Anda di halaman 1dari 2

Nama : Liwaul Habibah

NIM : 151231226

PENGOBATAN TRADISIONAL DALAM KONTEKS UNDANG-UNDANG


KESEHATAN
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan merupakan peraturan yang
mengatur berbagai aspek dalam sistem kesehatan di Indonesia. Undang-Undang ini
mencakup banyak hal seperti upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, perlindungan bagi masyarakat,
serta mengatur kewenangan dan tanggung jawab tenaga kesehatan. Hal yang ditekankan pada
pembelajaran dasar bersama mengenai Undang-Undang baru ini adalah tentang pengobatan
tradisional atau saat ini yang disebut sebagai obat bahan alam.
Obat bahan alam adalah bahan, ramuan bahan, atau produk yang berasal dari sumber daya
alam berupa tumbuhan, hewan, jasad renik, mineral, atau bahan lain dari sumber daya alam
yang telah digunakan secara turun temurun, atau sudah dibuktikan berkhasiat, aman, dan
bermutu yang digunakan untuk pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pengobatan, atau pemulihan kesehatan berdasarkan pembuktian secara empiris atau
ilmiah.
Indonesia berada di urutan ke-3 dari 5 negara dengan megabiodiversitas terbesar di dunia
dan terdapat sekitar 33 ribu spesies yang berpotensi menjadi bahan obat (LIPI, 2020). Salah
satu komoditi yang banyak digunakan yaitu bahan rempah yang populer di dunia kuliner
yang juga dapat dikembangkan untuk pengobatan seperti cengkeh untuk pengobatan sakit
gigi, kayu manis untuk diabetes, lada hitam untuk mengatasi kembung, dan kunyit, jahe,
temulawak untuk memelihara daya tahan tubuh.
Klasifikasi obat tradisional berdasarkan ketentuan KaBPOM No. HK.00.05.4.2411 tahun
2004 dibagi menjadi tiga yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka. Jamu harus
mempunyai bukti dukung yang berasal dari bukti empiris atau riwayat turun temurun,
memenuhi syarat pembuatan yang baik, dan memenuhi syarat mutu produk. Untuk bisa
disebut obat herbal tradisional, jamu harus bisa dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah melalui uji pra-klinik, bahan baku dan produk harus terstandar, bersertifikat CPOTB,
dan memenuhi syarat mutu produk. Untuk ke tahap Fitofarmaka harus melalui proses yang
cukup panjang sehingga tidak banyak produk jamu yang lolos ke tahap ini hanya sekitar 24
produk.
Pengembangan obat bahan alam meliputi beberapa proses, mulai dari pengolahan
pascapanen menjadi simplisia ( bahan yang diikeringkan ) selanjutnya di ekstraksi,
fraksinasi, dan skrining molekuler, isolasi, dan sintesis sehingga menjadi senyawa aktif.
Regulasi pengembangan obat bahan menuju obat herbal terstandar dan fitofarmaka
meliputi penyiapan bahan baku, pengujian dengan menggunakan uji in vitro untuk menguji
toksisitas dan khasiatnya dan diformulasi untuk menghasilkan produk yang sesuai.
Selanjutnya dilakukan uji klinik dan melakukan registrasi produk di BPOM, jika produk
sudah memenuhi syarat maka akan siap untuk di komersialisasi.
Obat bahan alam sangat penting untuk dilakukan standardisasi. Standardisasi yaitu
serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur
terkait paradigma mutu kefarmasian dan memenuhi syarat standar termasuk jaminan stabilitas
sebagai produk kefarmasian umumnya. Tanpa adanya standardisasi, maka suatu obat akan
gagal memenuhi persyaratan pendaftaran dan perdagangan dan memicu hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap obat tersebut. Akan tetap, untuk melakukan standardisasi
tersebut banyak tantangan yang harus dilewati yaitu :
1. Kontinuitas ketersediaan bahan baku masih rendah
2. Kendala dalam penentuan zat atau senyawa
3. Perbedaan dalam pemilihan teknologi preparasi
4. Keterbatasan pustaka maupun standar referensi
5. Keterbatasan standar senyawa marker
6. Keterbatasan sarana dan prasarana pada UMKM

Dari tantangan yang ada tersebut, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6 tahun
2016 tentang percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan sehingga dengan
adanya instruksi tersebut menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai
upaya peningkatan pelayanan kesehatan, meningkatkan daya saing industri farmasi baik di
dalam negeri maupun di luar negeri, mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dalam
bidang farmasi, dan mempercepat kemandirian dalam pengembangan bahan baku obat karena
seperti yang kita ketahui, negara kita masih banyak mengekspor bahan baku obat dari luar.

Anda mungkin juga menyukai