Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DIVERSIFIKASI PANGAN
DOSEN PENGAMPU : SISCA VICAULINA., SP.MP

Kelompok IV:

Amar Muksin

Irwan Setiadi

M Aryatul Khiptsya

Perianto

W Inda Nurjannah

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat-Nya makalah yang berjudul “DIVERSIFIKASI PANGAN”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua


pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun material sehingga
makalah ini dapat tersusun dengan baik. Penulis menyadari bahwa apa yang
telah dipaparkan pada makalah ini masih jauh dari tingkat sempurna baik
menyangkut isi, teknis, maupun bahasa.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan makalah ini. Berapapun kekurangan itu, penilaian
sepenuhnya diserahkan kepada Dosen selaku Pengampu Mata Kuliah
Ketahanan Pangan. Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini dapat
bermanfaat sehingga dapat disimak dalam bentuk bahan bacaan.

Pekanbaru, 20 APRIL 2022

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN COVER..........................................................................................................1

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2

DAFTAR ISI ......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................5
1.3 Tujuan .............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Sejarah Pemuliaan Tanaman....................................................8
2.2 Strategi Dasar Pemuliaan Tanaman ................................................................10
2.3 Kekurangan pemuliaan secara konvensional...................................................13
2.4 Teknik dan Proses Pemuliaan..........................................................................16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dewasa kini perkembangan zaman yang semakin modern menuntut


tumbuhnya perkembangan pangan khususnya di Indonesia yaitu dengan
memantapkan ketahanan pangan. Pemantapan ketahanan pangan dicirikan dengan
meningkatnya diversifikasi konsumsi pangan. Untuk mencapai hal tersebut
kebijakan yang akan ditempuh adalah meningkatkan ketahanan pangan melalui
upaya peningkatan produksi, daya beli masyarakat, pemasaran, dan juga
distribusi.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan disebutkan


bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin didalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Bahan pangan pokok adalah bahan pangan yang diperuntukkan sebagai makanan
utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal. Bahan
pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia utamanya beras. Meskipun
konsumsi beras menurun, tingkat konsumsi rata-rata masyarakat Indonesia
tergolong tinggi bahkan menduduki peringkat atas dunia. Penurunan konsumsi
beras menjadi salah satu target program percepatan diversifikasi pangan,
yaitupenurunan tingkat konsumsi beras perkapita sebesar 1,5% / tahun menurut
RPJMN Bidang Pangan dan Pertanian (2015-2019).

Pangan di Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, terutama


pada makanan pokok, karena menyangkut permasalahan politik, ekonomi, sosial
dan budaya. Sebagian besar makanan pokok penduduk Indonesia berasal dari
serealia yang terdiri dari beras, terigu, dan jagung yang tersebar sebagai makanan
pokok penduduk adalah beras. Oleh karena itu masalah ketahanan pangan di
Indonesia menjadi penting untuk kestabilan politik, sosial dan budaya.

Sektor pertanian sendiri merupakan sektor unggulan utama yang harus


dikembangkan oleh pemerintahan Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada
beberapa pertimbangan yang pertama, Indonesia mempunyai kekayaan alam
yangsangat berpotensi untuk dikembangkan karena luasnya lahan pertanian yang
sangat subur. Kedua, sebagian besar penduduk tinggal dipedesaan yang mata
pencahariannya di sektor pertanian. Ketiga Tersedianya tenaga kerja sektor
pertanian yang cukup melimpah. Keempat, Perlunya induksi teknologi tinggi dan
ilmu pengetahuan yang dirancang untuk mengembangkan pertanian tanpa
mengakibatkan kerusakan. Kelima, Ancaman kekurangan bahan pangan yang
dipenuhi sendiri dari produk dalam negeri, sehingga tidak harus bergantung pada
produk-produk pertanian luar negeri yang suatu waktu harganya bisa menjadi
mahal.

Diversifikasi pangan merupakan program alternatif yang digunakan dalam


menjaga ketahanan pangan Indonesia. Kebijakan diversifikasi pangan dan
perbaikan menu makanan rakyat dalam upaya memperbaiki mutu gizi masyarakat
sudah ditetapkan sejak tahun 1974 dan disempurnakan dengan INPRES 20/1979
(Ariani, 2003). Namun, secara operasional diversifikasi pangan belum dapat
terlaksana dengan sempurna.

Diversifikasi pangan dikenal sebagai upaya penganekaragaman pangan


untuk dikonsumsi. Indonesia sebagai negara agraris memiliki berbagai potensi
makanan lokal pengganti karbohidrat dalam mendukung kegiatan usaha
penerapan diversifikasi pangan, seperti umbi-umbian, jagung, sagu, dan kentang.

Diantara bahan pangan sumber karbohidrat, salah satu jenis umbi-umbian


yaitu ubi jalar memiliki keunggulan dan keuntungan yang sangat tinggi bagi
masyarakat Indonesia seperti ubi jalar mudah didapat karena merupakan salah
satu potensi lokal di Indonesia, harga per kilogram yang cukup murah, dapat
diolah ke berbagai jenis makanan, dan kandungan gizi yang bagus. Diantara
keunggulan-keunggulan di atas, ada kelemahan yang sering dikemukakan, dimana
setelah memakan ubi jalar menimbulkan rasa kurang nyaman karena timbulnya
gas dalam perut. Selain itu, ubi jalar umumnya identik dengan makanan
masyarakat kalangan bawah.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Sejarah ketahanan pangan ?


2. Apa pengertian diversifikasi pangan?
3. Apa kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ketahanan
pangan?

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dalam upaya menyebarluaskan dan memperdalam


wawasan penulis dan para pembaca mengenai Diversifikasi Pangan, disamping itu
makalah ini disusun dalam rangka pemenuhan tugas matakuliah Ketahanan
Pangan .

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Ketahanan Pangan
Pangan dan ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting bagi
ketahanan nasional suatu bangsa. Krisis pangan dunia merupakan salah satu
ancaman bagi semua negara. Ekonom Amerika Serikat, Nouriel Roubini,
beberapa waktu lalu mengatakan meroketnya harga komoditas pangan bisa
menjadi sumber ketidakstabilan, tidak hanya di sektor ekonomi, namun juga
politik. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Urusan Pangan dan
Pertanian, Food and Agriculture Organization (FAO) merilis indeks harga pangan
dunia per Januari tahun 2011 naik 3,4 persen menjadi 231 poin. Itu merupakan
angka tertinggi sejak tahun 1990, saat FAO mulai memantau harga pangan dunia.
Naiknya indeks itu terjadi akibat melonjaknya harga sejumlah komoditas pangan,
seperti sereal atau padi-padian, gula, dan minyak sayur.

Indeks FAO mengukur perubahan harga sejumlah komoditas pangan


internasional setiap bulan. Survei itu menjadi barometer bagi para analis dan
investor sebagai global kecenderungan harga pangan dunia. Melihat kondisi nyata
sekarang, dunia pasti akan mengalami krisis pangan yang disebabkan ketersediaan
lahan dan produksi pangan tidak mampu mengimbangi pesatnya pertambahan
penduduk. Pada saat ini krisis pangan membayangi semua negara di dunia, baik
negara miskin, negara berkembang, dan negara maju. FAO menyatakan penduduk
dunia pada saat ini sudah mencapai tujuh miliar dan diperkirakan pada tahun 2045
populasi akan menjadi sembilan miliar. Implikasinya, produksi pangan harus
semakin banyak, akan tetapi lahan pertanian justru semakin sempit. Produksi
pangan dunia harus naik 70 persen dari produksi pada saat ini sedangkan
ketersediaan lahan pertanian tidak bertambah.

Krisis pangan yang dialami dunia tahun 2008 dimungkinkan berulang


pada tahun 2012 sehingga stok pangan yang diperdagangkan menipis. Tandatanda
mulai tampak ketika indeks harga pangan mencapai rekor tertinggi 40 tahun meski
kemudian menurun beberapa bulan terakhir. Indeks harga pangan tinggi justru
terjadi ketika dunia dilanda krisis. Krisis pangan yang akan terjadi berbeda tingkat
kerentanannya dibandingkan tahun 2008. Pada tahun 2008 Pemerintah mampu
meningkatkan produksi namun pada saat ini Pemerintah justru mengalami
kesulitan dalam mengamankan produksinya.

Persoalan yang sama juga dialami oleh Indonesia, tingginya konversi


lahan mengakibatkan produksi cenderung tetap bahkan berkurang. Kelangkaan
pangan dan semakin bertambahnya penduduk mengakibatkan kenaikan harga
pangan. Kenaikan harga pangan merupakan salah satu faktor pemicu kenaikan
tingkat inflasi. Tingkat inflasi Indonesia pada Januari tahun 2012 dapat dikatakan
masih baik dan relatif terkontrol, akan tetapi diperlukan kewaspadaan terhadap
bahan makanan yang setiap tahun sering menyumbang inflasi terbesar. Tingkat
inflasi perlu dijaga dengan mengamankan stok dan harga pangan.

Periode tahun 2015-2019 pemerintah mempunyai kebijakan pemantapan


kedaulatan pangan. Pemerintah mempunyai empat kebijakan, yaitu melakukan
produksi secara cepat melalui pemanfaatan sumber daya pertanian yang optimal.
Kedua yaitu melakukan koordinasi kebijakan diversifikasi pangan dan
peningkatan ketahanan pangan. Ketiga, menjalin kerja sama internasional dengan
mengutamakan pedekatan kawasan. Keempat yaitu mendukung pembangunan
pertanian. Salah satu program diversifikasi pada periode ini yaitu gerakan One
Day No Rice dan pengembangan konsumsi pangan pokok lokal.

2.2. Pengertian Diversifikasi Pangan

Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan


lebih dari satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di bidang pangan,
diversifikasi memiliki dua makna, yaitu diversifikasi tanaman pangan dan
diversifikasi konsumsi pangan. Kedua bentuk diversifikasi tersebut masih
berkaitan dengan upaya untuk mencapai ketahanan pangan. Apabila diversifikasi
tanaman pangan berkaitan dengan teknis pengaturan pola bercocok tanam, maka
diversifikasi konsumsi pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi
masyarakat dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan.

Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan


pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang,
baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan
memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.

Sebagai Negara dengan jumlah penduduk yang besar dan di sisi lain memiliki
sumber daya alam dan sumber pangan yang beragam, Indonesia harus mampu
memenuhi kebutuhan pangannya secara berdaulat dan mandiri, begitu juga di
Banten. Dinas Ketahanan Pangan Melalui Bidang Konsumsi dan Kemanan
Pangan menggalakan Program Diversifikasi Pangan dalam perannya Dinas
Ketahanan Pangan sangat mendorong tujuan Diversifikasi Pangan tersebut demi
terciftanya Masyarakat Banten dengan pola pangan Beragam Bergizi Seimbang
dan Aman. Diversifikasi pangan merupakan upaya untuk mendorong
masyarakat agar memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi sehingga
tidak terfokus pada satu jenis saja.

Konsep diversifikasi hanya terbatas pangan pokok, sehingga


diversifikasi konsumsi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi
beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non
beras . Pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup
pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan,
diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan .

Diverifikasi pangan juga bermanfaat untuk memperoleh nutrisi dari sumber


gizi yang lebih beragam dan seimbang. Diversifikasi pangan yang
dilakukan masyarakat kawasan ASEAN umumnya, dan Indonesia
khususnya yaitu berupa nasi, karena mayoritas wilayah Asia Tenggara
merupakan wilayah penghasil beras. Indonesia juga menegaskan komitmennya
dalam melaksanakan program tersebut dengan menjelaskan definisi diversifikasi
pangan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2002
tentang Ketahanan Pangan demi mewujudkan swasembada beras dengan
meminimalkan konsumsi beras agar tidak melebihi produksinya.
2.3. Kegiatan Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Permasalahan
Ketahanan Pangan
A. Optimalisasi pemanfaatan perkarangan melalui konsep kawasan rumah
pangan lestari (KRPL)
Pemanfaatan lahan pekarangan belum optimal dilakukan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Luas lahan
pekarangan di Indonesia menurut catatan Kementerian Pertanian (2012)
ialah 10.3 juta ha atau sebesar 14% dari luas seluruh tanah pertanian rakyat
(Badan Litbang Pertanian, 2011).
Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian merintis
model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL), merupakan bentuk
gerakan optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan dalam upaya
memanfaatkan potensi lahan, mewujudkan kemandirian pangan maupun
kesejahteraan keluarga dan pengembangannya ke depan menjadi Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL).
Prinsip dasar KRPL adalah: (i) pemanfaatan pekarangan yang
ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian
pangan, (ii) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (iii)
konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak, ikan), dan (iv)
menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju (v) peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Badan Litbang Pertanian,
2012).
Untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan model
KRPL,harus ditunjang oleh 9 (sembilan) aspek, antara lain : 1) persiapan,
2) pembentukan kelompok, 3) sosialisasi, 4) penguatan kelembagaan
kelompok, 5) perencanaan kegiatan, 6) pelatihan, 7) pelaksanaan, 8)
pembiayaan serta 9) monitoring dan evaluasi (Kementerian Pertanian,
2011). Salah satu bentuk nyata pemanfaatan pekarangan dalam konsep
model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) yaitu pengembangan
usaha diversifikasi pangan sebagai model diseminasi inovasi teknologi
pertanian ( Litbang, 2011).
Tujuan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah
mencukupi ketersediaan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga. Hasil dari
usaha pekarangan ini diutamakanuntuk dikonsumsi oleh rumah tangga
bersangkutan dan apabila berlebih dapatdibagikan/disumbangkan kepada
anggota kelompok atau secara bersama-sama dijualoleh kelompok.Setelah
diperoleh lokasi sesuai kriteria, tahapan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:

 identifikasi desa calon penerima


 identifikasi kelompok wanita calon penerima manfaat;
 pendamping bekerja sama dengan kelompok untuk melaksanakan
kegiatanoptimalisasi pemanfaatan pekarangan
 sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh pendamping
kepadakelompok penerima manfaat melalui metode Sekolah
Lapangan (SL), yangdiberikan kepada para penerima manfaat
 pengembangan Demplot pekarangan sebagai Laboratorium
Lapangan (LL)sekaligus berperan sebagai pekarangan
percontohan (pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin,
mineral, dan lemak). Fasilitasi pekarangan percontohan ini
antaralain berupa bimbingan, pembelian sarana produksi,
administrasi, dan manajemenkelompok
 pengembangan Kebun Bibit kelompok/desa
 pengembangan pekarangan milik anggota kelompok penerima
manfaat sesuai hasilmusyawarah kelompok berdasarkan potensi
pekarangan dan kebutuhan tiap-tiapanggota kelompok
 pembinaan minimal satu sekolah (SD/MI/SMP/SMA) untuk
mengembangkankebun sekolah dengan tanaman sayuran dan
buah, dan atau unggas/ternak kecil/ikandi setiap desa P2KP
 budidaya tanaman sayuran, buah, dan aneka umbi yang biasa
dikonsumsi dandisukai oleh masyarakat setempat serta diutamakan
menggunakan pupuk organikdan pestisida hayati yang aman bagi
lingkungan dan kesehatan
 budidaya unggas atau ternak kecil (seperti ayam, itik, kelinci) atau
ikan (lele, nila,mas, patin) sesuai dengan yang biasa dikonsumsi
oleh masyarakat setempat sebagai pangan sumber protein hewani
 pengenalan beberapa organisme pengganggu tanaman (jamur,
bakteri, virus,serangga) dan cara penanggulangannya
 pertemuan kelompok secara periodik minimal 1 (satu) kali dalam
sebulan
 penyuluhan tentang pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan
aman untuk hidupsehat, aktif, dan produktif
 demonstrasi penyediaan pangan dan penyiapan menu makanan
yang beragam, bergizi seimbang, dan aman; dano. pengembangan
olahan pangan hasil pekarangan untuk pengenalan pangan B2SA
atau pengembangan usaha pangan berbasis sumber daya lokal.

Salah satu contohnya yaitu: Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman


Sayuran Sawi Organik pada Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di
Kabupaten Kolaka. Budidaya sayuran pada lahan pekarangan, harus memenuhi
beberapa persyaratan, antara lain : memiliki nilai estetika atau keindahan
sehingga selain dapat di makan juga dapat mempercantik halaman rumah.
Strategi yang dapat dilakukan, diantaranya melalui pengaturan jenis, bentuk, dan
warna tanaman. Selain itu, model yang digunakan sebaiknya bersifat mobil atau
mudah untuk dipindahkan antara lain model budidaya secara vertikal atau
vertikultur dan budidaya dalam pot/polybag Nappu dan Arief (2012).

B. Pekarangan Pangan Lestari

Pekarangan Pangan Lestari (P2L) adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh


kelompok masyarakat yang secara bersama-sama mengusahakan lahan
pekarangan sebagai sumber pangan secara berkelanjutan untuk meningkatan
ketersediaan, aksesibilitas dan pemanfaatan, serta pendapatan. Kegiatan P2L
dilaksanakan dalam rangka mendukung program pemerintah untuk penanganan
rawan pangan prioritas intervensi stunting dan/atau penanganan prioritas daerah
rentan rawan pangan dan pemantapan daerah tahan pangan.
Adapun tujuan kegiatan P2L adalah untuk meningkatkan ketersediaan,
aksesibilitas dan pemanfaatan pangan untuk rumah tangga sesuai dengan
kebutuhan pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, serta meningkatkan
pendapatan rumah tangga melalui penyediaan pangan yang berorientasi pasar.

Dalam rangka mencapai tujuan  tersebut kegiatan P2L dilakukan melalui


pendekatan pengembangan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture),
pemanfaatan sumberdaya lokal (local wisdom), pemberdayaan masyarakat
(community engagement), dan berorientasi pemasaran (go to market). Kegiatan
P2L tahun 2020 dilaksanakan melalui Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan,
dan Tahap Pembinaan dengan rincian sebagai berikut:

 Kegiatan Tahap Penumbuhan

Merupakan kegiatan P2L yang dialokasikan pada


kabupaten/kota prioritas penurunan stunting yang dikeluarkan oleh
Bappenas atau daerah prioritas penanganan rentan rawan pangan atau
daerah pemantapan ketahanan pangan berdasarkan peta Food Security
Vulnerability Atlas (FSVA). Kegiatan Tahap Penumbuhan
dilaksanakan pada  1.500 kelompok penerima manfaat yang terdiri dari
3 zonasi, yaitu : Zona 1 : Provinsi di Pulau Jawa, Provinsi Sumatera
Selatan, Provinsi Lampung dan Provinsi Bali; Zona 2 : a. Provinsi di
Pulau Sumatera (kecuali Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi
Lampung); b. Provinsi di Pulau Kalimantan (kecuali Provinsi
Kalimantan Utara); c. Provinsi di Pulau Sulawesi; d. Provinsi Nusa
Tenggara Barat; Zona 3 : Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi
Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat.

Alokasi dana bantuan pemerintah pada Tahap Penumbuhan


dibagi menjadi 3 (tiga) zonasi yaitu: 1. Zona 1 sebesar Rp50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah), 2. Zona 2 sebesar Rp60.000.000,- (enam
puluh juta rupiah) dan 3. Zona 3 sebesar Rp75.000.000,- (tujuh puluh
lima juta rupiah)  Pembagian zonasi tersebut dilakukan berdasarkan
atas perbedaan harga antar wilayah, baik harga barang fasilitas untuk
pembangunan kebun bibit, pengembangan demplot, harga bibit
dan/atau benih, biaya operasional serta fasilitas dan/atau bahan
pendukung lainnya. Komponen kegiatan Tahap Penumbuhan terdiri
atas (1) kebun bibit, (2) demplot, (3) pertanaman, dan (4) pasca panen
dan pemasaran.

Setiap kelompok penerima manfaat kegiatan P2L mendapat


pendampingan teknis dan administrasi dari Tim Teknis
Kabupaten/Kota baik dalam pelaksanaan budidaya berbagai jenis
tanaman, pemanfaatan dana, pengemasan hasil tanaman (fresh
handling product), dan pemasaran hasil, serta pelaporan

 Kegiatan Tahap Pengembangan

Kegiatan Tahap Pengembangan Tahun 2020 merupakan


kegiatan lanjutan dari KRPL Bekerja yang ditumbuhkan pada Tahun
2019. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan kapasitas
pengembangan ternak (unggas), pertanaman dan demplot untuk
mendukung kegiatan penyediaan, pemanfaatan dan pemasaran pangan
oleh kelompok P2L.

Setiap kelompok penerima manfaat didampingi oleh Tim


Teknis Penganekaragaman Pangan Kabupaten/Kota baik dalam
budidaya berbagai jenis tanaman, pelaksanaan pemanfaatan dana,
pengemasan hasil tanaman (fresh handling product), dan pemasaran
hasil, serta pelaporan Alokasi dana bantuan pemerintah untuk kegiatan
P2L Tahap Pengembangan Bekerja maupun Non Bekerja sebesar
Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) pada 2.100 kelompok P2L di
34 Provinsi.

 Kegiatan Tahap Pembinaan

Tanggungjawab dan kelanjutan pelaksanaan kegiatan tahap


pembinaan diserahkan kepada Dinas/Unit Kerja yang
menyelenggarakan Urusan Pangan Provinsi. Pada tahap ini pemerintah
pusat hanya melakukan pemantauan dan monitoring terhadap KRPL
Tahap Pengembangan pada tahun 2019 di 33 Provinsi.
Mengingat Kegiatan P2L merupakan kegiatan pemberdayaan
kelompok masyarakat untuk budidaya berbagai jenis tanaman melalui
kegiatan kebun bibit, demplot, pertanaman, dan pasca panen serta
pemasaran. Untuk itu peran penyuluh pertanian dalam rangka
pendampingan dan pengawalan kegiatan P2L ini sangatlah penting
demi tercapainya ketahanan pangan rumah tangga dan peningkatan
pendapatan keluarga di tengah-tengah pandemi Covid-19.

Kegiatan P2L ini merupakan solusi jitu yaitu solosi yang sangat
tepat untuk menghadapi situasi Pandemi Covid-19 karena mampu
menyediakan pangan bagi keluarga untuk ketahanan pangan keluarga
dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga untuk kesejahteraannya

C. Model pengembangangan pangan pokok lokal (MP3L)

Tujuan dari kegiatan MP3L adalah untuk mengembangkan pangan


lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus
dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi
bagi keluarga berpendapatan rendah. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerja
sama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi terkait yang bertujuan
untuk:

 mengembangkan beras/nasi “non beras” sumber karbohidrat yang


dapat disandingkan dengan beras/nasi, berbahan baku sumber pangan
lokal;
 mengembalikan kesadaran masyarakat untuk kembali pada pola
konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan
non-beras/non-terigu dari sumber pangan lokal;
 perbaikan mutu konsumsi pangan masyarakat melalui penurunan
konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok selain beras
yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah.

Pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu,


pisang, sukun, labu kuning sudah banyak dikembangkan dengan dijadikan
tepung. Ke depan diharapkan aneka tepung ini dapat diolah sebagai
pangan pokok mensubstitusi beras dan terigu sebagaisumber karbohidrat.
Melalui teknologi pengolahan pangan dapat dikembangkan “nasi non -
beras” yang dapat disandingkan dengan “nasi beras” sebagai menu
makanan sehari–hari serta mendorong dan mengembangkan
penganekaragaman pangan khususnya berbasisaneka tepung berbahan
baku lokal serta pengembangan pengolahan tepung lokal menjadi pangan ”
intermediate ”.

Kegiatan pengembangan pangan lokal mendukung pelaksanaan


Pangkin dilaksanakandalam rangka mengembalikan pola konsumsi
masyarakat kepada budaya dan potensisetempat. Pemilihan komoditas
pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaanteknologi pengolahan
yang lebih modern mengacu kepada potensi dan kebutuhansetempat.
Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan
dengankegiatan sebagai berikut:a. identifikasi calon penerima subsidi
pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah(rumah tangga miskin
penerima Raskin jumlah dan lokasinya); b. identifikasi pangan lokal untuk
Pangkin:1) Identifikasi potensi bahan baku (jumlah dan lokasi produksi),
kegiatan inidilakukan dengan pencarian data sekunder tentang potensi
bahan pangan lokalyang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pangkin.
Pemilihan komoditas pangan lokal harus memperhatikan: - selera
konsumen atau kebiasaan/budaya konsumsi masyarakat
setempatdisamping potensi produksi; - ketersediaan bahan baku yang
berimplikasi terhadap jaminan kontinuitassuplai bahan baku terkait dengan
tepat waktu, tepat jumlah, dan tepatmutu.2) Identifikasi calon
produsen/penghasil produk Pangkin, yaitu UKM yang dapatmemproduksi
Pangkin dengan kriteria produk sesuai dengan yang telahditentukan.c.
pembuatan rancangan produk pangan lokal untuk Pangkin:1) pengadaan
alat untuk menghasilkan produk pangan lokal untuk Pangkin;2) pengadaan
alat labeling dan pengemas; dan3) pembelian bahan baku pangan lokal.d.
pengkajian produk pangan lokal kepada masyarakat:1) uji selera
konsumen terhadap hasil produk pangan lokal;2) uji daya beli masyarakat,
antara lain dengan menjual hasil produk pangan lokalkepada
masyarakat;3) penyusunan spesifik produk dalam bentuk kemasan,
labeling, dan daya simpan;dan4) perhitungan ongkos produksi.e.
membentuk tim teknis yang beranggotakan dari Badan Ketahanan Pangan,
perguruan tinggi (fakultas teknologi pangan), para pakar, dinas/instansi
terkait, danUKM serta pihak lain yang dapat mendukung pelaksanaan
kegiatan MP3L; Pedoman Gerakan P2KP tahun 2014 19 f. bekerjasama
dengan perguruan tinggi/lembaga penelitian setempat untuk
pengembangan produk pangan lokal terutama untuk pengembangan
teknologi(prototype alat produksi, formula bahan baku produk pangan
lokal, dan prosesfortifikasi/pengayaan dan penambahan zat gizi tertentu
sesuai kebutuhan);g. kegiatan produksi pangan pokok lokal dilakukan oleh
UMKM/kelembagaanekonomi petani yang ditunjuk oleh Badan Ketahanan
Pangan setempat denganmemperhatikan kredibilitas dari
UMKM/kelembagaan ekonomi petani yang bersangkutan antara lain
mempunyai kemampuan secara teknis serta manajemenkelembagaan;h.
membentuk model klaster untuk suplai bahan baku dalam menjamin
ketersediaan bahan baku dan produk antara;i. penggunaan anggaran untuk
kabupaten lanjutan tahun 2013 dapat dimanfaatkanuntuk penyempurnaan
alat, penyempurnaan kemasan, pembelian yang sudahmapan; j. bahan
baku, sosialisasi/promosi, dan operasional. Untuk kabupaten baru tahun
2014dapat digunakan untuk identifikasi penerima manfaat, pembelian alat
(produksi, pengemas dan labelling), uji (laboratorium dan penerima
konsumen), pembelian bahan baku, sosialisasi/promosi dan operasional;
dank. operasional, antara lain: pembinaan, sosialisasi, koordinasi,
monitoring, danevaluasi, serta pelaporan. Dalam rangka sosialisasi, perlu
diadakan kampanye yangmelibatkan stakeholder termasuk para pemimpin
dan masyarakat luas untuk secara bersama-sama melakukan gelar makan
pangan lokal yang dikembangkan
http://ejurnal.unisda.ac.id/index.php/agro/article/download/1281/786/#:~:text
=Model%20Kawasan%20Rumah%20Pangan%20Lestari%20(m%2DKR
PL)%20merupakan%20model,tangga%20yang%20berkualitas%20dan
%20beragam.

https://pertanian.pontianakkota.go.id/artikel/83-kegiatan-pekarangan-lestari-p2l
-kota-pontianak-tahun-2020.html

Anda mungkin juga menyukai