Anda di halaman 1dari 19

1

KARAKTERISTIK SELAI BUAH CIPLUKAN (Physalis angulata L.)


DENGAN PENAMBAHAN PEKTIN

USULAN PENELITIAN

Oleh :

PUTRI MUHIBAH ZENATI

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
2

KARAKTERISTIK SELAI BUAH CIPLUKAN (Physalis angulata L.)


DENGAN PENAMBAHAN PEKTIN

Oleh

PUTRI MUHIBAH ZENATI


NIM : 23020117140055

Disetujui oleh :

Dosen Wali Pembimbing Utama

Bhakti Etza Setiani , S.Pt., M.Sc.


NIP. 19811016 200312 2 003 NIP. xxx

Usulan ini telah terdaftar di Program Studi S-1 Teknologi Pangan

No. Registrasi :.....................................


Tanggal :.....................................

Ketua Program Studi S-1 Pembimbing Anggota


Teknologi Pangan

Dr. Heni Rizqiati, S.Pt., M.P.


NIP. 19740103 199903 2 001 NIP. xxx
3

BAB I

PENDAHULUAN

Buah ciplukan merupakan tanaman buah yang umumnya tumbuh liar


bercampur dengan semak di sawah atau kebun. Ciplukan pada awalnya hanya
dikenal sebagai tanaman liar yang tumbuh di lahan kosong (Fischer dan Herrera,
2011). Buah ciplukan memiliki nama latin Physalis angulata L. Buah ciplukan
yang langka dan banyak manfaat belum banyak dibudidayakan secara komersil di
Indonesia menjadikan harga buah ciplukan mahal (Sonia et al., 2018). Tanaman
ciplukan masih jarang dibudidayakan karena belum banyak masyarakat yang
mengetahui manfaat dan keuntungan pada komoditas buah ciplukan.
Semakin matang buah ciplukan akan memiliki kadar air semakin tinggi.
Masa simpan buah bergantung pada kandungan air dan tingkat kematangan buah
dimana semakin tinggi kandungan air pada buah maka semakin cepat buah rusak
dan semakin rendah kandungan air buah maka semakin lama umur simpan dan
rusaknya buah. (Arifiya et al., 2015). Untuk mempertahankan mutunya diperlukan
upaya penanganan pasca panen, antara lain cara pengolahan, pengawetan,
pengemasan dan penyimpanan (Barlina, 2016). Salah satu cara penanganan pasca
panen pada buah ciplukan yang dapat dilakukan adalah dengan mengolah buah
menjadi suatu olahan pangan berupa selai sehingga dapat memperpanjang umur
simpan buah.
Selai biasa dikonsumsi sebagai bahan pengoles roti tawar. Selai
merupakan produk makanan dengan konsistensi gel atau semi padat yang
dibuat dari bubur buah (Mutia dan Yunus, 2016). Proses pembuatan selai
ciplukan sangat mudah dilakukan. Selai merupakan bentuk olahan yang dibuat
dari cacahan,sisa saringan atau gilingan buah,yang dimasak dengan gula hingga
campuran pekat (Susanto,1993).

Buah atau sayur yang digunakan untuk proses pembuatan selai harus
mengandung pektin, gula, dan asam yang cukup. Dalam proses pembuatan selai
4

pektin diperlukan untuk pembentukan gel atau sebagai bahan pengental pada
selai. Pektin adalah senyawa karbohidrat yang berguna untuk membuat gel jika
bereaksi dengan asam atau gula (Anova dan Kamsina, 2013). Kualitas selai yang
dihasilkan dapat dipengaruhi dari beberapa faktor. Tingkat kematangan buah juga
mempengaruhi kemanisan selai yang dihasilkan (Syahrumsyah et al., 2010). Gel
pektin dapat terbentuk pada berbagai suhu walaupun kecepatan pembentukan
gelnya tergantung pada berbagai faktor antara lain gula, konsentrasi pektin, jenis
pektin, pH dan suhu.

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk


mengetahui pengaruh penambahan pektin yang berbeda terhadap kadar air, pH,
tingkat kemanisan, tekstur, dan sifat organoleptik selai ciplukan. Manfaat yang
diperoleh dari penelitian ini adalah dapat mengetahui konsentrasi penambahan
pektin yang terbaik pada proses pembuatan selai ciplukan serta selai ciplukan
dapat diaplikasikan sebagai diversifikasi pangan.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ciplukan

Ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan tanaman obat yang berbentuk


terna semusim yang berasal dari Amerika (Nurvitha, 2016). Tanaman ciplukan
memiliki tinggi hingga 1 meter, daun berbentuk bundar ujung runcing, bunga di
bagian ketiak dan batang yang tegak. Ciplukan memiliki ciri khas yaitu buahnya
dibungkus kelopak yang menggelembung berbentuk telur berujung meruncing,
hijau muda kekuningan dengan rusuk keunguan dan buah didalamnya bulat
dengan warna kekuningan apabila sudah masak (Sadiyah, 2018). Morfologi
tanaman ciplukan disakikan pada Ilustrasi I.

Ilustrasi I. Morfologi Tanaman Ciplukan (Hadiyanti et al., 2018)

Tanaman ciplukan bermanfaat sebagai tanaman herbal buah ini memiliki


rasa manis dan segar dan memiliki kandungan kimia di dalamnya yang
bermanfaat untuk kesehatan yaitu chlorogenik acid, asam sitrun, fisalin, asam
malat, tannin, alkaloid, elaicid acid dan vitamin C, ciplukan diperkaya dapat
menyembuhkan gangguan penyakit kencing manis, paru-paru, influenza, peluruh
6

seni, dan penyakit bisul (Sutomo dan Kurnia, 2016). Tanaman herbal ini apabila
dikonsumsi akan memberikan nutrisi bagi tubuh. Tanaman spesies ini termasuk
dalam genus holtikultura yang mempunyai nilai ekonomi penting karena kaya
akan nilai nutrisi yang tinggi pada kandungan vitamin, mineral dan antioksidan
(Hadiyanti et al., 2017).

2.2. Selai

Selai merupakan makanan kental atau semi padat yang dibuat dari buah
atau sayuran yang ditambahkan gula, kemudian dimasak agar terbentuk campuran
pekat. Selai dapat dibentuk dari olahan yang dibuat dari cacahan, sisa saringan
atau sisa gilingan buah yang dimasak dengan gula hingga terbentuk campuran
pekat (Susanto, 1993). Selai terbuat dari 45% bagian berat sari buah dengan 55%
berat gula dan dikentalkan sampai kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65%
untuk semua jenis selai (Desrosier, 1998). Selai digunakan untuk mengisi
berbagai jenis makanan, seperti roti maupun kue kering. Selai diharapkan menjadi
salah satu alteratif diversifikasi pengolahan pangan semi basah yang dapat
dikonsumsi dan diperdagangkan.

Menurut Muchtadi (1997), selai berkualitas baik memiliki kondisi


optimum pembentukan gel pada proses pembuatan selai yaitu kandungan gula 65-
75%, nilai pH antara 3,1-3,5 dan kandungan pektinnya 0,75-1,5%. Selai yang
bermutu baik mempunyai ciri-ciri warna cemerlang, distribusi buah merata,
tekstur lembut, cita rasa buah yang alami dan kristalisasi selama penyimpanan
(Suryani et al., 2004). Selai buah yang baik harus berwarna cerah, kenyal,
memiliki rasa buah asli dan mempunyai daya oles yang baik atau tidak terlalu
encer (Margono dan Hartinah, 1993). Dalam pembuatan selai ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan seperti pengaruh panas dan gula pada pemasakan, serta
keseimbangan konsentrasi gula, pektin dan asam. Buah maupun sayuran yang
mempunyai kandungan pektin rendah, dapat menggunakan tambahan pektin pada
pembuatan selai dengan takaran yang tidak melebihi standar. Selai dengan
kualitas baik yaitu selai yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Syarat
7

mutu selai yang ditetapkan oleh SNI 3746 (1995) dapat dilihat pada Tabel 1
berikut ini.

Tabel 1. Syarat Mutu Selai (Standar Nasional Indonesia01-3746-1995)

Komposisi Zat Gizi Jumlah

Kadar air maksimum (%) 35

Kadar gula minimum (%) 55

Kadar pektin maksimum (%) 0,7

Padatan tidak terlarut minimum (%) 0,5

Kadar bahan pengawet(mg/kg) 50

Asam asetat Negatif

Logam berbahaya (Hg, Pb) Negatif

Rasa dan bau Normal

Sumber : Standar nasional Indonesia 01-3746-1995

Penambahan pektin pada bubur buah menjadi umum dilakukan pada


industri- industri selai secara komersial dengan tujuan untuk memperoleh produk
dengan konsistensi seperti jelly (Yulistiani et al., 2013). Proses pengolahan selai
terdiri dari tiga tahap yaitu persiapan bahan, pemasakan, dan pengemasan. Untuk
memperoleh selai yang aromanya harum dan dengan konsistensi yang baik,
sebaiknya digunakan campuran buah setengah matang dan buah matang
penuh.buah yang stengah matang akan memberikan pektin dan asam yang cukup,
sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik
(Muchtadi et al., 1979). Pemanasan dapat dilakukan sampai suhu 105oC, tetapi
titik akhir pemanasan tergantung pada varietas buah, perbandingan gula dan
pektin. Pemasakan berlebihan akan menyebabkan perubahan yang merusak
kemampuan membentuk gel, terutama buah yang asam (Apriliana, 2017).
8

Pengemasan produk selai dilakukan setelah produk selesai dimasak dan segera
mungkin diisi ke dalam kemasan yang kemudian ditutup. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi pembentukan gel selai yaitu pektin dan gula.

2.3. Pektin

Pektin merupakan serat larut dalam air yang terdapat pada berbagai buah-
buahan, seperti jeruk dan apel. Pektin dapat membentuk gel, sehingga pektin
banyak digunakan dalam industri pangan maupun industri non pangan (Susanto
dan Saneto, 1994). Fungsi dari pektin adalah untuk membentuk gel atau
mengentalkan selai. Bila konsentrasi pektin rendah tidak akan dapat membentuk
selai, begitu juga bila konsentrasi pektin tinggi maka selai yang terbentuk menjadi
sangat keras. Konsentrasi pektin 0,75%-1,5% sudah dapat menghasilkan gel
dengan kekerasan yang cukup baik. Cara untuk memudahkan melarutkan pektin
yaitu pektin dapat dicampurkan dengan padatan yang mudah larut seperti natrium
karbonat, gula, atau melarutkan terlebih dalam air pada suhu 60oC-80oC sampai
kepekatan 10% dengan pengadukan cepat. Pektin juga dapat ditambahkan pada
rekontruksi air buah untuk memperoleh konsistensi, seperti keadaan aslinya
(Cahyadi, 2006). Kepadatan gel juga dipengaruhi oleh penambahan gula, semakin
tinggi kadar gula maka makin berkurang air yang ditahan oleh struktur gel karena
sifat gula yang dapat mengikat air. Jumlah yang seimbang pektin, asam, dan air
dapat membentuk struktur gel yang mampu menahan cairan (Nugraha, 2018).

2.4. Gula

Gula terdapat dalam berbagai bentuk seperti sukrosa, glukosa dan


fruktosa. Sukrosa adalah gula yang dikenal sehari-hari sebagai gula pasir dan
banyak digunakan dalam industri makanan, baik dalam bentuk Kristal halus, kasar
maupun dalam bentuk cair (Winarno, 1997). Gula digunakan sebagai bahan
pengawet bagi berbagai macam makanan terutama pada industri pangan, seperti
selai, jelly, marmalade, sari buah pekat, sirup, dan manisan. Penambahan gula
sangat penting untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang baik
(Margono, 2000). Pada proses pembuatan selai terjadi proses pemecahan sukrosa
9

menjadi glukosa dan fruktosa karena adanya panas dan asam yang kemudian
dapat meningkatkan kelarutan sukrosa. Konsentrasi gula yang tinggi pada selai
tanpa terjadi kristalisasi merupakan hasil dari pemecahan sukrosa tersebut. Gula
yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar kristal-kristal yang terbentuk di
permukaan gel dapat dicegah. Konsentrasi gula yang cukup tinggi sudah dapat
menghambat pertumbuhan mikroba dan mengakibatkan aw menjadi rendah
karena air dalam bahan pangan akan terikat sehingga tidak dapat digunakan oleh
mikroba (Muchtadi, 1997).
10

BAB III

MATERI DAN METODE

Penelitian Karakteristik Selai Ciplukan (Physalis angulata L.) dengan


Penambahan Pektin, dilaksanakan pada tanggal … di Laboratorium Kimia dan
Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang. Pengujian tekstur dengan menggunakan alat texture analyzer
dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam pembuatan seli adalah ciplukan 150 gram,
gula 65%, pektin 0,83%, 1,0% dan 1,17%.

Alat yang digunakan dalam pembuatan selai ciplukan adalah timbangan,


blender, pengaduk kayu, wajan, baskom, dandang, mangkok, sendok, dan
kompor. Alat yang digunakan untuk uji kadar air adalah cawan porselin, oven,
timbangan analitik, desikator, dan penjepit. Alat yang digunakan untuk uji pH
yaitu alat pH meter dan beker glass. Alat yang digunakan untuk uji tingkat
kemanisan yaitu refraktometer, beker glass, pipet tetes dan gelas ukur. Alat yang
digunakan untuk uji tekstur yaitu texture analyzer dan cawan.

3.2. Metode Penelitian

Pembuatan selai ciplukan yang digunakan dalam penelitian ini dimulai


dengan tahap persiapan bahan. Bahan dalam penelitian ini berupa ciplukan 150
gram, gula 65% dari 150 gram ciplukan yaitu 43,33 gram serta pektin yang
digunakan yaitu 0,83%, 1,0%, dan 1,17%. Formulasi penambahan pektin yang
pertama (T1) yaitu 0,83% dari 150 gram ciplukan yaitu 1,25 gram pektin.
Formulasi penambahan pektin yang kedua (T2) yaitu 1,0% dari 150 gram
ciplukan yaitu 1,5 gram pektin serta formulasi penambahan pektin yang ketiga
(T3) yaitu 1,17% dari 150 gram ciplukan yaitu 1,75 gram pektin.
11

Ciplukan dilakukan penyortiran atau pemilihan ciplukan berkualitas baik


untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan selai ciplukan, setelah itu
ciplukan dikupas dari kulit penutup buah dan dilakukan pencucian dengan air
mengalir hingga bersih untuk dilakukan tahap selanjutnya yaitu tahap
penghalusan. Ciplukan dihaluskan dengan menggunakan blender hingga halus
tanpa menggunakan air untuk mendapatkan bubur buah. Setelah didapatkan bubur
ciplukan kemudian ditimbang sebanyak 150 gram. Kemudian menyiapkan alat
pengukus dan beri air secukupnya, banyaknya ciplukan yang dikukus dilakukan
berdasarkan hasil penimbangan tersebut yaitu 150 gram selama 30 menit. Bahan
tambahan lain yang perlu disiapkan yaitu pektin dan gula yang sudah diketahui
formulasinya. Menyiapkan wajan kemudian masukkan bubur ciplukan yang sudah
dikukus, gula pasir dan pektin. Pemasakan dilakukan sampai bahan dari ciplukan
dan campuran gula pasir dan pektin membentuk gel pada suhu ±100oC selama 30
menit. Setelah selesai proses pemasakan tahap selanjutnya yaitu selai di angin-
anginkan hingga uap selai wortel tersebut sudah hilang barulah selai ciplukan
tersebut siap untuk dikemas dan dilakukan proses pengujian. Pengemasan selai
harus menggunakan kemasan khusus selai yaitu berbentuk jar dengan bahan kaca
dan memiliki penutup yang rapat. Pengujian yang dilakukan yaitu uji kadar air
menggunakan desikator, uji pH menggunakan pH meter, uji tingkat kemanisan
menggunakan refraktometer, dan uji tekstur menggunakan texture analyzer.
Pembuatan selai dan pengujian selai dilakukan berulang untuk perlakuan T1, T2,
dan T3. Perlakuan pertama (T1) yaitu 0,83% dari 150 gram ciplukan yaitu 1,25
gram pektin. Perlakuan kedua (T2) yaitu 1,0% dari 150 gram ciplukan yaitu 1,5
gram pektin, dan perlakuan ketiga (T3) yaitu 1,17% dari 150 gram ciplukan yaitu
1,75 gram pektin. Diagram alir proses pembuatan selai ciplukan dapat
diperlihatkan pada Ilustrasi 2.
12

Ciplukan
150 gram

Pengupasan kulit Pencucian

Penghalusan menggunakan blender

Pengukusan (selama 30 menit)

Pemasakan dan pencampuran


(suhu ±100oC selama 30 menit)

Penambahan gula pasir dan pektin


(0,83%, 1,0%, dan 1,17%)

Pengadukan sampai terbentuk gel

Pendinginan

Penyimpanan di tempat yang


dingin dan kering

Pengemasan

Ilustrasi 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Selai Ciplukan.


13

3.3. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3


perlakuan dan 6 kali ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah penambahan
pektin pada wortel (%b/b) yang berbeda yaitu T1 = 0,83%, T2 = 1,0% dan T3 =
1,17%.
Model matematis yang digunakan dalam penelitan ini yaitu :
Yij = µ + αi + ε ij
Keterangan : Yij : Angka pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rata-rata umum hasil pengamatan perlakuan
αi : Pengaruh perlakuan ke-i
ε ij : Pengaruh galat yang timbul pada perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh
penambahan pektin terhadap kadar air, pH, total gula, tekstur dan sifat
organoleptic selai ciplukan.
H0 : Tidak ada pengaruh penambahan pektin terhadap kadar air, pH, tingkat
kemanisan, tekstur dan sifat organoleptic selai ciplukan.
H1 : Ada pengaruh penambahan pektin terhadap kadar air, pH, tingkat
kemanisan, tekstur dan sifat organoleptic selai ciplukan.

3.4. Metode Pengujian Sampel

a. Pengujian Kadar Air Selai Ciplukan

Pengujian kadar air menurut petunjuk dari Legowo dan Nurwantoro


(2004) dengan metode pengeringan oven. Cawan porselin yang telah diberi kode
sesuai kode sampel kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 100oC sampai
105oC selama 1 jam. Cawan porselin dimasukkan dalam desikator ±15 menit,
kemudian cawan ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram (W1) ditimbang dalam
cawan porselin yang telah diketahui beratnya kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 100oC - 105oC selama 4-6 jam. Sampel ditimbang, kemudian dioven
14

kembali dan ditimbang kembali hingga beratnya konstan (W2). Bobot dianggap
konstan apabila selisih penimbangan tidak melebihi 0,2 mg. Sampel dimasukkan
dalam desikator ±15 menit, dilanjutkan dengan penimbangan. Kadar air dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

Kadar air (%) = W1 - W2 x 100%


W1

b. Pengujian pH Selai Ciplukan

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara


katoda indikator dibersihkan menggunakan aquades kemudian dikeringkan
dengan menggunakan tisu. Kalibrasi dilakukan dengan cara ujung katoda
dicelupkan dalam larutan buffer (pH 4 dan pH 7) hingga angka pH yang
ditunjukkan sesuai dengan larutan buffer yang digunakan. Katoda indicator
dicelupkan lagi dalam aquades dan dibersihkan dengan tisu. Pengukuran nilai pH
sampel dilakukan dengan cara katoda indicator dicelupkan dalam sampel.
Pengukuran nilai pH dilakukan secara duplo (AOAC, 1995).

c. Pengujian Tingkat Kemanisan

Pengujian tingkat kemanisan dilakukan dengan menggunakan


refraktometer dengan cara menimbang 1 gram selai kemudian masukkan
sampel ke dalam tube sentrifus dengan menambahkan 10 ml aquades dan
mengocoknya sampai homogeny. Membersihkan permukaan prisma
refraktometer dengan alkohol dan tisu, kemudian meneteskan sampel selai
ciplukan ke permukaan prisma refraktometer dengan pipet sampai menutupi
permukaan. Kemudian menutup refraktometer dan mengamati tingkat
kemanisannya serta pastikan tidak ada gelembung udara. Tingkat kemanisan
ditunjukkan dengan oBrix (gram sukrosa/100gram sampel) yang sebanding
dengan persentase sukrosa dalam sampel (Nielsen, 1998).
15

d. Pengujian Tekstur

Pengujian tekstur pada selai ciplukan dilakukan dengan menggunakan


texture analyzer dengan cara penyiapan sampel terlebih dahulu kemudian
sampel dipipihkan pada tempat cawan petri hingga sama rata di tiap bagian-
bagiannya. Letakkan cawan petri diatas lingkaran alat tekstur analyzer
kemudian tekan tombol star maka probe akan menekan sampel sebanyak 2
kali dan hasil dari tekstur keluar dilayar alat tekstur analyzer yang berupa
(Hardness, cohesiveness, springiness dan adhesiveness).

e. Sifat Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan 20 orang panelis


agak terlatih. Sifat organoleptik yang diuji adalah rasa, warna, dan aroma
dengan skala nilai 1 sampai dengan 5 dengan kriteria seperti yang disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Penilaian Sifat organoleptic selai ciplukan
Skor Parameter
Rasa Warna Aroma
1 Sangat tidak asam Coklat keemasan Sangat harum
2 Tidak asam Orange Harum
3 Agak asam Agak orange Agak harum
4 Asam Kuning Tidak harum
5 Sangat asam Kuning keemasan Sangat tidakharum

3.5. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak


Lengkap. Data hasil penelitian yang berupa kadar air, pH, tingkat kemanisan
dianalisis statistic dengan ANOVA, dan untuk hasil analisis yang signifikan
dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf
16

signifikasi 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Data hasil penelitian yang berupa
tekstur dianalisis secara deskriptif serta data hasil pengujian organoleptic rasa,
warna, dan aroma dianalisis dengan menggunakan uji Keuskal-Wallis dengan
taraf signifikasi 5%.
Kriteria penarikan kesimpulan yaitu jika P < α (0,05) maka H0 ditolak, H1
diterima. Jika P > α (0,05) maka H0 diterima dan H1 ditolak.
17

DAFTAR PUSTAKA

Anova, I.T. and Kamsina, K., 2013. Efek Perbedaan Jenis Alpukat dan Gula
Terhadap Mutu Selai Buah. Jurnal Litbang Industri, 3(2), pp.91-99.

AOAC.1995.Official Methods of Analysis The Association of Official Analytical


Chemist. Ed., Sidney William Arlington, Virginia.

Apriliana, N., 2017. Pengontrolan suhu pada proses pemasakan selai nanas
dengan menggunakan metode fuzzy logic (Doctoral dissertation,
POLITEKNIK NEGERI MALANG).

Arifiya, N., Y.A. Purwanto dan I. W Budiastra. 2015. Analisis perubahan kualitas
pascapanen pepaya varietas IPB9 pada umur petik yang berbeda. J.
Keteknikan Pertanian. 3(1):41-48

Badan Standar Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. Selai Buah. SNI 01
3746- 1995

Barlina, R., 2016. Potensi buah kelapa muda untuk kesehatan dan
pengolahannya. Perspektif, 3(2), pp.46-60.

Cahyadi, W. 2006.Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.Bumi


Aksara, Jakarta.

Desrosier. 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press,


Jakarta.

Fischer, G dan Herrera, A. 2011. Cape Gooseberry (Physalis peruviana).pp. 374-


397. Woodhead Publishing Limited, Colombia

Gomez, A.A, dan K.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian. UI Press, Jakarta.

Hadiyanti, N., Pardono, dan Supriyadi. 2017. Kerapatan dan sifat morfologi
ciplukan (Physalis sp.) di Gunung Kelud, Jawa Timur. Jurnal Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. 2(2)

Hadiyanti, N., Supriyadi, and Pardono, P., 2018. KERAGAMAN BEBERAPA


TUMBUHAN CIPLUKAN (Physalis spp.) DI LERENG GUNUNG
KELUD, JAWA TIMUR. BERITA BIOLOGI, 17(2), pp.135-146.
18

Legowo, A. M, dan Nurwantoro. 2004. Analisis Pangan. Program Studi teknologi


Hasil Ternak. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang.

Margono, D.S, dan S. Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat
Informasi Wanita dalam Pembangunan PDI. LIPI dengan Swiss
Development Cooperation, Jakarta.

Margono, T. 2000. Selai dan Jeli. Grasindo : Jakarta

Muchtadi, T.R. 1997. Petunjuk Laboratorium: Teknologi Proses Pengolahan


Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Muchtadi,D., T.R. Muchtadi dan E. Gumbira. 1979. Pengolahan Hasil Pertanian II


Nabati. Fatemeta, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mutia, A.K. and Yunus, R., 2016. Pengaruh Penambahan Sukrosa pada
Pembuatan Selai Langsat. Jurnal Technopreneur (JTech), 4(2), pp.80-84.

Nielsen, HS, 1998. Diskriminasi dan dekomposisi terperinci dalam model


logit. Economics Letters , 61 (1), hlm.115-120.

NUGRAHA, Y.P., 2018. PENGARUH SUMBER PEKTIN DAN DERAJAT


KEASAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK SELAI ARBEN (Rubus
Fraxinifolius Poir) (Doctoral dissertation, Fakultas Teknik).

Nurvitha, L., 2016. Pengaruh Abu dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Ciplukan (Physalis angulata L.) pada Media
Gambut. Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi, 9(1), pp.33-41.

Sa’diyah, F.A., 2018. MUTU FISIK SEDIAAN SUSPENSI EKSTRAK ETANOL


BUAH CIPLUKAN (Physalis angulata linn.) (Doctoral dissertation,
AKFAR PIM).
Sonia, E.T., Bina, U. and Irmayani, N., 2018. ANALISIS USAHA BUAH
CIPLUKAN DI UD X SLEMAN YOGYAKARTA. Artikel Ilmiah
Mahasiswa.

Suryani, A., E. Hambali dan M. Rivai. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Susanto,1993. Pengantar Pengolahan Hasil Pertanian.Fakultas Pertanian.


Universitas Brawijaya. Malang.
19

Susanto. T, dan B. Saneto. 1994. Teknologi Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu,
Surabaya.

Sutomo,B.,Kurnia,D.2016. 378 Resep Jus & Ramuan Herbal. Jakarta Selatan : PT.
Kawan Pustaka

Syahrumsyah, H., Murdianto, W. and Pramanti, N., 2010. Pengaruh Penambahan


Karboksil metal Selulose (CMC) dan Tingkat Kematangan Buah Nanas
(Ananas comosus (L) Merr) terhadap Mutu Selai Nanas Vol. VI
(6). Jurnal Teknologi Pertanian, 6(1), pp.34-40.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Yulistiani, R., M. Mahmud, dan Murtiningsih. 2013. Peran Pektin Dan Sukrosa
Pada Selai Ubi Jalar Ungu. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional,
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai