Anda di halaman 1dari 51

PERBEDAAN VISKOSITAS, pH, KADAR AIR DAN DAYA TERIMA SELAI DARI UBI

JALAR UNGU KUKUS DAN TEPUNG DENGAN VARIASI KONSENTRASI PEKTIN

SKRIPSI

Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada program Studi Ilmu Gizi

Disusun Oleh :

RENI GUSTIA
J 310 161 027

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ubi jalar atau ketela rambat merupakan salah satu tanaman umbi-umbian yang

terkenal di Indonesia. Dilihat dari laju pertumbuhan produksi ubi jalar di Indonesia

mengalami penurunan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik (BPS), dilaporkan bahwa produksi ubi jalar di Indonesia periode tahun

2012 hingga tahun 2016, mengalami penurunan rata-rata 4,14% per tahun. Jawa

sebagai salah satu sentra produksi ubi jalar dalam lima tahun terakhir juga mengalami

penurunan 6,80%.

Penurunan produksi ubi jalar disebabkan oleh masih rendahnya tingkat konsumsi

masyarakat dan rendahnya harga jual di pasaran sehingga berdampak pada minat

petani dalam menanam dan membudidayakannya. Hal ini sangat memprihatinkan

karena kebutuhan bahan pangan akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah

penduduk di Indonesia. Kondisi ini perlu diantisipasi dengan cara meningkatkan

konsumsi ubi jalar melalui diversifikasi pangan sehingga menghasilkan produk

olahannya. Ubi jalar yang potensial dikembangkan melalui diversifikasi adalah ubi jalar

ungu.

Pengembangan ubi jalar ungu melalui diversifikasi produk olahan sangat

potensial, karena ubi jalar ungu memiliki berbagai keunggulan antara lain daya tarik

warna yang berasal dari zat warna alami yang disebut antosianin. Menurut Hwang

(2011) ubi jalar ungu memiliki berbagai keunggulan antara lain daya tarik warna yang

berasal dari zat warna alami yang disebut antosianin. Bridgers dkk (2010) menjelaskan

bahwa kandungan antosianin yang tinggi pada ubi jalar ungu memiliki tingkat kestabilan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman lain yang memiliki antosianin seperti

seperti blueberry dan anggur. Truong et (2014), melaporkan kandungan antosianin pada
ubi jalar ungu segar 210 mg / 100 g, sehingga berpotensi besar sebagai sumber

antioksidan untuk kesehatan manusia yang dapat mencegah kanker. Keunggulan lain

ubi jalar ungu lainnya menurut Allen (2012) dan Ludvic (2008) yaitu nilai indeks glisemik

ubi jalar tergolong rendah yaitu 32-41 sehingga apabila dikonsumsi tidak akan

menaikkan kadar gula darah secara drastis. Karena itu, ubi jalar sangat baik jika

dikonsumsi penderita diabetes

Berbagai keunggulan dari ubi jalar ungu tersebut dapat dioptimalkan

pemanfaatannya melalui diversifikasi produk. Produk yang potensial dikembangkan dari

ubi jalar ungu adalah selai. Selai adalah produk makanan semi basah yang dapat

dioleskan yang dibuat dari pengolahan buah-buahan, gula dengan atau tanpa

penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan (BSN

2008). Buah-buahan yang biasa digunakan dalam pembuatan selai yaitu anggur, apel,

nenas, strawberry dan blueberry. Selai berbahan ubi jalar ungu memiliki kelebihan yaitu

selai bermanfaat bagi kesehatan dan juga bewarna ungu yang berpengaruh terhadap

mutu selai.

Karakteristik yang menentukan mutu selai antara lain sifat fisik, sifat kimia dan

sensorik. Sifat fisik selai dilihat dari sifat rheologinya, yang salah satunya viskositas.

Viskositas merupakan ukuran kekentalan yang menyatakan besarnya gesekan dalam

fluida. Semakin besar viskositas fluida, semakin sulit suatu benda bergerak dalam fluida

tersebut (Ariyanti dan Agus, 2010). Amelia dkk (2016) menjelaskan bahwa kombinasi

pektin dan sukrosa dalam pembuatan selai akan mempengaruhi sifat kimia selai antara

lain kadar air dan pH. Sedangkan sifat sensorik selai yang meliputi warna, rasa, aroma,

tekstur dan keseluruhan dilakukan dengan uji organoleptik.

Javanmard dan Edan (2010) menjelaskan bahwa mutu selai juga dipengaruhi

oleh komposisi bahan dan teknologi proses. Komposisi bahan dalam pembuatan selai

menurut Purwati (2012) yaitu asam, gula, pektin dan bahan utamanya seperti buah.
Rosyida (2014) menjelaskan bahwa Asam berguna untuk mengentalkan dan

menurunkan PH selai. Selain asam, syarat untuk mendapatkan hasil selai yang baik

yaitu gula.

Gula merupakan pengental, pemanis dan pengawet alami (Nurkhasanah, 2013).

Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur,

penampakan dan flavor yang ideal. Selain itu dalam pembuatan selai gula berperan

penting dalam pembentukan gel pektin (Yuliani, 2011). Menurut penelitian Fahrizal

(2014) dan Srivastava (2011) Pektin adalah bahan yang digunakan sebagai bahan

gelling, sangat penting dalam pengolahan bahan pangan terutama pada sifatnya yang

dapat menaikkan kekentalan cairan atau membentuk gel dengan gula dan asam.

Selain itu kriteria bahan utama yang digunakan dalam selai juga menentukan

mutu selai. Menurut Purwati (2012), selai yang kekentalannya bagus diperoleh dari buah

setengah matang karena banyak mengandung pektin dan asam. Apabila bahan yang

akan diolah menjadi selai memiliki kadar pektin rendah maka perlu ditambahkan pektin

dari luar pada proses pembuatan selai. Ubi jalar ungu termasuk bahan yang memiliki

kadar pektin yang rendah. Menurut hasil penelitian Yulistiani dkk (2013) didapatkan

bahwa penambahan pektin 1% dalam pembuatan ubi jalar ungu akan menghasilkan

selai yang memiliki tekstur dan kekentalan yang bagus serta disukai panelis.

Pembuatan selai dari ubi jalar ungu telah dilakukan oleh Yulistiani dkk (2013) dan

Utami (2015). Berdasarkan penelitian tersebut kelamahan selai ubi jalar ungu yang

direbus dan dikukus yaitu tidak bertahan lama sedangkan selai yang berbahan dasar

tepung ubi jalar ungu belum dilakukan. Selai yang terbuat dari ubi jalar ungu segar dan

tepung ubi jalar ungu dapat memberikan sifat fisik, sifat kimia maupun sifat sensorik

yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bentuk dan ukuran partikel bahan

dasarnya yaitu ubi jalar ungu. Rauf dkk (2015) melaporkan bahwa bentuk dan ukuran

partikel tepung dapat mempengaruhi sifat pasta atau gel dari suatu produk. Makin
seragam bentuk dan makin kecil ukuran partikel bahan-bahan, semakin baik sifat produk

yang dihasilkan.

Pemanfaatan ubi jalar ungu dalam bentuk tepung memberikan beberapa manfaat

antara lain masa simpannya lebih lama, lebih mudah dalam proses distribusi (Rauf

dan Sarbini, 2015) dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi berbagai

macam produk olahan (Husnah, 2010). Pembuatan tepung mengalami masalah yaitu

timbul getah yang menyebabkan proses pencoklatan. Pencoklatan tepung terjadi

akibat reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis (Arsa, 2016).

Berbagai perubahan-perubahan pada selai tersebut akan memiliki kelebihan dan

kekurangan maka perlu penelitian tentang perbedaan viskositas, pH, kadar air dan daya

terima selai yang dibuat dari ubi jalar ungu kukus dan tepung.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan viskositas, kadar

air, pH dan daya terima selai dari ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan variasi

konsentrasi pektin.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan viskositas, kadar air, pH dan daya terima selai

dari ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan variasi konsentrasi pektin.

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur viskositas selai dari ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan variasi

konsentrasi pektin.

a. Mengukur kadar air selai dari ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan variasi

konsentrasi pektin.
b. Mengukur pH selai dari ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan variasi

konsentrasi pektin.

c. Mengukur daya terima selai dari ubi jalar ungu kukus dan dengan variasi

konsentrasi pektin.

d. Menganalisis perbedaan viskositas selai dari ubi jalar ungu kukus dan tepung

dengan variasi konsentrasi pektin.

e. Menganalisis perbedaan kadar air selai dari ubi jalar ungu kukus dan tepung

dengan variasi konsentrasi pektin.

f. Menganalisis perbedaan pH selaidari ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan

variasi konsentrasi pektin.

g. Menganalisis perbedaan daya terima selai dari ubi jalar ungu kukus dan tepung

dengan variasi konsentrasi pektin.

h. Internalisasi nilai-nilai islam dalam kehalalan pangan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan ubi jalar

ungu serta memperkenalkan produk selai yang bernilai gizi tinggi kepada

masyarakat.

2. Bagi Peneliti

Dapat digunakan sebagai referensi atau acuan apabila melakukan penelitian

sejenis.

3. Bagi Industri

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi terhadap produk industri

sehingga dapat meningkatkan kualitas selai, baik dari segi nilai gizi maupun nilai jual.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” berasal dari Benua Amerika.

Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah

Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke

seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropika pada abad ke-16 (Setyawan,

2015).

Menurut Muchtadi (2013), ubi jalar memilki warna daging yang

bermacam-macam antara lain putih, kuning, jingga kemerah-merahan atau ungu.

Juanda dan Cahyono (2009) mengatakan bahwa salah satu jenis ubi jalar yang memiliki

daging umbi berwarna ungu yaitu varietas Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki.

Kandungan gizi ubi jalar ungu dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1
Komposisi kimia ubi jalar ungu dan tepung ubi jalar
Komponen Ubi jalar ungu segar Tepung ubi jalar
ungu
-1
Kelembaban (g.100 g ) 73 ± 1.6 6.91 ± 0.71
Kadar Abu (g.100 g -1) 3.80 ± 0.49 3.07 ± 0.69
-1
Protein (g.100 g ) 5.70 ± 0.79 5.82 ± 1.43
Lemak (g.100 g-1) 0.42 ± 0.04 0.39 ± 0.03
Pati ((g.100 g-1) 103.7 ± 0.17 92.67 ± 1.94
-1
Serta kasar (g.100 g ) 4.28 ± 0.07 2.56 ± 0.14
Karbohidrat (g.100 g-1) 85.8 88.15
PH 6.55 ± 0.01 6.58 ± 0.02
Keasaman (mL NaOH.100 g -1) 0.90 ±0.22 0.87 ± 0.03
Sumber : Rodrigues (2016)

Truong et (2014), melaporkan kandungan antosianin pada ubi jalar ungu segar

210 mg / 100 g, sehingga berpotensi besar sebagai sumber antioksidan untuk kesehatan

manusia yang dapat mencegah kanker Berdasarkan penelitian Rodrigues (2016)

Antosianin ubi jalar ungu terutama peonidin dan sianidin memiliki antiinflamasi yang
melewati saluran pencernaan. Selain itu, ubi jalar ungu menurunkan potensi resiko

kesehatan yang ditimbulkan oleh logam berat dan radikal oksigen. Ubi jalar ungu juga

digunakan sebagai bahan antihipertensi dan dapat mencegah aterosklerosis.

Keunggulan ubi jalar ungu lainnya yaitu dapat menjadi pencegah terjangkitnya

penyakit kanker dalam tubuh seseorang dikarenakan ada kandungan zat aktif berupa

iodin dan selenium yang kapasitasnya mengungguli ubi lain kira-kira 20 kali

(Setyawan,2015). Ginting (2011), menyatakan bahwa nilai indeks glisemik ubi jalar ungu

tergolong rendah sehingga apabila dikonsumsi tidak akan menaikkan kadar gula darah

secara drastis. menurut Allen (2012), Ludvic (2008) dan Siagan (2004) yaitu nilai indeks

glisemik ubi jalar tergolong rendah yaitu 32-41 jika dibandingkan dengan sumber

karbohidrat lainnya seperti beras (51), kentang (74), jagung (59), dan ubi kayu (46)

sehingga apabila dikonsumsi tidak akan menaikkan kadar gula darah secara drastis.

Karena itu, ubi jalar sangat baik jika dikonsumsi penderita diabetes

Selain itu ubi jalar ungu mengandung serat pangan dan oligosakarida yang

merupakan polisakarida yang tidak dapat dicerna atau dihidrolisis oleh enzim

pencernaan manusia dan sampai ke dalam usus besar dalam keadaan utuh (Ginting,

2011).

2. Tepung ubi jalar ungu

Pengolahan ubi jalar ungu semakin bervariasi seiring makin meningkatnya

produksi ubi jalar ungu. Pengolahan menjadi tepung adalah salah satu bentuk

produk olahan yang dapat meningkatkan kemandirian bangsa dengan mengurangi

penggunaan tepung terigu import. Menurut Murtiningsih & Suyanti (2011) mengolah ubi

jalar ungu menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk penyimpanan dan

pengawetan ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu dalam bentuk tepung juga akan

mempermudah pemanfaatannya sebagai bahan baku industri pangan maupun

non-pangan.
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode

pengeringan, diantaranya pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar matahari

dan menggunakan alat pengering seperti mesin pengering sawut ubi jalar,oven dan drum

drier. Metode pengeringan yang digunakan mempengaruhi mutu tepung ubi jalar yang

dihasilkan (Djuanda, 2003).

Pembuatan tepung mengalami masalah yaitu timbul getah yang

menyebabkan proses pencoklatan. Pencoklatan tepung terjadi akibat reaksi

pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis (Arsa, 2016). Menurut Rauf (2015)

pencoklatan enzimatik disebabkan oleh aktivitas enzim oksidase (polifenol oksedase)

yang mengoksidasi senyawa polifenol. Pencoklatan non enzimatik terjadi karena adanya

proses pemanasan pada bahan pangan seperti pemanasan gula dalam peristiwa

karamelisasi.

Menurut Rumbaoa et al (2009) cara untuk membuat tepung ubi jalar yang

berkualitas adalah dengan memotong ubi jalar yang telah dicuci setebal 2 cm dan

mengukusnya selama 15 menit pada suhu 100°C. Perlakuan ini dimaksudkan untuk

mencegah terjadinya pencoklatan akibat pemotongan. Proses selanjutnya adalah

pendinginan, pengupasan (peeling), dan pemotongan menjadi bentuk kubus dengan

ukuran 2 cm3. Pengeringan ubi jalar tersebut dilakukan menggunakan metode freeze

drying. Untuk menjaga kualitas, tepung disimpan pada suhu 4°C dalam wadah yang

dapat dengan mudah dikemas kembali hingga akan digunakan. Namun menurut Husnah

(2013) hampir 50% kadar antosianin penyebab warna ungu pada ubi jalar ungu

rusak akibat proses pengukusan.

Menurut Sudewo (2012), tepung ubi jalar ungu mempunyai banyak kelebihan

antara lain :

a. Lebih mudah untuk pengembangan produk pangan dan peningkatan nilai gizi.
b. Lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyediaan bahan baku industri

dan harga lebih stabil.

c. Kandungan yang terdapat di dalam tepung ubi jalar ungu bermanfaat bagi

kesehatan.

Manfaat tepung ubi jalar ungu beranekaragam antara lain :

1) Kandungan antosianin ubi untuk antioksidan, antikanker, antibakteri, perlindungan

hati, penyakit jantung dan stroke.

2) Kandungan beta karoten, vitamin E, dan vitamin C untuk pencegah kanker dan

penyakit kardiovaskular.

3) Kandungan serat dan pektin untuk mencegah gangguang pencernaan, seperti wasir,

sembelit dan kanker kolon.

3. Selai

Selai adalah produk makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari

pengolahan buah-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan

bahan tambahan pangan yang diijinkan (BSN 2008).

Selai adalah salah satu produk olahan buah yang cukup populer dalam

masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi jua di luar negeri. Bagi sebagian masyarakat

selai digunakan sebagai pelengkap menu sarapan bersama roti yang cukup mudah dan

praktis untuk disajkan. Selai juga digunakan sebagai isian pada roti manis, nastar serta

pemanis dalam minuman seperti yoghurt dan ice krim (Purwati, 2012).

Syarat mutu selai buah-buahan menurut SNI 3746: 2008 sebagai berikut :

Tabel 2.
Syarat mutu selai buah
a Uji n aratan
aan
al
al
a al
buah f
an terlarut ksi massa 5
ran logam ai tabel
ran arsen (As) 1.0
ran mikroba
a Lempeng Total /g 1 x 101
ri coliform g
hlococcus aureus /g 2 x 101
idium sp /g
ng atau Kamir /g 5 x 101
Sumber : BSN (2008)

a. Bahan dalam pembuatan selai

1) Bahan utama

Selai dapat dibuat dari berbagai jenis bahan tergantung kebutuhan,

ketersediaan, dan selera. Bahan yang sering digunakan dalam pembuatan

selai yaitu buah-buahan. Buahan- buahan pada umumnya memiliki pektin dan

asam yang digunakan sebagai pengental alami contohnya anggur, lemon,

apel dan jeruk (Purwati, 2012).

2) Gula

Gula merupakan pengental, pemanis dan pengawet alami.

(Nurkhasanah ,2013). Menurut Yuliani (2011), tujuan penambahan gula dalam

pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan dan flavor

yang ideal. Selain itu dalam pembuatan selai gula berperan penting dalam

pembentukan gel pektin. Hal ini sama dengan penelitian Jariyah dkk (2010),

Penambahan sukrosa yang tinggi akan mempengaruhi keseimbangan pektin

dengan air yang ada dan meniadakan kematapan pektin sehingga pektin tidak

akan menggumpal dan tidak membentuk suatu serabut halus yang

menyebabkan viskositas menurun pada selai. Purwati (2012) menyatakan

bahwa Kadar gula dalam pembuatan selai ini ditentukan sebesar 65%-70%

Hal ini dimaksudkan untuk dapat membentuk tekstur gel dalam pembuatan

selai.

3) Pektin
Pektin adalah zat yang dapat mengentalkan selai buah, banyak

digunakan pada insustri baik pangan maupun non pangan. Pektin terdapat

dalam semua buah dengan kadar yang berbeda-beda. Apabila buah yang

diolah memilki kadar pektin yang rendah maka perlu ditambahkan pektin

sintetik pada proses pembuatan selai untuk mengatasi gagalnya pembuatan

gel sehingga selai yang dihasilkan memilki tekstur dan kekentalan yang bagus

contoh pektin sintetik yaitu citrus pectic grade 100. Gel pektin dapat terbentuk

pada berbagai suhu walaupun kecepatan pembentukan gel tergantung pada

berbagai faktor yaitu gul, konsentrasi pektin, jenis pektin , pH, dan suhu.

Pembentukan gel dapat menjadi lebih cepat dengan semakin rendahnya suhu

serta meningkatnya konsentrasi gula. Jumlah pektin yang ideal yaitu

0,75%-1,5% (Purwati, 2012).

Pemanfaatan pektin pada produk produk pangan cukup luas,

disamping sebagai bahan baku pembuatan jam dan jelly, pektin juga

dimanfaatkan sebgai bahan pengemulsi, penstabil dan pengental (Rauf,

2015).

4) Asam

Penggunaan asam pada pembuatan selai ditujukan untuk menurunkan

pH selai, karena gel akan terbentuk pada pH rendah. Selain untuk

menurunkan pH, penambahan asam juga dapat menghindari terjadinya

pengkristalan gula pada proses pemasakan selai. Asam yang dapat

digunakan adalah asam sitrat, asam asetat, atau cairan asam dari jeruk nipis

(Rosyida, 2014).

b. Proses pembuatan selai

Menurut Purwati (2012) proses pembuatan selai yaitu :


1) Pemilihan bahan utama

Selai yang kekentalannya bagus diperoleh dari buah setengah matang

karena banyak mengandung pektin dan asam. Apabila bahan yang akan diolah

menjadi selai memiliki kadar pektin rendah maka perlu ditambahkan pektin dari

luar pada proses pembuatan selai.

2) Pengupasan

Kulit bahan utama seperti buah dikupas menggunakan pisau stain less.

3) Pencucian

Pencucian bertujuan untuk membersihkan kotoran-kotoran yang masih

melekat atau tercampur pada bahan utama seperti buah.

4) Penghancuran bahan utama

Penghancuran bahan utama seperti buah dapat dilakukan dengan blender

atau parutan. Sebelum bahan diblender dipotong-potong menjadi bagian yang

lebih kecil untuk memudahkan dalam proses penghancuran. Agar diperoleh bubur

yang homogen, maka saat diblender sebaiknya menambahkan air.

5) Pemasakan

Pemasakan dilakukan didalam wajan dalam suhu 70°C (dengan api

sedang), saat proses pemasakan perlu dilakukan pengadukan agar adonan selai

tidak gosong, tetapi pengadukan tidak boleh terlalu cepat ataupun memukul

adonan. Hal ini akan menimbulkan gelembung udara yang akan merusak tekstur

dan penampilan selai yang dihasilkan.

6) Pengemasan

Tujuan pengemasan adalah supaya selai yang dihasilkan terlindungi atau

tidak terkontaminasi lingkungan sehingga produk yang dihasilkan dapat bertahan

lama (awet).
c. Viskositas Selai

Viskositas merupakan ukuran kekentalan yang menyatakan besar kecilnya

gesekan dalam fluida. Semakin besar viskositas fluida, semakin sulit suatu benda

bergerak dalam fluida tersebut (Ariyanti dan Agus, 2010).

Viskositas atau kekentalan adalah gaya hambat atau friksi internal yang

mempengaruhi kemampuan mengalir suatu cairan. Viskositas dinyatakan dengan

satuan Polse (P), cP, Pa.s atu mPa.s dimana 1 P=100 cP dan 1 cP= 1mPa.s.

Berdasarkan sifat kekentalan dan kemudahannya untuk mengalir, produk pangan

cair dapat dibagi menjadi kelompok cair Newtonian dan non-Newtonian. Cairan

Newtonian adalah cairan yang nilai keknetalannya tidak dipengaruhi oleh besarnya

gaya yang mengalirkan atau menggerakkan (nilai kekentalannya konstan),

sedangkan cairan non-Newtonian adalah cairan yang kekentalannya dipengaruhi

oleh gaya yang diberikan. Cairan yang mempunyai sifat Newtonian umumnya adalah

cairan encer seperti air, minuman ringan, larutan asam dan larutan garam sedangkan

produk yang lebih kental seperti saus, madu, dan sebagainya (Andarwulan, 2011).

Menurut Bird (1994) Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas :

1) Suhu

Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik maka

viskositas akan turun, dan begitu sebaliknya. Hal ini disebabkan karena

adanya gerakan partikel-partikel cairan yang semakin cepat apabila suhu

ditingkatkan dan menurun kekentalannya.

2) Konsentrasi larutan

Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan

dengan konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena

konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap


satuan volume. Semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan antar partikel

semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi pula.

3) Berat molekul solute

Viskositas berbanding lurus dengan berat molekul solute. Karena

dengan adanya solute yang berat akan menghambat atau memberi beban

yang berat pada cairan sehingga manaikkan viskositas.

4) Tekanan

Semakin tinggi tekanan maka semakin besar viskositas suatu cairan.

5) Kehadiran zat lain

Penambahan gula tebu meningkatkan viskositas air. Adanya bahan

tambahan seperti bahan suspensi menaikkan viskositas air. Pada minyak

ataupun gliserin adanya penambahan air akan menyebabkan viskositas akan

turun karena gliserin maupun minyak akan semakin encer, waktu alirnya

semakin cepat.

6) Ukuran dan berat molekul

Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju aliran

alkohol cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan kekentalannya tinggi

seta laju aliran lambat sehingga viskositas juga tinggi.

7) Berat molekul

Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak.

8) Kekuatan antar molekul

Viskositas air naik denghan adanya ikatan hidrogen, viskositas CPO

dengan gugus OH pada trigliseridanya naik pada keadaan yang sama.


d. Kadar air selai

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan. Kandungan air di

dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan

mikroba. Kadar air dalam bahan pangan seperti selai sangat berperan untuk

menjaga konsistensi tektur (Fahrizal dan Fadhil, 2014).

Kadar air berkaitan dengan perbandingan konsentrasi pektin. Hal ini

dikarenakan gel pektin merupakan sistem seperti spon yang diisi oleh air sehingga

semakin banyak pektin maka semakin besar air yang diikat oleh pektin (Ikhwal,

2014).

Yulistiani dkk (2013) menjelaskan sifat pektin mampu membentuk gel

bersama air, gula dan asam sehingga air yang ada terperangkap untuk membentuk

gel. Sukrosa merupakan senyawa higrokopis yang mampu mengikat air bebas

menjadi air terikat yang sulit diuapkan pada saat pemasakan sehingga kadar air selai

meningkat.

Estiasih dan Ahmadi (2009) menyatakan bahwa gel pektin merupakan sistem

seperti spon yang diisi oleh air. Rantai molekul pektin membentuk jaringan tiga

dimensi dimana gula, air dan padatan terlarut yang lain diikat.

e. Derajat Keasaman (pH) selai

Derajat keasaman (pH) adalah derajat keasaman yang digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaman atau kebebasan yang dimiliki oleh suatu larutan.

Derajat keasaman didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang

terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara ekperimental,

sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis (Ardiansyah, 2007).


Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator yang penting dalam

prinsip pengawetan bahan pangan, hal ini dikarenakan pH berkaitan dengan

pertumbuhan dan ketahanan hidup mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh (Barlina

dkk, 2007).

Tingkat keasaman atau PH berkaitan dengan konsentrasi ion hidrogen yang

terkandung pada suatu larutan atau produk yang diukur. pH menunjukkan tingkat

keasaman semakin rendah nilai pH semakin tinggi tingkat keasaman (Amelia dkk,

2010).

Hasil penelitian Yulistiani (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi

penambahan pektin dan sukrosa maka PH semakin menurun. Hal ini disebabkan

pada pembuatan selai, pektin akan terhidrolisis menjadi asam pektat dan asam

pektinat sehingga semakin tinggi penambahan pektin dan sukrosa maka asam yang

dihasilkan semakin tinggi dan PH semakin menurun.

f. Daya terima (organoleptik)

Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan

indera sebagai alat utama pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Penilaian

dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan

makanan. Indera penglihat, pencicip dan pembau merupakan alat yang sangat

penting untuk penilaian organoleptic (Susiwi, 2009). Penilaian organoleptik meliputi

beberapa komponen berikut diantaranya :

1. Warna makanan

Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi makanan dilihat

secara visual dan akan berpengaruh terhadap selera konsumen. Warna bagian dari

sifat-sifat produk yang paling menarik perhatian pada konsumen dan paling cepat

juga memberikan kesan disukai atau tidak disukai (Purwati,2007).


2. Aroma makanan

Aroma makanan adalah bau yang dihasilkan dari makanan dan merupakan

salah satu penambahan nilai terhadap cita rasa makanan. Pembauan juga disebut

pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang

belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh.Indera pembau

berfungsi untuk menilai bau-bauan dari suatu produk atau komoditi baik berupa

makanan atau nonpangan. Banyak sekali jenis bau-bauan yang di terima alat

pembau. (Susiwi, 2009).

3. Tekstur makanan

Tekstur merupakan salah sau sifat dari produk yang penting juga untuk

diperhatikan karena erat hubungannya dengan penerimaan konsumen. Tekstur

merupakan kualitas yang berkaitan erat dengan keempukan bahan

(Purwati,2007).

4. Rasa makanan

Rasa makanan merupakan campuran air kesan icip, bau dan perabaan

yang dipadukan dengan kesan lain seperti penglihatan, sentuhan dan

pendengaran. Rasa merupakan bagian dari organoleptik pada makanan.

Pengindraan tentang rasa berasal dari indera pegecap (lidah). Rasa terbagi

menjadi 4 macam yaitu asin, manis, pahit dan asam. Rasa dapat ditangkap oleh

indera pengecapan karena adanya zat terlarut dalam produk (Deman, 2013).

Untuk melakukan uji organoleptik diperlukan panel.Panel terdiri dari orang

atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu berdasarkan kesan subjektif.

Orang yang menjadi anggota panel disebut dengan penelis.

Ada 6 macam panel yang digunakan dalam penelitian organoleptik yaitu

sebagai berikut :

a. Panelis pencicip perorangan


Merupakan panelis yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik sangat tinggi

yang diperoleh karena bakat dan latihan. Penelis ini disebut juga dengan

panelis tradisional (Nopianto, 2008).

b. Panelis pencicip terbatas

Panelis pencicip terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan

tinggi sehingga bias dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik

faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan

dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir (Agusman, 2013).

c. Panelis terlatih

Panelis terlatih merupakan panelis yang memilki kepekaan yang cukup baik.

Untuk menjadi panelis terlatih harus melalui tahap penyeleksian dan

pelatihan, panelis ini dapat menilai beberpa karakteristik bahan tetapi tidak

spesifik. Panelis terlatih berjumlah 15-25 orang (Afrianto, 2008).

d. Panelis tidak terlatih

Panelis tidak terlatih merupakan panelis yang hanya dilibatkan dalam

menguji alat sensori yang sederhana. Panelis ini dipilih berdasarkan jenis

kelamin, umur, tingkat sosial, suku dan lainnya (Afrianto, 2008).

e. Panelis agak terlatih

Diperlukan sebanyak 15-25 orang anggota. Panelis ini tidak dipilih menurut

prosedur pemilihan panelis terlatih, tetapi juga tidak diambil dari orang

awam. (Agusman, 2013).

f. Panelis konsumen
Panelis ini biasanya mempunyai anggota 30-100 orang. Pengujiannya

biasanya mengenai uji kesukaan dan dilakukan sebelum pengujian pasar.

(Agusman, 2013).

B. Internalisasi Nilai-nilai Keislaman

Gizi sangat penting dalam mempertahankan kesehatan seseorang. Setiap

seorang muslim wajib mempertahankan kesehatannya dan makanan yang dimakan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat ‘Abasa /80: 24 yang berbunyi :

Artinya “Hendaklah manusia memperhatikan makanannya”. Secara umum islam

menganjurkan kepada umatnya untuk memakan makanan yang halal dan baik-baik. Hal

ini ditegaskan oleh Allah dalam al-Quran :

Artinya :” Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, karena

sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu” (QS.al-Baqarah (2):168).

Ubi jalar ungu merupakan makanan yang halal dan thayib. Produksi ubi jalar ungu

di indonesia juga melimpah dan terkenal di kalangan masyarakat. Ubi jalar ungu memiliki

kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan.

C. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori

2. Kerangka konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

Keterangan :
Variabel bebas

Variabel terikat

Variabel kontrol

D. Hipotesis

Ada perbedaan viskositas, kadar air, pH dan daya terima selai dari ubi jalar ungu

kukus dan tepung dengan variasi konsentrasi pektin.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pembuatan selai berbahan ubi jalar segar dan tepung, bahan

lain yang digunakan untuk membuat selai tersebut antara lain gula pasir, pektin, asam sitrat

dan air. Peneltian pendahuluan tahap pertama percobaan yang dilakukan untuk mengetahui

komposisi yang tepat dari bahan-bahan penyusun selai. Percobaan dilakukan pada

komposisi pektin dengan variasi konsentrasi untuk mendapatkan viskositas yang sesuai

dengan selai.

Penentuan konsentrasi bahan pektin dilakukan dengan penelitian pendahuluan

dengan variabel konsentrasi yakni 1 gram, 2 gram, dan 2,5 gram. Penambahan 1 gram

pektin tidak membentuk gel selai secara baik, sedangkan penambahan pektin 2,5 gram

menyebabkan tekstur selai seperti puding. Direkomendasikan penambahan pektin 1,5 gram,

1,75 gram dan 2 gram pada selai dikarenakan pada penambahan tersebut telah terbentuk

gel secara merata.

Tahap kedua yaitu optimalisasi penggunaan air sehingga menghasilkan selai yang

tidak terlalu encer ataupun terlalu kental. Tahap terakhir yaitu penggunaan asam sitrat

bertujuan untuk mendapat pH sesuai dengan syarat mutu selai.

Penelitian utama adalah pembuatan selai dengan menganalisis sifat fisik, sifat kimia

dan sensorik. Sifat fisik selai yang diteliti yakni viskositas. Pengukuran viskositas atau

kekentalan selai diuji dengan Viscometer Rion VT 04 digunakan untuk menilai tingkat

kekentalan selai yang ditambahkan pektin 1,5 gram, 1,75 gram dan 2 gram. Sifat kimia selai

meliputi Derajat keasaman (pH) dan kadar air. Derajat keasaman (pH) digunakan untuk

menentukan keasaman selai. Pengukuran kadar air menggunakan metode oven untuk

melihat peran kadar air dalam menjaga konsistensi teksur. Sedangkan sifat sensorik selai
yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan keseluruhan dilakukan dengan uji

organoleptik. Adapun hasilnya dapat dilihat pada penjelasan berikut :

A. Viskositas Selai Ubi jalar ungu kukus dan Tepung

Viskositas merupakan parameter penting dan sering penting dari produk cair dan

semi-padat untuk menentukan kekentalan yang menyatakan besar kecilnya gesekan dalam

fluida untuk melihat kualitas selai. (Shahnawaz, 2011). Pengukuran viskositas digunakan

untuk mengetahui perubahan kekentalan selai yang dihasilkan, maka perlu dilakukan

pembahasan perubahan viskositas pada awal, pertengahan dan akhir yakni pada detik 10,

20, 30, 40, 50, dan 60.

Tabel 4
Nilai signifikansi viskositas selai yang diuji Menggunakan GLM-Univariat
Sig. Viskositas
Faktor 10 20 30 40 50 60
detik detik detik detik detik detik
Jenis bahan selai 0,023 0,002 0,001 0,005 0,003 0,001
Konsentrasi pektin 0,001 0,006 0,016 0,008 0,014 0,042
Interaksi jenis bahan dan 0,015 0,080 0,209 0,107 0,127 0,285
konsentrasi pektin

Berdasarkan hasil uji GLM-univariat (Tabel 4), menunjukkan bahwa ada pengaruh

jenis bahan selai ubi jalar kukus dan tepung, variasi konsentrasi pektin terhadap viskositas

yang dihasilkan pada detik 10, 20, 30, 40, 50, 50, dan 60 detik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

signifikan masing-masing P < 0,05. Jenis bahan dan konsentrasi pektin tidak menunjukkan

adanya interaksi terhadap viskositas selai yang dihasilkan (P ≥ 0,05).

Hal ini sesuai dengan penelitian Awasthi (2011) menyatakan bahwa Jenis bahan dan

konsentrasi pektin tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap viskositas selai. Hal ini

mungkin disebabkan oleh gugus asam karboksil pada rantai pektin yang menetralkan yaitu

reduksi ionisasi, dan menyebabkan reduksi dalam hidrasi gugus asam karboksilat.

Tabel 5
Viskositas Detik 10 pada selai yang Diuji Menggunakan
Kruskal Wallis dan t-test
Viskositas dP ig.
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 23,75±2,50 32,50±2,88 57,50±5,00 006

g ubi jalar ungu 12,50±25,00 400,00±81,65 25,00±50,00 017

i-t) 0,000 0,000 0,000

Selai dengan variasi konsentrasi pektin (Tabel 5), menunjukkan bahwa perbedaan

variasi konsetrasi pektin memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap viskositas detik 10. Oleh

karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Duncan Multiple Rate Test (DMRT). Hasil

penelitian menunjukkan terdapat beda nyata terhadap viskositas detik 10. Viskositas paling

tinggi yaitu selai tepung ubi jalar ungu dengan konsetrasi pektin 2 gram dengan nilai 425 dP

dan viskositas terendah pada selai ubi jalar ungu kukus dengan konsetraasi pektin 1,5 gram

yaitu dengan nilai 23,75 dP

Hasil uji t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan selai dari ubi jalar ungu kukus

dan tepung dengan penambahan setiap konsentrasi terhadap viskositas yang dihasilkan

pada detik 10. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-masing P<0,05.

Tabel 6.
Viskositas Detik 20 pada selai yang Diuji Menggunakan
Kruskal Wallis dan t-test
Viskositas dP Sig
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 23,75±2,50 28,75±2,50 55,00±5,77 008

g ubi jalar ungu 25,00±25,00 350,00±57,73 00,00±0,00 014

i-t) 0,000 0,000 0,000


Selai dengan variasi konsentrasi pektin (Tabel 6), menunjukkan bahwa perbedaan

variasi konsetrasi pektin memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap viskositas detik 20. Oleh

karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Duncan Multiple Rate Test (DMRT). Hasil

penelitian menunjukkan terdapat beda nyata terhadap viskositas detik 20. Viskositas paling

tinggi yaitu selai tepung ubi jalar ungu dengan konsetrasi pektin 2 gram dengan nilai 400 dP

dan viskositas terendah pada selai ubi jalar ungu kukus dengan konsetraasi pektin 1,5 gram

yaitu dengan nilai 23,75 dP.

Hasil uji t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan selai dari ubi jalar ungu kukus

dan tepung dengan penambahan setiap konsentrasi terhadap viskositas yang dihasilkan

pada detik 20. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-masing P<0,05.

Tabel 7.
Viskositas Detik 30 pada selai yang Diuji Menggunakan
Kruskal Wallis dan t-test

Viskositas dP ig.
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 21,25±2,50 28,75±2,50 55,00±5,77 007

g ubi jalar ungu 25,00±28,86 325,00±50,00 00,00±0,00 008

i-t) 0,000 0,000 0,000

Selai dengan variasi konsentrasi pektin (Tabel 7), menunjukkan bahwa perbedaan

variasi konsetrasi pektin memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap viskositas detik 30. Oleh

karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Duncan Multiple Rate Test (DMRT). Hasil

penelitian menunjukkan terdapat beda nyata terhadap viskositas detik 30. Viskositas paling

tinggi yaitu selai tepung ubi jalar ungu dengan konsetrasi pektin 2 gram dengan nilai 400 dP
dan viskositas terendah pada selai ubi jalar ungu kukus dengan konsetraasi pektin 1,5 gram

yaitu dengan nilai 21,25 dP.

Hasil uji t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan selai dari ubi jalar ungu kukus

dan tepung dengan penambahan setiap konsentrasi terhadap viskositas yang dihasilkan

pada detik 30. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-masing P<0,05..

Tabel 8.
Viskositas Detik 40 pada selai yang Diuji Menggunakan
Kruskal Wallis dan t-test
Viskositas dP ig.
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 21,25±2,50 28,75±2,50 55,00±5,77 007

g ubi jalar ungu 200,00±0,00 325,00±50,00 00,00±0,00 007

i-t) 0,000 0,000 0,000

Selai dengan variasi konsentrasi pektin (Tabel 8), menunjukkan bahwa perbedaan

variasi konsetrasi pektin memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap viskositas detik 40. Oleh

karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Duncan Multiple Rate Test (DMRT). Hasil

penelitian menunjukkan terdapat beda nyata terhadap viskositas detik 40. Viskositas paling

tinggi yaitu selai tepung ubi jalar ungu dengan konsetrasi pektin 2 gram dengan nilai 400 dP

dan viskositas terendah pada selai ubi jalar ungu kukus dengan konsetraasi pektin 1,5 gram

yaitu dengan nilai 21,25 dP.

Hasil uji t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan selai dari ubi jalar ungu kukus

dan tepung dengan penambahan setiap konsentrasi terhadap viskositas yang dihasilkan

pada detik 40. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-masing P<0,05.

Tabel 9.
Viskositas Detik 50 pada selai yang Diuji Menggunakan
Kruskal Wallis dan t-test
Viskositas dP ig.
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 21,25±2,50 28,75±2,50 55,00±5,77 006

g ubi jalar ungu 25,00±25,00 325,00±50,00 00,00±0,00 008

i-t) 0,000 0,000 0,000

Selai dengan variasi konsentrasi pektin (Tabel 9), menunjukkan bahwa perbedaan

variasi konsetrasi pektin memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap viskositas detik 50. Oleh

karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Duncan Multiple Rate Test (DMRT). Hasil

penelitian menunjukkan terdapat beda nyata terhadap viskositas detik 50. Viskositas paling

tinggi yaitu selai tepung ubi jalar ungu dengan konsetrasi pektin 2 gram dengan nilai 400 dP

dan viskositas terendah pada selai ubi jalar ungu kukus dengan konsetraasi pektin 1,5 gram

yaitu dengan nilai 21,25 dP.

Hasil uji t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan selai dari ubi jalar ungu kukus

dan tepung dengan penambahan setiap konsentrasi terhadap viskositas yang dihasilkan

pada detik 50. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-masing P<0,05.

Tabel 10.
Viskositas Detik 60 pada selai yang Diuji Menggunakan
Kruskal Wallis dan t-test
Viskositas dP Sig.

1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 21,25±2,50 27,50±2,50 50,00±5,77 007

g ubi jalar ungu 212,50±25,00 300,00±0,00 00,00±0,00 005

i-t) 0,000 0,000 0,000


Selai dengan variasi konsentrasi pektin (Tabel 10), menunjukkan bahwa perbedaan

variasi konsetrasi pektin memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap viskositas detik 60. Oleh

karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Duncan Multiple Rate Test (DMRT). Hasil

penelitian menunjukkan terdapat beda nyata terhadap viskositas detik 60. Viskositas paling

tinggi yaitu selai tepung ubi jalar ungu dengan konsetrasi pektin 2 gram dengan nilai 400 dP

dan viskositas terendah pada selai ubi jalar ungu kukus dengan konsetraasi pektin 1,5 gram

yaitu dengan nilai 21,25 dP.

Hasil uji t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan selai dari ubi jalar ungu kukus

dan tepung dengan penambahan setiap konsentrasi terhadap viskositas yang dihasilkan

pada detik 60. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-masing P<0,05.

Gambar 7. Viskositas selai ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan variasi
konsentrasi pektin.

Keterangan :
A1 : Selai UBJ kukus pektin 1,5 gram
A2 : Selai UBJ kukus pektin 1,75 gram
A3 : Selai UBJ kukus pektin 2 gram
B1 : Selai UBJ tepung pektin 1,5 gram
B2 : Selai UBJ tepung pektin 1,75 gram
B3 : Selai UBJ tepung pektin 2 gram
Gambar 7 menunjukkan bahwa selai dari tepung ubi jalar ungu memberikan

viskositas yang lebih tinggi dari selai dari ubi jalar ungu kukus. Penambahan pektin pada

konsentrasi yang berbeda menghasilkan tingkat viskositas selai yang berbeda.

Selai dari ubi jalar ungu kukus dengan pektin 2 gram (A3) menunjukkan viskositas

tertinggi diikuti perlakuan A2 dan A1 yang ditampilkan pada Gambar 7. Penggunaan pektin

dalam pembuatan selai dari tepung ubi jalar ungu dengan pektin 2 gram (B3) memberikan

viskositas tertinggi, diikuti selai B2 dan B1 sehingga kekentalan selai ubi jalar ungu kukus dan

tepung mengalami peningkatan dengan semakin meningkatnya penambahan pektin,

sehingga viskositas selai tepung ubi jalar ungu memiliki viskositas lebih tinggi dibandingkan

selai ubi jalar ungu kukus. Viskositas pada selai ubi jalar ungu kukus dan tepung cenderung

stabil sehingga bersifat Newtonian. Cairan Newtonian adalah cairan yang nilai

kekentalannya tidak dipengaruhi oleh gaya yang diberikan (Andarwulan, 2011). Menurut

Awasthi (2011) larutan pektin encer menunjukkan Newtonian, tetapi pada konsentrasi

sedang menunjukkan perilaku non-Newtonian, dan sifat psudoplastis ditemukan meningkat

dengan konsentrasi.

Menurut Javandmard (2010), menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi

penstabil maka semakin tinggi viskositas selai mangga. Hal ini sesuai laporan Siddiqui

(2015) menyatakan bahwa selain pektin pada buah-buahan, pektin komersial juga dapat

meningkat kan viskositas pada selai karena pektin memiliki sifat hidrofilik. Pemanasan pektin

yang larut akan membentuk suatu serabut halus. Struktur tersebut mampu menahan cairan

kandungan pektin yang tinggi yang mempengaruhi proses pembentukan gel pada selai

sehingga semakin kuat struktur yang dibentuk untuk menahan air. Semakin tinggi

konsentrasi pektin yang diberikan maka kandungan air pada selai ubi jalar ungu tidak dapat

bergerak dengan bebas sehingga terjadi peningkatan viskositas.


Javanmard dan Endan (2010) menyatakan bahwa derajat esterifikasi juga

mempengaruhi proses pemecahan pektin yang memiliki kemampuan esterifikasi rendah

larut yang baik. Pektin merupakan pestabil yang berfungsi untuk meningkatkan kekentalan

produk dan memberikan tekstur. Yoo et al (2009) menyatakan viskositas tergantung pada

faktor seperti konsentrasi pectin, jenis pektin, suhu, pH serta bahan baku. Menurut penelitian

Charles et al. (2005), menyatakan bahwa ubi ungu jalar ungu lebih asam dibandingkan

dengan ubi cilembu. Keasamaan yang tinggi pada ubi jalar ungu menghasilkan viskositas

yang lebih tinggi. Hal ini sama halnya dengan penelitian selai ubi jalar ungu. Dilihat dari nilai

pH nya, selai ubi jalar ungu yang memili pH lebih asam akan memiliki viskositas yang lebih

tinggi.

Bahan baku juga mempengaruhi viskositas pada selai. Selai tepung ubi jalar ungu

memilki viskositas lebih tinggi dibandingkan ubi jalar ungu kukus. Hal ini disebabkan

kandungan pati yang terdapat di ubi jalar ungu. Menurut Moorthy dan Balagopalan (2010)

Pati ubi jalar ungu memiliki kekentalan yang tinggi. Kandungan pati yang terdapat pada ubi

jalar ungu segar (13-19%) lebih sedikit dibandingkan pati yang terdapat pada tepung ubi

jalar ungu (18-22%). Hal ini sesuai dengan laporan Anggraeni (2014), menyatakan bahwa

semakin tinggi kandungan pati maka emakin tinggi viskositas yang dihasilkan.

B. Kadar Air Selai Ubi Jalar Ungu Kukus dan Tepung

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan. Kandungan air di dalam

bahan pangan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba. Semakin

tinggi kandungan air yang terdapat dalam bahan pangan semakin cepat bahan pangan

membusuk. (Fellows, 2000) Kadar air dalam bahan pangan seperti selai sangat berperan

untuk menjaga konsistensi tektur. (Fahrizal dan Fadhil, 2014). kadar air pada selai

merupakan jumlah kandungan air yang terdapat pada selai ubi jalar ungu kukus dan tepung

dengan variasi pektin. Kadar air ini dinyatakn dalam satuan %.


Hasil uji GLM-univariat pada kadar air selai yang dibuat dari ubi jalar ungu kukus dan

tepung ubi jalar ungu ditampilkan pada Tabel 19 menunjukkan ada pengaruh jenis bahan ubi

jalar ungu kukus dan tepung, terhadap kadar air selai. Hal ini ditunjukkan nilai signifikan

untuk jenis bahan selai p<0,05. Berbeda dengan nilai signifikan untuk konsetrasi pektin dan

interaksi jenis bahan dan konsentrasi pektin p>0,05.

Tabel 13.
Nilai Signifikansi kadar air Selai Ubi Jalar Ungu yang diuji menggunakan
GLM-Univariat

r kansi

bahan ubi jalar ungu kukus dan tepung

ntrasi pektin

ksi pektin dan jenis bahan

Pengaruh perbedaan penambahan pektin terhadap kadar air pada selai ubi jalar

ungu kukus dan tepung dianalisis dengan uji stastistik One Way Anova. Data pengaruh

pektin terhadap kadar air pada selai ubi jalar ungu kukus dan tepung akan disajikan pada

Tabel 14 sebagai berikut :

Tabel 14.
Kadar Air selai yang Diuji Menggunakan One Way Anova

Kadar Air
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

jalar ungu 49,52±1,34 52,28±2,75 52,22±1,85 153


kukus

g ubi jalar 56,40±0,66 55,83±1,53 54,46±2,52 317


ungu

Hasil Uji One Way Anova yang ditampilkan pada Tabel 13, menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan secara signifikan oleh selai ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan
variasi konsentrasi pektin (P>0,05) terhadap kadar air selai., maka tidak perlu dilanjutkan uji

Duncan Multple Rate Test (DMRT).

Gambar 8. Kadar Air selai dari ubi jalar kukus dan tepung dengan variasi konsentrasi
pekti

Keterangan :
A1 : Selai UBJ kukus pektin 1,5 gram
A2 : Selai UBJ kukus pektin 1,75 gram
A3 : Selai UBJ kukus pektin 2 gram
B1 : Selai UBJ tepung pektin 1,5 gram
B2 : Selai UBJ tepung pektin 1,75 gram
B3 : Selai UBJ tepung pektin 2 gram

Selai dari tepung ubi jalar ungu menunjukkan kadar air yang lebih tinggi

dibandingkan selai dari ubi jalar ungu kukus. Kadar air dengan nilai paling tinggi yaitu selai

tepung ubi jalar ungu dengan konsetrasi pektin 1,5 gram dengan kadar air 56,4% dan kadar

air dengan nilai terendah pada selai ubi jalar ungu kukus dengan konsentrasi pektin 1,5

gram yaitu dengan nilai 49,52%. Selai ubi jalar kukus mengalami peningkatan kadar air

dengan adanya penambahan pektin. Hal ini sesuai dengan penelitian penelitian Yulistiani

dkk (2013) menyatakan bahwa semakin banyaknya penambahan pektin maka kadar air

selai ubi jalar ungu juga semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian Fahrizal dan

Fadhil (2014) semakin tinggi penambahan pektin maka kadar air selai nenas cenderung

semakin tinggi dengan adanya penambahan pektin. Hal ini disebabkan pektin mampu

membentuk gel bersama asam dan sitrat dan gula. Gula pasir (sukrosa) merupakan
senyawa yang bersifat higroskopis karena mampu mengikat air bebas. Proporsi pektin, gula

dan asam mampu memerangkap air sehingga kadar selai meningkat.

Selai tepung ubi jalar ungu mengalami penurunan kadar air sejalan dengan

penelitian Juwita dkk (2014) menyatakan bahwa semakin banyak konsentrasi pektin di

dalam bahan maka jumlah padatan akan semakin banyak dan kadar air bahan akan

menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Broomes and Badrie (2010) mengatakan semakin

tinggi pemberian pektin maka semakin rendah kadar air pada selai. Hal tersebut disebabkan

semakin tinggi kadar pektin maka struktur serabut halus akan semakin padat sehingga

penambahan pektin yang terlalu tinggi akan membentuk gel yang liat. Menurut penelitian

Javanmard dan Endan (2010), pektin memiliki sifat larut dalam air tetapi tidak larut dalam

pelarut organik. Penambahan air ke dalam pektin akan memberikan tekstur kental pada

produk. Jika jumlah pektin meningkat sekitar 10% dalam air panas maka pektin tidak akan

sepenuhnya larut.

Tabel 14.
Kadar Air selai yang Diuji Menggunakan t-test

Kadar Air
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 49,52±1,34 52,28±2,75 52,22±1,85

g ubi jalar 56,40±0,66 55,83±1,53 54,46±2,52


ungu

i-t) 0,000 0,000 0,000

Hasil uji t-test yang ditampilkan pada Tabel 14. menunjukkan ada perbedaan secara

signifikan dari selai ubi jalar ungu dan kukus dengan pektin 1,5, 1,75 dan 2 gram terhadap

kadar air selai. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan (p<0,05).
Kadar air yang dihasilkan oleh semua perlakuan yaitu masih memenuhi standar

kadar air selai ubi jalar ungu. Menurut Yulistiani (2013), menyatakan bahwa selai ubi jalar

ungu mempunyai kadar air kisaran 50,77%-58,08%. Menurut Widegren et al (2005) kadar air

mempengaruhi viskositas suatu bahan pangan. Jika kadar air tinggi maka selai yang

dihasilkan akan encer sehingga kadar air mempengaruhi kekentalan selai ubi jalar ungu.

C. Derajat Keasaman (pH) Selai Ubi Jalar Kukus dan Tepung

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator yang penting dalam prinsip

pengawetan bahan pangan, hal ini dikarenakan pH berkaitan dengan pertumbuhan dan

ketahanan hidup mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh (Barlina dkk, 2007). Tingkat

keasaman atau PH menurut Boyd C, et al, (2011) dan Amalia dkk (2010) yaitu berhubungan

dengan konsentrasi ion hidrogen yang terkandung pada suatu larutan atau produk yang

diukur. Semakin rendah nilai pH semakin tinggi tingkat keasaman.

Hasil uji GLM-univariat pada pH selai yang dibuat dari ubi jalar ungu kukus dan

tepung ubi jalar ungu ditampilkan pada Tabel Tabel 17 menunjukkan ada pengaruh jenis

bahan ubi jalar ungu kukus dan tepung, konsentrasi pektin dan interaksi keduanya terhadap

pH selai. Hal ini ditunjukkan nilai signifikan untuk jenis bahan dan konsentrasi pektin

masing-masing P<0,05. Berbeda dengan nilai signifikan untuk interaksi jenis bahan dan

konsentrasi pektin p>0,05.

Tabel 11.
Nilai Signifikansi pH Selai Ubi Jalar Ungu yang diuji menggunakan GLM-Univariat

r kansi

bahan ubi jalar ungu kukus dan tepung

ntrasi pektin

ksi pektin dan jenis bahan


Pengaruh perbedaan penambahan pektin terhadap pH pada selai ubi jalar ungu

kukus dan tepung dianalisis dengan uji stastistik One Way Anova. Data pengaruh pektin

terhadap pH pada selai ubi jalar ungu kukus dan tepung akan disajikan pada Tabel 12

sebagai berikut :

Tabel 12.
pH selai yang Diuji Menggunakan One Way Anova

pH
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 3,80±0,04 3,73±0,03 3,61±0,06 001

g ubi jalar 3,97±0,01 3,96±0,005 3,83±0,05 000


ungu

Hasil Uji One Way Anova yang ditampilkan pada Tabel 12, menunjukkan bahwa ada

perbedaan secara signifikan oleh selai ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan variasi

konsentrasi pektin terhadap pH selai (p<0,05). Oleh karena ada beda nyata maka

dilanjutkan dengan uji beda Duncan Multple Rate Test (DMRT). Hasil analisis Duncan

Multple Rate Test (DMRT) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pH selai ubi jalar

ungu kukus dan tepung dengan variasi konsentrasi pektin. Penggunaan pektin pada selai A3

berbeda nyata dengan dengan A1 dan A2, sedangkan selai B3 berbeda nyata dengan B1 dan

B2.

Penggunaan pektin pada selai A1 dan B3, menunjukkan pH tidak berbeda nyata

secara signifikan ditampilkan pada Gambar 9. Hal ini serupa juga ditunjukkan oleh selai B1

dan B2 menunjukkan pH yang sama, namun selai A3 menunjukkan pH yang lebih rendah.

Hasil ini didukung oleh penelitian Yulistiani (2013) yang menyatakan bahwa selai dengan pH

terendah yaitu dengan penambahan pektin paling tinggi. Hal ini disebabkan pektin akan
terhidrolisis menjadi asam pektat dan asam pektinat, sehingga asam yang dihasilkan

semakin tinggi dan pH semakin menurun. Menurut penelitian Mohamad (2012), Penurunan

pH (lebih asam) pada selai terjadi karena asam askorbat degradasi, hidrolisis pektin dan

senyawa asam lainnya. pH yang rendah juga membantu dalam proses perubahan sukrosa

menjadi glukosa dan fruktosa dalam keadaan pH yang rendah agar gula tidak membentuk

kristal (Cancela et al., 2005).

Gambar 9. pH selai dari ubi jalar kukus dan tepung dengan variasi konsentrasi pektin.

Keterangan :
A1 : Selai UBJ kukus pektin 1,5 gram
A2 : Selai UBJ kukus pektin 1,75 gram
A3 : Selai UBJ kukus pektin 2 gram
B1 : Selai UBJ tepung pektin 1,5 gram
B2 : Selai UBJ tepung pektin 1,75 gram
B3 : Selai UBJ tepung pektin 2 gram

Hasil uji t-test yang ditampilkan pada Tabel 14. menunjukkan ada perbedaan secara

signifikan dari selai ubi jalar ungu dan kukus dengan pektin 1,5, 1,75 dan 2 gram terhadap

pH selai. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan (p<0,05).

Penambahan pektin berbeda berpengaruh terhadap pH selai yang dihasilkan.

Rendahnya tingkat penambahan pektin menyebabkan nilai pH menurun. Penurunan nilai pH

selai disebabkan karena meningkatnya penambahan pektin sehingga menyebabkan

peningkatan asam. Menurut penelitian Ikhwal (2014), selai menjadi asam dikarenakan

pektin dapat mengikat gula, air, dan padatan terlaut seperti asam-asam dalam bahan
ditambah pektin itu sendiri yang bersifat asam sehingga asam meningkat dan juga semakin

banyak nya gula yang terhidrolisis menjadi asam. Menurut Awasthi (2011), pektin stabil pada

kisaran pH yang rendah. Pektin bekerja stabil pada kisaran pH 2 sampai 4.

Tabel 12.
pH selai yang Diuji Menggunakan t-test

pH
Selai
1,5 gram 1,75 gram 2 gram

ar ungu kukus 3,80±0,04 3,73±0,03 3,61±0,06

g ubi jalar ungu 3,97±0,01 3,96±0,005 3,83±0,05

i-t) 0,000 0,000 0,001

Nilai pH yang dihasilkan oleh semua perlakuan yaitu masih memenuhi standar pH

selai ubi jalar ungu. Menurut Yulistiani (2013), menyatakan bahwa selai ubi jalar ungu

mempunyai nilai pH kisaran 3,1 hingga 4,1. Faktor lain yang mempengaruhi pH selai adalah

asam sitrat. Menurut penelitian Yuliani (2011) selai mengalami penurunan pH dengan

semakin meningkatnya asam sitrat, kerena asam sitrat merupakan senyawa asidulan yang

bersifat asam yang mampu menurunkan pH. Penambahan asam pada pembuatan selai

harus diperhatikan karena penambahan yang berlebihan akan menyebabkan pH semakin

rendah, sehingga terjadi sinersis yaitu keluar nya air dari dalam gel sebaliknya jika pH tinggi

akan menyebabkan gel menjadi pecah namun, penambahan asam juga dapat menghindari

terjadinya pengkristalan gula pada proses pemasakan selai. (Rosyida, 2014). Penambahan

asam sitrat sebanyak 1,5 gram sudah memenuhi standar pH selai ubi jalar ungu.

pH merupakan salah satu parameter penting dalam pembentukan gel selai yang

harus dipantau dan dikendalikan sehingga menghasilkan selai yang baik (Afoakwa et al.,
2006). PH dalam keadaan rendah cenderung menciptakan selai yang lebih awet dan stabil

untuk mencegah pembusukan mikroba. (Ihediohanma et al, 2014).

D. Uji Daya Terima Selai Ubi jalar Ungu Kukus dan Tepung

Pengujian daya terima mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas selai terdiri konten warna, rasa, rasa, dan tekstur

dan nilai gizi. Semua parameter yang disebutkan dipengaruhi dari sifat bahan baku dan

kondisi pengolahan. Metode pengujian daya terima ini disepakati sebagai metode pengujian

yang praktis dalam menentukan ketetapatan. Pada daya terima penelitian ini dibedakan

menjadi 7 kategori yaitu sangat suka, suka, agak tidak suka, netral, agak tidak suka, tidak

suka, sangat tidak suka. Hasil daya terima dilakukan kepada 50 responden agak terlatih

terhadap warna, rasa, tekstur, keseluruhan dari selai ubi jalar ungu kukus dan tepung

ditampilkan Tabel 15.

Tabel 15.
Skor daya terima selai ubi jalar ungu kukus dan tepung
Sampel Warna Aroma Oles Rasa Keseluruhan
Selai ubi 5,14±1,18 3,17±1,43 5,35±1,10 4,73±1,28 4,76±1,19
jalar ungu
kukus
Selai ubi 5,07±1,48 3,51±1,56 2,50±1,21 3,59±1,50 3,33±1,24
jalar ungu
tepung
Nilai Sig 0,635 0,001 0,000 0,000 0,000

Berdasarkan uji stastistik friedman terhadap uji daya terima yang dilakukan pada

selai ubi jalar ungu didapati nilai untuk kategori penilaian lebih kecil dari 0,05 (P<0,05) yang

berarti terdapat pengaruh dari jenis bahan utama selai ubi jalar ungu dengan variasi pektin

terhadap aroma, oles, rasa dan keseluruhan. Namun untuk kategori warna penilaian lebih

dari 0,05 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat pengaruh dari jenis bahan utama selai ubi jalar

ungu dengan variasi konsentarsi pektin terhadap daya terima warna.


1. Warna

Warna merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan menentukan dalam

penerimaan atau penolakan dari suatu produk, karena warna menjadi kesan pertama yang

tampil terlebih dahulu. Warna makanan dilihat secara visual dan akan berpengaruh terhadap

selera konsumen. Warna bagian dari sifat-sifat produk yang paling menarik perhatian pada

konsumen dan paling cepat juga memberikan kesan disukai atau tidak disukai

(Purwati,2007).

Tabel 16.
Skor daya terima warna selai ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan berbagai
konsentrasi.
Selai ubi jalar ungu Daya Terima Warna
Pektin 1,5 gram Pektin 1,75 gram Pektin 2 gram
Ubi jalar ungu kukus 5,06±1,20 4,96±1,22 5,40±1,08
Tepung ubi jalar ungu 5,04±1,47 5,24±1,37 4,94±1,59
Sig 0,622 0,398 0,631

Hasil statistik uji friedman menunjukkan bahwa nilai p pada warna selai ubi jalar ungu

p> 0,05 artinya tidak ada perbedaan dari jenis bahan utama selai ubi jalar ungu dengan

berbagai konsentrasi pektin yang dibuat terhadap daya terima warna. Skor daya terima

warna selai ubi jalar ungu berada pada rentang 4,94-5,40 yaitu pada kategori agak suka.

Gambar 10. Daya Terima Warna Selai Ubi Jalar Ungu Kukus dan Tepung

Keterangan :
A1 : Selai UBJ kukus pektin 1,5 gram
A2 : Selai UBJ kukus pektin 1,75 gram
A3 : Selai UBJ kukus pektin 2 gram
B1 : Selai UBJ tepung pektin 1,5 gram
B2 : Selai UBJ tepung pektin 1,75 gram
B3 : Selai UBJ tepung pektin 2 gram

Skor daya terima warna yang paling disukai adalah warna selai jalar ungu kukus

dengan penambahan pektin 2 gram (A3) rata-rata 5,40 dalam kategori agak suka,

sedangkan warna yang tidak disukai adalah sampel selai ubi jalar ungu yang berbahan

utama tepung dengan penambahan pektin 2 gram (B3) rata-rata sebesar 4,94 dalam

kategori agak suka. Hal ini disebabkan penambahan pektin akan mempengaruhi perubahan

warna selai karena pektin mengandung asam galakturonat sehingga menghasilkan selai

dengan warna ungu kemerahan. Bahan lain yang mempengaruhi warna selai yaitu asam

sitrat. Warna akan sedikit pudar jika menggunakan asam sitrat yang sedikit. Tingkat

kecerahan warna produk dipengaruhi oleh asam – asam organik baik yang didalam produk

maupun yang ditambahkan. Penggunaan asam sitrat 1,5 gram sudah memberikan warna

selai yang cerah. Menururt Suryani et al (2004), selai yang bermutu baik salah satu

syaratnya memiliki warna cemerlang. Selai ubi jalar sudah memberikan warna yang

cemerlang yang disukai oleh panelis.

Menurut Javanmard dan Endan (2010), perubahan warna disebabkan karena

beberapa faktor seperti suhu, pH, dan oksigen. Perubahan warna terjadi karena adanya

polimerisasi pada saat pemanasan yang disebabkan adanya degradasi sukrosa. Selain itu

kadar antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu juga mempengaruhi warna selai. Kopjar

et.al (2009) menyatakan bahwa kerusakan warna pada ubi jalar ungu disebabkan karena

hilangnya pigmen antosianin. Pembentukan pigmen ubi jalar ungu juga berdampak pada

daya terima warna terhadap makanan. Menurut Huang (2015) makanan dengan warna yang

lebih cerah akan lebih menarik seseorang untuk mengkonsumsinya.

2. Aroma
Aroma bahan makanan banyak menentukan kelezatan makanan dan merupakan

salah satu penambahan nilai terhadap cita rasa makanan. (Susiwi, 2009). Aroma dnilai

cukup penting karena dapat memberikan hasil yang cepat mengenai kesukaan konsumen

terhadap prouduk (Setyaningsih,2010).

Tabel 17.
Skor daya terima aroma selai ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan berbagai
konsentrasi.
Selai ubi jalar ungu Daya Terima Aroma
Pektin 1,5 gram Pektin 1,75 gram Pektin 2 gram
Ubi jalar ungu kukus 3,98±1,34 3,74±1,45 3,42±1,48
Tepung ubi jalar ungu 3,62±1,49 3,48±1,72 3,44±1,48
Sig 0,008 0,063 0,274

Hasil statistik uji friedman menunjukkan nilai p pada aroma selai ubi jalar ungu kukus

dan tepung dengan konsentrasi pektin 1,5 gram sebesar 0,008 (p<0,05) artinya ada

perbedaan dari jenis bahan utama selai ubi jalar ungu dengan penambahan petin 1,5 gram

yang dibuat terhadap daya terima aroma. Berbeda halnya dengan aroma selai ubi jalar ungu

kukus dan tepung dengan konsentrasi pektin 1,75 gram dan 2 gram sebesar 0,063 dan

0,274 artinya tidak ada perbedaan dari jenis bahan utama selai ubi jalar ungu terhadap daya

terima aroma pada konsetrasi pektin 1,75 gram dan 2 gram (p<0,05). Skor daya terima

aroma selai ubi jalar ungu berada pada rentang 3,42-3,98 yaitu pada kategori agak

suka-netral.
Gambar 11. Daya Terima Aroma Selai Ubi Jalar Ungu Kukus dan Tepung

Keterangan :
A1 : Selai UBJ kukus pektin 1,5 gram
A2 : Selai UBJ kukus pektin 1,75 gram
A3 : Selai UBJ kukus pektin 2 gram
B1 : Selai UBJ tepung pektin 1,5 gram
B2 : Selai UBJ tepung pektin 1,75 gram
B3 : Selai UBJ tepung pektin 2 gram

Gambar 11. menunjukkan skor daya terima aroma yang paling disukai adalah aroma

selai jalar ungu kukus dengan penambahan pektin 1,5 gram (A1) rata-rata 3,98 dalam

kategori netral, sedangkan aroma yang tidak disukai adalah sampel selai jalar ungu kukus

dengan penambahan pektin 2 gram (A3) rata-rata sebesar 3,42 dalam kategori agak tidak

suka.

Selai ubi jalar ungu mengalami penurunan daya terima aroma dengan meningkatnya

konsentrasi pektin. Hal ini sejalan dengan penelitian Ikhwal (2014) menyatakan bahwa

semakin tinggi konsentrasi pektin yang ditambahkan maka viskositas semakin

meningkat sehingga aroma tertahan akibat viskositas yang tinggi menyebabkan aroma

selai tertahan didalam, sehingga mempengaruhi nilai uji organoleptik aroma selai. Selain

itu pektin dan gula tidak mempunyai aroma yang menonjol, sehingga antara pektin dan

gula tidak berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu pektin dan gula tidak

berpengaruh terhadap aroma selai ubi jalar ungu. Menurut Hansoon et.al (2003)

menyatakan mulut dan hidung menunjukkan bahwa kekuatan dan struktur sistem. Mastikasi

dan air liur juga terbukti memiliki pengaruh besar pada seberapa banyak senyawa aroma

dilepaskan dari mulut ke hidung.

3. Oles

Tekstur merupakan salah satu sifat dari produk yang penting juga diperhatikan

karena erat hubungannya dengan penerimaan konsumen (Purwati,2007).

Tabel 18.
Skor daya terima aroma selai ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan berbagai
konsentrasi
Selai ubi jalar ungu Daya Terima Oles
Pektin 1,5 gram Pektin 1,75 gram Pektin 2 gram
Ubi jalar ungu kukus 5,44±0,95 5,12±1,28 5,50±1,03
Tepung ubi jalar ungu 2,54±1,24 2,96±1,16 2,00±1,05
Sig 0,000 0,000 0,000

Hasil statistik uji friedman menunjukkan bahwa nilai p pada oles selai ubi jalar ungu

sebesar 0,000 (p<0,05), artinya ada perbedaan dari jenis bahan utama selai ubi jalar ungu

dengan variasi konsentrasi pektin yang dibuat terhadap daya terima oles. Skor daya terima

oles selai ubi jalar ungu berada pada rentang 2,00-5,50 yaitu pada kategori agak tidak

suka-agak suka.

Gambar 12. Daya Terima Oles Selai Ubi Jalar Ungu Kukus dan Tepung

Keterangan :
A1 : Selai UBJ kukus pektin 1,5 gram
A2 : Selai UBJ kukus pektin 1,75 gram
A3 : Selai UBJ kukus pektin 2 gram
B1 : Selai UBJ tepung pektin 1,5 gram
B2 : Selai UBJ tepung pektin 1,75 gram
B3 : Selai UBJ tepung pektin 2 gram

Berdasarkan Gambar 12. menunjukkan skor daya terima oles yang paling disukai

adalah oles selai jalar ungu kukus dengan penambahan pektin 2 gram (A3) rata-rata 5,50

dalam kategori agak suka, sedangkan oles yang tidak disukai adalah sampel selai tepung

ubi jalar ungu dengan penambahan pektin 2 gram (A3) rata-rata sebesar 2,00 dalam kategori

tidak suka. Hal ini berarti penambahan pektin 2 gram pada selai tepung ubi jalar ungu

membuat tekstur semakin keras dan tidak disukai oleh panelis. Hal ini diduga karena selama

proses pemasakan, sebagian sukrosa akan terinversi menjadi glukosa dan fruktosa yang
berperan dalam proses dehidrasi dan mempengaruhi keseimbangan pektin dan air sehingga

pektin akan menggumpal dan membentuk gel dengan tekstur yang lebih keras

(Amelia,2016).

Berbeda halnya dengan selai ubi jalar ungu kukus yang menghasilkan tekstur tidak

keras, tidak lengket dan merata sehingga disukai oleh panelis. Selai ubi jalar ungu yang

baik adalah selai ubi jalar yang memiliki tekstur lembut namun tidak lembek. Hal ini karena

kandungan gliserol yang merupakan salah satu humektan yang berfungsi untuk menurunkan

kadar air bebas pada suatu bahan. Dengan semakin tingginya kadar air yang terikat, maka

tekstur akan semakin kalis dan tidak lembek (Basuki,dkk,2013).

4. Rasa

Cita rasa merupakan salah satu faktor penentu bahan makanan. Makanan yang

memiliki rasa yang nenak dan menarik akan disukai oleh konsumen. Hasil statistik uji

friedman menunjukkan bahwa nilai p pada rasa selai ubi jalar ungu sebesar 0,000 (p<0,05),

artinya ada perbedaan dari jenis bahan utama selai ubi jalar ungu dengan variasi

konsentrasi pektin yang dibuat terhadap daya terima rasa.

Tabel 19.
Skor daya terima rasa selai ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan berbagai
konsentrasi
Selai ubi jalar ungu Daya Terima Rasa
Pektin 1,5 gram Pektin 1,75 gram Pektin 2 gram
Ubi jalar ungu kukus 4,88±1,13 4,50±1,40 4,80±1,29
Tepung ubi jalar ungu 3,84±1,583 3,56±1,44 3,38±1,46
Sig 0,002 0,002 0,000

Berdasarkan Gambar.13 menunjukkan skor daya terima oles yang paling disukai

adalah rasa selai jalar ungu kukus dengan penambahan pektin 1,5 gram rata-rata 4,88

dalam kategori agak suka, sedangkan rasa yang tidak disukai adalah sampel selai tepung
ubi jalar ungu dengan penambahan pektin 2 gram rata-rata sebesar 3,38 dalam kategori

agak tidak suka.

Gambar

13. Daya Terima Rasa Selai Ubi Jalar Ungu Kukus dan Tepung

Keterangan :
A1 : Selai UBJ kukus pektin 1,5 gram
A2 : Selai UBJ kukus pektin 1,75 gram
A3 : Selai UBJ kukus pektin 2 gram
B1 : Selai UBJ tepung pektin 1,5 gram
B2 : Selai UBJ tepung pektin 1,75 gram
B3 : Selai UBJ tepung pektin 2 gram

Rasa selai ubi jalar ungu dipengaruhi oleh gula pasir, asam sitrat, dan pektin

yang ditambahkan dalam pembuatan selai. Semakin tinggi konsentrasi pektin, skor rasa

selai semakin asam, hal ini diduga karena pektin merupakan polimer asam D-galakturonat

yang bersifat asam, sehingga mempengaruhi citarasa selai ubi jalar ungu. Menurut

Saparinto dan Hidayati (2006), sukrosa, asam, glukosa, dan fruktosa dapat

mempengaruhi rasa produk pangan sehingga meningkatkan tingkat kesukaan pada produk

tersebut. Penambahan gula pasir pada prosuk selai dapat memberikan rasa manis.

Javanmard and Endan (2010) menyatakan bahwa larutan pektin digunakan dalam

campuran gula, akan membentuk jaringan lunak yang dapat diukur sifat elastisnya. Sifat

kental dari larutan pektin penting dalam produk makanan terutama dalam produk berbasis
buah seperti jus buah, jeli, dan selai buah karena meningkatkan viskositas yang diinginkan

sehingga memberikan rasa yang baik di mulut konsumen.

Sampel selai ubi jalar ungu kukus lebih manis dibandingkan selai ubi jalar ungu

tepung. Hal ini disebabkan oleh interaksi konsentrasi penambahan gula yang seimbang

sehingga menghasilkan rasa disukai oleh panelis dan rasa manis alami yang dihasilkan oleh

ubi jalar ungu itu sendiri. Menurut Huang (2015) cita rasa makanan dipengaruhi oleh faktor

warna makanan oleh sebab itu ubi jalar ungu kukus memiliki warna lebih menarik sehingga

lebih manis dibandingkan selai ubi jalar ungu tepung.

5. Keseluruhan

Hasil stastistik uji friedman menunjukkan bahwa nilai p pada Keseluruhan selai ubi

jalar ungu sebesar 0,000 (p<0,05), artinya ada perbedaan dari jenis bahan utama selai ubi

jalar ungu dengan berbabagai konsetrasi yang dibuat terhadap daya terima Keseluruhan.

Tabel 20.
Skor daya terima keseluruhan selai ubi jalar ungu kukus dan tepung dengan berbagai
konsentrasi
Selai ubi jalar ungu Daya Terima Keseluruhan
Pektin 1,5 gram Pektin 1,75 gram Pektin 2 gram
Ubi jalar ungu kukus 4,82±1,082 4,62±1,27 4,84±1,21
Tepung ubi jalar ungu 3,46±1,32 3,52±1,23 3,00±1,12
Sig 0,000 0,000 0,000

Berdasarkan tabel 20 menunjukkan skor daya terima keseluruhan yang paling

disukai adalah oles selai jalar ungu kukus dengan penambahan pektin 2 gram rata-rata 4,84

dalam kategori agak suka, sedangkan keseluruhan yang tidak disukai adalah sampel selai

tepung ubi jalar ungu dengan penambahan pektin 2 gram rata-rata sebesar 3,00 dalam

kategori agak tidak suka.


Gambar 14. Daya Terima Keseluruhan Selai Ubi Jalar Ungu Kukus dan Tepung

Keterangan :
A1 : Selai UBJ kukus pektin 1,5 gram
A2 : Selai UBJ kukus pektin 1,75 gram
A3 : Selai UBJ kukus pektin 2 gram
B1 : Selai UBJ tepung pektin 1,5 gram
B2 : Selai UBJ tepung pektin 1,75 gram
B3 : Selai UBJ tepung pektin 2 gram

Hasil uji daya terima secara keseluruhan terhadap sampel selai ubi jalar ungu kukus

dan tepung dengan variasi konsentrasi dapat disimpulkan bahwa penerimaan selai terbaik

yaitu pada sampel selai ubi jalar ungu kukus dengan penambahan pektin 2 gram yang

menghasilkan warna ungu kemerahan, aroma khas, oles tidak lengket dan merata dan rasa

manis.

Menurut Laurence et.al (2015) menyatakan warna makanan mempengaruhi

kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi rasa. Suatu bahan pangan yang memiliki

tekstur yang baik dan rasa yang enak, tidak akan dimakan apabila warna telah menyimpang

dari warna aslinya, sehingga warna berkontribusi dalam menentukan penerimaan

konsumen. Rasa merupakan tanggapan cicip, bau dan trigeminal yang dipengaruhi oleh

kesan-kesan lain seperti penglihatan dan sentuhan. Tingkat penerimaan konsumen terhadap

selai ubi jalar ungu berhubungan dengan warna, aroma, oles dan rasa. Selai yang disukai

adalah selai yang berbahan dasar ubi jalar ungu kukus yang menghasilkan warna ungu
kemerahan, aroma khas ubi ungu, daya oles yang tidak lengket dan merata, dan rasa yang

manis.

E. Internalisasi nilai keislaman

Halal artinya boleh, makanan yang halal adalah makanan yang dibolehkan untuk

dimakan menurut syariat Islam. Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halal

kecuali yang beracun dan membahayakan nyawa manusia dan jika ada nash (dalil) yang

shahih (tidak cacat periwayatannya) yang mengharamkan. Sesuai dengan firman Allah

tertulis dalam Al-Quran Surah An-Nahl: 114 tentang keharusan mencari makanan yang halal

yang berbunyi :

Artinya : “ Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan

Allah kepadamu dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya

menyembah”.(QS. An-Nahl: 114 ).

Beranjak dari pedoman ayat Al-Qur’an tersebut diatas, maka dalam memilih

makanan yang akan dikonsumsi pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah

hukumnya, yaitu harus halal. Halal sumber dan cara memperolehnya serta unsur materi

dari makanan itu sendiri. Thoyyib diartikan dengan baik, yaitu adanya keterkandungan nilai

gizi, serta baik untuk kesehatan bila dikonsumsi atau tidak mengakibatkan efek samping

yang merugikan.
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apayang terdapat

di bumi, dan janganlah kamu mengikutilangkah-langkah setan karena sesungguhnya

syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.(QS. Al-Baqarah: 168).

Dalam Al-Quran telah disebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang kekuasaan

Allah, sehingga apa yang telah diciptakanNya patut disyukuri dan di pelajari. Salah satu

tanaman yang diciptakan Allah adalah ubi jalar ungu yang merupakan bahan makanan yang

halal dan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, untuk itu ubi jalar ungu dapat

dikembangkan menjadi produk baru yang dapat di konsumsi oleh manusia. Salah satu

pengembangan ubi jalar ungu yaitu selai ubi jalar ungu.

Anda mungkin juga menyukai