Anda di halaman 1dari 14

I.

Latar Belakang

Penggunaan obat tradisional sudah ada sejak lama dan telah

dimanfaatkan oleh banyak masyarakat Indonesia sejak dulu. Obat-obat tradisional

ini dapat ditemukan di seluruh tanah air Indonesia. Bahan yang digunakan untuk

membuat obat tradisional ini juga dapat dikatakan cukup mudah untuk ditemukan

karena berasal dari bahan alam yang ada di bumi. Obat-obat yang berasal dari

bahan alam dapat mengandung banyak khasiat dan sangat bagus untuk kesehatan

tubuh. Selain banyak khasiatnya obat-obat ini juga jarang memiliki efek samping

yang signifikan. Maka dari itu obat tradisional banyak digunakan oleh masyarakat

Indonesia. Masyarakat juga cenderung lebih memilih obat berbahan alami

dibandingkan dengan obat berbahan kimia karena kandungan yang dihasilkan obat

berbasis bahan kimia lebih toxic terhadap tubuh dan memiliki banyak efek

samping yang dapat membahayakan kesehatan.

Namun karena adanya perubahan era dan zaman yang semakin maju,

masyarakat cenderung lebih memilih untuk mengkonsumsi obat berbahan kimia

karena lebih mudah untuk dibeli di apotek, dan efek kerjanya yang lebih cepat dan

efektif. Walaupun demikian, obat-obat tradisional tidak akan dilupakan begitu saja

karena sudah menjadi warisan budaya Indonesia dan harus dilestarikan dari

generasi ke generasi. Obat tradisional juga bisa dikembangkan di era modern ini

dengan sedikit modifikasi misalnya mulai dari bentuk sediaan dan pengemasan

produk yang akan membuat obat tradisional menjadi lebih diminati oleh

masyarakat saat ini.

Contoh obat tradisional yang sering dikenal di masyarakat luas adalah


jamu. Jamu memiliki banyak manfaat dan khasiat yang baik bagi tubuh. Proses

produksi jamu masih dilakukan secara tradisional dan belum teruji secara ilmiah.

Masih banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi jamu untuk berbagai

tujuan, seperti ingin menguatkan atau menyehatkan tubuh agar tetap bugar,

memperhalus dan mempercantik kulit dari dalam, atau tujuan-tujuan khusus

seperti saat payudara tidak bisa memproduksi asi dengan baik setelah melahirkan

masih ada ibu-ibu yang memilih untuk mengkonsumsi jamu dibandingkan obat

berbahan kimia.

Namun seiring berkembangnya zaman, telah ditemukan beberapa obat

tradisional yang masih mengandung bahan kimia. Sebagai badan yang

bertanggung jawab terhadap pengawasan obat dan mutu makanan di Indonesia.

Bahan Kimia Obat (BKO) merupakan senyawa sintetis atau bisa juga

produk kimia yang berasal dari bahan alam dan biasanya digunakan pada

pengobatan modern. BKO pada pengobatan modern selalu di takari dengan

minakari dosis, memberitahu efek samping obat dalam menjaga kenyamanan

konsumen. Penggunaan BKO dalam obat tradisional sangat dilarang, karena obat

tradisional merupakan obat bebas dan penggunaannya dapat dikehendaki sehingga

penggunaan obat tradisional dengan bahan kimia memberikan efek samping yang

sangat buruk bagi tubuh. Umumnya bahan kimia yang digunakan biasanya obat

golongan keras.

BKO di dalam obat tradisional bisa digunakan sebagai selling point

karena beberapa produsen kurang mengetahui akan efek obat bahan kimia yang

digunakan bila digunakan secara tidak terkontrol, dan dosis yang kurang tepat.
Tidak hanya itu, BKO juga digunakan untuk menarik konsumen agar menyukai

produk yang dibuat dengan cara menimbulkan efek yang lebih cepat. Tidak hanya

itu kurangnya patuh produsen pada pembuatan obat tradisional terhadap ketentuan

dalam bidang tersebut.

Obat Tradisional dengan Bahan Kimia Obat (OT-BKO) dari tahun ke

tahun memiliki trend yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti contoh

pada tahun 2001-2007 ditemukan OT-BKO pada obat rematik dan penghilang

rasa sakit. Bahan kimia yang digunakan berupa parasetamol, asam mefenamat,

fenilbutason, dan metampiron. Pada periode 2008 sampai pertengahan 2012

menemukan trend baru yang mengarah OT-BKO pada obat pelangsing. Bahan

kimia yang ditemukan adalah sibutramin, sildenafil, dan tadalafil.

Padahal adanya bahan kimia obat dalam obat tradisional dapat melanggar

UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang No.8 tahun 1999

tentang perlindungan konsumen.

Untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat tradisional yang

tidak memenuhi standar, manfaat dan mutu. Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM) tentu akan terus meningkatkan upayanya untuk memantau

obat-obat tradisional yang telah beredar dan memastikan bahwa obat-obat tersebut

tidak berbahaya bagi masyarakat dan layak dikonsumsi. Badan POM juga

memiliki tugas penting untuk selalu menjaga mutu dan kualitas obat sebelum

mengedarkannya ke masyarakat luas. Tahapan yang biasa dilakukan oleh Badan

POM sebelum mengedarkan obat tradisional adalah mengevaluasi produk saat


pendaftaran, inspeksi sarana produksi sampai ke pengawasan produk, distribusi,

hingga impor obat tradisional.

Adanya obat berbahan kimia (BKO) pada obat tradisional dapat

mengakibatkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Semakin banyaknya

peredaran obat tradisional berbahan kimia akan membuat semakin banyak oknum

tidak bertanggung jawab yang menggunakan kesempatan ini untuk menjual obat

tradisional berbahan kimia dengan dosis yang tidak terkontrol secara ilegal. Hal

ini tentu saja tidak diketahui oleh produsen dan dampaknya akan sangat fatal pada

tubuh manusia. Maka dari itu Badan POM akan ikut serta dalam menindaklanjuti

peredaran illegal ini dan segera melakukan pengawasan dengan cara melakukan

pengujian laboratorium terhadap sampling dari obat-obat tradisional yang sudah

beredar tersebut.

Untuk menjaga dan menjamin mutu kualitas obat tradisional maka perlu

dilakukan CPOTB. CPOTB merupakan suatu petunjuk yang penting untuk

diketahui saat melaksanakan proses produksi obat tradisional guna memenuhi

persyaratan standar mutu yang sudah ada. Obat tradisional yang akan diedarkan

harus memenuhi berbagai persyaratan seperti pengolahan, pengemasan, inspeksi

produk, prasarana, peralatan, pengawasan mutu dan kualitas, serta penanganan

pada hasil produk yang telah diamati di peredaran.

II. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Hukum Normatif.

Penelitian Hukum Normatif merupakan metode dengan meninjau bahan-bahan

pustaka atau data sekunder belaka. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat dengan
pendekatan pada perundang-undangan (statute approach) dan diharapkan pada

pendekatan ini dapat mengetahui hierarki, asas-asas, dan makna normatif yang

terdapat pada peraturan perundang-undangan khususnya pada obat-obatan

tradisional yang berbahan kimia. Peraturan perundang-undangan akan ditinjau

lebih dalam adalah peraturan perundang-undangan nomor 23 tahun 1992 tentang

kesehatan.

III. Pembahasan

Pengertian obat tradisional secara umum yaitu obat tradisional

merupakan ramuan yang mengandung bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan

sarian (galenik) yang sudah turun-temurun digunakan untuk pengobatan berbasis

pengalaman. Sesuai dengan standar yang berlaku, obat tradisional dilarang

menggunakan bahan kimia isolasi atau obat efisien sintetis yang sering disebut

bahan kimia obat (BKO). Namun sampai saat ini, masih ditemukan beberapa

produk obat tradisional yang didalamnya mengandung dengan bahan kimia obat

dengan dosis yang melebihi ketentuan obat tradisional seharusnya. Menambahkan

bahan kimia obat dalam obat tradisional dimanfaatkan penjual untuk

meningkatkan laba jual beli, dengan maksud lain penjual hanya memikirkan

untung tanpa memikirkan efek samping konsumen jika meminum obat tradisional

tersebut. Alasan mengapa hal ini bisa terjadi karena minimnya pengetahuan

produsen menyebabkan terproduksinya obat tradisional yang mengandung bahan

kimia dengan dosis berlebih. Konsumen lebih memilih produk obat tradisional

yang diharapkan dapat memberikan efek reaksi penyembuhan yang cukup cepat

dengan namun kurang selektif dalam pemilihan obat tradisional yang dikonsumsi.
Efek samping jika kita kurang selektif dalam memilih obat tradisional yang aman,

dapat membahayakan diri sendiri apabila terdapat kontraindikasi penggunaan

beberapa bahan kimia pada penyakit tertentu dan interaksi antar obat bila

dikonsumsi dengan obat yang berbeda. Secara berkesinambungan Badan POM

melakukan pengawasan yang dilakukan melalui pemeriksaan pada sarana

distribusi serta pengawasan produk di peredaran dengan cara sampling dan

pengujian laboratorium terhadap produk yang beredar. Sumber informasi obat

tradisional yang dicampur bahan kimia obat diperoleh berdasarkan laporan

pengaduan konsumen dan laporan berdasarkan Yayasan Badan Perlindungan

Konsumen Nasional (Yabpeknas)

Berdasarkan dari Departemen Kesehatan, jamu digolongkan menjadi tiga jenis

yaitu yang pertama jamu. Jamu tradisional merupakan warisan nenek moyang

kita. Seringkali dijumpai dalam bentuk segar rebusan atau biasa dikenal dengan

jamu godog dan herbal kering yang siap seduh yang dijual oleh penjual jamu

gendong. Supaya lebih praktis, jamu diproduksi dalam bentuk kapsul dan pil siap

minum yang pastinya memudahkan konsumen saat meminum jamu dan juga

mengurangi rasa pahit saat minum jamu. Pada umumnya jamu tradisional diracik

berdasarkan resep turunan dari peninggalan leluhur yang belum diteliti secara

ilmiah namun khasiat dan keamanan jamu tradisional sudah dikenal secara turun

temurun atau empiris. Yang kedua herbal terstandar. Herbal terstandar telah

melalui uji praklinis dan dipastikan sudah terjamin khasiat, keamanannya,

kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak dan higienitas. Uji toksisitas juga

sudah dilakukan dalam herbal terstandar ini yang bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidak adanya racun dalam herbal terstandar yang diproduksi. Dan yang ketiga

fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan jamu yang telah terbukti keamanan dan

khasiatnya karena kandungan dan standar telah melalui uji praklinik (percobaan

terhadap hewan) dan uji klinik (percobaan pada manusia). Seperti yang sudah

diketahui jamu fitofarmaka merupakan jamu atau obat tradisional yang diresepkan

oleh dokter dengan alasan karena sudah lolos uji praklinik dan uji klinik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 007 tentang Registrasi Obat

Tradisional pasal 6 (1) menetapkan syarat edar obat tradisional . Syarat edar obat

tradisional yang harus memenuhi kriteria yang sudah ditentukan. Beberapa syarat

yang harus dipenuhi yaitu bahan obat tradisional yang digunakan wajib memenuhi

persyaratan keamanan dan mutu, pembuatan sesuai CPOTB (Cara Pembuatan

Obat Tradisional dengan Baik), khasiatnya dapat dibuktikan secara ilmiah

maupun empiris (turun-temurun),wajib memenuhi persyaratan sesuai Farmakope

Herbal Indonesia (FHI),dan penandaan produk harus berisi informasi yang

lengkap,objektif dan tidak menyesatkan.Berdasarkan berita yang dipublikasikan

oleh Media Indonesia mengenai obat tradisional ilegal, karena banyaknya

penjualan yang menggunakan izin edar fiktif. BPOM memberikan peringatan

publik (public warning) terhadap peredaran obat tradisional dan suplemen

kesehatan yang mengandung bahan kimia melebihi syarat edar obat tradisional

yang berlaku dan kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya. Menurut

Penny K Lukito selaku Kepala BPOM RI, menemukan obat tradisional dan

suplemen kesehatan ilegal dan mengandung bahan kimia obat (BKO) , salah satu

contoh bahan kimia yang terkandung dalam obat tradisional tersebut yaitu
sildenafil sitrat paracetamol, deksametason, dan fenilbutazon. Obat tradisional dan

suplemen Kesehatan yang dicampur BKO dan dengan dosis yang tidak sesuai

ataupun berlebih pastinya memiliki efek buruk bagi tubuh dan dapat beresiko

pada Kesehatan. Beberapa efek buruk bagi tubuh yaitu kehilangan penglihatan

dan pendengaran, stroke, kerusakan hati (hepar), serangan jantung dan bahkan

paling fatalnya yaitu kematian. Tak jarang juga banyak kasus beredarnya

kosmetik ilegal, ketua Badan POM RI juga menemukan kosmetik ilegal yang

mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan hidroquinon berlebih. Seperti

yang kita ketahui bahan berbahaya tersebut dapat menyebabkan kanker

(karsinogenik), iritasi kulit dan kelainan pada janin (teratogenik). Hasil

penyelidikan Media Indonesia, produk tradisional dan suplemen ilegal selain tidak

memiliki izin edar (TIE) juga memalsukan izin edar fiktif. Salah satu produk yang

terdaftar sebagai produk tradisional dan suplemen illegal ,memalsukan izin edar

fiktif adalah obat tradisional Prosehat Asam Urat dari PJ Makmur Jateng.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 46/Menkes/Per/VII/1990

menjelaskan tentang izin usaha dan pendaftaran obat tradisional, dan peraturan

kepala BPOM. Dari segi pelaksanaan implementasi sanksi hukum bagi pedagang

obat tradisional dari BPOM dan Dinas Kesehatan sehingga para produsen bisa

dengan lebih leluasa untuk memproduksi dan mendistribusikan obat tradisional

berbahan kimia atau zat berbahaya. Meskipun semua peraturan mengenai tentang

perlindungan konsumen sudah jelas, namun tetap tidak adanya efek jera bagi para

produsen dan pedagang obat tradisional.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 8 (1) huruf g


yaitu produk tersebut tanpa mencantumkan jangka waktu penggunaan atau tanggal

kadaluarsa. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 8 (1) huruf i

yaitu tidak memberikan penjelasan mengenai barang tersebut (label) yang

mencantumkan nama barang, netto, ukuran, tanggal pembuatan, akibat sampingan

atau efek samping, komposisi, aturan pemakaian, dan nama serta alamat yang

memproduksi obat herbal tersebut. Sesuai dengan pasal 19 ayat (1) dan (2)

Undang - Undang Perlindungan Konsumen, konsumen yang dirugikan dapat

mengajukan gugatan ganti rugi kepada pihak pelaku usaha. Salah satu contoh

yaitu obat tradisional prosehat, alasan obat tradisional ini dipermasalahkan yaitu

obat ini dijual bebas di toko jamu ataupun jamu keliling namun obat tradisional

ini tidak mencantumkan keterangan siapa yang membuat (produsennya), oleh

sebab itu konsumen dapat mengajukan ganti rugi kepada penjual atau pedagang

obat dan pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada BPOM yang

bertugas sebagai Lembaga pemerintah dalam bidang pengawasan obat dan

makanan. Berdasarkan Undang-Undang Pasal 1365 Kitab Hukum menjelaskan

mengenai setiap orang yang merugi atau mendapatkan kerugian memiliki hak

(wajib) mendapatkan ganti rugi dari seorang pelaku berdasarkan Undang-Undang

yang berlaku karena perbuatan seseorang yang melawan hukum dan

mengakibatkan kerugian. Sebagai perbuatan melanggar hukum karena BPOM

telah lalai dalam melaksanakan kewenangannya didalam mengawasi peredaran

obat-obatan yang tidak sesuai dengan standar produksi yang telah ditetapkan.

Siapapun yang melakukan pelanggaran peredaran obat herbal pasti akan

mendapatkan suatu hukuman pidana penjara atau pidana denda sesuai yang tertera
pada Undang-Undang.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,

menjelaskan bahwa orang yang mengedarkan obat tradisional namun yang

mengandung bahan kimia obat (BKO) mendapatkan ancaman pidana penjara

paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta. Menurut

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menjabarkan beberapa aturan mengenai

hak dan kewajiban konsumen, tujuan perlindungan konsumen. Jika konsumen

dirugikan berhak untuk mendapatkan perlindungan dan ganti rugi berdasarkan

undang-undang yang berlaku dan juga pelaku yang melakukan pelanggaran yang

merugikan konsumen akan mendapatkan ancaman hukuman pidana penjara

selama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26

Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara

Elektronik Sektor Obat dan Makanan Pasal 6 dan Pasal 7 membahas tentang izin

edar obat tradisional, syarat untuk mengedarkan obat tradisional pelaku usaha

harus melengkapi dokumen antara lain dokumen administrasi dan dokumen

teknis. Selanjutnya pada Pasal 8 membahas tentang perpanjangan atau perubahan

izin edar obat tradisional. Peredaran obat tradisional yang mengandung bahan

kimia tentunya sangat beresiko mengingat semakin banyaknya situs penjualan

online yang ada. Melalui situs jual beli online para pengedar obat tradisional ilegal

biasanya memasarkan produknya. Banyak oknum tidak bertanggung jawab yang

tidak memenuhi persyaratan edar obat tradisional tetapi tetap mengedarkan obat

tradisional tidak layak edar kepada konsumen. Pengedaran ilegal obat tradisional
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang dialami

seperti gangguan tingkat sedang hingga tingkat tinggi yang dapat menyebabkan

kematian. Dalam hal ini masyarakat diharap untuk lebih waspada dalam membeli

obat tradisional yang beredar.

Dalam pembuatan obat tradisional ilegal biasanya ditemukan bahan

kimia obat (BKO) yang kemungkinan terjadi karena pelaku usaha tidak

mengetahui lebih lanjut tentang bahaya bahan kimia obat dalam dosis maupun

cara penggunaan. Hal ini berakibat kepada konsumen yang tidak tau adanya

kandungan bahan kimia obat dapat beresiko bagi penderita penyakit lainnya

akibat interaksi bahan kimia obat tersebut. Bahan kimia obat yang biasanya

ditemukan terkandung dalam obat tradisional antara lain parasetamol,

deksametason, sildenafil sitrat, dan fenilbutazon. Berikut efek samping dari

berbagai contoh bahan kimia tersebut. Efek samping dari parasetamol penggunaan

jangka panjang dan dosis tinggi dapat mengakibatkan ruam pada kulit, kelainan

darah, kerusakan hati dan reaksi hipertensi. Efek samping dari deksametason yaitu

gangguan elektrolit dan cairan tubuh hingga mengakibatkan hipoglikemia, sakit

kepala, mual, hingga depresi. Efek samping sildenafil sitrat yaitu infark

miokardia, priapisme, gangguan penglihatan dan sakit kepala. Efek samping

fenilbutazon adalah gangguan saluran cerna, paroritis, stomatitis, gondong,

hepatitis, hingga eritema multifoema 9 syndrome Steven Johnson. Beberapa efek

samping dari bahan kimia obat tersebut dapat mengganggu kesehatan dari yang

berefek sedang hingga mengakibatkan gangguan tingkat tinggi yang

menyebabkan kematian. Maka dari itu pemerintah telah mengatur hukuman yang
didapat bagi para pelaku usaha yang mengedarkan dan membuat obat tradisional

ilegal (Kasim;2019)

Peran apoteker dalam kasus obat tradisional ilegal yaitu sebagai

pencegah beredarnya obat tradisional ilegal untuk masyarakat. Dalam artian

apoteker harus lebih aktif dalam mengedukasi pasien agar lebih berhati-hati dalam

memilih obat tradisional yang beredar luas atau bisa diarahkan agar pasien

membeli obat hanya di apotek agar terjamin kualitasnya. Selain berperan sebagai

pencegah bagi masyarakat, apoteker juga berperan dalam pengujian obat

tradisional yang beredar luas. Dalam hal ini apoteker bersamaan dengan Badan

Pengawasan Obat dan Makanan melakukan pengujian terhadap produk obat

tradisional yang mengandung bahan kimia obat. Pengujian dilakukan atas dasar

dari laporan atau penemuan keluhan dari konsumen yang telah membeli obat

tradisional tersebut. Apoteker menguji dalam adanya kandungan bahan kimia obat

pada sediaan obat tradisional yang selanjutnya menginfokan kepada masyarakat

bahwa obat tersebut mengandung bahan kimia obat yang berbahaya bagi

kesehatan tubuh. dengan pemaparan kandungan apa saja yang ada dalam obat

tersebut dan apa efek samping penggunaan obat tersebut. Apoteker juga berperan

untuk menjamin sediaan yang beredar di pasaran masyarakat telah teruji aman dan

bermanfaat untuk digunakan. Dalam hal ini apoteker berperan penting dalam

menjamin keamanan obat dan manfaatnya. Selain peran apoteker tentunya

dibutuhkan juga peran masyarakat serta pemerintah untuk menangani kasus

peredaran obat tradisional ilegal.

IV. Kesimpulan
Obat Tradisional sudah terkenal sejak dulu, dan di Indonesia peminat obat

tradisional sangatlah banyak. Seiring dengan banyaknya permintaan pasar

terhadap obat herbal, maka beberapa oknum memberikan Bahan Kimia Obat

(BKO) terhadap obat tradisional yang dapat membahayakan konsumen.

Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,

menjelaskan Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman, sehingga hal ini mengurangi makna obat tradisional

yang tertera. Obat tradisional yang Mengandung BKO juga dapat memberikan

efek samping obat dari yang fatal.

Pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, tertera

orang yang memproduksi dan atau mengedarkan obat tradisional yang

mengandung bahan kimia obat diancam pidana penjara paling lama lima tahun

dan atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta. Menurut Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Tindakan pelanggaran itu

juga diancam hukuman pidana penjara selama lima tahun dan atau pidana denda

paling banyak Rp 2 miliar.

Peran apoteker juga diperlukan untuk memberikan edukasi, informasi, dan

pemberiaan obat herbal yang akan diberikan untuk pasien. Tidak hanya itu,

apoteker juga harus lebih mempelajari sediaan herbal, berhati-hati dalam sediaan

herbal, mengenali sediaan herbal yang ada, dan menguji sediaan herbal yang

berada di pasaran.

Anda mungkin juga menyukai