Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KEAMANAN PANGAN

MASALAH KEAMANAN PANGAN DI NEGARA


BERKEMBANG

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Nama

: 1. Sitti Al Aliatin Hamzah


2. Nurilmi Ramadhani

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


PROFESI APOTEKER
JAKARTA
2015
A. PENDAHULUAN

Negara berkembang, adalah sebuah negara dengan rata-rata


pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan indeks
perkembangan manusia yang kurang di bandingkan dengan norma global.
Ciri-ciri Negara Berkembang
1. Tingkat pendidikan masih rendah
2. Tingkat penghasilan masih rendah/pendapatan per kapita rendah
3. Tingkat kesehatan masih rendah
4. Sistem perekonomiannya masih bergantung dari luar atau
perekonomian yang tradisional
5. Angka pengangguran yang tinggi
6. Kesempatan kerja yang minim
7. Angka pertumbuhan penduduk tinggi
Contoh negara berkembang yang mengalami masalah keamanan pangan
antara lain India, Mesir, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, China, Indonesia
Dalam era globalisasi, masalah pangan di negara lain memiliki pengaruh kuat terhadap
situasi pangan dalam negeri. dihadapkan pada keadaan terseb ut dan karakteristik pangan dalam
negeri, maka masalah pangan merupakan masalah yang sangat komplek, bersifat multi-disiplin
dan lintas-sektoral, oleh karena itu pemecahan permasalahan pangan dan gizi tidak dapat hanya
didekati dan dipecahkan secara partial approach, tetapi perlu pendekatan lintas-sektoral serta
integrated dan comprehensive approach yang menuntut koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi
yang efektif melalui perencanaan. dan ini merupakan salah satu tugas Pemerintah
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi
setiap rakyat Indonesia. Demikian bunyi pertimbangan pada Undang-Undang No 7 1996 tentang
Pangan. Dengan semakin meningkatnya populasi penduduk Indonesia, maka kebutuhan pangan
untuk pemenuhan hak asasi tersebut akan semakin besar pula. Karena itu, sistem pangan nasional
Indonesia harus terus dikembangkan mengikuti perkembangan peradaban manusia dan aneka
tuntutannya. Sistem pangan Indonesia, tidak hanya dituntut untuk memberikan pasokan produk

pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup (nutritionally adequate), tetapi juga aman (safe).
Dengan semakin meningkatnya status sosial dan pendidikan masyarakat, maka hal ini
mengakibatkan meningkatnya pula kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mutu, gizi dan
keamanan pangan dalam upaya menjaga kebugaran dan kesehatan masyarakat...
Secara keseluruhan kebijaksanaan pangan sebagai bagian dari kebijaksanaan nasional
meliputi berbagai aspek sebagai berikut:

Aspek terjaminnya penyediaan pangan secara nasional food availability, khususnya


melalui produksi komoditi pangan di dalam negeri dan impor apabila diperlukan.

Aspek terjaminnya ketahanan pangan food security yang mampu mengatasi gejolak
ketidakpastian faktor alam maupun pengaruh dari luar negeri serta menjamin kestabilan
harga yang wajar bagi kepentingan produsen dan konsumen.

Aspek terjaminnya akses rumah tangga terhadap kebutuhan pangan food accesibility
sesuai dengan daya beli, sehingga terjamin keamanan pangan pada tingkat rumah tangga.
untuk itu pangan harus tersedia secara merata di seluruh pelosok tanah air dengan harga
yang terjangkau.

Aspek terjaminnya mutu makanan dengan gizi seimbang food quality, melalui
diversifikasi baik di bidang produksi, pengolahan maupun distribusinya sampai ke
masyarakat.

Tercapainya penyediaan pangan yang aman food safety bagi masyarakat yang terhindar
dari bahan-bahan yang merugikan kesehatan.

Sebagai suatu negara kepulauan yang berpenduduk besar dengan keragaman tingkat
pembangunan dan pola pangan, maka peranan pemerintah untuk menjamin ketahanan pangan
food security bagi masyarakat sangat besar dan hal itu tidak dapat sepenuhnya bersandar pada
mekanisme pasar bebas. sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan suatu kebijaksanaan
pemerintah yang disesuaikan dengan kondisi objektif dan bila perlu dapat dilakukan campur

tangan langsung untuk menjamin tercapainya penyediaan pangan secara cukup dan terjangkau
daya beli masyarakat food stability.
Keamanan pangan food safety merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh negara-negara
berkembang termasuk indonesia. Hal ini biasanya disebabkan adanya kontaminasi kuman
penyakit dan kontaminasi kimia serta berbagai bahan beracun di dalam makanan yang
dikonsumsi. betapapun tinggi gizinya, lezat rasanya serta menarik penampilannya, namun bila
tidak menyehatkan, makanan tersebut tidak ada artinya. dalam hal ini, masyarakat perlu
mendapat perlindungan yang cukup terhadap keamanan bahan pangan yang dikonsumsi. dengan
meningkatkan mutu dan kesehatan pangan dalam negeri juga akan dapat meningkatkan citra
yang positif bagi perdagangan internasional.
1. Pentingnya Keamanan Pangan
Keamanan pangan telah menjadi salah satu isu sentral dalam perdagangan produk
pangan. Penyediaan pangan yang cukup disertai dengan terjaminnya keamanan, mutu dan gizi
pangan untuk dikonsumsi merupakan hal yang tidak bisa ditawar dalam pemenuhan kebutuhan
pangan. Tuntutan konsumen akan keamanan pangan juga turut mendorong kesadaran produsen
menuju iklim persaingan sehat yang berhulu pada jaminan keamanan bagi konsumen.
Penanganan keamanan pangan segar telah menjadi perhatian dunia mengingat bahan
pangan segar adalah produk yang memiliki karakteristik mudah rusak akibat terkontaminasi oleh
cemaran fisik, kimia maupun mikrobiologi. Keamanan pangan tidak hanya berpengaruh terhadap
kesehatan manusia, akan tetapi juga menentukan nilai ekonomi dari bahan pangan itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam perdagangan internasional telah ditetapkan persyaratan keamanan pangan
segar yang dirumuskan melalui kesepakatan Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement dan
Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement pada putaran Uruguay tentang Negosiasi
Perdagangan Multilateral.
Kebijakan penanganan keamanan pangan diarahkan untuk menjamin tersedianya pangan
segar yang aman untuk dikonsumsi agar masyarakat terhindar dari bahaya, baik karena cemaran
kimia maupun mikroba yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga

aman untuk dikonsumsi dan mendukung terjaminnya pertumbuhan/perkembangan kesehatan dan


kecerdasan manusia.
Sampai saat ini belum banyak masyarakat yang menyadari pentingnya keamanan pangan,
termasuk pangan segar. Hal ini disebabkan masyarakat baik produsen (terutama produsen skala
rumah tangga) maupun konsumen belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
sehingga masalah keamanan pangan belum menjadi prioritas dalam mengembangkan/memilih
pangan untuk dikonsumsi.

2. Kinerja Keamanan Pangan Produk Indonesia


Secara formal, nilai strategis mutu, gizi dan keamanan pangan ini telah mendapatkan
perhatian pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan diberlakukannya undang-undang tentang
pangan yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 1996 yang banyak menyinggung permasalahan
mengenai mutu, gizi dan keamanan pangan. Namun demikian, kenyataan formal diatas kertas
tersebut berbeda dengan kondisi nyata di lapangan. Kinerja keamanan pangan yang ada masih
kurang memadai. Hal ini disebabkan disebabkan karena :
1.
2.
3.
4.

Infrastruktur yang belum mantap,


Tingkat pendidikan produsen dan konsumen yang masih rendah,
Sumber dana yang terbatas dan
Produksi makanan masih didominasi oleh industri kecil dan menengah dengan
sarana/prasarana yang kurang memadai.
Namun demikian, akar masalah utama keamanan pangan di Indonesia adalah belum

dipahami dan disadarinya arti strategis keamanan pangan dalam pembangunan nasional oleh
pembuat dan pelaksana kebijakan.
3. Double Burden Keamanan Pangan Di Indonesia
Pembahasan berbagai issue terkait keamanan pangan diatas memang memberikan
gambaran pada kita bahwa Indonesia menghadapi permasalahan pangan pada dua tingkat; yaitu
(i) tingkat mendasar yang disebabkan karena permasalahan buruknya kondisi sanitasi dan
prkatek-praktek pengolahan; dan (ii) tingkat emergingyang selalu berubah; yang terutama
disebabkan karena permasalahan yang terkait dengan perdagangan internasional. Karena alasan

ini, bisa disebut bahwa Indonesia menanggung beban ganda (double burden) keamanan pangan.
Kedua beban keamanan pangan ini mempunyai kondisi, tantangan dan implikasi yang berbeda;
serta pemecahannya juga berbeda.
Beban Pertama
Beban pertama ini biasanya berkaitan dengan Industri pangan skala kecil dan rumah tangga
yang produknya didistribusikan pada pasar domestik. Data kasus keracunan yang
mengindikasikan bahwa pengolahan makanan di Industri pangan masih belum memenuhi standar
keamanan pangan. Untuk itu perlu didorong penerapan Good Manufacturing Practices (GMP).
Disamping itu, masih ditemukannya cemaran bahan kimiawi, yang terutama berasal dari BTP
yang tidak memenuhi syaratmenunjukkan masih kurangnya kesadaran dan pemahaman
masyarakat umum mengenai magnitude permasalahan riil dunia dan permasalahan keamanan
pangan. Untuk itu perlu dilakukan program komunikasi keamanan pangan yang strategis untuk
dapat menurunkan terjadinya kasus keracunan makanan, yaitu melalui kampanye cuci tangan
yang baik dan benar bagi para pekerja pengolah pangan, terutama pada pekerja jasa boga.
Beban Kedua
Beban kedua umumnya berkaitan dengan industri skala menengah dan besar yang
memasarkan produknya pada pasar internasional. Data kinerja keamanan pangan produk pangan
ekspor; terlihat bahwa selain permasalahan mengenai penerapan GMP yang masih tetap harus
ditingkatkan; pemahaman dan pemenuhan standar keamanan pangan internasional perlu selalu
diikuti. Khsususnya untuk meningkatkan kinerja ekspor; maka penyediaan informasi mengenai
keamanan pangan serta sarana dan prasarana (termasuk keperluan laboratorium analisis dan
sertifikasi) perlu diupayakan.
4. Upaya Pengendalian Keamanan Pangan
Untuk mendukung manajemen pengendalian keamanan pangan khususnya pangan
tradisional, beberapa upaya preventif dapat dilakukan. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah
berkaitan dengan prinsip-prinsip cara pengolahan makanan yang baik yang dapat dilakukan
dengan cara-cara sederhana secara mikro ataupun melibatkan peran swasta dan pemerintah
secara makro.

Pertama, memperhatikan masalah sanitasi dan higienitas. Kebersihan pada setiap tahapan
proses pengolahan, yang dimulai dari persiapan dan penyediaan bahan baku, pemakaian air
bersih, tahapan pengolahan, dan pasca pengolahan (pengemasan dan penyimpanan) makanan
atau pangan tradisional merupakan langkah-langkah penting untuk menghindari terjadinya
infeksi dan intoksikasi. Selain itu usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang
antara bahan baku yang belum diolah dengan bahan jadi juga merupakan upaya preventif yang
harus dilakukan.
Kedua, memanfaatkan secara maksimal sifat sinergisme antara bahan-bahan penyusun
makanan tradisional yang dikombinasikan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH
(keasaman) produk. Seperti kita ketahui bahwa kunyit, jahe, lengkuas, dan bahan-bahan lainnya
merupakan pangan tradisional yang diketahui mempunyai efek antibakteri atau antimikroba.
Sifat sinergisme ini juga merupakan usaha untuk menghindarkan penggunaan pengawet kimia.
Ketiga, upaya pelayanan purna jual yang diberikan kepada konsumen dengan cara
penulisan label pada kemasan makanan. Penulisan informasi tentang batas akhir penggunaan
makanan (kadaluarsa), komposisi gizi penyusun makanan tradisional, komposisi zat gizi yang
terkandung, bahan pengawet yang digunakan, informasi kehalalan, dan nama perusahaan atau
industri rumah tangga yang memproduksi. Langkah ini merupakan jaminan mutu kepada
konsumen tentang produk yang akan kita pasarkan.
Keempat, peran aktif industri pangan dalam membentuk atau membina pola dan
kebiasaan konsumsi yang baik bagi masyarakat. Peran strategis industri pangan ini dimulai dari
penggunaan jenis dan kualitas produk yang digunakan untuk produk olahannya. Industri pangan
mempunyai kekuatan yang besar pula untuk mempengaruhi status gizi dan kesehatan masyarakat
umum.
Kelima, peran serta pemerintah dalam memberikan regulasi dan pengawasan terhadap
masalah-masalah keamanan pangan. Penguatan jejaring keamanan pangan nasional yang sudah
ada dalam kerangka sistem keamanan pangan terpadu yang melibatkan semua stake-holder
pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. Perbaikan sistem pelaporan, pengaduan, pencatatan,
dan penegakan hukum agar kasus-kasus keracunan pangan tidak terulang lagi.
Keamanan pangan harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai stakeholders; baik
dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena itu, pada dasarnya upaya penjaminan keamanan

pangan di suatu negara merupakan tanggungjawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai
stakeholder tersebut (WHO, 1996). Dalam hal ini, masing-masing stakeholder mempunyai
peranan masing-masing yang strategis. Dalam hal ini; tanggung jawab pemerintah dalam
kebijakan mutu dan keamanan pangan adalah (i) menyusun legislasi dan peraturan hukum di
bidang pangan, (ii) memberikan masukan dan bimbingan pada industri pangan, (iii) memberikan
pendidikan bagi masyarakat konsumen tentang pentingnya keamanan pangan, (iv) melakukan
pengumpulan informasi dan penelitian di bidang keamanan pangan, dan (v) menyediakan sarana
dan prasarana pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan. Sedangkan pihak industri
berperan untuk mengembangkan dan melakukan penjaminan (i) terlaksananya cara-cara yang
baik dalam pengolahan, penyimpanan dan distribusi pangan, (ii) pengendalian dan jaminan mutu
pangan olahan, (iii) teknologi dan pengolahan pangan, (iv) tersedianya manager dan tenaga
pengolah pangan yang terlatih, dan (v) pelabelan yang informatif dan pendidikan konsumen.
Konsumen juga bertanggung jawab dalam hal (i) memperoleh pengetahuan umum yang
berhubungan dengan keamanan pangan, (ii) berperilaku seletif dalam menentukan pilihan
produk, (iii) melaksanakan praktek penanganan pangan di rumah secara baik dan aman, (iv)
membangun partisipasi masyarakat, dan (v) membangun kelompok-kelompok konsumen yang
aktif.
Mengingat permasalahan yang kompleks tersebut, maka perlu dikembangkan suatu
kerangka fikir penanganan keamanan pangan yang efektif.

Terutama dalam rangka

mengantisipasi perkembangan isu keamanan pangan global, maka pemerintah Indonesia bersama
stakholders lainnya perlu mengembangkan kelembagaan dan kerangka pikir analisis risiko,
sehingga setiap standar, keputusan, maupun kebijakan yang dibuat didasarkan pada kajian ilmiah
yang sahih.

Kerangka pikir Analisis risiko melibatkan banyak pihak dalam penyusunan suatu

standar, keputusan atau kebijakan sehingga berbasis ilmiah, transparan dan juga realistis untuk
diimplementasikan. Pendekatan kegiatan dilakukan melalui pemantauan dan pengawasan
keamanan pangan segar, promosi dan sosialisasi keamanan pangan segar, serta penguatan
kelembagaan keamanan pangan segar :
1. Penguatan kelembagaan keamanan pangan segar diarahkan untuk meningkatkan
kapasitas dan kapabilitas aparat pada Badan/Dinas yang menangani ketahanan pangan,
2. Pemantauan dan pengawasan keamanan pangan segar diarahkan untukmengetahui
kondisi keamanan pangan segar melalui kajian,

3. Pengujian keamanan pangan baik dengan uji laboratorium maupun uji cepat,
4. Sosialisasi dan promosi keamanan pangan segar diarahkan untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai keamanan pangan sehingga
masyarakat dapat mengedarkan, memilih, dan mengkonsumsi pangan yang aman.
Strategi penanganan keamanan pangan segar, adalah sebagai berikut :
1) Memperkuat kelembagaan keamanan pangan melalui peningkatan jumlah dan
kompetensi SDM yang menangani keamanan pangan segar,
2) Berkoordinasi secara intensif dengan instansi lain dalam penanganan keamanan pangan
baik lingkup Kementerian Pertanian maupun luar Kementerian Pertanian,
3) Pemutakhiran data dan informasi keamanan pangan segar,
4) Menyebarluaskan informasi keamanan pangan segar kepada masyarakat.
Agar pelaksanaan penanganan keamanan pangan segar tahun 2013 sesuai dengan sasaran,
maka perlu ditetapkan titik kritis pelaksanaan kegiatan penanganan keamanan pangan segar. Titik
kritis penanganan keamanan pangan segar secara umum yang perlu diantisipasi adalah :
1) Penguatan Kelembagaan Penanganan Keamanan Pangan Segar
Titik kritis pada kegiatan ini adalah pada peningkatan jumlah dan kompetensi petugas
pengawas keamanan pangan segar, serta penyusunan pedoman/petunjuk teknis. Apabila tidak
terlaksana akan mengakibatkan penanganan keamanan pangan segar tidak optimal. Titik kritis
selanjutnya agar dirinci kembali di tingkat provinsi dalam petunjuk teknis penanganan keamanan
pangan segar.
2) Pemantauan dan Pengawasan Keamanan Pangan Segar
Titik kritis pada kegiatan ini adalah pada pemantauan, hasil uji dan sarana pengawasan
keamanan pangan segar. Apabila tidak terlaksana akan mengakibatkan tidak tersedianya data dan
informasi tentang keamanan pangan segar.
3) Pengadaan Kendaraan Roda 4 (empat) untuk Pengawasan Keamanan Pangan Segar
Titik kritis pada kegiatan ini adalah pada fungsi kendaraan roda 4 (empat) yaitu untuk
melakukan pengawasan keamanan pangan segar secara rutin, melakukan uji di lapangan dengan
rapid test kit, serta sosialisasi terhadap masyarakat terhadap pentingnya pangan yang aman.

Apabila tidak terlaksana akan mengakibatkan pengawasan keamanan pangan segar yang beredar
secara rutin tidak terlaksana.
4) Promosi dan Sosialisasi Keamanan Pangan Segar
Titik kritis pada kegiatan ini adalah pada penentuan sarana promosi dan sosialisasi.
Apabila tidak tepat dalam penentuannya, akan mengakibatkan kurang efektifnya informasi
keamanan pangan segar kepada masyarakat.

5. Kasus-kasus Seputar Keamanan Pangan


a) Telur Asin Palsu
Harga sembako yang semakin mahal, akhir-akhir ini berdampak pula pada harga barangbarang kebutuhan lainnya. Rakyat kecil terutama para pedagang merasa tercekik dengan
kenaikan harga ini. Betapa tidak, keuntungan dari hasil dagangannya tidak sepadan dengan
kenaikan harga sembako yang setiap hari dia butuhkan.
Mereka tidak berani menaikkan harga dagangannya karena takut dagangannya tidak laku
lantaran sangat mahal. Apalagi persaingan harga barang-barang tersebut kini semakin ketat.
Membuat para pedagang semakin tidak berkutik.
Para pedagang harus memeras otak untuk bisa bertahan. Mereka harus cerdik dalam
menjual dagangannya. Sayangnya, ada beberapa oknum pedagang yang berbuat curang. Mereka
memalsu barang dagangannya untuk meraih untung yang lebih besar. Tentunya hal ini tidak bisa
dibenarkan. Seperti tayangan Trans TV yang saya saksikan dalam Reportase Investigasi hari
Sabtu, 15 Maret 2008 lalu. Acara TV yang berdurasi 30 menit itu menayangkan tentang telur asin
palsu yang kini banyak beredar di pasaran.
Telur asin palsu ini tidak terbuat dari telur bebek asli melainkan dari telur ayam. Saat
menjual biasanya pedagang akan menyebutnya sebagai telur asin dari telur bebek, padahal
sebenarnya bukan. Modus yang dilakukan bermacam-macam. Mereka membeli telur ayam
dengan memilih telur-telur yang besar terlebih dahulu. Selanjutnya mereka membeli cat tembok
di toko besi dan bangunan.
Bahan tersebut dicampur untuk mengubah warna telur ayam yang umumnya coklat
menjadi telur bebek berwarna hijau. Sebelum diwarnai, telur ayam harus dicuci dulu hingga

bersih dan bebas dari kotoran agar cat bisa melekat sempurna. Selanjutnya mereka menyiapkan
adonan pewarna dan pengasin. Mereka mencampurkan bahan cat tembok dan penguat warna
dengan garam kasar.
Terakhir, telur-telur inipun direndam 3 sampai 5 hari. Setelah direndam telur dicuci bersih
untuk selanjutnya diberi tepung kanji. Tepung ini berguna untuk memberi kesan bahwa warna
telur asin buatan ini mirip warna aslinya. Nah bila sudah seperti apakah kita bisa membedakan
telur asin dari ayam ini dengan telur asin dari bebek?
Ada lagi seorang pemalsu telur asin yang bermukin di Jawa Tengah, yang katanya lebih
jago karena bisa membuat telur asin dalam waktu 1 hari saja. Mula-mula, bagian ujung telur
direndam dalam larutan cuka hingga beberapa menit. Setelah ujung telur tersebut melunak, telur
lalu disuntik dengan air garam. Berikutnya, telur yang sudah diasinkan ini direbus agar bagian
dalamnya matang dan mengeras. Usai direbus telur didinginkan untuk kemudian diwarnai.
Pewarananya bukan pewarna makanan tapi cat sablon, penguat cat dan pewarna khusus.
Kemudian sedikit ditaburi tepung kanji agar guratan cat pada kulit telur akan tertutupi.
Di pasaran telur asin palsu biasanya dijual seharga telur asin asli, yakni 1.500 rupiah per
butirnya. Padahal harga sebutir telur ayam hanya 600 rupiah. Dengan sedikit polesan pedagang
bisa meraih untung berlipat. Para pemalsu ini sudah mempunyai pasar tersendiri yaitu stasiun
dan tempat tinggal bus perjalanan jarak jauh. Mereka memilih tempat semacam itu karena
biasanya pembeli tidak terlalu jeli dan sedang terburu-buru. Pembeli tak pernah tahu bahwa ada
zat kimia yang digunakan untuk mewarnai telur ini.
Untuk membedakan antara telur asin yang asli dengan telur asin palsu dibutuhkan
ketelitian. Telur asin yang asli tidak terdapat bercak noda seperti cat. Sedangkan pada telur asin
palsu biasanya terdapat bercak seperti ini. Jika telur masih berbalut tepung, bersihkan dulu
tepung pembalutnya dan cermati warna kulitnya.
Bila telur asin dibelah juga akan terlihat perbedaannya. Kuning telur asin palsu biasanya
tampak kuning keputihan karena berasal dari telur ayam. Sedangkan telur asin dari telur bebek
berwarna kuning atau kuning kemerahan. Yang terakhir anda bisa melakukan uji sederhana
terhadap telur asin yang anda beli. Gosoklah kulitnya dengan cairan pemutih baju. Telur asin
yang palsu warnanya akan memudar sedangkan yang asli tidak. Kejelian anda saat membeli
dapat menghindarkan anda dari telur asin palsu.

b) Penyalahgunaan Boraks dalam Makanan


Sekarang ini banyak kejadian penggunaan boraks sebagai bahan pengawet makanan. Di
mana bahan tersebut sangat dilarang digunakan sebagai bahan baku makanan. Dan jika
penggunaannya terus dilakukan dan dikonsumsi dapat menyebabkan berbagai penyakit terutama
kanker dan bahkan kematian untuk tingkat yang lebih lanjut. Hal ini telah menjadi hal yang
cukup serius dan menjadi suatu masalah yang berusaha diselesaikan dengan baik oleh berbagai
pihak terutama pemerintah.
Sebagai pusat utama kelangsungan negara, pemerintah harus dapat dengan bijak
memutuskan dan bertindak bagaimana penanganan kasus tersebut. Terutama kasus pada
pembuatan bakso dan mie dengan bahan pengawet boraks dan berbagai makanan seperti ikan
asin serta tahu yang diawetkan dengan menggunakan formalin.
Boraks merupakan senyawa kimia dengan rumus natrium tetraborat (NaB 4O7.10H2O),
berbentuk kristal lunak dengan pH = 9,5. Boraks merupakan senyawa kimia antara natrium
hidroksida(NaOH) serta asam borat(H3BO3). Umumnya boraks digunakan dalam berbagai
industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, bahan solder, bahan
pembersih, pengontrol kecoak dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal pun dibuat dengan
campuran boraks.
Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan
flavor. Padahal sifatnya sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks
untuk digunakan dalam pangan. Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan
gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut Karak
atau Lempeng.
Surat kabar Merdeka mengabarkan pada September 2012 BPOM menguji 70 sampel
jajanan di kawasan Benhil, Jakarta Pusat. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut
membuktikan sejumlah panganan tersebut mengandung boraks. Makanan yang rentan akan
penambahan boraks antara lain cendol, cincau, bakso, agar-agar, dan lontong.
Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun
sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks
tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit.

Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikelurkan melalui air kemih
dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim
metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. Jika dikonsumsi dalam jumlah yang
cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal,
hilang nafsu makan.
Adapun ciri-ciri mekanan yang mengandung boraks antara lain :
Mie Basah

: tidak lengket, sangat kenyal, serta tidak mudah putus

Bakso

: tekstur sangat kenyal, warna tidak kecokelatan seperti


penggunaan daging, tapi lebih cemerlang keputihan

Lontong
Kerupuk

: rasa getir dan sangat gurih, serta beraroma sangat tajam


: teksturnya sangat lembut dan renyah, bisa menimbulkan rasa
getir di lidah

Meskipun begitu, masih banyak pedagang yang masih menggunakan bahan yang legal
untuk dimakan dalam pembuatan produknya. Hal ini bukan menjadi alasan bagi Kita untuk takut
atau menjadi phobia yang berlebihan pada makanan, tetapi membuat kita lebih care dan
berhati-hati pada apa yang kita makan.
c) Susu Mengandung Melamin
Beberapa hari menjelang Idul Fitri kemarin, kita dikejutkan oleh penemuan kasus susu
mengandung melamin asal China. Ibarat pepatah, karena nila setitik, rusaklah susu sebelanga.
Demikian pulalah yang terjadi di negeri tirai bambu itu. Susu yang umumnya memiliki manfaat
yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan berubah menjadi penyebab penyakit.
Tak kurang dari 10.000 bayi dan anak-anak di China mengalami sakit dan menjalani
perawatan medis akibat minum susu yang mengandung nila alias melamin itu. Sungguh
mengenaskan. Melamin, zat yang biasa digunakan sebagai bahan pembuat plastik, pupuk dan
pembersih ini yang ditambahkan sebagai pengental dan penambah kadar protein pada produk
susu. Penambahan melamin ini dipercaya akan meningkatkan kadar nitrogen dalam susu yang
menjadi indikator kandungan protein dalam produk makanan.

Pencampuran susu dengan melamin ini berakibat fatal. Diperkirakan saat ini, ribuan bayi
yang mengonsumsi susu bermelamin menderita gagal ginjal akut. Beberapa di antaranya
dilaporkan meninggal dunia. Kandungan melamin yang termasuk kategori logam berat dalam
konsentrasi tertentu menyebabkan zat ini tidak bisa diuraikan oleh tubuh. Akibatnya terjadi
penumpukan di ginjal yang kemudian menyebabkan terbentuknya batu ginjal dan kerusakan
fungsi organ tubuh lainnya.
Masalahnya susu melamin ini menjadi semakin besar karena produk susu China dan
produk turunannya tersebut tersebar pula ke berbagai belahan dunia, termasuk ke Indonesia.
Tentu, jika produk tersebut dikonsumsi bayi-bayi di Indonesia, maka peristiwa seperti di negeri
tirai bambu pun berpotensi terjadi di Indonesia.
Apalagi, beberapa produk makanan yang berbahan susu dan produk turunan dari China
tersebut cukup familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Produk-produk makanan tersebut
masuk melalui jalur impor resmi, tapi tak sedikit pula yang tak jelas prosedurnya. Yang jelas
produk tersebut telah beredar luas, baik di pasar tradisional maupun di gerai-gerai belanja
modern.

Anda mungkin juga menyukai