Anda di halaman 1dari 18

TUGAS FARMASI INDUSTRI

“Standar Kompetensi Apoteker Indonesia”


Dosen Pengampu: Dede Irving Maryanto, S. Si., M.T., Apt.

Disusun oleh:
Kelompok 5
Kelas: B

Maharani Eka Pratiwi 2018001236


Maria M.I.E Lolobali 2018001237
Mellysa 2018001238
Merie Santia 2018001239
Miftahul Jannah 2018001240
Miranda 2018001241
Mutiara Ayu Lestari 2018001242
Nabilla Nurul Fitri 2018001243

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu komponen
kesejahteraan masyarakat yang dijamin oleh Undang-Undang dasar Tahun 1945
bahkan tercantum dalam pembukaan yang merupakan rumusan tujuan nasional yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dab ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta
keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan
yang menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya adalah pembangunan
kesehatan..
Pembangunan Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit,
serta memulihkan kesehatan manusia yang dapat dilakukan secara mandiri atau
bersama-sama sebagai tugasnya. Pelayanan farmasi merupakan salah satu sub sistem
dari sistem pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Mutu
pelayanan kesehatan akan semakin baik bila tenaga kesehatan memberikan pelayanan
secara terpadu didasarkan pada standar profesi, etika, dan norma masing-masing
termasuk juga profesi apoteker. Oleh karena itu perlu diadakannya standarisasi
kompetensi apoteker guna mencapai keterpaduan tersebut.
Apoteker sebagai pendukung upaya kesehatan dalam menjalankan tugasnya harus
diarahkan dan dibina sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pembinaan dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi
dan kemampuannya, sehingga selalu tanggap terhadap permaslahan kesehatan yang
menjadi tanggungjawabnya. Sedangkan pengawasan dilakukan terhadap kegiatannya
agar tenaga kesehatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kebijaksanaan peraturan perundang-undangan dan sistem yang telah ditetapkan.
Pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian berikutnya juga telah diatur bagaimana proses registrasi termasuk arti
penting Sertifikat Kompetensi bagi Apoteker. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (PP 51/2009) mengatur tentang prasarat untuk
melaksanakan praktik bagi Apoteker antara lain Sertifikat Kompetensi sebagaimana
disebutkan pada Pasal 37:
(1) Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki Sertifikat
Kompetensi Profesi.
(2) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh Sertifikat
Kompetensi secara langsung setelah melakukan registrasi.
(3) Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara memperoleh sertifikat kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tatacara registrasi profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bahkan pada pasal 40 ayat 1 ketentuan mengenai Sertifikat Kompetensi merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Dengan
demikian maka untuk dapat memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA),
seorang Apoteker wajib memiliki Sertifikat Kompetensi.
Proses sertifikasi tersebut menjadi media yang semestinyA mampu meng-update
pengetahuan dan keterampilan apoteker untuk bekal menjalankan praktik kefarmasian.
Sehingga harus didesain yang betul-betul matang dan merepresentasikan kompetensi
seorang apoteker.
Dengan demikian telah jelas status hukum praktik kefarmasian di Indonesia dimana
dalam praktik kefarmasian tersebut apoteker harus teregistrasi oleh Komite Farmasi
Nasional dan harus memiliki Sertifikat Kompetensi sebagai pengakuan kompetensinya.
Artinya kompetensi Apoteker merupakan prasyarat mutlak bagi apoteker untuk dapat
diregistrasi oleh Negara. Dalam kerangka inilah Standar Kompetensi Apoteker
Indonesia merupakan ukuran keahlian apoteker yang akan menjalankan praktik
kefarmasiannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Standar kompetensi menurut Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)


Sesuai dengan amanat UU No. 36 tahun 2009, Pasal 108 Ayat 1 yang menyatakan
bahwa praktek kefarmasiaan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Kemudian pernyataan yang sama juga kita dapatkan pada PP No. 51 tahun 2009,
pasal 1 yang menegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Setelah mengetahui peraturan undang undang yang mengatur mengenai apoteker,
maka akan sangat mengherankan jika dikatakan bahwa dalam sistem pendidikannya apoteker
tidak dibekali pengetahuan yang adekuat mengenai segala aspek mengenai obat. Dalam sistem
pendidikannya, pendidikan sarjana farmasi dan apoteker tidak boleh hanya dititikberatkan pada
satu aspek kompetensi, tetapi harus mampu menjawab keseluruhan kompetensi yang
diwajibkan agar mampu memenuhi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) level 6
untuk sarjana dan level 7 untuk profesi (UU PT No.12 tahun 2012).
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia terdiri dari 10 (sepuluh) standar kompetensi.
Kompetensi dalam sepuluh standar tersebut merupakan persyaratan untuk memasuki dunia
kerja dan menjalani praktik profesi. Standar Kompetensi tersebut adalah (1) Praktik
kefarmasian secara professional dan etik, (2) Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi, (3)
Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan, (4) Pemberian informasi sediaan farmasi dan
alat kesehatan, (5) Formulasi dan produksi sediaan farmasi, (6) Upaya preventif dan promotif
kesehatan masyarakat, (7) Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, (8) Komunikasi
efektif, (9) Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal, (10) Peningkatan kompetensi
diri.

1. Praktik kefarmasian secara professional dan etik


Pada kompetensi ini, diharapkan apoteker mampu memahami dan menghayati
penerapan kode etik pada praktik profesi serta mampu melakukan prektik kefarmasian
secara legal sesuai ketentuan regulasi. Selain itu, Apoteker diharapkan mampu
melakukan praktik kefarmasian secara porfesional dan etik.

2. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi


Kompetensi ini menerangkan bahwa apoteker diharapkan mampu melakukan upaya
penggunaan obat yang rasional berdasarkan pertimbangan ilmiah, pedoman, dan
berbasis bukti serta mampu melakukan konsultasi dan konseling sediaan farmasi sesuai
kebutuhan dan pemahaman pasien, dan juga mampu memberikan pelayanan
swamedikasi secara tepat sesuai kebutuhan pasien. Selain itu, apoteker diharapkan
mampu mengelola efek samping untuk memastikan keamanan penggunaan obat dan
sediaan farmasi lainnya (farmakovigilans) serta mampu melakukan evaluasi
penggunaan obat didasari pertimbangan ilmiah dengan pendekatan berbasis bukti, dan
mampu melakukan pelayanan farmasi klinik berbasis biofarmasi-farmakokinetik.

3. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan


Pada kompetensi ini menjelaskan peran apoteker dalam kemampuan melakukan
penyiapan sediaan farmasi sesuai standard an menyerahkan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dengan memberikan informasi terkain sediaan farmasi dan alat kesehatan
kepada pasien.

4. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan


Peran apoteker yang saat ini diupayakan maksimal adalah mampu melakukan
penelusuran informasi serta menyediakan informasi yang tepat, akurat, relevan dan
terkini terkait sediaan farmasi dan alat kesehatan serta mampu mendiseminasikan
informasi terkait sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tepat, akurat, terkini dan
relevan dengan kebutuhan penerima informasi.

5. Formulasi dan produksi sediaan farmasi


Dalam perannya, apoteker juga mampu menjelaskan prinsip-prinsip dan prosedur
pembuatan sediaan farmasi dan mampu menetapkan formula yang tepat, sesuai standar
dan ketentuan perundang-undangan. Mampu membuat dan menjamin mutu sediaan
farmasi sesuai standar serta ketentuan perundang-undangan, serta mampu menjamin
mutu sediaan farmasi sesuai standar & ketentuan perundang-undangan.

6. Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat


Hal-hal selain dalam laboratorium yang juga diperhatikan oleh apoteker adalah
perannya yang mampu melakukan penelusuran informasi dan menyediakan informasi
yang tepat, akurat, relevan dan terkini terkait obat dan pelayanan kesehatan serta
mampu mengidentifikasi dan melakukan promosi solusi masalah penggunaan obat atau
sediaan farmasi lainnya di masyarakat. Dan juga, apoteker diharapkan Mampu
mengidentifikasi kebutuhan, merancang, dan melakukan upaya preventif dan promotif
kesehatan masyarakat sesuai kebutuhan.

7. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan


Uji kompetensi lainnnya yang harus dipenuhi oleh seorang apoteker adalah mampu
merancang dan melakukan seleksi kebutuhan, merancang dan melakukan pengadaan
dan melakukan penyimpanan serta pendistribusian bahan baku, sediaan farmasi, alat
kesehatan sesuai ketentuan perundangan secara efektif dan efisien. Selain merancang,
diharapkan apoteker mampu untuk melakukan pemusnahan bahan baku, sediaan
farmasi, alat kesehatan sesuai dengan perundangan. Apoteker juga harus mampu
menetapkan system dan melakukan penarikan bahan baku, sediaan farmasi, alat
kesehatan secara efektif dan efisien., serta mengelola infrastruktur sesuai kewenangan
bidang kerjanya secara efektif dan efesien.

8. Komunikasi efektif
Selain kompetensi tersebut, kemampuan keterampilan komunikasi apoteker yang
efektif dengan mampu menunjukkan keterampilan komunikasi terapetik dengan pasien
dan juga keterampilan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan dan juga menunjukkan
keterampilan berkomunikasi secara non verbal dengan kemampuan membaca medical
record dan medication record.

9. Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal


Apoteker mampu melakukan penjaminan mutu dan penelitian di tempat kerja, mampu
merancang dan melaksanakan tugas dan kegiatan dengan baik, mampu melakukan
kegiatan dan tugas sesuai prosedur dengan memanfaatkan sumber daya yang ada
dengan sebaik-baiknya; mampu bekerja sama dan bersinergi dengan rekan sekerja
sehingga membentuk kelompok kerja yang memiliki integritas, memiliki kepercayaan
diri bahwa keberadaanya berguna dan diperlukan oleh organisasi di tempat kerjanya;
mampu mengenali, menganalisis dan memecahkan masalah secara sistematis dengan
mempertimbangkan potensi masalah baru yang mungkin timbul atas keputusan yang
diambil ; mampu memahami, menganalisis, dan memecahkan konflik dengan metoda
yang sesuai, mampu mengidentifikasi kebutuhan, menyusun rencana, dan melakukan
upaya peningkatan layanan; mampu mengelola masalah-masalah sehari-hari di tempat
kerja.

10. Peningkatan kompetensi diri


Apoteker diharapkan mampu menguasai ilmu & teknologi farmasi yang dibutuhkan
untuk menjalankan praktik profesi ; mampu mawas diri, mengenali
kelemahan/kekurangan diri, dan melakukan upaya pengembangan diri secara
berkelanjutan ; mampu mengembangkan pengetahuan dan kemampuan diri serta
berkontribusi dalam upaya peningkatan praktik profesi dan mampu memanfaatkan
teknologi yang sesuai untuk pengembangan profesi

2.2 Permasalahan Kompetensi Apoteker


Permasalahan yang dapat terjadi dalam praktik ilmu kefarmasian terjadi secara beragam
dengan sumber yang berbeda beda. Menurut SKAI tahun 2016, secara garis besar masalah yang
dihadapi oleh profesi apoteker adalah meliputi berbagai kebutuhan pasien terkait dengan
masalah kesehatannya untuk memperoleh sediaan farmasi atau alat kesehatan dan berbagai
masalah praktik profesi yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di sarana
pelayanan kefarmasian/kesehatan. Dengan ini, perumusan masalah yang dibuat dapat
memberikan gambaran umum tentang berbagai permasalahan terkait pelayanan kefarmasian
untuk dikaji oleh para penyelenggaran pendidikan apoteker dari berbagai sudut pandang, baik
dari aspek profesionalisme, etika, disiplin, maupun dari aspek hukum/ regulasi.
Di industry farmasi saat ini, masih digolongkan sebagai industry yang hanya mampu
melakukan reproduksi obat jadi dan sebagian bahan baku. Dalam industry farmasi, kegiatan
utama yang dilakukan adalah penemuan obat, penelitian obat (preklinis, klinis), penyediaan
bahan baku, formulasi obat dan system pengiriman obat, produksi dan pemasaran obat.
Apoteker bagian produksi bertanggung jawab dalam proses produksi sesuai dengan cara
pembuatan produk yang baik (Good Manufacturing Practice) yang meliputi CPOB, CPKB,
CPOTB agar dihasilkan produk yang bermutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan
izin edar (registrasi). Dalam tugas kapita selekta ini, akan dibahas lebih dalam mengenai
kualifikasi dan kompetensi apoteker sebagai penanggung jawab produksi. Secara umum
kualifikasi yang dimiliki oleh seorang apoteker di industri diantaranya memiliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Ijin Kerja (SIK), menguasai ilmu/ teknologi farmasi
serta ilmu/ teknologi terkait tugasnya, mampu menerapkan CPOB/CPKB/CPOTB, jujur dan
loyal, mampu menyelesaikan persoalan yang timbul serta mengikuti pelatihan-pelatihan untuk
memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi. Apoteker harus dapat membangun mutu
produk sesuai dengan kriteria efficacy, safety dan quality. Apoteker dituntut untuk memiliki
pengetahuan dan wawasan yang luas, pengalaman praktis serta terlatih dalam menangani
permasalahan-permasalahan yang muncul di dalam industri farmasi.

2.3 Standar Kompetensi Yang harus Dimiliki Apoteker


Seorang apoteker mempunyai standar kompetensi yang harus dicapai. Menurut WHO,
standar kompetensi seorang apoteker terdiri dari 9 poin yang dsebut nine star pharmacist.
9 standar kompetensi ini dilaksanakan dengan mengkombinasi pengetahuan, keterampilan
dan sikap dari seorang apoteker. Adapun kesembilan standar kompetensi apoteker yaitu :
1. Care-giver
Farmasis merupakan profesional kesehatan yang peduli dalam memberika pelayanan
kefarmasian, dalam hal ini termasuk layanan klinis (clinical), analitis (analytical),
teknologis (technological), dan atau regulasi (regulatory), juga farmasis harus bisa
berinteraksi dengan pasien dan masyarakat umum, individu atau kelompok. Farmasis
harus melakukan praktik terpadu dan berkelanjutan dengan elemen-elemen dari sistem
pelayanan kesehatan lain dan juga sesama farmasis. Pelayanan yang dilakukan harus
dalam kualitas terbaik.
2. Decision-maker
Tepat, berkhasiat, rasional, dan efektif (termasuk personil, obat-obatan, bahan kimia,
peralatan, prosedur, dan praktik) harus menjadi landasan dalam setiap pekerjaan.
Mencapai tujuan ini membutuhkan kemampuan untuk mengevaluasi, menyatukan, dan
memutuskan tindakan yang paling tepat untuk dilakukan saat bekerja.
3. Communicator
Farmasis berada dalam posisi yang ideal diantara dokter dan pasien. Dalam hal ini
seorang farmasis harus memiliki pengetahuan lebih dan juga kemampuan dalam
berinteraksi dengan profesional kesehatan lain dan juga masyarakat umum. Komunikasi
ini termasuk komunikasi verbal, non-verbal, mendengar, dan kemampuan menulis
(writing skill).
4. Leader
Seorang farmasis harus memiliki karakter dan kemampuan seorang pemimpin.
Farmasis yang bekerja dalam kelompok multidisiplin maupun yang mendapati dirinya
dalam situasi dimana profesional kesehatan yang lain dalam jumlah yang kurang atau
terjadi hal-hal yang menyebabkan kekosongan pemimpin/ketua untuk memberikan
pelayanan kesehatan, maka seorang farmasis berkewajiban memikul tanggung jawab
sebagai pemimpin guna mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan yang diharapkan
meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif serta
kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5. Manager
Seorang farmasis harus mampu mengelola secara efektif sumber daya (manusia, fisik,
dan fiskal) dan informasi, juga seorang farmasis harus dapat bekerja dalam tim baik itu
sebagai employer ataupun manager/leader, dan harus comfortable being managed by
others. Informasi dan teknologi akan memberikan tantangan dan tanggung jawab
kepada farmasis untuk sharing informasi tentang obat-obatan dan produk terkait.
6. Life-long learner
Sekarang ini tidak mungkin lagi untuk mempelajari segala sesuatu yang berkaitan
dengan farmasi hanya di bangku perkuliahan/pendidikan. Konsep, prinsip, dan
komitmen untuk belajar sepanjang waktu harus dilaksanakan dan didukung dimulai dari
dunia pendidikan sampai dunia kerja. Pharmacist should learn how to learn.
7. Teacher
Seorang farmasis memiliki tanggung jawab untuk membantu generasi farmasis
selanjutnya dengan pendidikan dan pelatihan. Berpartisipasi sebagai guru tidak hanya
menanamkan pengetahuan kepada orang lain, hal ini juga merupakan kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan baru dan menyempurnakan kemampuan yang telah diperoleh
sebelumnya.
8. Researcher
Penelitian ini tidak hanya untuk akademisi. Temuan penelitian dapat berdampak pada
semua sektor profesi farmasi. Diperlukan sebuah perubahan budaya dimana
farmasis melakukan penelitian sebagai bagian inti dari praktek sehari-harinya. Seorang
farmasis harus dapat menggunakan dasar bukti (evidence base) secara efektif untuk
memberikan saran tentang penggunaan obat yang rasional dalam pelayanan kesehatan.
Sebagai peneliti, farmasis akan memainkan peran penting dalam berbagai proses
penelitian klinis yang meliputi penemuan, perencanaan, pemantauan serta pelaporan uji
klinis. Tujuan utama dalam melakukan penelitian klinis adalah untuk
menghasilkan pengetahuan baru untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.
9. Entreprenuer
Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani
mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani
mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi
rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Seorang farmasis diharapkan
dapat terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan kemandirian serta membantu
mensejahterakan masyarakat, misalnya dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetik,
makanan, minuman, alat kesehatan, baik skala kecil maupun skala besar, mendirikan
apotek, serta bisnis tanaman obat dll. Bisnis dalam bidang farmasi menyediakan
kesempatan tak terbatas, terlebih lagi kepada pharmacy graduates. Kenyataannya pada
saat ini banyak wirausahawan dengan hanya sedikit atau tidak memiliki pengetahuan
tentang farmasi sekalipun mengatur pharmacy shop untuk pengadaan obat-obatan
dibawah pengawasan farmasis.

2.4 Peran Farmasis Dalam Industri Farmasi


1. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Produksi
Penanggung jawab produksi (kepala bagian produksi/ manajer produksi) hendaklah
seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis paling sedikit 5 tahun bekerja di bagian produksi pabrik
farmasi, memiliki pengalaman dan pengetahuan di bagian pembuatan obat dan
perencanaan produksi, pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan dalam
pembuatan obat, CPOB, penguasaan bahasa asing yang baik, serta keterampilan dalam
kepemimpinan yanag dibuktikan dengan sertifikasi lembaga yang ditunjuk. Manajer
produksi bertanggungjawab atas terselenggaranya pembuatan obat agar obat tersebut
memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan dan dibuat dengan memperhatikan
pelaksanaan CPOB, dalam batas waktu dan biaya produksi yang ditetapkan. Secara
rinci, ruang lingkup tugas dan tanggung jawab seorang penanggungjawab produksi
adalah sebagai berikut:
a) Bertanggungjawab dalam memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai
prosedur sehingga memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
b) Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan obat dari perolehan bahan,
pengolahan, pengemasan, sampai pengiriman obat ke gudang jadi.
c) Memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk semua pelaksanaan
operasi di gudang, penimbangan, pengolahan, dan pengemasan.
d) Bersama-sama dengan manajer perencanaan dan pengadaan bahan menyusun
rencana produksi.
e) Bertanggung jawab memeriksa catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan
bets serta menjamin bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan prosedur
pengolahan bets dan prosedur pengemasan bets.
f) Berdiskusi dengan manajer pengawasan mutu jika ada kegagalan.
g) Bertanggung jawab atas peralatan yang digunakan dalam proses produksi,
peralatan yang digunakan harus selalu dikualifikasi dan divalidasi dengan benar.
h) Ikut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan serta
pematuhan terhadap peraturan CPOB.
i) Bertanggung jawab atas kebersihan di daerah produksi.
j) Bertanggung jawab untuk menjaga moral kerja yang tinggi, kemampuan
pengembangan, dan pelatihan serta melakukan evaluasi tahunan atas semua
karyawan yang dibawahinya.
k) Membuat laporan bulanan.
l) Membuat anggaran tahunan untuk bagian produksi.
m) Mengusahakan perbaikan biaya produksi.
n) Menjaga hubungan kerja yang baik dengan Penanggungjawab Pengawasan Mutu,
Teknik dan Perencanaan dan Pengadaan Bahan serta Pemasaran.
o) Berhubungan dengan pemerintah, dalam hal ini Pengawas Obat dan Makanan
berkaitan dengan kualitas obat.

2. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu (Quality Control).


Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian
bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup
uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka
validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi
bahan, produk serta metode pengujiaannya.
Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa :
a) Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk
identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya.
b) Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan
telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokumentasi, produksi
terlebih dahulu.
c) Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu
batch obat telah dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan sebelum didistribusikan.
d) Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang
ditetapkan.
3. Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu (Quality Assurance).
Seorang penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu (Quality
Assurance) adalah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh
pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang
pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara profesional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu harus seorang
apoteker atau Magister Sains atau Doktor Sains dan memiliki pengalaman paling
sedikit 5 tahun sebagai apoteker dalam suatu perusahaan farmasi, pengalaman
praktek dalam analisis fisika dan kimia, pengalaman dalam menggunakan metode
dan peralatan laboratorium modern, kemampuan untuk menguraikan metode
analisis serta fasih berbahasa inggris, kesanggupan dalam manajemen dan
motivasi personalia serta memiliki pengetahuan yang baik dalam proses pembuatan
obat dan CPOB baik nasional maupun internasional.
Penanggung jawab Pemastian Mutu memiliki kewenangan dan tanggung jawab
penuh dalam sistem mutu, termasuk:

a) Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu. Ikut


serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan.
b) Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.
c) Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu.
d) Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit terhadap pemasok).
e) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.
f) Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Pengawasan
Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi.
g) Mengevaluasi/mengkaji catatan bets.
h) Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait.
i) Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai efektifitasnya.
Penekanan difokuskan pada pencegahan kerugian/cacat dan realisasi peluang
perbaikan yang berkesinambungan.
j) Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam pembuatan obat,
pengemasan, penyimpanan dan pengawasan mutu.
k) Memastikan pemenuhan peraturan pemerintah dan standar perusahaan.
l) Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan pelatihan CPOB.
m) Menyusun prosedur tetap (Protap) dan mengelola sistem protap.
n) Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi danmengambil
keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama dengan
bagian lain.
o) Memastikan penyelanggaraan validasi proses pembuatan dan sistem
pelayanan.
p) Memantau penyimpangan bets.
q) Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan menyetujui perubahan.

r) Menyetujui prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk.


s) Menyetujui atau menolak pasokan bahan baku.
t) Bertanggung jawab dalam pelulusan atau penolakan obat jadi sesuai Protap
terkait.

4. Apoteker dalam Proses Registrasi Obat dan Desain Kemasan


Unit ini dikepalai oleh seorang apoteker yang membawahi Packaging
Specialist and Documentation and Registration Officer. Unit ini bertanggung jawab
terhadap pengembangan kemasan (baik untuk produk baru dan produk lama) serta
menyiapkan dokumen-dokumen untuk registrasi. Selain itu juga bertugas membuat
spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan kemas, dan membuat Master batch
bekerja sama dengan kepala unit formulasi.
Sebuah obat harus memiliki Nomor Izin Edar (NIE) sebelum dapat
dipasarkan. Untuk memperoleh NIE sebuah industri farmasi harus mendaftarkan
produknya ke BPOM dan melalui prosedur registrasi yang berlaku. Dalam hal
inilah seorang apoteker sebagai seseorang yang kompeten di bidang obat berperan
penting. Selain itu, apoteker sebagai seseorang yang mengetahui peraturan
mengenai kemasan dan label harus mampu dalam mengatur desain kemasan yang
benar. Uraian tugas dan tanggung jawab bagian registrasi dan desain kemasan:
a) Bertanggung jawab dalam melakukan semua kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan pendaftaran semua produk / obat. Baik pendaftaran produk
baru, atau pendaftaran ulang suatu produk.
b) Bertanggung jawab dalam melengkapi dokumen registrasi dengan data
valid dan data yang sebenarnya.
c) Bertanggung jawab dalam melakukan desain kemasan yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

5. Apoteker sebagai Tenaga Pemasaran


Dalam pelaksanaan peran apoteker sebagai tenaga pemasaran / ritel perlu
diakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Studi kelayakan merupakan suatu kajian
sebagai bagian dari perencanaan yang dilakukan menyeluruh mengenai suatu
usaha dalam proses pengambilan keputusan investasi yang mengawali resiko
yang belum jelas. Melalui studi kelayakan berbagai hal yang diperkirakan dapat
menyebabkan kegagalan, dapat diantisipasi lebih awal.
Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan
pemberian layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu
sebagai pribadi maupun keluarga. Agar sukses di dunia ritel maka ritel harus
dapat menawarkan produk yang tepat, dengan harga yang tepat, di tempat yang
tepat, dan waktu yang tepat.
Fungsi Ritel adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa
Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap bebagai jenis produk
dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai peritel, mereka menyediakan
beraneka ragan produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen.
2. Memecah
Memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhirnya
menguntungkan produsen dan konsumen. Jika produsen memproduksi barang
dan jasa dalam ukuran besar, maka harga barang dan jasa tersebut menjadi
tinggi. Sementara konsumen juga membutuhkan barang dan jasa tersebut dalam
ukuran yang lebih kecil dan harga yang lebih rendah. Kemudian peritel
menawarkan produk-produk tersebut dalam jumlah kecil yang disesuaikan
dengan pola konsumsi para konsumen secara individual.
3. Penyimpanan Persediaan
Peritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan persediaan
dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan diuntungkan
karena terdapat jaminan ketersediaan barang dan jasa yang disimpan peritel.
4. Penyedia Jasa
Dengan adanya ritel, maka konsumen akan mendapatkan kemudahan dalam
mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga
dapat mengantar hingga dekat ke tempat konsumen, menyediakan jasa yang
memudahkan konsumen dalam membeli dan menggunakan produk dengan
segera dan membayar belakangan.

5. Nilai Produk dan Jasa


Dengan adanya beberapa jenis produk dan jasa, maka untuk suatu aktivitas
pelanggan mungkin memerlukan beberapa barang. Dengan
menjalankanfungsi- fungsi tersebut, peritel dapat berinteraksi dengan
konsumen akhir dengan memberikan nilai tambah bagi produk atau barang.
Kemajuan industri farmasi sangat ditentukan oleh strategi dan tenaga
pemasaran yang dimiliki perusahaan. Apoteker sebagai seorang yang kompeten di
bidang obat dapat berperan sebagai Product Manager. Apoteker sangat potensial
dalam memperkenalkan produk industri pada masyarakat (obat bebas/OTC) atau
pada para dokter (obat ethical) karena ilmu kefarmasian dan managemen yang
dikuasainya.

6. Apoteker dalam Riset dan Pengembangan Produk


Seorang penanggung jawab riset dan pengembangan produk harus seorang
apoteker yang memiliki pengetahuan memadai mengenai zat aktif dan berbagai zat
pembantu yang akan digunakan dalam pengembangan formula. Uraian tugas dan
tanggung jawab penanggung jawab riset dan pengembangan produk adalah:
a) Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru sesuai dengan
permintaan marketing.
b) Bertanggung jawab untuk melakukan efisiensi biaya produksi dengan
membuat formulasi bahan yang memerlukan biaya rendah tetapi tetap
menjaga kualitas.
c) Bertanggung jawab untuk memperbaiki formula obat jika ditemukan
permasalahan dalam produksi.
d) Bertanggung jawab untuk pengembangan sarana penunjang yang
dibutuhkan untuk kelancaran produksi (seperti sistem tata udara, sistem
pengolahan air, sistem pengolahan limbah, dan lain-lain).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang apoteker meliputi adalah (1)
Praktik kefarmasian secara professional dan etik, (2) Optimalisasi penggunaan sediaan
farmasi, (3) Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan, (4) Pemberian informasi
sediaan farmasi dan alat kesehatan, (5) Formulasi dan produksi sediaan farmasi, (6)
Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat, (7) Pengelolaan sediaan farmasi
dan alat kesehatan, (8) Komunikasi efektif, (9) Ketrampilan organisasi dan hubungan
interpersonal, (10) Peningkatan kompetensi diri. Dalam industry farmasi, Apoteker
harus dapat membangun mutu produk sesuai dengan kriteria efficacy, safety dan quality
serta terlatih dalam menangani permasalahan-permasalahan yang muncul di dalam
industri farmasi.
DAFTAR PUSTAKA

Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. 2016. Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia
2016.
Aaseer Thamby Sam and Subramani Parasuraman. 2015. The Nine-Star Pharmacist: An
Overview, Journal of Young Pharmacists Vol 7, Issue 4, 20 Maret 2018.
Report of a Third WHO Consultative Group on the Role of the Pharmacist. Preparing The
Future Pharmacist. Curricular Development. Vancouver, Canada, 21 Maret 2018.
Safe Effective Pharmacy Practice Competence Standards For The Pharmacy Profession.
2014. Pharmacy Council Of New Zealand.

Anda mungkin juga menyukai