaan dan penyidikan. Bidang penindakan
memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyidikan dan penyelidikan terhadap
perbuatan melawan hukum di bidang obat makanan yang mencakup produk terapetik,
produk biologi, prekursor, zat adiktif, makanan dan minuman, obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen. Adapun yang berhak melakukan penyidikan adalah
reserse atau penyidik. Penyidik dapat berasal dari Penyidik Kepolisian ataupun
berasal dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dalam hal ini yang dimaksud
penyidik adalah PPNS. Dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun
2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis
Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk-bentuk
Pengamanan Swakarsa, Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat
PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan

67
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk


melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya masing-masing. Dasar hukum tentang adanya PPNS adalah Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, yaitu :
1. Pasal 6 yang berbunyi penyidik adalah :
a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
b) Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU
2. Pasal 7 ayat (2) yang berbunyi : PPNS mempunyai wewenang sesuai UU yang
menjadi dasar hukumnya masing masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada
dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik pejabat polisi negara Republik
Indonesia.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 189
ayat (2), wewenang PPNS adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang
tindak pidana di bidang kesehatan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang kesehatan.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan.
d. Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak
pidana di bidang kesehatan.
e. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam
perkara tindak pidana di bidang kesehatan.
f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang kesehatan.
g. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang dapat
membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang kesehatan.

68
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Langkah-langkah proses projustitia terhadap kasus yang melanggar hukum di bidang


obat dan makanan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).
2. Melakukan penggeledahan.
3. Melakukan penyitaan.
4. Persetujuan atau izin geledah dan sita dari Pengadilan Negeri setempat.
5. Penyisihan BB (Barang Bukti) untuk uji laboratorium.
6. Gelar kasus TP (Tindak Pidana).
7. SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan) ke JPU (Jaksa Penuntun
Umum) melalui Polri.
8. Memanggil TSK (Tersangka).
9. Memanggil Saksi atau Ahli.
10. Pemeriksaan TSK (Tersangka).
11. Pemeriksaan Saksi atau Ahli.
12. Tindakan lain sesuai KUHAP.
13. Menyelesaikan administrasi penyidikan menjadi BP (Berkas Perkara).
14. Penyerahan BP ke JPU melalui Polri.
15. Melakukan koordinasi fungsional ke Polri dan JPU sesuai P-18 (berkas belum
lengkap) sampai BP dinyatakan P-21 (berkas telah lengkap).
16. Penyerahan TSK dan Barang Bukti ke JPU.
17. Menghadiri sidang sebagai Saksi Petugas atau Saksi Ahli.

3.8 BIDANG SERTIFIKASI DAN LAYANAN INFORMASI KONSUMEN


DASAR HUKUM BIDANG INFORMASI DAN KOMUNIKASI
1. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat
Dan Makanan
2. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 26 Tahun 2017
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat Dan Makanan

69
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

3. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Efektifitas


Pengawasan Obat Dan Makanan
4. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 11 Tahun 2018
Tentang Kriteria Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan
Pengawas Obat Dan Makanan

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 12 Tahun 2018 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan Pengawas
Obat Dan Makanan

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG INFORMASI DAN KOMUNIKASI


Berdasarkan PerKa BPOM Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan, bidang Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan
kebijakan operasional di bidang pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan
pengaduan masyarakat serta pernyiapan koordinasi pelaksanaan kerja sama di bidang
pengawasan Obat dan Makanan
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Bidang
Informasi dan Komunikasi menyelenggarakan kegiatan dan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program di bidang pengelolaan komunikasi,
informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di bidang pengawasan Obat
dan Makanan
2. Pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi dan pengaduan masyarakat di
bidang pengawasan Obat dan Makanan
3. Penyiapan koordinasi pelaksanaan kerja sama di bidang pengawasan Obat
dan Makanan
4. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengelolaan
komunikasi, informasi, edukasi dan pengaduan masyarakat di bidang
pengawasan Obat dan Makanan

70
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD)


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan
bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin didalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen
dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, negara
berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi
Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional
maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya,
kelembagaan, dan budaya lokal.
Sebagai tindak lanjut amanat undang-undang tersebut di atas, maka Badan
POM menginisiasi program dan kegiatan di bidang keamanan pangan yang berbasis
masyarakat. Program nasional ini disebut Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD).
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengembangan Desa Pangan
Aman menyatakan bahwa Gerakan Keamanan Pangan Desa yang selanjutnya
disingkat GKPD merupakan salah satu gerakan berbasis komunita untuk mewujudkan
keamanan pangan hingga ringkat perseorangan dengan melibatkan seluruh komponen
desa. Kebijakan kegiatan ini diintensifkan dari tahun 2015 hingga 2019 dengan
sasaran 100 desa per tahun.
Pada tahun 2014, Badan POM telah memulai program ini pada 290 desa di 31
provinsi sebagai pendekatan awal dengan menghasilkan ± 2.100 Kader Keamanan
Pangan Desa (KKPD). KKPD merupakan perseorangan yang telah mengikuti dan
memiliki sertifikat pelatihan keamanan pangan sesuai kurikulum Gerakan Keamanan
Pangan Desa. KKPD disini merupakan perwakilan dari komunitas yang ada di desa
seperti PKK, Karang Taruna, Sekolah, Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP),
Pedagang Kreatif Lapangan (PKL), Koperasi dan ritel pangan desa, dan pasar desa.

71
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Konsep pemberdayaan GKPD dilakukan melalui beberapa tahapan proses,


diantaranya:
a. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya.
b. Mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian
c. Menerapkan rencana tersebut
d. Secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil
kegiatannya (Monitoring dan Evaluasi)

Kemudian temuan-temuan monitoring dan evaluasi dikaji (kembali ke tahap


(a)). Selanjutnya rencana perlu disesuaikan atau, kalau tujuan sudah tercapai, akan
disusun rencana pengembangan baru (tahap (b)). Pelaksanaan tahap-tahap di atas
sering jalan bersamaan dan lebih bersifat proses yang diulangi terus-menerus.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pendekatan kelompok di mana
anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Untuk
pengembangan kelompok ada kegiatan-kegiatan khusus yang sedang dilaksanakan
dan juga ada kegiatan lainnya. Pemilihan perwakilan dari kelompok masyarakat desa
dilakukan dengan memastikan bahwa;
a. Semua unsur kelompok masyarakat yang ada di desa mengirimkan
perwakilannya,
b. Warga yang dipilih mewakili kelompoknya tidak harus selalu orang yang
sama yang selama ini terlibat di banyak - banyak program di desa. Hal
ini untuk memastikan bahwa semua warga terwakili oleh utusan
kelompok dan untuk memeratakan kesempatan belajar bagi warga
lainnya.
c. Perwakilan kelompok dipersyaratkan adalah mereka yang ingin belajar
tentang Keamanan Pangan, dapat berbagi informasi dalam pertemuan di
desa, dan meneruskan informasi kepada kelompoknya. Untuk itu, setiap
perwakilan agar mendapatkan kesempatan berbicara, merasa bebas
berpendapat, dihargai dan setara selama pelaksanaan GKPD.

72
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Perwakilan dari kelompok masyarakat yang melaksanakan kegiatan program


ini dapat disebut sebagai Kelompok Kerja Desa (Kokerdes). Adapun Sasaran Peserta
meliputi:
a. Kelompok Usaha Makanan
b. Kelompok Pedagang Makanan
c. Sekolah TK, SD, SMP, SMA
d. Pendidikan Non Formal: PAUD, TPA, TBM, dsb
e. PKK
f. Karang Taruna
g. Tokoh Masyarakat
h. Aparat Pemerintahan Desa
i. BPD
j. Posyandu
k. Poskesdes/Puskesmas Pembantu

Balai Besar POM Jawa timur telah berhasil mengintervensi desa aman di
beberapa kabupaten yaitu Surabaya, Malang, Lumajang, Jombang, Mojokerto dan
Tulungagung. Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari 3 tahap, yaitu:
1. Re-orientasi Keamanan Pangan
Perlunya komitmen dan fasilitasi instansi lintas sektor dan kelurahan/desa
terkait yang bertujuan untuk meningkatkan awareness keamanan pangan secara
berkelanjutan. Kegiatan Re-orientasi Keamanan Pangan berupa pertemuan yang
diselenggarakan sebanyak satu kali, yaitu pertemuan di awal program yang
membahas tujuan dan teknis pelaksanaan program Gerakan Keamanan Pangan
Desa.
2. Pemberdayaan Masyarakat dan Usaha Pangan Desa di Bidang Keamanan Pangan
Kegiatan ini diperlukan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat desa
untuk memperluas akses masyarakat desa terhadap informasi tentang pangan yang
aman. Kegiatan yang dilaksanakan yaitu:

73
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

a. Bimtek kepada Kader Keamanan Pangan Desa (Kader PKK,, Kader Guru
(komunitas Sekolah) Usaha Pangan Desa ( Pedagang Kreatif Lapangan
(PKL), termasuk warung makan, Retail, IRTP) dan Kader PKP/DFI)
b. Di lakukan pengambilan data gap assessment (pre intervensi), dimana
responden yang diambil datanya merupakan calon kader dan calon komunitas
desa / usaha pangan desa yang akan mengikuti bimtek dan fasilitasi keamanan
pangan
c. Bimtek kepada komunitas desa (Komunitas PKK, Komunitas Guru/Sekolah,
dan Komunitas Ritel/Usaha Pangan Desa).
d. Di lakukan kegiatan fasilitasi oleh kader keamanan pangan desa berupa
kunjungan kepada peserta bimtek komunitas desa.
3. Monitoring dan Evaluasi
Setelah intervensi keamanan pangan dilakukan, maka dilakukan monitoring
dan evalusi terhadap kader dan tim keamanan pangan dengan pengambilan data
post intervensi untuk diolah dan dianalisa, waktu kegiatan satu bulan setelah
kegiatan bimtek momunitas.
Desa Wates Kota Mojokerto yang telah diintervensi oleh Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya sejak tahun 2015 mendapatkan Juara II
Nasional Lomba Desa Pangan Aman (Laporan Tahunan Tahun 2018 BBPOM di
Surabaya).

Laboratorium Keliling
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, secara rutin dilakukan operasional
laboratorium keliling. Dalam kegiatan ini, bidang informasi dan komunikasi bersama
dengan bidang pemeriksaan inspeksi dan bidang pengujian kimia berkolaborasi terjun
ke masyarakat untuk melakukan rapid test kit pada makanan – makanan yang beredar
di masyarakat melalui mobil laboratorium keliling. Kegiatan ini dilakukan di sekitar
sekolah, pasar, sentra oleh – oleh dan pedagang kaki lima. Khusus pada bulan

74
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Ramadhan, kegiatan ini dilakukan juga pada para penjual takjil. Kegiatan ini
bertujuan agar masyarakat mengetahui makanan – makanan mana yag aman untuk
dikonsumsi.
Dalam laboratorium keliling ini, pengujian yang dilakukan adalah pengujian
cepat seperti tes kandungan boraks dan tes pewarna tekstil dalam makanan. Bila hasil
menunjukkan positif adanya bahan yang berbahaya, maka petugass akan memberikan
edukassi kepada masyarakat bahwa pangan tersebut mengandung bahan yang
berbahaya bagi kesehatan. selain itu, petugas akan mengambil sampel, yang
kemudian akan dilakukan pengujian lebih lanjut pada pangan yang menunjukkan
hasil yang positif.

Pasar Aman dari Bahan Berbahaya


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 519/Menkes/SK/VI/2008
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, Pasar Sehat didefinisikan sebagai
kondisi pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat yang terwujud melalui kerjasama
seluruh pemangku kepentingan terkait dalam menyediakan bahan pangan yang aman
dan bergizi bagi masyarakat. Ada tiga hal yang diutamakan untuk menciptakan
sebuah pasar sehat yaitu:
a. Tersedia infrastruktur yang memenuhi persyaratan kesehatan;
b. Pengelolaan yang memenuhi persyaratan kesehatan dan berkesinambungan;
dan
c. Perilaku pedagang, pengelola, pekerja, pengunjung dan komunitas lainnya
untuk hidup bersih, sehat dan higienis.

Dalam rangka mencapai tujuan Pasar Aman dari Bahan Berbahaya, ada 3
(tiga) Strategi Program Nasional yang harus diimplementasikan terkait Program Pasar
Aman dari Bahan Berbahaya, yaitu:

75
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

1. Pelatihan
Pelatihan (capacity building) dilakukan untuk pengelola/ penanggungjawab
pasar, fasilitator (pembina, manajer/ penanggungjawab program di daerah).
Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan partisipasi
pengawas pangan, fasilitator, petugas/pengelola/pengawas/ penanggungjawab pasar
dalam mewujudkan Pasar Aman dari Bahan Berbahaya.
2. Pengawasan keamanan pangan pasar
Indikator kinerja pengawasan keamanan pangan adalah jumlah pasar yang
diintervensi, penurunan bahan berbahaya, dan pangan yang diduga mengandung
bahan berbahaya. Monitoring dan evaluasi terhadap pasar aman ini dilakukan setiap
tahun sekali dan dilakukan pelaporan melalui website SIPAMAN
(http://sipaman.pom.go.id/)
3. Advokasi
Advokasi pada pedoman ini juga diartikan sebagai aksi strategis dan terpadu
yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukkan suatu masalah (isu)
keamanan pangan (aman dari bahan berbahaya) kedalam agenda kebijakan,
mendorong para pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan
membangun basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Beberapa bentuk kegiatan advokasi penyelenggaraan pasar aman
dari bahan berbahaya yang dapat dilakukan yaitu:
a. Kampanye ke masyarakat
Advokasi harus menarik perhatian masyarakat. Bagaimana caranya?
Dalam advokasi, lakukanlah pendidikan penyadaran kepada masyarakat luas.
Gunakan media pesan yang sudah disiapkan, misalnya penyebaran poster,
leaflet, pamflet, buletin, dan lain-lain. Selain itu, dapat diadakan seminar,
penyampaian petisi, jumpa pers, dan berbagai model lainnya.

76
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

b. Lobi atau pendekatan


Advokasi ini merupakan kegiatan pendekatan kepada pihak tertentu,
umumnya yang mempunyai wewenang membuat keputusan perubahan atau
pembuat aturan-aturan. Lobi dapat dilakukan ke pihak pemerintah setempat,
wakil rakyat, dan pihak lainnya
c. Kontak dengan media massa
Kegiatan ini memanfaatkan media massa dengan mengundang koran,
televisi, radio, dan majalah untuk meliput kegiatan advokasi. Ingat, media
massa harus secara optimal dimanfaatkan. Jika kegiatan advokasi sudah
dimuat dikoran atau di televisi, maka jutaan orang menonton atau membaca
kasus advokasi itu. Dengan demikian, advokasi menjadi terangkat secara
nasional dan mendapat dukungan dari berbagai pihak di tempat lain.

Balai Besar POM Jawa timur telah berhasil membangun pasar aman dari
bahan berbahaya di 10 kabupaten yaitu Pacitan, Ponorogo, Surabaya, Malang, Batu,
Probolinggo, Lumajang, Bojonegoro, Blitar, dan Tulungagung. Pasar Minulyo
Kabupaten Pacitan yang telah diintervensi oleh Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Surabaya mendapatkan Juara II Nasional Lomba Pasar Aman dari bahan
berbahaya (Laporan Tahunan Tahun 2018 BBPOM di Surabaya).

PENYEBARAN INFORMASI TERKAIT OBAT TRADISIONAL


Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) mengadakan kegiatan
Penyebaran Informasi tentang Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan Pangan.
Kegiatan penyebaran informasi ini dimaksudkan untuk memberikan
informasi sehingga masyarakat dapat memilih produk-produk yang dikonsumsinya.
Di masyarakat masih banyak beredar produk-produk yang mengandung bahan
berbahaya yang disebabkan oleh ketidaktahuan dari pelaku usaha. Oleh karena itu
pemerintah melalui berbagai instansi bahu membahu mencegah peredaran bahan
berbahaya. Beberapa produsen Obat Tradisional tidak memenuhi atau menjalankan

77
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

peraturan Permenkes Nomor 006 Tahun 2012 pasal 7 yaitu dilarang memproduksi
obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat (BKO). Penambahan BKO pada
obat tradisional kemungkinan karena produsen obat tradisional kurang yakin akan
khasiat obat tradisional yang diproduksi. BKO yang tambahkan tidak jarang
menimbulkan efek samping yang merugikan. Bahan kimia yang sering ditambahkan
dalam obat tradisional. Contoh obat yang sering digunakan sebagai tambahan dalam
obat tradisional yaitu Sildenafil Sitrat, Deksametason, Antalgin, dll.

SOSIALISASI KEAMANAN PANGAN DAN KEMASAN PANGAN


Bidang Informasi dan komunikasi juga bekerja sama dengan Direktorat
Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (Dit. PMPU) menyelenggarakan suatu
program kegiatan Sosialisasi Keamanan Pangan yang konsisten dan
berkesinambungan. Sesuai dengan UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan bahwa
negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan
konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada
tingkat nasional maupun daerah hingga perorangan secara merata di seluruh
Indonesia.

Tujuan sosialisasi keamanan pangan:


(1) Meningkatkan pemahamanan individu terhadap keamanan pangan
(2) Meningkatkan kapasitas individu dalam komunitas masyarakat untuk
mengadopsi praktik keamanan pangan.

PROMOSI KEAMANAN PANGAN


Dalam rangka upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat bidang
Informasi dan komunikasi menyelenggarakan Promosi terhadap keamanan pangan.
Dalam UU Pangan No. 18 tahun 2012 dan Pasal 68 UU Pangan tahun 2012
menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah berperan dalam
menjamin terwujudnya penyelenggaraan Keamanan Pangan di setiap rantai pangan

78
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

secara terpadu. Dengan adanya UU pangan tersebuat telah terbentuk jejaring Promosi
Keamanan Pangan. Melalui jaringan tersebut dapat dikomunikasikan risiko keamanan
pangan kepada masyarakat luas.

SOSIALISASI BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN DAN


PENGARUHNYA PADA KESEHATAN
Menurut PerBPOM no 12 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan pasal 4 salah
satu fungsi UPT BPOM adalah pengelolaan komunikasi, informasi edukasi dan
pengaduan masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan.
Pada tahun 2018 telah dilakukan kegiatan sosialisasi di 15 kabupaten/kota di
36 lokasi dengan jumlah peserta mencapai 18.000 orang. Sosialisasi dilakukan
kepada masyarakat dan pelaku usaha. Sosialisasi dilakukan dengan bekerja sama
dengan stake holder terkait meliputi beberapa kegiatan mengenai sosialisasi bahan
berbahaya pangan.

KIE PEMBERANTASAN OBAT ILEGAL DAN KEAMANAN PRODUK


KOSMETIK
Menurut PerBPOM no 12 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan pasal 17
bidang informasi dan komunikasi mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
operasional di bidang pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan
masyarakat serta penyiapan koordinasi pelaksanaan kerja sama di bidang pengawasan
Obat dan Makanan.
Penyebaran informasi mengenai pemberantasan obat illegal dan keamanan
produk kosmetik dilakukan melalui media cetak berupa brosur, leaflet, spanduk,
baner dan billboard dan media elektronik berupa talkshow atau wawancara di media
elektronik, iklan layanan masyarakat yang berupa iklan di televisi maupun sms blast.

79
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

PENYEBARAN INFORMASI/SOSIALISASI MELALUI MEDIA CETAK


DAN ELEKTRONIK
Kegiatan Bidang Informasi dan Komunikasi yang disampaikan kepada
masyarakat tentang keamanan produk Obat, Makanan, Kosmetik, Obat Tradisional
dan Napza tidak hanya dilakukan melalui penyuluhan atau sosialisasi tapi juga
dengan memanfaatkan media cetak dan elektronik terbitan lokal maupun nasional
serta melalui media ilmiah diharapkan dalam penyebaran informasi dan sosialisasi
ini dapat lebih meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih selektif dalam
menggunakan produk obat, makanam, kosmetik, obat tradisional dan napza.

PRAMUKA SAPA
Bidang informasi dan komunikasi juga bekerja sama dengan Gerakan Pramuka
untuk menyiapkan anggota Gerakan Pramuka menjadi kader keamanan pangan.
Kerjasama ini dalam bentuk membantu BPOM untuk mengawasi obat dan makanan,
terutama pangan sehat. Untuk mengawasi itu, anggota Gerakan Pramuka akan dilatih
oleh BPOM melalui bidang informasi dan komunikasi. Ruang lingkup kerjasama
antara BPOM dan Gerakan Pramuka adalah sebagai berikut :
1. peningkatan motivsi dan kepedulian anggota Gerakan Pramuka terhadap
pemanfaatan aplikasi Pramuka Sadar Pangan Aman (SAPA).
2. Integrasi Pramuka SAPA pada kegiatan dan pendidikan kepramukaan melalui
Tanda Ikut Serta Kegiatan (Tiska), dan bentuk penghargaan lainnya.
3. Penyusunan perencanaan integrasi Pramuka SAPA pada sistem pendidikan
dan pelatihan kepramukaan.
4. Penyelenggaraan bimbingan teknis kemanan pangan kepada anggota Pramuka
dalam rangka peningkatan keterampilan anggota Pramuka untuk menjadi
fasilitator/kader keamanan pangan.
5. Pemanfaatan materi keamanan pangan di media sosial Pramuka (cyber
Pramuka)

80
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

6. Berbagi informasi kegiatan di Gerakan Pramuka dan/atau data base terkait


pelapor Pramuka SAPA.
7. Monitoring dan evaluasi program.

KAMPANYE KEAMANAN KOSMETIK PADA GENERASI MILENIAL


Kegiatan Bidang Informasi dan Komunikasi dalam kampanye keamanan
kosmetik pada generasi milenial yaitu memberikan sosialisasi dan edukasi kepada
para konsumen yang menggunakan kosmetik terutama pada konsumen yang sering
mencari dan mendapatkan informasi dari iklan online, beauty influencer, beauty
blogger, dan beauty vlogger, untuk belajar lebih jauh tentang kosmetik. Kegiatan ini
menngajak semua kalangan dan/atau kosumen untuk belajar menjadi konsumen
cerdas melalui diskusi dan talkshow, pameran produk kosmetik lokal, senam cek klik,
kelas kecantikan, dan demonstrasi penggunaan aplikasi untuk pengecekan Nomor
Izin Edar (NIE) kosmetik. Sehingga masyarakat Indonesia, terutama generasi
milenial, dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuannya dalam memilih
kosmetik yang aman, serta menjadi agent of change dalam penyebarluasan informasi
keamanan kosmetik bagi teman dan lingkungannya.

PEMBINAAN LAPORAN KLB PANGAN


a) Setiap orang yang mengetahui adanya dugaan keracunan pangan wajib
melaporkan kepada puskesmas, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
yang terdekat, atau kepada kepala desa/lurah sebagai laporan kewaspadaan
keracunan pangan.
b) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan identitas diri
dan/atau nomor telepon pelapor, tanggal dan tempat kejadian, jumlah korban,
gejala yang ada pada korban dan dugaan pangan penyebab keracunan pangan.

81
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

c) Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang terdekat atau kepala desa/lurah yang
menerima laporan atau yang mengetahui adanya dugaan keracunan pangan wajib
segera melaporkan kepada puskesmas setempat dalam waktu 1 x 24 jam.
d) Dalam hal dugaan keracunan pangan terdapat di wilayah pelabuhan, bandar udara,
dan pos lintas batas darat, setiap orang yang mengetahuinya wajib melaporkan
kepada kantor kesehatan pelabuhan setempat.
e) Petugas puskesmas, rumah sakit, dan kantor kesehatan pelabuhan yang menerima
laporan kewaspadaan keracunan pangan wajib melakukan pencatatan dengan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
f) Puskesmas atau rumah sakit yang mengetahui dan/atau menerima laporan adanya
dugaan keracunan pangan wajib segera melaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 1 x 24 jam secara lisan yang
diikuti laporan tertulis dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Badan
dengan menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir.
g) Kepala KKP yang mengetahui dan/atau menerima laporan adanya dugaan
keracunan pangan wajib segera melaporkan kepada Direktur Jenderal dalam waktu
paling lambat 1 x 24 jam secara lisan yang diikuti laporan tertulis dengan
tembusan kepada Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan Formulir 3
sebagaimana terlampir.
h) Dalam hal dugaan keracunan pangan bersumber dari pangan yang dikonsumsi di
luar wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) atau di luar wilayah kerja kantor kesehatan pelabuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala KKP wajib menginformasikan adanya keracunan pangan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP sesuai lokasi kejadian secara
lisan yang diikuti laporan tertulis dengan menggunakan Formulir 4 sebagaimana
terlampir.

82
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

INVESTIGASI/PENELUSURAN KLB KERACUNAN PANGAN


a) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP setelah menerima
laporan dari puskesmas, rumah sakit, atau masyarakat mengenai adanya dugaan
keracunan pangan wajib melakukan analisis epidemiologi terhadap korban dan
dugaan sumber keracunan.
b) Analisis epidemiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan
konfirmasi, verifikasi, dan kajian terhadap keterkaitan korban satu dengan yang
lainnya menurut tempat kejadian dan waktu, perkiraan akan terjadi peningkatan
jumlah korban, dan terdapat salah satu keadaan sebagai berikut:
i. gambaran klinis dan/atau berdasarkan pemeriksaan lainnya menunjukkan
sebab keracunan bahan beracun yang sama; dan
ii. menunjukkan kesamaan sumber keracunan pangan dan sesuai dengan masa
inkubasi dari jenis bahan beracun.
c) Dalam hal hasil analisis epidemiologi menunjukkan terjadinya KLB Keracunan
Pangan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP wajib
menetapkan KLB Keracunan Pangan.

PEMANTAUAN TOKSIKOVIGILAN
Pelaporan Toksikovigilan dilakukan oleh para petugas rumah sakit khususnya
di bagian Rekam Medis dengan menggunakan Aplikasi Spimker. Aplikasi ini
berisikan informasi penting terkait dengan kejadian keracunan yang disebabkan
makanan dan obat-obatan yang dialami pasien yang ditangani di rumah sakit. Data-
data Informasi ini akan tersimpan dan secara langsung terdistribusi ke Badan
Pengawas Obat dan Makanan serta WHO. Data-data toksikovigilan yang
dikumpulkan penting untuk memantau secara ketat dan secara terus menerus terhadap
produk obat maupun makanan yang menyebabkan kejadian keracunan ataupun
bahaya efek sampingnya karena data toksikovigilan yang terkumpul menjadi bahan
kajian yang selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan kebijakan pemerintah

83
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 3.7 Formulir 1 Pencatatan Laporan Kewaspadaan Keracunan Pangan

84
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 3.8 Formulir 2 Laporan Kewaspadaan Keracunan Pangan

85
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 3.9 Formulir 3 Laporan Kewaspadaan Keracunan Pangan

86
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 3.10 Formulir 3 Laporan Kewaspadaan Keracunan Pangan

87
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KONSUMEN


Layanan informasi dan pengaduan konsumen memiliki peran dan fungsi
menerima konsumen dan masyarakat terkait pemberian informasi obat dan pangan,
setta menerima pengaduan obat dan pangan yang dirasa beresiko dapat
membahayakan kesehatan jika dikonsumsi oleh masyarakat. Pengaduan dapat
diajukan oleh masyarakat, konsumen, distributor, dan pelaku usaha yang
bersangkutan. Adapun alur kerja Pengaduan/Permintaan Informasi sebagai berikut:\\

Gambar 3.11 Alur Kerja Pengajuan/Permintaan Informasi

88
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

KOORDINASI LINTAS SEKTOR


Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM melaksanakan koordinasi
terhadap lintas sektor yang saling berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan. Contohnya koordinasi lintas sektor dengan kepolisian terkait pengawasan
obat dan makanan pada saat menjelang hari besar nasional seperti menjelang bulan
suci ramadhan, dan menjelang hari raya idul fitri. Pelaksanaan koordinasi tidak hanya
melibatkan salah satu deputi saja, melainkan seluruh deputi BPOM ikut terlibat dalam
melaksanakan kegiatan agar mencapai tujuan yang ingin diraih.

SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)


Sumber daya manusia pada Balai Besar POM di Surabaya memiliki sebanyak 145
orang pegawai. Adapun struktur organisasi Balai Besar POM di Surabaya saat ini
terdiri dari Bagian Tata Usaha, Bidang Pengujian dengan seksi Pengujian Kimia dan
Mikrobiologi, Bidang pemeriksaan dengan seksi Inspeksi dan Sertifikasi, Bidang
Penindakan serta Bidang Informasi dan Komunikasi. Pegawai Balai Besar POM di
Surabaya sebanyak 145 orang dengan penempatan sesuai dengan kompetensi yang
dibutuhkan pada lingkup tugasnya. Jumlah pegawai berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 3.12 Jumlah SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan

89
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2. SISTEM MANAJEMEN MUTU


Manajemen mutu adalah kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi untuk
mengarahkan dan mengendalikan aspek mutu suatu organisasi sedangkan penerapan
sistem manajemen mutu pada dasarnya merupakan suatu keputusan strategis bagi
suatu organisasi yang membantu organisasi tersebut untuk meningkatkan kinerjanya
secara keseluruhan dan menyediakan dasar yang kuat untuk inisiatif pembangunan
berkelanjutan. Penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan standar internasional
memiliki manfaat potensial bagi suatu organisasi yang menginplementasikan seperti:
1. Kemampuan untuk menyediakan produk dan jasa secara konsisten yang
memenuhi kebutuhan pelanggan dan persyaratan hukum serta peraturan yang
berlaku.
2. Memfasilitasi peluang untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
3. Menangani risiko dan peluang yang terkait dengan konteks dan tujuannya.
4. Kemampuan untuk menunjukkan kesesuaian persyaratan sistem manajemen
mutu yang ditentukan.
Balai Besar POM Surabaya telah menerapkan standar internasional
persyaratan sistem manajemen mutu yaitu ISO 9001 yang merupakan salah satu
produk sistem manajemen dari IOS (International Organization for Standarization).
Pada September 2015, Balai Besar POM Surabaya diberi waktu selama tiga tahun
(September 2018) untuk mengubah Sistem Manajemen Mutu-Persyaratan dari SNI
ISO 9001-2015 menjadi Standar internasional ISO 9001:2015. Setelah diaudit dalam
kurun waktu tiga tahun tersebut tidak ditemukan adanya kesalahan dalam sistem
manajemen mutu Balai Besar POM Surabaya, sehingga ISO 9001:2015 dapat
diterapkan pada tahun 2018 dengan tujuan dapat memastikan bahwa semua proses
bisa meningkat dengan standar-standar yang terdapat dalam Standar Internasional
ISO 9001:2015. Standar Internasional ISO 9001:2015 diakreditasi oleh KAN (Komite
Akreditasi Nasional).
ISO/IEC 17025ISO/IEC 17025 adalah suatu standar internasional mengenai

90
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

persyaratan umum kompetensi Laboratorium pengujian dan kalibrasi. Pada awalnya


diterbitkan tahun 1999 kemudian mengalami revisi, disesuaikan dengan
perkembangkan ISO 9000. SNI ISO/IEC 17025 : 2017 adalah standar yang terkait
erat dengan adanya/terbitnya standar ISO 9001 : 2015. Eksistensi suatu Laboratorium
(pengujian dan kalibrasi) yang sudah sesuai dengan persyaratan standar ISO/IEC
17025, maka dapat dikatakan bahwa pengoperasian sistem manajemen laboratorium
tersebut juga telah memenuhi prinsip-prinsip ISO 9001.
Prinsip Manajemen Mutu
Standar Internasional ini berdasarkan prinsip-prinsip manajemen mutu yang
dijelaskan dalam ISO 9001. Penjelasan tersebut termasuk sebuah pernyataan dari
setiap prinsip, sebuah alasan rasional mengapa prinsip adalah penting bagi suatu
organisasi, beberapa contoh manfaat yang terkait dengan prinsip dan contoh atas
tindakan-tindakan khas untuk meningkatkan kinerja organisasi ketika menerapkan
prinsip tersebut. Prinsip-prinsip manajemen mutu tersebut adalah:
1. Fokus kepada pelanggan
2. Kepemimpinan
3. Keterlibatan orang
4. Pendekatan proses
5. Peningkatan
6. Pengambilan keputusan berbasis bukti
7. Manajemen hubungan.

Standar Internasional ini menggunakan pendekatan proses, yang


menggabungkan siklus Plan, Do, Check and Action (PDCA) dan pemikiran berbasis
risiko. Siklus PDCA menggerakkan sebuah organisasi untuk memastikan bahwa
proses-proses mendapat sumber daya dan pengelolaan secara sesuai, dan peluang
untuk peningkatan dapat ditentukan dan dilakukan.

91
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 3.13 Siklus PDCA (Plan, Do, Check and Action)


Siklus PDCA dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Rencana (plan): menetapkan sasaran dari sistem, proses dan sumber daya
yang dibutuhkan dalam rangka memberikan hasil yang sesuai dengan
persyaratan pelanggan serta kebijakan organisasi identifikasi dan menangani
risiko maupun peluang.
2. Lakukan (do): menerapkan apa yang direncanakan.
3. Periksa (check): memantau, (jika sesuai) mengukur proses-proses dan
menghasilkan produk ataupun jasa terhadap kebijakan, sasaran, persyaratan
dan akitivitas yang direncanakan, lalu melaporkan hasilnya.
4. Tindak lanjut (action): mengambil tindakan untuk meningkatkan kinerja
proses yang diperlukan.
Persyaratan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 merupakan persyaratan
standard yang berfokus pada proses dan pelanggan, maka pemahaman terhadap
persyaratan-persyaratan dari ISO 9001:2008 akan membantu organisasi dalam

92
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

menetapkan dan mengembangkan sistem manajemen mutu secara sistematik untuk


memenuhi kepuasan pelanggan dan peningkatan proses terus-menerus.
Klausal dalam sistem manajemen mutu tersebut adalah :
a) Klausul 4 : Sistem Manajemen Mutu
b) Klausul 5 : Tanggung jawab manajemen
c) Klausul 6 : Pengelolaan Sumber Daya
d) Klausul 7 : Realisasi Produk
e) Klausul 8 : Pengukuran, analisis dan perbaikan

Standart pada ISO 9001:2015 adalah standart yang dapat digunakan oleh pihak
internal maupun eksternal. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu pada ISO
9001:2015 ini adalah standar untuk melengkapi persyaratan produk dan jasa. Standar
ini menerapkan pendekatan proses, yang menggabungkan siklus “Rencana – Lakukan
– Periksa – Tindaki “ (PDCA) dan “pemikiran berbasis risiko”.

Klausul dalam ISO 9001:2015 adalah:

1. Klausul 1 : Ruang Lingkup


Standar ini menetapkan persyaratan sistem manajemen mutu bila sebuah
organisasi:
a. Perlu untuk mendemonstrasikan kemampuannya secara konsisten dalam
menyediakan produk dan jasa yang memenuhi persyaratan pelanggan dan
peraturan perundang-undangan.
b. Meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penerapan sistem yang efektif,
termasuk proses untuk peningkatan sistem dan memastikan kesesuaian
terhadap persyaratan pelanggan dan peraturan perundang- undangan
2. Klausul 2 : Acuan normatif
Dokumen berikut, secara keseluruhan atau sebagian, yang secara normatif dirujuk
dalam dokumen ini dan diperlukan untuk penerapannya. Untuk acuan bertanggal,
hanya edisi yang dikutip berlaku. Untuk acuan tidak bertanggal, edisi terbaru dari
dokumen yang diacu

93
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

3. Klausul 3 : Istilah dan definisi


4. Klausul 4 : Konteks Organisassi
Organisasi harus menentukan masalah internal dan eksternal yang relevan dengan
tujuan dan arahan stratejik yang dapat berpengaruh pada kemampuan untuk
mencapai hasil yang diinginkan dari sistem manajemen mutu.
a. Isu dapat termasuk faktor positif dan negatif yang dipertimbangkan
b. Memahami konteks eksernal dapat difasilitasi dari isu yang timbul dengan
mempertimbangkan hukum, teknologi, persaingan, pasar, budaya,
masyarakat dan lingkungan ekonomi, baik lokal, regional, nasional maupun
internasional.
c. Memahami konteks internal dapat difasilitasi dengan mempertimbangkan
masalah yang terkait dengan nilai, pengetahuan budaya, dan kinerja
organisasi.
5. Klausul 5 : Kepemimpinan
Manajemen puncak harus memperlihatkan kepemimpinan dan komitmen terhadap
sistem manajemen mutu dengan:
a. mengambil tanggung jawab atas keefektifan sistem manajemen mutu.
b. memastikan kebijakan dan sasaran mutu ditetapkan untuk sistem
manajemen mutu dan selaras dengan konteks dan arahan stratejik
organisasi.
c. Memastikan integrasi persyaratan istem manajemen mutu dalam proses
bisni organisasi.
d. Mempromosikan kepeduluan pada pendekatan proses dan pemikiran
berbasis resiko.
e. Memastikan sumber daya yang dierlukan untuk SMM tersedia

94
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

6. Klausul 6 : Perencanaan
Ketika melakukan perencanaan SMM, orgaisasi harus:
a. Memberikan kepastian bahwa SMM dapat memberikan hasil yang
diinginkan.
b. Meninkatkan pengaruh yang diinginkan.
c. Mecegah dan mengurangi pengaruh yang tidak diinginkan.
d. Mencapai peningkatan.
7. Klausul 7 : Dukungan
a. Sumber daya
b. Kompetensi
c. Kepedulian
d. Komunikasi
e. Informasi terdokumentasi
8. Klausul 8 : Operasi
Organisasi harus merencanakan, menerapkan dan mengendalikan proses yang
diperlukan untuk memenuhi persyaratan bagi penyedia produk dan jasa serta
menerapkan tidakan yang harus dilakukan

a. Menentukan persyaratan bagi produk dan jasa.

b. Menerapkan kriteria untuk proses dan kebertrimaan produk dan jasa

c. Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian


terhadap produk dan jasa

d. Menerapkan kendali proses sesuai kriteria.

e. Menentukan, memelihara dan menyimpan informasi sejauh yang


diperlukan.
9. Klausul 9 : Evaluasi kinerja
Organisasi harus menentukan:

95
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

a. Apa yang diperlukan untuk dipantau dan diukur

b. Metode pemantuan, pengukuran analisis dan evaluasi untuk memastikan


kesalahan hasil.

c. Kapan pemantauan dan pengukuran harus dilakukan.

d. Kapan hasil pemantauan dianalisis dan dievaluasi.

10. Klausul 10 : Peningkatan


Organisasi harus menentukan dan memilih peluang untuk tindakan peningkatan
dan penerapan seperlunya untuk memenuhi persyaratan pelanggan dan
meningkatkan kepuasan pelanggan.
a. meningkatkan produk dan jasa untuk memenuhi persyaratan seperti juga
untuk kebutuhan dan harapan masa depan
b. memperbaiki, mencegah atau mengurangi pengaruh yang tidak diinginkan.
c. Meningkatkan kinerja dan keefektifan sistem manajemen mutu.

Struktur dan Terminologi


Struktur klausul (urutan klausul) dan terminologi pada Standar International
ISO 9001:2015 telah mengalami beberapa perubahan yang sangat signifikan
dibandingkan dengan ISO 9001:2008. Perubahan ini mempunyai tujuan untuk
memperbaiki dan menyelaraskan sistem manajemen mutu yang ada dengan standard
sistem manajemen yang lain. Konsekuensi dari perubahan pada struktur dan
terminologi tidak perlu direfleksikan ke dalam pendokumentasian pada lembaga dan
sistem manajemen mutu. Berikut merupakan perbedaan utama dalam terminologi
antar ISO 9001:2015 dengan ISO 9001:2008 antara lain:

96
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Tabel 3.4 Perbedaan Utama Terminologi ISO 9001:2008 & 2015


ISO 9001:2008 ISO 9001 : 2015
Produk Produk dan Layanan
Pengecualian Tidak digunakan
Dokumentasi, manual mutu, prosedur Wakil manajemen tidak digunakan
terdokumentasi serta catatan (tanggung jawab dan wewenang yang
sama ditugaskan tetapi tidak ada
persyaratan untuk perwakilan
manajemen tunggal)
Lingkungan Informasi terdokumentasi
Alat pantau dan ukur kerja Lingkungan untuk proses operasional
- Pemantauan dan pengukuran sumber
daya
Pembelian produk Produk dan pengukuran sumber daya
Supplier Penyedia eksternal

97
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Tabel 3.5 Perbandingan Persyaratan Pendahulaun ISO 9001:2008 dan ISO


9001:2015
Pendahuluan ISO 9001:2008 Pendahuluan ISO 9001 : 2015

1 Ruang lingkup 1 Ruang lingkup


2 Acuan Normatif 2 Acuan Normatif
3 Istilah dan Definisi 3 Istilah dan Definisi
4 Sistem Manajemen Mutu 4 Konteks Organisasi
Tanggung jawab manajemen 5 Kepemimpinan
6 Pengelolaan Sumber Daya 6 Perencanaan
7 Realisasi Produk 7 Dukungan
8 Pengukuran, analisis dan 8 Operasional
peningkatan
9 Evaluasi Kerja
10 Peningkatan

Persyaratan ISO 9001 : 2015


4. Konteks Organisasi
1. Memahami Organisasi dan Konteks Organisasi
2. Memahami Kebutuhan dan Harapan Pihak yang Berkepentingan
3. Menetapkan Ruang Lingkup Sistem Manajemen Mutu
4. Sistem Manajemen Manajemen Mutu dan Proses
5. Kepemimpinan (Leadership)
1. Kepemiminan dan Komitmen
2. Kebijakan Mutu
3. Peran Organisasi, Tanggung Jawab, dan Wewenang

98
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

6. Perencanaan Sistem Manajemen Mutu


1. Penanganan Risiko dan Peluang
2. Sasaran Mutu dan Rencana Pencapaian
3. Perubahan Yang Terencana
7. Pendukung
1. Sumberdaya
2. Kompetensi
3. Pelatihan
4. Komunikasi
5. Informasi yang Terdokumentasi
8. Operasi
1. Perencanaan dan Pengendalian Operasional
2. Penetapan Persyaratan Produk dan Jasa
3. Desain dan Pengembangan Produk dan Jasa
4. Pengendalian Produk dan Jasa yang disediakan Pihak Eksternal
5. Produksi dan Penyediaan Jasa
6. Merilis Produk dan Jasa
7. Pengendalian Proses, Produk dan Jasa yang Tidak Sesuai
9. Evaluasi Kinerja
1. Pemantauan, Pengukuran, Analisis dan Evaluasi
2. Audit Internal
3. Management Review
10. Perbaikan
1. Umum
2. Ketidaksesusaian dan Tindakan Koreksi
3. Perbaikan Berkelanjutan

99
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Konteks Organisasi
Organisasi harus menetapkan isu external dan internal internal yang relevan relevan
dengan tujuan strategis strategis organisasi.

Pihak Yang Berkepentingan


Organisasi harus mengidentifikasi pihak-pihak yang berkepentingan dan
persyaratanpersyaratannya

Risk Based Thinking


ISO 9001:2015 memasukkan konsep risk management. Persyaratan tindakan
pencegahan dihilangkan dalam standar ISO 9001:2015 ISO 9001:2015 sebab
penerapan penerapan manajemen manajemen risiko merupakan tindakan pencegahan.
Konsep manajemen risiko dalam ISO 9001:2015 ialah perubahan utama

Pengecualian Persyaratan (“Exclusions”)


Exclusion tidak lagi hanya pada klausul 7 Exclusion tidak lagi hanya pada klausul 7,
tapi exclusions persyaratan bisa diterapkan pada semua klausul-klausul ISO
9001:2015. Exclusion persyaratan diperbolehkan asalkan perusahaan bisa perusahaan
bisa menyediakan barang dan jasa yang menyediakan barang dan jasa yang sesuai
dengan keinginan pelanggan (will not result in failure conformity of product and
services)

Informasi Terdokumentasi (Documented Information Documented Information)


Dokumen dan record (rekaman) diganti Informasi Terdokumentasi (Documented
Information). Documented information termasuk juga Work Instruction, prosedur,
quality plan, dll. “Maintained documented information”= Harus dibuat dokumen,
misalnya prosedur, WI, dll . “Retained documented information” = Harus tersedia
bukti record.

100
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Knowledge Management
ISO 9001:2015 memasukkan aspek kontrol terhadap knowledge organisasi.
Knowledge management harus dikelola dikelola dalam organisasi.

Kontrol Proses, Produk dan Service dari Pihak Eksternal (external provider
external provider)
Pihak eksternal mencakup partner, supplier atau vendor. Kontrol terhadap proses,
produk dan services dari pihak luar mencakup:
1. Pembelian dari supplier
2. Kerja sama dengan perusahaan lain (pihak luar langsung kepada pelanggan)
3. Outsourcing process
Perubahan-perubahan pada ISO 9001:2015 tersebut berdasarkan atas masukan
dari industri-industri. Standar Internasional ISO 9001:2015 menerapkan kerangka
kerja yang dikembangkan oleh ISO untuk meningkatkan keselarasan antar standar
internasional untuk sistem manajemen. Standar Internasional ini menggerakkan
sebuah organisasi untuk menggunakan pendekatan proses, menggabungkan siklus
PDCA dan pemikiran berbasis risiko, untuk menyelaraskan atau menggabungkan
sistem manajemen mutu dengan persyaratan-persyaratan dari standar sistem
manajemen lainnya. Standar Internasional ini berkaitan dengan ISO 9000 dan ISO
9004 sebagai berikut:
1. ISO 9000 Sistem manajemen mutu. Dasar dan kosa kota yang memberikan latar
belakang penting untuk pemahaman yang tepat dan pelaksanaan Standar
Internasional ini.
2. ISO 9004 Pengelolaan untuk sukses berkelanjutan dari suatu organisasi. Sebuah
pendekatan manajemen mutu yang memberikan panduan untuk organisasi yang
memilih untuk maju melebihi persyaratan dari Standar Internasional ini.

101
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

3.9 BIDANG PENGUJIAN DAN SISTEM MUTU LABORATORIUM


Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun
2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pada bidang
pengujian, bidang pengujian mempunyai tugas melaksanakan kebijakan operasional
di bidang pengujian kimia dan mikrobiologi obat dan makanan. Penyelenggaraan
dalam bidang pengujian memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana dan program di bidang pengujian kimia dan mikrobiologi
obat dan makanan;
2. Pelaksanaan pengujian kimia dan mikrobiologi obat dan makanan dan
3. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengujian kimia
dan mikrobiologi obat dan makanan.
Bidang pengujian terdiri atas Seksi Pengujian Kimia dan Seksi Pengujian
Mikrobiologi. Seksi Pengujian Kimia mempunyai tugas melakukan pengujian kimia
Obat dan Makanan, sedangkan Seksi Pengujian Mikrobiologi mempunyai tugas
melakukan pengujian mikrobilogi Obat dan Makanan.
1. Bidang Pengujian
Sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
disebutkan bahwa Bidang Pengujian mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di
bidang produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk
komplemen.
Bidang Pengujian terdiri dari 5 laboratorium yaitu :
a. Laboratorium Obat dan napza
b. Laboratorium Obat tradisional

102
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

c. Laboratorium Kosmetika
d. Laboratorium Pangan dan air
e. Laboratorium Mikrobiologi

Sampel yang diuji di Bidang Pengujian berdasarkan asalnya dapat


digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Sampel Internal
Sampel internal berasal dari hasil sampling Bidang Pemeriksaan
dan Penyidikannya, meliputi:
a. Sampel Rutin
Sampel rutin merupakan sampel yang disampling oleh Seksi Pemeriksaan
yang terkait pemeriksaan rutin terhadap produk, terapetik, narkotik, obat
tradisional, kosmetika dan produk komplemen yang beredar di masyarakat.
Pengawasan rutin dilakukan pada produk-produk yang merupakan prioritas
pengambilan contoh. Sampel produk tersebut diuji secara kualitatif
(identifikasi) dan atau kuantitatif (penentuan kadar).
b. Sampel Kasus Sampel kasus merupakan sampel yang diambil oleh Seksi
Pemeriksaan ketika terjadi kasus tertentu misalnya Kejadian Luar Biasa
(KLB).
c. Sampel Penelusuran Kasus Sampel yang diambil oleh Seksi Penyidikan
yang diduga mengandung bahan berbahaya yang dilarang atau kadarnya
melebihi batas yang dipersyaratkan dalam ketentuan yang berlaku.
2. Sampel Eksternal
Sampel ini merupakan sampel dari pihak ketiga (diluar Badan POM) seperti
kepolisian dan Dinas Kesehatan. Sampel yang akan dikirimkan ke
Laboratorium diberi identitas oleh Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
kemudian dimasukan ke bagian TU sampel, dari TU sampel akan diserahkan ke
Bidang Pengujian. Sampel di uji pada laboratorium dan hasil pengujian

103
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

dilaporkan melalui elektronik.


Khusus sampel yang hasilnya tidak memenuhi syarat (TMS) dan bukan
parameter uji mandiri dilakukan uji absah pada Balai rujukan yang telah
ditunjuk dengan disertai tembusan kepada Deputi Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan Napza atau Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
Kosmetika dan Produk Komplemen dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional (PPOMN).
Sampel eksternal pihak ketiga (diluar Badan POM) yang mengajukan
permohonan uji ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Surabaya, sampel
diterima petugas sampel eksternal kemudian dilakukan kaji ulang permintaan
pengujian ke penyelia laboratorium. Setelah kaji ulang permintaan pengujian
tersebut disetujui, sampel diserahkan ke Bidang Pengujian. Sampel di uji pada
laboratorium dan hasilnya dilaporkan ke petugas sampel eksternal. Petugas
membuat sertifikat hasil pengujian dan menyerahkannya ke pihak ketiga.

I. Laboratorium Pengujian Obat dan NAPZA


Kegiatan pengujian meliputi pengujian terhadap produk obat, narkotika dan
psikotropika yang beredar di masyarakat baik dalam bentuk sediaan tablet, kapsul,
sirup, injeksi, salep, supositoria serta obat tetes. Parameter uji yang dilakukan antara
lain identifikasi zat aktif, penetapan kadar, disolusi, waktu hancur, keseragaman
bobot dan kandungan.
Pengujian dilakukan pada produk obat baik untuk produk steril maupun
produk non steril dalam berbagai bentuk sedian seperti tablet, kapsul, salep, krim,
pasta, sirup, emulsi, dan sediaan farmasi lainnya. Metode pengujian yang digunakan
adalah metode yang telah terstandarisasi. Acuan metode yang digunakan dalam
pengujian produk obat adalah Farmakope Indonesia (FI) atau Farmakope lain seperti
British Pharmacopeia, United States Pharmacopeia serta pustaka lain yang terkait.
Farmakope Indonesia (FI) edisi terbaru dan United States Pharmacopeia merupakan

104
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

acuan pustaka utama dalam melakukan pengujian. Apabila metode uji untuk
pengujian obat dan napza dan/atau pengujian terhadap bentuk sediaan obat dan napza
tidak ditemukan pada berbagai standar pustaka, maka digunakan metode pengujian
yang didasarkan metode analisa PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional) yang telah tervalidasi dan terverifikasi.
Verifikasi metode dilakukan apabila metode yang digunakan sesuai dengan
Farmakope, bila terdapat perubahan dari metode standar maka dilakukan Validasi
Metode Analisa.
Peralatan atau instrumen analisis selalu dikalibrasi setiap tahunnya. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kinerja peralatan agar diperoleh data yang valid dan dapat
dipertanggung jawabkan. Kalibrasi peralatan dapat dilakukan secara internal dan
eksternal. Kalibrasi secara internal dilakukan oleh laboratorium kalibrasi Balai Besar
POM Surabaya, sedangkan kalibrasi secara eksternal dilakukan oleh pihak terkait.
Pemantauan secara berkala selama masa kalibrasi dilakukan melalui pengecekan
antara dan pembuatan control chart.
Laboratorium obat dan napza memiliki prosedur tetap yang harus dipatuhi.
Laboratorium dilengkapi dengan alat-alat gelas untuk melakukan pemeriksaan obat,
serta dilengkapi dengan berbagai instrumen seperti GC, HPLC, spektrofotometer,
AAS, dan alat uji disolusi. Masing-masing alat memiliki penanggung jawab dan
dilengkapi dengan log book yang berfungsi untuk monitoring.
Bentuk-bentuk sediaan yang diuji dalam Balai Besar POM terdiri dari :
a) Sediaan padat: tablet dan kapsul
b) Sediaan semisolid: salep, pasta, krim, dan lain-lain
c) Sediaan cair: injeksi, sirup, elixir, dan lain-lain.

Jenis pengujian tergantung pada bentuk sediaan obat yang mencakup :


1. Sediaan padat
a. Identifikasi zat aktif
b. Kadar zat aktif

105
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

c. Keseragaman sediaan
d. Disolusi
e. Disintegrasi
2. Sediaan semisolid
a. Identifikasi zat aktif
b. Kadar zat aktif
c. Isi minimum
3. Sediaan cair
(1) Injeksi infus
a. Identifikasi zat aktif
b. Kadar zat aktif
c. Volume injeksi d. pH

(2) Sediaan sirup/Sirup Antibiotik


a. Identifikasi zat aktif
b. Kadar zat aktif
c. Volume terpindahkan
d. pH

Metode analisis yang digunakan untuk pengujian obat dan NAPZA di Balai Besar
POM antara lain :
a) Spektrofotometri
1. Spektrofotometri ultraviolet dan visible
2. Atomic Absorption Spectrometer (AAS)
b) Kromatografi
1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)/HPLC
2. Kromatografi Gas (KG)/GC
3. KLT-Densitometri

106
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

c) Titrimetri
Pada laboratorium dilakukan pengujian terhadap obat dan narkotik serta
psikotropik, dimana masing-masing sampel dilakukan 2x (duplo) pengujian.

Pelaporan
Semua produk yang diuji di Balai Besar POM harus dilaporkan ke Badan
POM. Pelaporan dilakukan baik untuk produk yang memenuhi syarat (MS) maupun
yang tidak memenuhi syarat (TMS). Untuk sampel yang memenuhi syarat maka
dilaporkan dalam jangka paling lambat 1 bulan sejak pengujian, sedangkan untuk
sampel yang tidak memenuhi syarat dilakukan pelaporan dalam kurun waktu 3x24
jam dan disertai dengan pengiriman sampel yang TMS agar dapat dilakukan
pemeriksaan ulang di PPOMN atau Balai POM Rujukan (untuk TMS Disolusi)
dengan surat tembusan ke Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan
Narkotika Psokotropika dan Zat Aditif. Hasil uji tersebut kemudian dilaporkan secara
tertulis maupun elektronik melalui Sistem Informasi Pelaporan Terpadu (SIPT) ke
BPOM.

II. Laboratorium Obat Tradisional


1. Obat Tradisional
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 12
tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional disebutkan bahwa Obat
Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Penggolongan obat tradisional berdasarkan Peraturan Kepala Pengawas Obat
Dan Makanan RI No. 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional
Dan SK Kepala Badan POM RI No. HK. 07.1.23.01.160053 Tahun 2016 Tentang

107
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Pedoman Sampling Obat dan Makanan menyebutkan Obat tradisional Terdiri dari
2 bagian, diantaranya :
a. Obat Dalam
a. Sediaan rajangan : rajangan yang diseduh dengan air panas, rajangan yang
direbus
b. Sediaan serbuk simplisia : serbuk simplisia yang diseduh dengan air panas
c. Sediaan lainya : serbuk instan, granul, pil, kapsul, tablet/kaplet, tablet
efervesen, cairan obat dalam, pastilles, dodol/jenang)
b. Obat Luar
1. Sediaan cair : cairan obat luar
2. Sediaan semi padat : salep, krim
3. Sediaan padat : parem, pillis, tapel, koyo/plester dan suppositoria
untuk wasir

2. Suplemen Kesehatan
Suplemen Makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah
terkonsentrasi (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.
HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen
Makanan). Suplemen makanan termasuk dalam kategori produk komplemen
dimana berfungsi untuk melengkapi kebutuhan manusia.

3. Pengujian Obat Tradisional


Sesuai dengan Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 pasal 105 ayat (1)
sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat
Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. Penjelasan Pasal 105 ayat (1) yang

108
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

dimaksud dengan buku standar lainnya adalah kalau tidak ada dalam Farmakope
Indonesia, dapat menggunakan US Pharmacopeia, British Pharmacopeia atau
International Pharmacopeia. Serta pada pasal 105 ayat menyebutkan bahwa sediaan
farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus
memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan. Hal yang menjadi masalah
tercantum pada Permenkes Nomor 007 Tahun 2012, dimana standarisasi obat
tradisional hanya diberlakukan bagi industri obat tradisional yang diproduksi dalam
skala besar. Bagi industri rumah tangga, seperti jamu racik dan jamu gendong masih
dalam tahap pembinaan dan belum diberlakukan hukum pidana.
Seringkali saat ini, ditemukan banyak sediaan obat tradisional mengandung
BKO yang dimasukkan secara sengaja oleh oknum-oknum produsen untuk
meningkatkan efektivitasnya sehingga daya jual dan permintaan dari konsumen
semakin banyak. Namun, hal ini dapat berakibat buruk bagi konsumen dikarenakan
BKO yang terdapat dalam sediaan obat tradisional tersebut tidak diperhitungkan
batas dosis yang seharusnya diberikan dalam sehari sehingga, dapat berpotensi
toksik.
Untuk meminimalkan hal ini dapat terjadi, perlu dilakukan pengujian secara
berkala untuk memastikan bahwa tidak terdapat BKO dalam sediaan yang beredar di
pasaran. Pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar POM diberlakukan
pada produk obat tradisional dan produk komplementer seperti multivitamin dan
produk suplemen yang mengandung simplisia. Sampel yang diterima atau diambil
untuk dilakukan pengujian, dibagi atas dua, yaitu sampel internal dan sampel
eksternal.

109
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Parameter Pengujian Sampel


1) Pengujian Obat Tradisional
Pengujian mutu sampel obat tradisional lebih ditekankan pada parameter uji
yang erat hubungannya dengan keamanan penggunaan obat tradisional. Parameter
untuk sediaan padat (pil, kapsul, tablet) meliputi BKO (Fenilbutazon, Parasetamol,
Natrium Diklofenak, Kafein, dll), kadar air, kadar pengawet, dan waktu hancur.
Parameter sediaan serbuk meliputi, BKO (Fenilbutazon, Parasetamol, Natrium
Diklofenak, Kafein, dll), kadar air, kadar pengawet, dengan syarat tidak boleh
mengandung pengawet. Parameter untuk COD (Cairan Obat Dalam) meliputi:
BKO (Fenilbutazon, Parasetamol, Natrium Diklofenak, Kafein, dll), kadar
pengawet, dan kadar etanol.
2) Pengujian Produk Komplemen
Parameter uji untuk produk komplemen meliputi, penetapan kadar (Sediaan
yang mengandung vitamin), antara lain vitamin B komplek, vitamin C, kadar air,
pengawet, waktu hancur, BKO, antara lain: Ibuprofen, Piroksikam, Sildenafil,
Sibutramin dll, kadar kafein (khusus untuk energy drink), waktu hancur, dan kadar
etanol untuk sediaan cairan obat dalam.
3) Prosedur Pengujian Sampel
Sampel yang diuji adalah semua obat tradisional terdaftar yang ada di pasaran,
misalnya pil, kapsul, serbuk ataupun bentuk-bentuk yang lain. Pengujian yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Uji kemasan, meliputi:
a. Nama obat tradisional
b. Nomor registrasi (9 digit), Nomor batch/Kode produksi, Kadaluarsa
c. Ada logo jamu, obat herbal terstandar atau fitofarmaka.
d. Nama pabrik dan kota.
e. Komposisi obat tradisional.
2. Uji kimia secara kualitatif, meliputi identifikasi pengawet, identifikasi bahan

110
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

kimia obat.
3. Uji kimia secara kuantitatif atau kualitatif, meliputi identifikasi atau
penetapan kadar methanol/etanol, identifikasi atau penetapan kadar
pengawet.
4. Uji lain seperti:
a. Kadar air <10%.
b. Cemaran logam berat <50 bpj.
c. Waktu hancur untuk sediaan pil, tablet/tablet salut, kapsul
d. Kadar aflatoksin

Tahap uji obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat:


1. KLT
2. Spektrofotometri.
3. Uji dengan minimal dua eluen, jika Rf-nya sama dengan Rf dari bahan
baku pembanding maka diduga positif mengandung bahan kimia tertentu
(baku pembanding didapat dari PPOMN).
4. HPLC atau GC untuk penetapan identifikasi BKO.
Sesuai dengan Permenkes RI No. 006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha
Obat Tradisional, obat tradisional wajib didaftarkan untuk melindungi masyarakat
terhadap hal-hal yang mengganggu atau merugikan masyarakat dari beredarnya
produk obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan
kemanfaatan. Proses produksinya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan,
tidak mengandung bahan kimia obat serta tidak mengandung obat keras atau
narkotika/psikotropika. Setiap obat tradisional yang diproduksi dan diedarkan harus
didaftarkan di Badan POM kecuali obat tradisional dalam bentuk rajangan, pilis,
tapel, parem, jamu racikan dan jamu gendong.
Apabila dalam pengujian ditemukan sampel yang tidak memenuhi
syarat/TMS, maka dalam kurun waktu 3x24 jam harus dilaporkan ke PPOMN beserta
pengiriman sampelnya untuk dilakukan pemeriksaan ulang di PPOMN dan

111
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

penindaklanjutan kasus tersebut. Dalam laporan bulanan, semua produk yang diuji di
Balai Besar POM baik produk yang memenuhi syarat/MS maupun yang TMS harus
dilaporkan ke Badan POM.

III. Laboratorium Kosmetika


Kosmetika merupakan bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau
gigi dan membran mukosa mulut, dengan tujuan untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan,atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik, tetapi tidak bertujuan untuk mengobati atau
menyembuhkan penyakit. Bentuk sediaan kosmetika memiliki senyawa aktif yang
mendukung dari kegunaan sediaan kosmetika tersebut, oleh karena itu, selain sebagai
syarat keamanan, makan parameter pengujian juga diarahkan pada pengujian zat
aktif.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1 .23.08.11.07331 tahun 2011 tentang Metode Analisis
Kosmetika Pasal 2, ruang lingkup metode analisis yang dilakukan adalah melakukan
pengujian cemaran mikroba, pengujian logam berat, pengujian beberapa bahan yang
dilarang digunakan dalam kosmetika dan pengujian beberapa bahan pengawet yang
digunakan dalam kosmetika.
Parameter pengujian dalam laboratorium pengujian kosmetika, dibagi menjadi
dua, yaitu bahan yang dilarang dan dibatasi. Bahan-bahan yang dilarang dalam
penggunaannya, meliputi logam Hg, asam retinoat, bahan pewarna seperti Jingga K1
(Pigment Orange 5), Kuning Metanil, Merah K10 (Rhodamine B), hidrokinon,
kortikosteroid. Bahan-bahan yang dalam penggunaannya dibatasi, menurut Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 17 tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas dan Makanan
HK.03.1.23.07.11 .6662 tahun 2011 tentang Perubahan atas peraturan persyaratan

112
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetika, logam berat yang dimaksud
pada pasal 4 ayat (2) meliputi cemaran logam berat As (tidak lebih dari 5 mg/kg atau
5 mg/L), Cd (tidak lebih dari 5 mg/kg atau 5 mg/L), Pb (tidak lebih dari 20 mg/kg
atau 20 mg/L) dan Hg (tidak lebih dari 1 mg/kg atau 1 mg/L) analisisnya
menggunakan metode ICPS (Inductively Coupled Plasma) atau AAS (Atomic
Absorption Spectroscopy), pengawet menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2015 Tentang Teknis Bahan
Kosmetika, pada pasal 1 ayat (4) pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang
digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh
mikroorganisme, contoh pengawet seperti metilparaben, etilparaben, propilparaben,
butilparaben, 2-fenoksietanol, Ethyl Lauroyl arginate HCL.

2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya


Pengertian Pangan:
Pengertian pangan menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan Pasal 1, bahwa segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan,
perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman.
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7
Tahun 2018 tentang Bahan Baku yang Dilarang dalam Pangan Olahan, pada
pasal 3 mengatakan bahwa Pangan Olahan yang diproduksi atau dimasukkan
untuk diedarkan di wilayah Indonesia dilarang menggunakan Bahan Baku
yang dapat mengganggu, merugikan, dan/ atau membahayakan; dan Bahan
Baku yang mengandung narkotika, psikotropika, nikotin, tumbuhan yang

113
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

dilindungi, dan/atau satwa yang dilindungi.


Menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 83
menyatakan bahwa:
1. Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan
cemaran yang membahayakan kesehatan manusia.
2. Pengemasan Pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat
menghindarkan terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran.
3. Ketentuan mengenai Kemasan Pangan, tata cara pengemasan Pangan, dan bahan
yang dilarang digunakan sebagai Kemasan Pangan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 90


menyatakan bahwa:
1. Setiap orang dilarang mengedarkan pangan tercemar.
2. Pangan tercemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Pangan yang:
a. mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat membahayakan
kesehatan atau jiwa manusia;
b. mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang
ditetapkan;
c. mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses
Produksi Pangan;
d. mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung
bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai;
e. diproduksi dengan cara yang dilarang; dan/atau
f. sudah kedaluwarsa.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun


2019 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke

114
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP yang digunakan
dalam pangan terdiri atas beberapa golongan sebagai berikut:
1. Anti buih (Antifoaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah
atau mengurangi pembentukan buih.
2. Anti kempal (Anticaking Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah
mengempalnya produk pangan.
3. Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau
menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi.
4. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
membentuk karbonasi di dalam pangan.
5. Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt) adalah bahan tambahan pangan untuk
mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak.
6. Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas) adalah bahan tambahan pangan berupa gas,
yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat maupun setelah
kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan dan
melindungi pangan dari kerusakan.
7. Humektan (Humectant) adalah bahan tambahan pangan untuk mempertahankan
kelembaban pangan.
8. Pelapis (Glazing Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi permukaan
pangan sehingga memberikan efek perlindungan dan/atau penampakan mengkilap.
9. Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan
pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan.
a. Pemanis Alami (Natural Sweetener) adalah pemanis yang dapat ditemukan
dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi.
b. Pemanis buatan (Artificial Sweetener) adalah pemanis yang diproses secara
kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam.

115
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

10. Pembawa (Carrier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk
memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan pangan lain
atau zat gizi di dalam pangan dengan cara melarutkan, mengencerkan,
mendispersikan atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan lain atau
zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak mempunyai efek teknologi pada
pangan.
11. Pembentuk Gel (Gelling Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk
gel.
12. Pembuih (Foaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk atau
memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair atau
padat.
13. Pengatur keasaman (Acidity Regulator) adalah bahan tambahan pangan untuk
mengasamkan, menetralkan dan/atau mempertahankan derajat keasaman pangan.
14. Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap
pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
15. Pengembang (Raising Agent) adalah bahan tambahan pangan berupa senyawa
tunggal atau campuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan volume
adonan.
16. Pengemulsi (Emulsifier) adalah bahan tambahan pangan untuk membantu
terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak
tercampur seperti minyak dan air.
17. Pengental (Thickener) adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan
viskositas pangan.
18. Pengeras (Firming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkeras,
atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran, atau berinteraksi dengan bahan
pembentuk gel untuk memperkuat gel.

116
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

19. Penguat Rasa (Flavour enhancer) adalah bahan tambahan pangan untuk
memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan
pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru.
20. Peningkat Volume (Bulking Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
meningkatkan volume pangan.
21. Penstabil (Stabilizer) adalah bahan tambahan pangan untuk menstabilkan sistem
dispersi yang homogen pada pangan.
22. Peretensi Warna (Colour Retention Agent) adalah bahan tambahan pangan yang
dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna pangan
tanpa menimbulkan warna baru.
23. Perisa (Flavouring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat
dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk
memberi flavour dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam.
24. Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) adalah bahan tambahan pangan yang
ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau
pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang
tepung.
25. Pewarna (Colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan
pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan,
mampu memberi atau memperbaiki warna.
a. Pewarna Alami (Natural Colour) adalah Pewarna yang dibuat melalui proses
ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan,
mineral atau sumber alami lain, termasuk Pewarna identik alami.
b. Pewarna Sintetis (Synthetic Colour) adalah Pewarna yang diperoleh secara
sintesis kimiawi.

117
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

26. Propelan (Propellant) adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk
mendorong pangan keluar dari kemasan.
27. Sekuestran (Sequestrant) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion
logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas
dan kualitas pangan.
Bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan:
1. Formalin (Formaldehyde)
2. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)
3. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)
4. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
5. Dulsin (Dulcin)
6. Kalium bromat (Potassium bromate)
7. Kalium klorat (Potassium chlorate)
8. Kloramfenikol (Chloramphenicol) Sebaiknya disebutkan golongan antibiotik
terus di berikan contoh yang sering di pakai untuk penyalahgunaan
9. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
10. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
11. Dulkamara (Dulcamara)
12. Kokain (Cocaine)
13. Nitrobenzen (Nitrobenzene)
14. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)
15. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
16. Biji tonka (Tonka bean)
17. Minyak kalamus (Calamus oil)
18. Minyak tansi (Tansy oil)
19. Minyak sasafras (Sasafras oil)

118
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Tugas Pokok Bidang Pengujian Pangan:


Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 14 Tahun 2014 Pasal 8,
bahwa bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang
pangan, dan bahan berbahaya.
Sampel Pangan
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pendaftaran Pangan Olahan setiap Pangan olahan yang di produksi di dalam
negeri atau yang diimport untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib
memiliki Izin Edar. Kemasan eceran merupakan kemasan akhir pangan yang tidak
boleh dibuka untuk dikemas kembali dan diperdagangkan. Izin edar tersebut
diterbitkan oleh Kepala Badan POM. Selain itu pangan olahan dalam kemasan eceran
yang memerlukan izin edar, yaitu :
a. Pangan fortifikasi;
b. Pangan SNI wajib;
c. Pangan program pemerintah;
d. Pangan yang ditujukan untuk uji pasar; dan/atau
e. BTP.
Sedangkan pangan olahan yang tidak memerlukan izin edar, yaitu :
1. Pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga pangan, tetapi wajib
memiliki sertifikat produksi pangan;
2. Pangan olahan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari;
3. Pangan olahan yang diimpor dalam jumlah kecil berdasarkan hasil kajian atas
permohonan surat keterangan impor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk keperluan :
1. Sampel dalam rangka pendaftaran;
2. Penelitian;

119
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

3. Konsumsi sendiri;
4. Pangan Olahan yang digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku dan tidak dijual
secara langsung kepada konsumen akhir;
5. Pangan Olahan yang dikemas dalam jumlah besar dan tidak dijual secara
langsung kepada konsumen akhir;
6. Pangan yang dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil
sesuai permintaan konsumen;
7. Pangan siap saji; dan/atau
8. Pangan yang hanya mengalami pengolahan minimal (pasca panen) meliputi
pencucian, pengupasan, pengeringan, penggilingan, pemotongan, penggaraman,
pembekuan, pencampuran, dan/atau blansir serta tanpa penambahan Bahan
Tambahan Pangan (BTP), kecuali BTP untuk penelitian.
Penggolongan pangan olahan dapat dibedakan berdasarkan tempat produksinya,
yaitu:
a. Pangan Olahan yang diproduksi di Indonesia dapat dibedakan menjadi:
1. Pangan Olahan yang diproduksi sendiri.
2. Pangan Olahan yang diproduksi berdasarkan kontrak (toll
manufacturing / makloon).
Jika pangan olahan diproduksi sendiri maka pendaftaran dapat diajukan oleh
produsen, sedangkan jika pangan olahan diproduksi berdasarkan kontrak maka
yang mengajukan pendaftaran yang memberikan kontrak.
b. Pangan Olahan yang diproduksi di negara lain dan diimpor ke dalam wilayah
Indonesia.
Sebelum dilakukan pendaftaran pangan olahan yang akan didaftarkan
harus memenuhi parameter keamanan, mutu, dan gizi sebagai berikut:
1. Parameter keamanan, yaitu cemaran fisik, batas maksimum cemaran
mikroba, dan cemaran kimia serta persyaratan BTP dan bahan penolong
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

120
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2. Parameter mutu, yaitu pemenuhan persyaratan mutu sesuai dengan standar


dan persyaratan yang berlaku;
3. Parameter gizi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, pangan
olahan yang didaftarkan juga harus memenuhi persyaratan label, cara
produksi pangan olahan yang baik, cara distribusi pangan olahan yang baik
dan cara ritel pangan olahan yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengajuan pendaftaran untuk setiap pangan olahan dan
juga termasuk yang memiliki perbedaan dalam hal berikut :
a. Jenis pangan;
b. Jenis kemasan;
c. Komposisi;
d. Nama dan/atau alamat sarana produksi di wilayahIndonesia;
e. Nama dan/atau alamat sarana produksi asal di luar negeri;
f. Nama dan/atau alamat importir/distributor; dan/atau
g. Desain label.
Pangan Olahan yang didaftarkan menggunakan bahan kemasan, nama jenis
pangan, bahan baku, BTP, dan/atau mencantumkan klaim yang belum diatur
dalam peraturan perundang-undangan, dilakukan pengkajian terlebih dahulu
Kategori Produk Pangan
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Kategori Pangan Pasal 2 ayat (2), kategori pangan terdiri atas:
a. Kategori Pangan 01.0 Produk-produk susu dan analognya, kecuali yang termasuk
Kategori Pangan 02.0;
b. Kategori Pangan 02.0 Lemak, minyak, dan emulsi minyak;
c. Kategori Pangan 03.0 Es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet);
d. Kategori Pangan 04.0 Buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk
kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian;
e. Kategori Pangan 05.0 Kembang gula/permen dan cokelat;

121
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

f. Kategori Pangan 06.0 Serealia dan produk serealia yang merupakan produk
turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam
batang tanaman), tidak termasuk produk bakteri dari kategori pangan 07.0 dan
tidak termasuk kacang dari kategori pangan 04.2.1 dan kategori pangan 04.2.2;
g. Kategori Pangan 07.0 Produk bakeri;
h. Kategori Pangan 08.0 Daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan
daging hewan buruan;
i. Kategori Pangan 09.0 Ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase,
ekinodermata, serta amfibi dan reptil;
j. Kategori Pangan 10.0 Telur dan produk-produk telur;
k. Kategori Pangan 11.0 Pemanis, termasuk madu;
l. Kategori Pangan 12.0 Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein;
m. Kategori Pangan 13.0 Produk pangan untuk keperluan gizi khusus;
n. Kategori Pangan 14.0 Minuman, tidak termasuk produk susu;
o. Kategori Pangan 15.0 Makanan ringan siap santap; dan
p. Kategori Pangan 16.0 Pangan campuran (komposit), yaitu Pangan yang tidak
termasuk dalam Kategori Pangan 01.0 sampai dengan Kategori Pangan 15.0.
A. Aspek Pengujian Produk Susu dan Analognya
Tabel 3.6 Pengujian Produk Susu dan Analognya
Produk Pangan Pengujian Sampel
Susu dan Analognya Penetapan Kadar Cemaran
Logam Pb
Penetapan Kadar Aflatoksin M1
Penetapan kadar sakarin
Penetapan kadar siklamat
Identifikasi pewarna

122
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

B. Aspek Pengujian Produk Lemak, Minyak, dan Emulsi


Tabel 3.7 Pengujian Produk Lemak, Minyak, dan Emulsi
Produk Pangan Pengujian Sampel
Lemak Penetapan Kadar BHA, BHT,
TBHQ, dan identifikasi pewarna

Minyak Penetapan Kadar BHA, BHT,


TBHQ, FFA (Asam lemak
bebas), bilangan peroksida,
identifikasi pewarna dan
penetapan kadar vitamin A

C. Aspek Pengujian Buah dan Sayur


Tabel 3.8 Pengujian Buah dan Sayur
Produk Pangan Pengujian Sampel
Buah dan Sayur Penetapan Kadar Cemaran
Logam Pb
Penetapan Kadar Asam sorbat
Penetapan kadar asam benzoat
Penetapan kadar sakarin
Penetapan kadar siklamat
Penetapan kadar Aspartam
Penetapan kadar Acesulfan
Identifikasi warna
Sayur Kaleng Penetapan Cemaran Logam Pb
Penetapan kadar sakarin
Penetapan kadar siklamat
Penetapan kadar aspartam

123
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

D. Aspek Pengujian Produk Kembang Gula


Menurut Peraturan Kepala BPOM RI NO. 21 Tahun 2016 tentang Kategori
Pangan, bahwa Kembang Gula Keras/Permen Keras/Hard Candy/Boiled Sweet
Kembang gula keras/permen keras/hard candy/boiled sweet adalah produk
berbentuk padat yang terbuat dari gula dengan atau tanpa penambahan pemanis
lain, dengan atau tanpa penambahan pangan lain. Produk ini bertekstur keras
dan tidak menjadi lunak apabila dikunyah. Kembang Gula Lunak/Permen
Lunak Kembang gula lunak/permen lunak adalah kembang gula/permen yang
bertekstur relatif lunak apabila dikunyah. Dapat dilapisi dengan pelapis gula
atau cokelat atau bahan lainnya.
1. Penetapan Kadar Air
2. Penetapan Gula Reduksi
3. Penetapan Sakarosa
4. Penetapan Cemaran Logam
5. Penetapan Cemaran Arsen (As)
6. Cemaran Mikroba
7. Penetapan Kadar Sakarin
8. Penetapan Kadar Siklamat
9. Penetapan Kadar Aspartam
10. Pewarna
11. Formalin

E. Aspek Pengujian Produk Tepung Terigu


1. Penetapan Kadar Air
2. Penetapan Kadar Abu
3. Penetapan Kadar Protein
4. Penetapan Kadar Fe, Zn, Vitamin B1, B2

124
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

5. Penetapan Cemaran Logam (Pb, Hg, Cd)


6. Penetapan Cemaran Arsen (As)
7. Keasaman

F. Aspek Pengujian Produk Daging Unggas dan Hewan


Tabel 3.9 Pengujian Produk Daging Unggas dan Hewan
Produk Pangan Pengujian Sampel
Daging Unggas dan Hewan Penetapan Kadar Cemaran logam
Pb, As, Hg, Cd
Penetapan Kadar Nitrit
Penetapan kadar pewarna
Penetapan kadar boraks
Penetapan kadar formalin

G. Aspek Pengujian Produk Ikan dan Perikanan


Tabel 3.10 Pengujian Produk Ikan dan Perikanan
Produk Pangan Pengujian Sampel
Ikan dan Produk Perikanan Penetapan Kadar Cemaran logam
Pb, As, Hg, Cd
Penetapan Kadar Histamin
Penetapan kadar Formalin
Penetapan kadar boraks
Penetepan kadar MethanylYellow
Penetapan Kadar rhodamin B
Penetapan kadar siklamat
Perhitungan bobot tuntas

125
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

H. Aspek Pengujian Produk Garam


Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia nomor 5 Tahun 2018 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam
Berat dalam Pangan Olahan, aspek pengujian produk garam yaitu Penetapan
kadar cemaran logam As, Pb, Hg, Cd.
I. Aspek Pengujian Produk Berperisa
Tabel 3.11 Pengujian Produk Berperisa
Produk Pangan Pengujian Sampel
Minuman berperisa Penetapan Kadar Cemaran logam Pb,
As, Hg, Cd
Penetapan Kadar Aspartam
Penetapan kadar Acesulfham K
Penetepan kadar Sakarin
Penetapan kadar siklamat
Penetapan kadar asam benzoat
Penetapan kadar sorbat
Penetapan kadar kafein
Identifikasi dan Penetapan Kadar
Pewarna

3. Bidang Pengujian Mikrobiologi


Tugas Pokok Bidang Pengujian Mikrobiologi:
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 14 Tahun 2014 Pasal 8,
bahwa bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu secara Mikrobiologi.

126
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia di bagian pengujian mikrobiologi ada 13 orang
meliputi 1 orang yang bertanggungjawab sebagai Kepala Bidang laboratorium
Pengujian Mikrobiologi, serta 12 orang lainnya yang bertugas sebagai anggota dan
staff. Pembagian tanggungjawab dalam menangani sampel pada laboratorium
pengujian mikrobiologi didasarkan pada tingkat kesulitan pengujian, experience
serta tingkat pendidikan dari anggota. Sehingga untuk penanganan sampel dapat
dibagimenjadi:Ahli Muda, AhliPertama, AhliMadya, dan Ahli Utama.

Jenis-Jenis Sampel dan Parameter Pengujian


Jenis sampel yang dianalisa di laboraturium mikrobiologi berdasarkan
asalnya diklasifikasikan menjadi 4 sampel, yaitu:
1. Sampel rutin (Anggaran DIPA)
Sampel rutin yang disampling terkait pemeriksaan rutin terhadap produk
yang beredar di masyarakat.
2. Sampel pihak ke III (PNBP)
Permintaan uji sampel oleh pihakdiluar BPOM seperti industri pangan
farmasi untuk yang ingin mengujikan produknya kepada BPOM.
3. Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) Permintaan pemeriksaan sampel
Sampel yang diujikan oleh Lembaga diluar BPOM seperti dinas kesehatan,
puskesmas, gudang farmasi
4. Kasus / BB (KLB)
Sampel ini berdasarkan temuan Bidang PP atau kejadian di
masyarakat, seperti kasus keracunan di masyarakat akibat makanan
tertentu.

127
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Parameter uji produk yang digunakan dalam pengujian adalah berdasarkan


pada masing-masing produk yang akan diuji. Berikut adalah parameternya:
1. Produk makanan
a. Uji AngkaLempeng Total (ALT)
b. Uji AngkaKapang – Khamir (AKK)
c. Uji MPN Coliform
d. Uji MPN Escherichia coli
e. Uji AngkaEnterobacteracceae
f. Identifikasi dan Angka Staphylococcus aureus
g. Identifikasi dan Angka Clostrium perfringens
h. Angka Enterococcus
i. Identifikasi Salmonella sp
j. Identifikasi Pseudomonas aeruginosa
k. Identifikasi dan Angka Bacillus cereus
l. Identifikasi Vibrio sp
m. Identifikasi Enterobacter sakazakii
n. IdentifikasiListeria monocytogenes
2. Alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga
a. Analisa Produk Alat Kesehatan: Uji Sterilitas, Uji Endotoksin (LAL)
b. Analisa Produk Perbekalan Rumah Tangga: Uji KoefisienFenol
3. Produk Obat
a. Uji Potensi Antibiotik
b. Uji Sterilitas
c. Uji Endotoksin (LAL)
4. Produk Kosmetik
a. Uji Angka Lempeng Total
b. Identifikasi Pseudomonas aeruginosa
c. Identifikasi Staphylococcus aureus

128
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

d. Identifikasi Candida albicans


e. Uji Angka Kapang Khamir
5. Produk Obat Tradisional
a. Uji Angka Lempeng Total
b. Uji Angka Kapang Khamir
c. Identifikasi Escherichia coli
d. Identifikasi Staphylococcus aureus
e. Identifikasi Salmonella sp
f. Identifikasi Pseudomonas aureginosa
g. Identifikasi Shigella sp.
6. Produk Suplemen Kesehatan
a. Uji Angka Lempeng Total
b. Uji Angka Kapang Khamir
c. Identifikasi Escherichia coli
d. Uji Angka Enterobacteracceae
e. Identifikasi Salmonella sp

Standar Acuan
Standar acuan yang digunakan pada laboratorium mikrobiologi BPOM adalah SNI,
Peraturan Kepala Badan POM (PERKA BPOM), USP (United States Pharmacopeia),
FI (Farmakope Indonesia), dan buku resmi lainnya.
Kategori Produk Pangan di Laboraturium Mikrobiologi
Kategori Produk Pangan yang diuji oleh laboraturium mikrobiologi BPOM :
1. Produk-Produk Susu dan Analognya
Termasuk semua jenis produk susu yang diperoleh dari susu hewan penghasil
susu (contohnya sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, dan lain - lain).
2. Krim dan Sejenisnya
3. Susu Bubuk dan Krim Bubuk dan Bubuk Analog

129
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

4. Keju dan Keju Analog


5. Makanan Pencuci Mulut Berbahan Dasar Susu
6. Whey dan Produk Whey

Metode Analisa Mikrobiologi Pangan


Untuk menganalisa mikroorganisme yang terdapat dalam sampel, digunakan
beberapa metode analisa.
Berikut adalah metode Analisa mikrobiologi pangan:
1. Metode konvensional
Meliputi metode tuang, tabung, gores, konfirmasi biokimia
2. Metode kuantitatif
Meliputi Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Khamir (AKK),
Angka Paling Mungkin (APM) Koliform, Angka Paling Mungkin (APM) E.
Coli, Angka Entero bacteriacea, Angka E.coli, Angka Staphylococcus aureus,
Angka Bacillus cereus, dan Angka Enterococcus.
3. Metode kualitatif
Meliputi identifikasi Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella sp,
Bacillus cereus, Enterobacter sakazakii, Enterococcus/Streptococcus, Vibrio
parahaemolyticus, Vibrio cholerae,Clostridium perfringens, Listeria
monocytogenes, dan Pseudomonas aeruginosa.
4. Metode cepat (rapid)
Meliputi API test, ELISA reader, dan PCR (Polymerase Chain Reaction).

130
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Jenis dan Batas Cemaran Mikroba dalam Makanan


Cemaran mikrobaadalah cemaran dalam makanan yang berasal dari mikroba
yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Jenis dan batas
cemaran mikroba dalam makanan diatur dalamPerKa BPOM. Berdasarkan PerKa
BPOM No 16 Tahun 2016 tentang KriteriaMikrobiologi dalam pangan olahanadalah
sebagai berikut :
Tabel 3.12 Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan Olahan

131
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

132
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Kosmetika, Syarat Mikrobiologi, dan ObatTradisional


A. Kosmetika
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital
bagian luar), atau gigi dan membrane mukosa mulut, terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Sedangkan cemaran adalah
sesuatu yang masuk kedalam produk secara tidak disengaja dan tidak dapat dihindari

133
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

yang berasal dari proses pengolahan, penyimpanan dan/atau terbawa dari bahan baku
(PerKa BPOM, 2011).

B. Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Bahan baku dan
produk jadi wajib memenuhi persyaratan mutu. Persyaratan mutu untuk bahan baku
tercantum dalam Materia Medika Indonesia dan Farmakope Herbal Indonesia.
Sedangkan untuk produk jadi berdasar penggunaannya dapat berupa obat luar dan
obat dalam (PerKaBPOM No. 12 Tahun 2014).

Persyaratan Mikrobiologi
A. OBAT DALAM
Rajangan yang diseduh dengan air panas sebelum digunakan.
Cemaran mikroba
1) Angka Lempeng Total: ≤ 106 koloni/g
2) Angka Kapang Khamir: ≤ 104 koloni/g
3) Escherichia coli: negatif/g
4) Salmonella spp: negatif/g
5) Pseudomonas aeruginosa: negatif/g
6) Staphylococcus aureus: negatif/g

Rajangan yang direbus sebelum digunakan.


Cemaran mikroba
1) Angka Lempeng Total: ≤ 107 koloni/g
2) Angka Kapang Khamir: ≤ 104 koloni/g
3) Escherichia coli: negatif/g

134
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

4) Salmonella spp: negatif/g


5) Pseudomonas aeruginosa: negatif/g
6) Staphylococcus aureus: negatif/g
Serbuk Simplisia yang diseduh dengan air panas sebelum digunakan
Cemaran mikroba
1) Angka Lempeng Total: ≤ 106 koloni/g
2) Angka Kapang Khamir: ≤ 104 koloni/g
3) Escherichia coli: negatif/g
4) Salmonella spp: negatif/g
Sediaan Lainnya, yang termasuk ke dalam sediaan lainnya ialah Serbuk
Instan, granul, serbu Efervesen, Pil, Kapsul, Kapsul Lunak, Tablet/kaplet,
Tablet Effervescent, tablet hisap, Pastiles, Dodol/Jenang, Film Strip dan Cairan
Obat Dalam.
Cemaran mikroba
1) Angka Lempeng Total: ≤ 104 koloni/g
2) Angka Kapang Khamir: ≤ 103 koloni/g
3) Escherichia coli: negatif/g
4) Salmonella spp: negatif/g
5) Shigella spp: negatif/g
6) Pseudomonas aeruginosa: negatif/g
7) Staphylococcus aureus: negatif/g

B. OBAT LUAR

Sediaan Cair (Cairan Obat Luar)


Cemaran mikroba
1) Angka Lempeng Total
2) Cairan Obat Luar dan Parem cair
3) Cairan Obat Luar untuk luka

135
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Angka Kapang Khamir


1) Cairan Obat Luar berupa minyak : tidak dipersyaratkan
2) Cairan Obat Luar non minyak dan parem cair : ≤ 102 koloni/mL
3) Cairan Obat Luar untuk luka : negatif/ml

Staphylococcus aureus. Cairan Obat Luar untuk luka: negatif/mL


Pseudomonas aeruginosa. Cairan Obat Luar untuk luka: negatif/mL
Sediaan Semi Padat (Salep, Krim).
Cemaran mikroba
1) Angka lempeng total
a. Salep, Krim
b. Cemaran mikroba: ≤ 103 koloni/g
c. Salep, Krim untuk Luka: negative
2) Staphylococcus aureus
Salep, Krim untuk luka: negatif/g
3) Pseudomonas aeruginosa
Salep, Krim untuk luka: negatif/g
Sediaan Padat (Parem, Pilis, Tapel, Koyok/Plester, Supositoria untuk wasir
1) Angka Lempeng Total
a. Parem, Pilis, Tapel, Koyok/Plester: ≤ 105 koloni/g
b. Supositoria: ≤ 103 koloni/g
2) Angka Kapang Khamir
a. Parem, Pilis, Tapel, Koyok/Plester: ≤ 104 koloni/g
b. Supositoria: ≤ 102 koloni/g

Tahap Pengujian Mikrobiologi


Tahapan pengujian mikrobiologi terdiri dari 6 tahap yaitu:
a. Pembuatan media (Sterilisasi media)
b. Sterilisasi alat dan glassware
c. Penyiapan sampel / contoh uji

136
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

d. Penyiapan control positif


e. Pengujian sampel
f. Pelaporan hasil pengujian

4. Sistem Manajemen Mutu Balai Besar POM Surabaya

Pada September 2015, Balai Besar POM Surabaya diberi waktu selama tiga
tahun (September 2018) untuk mengubah Sistem Manajemen Mutu-Persyaratan dari
SNI ISO 9001-2008 menjadi Standar internasional ISO 9001:2015. Setelah diaudit
dalam kurun waktu tiga tahun tersebut tidak ditemukan adanya kesalahan dalam
sistem manajemen mutu Balai Besar POM Surabaya, sehingga ISO 9001:2015 dapat
diterapkan pada tahun 2018 dengan tujuan dapat memastikan bahwa semua proses
bisa meningkat dengan standar-standar yang terdapat dalam Standar Internasional
ISO 9001:2015. Standar Internasional ISO 9001:2015 diakreditasi oleh KAN (Komite
Akreditasi Nasional).
Penerapan sistem manajemen mutu adalah suatu keputusan strategis
organisasi untuk meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan dan menyediakan dasar
inisiatif pembangunan berkelanjutan. Manfaat potensial suatu organisasi yang
menginplementasikan sistem manajemen kualitas berdasarkan standar internasional
adalah:
1. Kemampuan untuk menyediakan produk dan jasa secara konsisten yang
memenuhi kebutuhan pelanggan dan persyaratan hukum serta peraturan yang
berlaku.

2. Memfasilitasi peluang untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

3. Menangani risiko dan peluang yang terkait dengan konteks dan tujuannya.

4. Kemampuan untuk menunjukkan kesesuaian persyaratan sistem manajemen


mutu yang ditentukan

137
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Gambar 3.14 ISO/FDIS 9001:2015 Certification Transition Timeline

Prinsip Manajemen Mutu


Standar Internasional ini berdasarkan prinsip-prinsip manajemen mutu yang
dijelaskan dalam ISO 9000. Penjelasan tersebut termasuk sebuah pernyataan dari
setiap prinsip, sebuah alasan rasional mengapa prinsip adalah penting bagi suatu
organisasi, beberapa contoh manfaat yang terkait dengan prinsip dan contoh atas

138
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

tindakan-tindakan khas untuk meningkatkan kinerja organisasi ketika menerapkan


prinsip tersebut. Prinsip-prinsip manajemen mutu tersebut adalah :
1. Fokus kepada pelanggan

2. Kepemimpinan

3. Keterlibatan orang

4. Pendekatan proses

5. Peningkatan

6. Pengambilan keputusan berbasis bukti

7. Manajemen hubungan.
Standar Internasional ini menggunakan pendekatan proses, yang
menggabungkan siklus Plan, Do, Check and Action (PDCA) dan pemikiran berbasis
risiko. Siklus PDCA menggerakkan sebuah organisasi untuk memastikan bahwa
proses-proses mendapat sumber daya dan pengelolaan secara sesuai, dan peluang
untuk peningkatan dapat ditentukan dan dilakukan.

Gambar 3.15 Siklus PDCA (Plan, Do, Check and Action)

139
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Siklus PDCA dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:


1. Rencana (plan): menetapkan sasaran dari sistem, proses dan sumber
daya yang dibutuhkan dalam rangka memberikan hasil yang sesuai
dengan persyaratan pelanggan serta kebijakan organisasi, identifikasi
dan menangani risiko maupun peluang.

2. Lakukan (do): menerapkan apa yang direncanakan.

3. Periksa (check): memantau, (jika sesuai) mengukur proses-proses dan


menghasilkan produk ataupun jasa terhadap kebijakan, sasaran,
persyaratan dan akitivitas yang direncanakan, lalu melaporkan hasilnya.

4. Tindak lanjut (action): mengambil tindakan untuk meningkatkan kinerja


proses yang diperlukan.

Struktur dan Terminologi


Struktur klausul (yaitu urutan klausul) dan beberapa terminologi edisi Standar
Internasional ini dibandingkan dengan edisi sebelumnya (ISO 9001: 2008), telah
diubah untuk meningkatkan keselarasan dengan standar sistem manajemen lainnya.
Tidak ada persyaratan dalam Standar Internasional ini mengenai struktur dan
terminologi untuk diterapkan pada informasi terdokumentasi pada sistem manajemen
mutu organisasi.
Struktur klausul ini dimaksudkan untuk memberikan presentasi yang sesuai
dengan persyaratan, daripada model untuk mendokumentasikan kebijakan, tujuan dan
proses organisasi. Struktur dan isi informasi terdokumentasi yang terkait dengan
sistem manajemen mutu sering menjadi lebih relevan dengan penggunanya jika
berhubungan dengan proses dioperasikan oleh organisasi dan informasi
dipertahankan untuk tujuan lain. Tidak ada persyaratan untuk istilah yang digunakan
oleh suatu organisasi harus diganti dengan istilah yang digunakan dalam Standar
Internasional untuk menentukan persyaratan sistem manajemen mutu.
Organisasi dapat memilih untuk menggunakan istilah yang sesuai dengan

140
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

operasionalnya (misalnya menggunakan "catatan", "dokumentasi" atau "protokol"


daripada "Informasi terdokumentasi", atau "pemasok", "mitra" atau "penjual"
daripada "penyedia eksternal"). Berikut merupakan perbedaan utama dalam
terminologi antara edisi Standar Internasional 9001:2015 dengan edisi 9001:2008:
Tabel 3.13 Perbedaan Utama Terminologi ISO 9001:2008 dan ISO
9001:2015
ISO 9001: 2008 ISO 9001: 2015
Produk Produk dan layanan
Pengecualian Tidak digunakan
Dokumentasi, manual mutu, Wakil manajemen tidak digunakan
prosedur terdokumentasi, catatan (tanggung jawab yang sama
ditugaskan tetapi tidak ada
persyaratan untuk perwakilan
manajemen tunggal)
Lingkungan Informasi terdokumentasi
Alat pantau dan ukur kerja Lingkungan untuk proses
operasional
- Pemantauan dan pengukuran
sumber daya
Pembelian produk Produk dan layanan disediakan
oleh pihak eksternal
Supplier Penyedia eksternal

141
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Tabel 3.14 Perbandingan Persyaratan Pendahulaun ISO 9001:2008 dan


ISO 9001:2015
ISO 9001: 2008 ISO 9001: 2015
1. Ruang lingkup 1. Ruang lingkup
2. Acuan normatif 2.Acuan normatif
3. Istilah dan definisi 3.Istilah dan definisi
4. System manajemen mutu 4.Konteks organisasi
5. Tanggung jawab 5.Kepemimpinan
manajemen
6. Pengelolaan sumber daya 6.Perencanaan
7. Realisasi produk 7.Dukungan
8. Pengukuran, analisis, dan 8.Operasional
peningkatan
9.Evaluasi kinerja
10.Peningkatan

Standar Internasional ISO 9001:2015 menerapkan kerangka kerja yang


dikembangkan oleh ISO untuk meningkatkan keselarasan antar standar internasional
untuk sistem manajemen.. Standar Internasional ini berkaitan dengan ISO 9000 dan
ISO 9004 sebagai berikut:
1. ISO 9000 Sistem manajemen mutu. Dasar dan kosa kota yang memberikan
latar belakang penting untuk pemahaman yang tepat dan pelaksanaan Standar
Internasional ini.
2. ISO 9004 Pengelolaan untuk sukses berkelanjutan dari suatu organisasi.
Sebuah pendekatan manajemen mutu yang memberikan panduan untuk
organisasi yang memilih untuk maju melebihi persyaratan dari Standar
Internasional ini.

142
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

BAB IV
HASIL KUNJUNGAN

4.1 LABORATORIUM OBAT DAN NAPZA


Pemeriksaan atas obat-obat terapetik, obat-obat golongan narkotika dan
psikotropika, serta pencegahan pemalsuan obat merupakan bagian tugas dari
laboratorium Balai Besar POM di Surabaya, di mana wilayah pengambilan sampel
yang dilakukan mencakup seluruh wilayah Jawa Timur. Laboratorium obat dan napza
merupakan salah satu laboratorium yang termasuk dalam laboratorium Teranokoko.
Tugas dari laboratorium obat dan napza adalah melakukan pengawasan terhadap
produk obat dan napza yang telah memiliki registrasi izin edar dan telah beredar
dimasyarakat. Pengawasan obat yang telah beredar dimasyarakat (post market) dapat
dilakukan sewaktu-waktu tanpa sepengetahuan dari pabrik yang bersangkutan.
Pada laboratorium obat & napza mempunyai karyawan 12 orang. Setiap orang
mempunyai tugas untuk bertanggung jawab pada beberapa sampel yang dilakukan
pengujian. Pada tahun ini laboratorium obat & Napza mempunyai sekitar 900 sampel
untuk diuji pada sampel rutin, sedangkan untuk sampel dari pihak III sekitar 120
sampel yang harus dilakukan pengujian pada laboratorium obat & napza. Sampel
sampel tersebut harus selesei dalam 1 tahun karena terdapat target dan time line untuk
menyelesaikan pengujian sampel tersebut.

1) Kegiatan Pengujian
Metode pengujian yang digunakan merupakan metode yang telah terstandarisasi
dan telah tervalidasi. Peralatan dan instrumen yang digunakan pada tahap pengujian
dilakukan perawatan dan kalibrasi secara rutin setiap tahunnya, Hal ini dilakukan
untuk menjaga kinerja peralatan agar diperoleh data yang valid dan dapat
dipertanggung jawabkan. Kalibrasi peralatan dapat dilakukan secara internal dan
eksternal. . Kalibrasi secara internal dilakukan oleh laboratorium kalibrasi Balai

143
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Besar POM Surabaya, sedangkan kalibrasi secara eksternal dilakukan oleh pihak
terkait. Kaliberasi alat atau instrument dilakukan minimal 1 tahun 2 kali tergantung
seberapa sering pemakaian alatnya. Pemantauan secara berkala selama masa kalibrasi
dilakukan melalui pengecekan antara dan pembuatan control chart. Instrumen dan
alat penunjang yang digunakan dalam pengujian sampel baik internal maupun
eksternal adalah :
1. High-Performance Liquid
2. Chromatography
3. Spektrofotometri
4. ICP-MS
5. Atomic Absorptoin Spektrofotometri
6. Gas Chromatography
7. pH Meter
8. Polarimeter
9. Karl Fisher
10. Potensiometer

2) Pelaporan
Semua produk yang diuji di Balai Besar POM harus dilaporkan ke Badan POM.
Pelaporan dilakukan baik untuk produk yang memenuhi syarat (MS) maupun yang
tidak memenuhi syarat (TMS). Untuk sampel yang memenuhi syarat (MS) maka
dilaporkan dalam jangka paling lambat 1 bulan sejak pengujian. Sedangkan, untuk
sampel yang tidak memenuhi syarat (TMS) dilakukan pelaporan dalam kurun waktu
3x24 jam dan disertai dengan pengiriman sampel yang TMS agar dapat dilakukan
pemeriksaan ulang di PPOMN atau Balai POM Rujukan (untuk TMS Dissolusi)
dengan surat tembusan ke Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan
Narkotika Psokotropika dan Zat Aditif. Berdasarkan hasil dari PPOMN atau Balai
POM Rujukan, Deputi 1 melakukan tindak lanjut.

144
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

4.1.2 Laboratorium Kosmetika, Obat Tradisional, dan Produk Komplemen


1. Laboratorium Kosmetika dan Produk Komplemen
Sampel khusus yang dari pemeriksaan atau penyidikan akan dilakukan
pengujian di laboratorium TERANOKOKO dan memerlukan waktu sekitar 2 hari
untuk pengujian kemudian hasil dari pengujian akan dikembalikan kepada
penyidikan. Sampel obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen akan
dipreparasi terlebih dahulu kemudian akan di analisis menggunakan GCMS (Gas
Chromatography Mass Spectrometer). Pada instrument GCMS telah terdapat standart
bahan-bahan berbahaya sehingga saat dilakukan analisa akan terlihat produk tersebut
mengandung zat berbahaya atau tidak. Pada hasil analisa GCMS dengan kadar lebih
dari 90% maka dapat dilakukan analisa kembali dengan menggunakan KLT,
spektrofotometer, dll untuk memeriksa kadar bahan berbahaya pada produk tersebut.
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian
luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk
kosmetik dibagi 2 (dua), yaitu kosmetika golongan I dan kosmetika golongan 2.
Kosmetik golongan I adalah Kosmetik yang digunakan untuk bayi, kosmetik yang
digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya, kosmetik yang
mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan, dan kosmetik yang
mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan
kemanfaatannya.sedangkan kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak
termasuk golongan I. penggolongan dan kategori kosmetik dijabarkan lebih lanjut
dalam Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk komplemen Nomor: PO.01.04.42.4082 tentang Pedoman Tata Cara
Pendaftaran dan Penilaian Kosmetika. Kosmetika yang beredar harus memenuhi

145
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

persyaratan teknis, meliputi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan,


dan klaim. Selain itu, kosmetik harus diproduksi dengan menggunakan cara
pembuatan kosmetik yang baik (CPKB) yaitu seluruh aspek kegiatan pembuatan
kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan terhadap produk kosmetik yang beredar
dipasaran mengingat banyaknya bentuk sediaan kosmetika yang beredar dengan
kandungan zat aktif yang bervariasi sehingga perlu dilakukan pengujian dari segi
keamanan bahan aktif tersebut. Pengujian oleh Balai Besar POM dilakukan setelah
produk kosmetik beredar, dan dilakukan di Laboratorium Pengujian Kosmetika.
Parameter Pengujian Kosmetika menurut SK Kepala Badan POM RI No. HK.
07.1.23.01.16.0053 tahun 2016 tentang Pedoman Sampling Obat dan Makanan yaitu :
1. Identifikasi, misalnya identifikasi merkuri, hidrokinon, tretinoin, pewarna,
fitonadion, steroid, asam salisilat, asam borat, heksaklorofen, PABA, resorsinol,
teofilin, klindamisin, kloramfenikol, kloroform, dietilen glikol dan bitionol.

2. Penetapan kadar, misalnya penetapan kadar pengawet, oktil metoksisinamat,


oksibenzon, triklosan, tcc, metanol, hidrogen peroksida, asam merkaptoasetat
dan formaldehid.

3. Penetapan Kadar Cemaran logam berat, yaitu untuk logam berat Hg, As, Pb dan
Cd.

Pengujian tersebut dilakukan di laboratorium kosmetika dengan mengacu pada


persyaratan mutu sesuai dengan Kodeks Kosmetik Indonesia atau standar lain yang
diakui, meliputi:
1. Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik atau ASEAN Harmonized Cosmetic
Regulatory Scheme (AHCRS) yang menerapkan ASEAN Cosmetic Directive
(ACD)

146
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2. Peraturan Kepala Badan POM Nomor : HK.00.05.42.1018 tentang Bahan


Kosmetika

3. Keputusan Dirjen POM No. 00386/C/SK/I/1990 tentang Zat warnatertentu yang


dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam kosmetika

4. Peraturan Kepala Badan POM Nomor: 17 tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
Hk.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba Dan
Logam Berat Dalam Kosmetika

5. Adanya cemaran kimia berbahaya menurut Farmakope Indonesia IV.

Metode dan Instrumen yang digunakan dalam pengujian di laboratorium kosmetika


mengacu pada pedoman Farmakope Indonesia IV, USP, BP, Peraturan Kepala Badan
POM Nomor : 17 tahun 2014 yang mengacu pada ASEAN Cosmetic Method (ACM)
sebagai salah satu bentuk Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik dan telah
divalidasi oleh PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional). Instrumen
dan alat penunjang yang digunakan pada laboratorium kosmetika adalah:
a) AAS

b) HPLC

c) GC

d) Spektrofotometer

e) TLC Densitometer

f) Titrasi

g) KLT

h) Microwave

147
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2. Laboratorium Obat tradisional

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 12


tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
Penggolongan obat tradisional yaitu obat dalam yang berupa sediaan rajangan,
sediaan serbuk simplisia, sediaan lainnya serbuk instan, granul, serbuk efervesen, pil,
kapsul, kapsul lunak, tablet/kaplet, tablet effervescent, tablet hisap, pastilles,
dodol/jenang, film strip dan cairan obat dalam. Obat luar berupa sediaan cair (cairan
obat luar), sediaan semi padat berupa krim dan salep, sediaan padat beru[a parem,
tapel, koyo, suppositoria untuk wasir. Sedangkan penggolongan obat tradisional
berdasarkan klaim khasiat atau kegunaan berdasarkan SK Kepala Badan POM RI No.
HK. 07.1.23.01.16.0053 tahun 2016 tentang Pedoman Sampling Obat dan Makanan
adalah: Stamina/sehat pria/sex, pelangsing penurun kadar lemak atau singset atau
diet, pegal linu/encok/rematik/sakit pinggang/asam urat, sehat wanita, nafsu
makan/gemuk, flu/pilek/masuk angin, kencing manis, batuk, anti asma/sesak nafas,
demam/sakit kepala, penenang/anti gelisah.
Obat Tradisional yang beredar harus memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, mutu, dan penandaan. Di Laboratorium Obat Tradisional yang
dimiliki oleh Balai Besar POM Surabaya melakukan uji terhadap mutu Obat
Tradisional dan uji Bahan Kimia Obat (BKO) pada Obat Tradisional, dalam hal
menjamin mutu dan keamanan OT yang beredar di masyarakat. Kegiatan yang
dilakukan di Laboratorium obat tradisional Balai Besar POM Surabaya umumnya
merupakan kegiatan internal yang merupakan rutinitas setiap bulan, dimana tim
pemeriksa akan berkeliling pasar untuk mendapatkan sampel yang akan diuji, yang
selanjutnya akan diberi label dan diserahkan ke laboratorium untuk diuji mutu dan

148
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

keamanan produk. Hasil dari pengujian ini akan dilaporkan ke Badan POM pusat.
Selain kegiatan rutin internal tersebut juga terdapat pengujian yang berkaitan dengan
kasus yang terjadi di masyarakat. Umumnya sediaan yang diperiksa merupakan
sediaan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan juga produk yang banyak
dikeluhkan oleh masyarakat.
Untuk Sediaan Obat Tradisional yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) setelah
diuji, maka pelaporan dibuat dalam bentuk laporan tertulis ke BPOM disertai sisa
sampel uji. BPOM akan menindak lanjuti dan pengujian sampel akan dilakukan lagi
oleh PPOPMN. Parameter Pengujian Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan
menurut SK Kepala Badan POM RI No. HK. 07.1.23.01.16.0053 tahun 2016 tentang
Pedoman Sampling Obat dan Makanan adalah:
A. Obat Tradisional

1. Kadar air

2. Pengawet

3. Waktu Hancur

4. Kadar Etanol/Metanol

5. Bahan Kimia Obat, antara lain: Fenilbutazon, Parasetamol, Natrium Diklofenak,


Kafein, dll

6. Kadar Aflatoksin

149
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

B. Suplemen Kesehatan
1. Kadar Air
2. Pengawet
3. Waktu Hancur
4. Bahan Kimia Obat, antara lain: Ibuprofen, Piroksikam, Sildenafil, Sibutramin, dll.
5. Kadar vitamin (sediaan yang mengandung vitamin), antara lain vitamin B
komplek, vitamin C
6. Kadar Kafein (khusus untuk energy drink)
7. Kadar Etanol/Metanol.

4.2 Laboratorium Pengujian Pangan Dan Bahan Berbahaya


Laboratorium bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya melakukan
pengujian terhadap bahan pangan serta bahan berbahaya yang kemungkinan beredar
di kalangan masyarakat. Tujuan dilakukan pengujian terhadap pangan dan bahan
berbahaya adalah untuk menjamin mutu dan keamanan produk yang beredar sehingga
masyarakat dapat terlindungi dari bahaya produk yang tidak memenuhi syarat yang
dapat membahayakan kesehatan. Dalam bidang pengujian pangan dan bahan
berbahaya ini terdiri dari 17 orang, yaitu 1 sebagai kepala bidang penguji dan 16
orang sebagai anggota. Adapun sampel yang diuji dilaboratorium ini yaitu terdiri
dari:
a. Sampel rutin
Merupakan sampel dari kegiatan pengawasan rutin BBPOM Surabaya dengan
anggaran dari pemerintah. Hal ini ditujukan untuk memastikan mutu dan keamanan
produk yang beredar di masyarakat. Proses mengerjakan sampel rutin ini dilakukan
selama 22 hari kerja. Contoh sampel rutin yang dilakukan oleh Balai Besar POM
adalah sampel pangan jajanan anak sekolah (jajanan di sekolah)Merupakan sampel di
sekolah sekolah guna melindungi anak-anak dari jajanan yang tidak memenuhi syarat
dan membahayakan kesehatan, seperti kandungan boraks dan formalin dalam jajanan

150
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

anak sekolah maupun pemanis dalam minuman.


b. Sampel pihak ketiga
Sampel pihak ketiga ini dapat diperoleh dari institusi perusahaan atau Dinas
Kesehatan yang ingin menguji sampel yang sudah diperoleh tersebut, sampel bahan
pangan ini diujikan untuk keperluan dan kegiatan tertentu. Adapun ruangan-ruangan
yang terdapat pada laboratorium pengujian pangan dan bahan berbahaya diantaranya:
1. Ruang Preparasi Sampel
2. Ruang Destruksi
3. Ruang HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan
Spektrofotometer
4. Ruang AAS (Atomic Absorbtion Spectroscopy)
5. Ruang GC (Gas Chromatography)
6. Ruang LC-MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry)
7. Ruang untuk Pengujian Aflatoksin
Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya dilengkapi berbagai sarana
diantaranya:
1. Alat pemadam kebakaran
2. Uninterruptible power supply (UPS)
UPS terdapat di masing-masing ruang pengujian, UPS merupakan perangkat
yang biasanya menggunakan baterai backup sebagai catuan daya alternatif,
untuk dapat memberikan suplai daya yang tidak terganggu untuk perangkat
elektronik yang terpasang sehingga ketika listrik padam instrumen pengujian
tidak langsung mati.
3. Water shower
Dapat digunakan untuk pertolongan pertama saat laboran
terkenakecelakaan, misalnya terkena bahan kimia seperti asam pekat.

151
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Dalam pelaksanaan pengujian pangan dan bahan berbahaya, sampel diuji


secara kualitatif adapula yang sampai pengujian kuantitatif. Jenis sampel yang diuji
beragam, misalnya :
a) Kacang dan hasil olahannya untuk diuji kadar aflatoksin
b) Jagung dan hasil olahannya untuk diuji kadar aflatoksin
c) Susu dan hasil olahannya untuk diuji kadar aflatoksin
d) Beras dan hasil olahannya seperti tepung untuk diuji kadar vitamin B
e) Minyak goreng untuk diuji kadar vitamin A
f) Makanan dan minuman ringan untuk diuji pengawet
g) Saus dan sambal kemasan untuk diuji zat pewarna dan zat pengawet
h) Garam untuk di uji kadar yodium dan air
i) Kopi untuk diuji kadar kafein
j) Minuman beralkohol untuk diuji kadar metanol dan etanol
Dari contoh jenis sampel diatas merupakan jenis pengujian yang dilakukan di
laboratorium pangan dan bahan berbahaya. Masih banyak pengujian lain yang
dilakukan di laboratorium pangan dan bahan berbahaya. Masih banyak pengujian lain
yang dilakukan untuk pengawasan dan pengendalian produk pangan yang beredar
dimasyarakat. Pengujian sampel produk pangan meliputi bahan tambahan pangan dan
kadar yang terkandung didalamnya serta zat-zat berbahaya yang tidak boleh
terkandung dalam bahan pangan. Alur pemeriksaan sampel tidak ditentukan secara
khusus namun beberapa kandungan dapat dilakukan pemeriksaan secara bersamaan
seperti asam benzoat, asam sorbat dan sakarin yang dapat diuji bersamaan. Jika pada
pengujian tersebut diperoleh hasil positif atau Tidak Memenuhi Standar (TMS), maka
hasil yang diperoleh dari pemeriksaan sampel tersebut akan dikirim ke bagian
Pemeriksaan dan Penyidikan.

152
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

4.3 Bidang Pengujian Mikrobiologi

1. Dasar dan Tugas Seksi Pengujian Mikrobiologi


Dasar Hukum:

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan.

Tugas:

Pada Pasal 10 Seksi Pengujian Mikrobiologi mempunyai tugas melakukan


pengujian mikrobiologi Obat dan Makanan.

2. Jenis-Jenis Sampel dan Parameter Pengujian

Jenis sampel yang dianalisa di laboraturium mikrobiologi berdasarkan asalnya


diklasifikasikan menjadi 4 sampel, yaitu:

1. Sampel rutin (Anggaran DIPA)

Sampel rutin yang disampling yang terkait pemeriksaan rutin terhadap


produk yang beredar di masyarakat.

2. Sampel pihak ke III (PNBP)

Permintaan uji sampel oleh pihak diluar BPOM seperti industri pangan
atau farmasi untuk yang ingin mengujikan produknya kepada BPOM.

3. Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) Permintaan pemeriksaan sampel


Sampel yang diujikan oleh lembaga diluar BPOM seperti dinas
kesehatan, puskesmas, gudang farmasi
4. Kasus / BB (KLB)
Sampel ini berdasarkan temuan Bidang PP atau kejadian di
masyarakat, seperti kasus keracunan di masyarakat akibat makanan tertentu.

153
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Parameter uji produk yang digunakan dalam pengujian adalah berdasarkan


pada masing-masing produk yang akan diuji. Berikut adalah parameternya:

a. Produk makanan
1. Uji Angka Lempeng Total (ALT)
2. Uji Angka Kapang – Khamir (AKK)
3. Uji MPN Coliform
4. Uji MPN Escherichia coli
5. Uji Angka Enterobacteracceae
6. Identifikasi dan Angka Staphylococcus aureus
7. Identifikasi dan Angka Clostrium perfringens
8. Angka Enterococcus
9. Identifikasi Salmonella sp
10. Identifikasi Pseudomonas aeruginosa
11. Identifikasi dan Angka Bacillus cereus
12. Identifikasi Vibrio sp
13. Identifikasi Enterobacter sakazakii
14. Identifikasi Listeria monocytogenes
b. Alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga
1. Analisa Produk Alat Kesehatan: Uji Sterilitas, Uji Endotoksin
(LAL)
2. Analisa Produk Perbekalan Rumah Tangga: Uji Koefisien Fenol
c. Produk obat
1. Uji Potensi Antibiotik
2. Uji Sterilitas
3. Uji Endotoksin (LAL)
d. Produk Kosmetik
1.Uji Angka Lempeng Total
2.Identifikasi Pseudomonas aeruginosa

154
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

3.Identifikasi Staphylococcus aureus


4.Identifikasi Candida albicans
5.Uji Angka Kapang Khamir
e. Produk Obat Tradisional
1. Uji Angka Lempeng Total
2. Uji Angka Kapang Khamir
3. Identifikasi Escherichia coli
4. Identifikasi Staphylococcus aureus
5. Identifikasi Salmonella sp
6. Identifikasi Pseudomonas aureginosa
7. Identifikasi Shigella sp.
f. Produk Suplemen Kesehatan
1. Uji Angka Lempeng Total
2. Uji Angka Kapang Khamir
3. Identifikasi Escherichia coli
4. Uji Angka Enterobacteracceae
5. Identifikasi Salmonella sp

3. Standar Acuan

Standar acuan yang digunakan pada laboratorium mikrobiologi BPOM adalah


SNI, Peraturan Kepala Badan POM (PERKA BPOM), USP (United States
Pharmacopeia), FI (Farmakope Indonesia), dan buku resmi lainnya.

155
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

4. Kategori Produk Pangan di Laboraturium Mikrobiologi

1. Kategori Produk Pangan yang diuji oleh laboraturium mikrobiologi BPOM :


Produk-Produk Susu dan Analognya

Termasuk semua jenis produk susu yang diperoleh dari susu hewan penghasil
susu (contohnya sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, dan lain - lain).

a. Susu dan Minuman Berbasis Susu


b. Susu Fermentasi dan Produk Susu Hasil Hidrolisa Enzim Renin
c. Susu Kental dan Analognya
d. Krim dan Sejenisnya
e. Susu Bubuk dan Krim Bubuk dan Bubuk Analog
f. Keju dan Keju Analog
g. Makanan Pencuci Mulut Berbahan Dasar Susu
h. Whey dan Produk Whey

2. Metode Analisa Mikrobiologi Pangan

Untuk menganalisa mikroorganisme yang terdapat salam sampel, digunakan


beberapa metode analisa. Berikut adalah metode analisa mikrobiologi pangan:

a. Metode konvensional: Meliputi metode tuang, tabung, gores, konfirmasi


biokimia

b. Metode kuantitatif: Meliputi Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang


Khamir (AKK), Angka Paling Mungkin (APM) Koliform, Angka Paling Mungkin
(APM) E. Coli, Angka Enterobacteriacea, Angka E.coli, Angka Staphylococcus
aureus, Angka Bacillus cereus, dan Angka Enterococcus.

c. Metode kualitatif: Meliputi identifikasi Escherichia coli, Staphylococcus aureus,


Salmonella sp., Bacillus cereus, Enterobacter sakazakii,
Enterococcus/Streptococcus, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio cholerae,
Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, dan Pseudomonas aeruginosa.

156
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

d. Metode cepat (rapid): Meliputi API test, ELISA reader, dan PCR (Polymerase
Chain Reaction).

3. Jenis dan Batas cemaran Mikroba dalam Makanan

Cemaran mikroba adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari mikroba
yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Jenis dan batas
cemaran mikroba dalam makanan diatur dalam PERKA BPOM NOMOR
HK.00.06.1.52.4011 sebagai berikut :
Tabel 4.2 Jenis Dan Batas Cemaran Mikroba Dalam Makanan Diatur
Dalam PERKA BPOM NOMOR HK.00.06.1.52.4011
Jenis
Metode
Kategori pangan pangan Jenismikroba n c n M Analisis
olahan
01.0 Produk-Produk Susu Dan Analognya, Kecuali Yang Termaksuk Kategori 02.0
ISO 4833-
ALT 5 1 104 105
1:2013;
Susu Susu koloni koloni/m SNI
(Plain) Pasteuriasi /ml l
01.1.1.1 2897:2008

<1 5 SNI ISO


Enterobacteriaceae 5 2 APM/ml 21528-
APM/ml
1:2012
10 102
ISO 21528-
Enterobacteriaceae 5 2 koloni/m koloni/m 2:2004
Buttermilk l l
01.1.1.2 (Plain) ISO
Salmonella 5 0 negatif/2 NA 6579:2002;
5ml SNI
2897:2008

Berbasis 104kolon 105 ISO 4833-


Susu yang ALT 5 1 i koloni/m 1:2013;
Berperisa Minuman /ml l SNI
dan atau susu 2897:2008
Difermenta berperisa, 10 102
si minuman ISO 21528-
Enterobacteriaceae 5 2 koloni/m koloni/m 2:2004
(Contohny mengand l l
01.1.2 a ung susu
ISO
Susu
Salmonella 5 0 negatif/2 NA 6579:2002;
5ml SNI
Coklat,
2897:2008
Eggnog,

157
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Minuman Minuman
10 102 ISO 21528-
Yogurt, susu
Enterobacteriaceae 5 2 koloni/m koloni/m
Minuman fermentasi 2:2004
berperisa, l l

Berbasis
Whey) minuman ISO
yogurt Salmonella 5 0 negatif/2 NA 6579:2002;
berperissa, 5ml SNI
lassi 2897:2008
10 102
ISO 21528-
Produk Enterobacteriaceae 5 2 koloni/m koloni/m 2:2004
Susu l l
01.2.1 Fermentasi ISO
(Plain) Salmonella 5 0 negatif/2 6579:2002;
5ml SNI
2897:2008
SNI ISO
102 103
Staphylococcus 5 1 6888-
koloni/m koloni/m
Susu Aureus l l 1:2012;SNI
01.3.1 Kental 2897:2008
(Plain)
10 102 SNI ISO
Kapang dan khamir 5 1 koloni/m koloni/m 21527-
l l 2:2012

Krimer ISO 4833-


104kolon 105kolon
Minuman 1:2013;
01.3.2 ALT 5 2 i i
(Bukan SNI
Susu) /ml /ml
2897:2008

ISO 4833-
104kolon
ALT 5 1
i 105kolon 1:2013;
i/ml SNI
/ml
Krim 2897:2008
Pasteurisas i SNI ISO
01.4.1 (Plain) <1APM/ 5APM/
Enterobacteriaceae 5 2 21528-
ml ml
1:2012
ISO
Salmonella 5 0 negatif/2 NA 6579:2002;
5ml SNI
2897:2008

104kolon 105kolon ISO 4833-


ALT 5 1 i i 1:2013;
/ml /ml SNI
Krimyang 2897:2008

158
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Digumpalk 5APM/ SNI ISO


01.4.3 an Enterobacteriaceae 5 2 <1APM/ m 21528-
(Plain) ml l 1:2012
ISO
Salmonella 5 0 negatif/2 NA 6579:2002;
5ml SNI
2897:2008

104kolon 105kolon ISO 4833-


01.4.4 Krim ALT 5 2 i i 1:2013;
Analog SNI
/ml /ml
2897:2008

1 10
Enterobacteriaceae 5 1 ISO 21528-
koloni/m koloni/m
2:2004
l l

10 102kolon SNI ISO


Staphylococcus 5 2 i 6888-
koloni/m
aureus 1:2012;SNI
l /ml
2897:2008
ISO
Salmonella 5 0 negatif/2 NA 6579:2002;
5g SNI
2897:2008

104kolon 105kolon ISO 4833-


ALT 5 2 i i 1:2013;
/ml /ml SNI
Susu 2897:2008
Bubuk Enterobacteriaceae 5 0 10 NA ISO 21528-
dan
01.5 Krim 10 102kolon SNI ISO
Bubuk Staphylococcus 5 2 i 6888-
koloni/m
dan aureus 1:2012;SNI
l /ml
2897:2008
ISO
Salmonella 5 0 negatif/2 NA 6579:2002;
5g SNI
2897:2008
SNI ISO
Listeria 5 0 negatif/2 NA 11290-
Keju Keju monocytogenes 5g 1:2012;SNI
Tanpa tanpa 2897:2008
01.6.1 Pemerama pemeram
n an, SNI ISO
Staphylococcus 103kolon 104kolon 6888-
(Keju dibuat 5 2 i i
dari susu aureus 1:2012;SNI
Mentah /ml /ml
segar 2897:2008

159
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

negatif/2 ISO
Salmonella 5 0 5g NA 6579:2002;
SNI
2897:2008
Keju
Keju biru,keju
Peram bata,keju
Total, Listeria 10 ISO 11290-
gouda, kej
01.6.2.1 Termasuk monocytogenes 5 0 koloni/m 2:1998
u
Kulit l
havarti, kej
Kejunya
u
brie,keju

parmesan,
Kejuswi
ss

102kolon 104kolon SNI ISO


Staphylococcus 5 2 i i 6888-
aureus /ml /ml 1:2012;SNI
2897:2008

102kolon
Listeria ISO 11290-
5 0 i NA
monocytogenes 2:1998
/ml
01.6.2.2 KulitKeju SNI ISO
Staphylococcus 5 2 102kolon 104kolon
6888-
aureus i i
1:2012;SNI
/ml /ml
2897:2008

SNI ISO
Listeria negatif/2 11290-
monocytogenes 5 0 5g NA
1:2012;SNI
2897:2008

01.6.3 Keju Whey SNI ISO


Staphylococcus 102kolon 104kolon
6888-
aureus 5 2 i i
1:2012;SNI
/ml /ml
2897:2008

160
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

10 102kolon
Escherichiacoli 5 1 i ISO 16649-
koloni/m
l 2:2001
/ml
SNI ISO
102kolon 103kolon
Staphylococcus 5 2 6888-
i i
aureus 1:2012;SNI
/ml /ml
2897:2008
01.6.4 Keju 102kolon i
Olahan Escherichiacoli 5 1 10 ISO 16649-

102kolon SNI ISO


Listeria 5 0 i NA 11290-
monocytogenes 1:2012;SNI
/ml
2897:2008
ISO 4833-
104kolon 105kolon
1:2013;
ALT 5 2 i i
SNI
01.6.5 Keju /ml /ml
2897:2008
Analog
102kolon
Listeria ISO 11290-
5 0 i NA
monocytogenes 2:1998
/ml
ISO 11290-
Listeria negatif/2
monocytogenes 5 0 5g NA 2:
Keju 1998
01.6.6 Protein SNI ISO
Whey 102kolon 104kolon 6888-
Staphylococcus 5 2
i i
aureus 1:2012;SNI
/ml /ml
2897:2008

10 102kolon
Enterobacteriaceae 5 2 koloni/m i ISO 21528-
l 2:2004
/ml

ISO
Es Krim negatif/2 6579:2002;
Salmonella 5 0 5g NA SNI
2897:2008

Listeria 102kolon ISO 11290-


monocytogenes 5 0 i NA 2:1998
/ml
Makanan 10 102kolon
Pencuci ISO 21528-
Enterobacteriaceae 5 2 koloni/m i
01.7 Mulut 2:2004
Yogurt l /ml
Berbahan
Dasar Susu negatif/2 ISO
Salmonella 5 0 NA
5g 6579:2002

161
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

103kolon i 105kolon i
ISO 4833-
ALT 5 2 /ml /ml 1:2013;
Es susu, SNI
Puding 2897:2008
susu
10 102kolon
(pudding i ISO 21528-
Enterobacteriaceae 5 2 koloni/m
butterscot 2:2004
l /ml
ch)
ISO
6579:2002;S
Salmonella 5 0 negatif/2 NA NI
2897:2008

ISO 4833-
104kolon 105kolon 1:2013;
ALT 5 2 i/ml i/ml SNI
2897:2008

Bubuk 10
ISO 21528-
Whey Enterobacteriaceae 5 0 koloni/m NA
2:2004
01.8.2 dan l
Produknya, ISO
Kecuali Salmonella 5 0 negatif/2 NA 6579:2002;
Keju Whey 5ml SNI
2897:2008
SNI ISO
Staphylococcus 10 102kolon 6888-
aureus 5 2 koloni/m i
1:2012;SNI
l /ml
2897:2008

4. Kosmetika, Syarat Mikrobiologi, dan Obat Tradisional


A. Kosmetika
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian
luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi
atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Sedangkan cemaran adalah sesuatu yang
masuk ke dalam produk secara tidak disengaja dan tidak dapat dihindari yang berasal
dari proses pengolahan, penyimpanan dan/atau terbawa dari bahan baku.

162
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Kosmetika yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan


keamanan, kemanfaatan dan mutu. Selain harus memenuhi persyaratan, kosmetika
juga harus memenuhi persyaratan cemaran mikroba dan logam berat. Menurut PerKa
BPOM RI Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran
Mikroba dalam Kosmetika dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Kosmetika untuk Anak <3 tahun, Area sekitar mata, Membran mukosa

a) Angka Lempeng Total (ALT) tidak lebih dari 5 x 102 koloni/g atau
koloni/ml

b) Angka Kapang dan Khamir (AKK) tidak lebih dari 5 x 102 koloni/g atau
koloni/ml
c) Pseudomonas aeruginosa Negatif per 0,1 g atau 0,1 mL sampel (contoh
uji)
d) Staphylococcus aureus Negatif per 0,1 g atau 0,1 mL sampel (contoh uji)
e) Candida albicans Negatif per 0,1 g atau 0,1 mL sampel (contoh uji)
f) Kosmetika selain untuk Anak <3 tahun, Area sekitar
mata, Membran mukosa

g) Angka Lempeng Total (ALT) tidak lebih dari 103 koloni/g atau koloni/ml

h) Angka Kapang dan Khamir (AKK) tidak lebih dari 103 koloni/g atau
koloni/ml
i) Pseudomonas aeruginosa Negatif per 0,1 g atau 0,1 mL sampel
(contoh uji)
j) Staphylococcus aureus Negatif per 0,1 g atau 0,1 mL sampel (contoh uji)
k) Candida albicans Negatif per 0,1 g atau 0,1 mL sampel (contoh uji)

163
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

B. Obat Tradisional

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Bahan baku dan
produk jadi wajib memenuhi persyaratan mutu. Persyaratan mutu untuk bahan baku
tercantum dalam Materia Medika Indonesia dan Farmakope Herbal Indonesia.
Sedangkan untuk produk jadi berdasar penggunaannya dapat berupa obat luar dan obat
dalam (PerKaBPOM No. 12 Tahun 2014)

Persyaratan Mikrobiologi

A. Obat Dalam

1. Rajangan yang diseduh dengan air panas sebelum digunakan Cemaran

mikroba: Angka Lempeng Total : ≤ 106 koloni/g

• Angka Kapang Khamir : ≤104 koloni/g


• Escherichia coli : negatif/g

• Salmonella spp : negatif/g

• Pseudomonas aeruginosa : negatif/g

• Staphylococcus aureus : negatif/g

• Angka Lempeng Total : ≤ 107 koloni/g

• Angka Kapang Khamir : ≤ 104 koloni/g


• Escherichia coli : negatif/g
• Salmonella spp : negatif/g
• Pseudomonas aeruginosa : negatif/g

164
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

• 2. Staphylococcus aureus : negatif/g


2. Rajangan yang direbus sebelum digunakan: Cemaran mikroba
3. Serbuk Simplisia yang diseduh dengan air panas sebelum
digunakan Cemaran mikroba

• Angka Lempeng Total : ≤ 106 koloni/g

• Angka Kapang Khamir : ≤ 104 koloni/g

• Escherichia coli : negatif/g


• Salmonella spp : negatif/g

Sediaan Lainnya

Yang termasuk ke dalam sediaan lainnya ialah Serbuk Instan, granul, serbuk
Efervesen, Pil, Kapsul, Kapsul Lunak, Tablet/kaplet, Tablet Effervescent,
tablet hisap, Pastiles, Dodol/Jenang, Film Strip dan Cairan Obat Dalam.

Cemaran mikroba

• Angka Lempeng Total : ≤ 104 koloni/g

• Angka Kapang Khamir : ≤ 103 koloni/g

• Escherichia coli : negatif/g


• Salmonella spp : negatif/g

• Shigella spp : negatif/g

• Pseudomonas aeruginosa : negatif/g

• Staphylococcus aureus : negatif/g

165
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

B. Obat Luar

Sediaan Cair (Cairan Obat Luar)

Cemaran mikroba

a. Angka Lempeng Total

b. Cairan Obat Luar dan Parem cair : ≤ 105 koloni/ml

c. Cairan Obat Luar untuk luka : Negatif/ml Kapang Khamir

d. Cairan obat Luar berupa minyak : tidak dipersyaratkan

e. Cairan obat Luar non minyak dan parem cair : ≤ 102 koloni.

f. Cairan obat Luar untuk Luka : negatif/ml Staphylococcus aureus

g. Cairan Obat Luar untuk luka : negatif/mL Pseudomonas aeruginosa

h. Cairan Obat Luar untuk luka : negatif/mL

Sediaan Semi Padat (Salep, Krim)

a) Cemaran mikroba
b) Angka lempeng total

1. Salep, Krim. Cemaran mikroba : ≤ 103 koloni/g


2. Salep, Krim untuk Luka : negatif Staphylococcus aureus
3. Salep, Krim untuk luka : negatif/g Pseudomonas aeruginosa
4. Salep, Krim untuk luka : negatif/g

166
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Sediaan Padat (Parem, Pilis, Tapel, Koyo/Plester, Supositoria


untuk wasir
Angka lempeng total
- Parem, Pilis, Tapel, Koyok/Plester : ≤ 105 koloni/g

- Supositoria : ≤ 103 koloni/g

Angka Kapang Khamir


- Parem, Pilis, Tapel, Koyok/Plester : ≤ 104 koloni/g

- Supositoria : ≤ 102 koloni/g

5. Tahap Pengujian Mikrobiologi

Tahapan pengujian mikrobiologi terdiri dari 6 tahap yaitu :


1. Pembuatan Media (Sterilisasi Media)

2. Sterilisasi Alat dan Glassware

3. Penyiapan Sampel/Contoh Uji

4. Penyiapan Control Positif

5. Pengujian Sampel

6. Pelaporan Hasil Pengujian

167
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

BAB V
STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

STUDI KASUS NAPZA (KELOMPOK 1)


Balai Besar POM di Provinsi A melakukan pemeriksaan ke sarana Apotik Dewi
Bulan di Provinsi A, dari hasil pemeriksaan mutasi pencatatan pada kartu stok untuk
produk psikotropika Braxidin dan Analsik ditemukan hasil sebagai berikut :
Kartu Stok Fisik Selisih
Braxidin 50 tab 40 tab 10 tab
Analsik 30 tab 15 tab 15 tab
Ditelusuri ternyata ada pengeluaran obat kepada pemilik Apotik Dewi Bulan yaitu
Braxidin sebanyak 10 tablet dan Analsik sebanyak 15 tablet.
Pertanyaan :
1. Evaluasi pelanggaran dari kasus tersebut
Evaluasi yang dapat dilakukan BBPOM Provinsi A yaitu, petugas BBPOM
Provinsi A dapat melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Kesehatan Kab/Kota A agar
dilakukan pembinaan terhadap pemilik sarana apotek dan apoteker penanggung
jawab apotek Dewi Bulan. Dinas Kesehatan Kab/Kota A harus memperingatkan
kepada pemilik apotek dan apoteker penanggung jawab apotek bahwa pengeluaran
(penyerahan) obat-obatan psikotropika hanya dapat diserahkan atas resep dokter.
Selanjutnya, Dinas Kesehatan Kab/Kota dapat melakukan pengawasan rutin terhadap
pengeluaran obat psikotropika oleh Apotek Dewi Bulan.

168
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2. Peraturan Perundang-undangan yang dilanggar


Pemilik sarana apotek Dewi Bulan melayani obat untuk kepentingan
diri sendiri. Pada kasus ini, pemilik sarana apotek telah
melakukan pelanggaran terhadap :
a. Peraturan Menteri Kesehatan No 9 Tahun 2017 tentang Apotek Pasal 3
Ayat (2) dimana disebutkan bahwa Apoteker yang mendirikan apotek
bekerjasama dengan pemilik modal (pemilik apotek) maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang
bersangkutan.
b. Undang-Undang No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Pasal 14 Ayat (2)
dimana disebutkan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya
dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter dan kepada pengguna / pasien.
c. Undang-Undang No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Pasal 14 Ayat (4)
dimana disebutkan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas dan balai pengobatan, dilaksanakan berdasarkan resep
dokter.
d. Peraturan Menteri Kesehatan No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi Pasal 18 Ayat (2) disebutkan bahwa penyerahan
narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi kepada pasien, harus
dilaksanakan oleh Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian.
e. Peraturan Menteri Kesehatan No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi Pasal 19 Ayat (5) disebutkan bahwa apotek,
puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, dan instalasi farmasi klinik
hanya dapat menyerahkan narkotika dan/ atau psikotropika kepada pasien
berdasarkan resep dokter.

169
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

STUDI KASUS PANGAN (KELOMPOK 2)


Berdasarkan Nota Dinas Bidang SERLIK (Sertifikasi dan Layanan Informasi
Konsumen) Balai Besar POM Surabaya menerima laporan dari masyarakat, bahwa
Produk Minuman Berkarbonasi Rasa Sirsak mencantumkan No. MD sama dengan
minuman temulawak berkarbonasi, kedua produk tersebut diproduksi CV. Sangat
Bahagia Sidoarjo. Berdasarkan data base Badan POM nomor tersebut telah berakhir
masa berlakunya.

Pertanyaan :
1. Kalau sebagai petugas Balai Besar POM Surabaya apa yang harus dilakukan?
2. Sebutkan dasar hukum yang dilanggar?
3. Sanksi yang diberikan terhadap perusahaan?

Pembahasan :
1. Sebagai petugas Balai Besar POM Surabaya yang harus dilakukan yaitu
a) Menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat dengan melakukan
pemeriksaan setempat ke CV. Sangat Bahagia di Sidoarjo
b) Apabila dalam pemeriksaan tersebut terdapat penyimpangan yaitu
mencantumkan MD yang sama dan sudah berakhir masa berlakunya maka
akan ditindaklanjuti sesuai prosedur yang ada atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Dasar Hukum yang dilanggar antara lain :
a) Produk Minuman Berkarbonasi rasa sirsak belum terdaftar
Dasar hukum yang mendasari akan pelanggaran hukum yang dilanggar
oleh produsen untuk produk berkarbonasi rasa sirsak menurut Undang-Undang
no. 18 tahun 2012 tentang Pangan. Pelanggaran pasal 91 ayat 1: “Dalam hal
pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi, setiap Pangan Olahan yang dibuat di
dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran,

170
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Pelaku Usaha Pangan wajib memiliki izin edar”


b) Produsen juga melanggar Peraturan Kepala BPOM no.12 tahun 2016
tentang pendaftaran pangan olahan.
Pada pasal 1 ayat 4 yang berbunyi : “Pendaftaran adalah
prosedur penilaian keamanan mutu, dan gizi pangan olahan untuk
mendapat izin edar” dari pasal ini dapat ditarik permasalahan bahwa
produsen telah melanggar pasal 1 ayat 4 dimana minuman berkarbonasi
belum diketahui mengenai keamanan serta mutu atau kualitas produk serta
nilai gizi yang tercantum pada pasal 6 ayat 2 yang berbunyi :
a. Parameter keamanan, yaitu batas maksimum cemaran mikroba,
cemaran fisik dan cemaran kimia
b. Parameter mutu yaitu pemenuhan persyaratan mutu sesuai dengan
standard dan persyaratan yang berlaku,
c. Parameter gizi sesuai dengan persyaratan yang di tetapkan.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM nomor 12 tahun 2016,
pelanggaran Pasal 2 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 yang berbunyi:
(1) Setiap Pangan Olahan baik yang di produksi di dalam negeri atau yang
diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib memiliki
Izin Edar
(2) Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala
Badan”
(3) Kemasan eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kemasan akhir Pangan yang tidak boleh dibuka untuk dikemas kembali
dan diperdagangkan
Dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa Setiap Pangan Olahan baik
yang di produksi di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan
dalam kemasan eceran wajib memiliki Izin Edar, sedangkan produsen tidak
mendaftarkan produk minuman sirsak berkarbonasi hal ini melanggar pasal

171
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

tersebut.
Pelanggaran terhadap pasal 7
Disebutkan bahwa Pendaftaran diajukan untuk setiap Pangan Olahan,
termasuk yang memiliki perbedaan dalam hal jenis pangan, jenis kemasan,
komposisi, nama dan/atau alamat sarana produksi di wilayah indonesia, nama
dan/atau alamat sarana produksi asal di luar negeri, nama dan/atau alamat
importir/distributor, atau desain label.
Dalam kasus ini terdapat pelanggaran pasal ini disebabkan oleh produsen
memalsukan secara sengaja mengenai label dimana minuman sirsak berkarbonasi
berbeda spesifikasi dengan minuman berkarbonasi temulawak sehingga antara 2
produk tersebut memilki kandungan yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Selain itu juga mengenai jaminan mutu (Quality assurance) untuk produk temulawak
berkarbonasi juga belum diketahui dengan pasti mengenai keamanan, mutu dan nilai
gizinya.
c) Tidak memperbaharui nomor izin edar produk
Dasar hukum yang mendasari akan pelanggaran hukum yang dilanggar
oleh produsen untuk produk Temulawak Berkarbonasi menurut Peraturan Kepala
BPOM no.12 tahun 2016 tentang pendaftaran pangan olahan yaitu: Pelanggaran
terhadap Peraturan Kepala Badan POM Nomor 12 tahun 2016 Tentang pasal 19
Pendaftaran Pangan Olahan terdiri atas:
a. Pendaftaran Baru;
b. Pendaftaran Variasi: dan
c. Pendaftaran Ulang
Dalam kasus ini, produsen tidak melaksanakan tugasnya untuk melakukan
pendaftaran ulang dan tidak melaksanakan semua prosedur pendaftaran ulang yang
telah diatur dalam undang-undang. Sesuai Peraturan Kepala Badan POM nomor
12 tahun 2016, pelanggaran pasal 1 ayat 7: Selain itu produsen juga melanggar
pasal 1 ayat 7 yang berbunyi “Pendaftaran ulang adalah pendaftaran perpanjangan

172
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

masa berlaku izin edar pangan olahan. Dimana dia melakukan pelanggaran
mengenai perpanjangan izin edar / No.MD produk minuman berkarbonasi rasa
temulawak. Pelanggaran pasal 78 ayat 4
Produsen juga melakukan pelanggaran terhadap pasal 78 ayat 4 mengenai
Pangan Olahan yang masa berlaku Izin Edarnya telah habis dilarang diedarkan.
Dasar hukum mengenai masa izin edar adalah sebagai berikut:
1. Izin Edar berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang melalui
Pendaftaran ulang.
2. Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), dalam hal:
a. Pangan olahan memiliki Nomor Izin Edar yang sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (1), masa berlaku Izin Edar mengacu pada pangan olahan
yang pertama kali diterbitkan untuk produk tersebut; dan/atau
b. Pangan Olahan yang diproduksi berdasarkan perjanjian atau penunjukan
dengan masa kerjasama kurang dari 5 (lima) tahun maka masa berlaku Izin
Edar sesuai dengan masa berlaku kerjasama dalam dokumen penjanjian.
3. Izin Edar yang telah habis masa berlakunya dinyatakan tidak berlaku.
4. Pangan Olahan yang masa berlaku Izin Edarnya telah habis dilarang diedarkan.

d) Memalsukan nomor izin edar


Dasar hukum yang mendasari akan pelanggaran hukum yang dilanggar oleh
produsen untuk produk berkarbonasi rasa sirsak menurut Undang-undang no. 18
tahun 2012 tentang Pangan. Pelanggaran Pasal 100 ayat 1 dan 2:
1. Setiap label Pangan yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai
Pangan dengan benar dan tidak menyesatkan.
2. Setiap Orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar
dan/atau menyesatkan pada label.
Menurut pasal 97 ayat 3, “Pencantuman label di dalam dan/atau pada Kemasan
Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditulis atau dicetak dengan

173
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan mengenai:


a. nama produk;
b. daftar bahan yang digunakan;
c. berat bersih atau isi bersih;
d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor;
e. halal bagi yang dipersyaratkan;
f. tanggal dan kode produksi;
g. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa;
h. nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan
i. asal usul bahan Pangan tertentu.
3. Sanksi yang dikenakan karena pelanggaran atas Undang-undang no. 18 tahun
2012 tentang Pangan pasal 91 ayat 1 yaitu pada pasal 142:
Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap
setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

STUDI KASUS OBAT (KELOMPOK 3)


Berdasarkan public warning yang dikeluarkan Badan POM RI terhadap obat
Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), antara lain
a. Nama Jamu: Viagra X kapsul
Nama Perusahaan Jamu: Duta perkasa Jakarta Indonesia
BKO : Sildenafil Sitrat
TIE, mencantumkan nomor fiktif TR. 123220115
b. Nama Jamu: Cobra kapsul
Nama Perusahaan Jamu: Demuk Sehat Solo Indonesia
BKO : Dexametason

174
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

TIE, mencantumkan nomor fiktif TR. 123220116


Pertanyaan:
1. Evaluasi kasus tersebut dan bagaimana tindak lanjut yang dilakukan
terhadap permasalahan tersebut diatas.
2. Sebutkan dasar hukum yang dilanggar
3. Bilamana diantara Perusahaan Jamu masih memproduksi jamu tersebut,
maka dapatkan kasus ini dilakukan proyustisia.

PENYELESAIAN:
1. Evaluasi kasus tersebut dan bagaimana tindak lanjut yang dilakukan
terhadap permasalahan tersebut diatas.
Jawab : Badan POM atau Balai Besar POM merupakan badan yang memiliki otoritas
didalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia guna memenuhi keinginan
masyarakat dengan peran melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional
yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan. Pengawasan yang dilakukan oleh
Badan POM atau Balai Besar POM meliputi evaluasi produk pada saat pendaftaran
(Pre market), inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk
diperedaran (Post market).
Dalam hal menindak lanjuti informasi pada kasus di atas, maka BBPOM
Surabaya akan mencari tau produsen jamu tersebut terlebih dahulu, setelah itu
BBPOM Surabaya akan langsung melakukan sidak atau inspeksi langsung ketempat
produsen jamu tersebut untuk mencari bukti temuan ataupun mengambil sampel
produk jamu yang kemudian dilakukan
uji di laboratorium kimia. Bila ditemukan obat tradisional yang mengandung BKO,
maka BBPOM dapat memberikan sanksi kepada produsen dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Penarikan obat dari peredaran termasuk penarikan iklan,
2. Penghentian sementara kegiatan pembuatan, distribusi, penyimpanan,

175
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

pengangkutan dan penyerahan obat,


3. Pembekuan atau pencabutan izin edar obat tradisional.
Namun pada kasus tersebut selain terdapat temuan obat tradisional yang
mengandung BKO, produk tersebut tidak memiliki izin edar dan mencantumkan
nomor fiktif. Hal ini melanggar peraturan undang-undang republik indonesia No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan pasal 106 ayat 1, “Sediaan farmasi dan alat kesehatan
hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar”. Sehingga sanksi yang diberikan
oleh pihak BBPOM yaitu sanksi pidana sesuai peraturan UU No 36 Tahun 2009
tentang kesehatan pasal 196 dan 197.
Sedangkan untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional yang
tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan, maka BBPOM menghimbau masyarakat
untuk selalu memperhatikan nomor pendaftaran, aturan pakai, perhatian / peringatan
yang tercantum pada etiket/label produk tersebut. BPOM telah menerbitkan daftar
Public warning yang berisikan daftar obat tradisional yang telah diketahui
mengandung BKO pada lampiranya, sehingga masyarakat diharapkan dapat
menghindari mengkonsumsi produk yang dicemari BKO sesuai
yang terdapat pada Public warning.

2. Sebutkan Dasar Hukum yang dilanggar


Jawab :
a. Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal Pasal 106 ayat 1 yang berbunyi, “Sediaan farmasi dan alat kesehatan
hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.”
b. Tindakan produsen dan pihak-pihak yang mengedarkan produk obat
tradisional dengan menambah BKO telah melanggar Undang-undang
Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 196 yang
berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar

176
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
c. Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal 196 yang berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
d. Undang-undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pasal 4 poin (1) yang berbunyi “hak atas kenyamanan, keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa” dan poin (3)
yang berbunyi “hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi jaminan brang dan/atau jasa”.
e. Peraturan Menteri Kesahatan (Permenkes) RI No 007 Tahun 2012 Tentang
Registrasi Obat Tradisional pasal 7 Ayat 1 pada poin (b) yang berbunyi “obat
tradisonal dilarang mengandung bahan kimia obat (BKO) yang merupakan
hasil isolasi atau sintetk berkhasiat obat”.
f. Peraturan Kepala Badan POM RI No HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan
tata laksana pendaftraran obat tradisional,obat herbal terstandar, fitofarmaka
pada pasal 34 Ayat 1 pada poin (a) yang berbunyi “obat tradisional, obat
herbal terstandar, dan fitofarmaka dilarang mengandung bahan kimia hasil
isolasi atau sintetik berkhasiat obat”.

3. Bilamana diantara Perusahaan Jamu masih memproduksi jamu tersebut, maka


dapatkan kasus ini dilakukan proyustisia.
Jawab : Iya dapat dilakukan proyustisia.

177
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 196 yang berbunyi, “Setiap orang
yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”

STUDI KASUS KOSMETIK (KELOMPOK 4)


Balai Besar POM Surabaya menerima surat edaran dari Badan POM RI
tentang Public Warning Kosmetik mengandung Bahan Berbahaya, salah satu produk
yang masuk dalam Public Warning adalah Kosmetik MUKKA Blush On 02 NA.
11141203728 produksi China, diimpor PT. Dargiss Jakarta mengandung pewarna
merah K-10, dalam rangka melindungi masyarakat dari kerugian dan bahaya
kesehatan akibat penggunaan kosmetik.

PERTANYAAN :
1. Bagaimanakah langkah Saudara bilamana sebagai petugas Balai POM Surabaya?
2. Dasar hukum yang dilanggar?
3. Dapatkah kasus ini dilakukan Pro-Yusticia, apabila tidak sanksi apa yang
diberikan terhadap perusahaan?

PENYELESAIAN :
1. Pada kasus ini sebagai petugas BPOM Surabaya menemukan bahwa produk
kosmetik mengandung pewarna merah K-10 (Rhodamin B), dimana pewarna
tersebut tidak diperbolehkan ada pada sediaan kosmetik apapun. Hal tersebut
tercantum dalam PERKA BPOM RI No. 18 tahun 2015 tentang Persyaratan
Teknis Bahan Kosmetika pada Lampiran V tentang Daftar Bahan Yang Dilarang
Dalam Kosmetika. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa

178
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

pewarna yang terdapat pada sediaan kosmetik tersebut ditambahkan secara


sengaja atau tidak sengaja. Jika dipastikan bahwa bahan pewarna tersebut dengan
sengaja ditambahkan oleh produsen maka akan diberikan sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Tindak lanjut terhadap permasalahan tersebut dikenakan sanksi
seperti yang tertera pada BAB III tentang Sanksi pada Pasal 7, dinyatakan
bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan tersebut dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Larangan mengedarkan Kosmetika untuk sementara;
c. Penarikan Kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
kemanfaatan, mutu dan penandaan dari peredaran;
d. Pemusnahan Kosmetika;
e. Pembatalan notifikasi; dan/atau
f. Penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran
Kosmetika.

2. Dasar hukum yang dilanggar:


a. PERKA BPOM RI No. 18 TAHUN 2015 tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika
BAB II PERSYARATAN BAHAN
Pasal 2
(1) Bahan Kosmetika harus memenuhi persyaratan mutu
sebagaimana tercantum dalam Kodeks Kosmetika Indonesia
atau standar lain yang diakui atau sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Bahan Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
bahan yang diperbolehkan digunakan dalam pembuatan

179
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Kosmetika.
(3) Selain Bahan Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) Bahan tertentu dilarang digunakan dalam
pembuatan Kosmetika.
Pasal 3
Bahan Kosmetika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
meliputi bahan yang diperbolehkan sebagai Bahan Pewarna
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 4
Bahan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) meliputi:
a. Bahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini; dan b. Selain
bahan yang tercantum dalam: 1.Lampiran II dengan fungsi sebagai
pewarna.
b. Dengan diterbitkannya peraturan tentang notifikasi Kosmetika maka
penomeran kosmetika lama dinyatakan tidak berlaku. Berikut edaran BPOM
HK.05.02.43.06.14.3129:
1) Mulai menarik semua kosmetika yang masih mencantumkan
nomor pendaftaran lama (POMCD/CL&CA/CB/CC/CD/CE) sejak
tanggal 01 Juli s.d 05 Agustus 2014
2) Memastikan pencantuman nomor notifikasi kosmetika yang
beredar sampai dengan 05 Agustus 2014
Dengan demikian, hal tersebut melanggar Undang-undang No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 106 yang berbunyi sediaan
farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat
izin edar. Bagi produsen yang melanggar ketentuan tersebut dapat
dipidana dan denda, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 196

180
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

dan Pasal 197 Undang-Undang Kesehatan yang menyatakan bahwa:


Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/ataualat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).

3. Dalam kasus ini pelaku usaha dibina terlebih dahulu oleh BPOM. Setelah
dilakukan pembinaan terhadap pelaku usaha, jika pelaku usaha tersebut masih
sering mengulangi perbuatannya maka akan dilakukan penindakan oleh BPOM
baik itu dengan pemanggilan pelaku usaha, peringatan, membuat surat
pernyataan ataupun diselesaikan secara Projustitia. Tetapi jika terbukti pelaku
usaha dengan sengaja menambahkan pewarna merah K-10 ke dalam sediaan
kosmetik tersebut maka pada kasus ini dapat langsung dilakukan Projustitia.
a. Memberikan sanksi administratif berupa peringatan kepada industri yang
memproduksi dan toko kosmetika.
b. Dari peringatan tersebut industri kosmetik akan melakukan penarikan atau
pemusnahan terhadap produk tersebut.
c. Namun jika poin (b) tidak dilakukan maka dapat diberikan larangan untuk
mengedarkan produk atau dilakukan penarikan terhadap produk di peredaran.

181
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

d. Memberikan pembinaan & pengawasan kepada industri kosmetika tersebut.


e. Dinkes juga berperan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai persyaratan dan keamanan sediaan kosmetika.

STUDI KASUS IZIN EDAR (KELOMPOK 5)


Balai Besar POM Surabaya melakukan pemeriksaan kepada sarana distribusi
yang ada di Jawa Timur, yang menjual produk tanpa ijin edar (TIE), salah satu sarana
yang diperiksa adalah Toko Obat Sehat di Kabupaten A, toko obat menjual
Fluocinonide cream dan PI KANG SHUANG sesuai contoh terlampir.
PERTANYAAN :
1. Evaluasi pelanggaran dari kasus tersebut
2. Peraturan perundang-undangan yang dilanggar
3. Sanksi apa yang diberikan pada sarana tersebut
a. Tinjauan Flucinonide cream
Fluocinonide cream termasuk dalam golongan kortikosteroid yang
diindikasikan untuk peradangan parah pada kulit seperti eczema unresponsive dan
psoriasis. Konsentrasi Fluocinonide dalam sediaan topical seperti krim dan salep
umumnya 0,05%. Penggunaan krim ini tidak di rekomendasikan untuk anak usia
dibawah 1 tahun. Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat pemakaian obat ini
yaitu efek samping pada kulit seperti pruritis, jerawat, alergi dermatitis, kulit
kering, hipopigmentasi, folikulitis, iritasi bahkan rasa seperti terbakar (burning).
b. Tinjauan Pi Kang Shuang salep
Pi Kang Shuang merupakan salep yang digunakan untuk menyembuhkan
beraneka macam problem kulit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur seperti
panu, kadas, kurap kutu air dan masalah kulit laiannya. Karena memiliki
antibakteri yang sangat tinggi, salep kulit Pi Kang Shuang juga bisa dipakai buat
mengobati jerawat dan bekasnya.

182
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

PENYELESAIAN :
1. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi kepada toko obat tersebut;
melakukan koordinasi dan kerja sama lintas sektor dalam rangka
sinkronisasi dan tukar menukar informasi serta data di bidang obat dan
makanan, melakukan monitoring, evaluasi dan menindaklanjuti
laporan/pengaduan/infromasi di bidang obat dan makanan, dan melakukan
upaya penegakan hukum tindak pidana di bidang obat dan makanan ilegal.
2. Peraturan perundang-undangan yang dilanggar :
a. Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) Undang -Undang RI Nomer 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara selama 15 tahun dan
denda maksimal 1,5 miliar serta pasal 62 ayat (1)
b. pasal 8 ayat (1) huruf a dan i Undang-undang RI nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman penjara selama
lima tahun dan denda maksimal 2 miliar.
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian pasal 1 :“Toko obat adalah sarana yang memiliki
izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk
dijual secara eceran.” Pelanggaran pekerjaan kefarmasian ini dilanggar
oleh penanggung jawab toko obat, yakni asisten apoteker yang merupakan
tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian, dimana
seharusnya hanya melakukan penyimpanan dan penjualan obat-obat bebas
dan obat-obat bebas terbatas, namun toko obat ini mengedarkan obat
Fluocinonide cream yang mengandung bahan aktif obat keras.
d. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 106:“Sediaan farmasi dan
alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar”.
e. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang kriteria dan tata laksana

183
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

registrasi obat pada Bab II Pasal 2 : “Obat yang diedarkan di Indonesia


wajib memiliki izin edar”
f. Undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pasal 8 ayat 1 (a):”Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : a. Tidak memenuhi atau
tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundangundangan”.
g. Undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pasal 8 ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa
tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”.
3. Sanksi apa yang diberikan pada sarana tersebut :
a. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 197 : “Setiap orang
yang dengan sengaja memproduksi/mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
alat kesehatan yang tidak memiliki ijin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah)”.
b. UU RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 62:
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, Pasal9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c,hurufe, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”.

184
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

BAB VI
KESIMPULAN

1. Balai Besar POM Surabaya terdiri atas satu bagian tata usaha, empat bidang dan
empat seksi. Empat bidang tersebut saling berkoordinasi untuk melaksanakan
tugas yang telah diberikan dengan berpedoman pada visi dan misi yang dimiliki
oleh Badan POM.
2. Balai Besar POM memiliki keunggulan, yaitu salah satu dari tiga Balai Besar
POM yang memiliki laboratorium yang sudah terkalibrasi sejak 2005 dan telah
disesuaikan dengan ISO 17025:2008, memiliki Laboratorium Unggulan Pengujian
Rokok, memiliki Laboratorium Rujukan Pengujian Endotoksin dan Sterilitas, dan
Laboratorium Rujukan Pengujan Kosmetik.
3. Balai Besar POM melakukan pengambilan sampel rutin obat dan makanan dari
seluruh daerah di Jawa Timur secara acak dalam upaya menjaga keamanan, mutu
dan kemanfaatan obat dan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Balai Besar
POM juga menerima sampel kasus dari Dinas Kesehatan maupun Kepolisian.

185
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

BAB VII
SARAN

Berikut merupakan saran yang dapat diberikan kepada pihak-pihak yang terkait
dalam Praktik kerja Profesi Apoteker di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Surabaya yaitu:
1. Disarankan untuk Balai Besar POM Surabaya pada saat pemberian materi tidak
terlalu singkat, sehingga penyampaian materi dapat lebih maksimal. Selain itu
pemberian materi dimasing-masing laboratorium sebaiknya disampaikan dengan
memperlihatkan bagaimana cara menguji sampel yang dilakukan oleh petugas
Balai Besar POM, sehingga mahasiswa dapat dengan jelas melihat tugas Balai
Besar POM yang berada di laboratorium.
2. Disarankan untuk pemberian materi dengan lebih banyak melibatkan mahasiswa
dalam penyelesaian kasus agar materi yang diberikan dapat lebih mudah
dipahami.

186
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

DAFTAR PUSTAKA

Arrahman, Y. B., &Mustarichie, R. (2018).Wewenang Dan Alur Pemeriksaan Oleh


Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan Bandung Terhadap Kasus
Temuan Parasit Cacing Pada Produk Makerel. Farmaka, Volume 16 (1)
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (https://jatim.bps.go.id/ diakses pada
tanggal 26 Juli 2019)
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Surabaya. Laporan Kinerja Tahun 2018
https://www.pom.go.id/new/view/direct/kksispom diakses pada tanggal 27 Juli
2019 https://www.pom.go.id/new/view/direct/strategicdiaksespadatanggal 27
Juli 2019
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
Keputusan Kepala Balai Besar POM di Surabaya No. HK.04.970.05.15.2701 tentang
Penetapan Rencana Strategis (Renstra) BBPOM di Surabaya Tahun 2015-2019
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 12 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 14
Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

187
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No HK.00.05.41.1384


tentang Kriteria dan tata laksana pendaftraran obat tradisional,obat herbal
terstandar, fitofarmaka.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
Dan Makanan Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 Tentang Persyaratan
Cemaran Mikroba Dan Logam Berat Dalam Kosmetika.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Dan Pemusnahan
Kosmetika

Peraturan Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No 39


tentang Proses Pembuktian Pengaduan Masyarakat

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2016 tentang Pendaftaran Pangan Olahan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2012 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis
Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk-
Bentuk Pengamanan Swakarsa

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/Menkes/Per/VIII/2010


tentang Notifikasi Kosmetika, pada bagian kesatu umum

Peraturan Menteri Kesehatan No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,


Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

Peraturan Menteri Kesehatan No 9 Tahun 2017 tentang Apotek

188
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Peraturan Menteri Kesahatan (Permenkes) RI No 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi


Obat Tradisional.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2016 tentang Kategori Pangan.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia nomor 5
Tahun 2018 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan
Olahan.

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan
Tambahan Pangan.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolan Prekursor. Jakarta: Kepala BPOM

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2012 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba pada Obat Tradisional.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan.
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 11 Tahun 2018
Tentang Kriteria Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan
Pengawas Obat Dan Makanan
Permenkes No. 26 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik Sektor Kesehatan

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017 Tentang
Pendaftaran Pangan Olahan

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika

189
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di
Surabaya Program Studi Profesi Apoteker
LVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen

190

Anda mungkin juga menyukai