Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGAWASAN OBAT, KOSMETIK, DAN MAKANAN


Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah
Etika dan Perundang-undangan
Dosen Bu Retty Handayani, M.Farm., Apt

Semester 4 Kelas C
DawilaMukodah 24041115110
Ilma Amalia 24041115122
Nurannisa Rahma 24041115133
Maola Siti Hapidhah 24041115126
Mila Miranti 24041115128
Putri Oktavia Tambunan 24041115135
Ressa Juniar Aisyah 24041115137
Risvi Dwidiantini Saputri 24041115140
Yuliansyah Nabila Abkar 24041115153

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2017
Daftar Isi

Kata Pengantar
BAB 1
1. Pendahuluan
2. Latar Belakang
3. Rumusan Masalah
4. Maanfaat
BAB II
1. Pembahasan
BAB III
1. Penutup
2. Kesimpulan
3. Saran
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Etika dan
Perundang-undangan yang berjudul Pengawasan Obat, Kosmetik dan Makanan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan dengan kerja sama yang baik dari
kelompok kami. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.Akhir kata kami berharap semoga makalah Etika dan Perundang-
undangan yang berjudul Pengawasan Obat, Kosmetik dan Makanan ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Garut, Mei 2017

Penyusun
Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian dan gaya hidup yang semakin pesat dan
kemajuan teknologi dan ilmu pengatahuan telah menimbulkan perubahan cepat pada
produk-produk kosmetik,industri farmasi, obat tradisional, alat kesehatan, sehingga
banyaknya beredar industri-industri produk yang baru. Pemerintah Indonesia telah
membentuk sebuah badan yang diberikan tugas tertentu dalam hal pengawasan
terhadap obat dan makanan yang disebut dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan
yang disingkat dengan BPOM. Badan inilah dengan dikoordinasikan oleh Menteri
Kesehatan dan Menteri Kesejahteraan Sosial yang diserahkan tugas pengawasan
peredaran obat dan makanan di Indonesia, yang dibentuk di masing-masing Provinsi
di seluruh Indonesia
Pengertian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah merupakan
Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), yaitu sesuai Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 merupakan lembaga pemerintah pusat
yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden serta
bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan


signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetik dan alat-alat
kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modren, industri tersebut kini mampu
memproduksi dengan skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan
“range” yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan transformasi dan entry
barrier yang semakin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-
produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara
dan dengan sistem jaringan distribusi yang sangat luas akan mampu menjangkau
seluruh strata masyarakat di dunia.

Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk terus cenderung meningkat


seiring dengan perubahan gaya hidup manusia termasuk pada pola konsumsinya,
sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih
dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di sisi lain pihak produsen
menggunakan iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk
mengkonsumsi secara berlebihan dan sering kali tidak rasional. Perubahan teknologi
produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada
realitasnya meningkatkan resiko dengan aplikasi yang luas pada kesehatan dan
keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standart atau terkontaminasi oleh
bahan berbahaya maka resiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta
berlangsung secara amat cepat. Untuk itu di Indonesia harus memiliki sistem
pengawasan obat dan makanan (SISPOM) yang efektif dan efesien, mampu
mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termasuk untuk melindungi
keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar
negeri. Maka telah di bentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasional maupun
internasional serta kewenangan penegakan hukum dan kredibilitas profesionalan yang
tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Evaluasi kasus dan bagaimana tindak lanjut terhadap permasalahan
pengawasan obat, makanan dan kosmetika
2. Apa saja dasar hukum yang dilanggar?
3. Apa saja sanksi yang diberikan?

C. Tujuan

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah etika dan perundang-undangan
2. Untuk mengetahui berbagai kasus tentang penyalahgunaan obat, kosmetika
dan makanan yang pernah terjadi
3. Untuk mengetahui tentang undang-undang yang mengatur obat, kosmetik dan
makanan

D. Manfaat
1. Lebih mengetahui tentang undang-undang yang mengatur obat, kosmetika dan
makanan
Bab II

Pembahasan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN
OBAT DAN MAKANAN KE DALAM WILAYAH INDONESIA DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa Obat dan Makanan yang dimasukan ke dalam wilayah Indonesia
harus memiliki nomor izin edar dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang impor;
b. bahwa pengaturan pengawasan pemasukan Obat dan Makanan yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.23.1455 Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Pangan
Olahan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.42.2996 Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Obat
Tradisional, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.04.11.03724 Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan
Kosmetika, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.3.12.11.10692 Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Obat
Impor, perlu disesuaikan dengan ketentuan terkini di bidang impor;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam
Wilayah Indonesia;
PERATURAN BPOM Nomor 27 Tahun 2013: PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT DAN

MAKANAN KE DALAM WILAYAH INDONESIA


PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT DAN MAKANAN KE DALAM
WILAYAH INDONESIA.

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Obat dan Makanan adalah obat, obat tradisional, obat kuasi, kosmetika,
suplemen kesehatan, dan pangan olahan.
2. Pemasukan Obat dan Makanan adalah importasi Obat dan Makanan ke
dalam wilayah Indonesia.
3. Surat Keterangan Impor, yang selanjutnya disingkat SKI, adalah surat
keterangan untuk pemasukan Obat dan Makanan ke dalam wilayah
Indonesia.
4. Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan bahan
atau paduan bahan digunakan untuk mempengaruhi/menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia.
5. Produk Biologi adalah vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk
darah dan produk hasil fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan
produk yang berasal dari teknologi rekombinan DNA) yang digunakan untuk
mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
6. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
7. Obat Kuasi adalah obat dengan bahan aktif dengan efek farmakologi
untuk keluhan ringan.
8. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik.
9. Suplemen Kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan memperbaiki fungsi
kesehatan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral,
asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis, yang tidak
dimaksudkan sebagai pangan.
10. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau
metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
11. Izin Edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran Obat dan Makanan
yang diberikan oleh Kepala Badan untuk dapat diedarkan di wilayah
Indonesia.
12. Batas kedaluwarsa adalah keterangan batas waktu obat, obat tradisional,
suplemen kesehatan, dan pangan layak untuk dikonsumsi dalam bentuk
tanggal, bulan, dan tahun, atau bulan dan tahun.
13. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang
pengawasan Obat dan Makanan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK


INDONESIA
NOMOR HK.03.1.23.04.11.03724 TAHUN 2011
TENTANG: PENGAWASAN PEMASUKAN KOSMETIKA
Menimbang :

1. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran kosmetika yang


tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu;
2. bahwa kosmetika yang akan dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diedarkan harus memiliki izin edar berupa
notifikasi;
3. bahwa pengaturan tentang pengawasan pemasukan kosmetika
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.42.2995 Tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan Kosmetika sudah tidak sesuai dengan
situasi dan kondisi terkini dan perlu diganti;
4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang
Pengawasan Pemasukan Kosmetika;

5. Mengingat :

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3821);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3781);
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.11.03724 TAHUN 2011 TENTANG

PENGAWASAN PEMASUKAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK

INDONESIA,

Menimbang :

1. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran kosmetika yang tidak

memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu;

2. bahwa kosmetika yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia

untuk diedarkan harus memiliki izin edar berupa notifikasi;

3. bahwa pengaturan tentang pengawasan pemasukan kosmetika

sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan Nomor HK.00.05.42.2995 Tahun 2008 tentang

Pengawasan Pemasukan Kosmetika sudah tidak sesuai dengan situasi

dan kondisi terkini dan perlu diganti;

4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Pengawasan

Pemasukan Kosmetika;

5. Mengingat :

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);


7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan

Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3781); BADAN PENGAWAS OBAT DAN

MAKANAN REPUBLIK INDONESIA ‐ 2 ‐

9. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2010 tentang Jenis Dan Tarif

Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan

Pengawas Obat Dan Makanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5131);

10. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga

Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;

11. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi

dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52

Tahun 2005;

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/Per/VIII/2010

tentang Notifikasi Kosmetika;

13. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja


Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;

14. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.00.05.23.4415 Tahun 2008 tentang Pemberlakuan Sistem Elektronik

dalam Kerangka Indonesia National Single Window di Lingkungan

Badan Pengawas Obat dan Makanan;

15. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.00.05.23.4416 Tahun 2008 tentang Penetapan Tingkat Layanan

(Service Level Arrangement) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan

Makanan dalam kerangka Indonesia National Single Window;

16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara

Pengajuan Notifikasi Kosmetika;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK

INDONESIA TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN KOSMETIKA. BADAN

PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:


1) Izin Edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran kosmetika dalam bentuk notifikasi

yang diberikan oleh Kepala Badan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia.

2) Pemasukan kosmetika adalah importasi kosmetika melalui angkutan darat, laut,

dan/atau udara ke dalam wilayah Indonesia.

3) Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

pengawasan obat dan makanan.

BAB II PEMASUKAN KOSMETIKA

Pasal 2

1) Setiap pemasukan kosmetika harus memenuhi ketentuan peraturan

perundangundangan di bidang impor.

2) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemasukan

kosmetika juga harus mendapat persetujuan pemasukan dari Kepala Badan.

3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa Surat Keterangan Impor

(SKI).

Pasal 3

1) Kosmetika yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan

adalah kosmetika yang telah memiliki izin edar berupa notifikasi.

2) Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dimasukkan ke dalam

wilayah Indonesia oleh importir kosmetika yang memiliki Angka Pengenal Impor (API)

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kosmetika yang

digunakan untuk penelitian dan sampel kosmetika untuk pameran dalam jumlah terbatas serta

tidak diperjual belikan.

Pasal 4
1) Produk ruahan yang akan diproses lebih lanjut menjadi kosmetika produksi dalam

negeri dapat diberikan SKI.

2) Kosmetika produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus telah

dinotifikasi.

BAB III TATA CARA PEMASUKAN KOSMETIKA

Pasal 5

1) SKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) diberikan atas dasar permohonan.

Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Badan oleh Pemegang Notifikasi

Kosmetika atau kuasanya dengan melampiri dokumen sebagai berikut: a. sertifikat analisis

kosmetika; b. invoice; c. Bill of Lading (B/L) atau Air Ways Bill (AWB); d. fotokopi NPWP

pemohon; dan e. fotokopi API pemohon.

2) Nama kosmetika yang tercantum pada invoice sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf c harus sama dengan nama kosmetika yang tercantum pada Pemberitahuan Notifikasi

Kosmetika atau Persetujuan Izin Edar.

3) Selain harus melampiri dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), khusus

permohonan SKI untuk penelitian dan sampel kosmetika untuk pameran sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), harus melampiri juga proposal dan/atau data pendukung.

Pasal 6 Semua data pemasukan kosmetika harus didokumentasikan dengan baik oleh

Pemegang Notifikasi Kosmetika sehingga mudah dilakukan pemeriksaan dan penelusuran

kembali serta setiap saat dapat diperiksa oleh petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 7 SKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) hanya berlaku untuk satu kali

pemasukan (setiap shipment).

Pasal 8
Tata cara permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diajukan secara elektronik

melalui website Badan Pengawas Obat dan Makanan (http://e-bpom.pom.go.id) sesuai

dengan:

1) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.23.4415

Tahun 2008 tentang Pemberlakuan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia National

Single Window di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan

2) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.23.4416

Tahun 2008 tentang Penetapan Tingkat Layanan (Service Level Arrangement) di Lingkungan

Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam kerangka Indonesia National Single Window.

BAB IV PENGAWASAN

Pasal 9

1) Setiap industri kosmetika, importir kosmetika, usaha perorangan/badan usaha yang

melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi,

yang memasukkan kosmetika ke dalam wilayah Indonesia tanpa persetujuan pemasukan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dikenai tindakan administratif.

2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. peringatan tertulis;

b. larangan mengedarkan kosmetika;

c. penarikan kosmetika dari peredaran;

d. pemusnahan kosmetika; atau

e. penghentian sementara produksi, pemasukan, dan/atau peredaran kosmetika.

BAB V KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10
1) Dengan berlakunya Peraturan ini maka:

2) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.1.42.4974

Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Kosmetika; dan

3) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.42.2995

Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika; dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku.

Pasal 11

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya

memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara

Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 April 2011

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd. KUSTANTINAH

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Mei 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd. PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 262

1. Kasus : “POLDA METRO GEREBEK 4 GUDANG PRODUKSI JAMU DAN OBAT


PALSU”. by ; Liputan6.com

Empat gudang besar yang memproduksi obat dan jamu ilegal di cakung, jakarta timur
digerebek polisi. Dua gudang ada di kompleks pergudngan centra cakung blok F, sementara
dua lagi berada di kompleks pergudangan green sedayu biz park blok GS 6.

 Dasar Hukum Yang Dilanggar Antara Lain :


a. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
 pasal 1 (4):”Sedian farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika”.
 Pasal 106 (1) ”Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat ijin edar”.
b. Undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
 pasal 8 (1) :”Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan /atau jasas yang : a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pasal 8 (4) : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat(1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menarikya dari
peredaran.
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Ijin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional (OT)
 pasal 39 (1) : a. Industri Obat Tradisional (IOT) atau Industri Kecil Obat Tradisional
(IKOT) dilarang memproduksi segala jenis OT yang mengandung bahan kimia hasil isolasi
atau sintetik yang berkhasiat obat

 Sanksi Administratif dan Hukum


a. Sanksi adminitratif Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990
tentang Ijin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional (OT) :
 Pasal 20 (c) :”Ijin Usaha IOT atau IKOT dicabut dalam hal ini melanggar ketentuan
pasal 3, 4, 39, atau 41”. 51
 Pasal 21 ayat 1-3 : Apabila IOT atau IKOT melakukan tindakan pelanggaan diberikan
peringatan secara tertulis sampai 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu 2 bulan, apabila
dalam waktu 2 bulan yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan sebagaimana disebutkan
dalam surat peringatan, kepada yang bersangkutan dikenakan tindakan pembekuan ijin usaha
industri; bila dalam waktu 6 bulan industri yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan
sebagaimana disebutkan dalam surat pembekuan ijin usaha industri, maka dikenakan
tindakan pencabutan ijin usaha; pembekuan ijin usaha IOT dan IKOT dapat dicairkan
kembali apabila IOT dan IKOT telah melakukan perbaikan sebagaimana disebutkan dalam
surat pembekuan ijin usaha
b. Sanksi hukum diberika karena terbukti melanggar tindak pidana sesuai :
1. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan :
Pasal 197 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki ijin edar sebagaimana dimaksud dalam
pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan 52
denda paling banyak Rp. 1.500.000.000-,(satu miliar lima ratus juta rupiah).
2. Undang-undang RI No. 8 tahun 1990 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 61 : Penuntutan dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pasal
62(1) : Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). Dalam kasus ini dapat dilakukan proyustisia, karena
terbukti melanggar tindak pidana UU No. 36 tahun 2009 pasal 197 dan UU No. 8 tahun 1990
pasal 62 ayat (2). Dengan tuntutan yang mengacu pada UU No. 36 tahun 2009 tahun 197.

2. Kasus : “SEJUMLAH SAMPEL MAKANAN DITEMUKAN MENGANDUNG


BAHAN KIMIA BERBAHAYA”. By ; Kompas.com.

Jakarta, kompas – badan pengawasan obat dan makan DKI jakarta bersama pemerintah kota
jakarta pusat menggelar inspeksi mendadak di kawasan kuliner kampung lima, sabang,
jakarta pusat, jumat (22/5). Mereka menemukan sejumlah sampel makanan yang
mengandung bahan kimia berbahaya seperti boraks dan formalin untuk pengawet.

 Dasar hukum yang dilanggar :


a. UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan - Bagian Kedua - Bahan Tambahan Pangan
o Pasal 10 (1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau
melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
o BAB VI - TANGGUNG JAWAB INDUSTRI PANGAN Pasal 41 (1) Badan usaha
yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang perseorangan dalam badan
usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha 60 tersebut bertanggung jawab
atas keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang
mengkonsumsi pangan tersebut.
 Sanksi hukum :

Barang siapa dengan sengaja menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan
tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang
batas maksimal yang ditetapkan. Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 ayat 1 maka
akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.
600.000.000 (enm ratus juta rupiah).

 Dasar hukum yang dilanggar :


Dalam kasus ini pelaku usaha melanggar peraturan Undang-Undang No 36 tahun 2009 :
o pasal 1 (4):”Sedian farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika”.
o Pasal 106 (1) ”Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat ijin edar”.
 Sanksi hukum :
BAB 20 ketentuan pidana pasal 197. Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 tahun dan denda paling banyak 1,5 miliar rupiah.
Bab III
Penutup

Kesimpulan

jadi, pasal yang berhubungan dengan pengawasan obat, makanan dan kosmetika

adalah undang-undang dan peraturan :

• Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

• Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Ijin Usaha

Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional (OT)

• UU tahun 1996 tentang Pangan

• Peraturan Kepala Badan Pom RI No. HK.03.1.23.04.11.03724 Tentang Pengawasan

Pemasukan Kosmetik

• Peraturan Kepala Baan Pom Ri No. 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Obat Dan

Makanan RI
Daftar Pustaka

 http://www.landasanteori.com/2015/10/badan-pengawas-obat-dan-makanan-
bpom.html
 http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-pengawasan-obat-dan-makanan/
 http://perkosmi.com/peraturan-bpom-ri-pengawasan-pemasukan-kosmetika
 http://perkosmi.com/peraturan-bpom-pengawasan-pemasukan-obat-dan-makanan-ke-
dalam-wilayah-indonesia
 http://perkosmi.com/wp-
content/uploads/2013/06/BPOM_No.27_2013_Pengawasan_Pemasukan_Obat_dan_Makanan
.pdf
 http://perkosmi.com/filesperkos/BPOM_HK.03.1.23.04.11.03724_200411_Pengawas
an%20Pemasukan%20Kosmetika.pdf
 http://scholar.unand.ac.id/3075/2/BAB%20I%20PDF.pdf

Diakses pada tanggal 14 Mei 2017 pada pukul 09.48 – 20.33 WIB
Lampiran

Foto bukti kasus

Anda mungkin juga menyukai