Anda di halaman 1dari 55

PEMANFAATAN KULIT DAN BIJI DURIAN (Durio

zibethinus) SEBAGAI BAHAN DASAR EDIBLE


FILM PADA BUAH STROBERI

ALBERTUS HERONIUS
NIS. 20144814

TUGAS AKHIR

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


SMA GEMBALA BAIK
PONTIANAK
2017
PEMANFAATAN KULIT DAN BIJI DURIAN (Durio
zibethinus) SEBAGAI BAHAN DASAR EDIBLE
FILM PADA BUAH STROBERI

ALBERTUS HERONIUS
NIS. 20144814

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di SMA KATOLIK


GEMBALA BAIK Pontianak Tahun Ajaran 2016 – 2017

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


SMA GEMBALA BAIK
PONTIANAK
2017
PEMANFAATAN KULIT DAN BIJI DURIAN (Durio
zibethinus) SEBAGAI BAHAN DASAR EDIBLE
FILM PADA BUAH STROBERI

Tanggung Jawab Yuridis Material Pada

ALBERTUS HERONIUS
NIS. 20144814

Disetujui Oleh

Penguji I Penguji II

Winny Kurniawan, S.Si, M.Si. ....

Disahkan Oleh
KEPALA SMA GEMBALA BAIK

Lusianna Br Tarigan, S.Pd.


YAYASAN PENDIDIKAN GEMBALA BAIK
SMA GEMBALA BAIK
PONTIANAK

TIM PENGUJI TUGAS AKHIR

NAMA TIM PENGUJI TANDA TANGAN

Winny Kurniawan, S.Si, M.Si. Ketua

Anggota

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala SMA Gembala Baik Pontianak


Nomor : …………………………..
Tanggal : ………………………………

Tanggal Lulus :
vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan
baik. Judul yang diambil oleh penulis adalah “Pemanfaatan Kulit dan Biji
Durian (Durio Zibethinus) sebagai Bahan Dasar Edible Film pada Buah
Stroberi”
Buah stroberi merupakan satu di antara beberapa buah-buahan yang cukup
diminati di Indonesia. Produksi stroberi yang tidak merata dan masa simpan
stroberi yang tidak lama membuat stroberi yang diproduksi tidak dapat di ekspor
ke luar daerah. Sehingga, buah stroberi diimpor dari luar negeri. Solusi yang
ditawarkan berupa edible film berbahan dasar biji dan kulit dari durian dalam
memperpanjang masa simpan buah stroberi. Penulis berharap penulisan karya
tulis ini dapat meningkatkan kualitas buah stroberi dan hidup masyarakat.
Penyelesaian karya tulis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua atas doa dan dukungannya.
2. Suster Lusianna Br Tarigan, S.Pd. selaku kepala sekolah dan mengizinkan
saya untuk membuat karya tulis ini untuk memenuhi ujian tugas akhir
Tahun 2017.
3. Bapak T. Winny Kurniawan, S.Si, M.Si. selaku guru pembimbing.
4. Keluarga dan teman-teman atas dukungan dan doa.
Demikian karya tulis ini saya buat, kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan sebagai evaluasi ke depannya. Akhir kata, penulis ingin
mengucapkan semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan selamat membaca.

Pontianak, April 2017

Penyusun
v

PEMANFAATAN KULIT DAN BIJI DURIAN (Durio zibethinus)


SEBAGAI BAHAN DASAR EDIBLE FILM PADA
BUAH STROBERI

Abstrak

Satu diantara buah-buahan yang diminati masyarakat Indonesia adalah


buah stroberi. Namun, produksi stroberi yang sedikit, yaitu hanya 0,3% dari total
produksi buah di Indonesia tidak berimbang dengan permintaan dalam negeri
membuat Indonesia harus mengimpor stroberi. Selain itu, ketidaktahuan petani
dan masa simpan stroberi yang tidak lama menjadikan daerah penghasil stroberi
(daerah bersuhu dingin di Indonesia) tidak dapat mengekspor stroberi hasil
produksinya ke luar daerah.
Sebaliknya, produksi durian (Durio zibethinus) di Indonesia melimpah,
yaitu mencapai 1.020.595 ton pada tahun 2015. Pada kenyataannya, kulit dan biji
buah durian hanya dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan menjadi lebih berguna.
Padahal, persentase bagian dagingnya termasuk rendah yaitu hanya 20-35%,
sedangkan kulit (60-75%), dan biji (5-15%) belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sehingga, kulit dan biji durian yang dibuang begitu saja hanya menjadi limbah.

Dengan masalah tersebut, diperlukan solusi alternatif dalam meningkatkan


masa simpan stroberi. Solusi tersebut berupa edible film dari pati-pektin biji dan
kulit durian. Ternyata, di dalam kulit dan biji durian yang kurang dimanfaatkan
memiliki kandungan pati (43,6% lebih tinggi dari ubi jalar) dan pektin yang cukup
tinggi, oleh sebab itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku edible film.
Pembuatan edible film dilakukan dengan mengekstrak pati biji durian dan pektin
kulit durian, serta mencampurnya dengan platicizer, setelah itu, digunakan untuk
mengetahui pengaruh edible film terhadap umur simpan stroberi dan sifat
karakteristiknya.

Penelitian ini menggunakan stroberi sebagai variabel kontrol. Umur


simpan stroberi (pada suhu ruang 26-28°C) adalah 2-3 hari, sedangkan stroberi
yang dilapisi oleh pati-pektin durian ini dapat bertahan kurang lebih 15 hari.
Sehingga kira-kira menaikkan daya tahan buah 5 kali lipat. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa konsentrasi pektin 0,8% menghasilkan rata-rata kelarutan
(47,15%), ketebalan (0,1535mm), elongasi (35,712%), tensile strength
(0,834MPa), dan besar transmisi uap air (1,7%), serta berat susut buah (27,25
gram) terbaik. Edible film dalam keadaan normal dapat bertahan kurang lebih 35
hari sebelum terurai habis oleh mikroba. Ini menunjukkan pati-pektin biji dan
kulit durian berpotensi sebagai edible film yang baik untuk meningkatkan masa
simpan stroberi bila diaplikasikan secara langsung.

Kata kunci : Edible Film, Pati-Pektin Biji dan Kulit Durian, Stroberi.
vi

UTILIZATION OF DURIAN SKIN AND SEED (Durio


zibethinus) AS EDIBLE FILM RAW MATERIAL
ON STRAWBERRY

Abstract

One of the fruits that Indonesian people are interested is strawberry.


However, the slight production of strawberries, which is only 0.3% of the total
fruit production in Indonesia isn't balanced with domestic demand makes
Indonesia have to import strawberries. In addition, farmers' nescience and
strawberry's short shelf life makes strawberry-producing areas (cold temperatures
in Indonesia) unable to export their produced strawberries outside the region.

Vice versa, durian (Durio zibethinus) production in Indonesia is abundant,


reaching 1,020,595 tons in 2015. In fact, durian skin and durian seeds are just
thrown away without being used. In fact, the percentage of meat is low, only 20-
35%, while the skin (60-75%), and seed (5-15%) hasn't been fully used. Thus, the
skin and durian seeds that are thrown away just become waste.

With this problem, an alternative solution is needed in increasing the shelf


life of strawberries. The solution is an starch-pectin edible film from durian's
seeds and skin. Apparently the skin and seeds of underutilized durian have high
enough starch content (43.6% higher than sweet potato) and pectin, therefore can
be used as edible film raw material. Edible film is produced by extracting durian
seed starch and durian skin pectin, and mixing it with platicizer, after that it will
be used to know the effect of edible film on the strawberry’s shelf life and its
characteristics.

The design of this application uses strawberries as control variables. The


strawberry shelf life (at room temperature 26-28°C) is 2-3 days, while the
strawberry coated by durian starch-pectin can last about 15 days. So
approximately raises the shelf life of the fruit 5-times. The test results showed that
0.8% pectin concentration yielded the best average solubility (47.15%), thickness
(0.1535mm), elongation (35.712%), tensile strength (0.834MPa), and large water
vapor transmission (1,7%), and shrinkage fruit weight (27,25gram). Edible film
under normal circumstances can last approximately 35 days before it is
decomposed by microbes. This indicates that starch-pectin grains and durian skin
have the potential as a good edible film to increase the strawberry’s shelf life
when applied directly.

Key words: Edible Film, Durian Seed and Skin’s Starch-pectin, Strawberry
viii

DAFTAR ISI

TUGAS AKHIR 2017 ............................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................................v
ABSTRACT ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1


1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................4
1.3 Batasan Masalah ...................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................6


2.1 Klasifikasi Tanaman Durian (Durio zibethinus) ...................................6
2.1.1 Biji Durian ..................................................................................8
2.1.2 Kulit Durian ................................................................................9
2.2 Pektin ....................................................................................................10
2.2.1 Sifat Pektin .................................................................................11
2.3 Pati ........................................................................................................12
2.4 Edible Film ...........................................................................................13
2.4.1 Bahan Pembuat Edible Film ......................................................14
2.4.2 Teknik Pembentukan Film .........................................................15
2.4.3 Sifat Fisik Edible Film ...............................................................16
2.5 Gliserol Sebagai Plasticizer..................................................................18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................20


ix

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................20


3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................20
3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................................21
3.4 Variabel Penelitian ..............................................................................21
3.5 Prosedur Kerja ......................................................................................22
3.5.1 Persiapan Penelitian .....................................................................22
3.5.2 Ekstraksi Pektin Kulit Durian ......................................................22
3.5.3 Ekstraksi Pati Biji Durian ............................................................23
3.5.4 Pembuatan Edible Film Dari Pektin Dan Pati Durian ................24
3.5.5 Pengujian Karakteristik Edible Film ...........................................24
3.5.6 Rancangan Percobaan ..................................................................27
3.5.7 Metode Pengumpulan Data .........................................................27
3.5.8 Teknik Analisis Data ...................................................................27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................28


4.1 Sifat Fisik Dan Sifat Mekanik Edible Film Berbahan Dasar Kulit Dan
Biji Durian (Durio zibethinus) ............................................................28
4.1.1 Kelarutan Edible Film ..................................................................28
4.1.2 Ketebalan Edible Film..................................................................29
4.1.3 Elongasi Edible Film ....................................................................30
4.1.4 Kuat Regang Putus Edible Film ...................................................31
4.1.5 Besar Transmisi Uap Air Edible Film ..........................................32
4.2 Kemampuan Edible Film Dalam Menahan Berat Susut Langsat Dan
Besar Transmisi Uap Air Setelah Diaplikasikan ................................33
4.3 Lama Waktu Edible Film Dapat Terdegradasi Oleh Mikroba Pengurai
Dalam Keadaan Normal......................................................................35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................36


5.1 Kesimpulan ..........................................................................................36
5.2 Saran ....................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................37
RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................................43
x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Durian ..................................................................................... 6


Gambar 2.2 Biji Durian .............................................................................................. 8
Gambar 2.3 Struktur Kimia Pektin ............................................................................. 11
Gambar 2.4 Struktur Molekul Amilosa dan Amilopektin .......................................... 13
Gambar 4.1 Grafik Kelarutan Edible Film Banding Konsentrasi Pektin ................... 28
Gambar 4.2 Grafik Ketebalan Edible Film Banding Konsentrasi Pektin................... 29
Gambar 4.3 Grafik Elongasi Edible Film Banding Konsentrasi Pektin ..................... 30
Gambar 4.4 Grafik Kuat Regang Putus Edible Film Banding Konsentrasi Pektin .... 31
Gambar 4.5 Grafik Besarnya Transmisi Uap Air Edible Film Banding Konsentrasi
Pektin ...................................................................................................... 32
Gambar 4.6 Grafik Susut Berat Buah Banding Konsentrasi Pektin ........................... 34
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanaman Durian...................................................................... 7


Tabel 2.2 Kandungan Gizi Buah Durian per 100g Bahan ......................................... 8
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Biji Durian Segar ......................................................... 9
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Kulit Durian ...............................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Makanan terutama buah-buahan umumnya dikonsumsi sebagai penghasil


vitamin dan mineral. Buah-buahan banyak ditemukan di pasar, swalayan, mall
dan di tempat lainnya. Umumnya daya simpan buah relatif rendah sehingga jika
tidak dilakukan pengemasan akan cepat mengalami pembusukan dan tidak dapat
dikonsumsi lagi. Memang buah-buahan dan produk hortikultur lainnya memiliki
sifat khas, yaitu cepat rusak dan masih terus berespirasi setelah dipanen kemudian
akan mengalami penguraian kandungan nutrisinya (Wahyono, 2009). Salah
satunya buah yang cepat membusuk adalah stroberi (Fragaria sp). Sementara
spesies lainnya yaitu Fragaria vesca L. tersebar lebih luas dibandingkan spesies
lainnya. Jenis stroberi Fragaria vesca yang pertama kali masuk di Indonesia
(Mu’min, 2012). Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi
dengan baik di dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17-20°C dan
disertai dengan curah hujan 600-700 mm/tahun (Dwipayana, 2016). Stroberi
adalah satu di antara buah-buahan yang tergolong klimaterik, yaitu buah yang
proses respirasinya terjadi selama pematangan, sehingga memiliki peningkatan
CO2 yang mendadak. Adapun buah yang tergolong non-klimaterik yaitu repirasi
CO2 pada buah tersebut semakin menurun (Wahyono, 2009). Selain itu, gas-gas
yang berperan utama selama pascapanen adalah O2 dan etilen (Widodo, 2005).

Padahal, perkembangan komoditi buah stroberi di Indonesia berjalan cukup


pesat. Hal ini didukung oleh introduksi buah stroberi yang dapat tumbuh dan
bereproduksi baik dalam kondisi iklim di Indonesia khususnya dataran tinggi (Hanif
dan Ashari, 2013). Akan tetapi pada tahun 2012, Data Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat impor stroberi di Indonesia mencapai 210 ton dengan nilai $480.602 yang
setara dengan Rp 4.325.418.000. Dari data tersebut dapat dikatakan Indonesia belum

1
2

dapat mencukupi kebutuhan stroberi dalam negeri. Hal ini berarti tingginya
permintaan stroberi di Indonesia tidak dapat diimbangi dengan produksi stroberi
serta kualitas stroberi di Indonesia sehingga harganya menjadi tidak stabil
(Susianti, 2015). Permasalahan pascapanen stroberi saat ini adalah rantai pasok
yang panjang dan tidak adanya dukungan teknologi yang memadai sehingga buah
stroberi mudah rusak (perishable) selama proses transportasi. Buah stroberi pada
suhu ruang normal rusak setelah 3-4 hari panen dan varietas tertentu justru ada
yang hanya bertahan 1 hari saja (Lestari, 2016). Usaha untuk mempertahankan
kualitas stroberi dan memperoleh umur simpan yang lebih panjang yang
ditawarkan oleh penulis yaitu menggunakan edible film berbahan dasar biji dan
kulit durian sebagai alternatif pengemasan buah stroberi untuk meningkatkan
masa simpan. Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang melapisi buah dan
dapat terdegradasi oleh alam secara biologis serta dapat dikonsumsi karena terbuat
dari nabati. (Kusumawati, 2013). Salah satu bahan dasar yang dapat digunakan
sebagai edible film adalah pati (Maulana, 2009).

Durian (Durio zibethinus) yang dijuluki “The King of Fruit” merupakan


salah satu buah cukup populer di Indonesia. Buah yang memiliki rasa dan aroma
yang khas ini sangat digemari oleh sebagian banyak orang. Rasa buahnya yang
manis dan aroma harum buahnya menjadi daya tarik tersendiri bagi pencinta
durian. Warna daging buahnya bervariasi, ada yang berwarna putih, kuning, dan
oranye serta buah ini dilengkapi dengan adanya kandungan kalori, vitamin, lemak,
dan protein. Akan tetapi kurang dalam hal pemanfaatannya (Darmawan, 2013).
Tanaman durian berasal dari hutan Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan yang
berupa tanaman liar. Penyebaran durian ke arah Barat adalah ke Thailand, Birma,
India dan Pakistan (Sejati, 2015). Buah durian sudah dikenal di Asia Tenggara
sejak abad 7 M. Ada puluhan durian yang diakui keunggulannya oleh Menteri
Pertanian dan disebarluaskan kepada masyarakat untuk dikembangkan.

Macam varietas durian tersebut adalah: durian Sukun (Jawa Tengah),


Petruk (Jawa Tengah), Si Tokong (Betawi), Si Mas (Bogor), Sunan (Boyolali),
Otong (Thailand), Kani (Thailand), Si Dodol (Kalimantan Selatan), Si Japang
3

(Betawi) dan Si Hijau (Kalimantan Selatan) (Rofaida, 2008). Indonesia memiliki


potensi besar untuk pasaran ekspor durian. Hal ini disebabkan karena durian lokal
memiliki penampakan luar, ukuran buah, warna daging buah, dan aroma yang
tidak kalah dari durian impor. Setidaknya ada 22 varietas durian unggul, dan
sepanjang tahun Indonesia memiliki masa panen durian (Wahyono, 2009).
Produksi durian di Indonesia sendiri semakin meningkat. Menurut data dari Badan
Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura sendiri, produksi durian tahun
2014 adalah 859.118, sedangkan di tahun 2015 meningkat menjadi 1.020.595 ton.
Di Kalimantan Barat sendiri, produksi durian mencapai 23.650 ton pada tahun
2015.

Selama ini, bagian buah durian yang lebih umum dikonsumsi adalah
bagian salut buah atau dagingnya. Persentase berat bagian ini termasuk rendah
yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%) belum
termanfaatkan secara maksimal (Wahyono, 2009). Umumnya kulit dan biji
menjadi limbah yang hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak,
bahkan sebagian besar dibuang begitu saja. Dari bijinya, kita dapat merebus atau
membakarnya dan dapat dijadikan camilan sehat karena mengandung pati yang
sangat tinggi (Djaeni, 2010).

Tapi perlu diingat, tidak diperbolehkan memakan biji mentah dari buah
yang berasal dari genus Durio ini, karena asam lemak siklopropena
(cyclopropene) yang terkandung dalam biji durian bersifat racun bagi tubuh
(Ferawati, 2015) Padahal jika diolah lebih lanjut biji durian dapat bermanfaat
lebih sebagai bahan baku berbagai hal yang tentunya akan memberikan nilai
tambah (Prasetyaningrum, 2010). Biji dari tanaman yang famili Bombacaceae
kaya akan karbohidrat terutama patinya yang cukup tinggi sekitar 42,1%
dibanding dengan ubi jalar (27,9%) atau singkong (34,7%). Pati adalah bahan
kimia utama komponen tepung biji durian, yang terdiri dari sekitar 56% dari berat
kering (Pimpa, 2015)
4

1.2 Perumusan Masalah

Stroberi merupakan salah satu buah yang digemari di Indonesia. Namun,


tidak semua daerah di Indonesia dapat memproduksi stroberi sendiri, sehingga
harus impor dari luar daerah, bahkan dari luar negeri. Hal ini diperparah dengan
proses pendistribusian stroberi yang sulit karena daya simpannya yang singkat
yaitu hanya mencapai 3 hari. Di sisi lain, durian merupakan salah satu buah yang
tersebar luas di Indonesia, produksi durian di Indonesia juga cukup tinggi. Tetapi,
durian belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, salah satu solusi
alternatif yang ditawarkan adalah edible film dari durian. Ternyata, kulit dan biji
durian yang selama ini menjadi limbah dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan edible film berbasis pati-pektin. Sehingga, edible film ini diharapkan
dapat memperpanjang masa simpan dari stroberi serta mempertahankan sifat fisik
dan mekaniknya.

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sifat fisik dan sifat mekanik edible film berbahan dasar kulit dan
biji durian (Durio zibethinus)?
2. Bagaimana kemampuan film tersebut dalam menahan berat susut stroberi dan
besar transmisi uap air setelah diaplikasikan?
3. Bagaimana lama waktu edible film dapat terdegradasi oleh mikroba pengurai
dalam keadaan normal (dibiarkan dalam keadaan bebas)?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang dibatasi oleh penulis, agar penelitian ini terarah dan
untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka perlu adanya pembatasan
masalah, ialah hanya mencakup subyek penelitian adalah kulit dan biji durian
(Durio zibethinus) sebagai bahan dasar pembuatan edible film, obyek penelitian
adalah edible film dari bahan dasar kulit dan biji durian, serta parameter yang
diteliti yaitu sifat fisik (kelarutan dan ketebalan film) dan mekanik (elongasi dan
5

kuat regang putus), dan besar kecilnya permeabilitas uap air, serta kemampuan
lama edible film dalam menahan proses penguraian oleh mikroba pengurai.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengkaji:
1. Mengkaji sifat fisik dan sifat mekanik edible film berbahan dasar kulit dan biji
durian (Durio zibethinus).
2. Mengkaji kemampuan film tersebut dalam menahan berat susut stroberi dan
besar transmisi uap air setelah diaplikasikan.
3. Mengetahui lama waktu edible film dapat terdegradasi oleh mikroba pengurai
dalam keadaan normal (dibiarkan dalam keadaan bebas).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
penggunaan kulit dan biji durian (Durio zibethinus) sebagai bahan dasar
pembuatan edible film untuk buah stroberi.
2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif pemanfaatan dari kulit
dan biji durian (Durio zibethinus).
3. Diharapkan dengan adanya perpaduan tersebut dapat meningkatkan masa
simpan buah stroberi dan ekspor ke luar daerah dan negeri.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Durian (Durio zibethinus)

Durian (Durio zibethinus) adalah salah satu buah yang sangat popular di
Indonesia. Buah dengan julukan “The King of fruits” ini termasuk dalam famili
Bombacaceae dan banyak ditemukan di daerah tropis. Nama Durian adalah
diperkirakan berasal dari istilah Melayu yang "Duri" mendapatkan akhiran -an
menjadi durian. Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa
dan Sumatra. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat
di hutan. Tiap pohon durian dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah, bahkan
hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua (Putri, 2011).

Durian (Durio zibethinus) termasuk famili Bombacaceae yang berkerabat


dekat dengan kapuk randu. Durian sudah terkenal dan banyak dibudidayakan.
Namun banyak masyarakat belum mengenal varietas apa yang mereka tanam dan
apakah jenis durian yang mereka tanam termasuk yang unggul (Sidauruk, 2015).
Buah durian berbentuk bulat hingga lonjong atau tidak beraturan, dengan ukuran
kecil sampai besar.

Gambar 2.1 Tanaman Durian (Sobir, 2014)

6
7

Buah durian mempunyai duri yang rapat dan tajam, dan pada setiap buah
terdiri dari 5-7 ruang dimana setiap ruang mengandung 2-5 biji. Buah yang sudah
matang, daging buah rasanya manis atau manis kepahit-pahitan disertai aroma
harum khas (Ambarita, 2012).

Pengembangan budidaya durian paling baik dilakukan di daerah dataran


rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut dan keadaan iklim
basah, suhu udara antara 250-320°C, kelembaban udara (rH) sekitar 50-80%, dan
intensitas cahaya matahari 45-50%. Kedudukan taksonomi tanaman durian dapat
dilihat pada Tabel 2.1. (Darmawan, 2013)

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanaman Durian (Darmawan, 2013)


Kingdom Plantae
Kelas Angiospermae
Ordo Agnoliophyta
Famili Bombacea
Genus Durio
Spesies Durio zibethinus

Durian yang dapat dikonsumsi ada sembilan spesies, yaitu D. zibethinus,


D. kutejensis (lai), D. excelsus (apun), D. graveolens (tuwala), D. dulcis (lahong),
D. grandiflorus (sukang), dan D. testudinarum (sekura), D. lowianus (teruntung),
dan D.oxleyanus (kerantungan). Dari sembilan jenis tersebut yang paling banyak
dibudidayakan adalah D. zibethinus (Muliani, 2014).
8

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Buah Durian per 100g Bahan (Darmawan, 2013)
Kandungan Gizi Satuan Jumlah
Energi Gram 92,6
Protein Gram 0,44
Lemak Gram 2,09
Karbohidrat Mgram 0,17
Kalsium Mgram 0,36
Fosfor Mgram 0,16
Air % 65
Vitamin A SI 175
Vitamin B1 Mgram 0,1
Vitamin C Mgram 53

2.1.1 Biji Durian

Selama ini, bagian buah durian yang lebih umum dikonsumsi adalah
bagian salut buah atau dagingnya. Presentase berat bagian ini termasuk
rendah yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%)
belum termanfaatkan secara maksimal (Djaeni, 2010).

Gambar 2.2 Biji Durian (Putri, 2015)


Biji durian juga banyak mengandung zat-zat gizi seperti lemak,
protein, karbohidrat dan lain-lain. Kandungan karbohidrat terutama patinya
yang cukup tinggi sekitar 43,6% dibanding dengan ubi jalar 27,9% atau
9

singkong 34,7% (Handayani, 2015). untuk memperjelas zat yang dikandung


oleh biji durian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Biji Durian Segar (Putri, 2015)


Komponen Bahan
Karbohidrat 43,6 g
Lemak 0,4 g
Protein 2,6 g
Kalsium 17 mg
Abu 1,9 g

Umumnya kulit dan biji menjadi limbah yang hanya sebagian kecil
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dan bahkan sebagian besar dibuang
begitu saja. Biji durian mentah tidak dapat dimakan karena mengandung
asam lemak siklopropena yang beracun. Asam lemak siklopropena yang
terdapat dalam biji durian akan hilang dengan sendirinya ketika biji durian
direbus atau dipanaskan pada suhu 80°C (Ambarita, 2012).

2.1.2 Kulit Durian

Kulit durian merupakan limbah rumah tangga yang dibuang sebagai


sampah dan tidak memiliki nilai ekonomi, Kulit durian secara proporsional
mengandung unsur selulosa yang tinggi (50-60%) dan kandungan lignin
(5%). (Priyambodo, 2014) Selain itu, Albedo durian yang merupakan bagian
putih dibawah lapisan kulit durian mengandung beberapa gizi seperti terlihat
pada Tabel 2.4.
10

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Kulit Durian (Lumbantoruan, 2013)


Komponen Bahan (%)
Pati 18,5
Gula total 1,85
Ethanol 0,16
Lemak 0,22
Air 57,60
Serat Kasar 19,40
Protein 0,35

Selain itu, limbah kulit durian mengandung sel serabut dengan


dimensi yang panjang serta dinding serabut yang cukup tebal sehingga akan
mampu berikatan dengan baik apabila diberi bahan perekat sintetis atau
bahan perekat mineral. Lebih lanjut disebutkan bahwa apabila dihubungkan
dengan kebiasaan orang-orang tua zaman dulu yang memanfaatkan kulit
durian ini untuk bahan bakar pengusir nyamuk (Darmawan, 2013).

2.2 Pektin

Pektin merupakan produk karbohidrat yang dimurnikan dan diperoleh dari


ekstrak asam encer dari bagian dalam kulit buah jeruk sitrus atau apel, terutama
terdiri dari asam poligalakturonat yang termetoksilasi sebahagian. Berbentuk
serbuk kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan
memiliki rasa seperti musilago (Syah, 2010). Pektin merupakan senyawa
polisakarida dengan bobot molekul tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan.
Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan
jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan
untuk obat diare (Novitarini, 2015). Kata pektin berasal dari bahasa Latin
“pectos” yang berarti pengental atau yang membuat sesuatu menjadi keras/ padat.
Pektin ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu.
11

Pada tahun 1790, pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan
pada tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh
Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam
pektat (Fitria, 2013).
Senyawa-senyawa pektin berfungsi sebagai perekat antara dinding sel
yang satu dengan yang lain. Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel
primer tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa
(Lumbantoruan, 2013).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Pektin (Taylor, 2014)

2.2.1 Sifat Pektin

Ditinjau dari sifat fisika pektin dapat bersifat koloid reversibel, yaitu
dapat dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali
tanpa perubahan sifat fisiknya. Pada penambahan air pada pektin kering
akan terbentuk gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan
(Puspitasari, 2017).

Siregar (2014), menyatakan bahwa pektin sebagian besar tersusun


atas metil ester dari asam poligalakturonat dan sodium, potasium, kalsium
dan garam ammonium. Pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga
halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan banyak
terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang.
12

Berat molekul rata-rata preparat pektin sangat bervariasi, berkisar


antara 30.000 hingga 300.000, tergantung pada sumber, metode pembuatan
dan metode pengukuran. Sedangkan viskositas larutan pektin bergantung
pada berat molekul, derajat esterifikasi, pH, temperatur dan konsentrasi
elektrolit. Peningkatan konsentrasi elektrolit akan menyebabkan
menurunnya viskositas (Yuniarta, 2015).

Pektin digunakan dalam bidang industri makanan dan dalam bidang


farmasi. Dalam bidang makanan pektin digunakan sebagai bahan
pembentuk gel untuk pembuatan jelly. Dimana kemampuan pektin
membentuk gel tergantung pada kandungan gugus metoksilnya.
Kemampuan pektin untuk dapat membentuk gel merupakan sifat yang unik
dari pektin (Haryati, 2014). Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah
metanol yang terdapat dalam pektin. Pektin disebut bermetoksil tinggi jika
memiliki nilai kadar metoksil sama dengan 7% atau lebih. Jika kadar
metoksil kurang dari 7% maka pektin disebut bermetoksil rendah
(Maulidiyah, 2014).

2.3 Pati

Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau
melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak
larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk
tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil
dalam makanan (Indra, 2010). Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa
dan amilopektin (Herawati, 2011).

Amilosa adalah polisakarida berantai lurus (tidak bercabang) dan larut


dalam air, dengan berat molekul berkisar antara 10.000 – 50.000, amilosa ini
disusun oleh sekitar 250-300 unit glukosa yang satu sama ainnya dihubungkan
oleh ikatan 1-4 alpha glikosida melalui atom C-1 dan C-4 (Jepro, 2011). Pati
13

merupakan glukan yang terdiri dari dua macam fraksi. Granula pati tersusun
secara berlapis-lapis mengelilingi nukleus. Pembentukan granula pati dikontrol
untuk endogeneus. Granula pati dapat mengalami perubahan bila dipanaskan.
Salah satu perubahan tersebut adalah gelatinisasi (Wahyono, 2009).

Gambar 2.4 Struktur Molekul Amilosa dan Amilopektin (Jepro, 2011)

Pati yang kadar amilosanya tinggi banyak digunakan untuk berbagai


produk seperti pada edible film yang berfungsi sebagai substrat enzim maupun
sebagai pengikat pada pembuatan tablet (Wahyono, 2009).

2.4 Edible Film

Edible packaging pada bahan pangan pada dasarnya dibagi menjadi tiga
jenis bentuk, yaitu: edible film, edible coating, dan enkapsulasi. Hal yang
membedakan edible coating dengan edible film adalah cara pengaplikasiannya.
Edible coating langsung dibentuk pada produk, sedangkan pada edible film
pembentukannya tidak secara langsung pada produk yang akan dilapisi/dikemas.
Enkapsulasi adalah edible packaging yang berfungsi sebagai pembawa zat flavor
berbentuk serbuk. Edible film didefinisikan sebagai lapisan yang dapat dimakan
yang ditempatkan di atas atau di antara komponen makanan (Wahyu, 2009)

Film dapat diartikan sebagai lapisan tipis dari material. Biasanya tersusun
dari polimer yang memungkinkan untuk menguatkan secara mekanik pada stand
14

yang terstruktur. Tiap sheet adalah film yang tipis. Film dapat berbentuk wadah,
bungkus, kapsul, kantong, atau pelindung lapisan luar selama proses di pabrik.
(Fathony dkk., 2011)
Edible film dapat mengontrol kelembaban, oksigen, karbon dioksida, rasa
dan aroma perpindahan antara komponen makanan atau suasana di sekitar
makanan. Edible film dapat digunakan sebagai pembungkus makanan. Film-film
ini bertindak sebagai sistem kemasan baru dan mengontrol pelepasan senyawa
aktif seperti antioksidan, rasa dan agen antimikroba. Penggunaan edible film
dalam perlindungan dan pelestarian makanan baru-baru ini meningkat karena
mereka menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan sintetis,
seperti menjadi biodegradable dan ramah lingkungan (Herawan, 2015).

2.4.1 Bahan Pembuat Edible Film

Komponen penyusun edible film dapat dibagi menjadi tiga macam


yaitu; hidrokoloid, lipida, dan komposit (Wahyu, 2009). Bahan utama
pembentuk edible film adalah biopolimer seperti protein, karbohidrat, lipid
dan campurannya. Sumber protein yang dapat digunakan untuk bahan baku
edible film adalah jagung, gandum, kacang kedelai, gelatin, kolagen dan
sumber protein lainnya. Sumber karbohidrat yang biasa digunakan untuk
bahan edible film adalah pati, alginat, seluosa, dan derivatnya (Herawan,
2015).

Umumnya film yang dibuat dari hidrokoloid memiliki sifat mekanis


yang baik, namun tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat
hidrofil. Untuk mengatasi hal tersebut pada pembuatan edible film sering
ditambahkan bahan plasticizer. Plastik edible yang dibentuk dari polimer
murni bersifat rapuh sehingga digunakan plastisizer untuk meningkatkan
fleksibilitasnya (Fathony dkk., 2011).
15

Edible film paling tidak harus mengandung sau komponen yaitu


berat molekul tinggi, terutama bila diharapkan akan membentuk film yang
relatif kuat. Struktur polimer rantai panjang diperlukan untuk menghasilkan
material film dengan kekuatan kohesif yang tepat. Faktor yang
mempengaruhi dalam pembentukan edible film adalah (Wahyudi, 2009):
1. Suhu
Perlakuan panas diperlukan untuk membentuk pati tergelatinasi
sehingga terbentuk pasta pati yang merupakan bentuk awal edible
film. Suhu pemanasan akan menentukan tingkat gelatinisasi yang
terjadi yang pada akhirnya menentukan sifat fisik dari pasta yang
terbentuk.
2. pH
3. Konsentrasi Pati
Konsentrasi pati memberikan kontribusi terhadap kadar amilosa
dalam larutan pati sehingga berpengaruh terhadap sifat pasta yang
dihasilkan
4. Plasticizer
Konsentrasi plasticizer dan bahan aditif lain yang ditambahkan ke
dalam formula film akan berpengauh terhadap sifat film.

2.4.2 Teknik Pembentukan Film

Plastik dan bahan edible lain di kombinasikan dengan film-forming


biopolimer untuk modifikasi properti fisikal atau fungsional pada film. Film
tersusun secara mekanisme dari biopolimer seperti intermolekular seperti
ikatan kovalen (disufida dan rantai silang) dan elektrostastik hidrofobik atau
ion interaksi. Pembuatan edible film berbasis pati dilakukan dengan
mencampur pati alami maupun pati termodifikasi dengan bahan-bahan
tambahan seperti plasticizer, minyak (lipida), dan bahan lainnya, termasuk
bahan aktif/antimikroba (Fathony dkk., 2011).
16

Produser fabrikasi mengindikasikan susunan film secara mekanisme


dibentuk dalam fabrikasi pada proses pengemasan makanan, yaitu pH
modifikasi, penambahan garam, pemanasan modifikasi enzimatik,
pengeringan menggunakan pelarut makanan bertingkat, dan penambahan
bahan kimia lainnya (Fathony dkk., 2011). Teknik pembentukan film dari
hidrokoloid, yaitu (Wahyudi, 2009):
1. Coacervation
Penggumpalan yang melibatkan pemisahan material pelapis pelapis
biopolimer dari larutan dengan pemanasan, pengubahan pH,
penambahan pelarut atau pengubahan polimer.

2. Penghilangan pelarut
Penghilangan ini dilakukan dengan pengeringan. komponen
penyusun pati yang paling berperan adalah amilosa, karena amilosa
dapat dengan mudah membentuk gel, sedangkan amilopektin
mempunyai percabangan sehingga sulit terbentuk.

2.4.3 Sifat Fisik Edible Film

1. Ketebalan film
Ketebalan sangat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik edible
film, seperti tensile strength, elongation, dan water vapor
transmission rate (WVTR). Faktor yang dapat mempengaruhi
ketebalan edible film adalah konsentrasi padatan terlarut pada
larutan pembentuk film dan ukuran pelat pencetak (Anugrah, 2014).
Semakin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film
akan meningkat. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film maka
kemampuan penahanannya semakin besar, sehingga umur simpan
produk akan semakin panjang. Edible film dengan gliserol sebagai
plasticizer mempunyai ketebalan paling tipis jika dibandingkan
dengan yang lain, berat molekulnya paling kecil, mempunyai
17

konsentrasi padatan terlarut paling rendah. Edible film yang terlalu


tebal dapat memberikan efek yang merugikan (Krisna, 2011).
2. Tensile strength (MPa) / kekuatan renggang putus (%)
Tensile Strength adalah ukuran untuk kekuatan film secara spesifik,
merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap
bertahan sebelum putus/sobek (Epriyanti, 2015). Pengukuran ini
untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai
tarikan maksimum pada setiap luas area film. Sifat tensile strength
tergantung pada konsentrasi dan jenis bahan penyusun edible film
terutama sifat kohesi struktural. Kohesi struktural adalah
kemampuan polimer untuk menentukan kuat atau tidak ikatan antar
rantai molekul antar rantai polimer (Krisna, 2011).
3. Elongasi
Film dengan bahan dasar pati bersifat rapuh, sehingga makin tinggi
konsentrasi pati akan menurunkan fleksibilitas film yang dihasilkan
(Ramadhan, 2016). Meningkatnya kadar air akan menurunkan
tensile strength film yang tidak menggunakan wax, tetapi dengan
adanya wax akan meningkatkan tensile strength dan menurunkan
elongation. Peningkatan konsentrasi gliserol dan sorbitol tidak
memberi pengaruh secara signifikan terhadap tensile strength film,
tetapi meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film (Krisna,
2011). Penambahan plasticizer seperti gliserol akan meningkatkan
permeabilitas film terhadap uap air karena gliserol bersifat
hidrofilik (Coniwanti, 2014).
4. Daya larut (%)
Daya larut merupakan salah satu sifat fisik edible film yang
menunjukkan persentase berat kering terlarut setelah dicelupkan
dalam air selama 24 jam. Daya larut film sangat ditentukan oleh
sumber bahan dasar pembuatan film (Aprilia, 2014). Edible film
berbahan dasar pati tingkat kelarutannya dipengaruhi oleh ikatan
gugus hidroksi pati. Makin lemah ikatan gugus hidroksil pati,
18

makin tinggi kelarutan film. Edible film dengan daya larut yang
tinggi menunjukkan film tersebut mudah dikonsumsi. (Krisna,
2011).

2.5 Gliserol Sebagai Plasticizer


Salah satu kelemahan edible film adalah bersifat rapuh. Plasticizer
merupakan bahan yang sering ditambahkan dalam pembentukan edible film, akan
memperbaiki karakteristik edible film menjadi elastis, fleksibel dan tidak mudah
rapuh (Ningsih, 2015).

Ada beberapa jenis plasticizer yang sering digunakan dalam pembuatan


edible film yaitu: a) mono, di-, dan oligosakarida; b) poliol (seperti gliserol dan
turunannya, polyetilen glikol, sorbitol); dan c) lipid dan turunannya (asam lemak,
monogliserida dan esternya, asetogliserida, pospholipida dan emulsifier lain).
(Krisna, 2011)

Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang sering digunakan dalam


pembuatan edible film. Gliserol memiliki berat molekul rendah dan bersifat
hidrofilik. Gliserol adalah plasticizer terbaik untuk polimer yang dapat larut
dalam air di antara beberapa penelitian yang telah dilakukan, didasarkan gliserol
banyak digunakan sebagai plasticizer (Ningsih, 2015). Gliserol adalah plasticizer
dengan titik didih yang tinggi, larut dalam air, polar, nonvolatil dan dapat
bercampur dengan protein. Gliserol lebih cocok digunakan sebagai plasticizer
karena berbentuk cair. Bentuk cair gliserol lebih menguntungkan karena mudah
tercampur dalam larutan film dan terlarut dalam air. Sorbitol sulit bercampur dan
mudah mengkristal pada suhu ruang, hal tersebut tidak disukai konsumen
(Awwaly dkk., 2010).

Molekul plastizicer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan


interaksi intermolekuler dan meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya
mengakibatkan peningkatan elongation dan penurunan tensile strength seiring
19

dengan peningkatan konsentrasi gliserol (Fatma, 2015). Penurunan interaksi


intermolekuler dan peningkatan mobilitas molekul akan memfasilitasi migrasi
molekul uap air (Huri dan Fithri., 2014).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan oleh Wahyono di Laboratorium Rekayasa Pangan dan


Gizi, Jurusan Teknik Pengolahan Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Kec.
Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian berlangsung
pada tahun 2009.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

(1) Alat:
(1) Alat yang digunakan untuk ekstraksi pektin kulit durian ialah:
blender, baskom, gelas beker, water bath, corong dan oven.
(2) Alat yang digunakan untuk ekstraksi pati biji durian ialah:
blender, pisau, gelas ukur 2500 ml, corong daan oven.
(3) Alat yang digunakan untuk membuat edible film ialah:
gelas ukur, plat plastik, kompor listrik, pengaduk, dan oven.
(4) Alat yang digunakan untuk karakterisasi edible film adalah:
mikrometer Mitutoyo ketelitian 0,001), Lloyd's Universal Testing
Instrument 50 Hz model 1000 s, Stoples plastik dan cawan.
(5) Alat yang digunakan untuk analisa permeabilitas uap air film dan nilai
susut berat ialah:
cawan, stoples, dan timbangan analitik.

Bahan utama dalam penelitian ini ialah kulit durian dan biji durian.
Bagian - bagian ini didapatkan dari buah yang telah matang. Bahan yang
digunakan untuk ekstraksi pektin antara lain:

20
21

aquades, HCL 1N, alkohol 95% dan kain saring.


1. Bahan yang digunakan untuk ekstraksi pati antara lain:
alkohol 95%, aquades, dan kertas saring
2. Bahan yang digunakan untuk pembuatan edible film antara lain:
aquades, pati biji durian, pektin kulit durian dan gliserol.
3. Bahan yang digunakan untuk karakterisasi edible film adalah:
aquades, larutan garam 40%, stroberi dan silica gel, NaCl. stroberi,
solatif.

3.3 Hipotesis Penelitian

Hingga saat ini, belum ditemukan edible film yang sempurna untuk
pengemasan buah stroberi. Hal tersebut sangat disayangkan karena buah
stroberi termasuk buah yang cukup diminati di Indonesia, tetapi kendala
pendistribusian akibat masa simpan stroberi yang tidak lama membuat
stroberi cukup sulit untuk di ekspor ke luar daerah.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :


1. Diduga bahwa edible film dari biji dan kulit durian dapat
menambah masa simpan dan menjaga kualitas buah stroberi dan
memiliki standar sifat fisik dan sifak mekanik edible film.
2. Diduga bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk edible film dapat
terdegradasi oleh mikroba pengurai dalam keadaan normal.
3. Diduga bahwa edible film biji dan kulit durian dapat menahan berat
susut stroberi dan besar transmisi uap air setelah diaplikasikan.

3.4 Variabel Penelitian

1. Variabel terikat:
- sifat fisik (kelarutan dan ketebalan film)
- mekanik (elongasi dan kuat regang putus)
22

- besar kecilnya permeabilitas uap air


- kemampuan lama edible film dalam menahan proses penguraian oleh
mikroba pengurai
2. Variabel tetap:
- biji durian (pembuatan pati)
- kulit durian (pembuatan pektin)
3. Variabel bebas :
- konsentrasi pektin 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Persiapan Penelitian

Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan selama pelaksanaan


penelitian.

3.5.2 Ekstraksi Pektin Kulit Durian

1. Mengekstraski pektin biji durian yang dilakukan berdasarkan metode


Walter. Bagian kulit durian yang dipakai ialah bagian daging kulit
buah.
2. Sampel dicuci, kemudian diiris kecil, untuk mempercepat proses
pengeringan. Pengeringan dilakukan dalam cabiner dryer selama 3
jam pada suhu 60°C
3. Setelah kering, daging kulit durian selanjutnya digiling dan diayak 50
mesh, sehinga diperoleh bubuk daging kulit durian halus.
4. Mengekstrak pektin, diambil 20 gram bubuk tersebut, dan ditambah
dengan 30 ml aquades yang telah ditambah Natrium Metabisulfit 800
ppm.
23

5. Selanjutnya larutan hingga diperoleh pH larutan 1,5


6. Melakukan pemanasan dalam waterbath pada suhu 30°C selama 1,5
jam.
7. Larutan selanjutnya disaring, hingga diperoleh bagian ampas dan
fitrat. Bagian filtrat selanjutnya dipisahkan dan direndam dengan
alkohol 96% dengan perbandingan 1:2 (v:) dan didiamkan 10-14 jam.
8. Setelah itu, pektin yang terbentuk dipisahkan, dan dilakukan
pencucian dengan alkohol dengan perbandingan 1:1,5.
9. Selanjutnya pektin dioven selama 8 jam pada suhu 60C, hingga
diperoleh pektin kering.
10. Untuk memperoleh bubuk pektin, pektin yang telah kering diblender
dan diayak dengan ukuran 80 mesh.

3.5.3 Ekstraksi Pati Biji Durian

1. Ekstraksi pati biji durian yang dilakukan berdsarkan metode yang


digunakan oleh Winarti (2006) dengan modifikasi berupa perendaman
dengan natrium metabisulfit (Na2S2O5) 1500 ppm selama 10 menit
sebelum tahap pemblenderan.
2. Dalam mengekstrak pati hal yang dilakukan pertama kali adalah
bahan (biji durian) disortasi, dikupas dan dicuci.
3. Selanjutnya bahan diblender hingga menjadi adonan bubur.
Sebelumnya biji durian direndam terlebih dahulu dalam natrium
metabisulfit (Na2S2O5) 1500 ppm selama 10 menit.
4. Adonan disaring dengna kertas saring dan dilakukan beberapa (3 kali),
residu kemudian disaring.
5. Larutan yang keruh ditampung dalam gelas ukur 1000 ml.
Dtambahkan aquades, kocok kemudian biarkan partikel yang tidak
larut mengendap dan larutan yang jenuh didekantasi.
6. Larutan yang keruh dan endapannya ditambahkan alkohol 95%, dan
disaring dengan penyaring Buchner.
24

7. Pati yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C

3.5.4 Pembuatan Edible Film dari Pektin dan Pati Durian

1. Menyiapkan dua jenis larutan, yaitu pektin dan gliserol dan pati.
Larutan pertama yang perlu disiapkan adalah larutan pektin dan
gliserol.
2. Pektin (0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%) b/b pati selanjutnya dilarutkan
dengan aquades sebesar 150 ml, kemudian dipanaskan dan
ditambahkan gliserol (0,5%) (b/v larutan total)
3. Larutan kedua yang harus disiapkan adalah larutan pati durian.
4. Konsentrasi pati 5,1g ditambahkan ke dalam 50 ml akuades.
Campuran aqudaes dan pati biji durian tersebut kemudian dipanaskan
dalam hot plate dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer.
Kemudian pemanasan dan pengadukan tersebut dilakukan sampai
semua larut.
5. Larutan pati biji durian yang dibuat kemudian dicampur dengan
larutan pektin-gliserol serta diaduk.
6. Larutan yang merupakan campuran kedua jenis larutan tersebut
kemudian dipanaskan selama 15 menit diikuti dengan pengadukan
dengan magnetic stirrer.
7. Kemudian larutan tersebut dituangkan ke dalam plat plastik (ukuran
10x8 cm2)
8. Selanjutnya, pengeringan larutan film dalam plat tersebut dilakukan
dengna overn pada suhu 60°C selama 8 jam untuk mendapatkan edible
film pektin-pati.

3.5.5 Pengujian Karakteristik Edible Film

1. Penentuan Ketebalan Film


Ketebalan diukur dengan menggunakan mikro meter, untuk setiap
sampelnya.
25

2. Penentuan Pemanjangan Film


Pertambahan panjang diukur dengan menggunakan Universal Lloyd
Instrument.
3. Penentuan Kekuatan Renggang Putus Film
(1) kekuatan renggang putus film diukur dengan menggunakan
Universal Lloyd instrument
(2) bahan yang diuji dipotong dengan bentuk tertentu (sesuai
spesifikasi alat) dan ukuran tertentu kemudian dipasang pada alat.
(3) tombol start ditekan 2 kali. Tekanan II akan mengaktifkan alat dan
tekanan II akan mengoperasikan alat (berlangsungnya pengujian).
Pada alat akan terbaca gaya yang diberikan sampai film terputus
(sobek) serta penambahan panjang.
(4) kekuatan renggang putus dihitung dengan membagi gaya maksimal
yang diberikan pada film sampai sobek (Newton) dibagi dengan
luas penampang film (m2)
4. Penentuan Kelarutan Film Dalam Air (Gontard, 1993)
Persen kelarutan Edible film adalah persen berat kering film yang
terlarut setelah dicelupkan di dalam air selama 24 jam. Berat film
kering mula-mula ditentukan setelah pengeringan pada suhu 100 C
selama 24 jam. Film digunting (diameter 2 cm), sebanyak 2 buah,
ditimbang, kemudian dicelup dalam 50 ml akuades. Edible film yang
telah dicelupkan kemudian disimpan selama 24 jam pada suhu 20 C
selanjutnya, film diambil dikeringkan pada suhu 100 C selama 24 jam.
Untuk menentukan kelarutan film dengan mengurangi berat film awal
dengan berat film yang tidak larut dan dinyatakan sebagai berat kering.
5. Penentuan Besar Uap Air Film (Gontard, 1993)
(1) Permeabilitas uap air ditentukan dengan metode gravimetri yang
dimodifikasi pada suhu 30 C.
(2) Awalnya, cawan yang didalamnya berisi 10 g silika gel ditambahkan
larutan NaCl jenus 40% (b/v)
26

(3) Edible film seberat 0,9 gram yang akan diuji kemudian dimasukkan
ke dalam cawan tersebut.
(4) Uap air yang terdifusi melalui film akan diserap oleh silika gel dna
akan menambah berat silika gel tersebut.
(5) Besarnya permeabilitas uap air ditentukan dengan cara mengurangi
berat awal silika gel dengna berat silika gel setelah direndam dalam
cawan yang berisi alkohol dan edible film.
(6) Kondisi transmisi uap air setimbang tercapai dalam waktu 7-8 jam
penimbangan dilakukan pada jam ke-8.
(7) Pengujian Penghambatan Nilai Susut Berat Buah Stroberi
Pengujian ini ditentukan dengan cara wrapping dalam
pengemasan buah stroberi. Dalam pengujian ini, edible film yang diuji
adalah edible film kombinasi pati -pektin durian. Buah stroberi mula-
mula dibungkus dengan edible film, lalu ditimbang beratnya. Selanjutnya
buah stroberi disimpan dalam tempat terbuka dan diamati selama 5 hari.
Pada hari ke-5 dilakukan penimbangan dimana hasil akhir berat buah
tersebut dikurangi berat awal ketika stroberi dibungkus. Selisih antara
berat awal dan akhir merupakan besarnya susut buah stroberi.
(8) Pengujian lamanya edible film yang terbentuk dair kombinasi pati-
pektin durian terhadap mikroba pengurain.
Pengujian ini dengan cara meletakkan ke-4 perlakuan pada
lingkungan bebas dengan pengamatan secara langsung. Waktu yang
diperlukan untuk pengamatan yaitu sampai edible film tersebut di
uraikan oleh mikroba. Para meter yangd igunakan yaitu seberapa
banyak edible film dapat terdegradasi oleh mikroba. Semakin bertahan
lama edible film tersbeut dari penguraian mikoba, maka kualitas edible
film tersebut menunjukkan kualitas yang baik.
27

3.5.6 Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif


dengan rancangan Acak Lengkap, dengna pola faktorial sebagai berikut:
a. Faktor 1: Pati dari biji durian, dengan taraf perlakuan yaitu:
E1: Pektin 0,2% (b/b) pati
E2: Pektin 0,4% (b/b) pati
E3: Pektin 0,6% (b/b) pati
E4: Pektin 0,8% (b/b) pati

b. Faktor 2: Pektin dari kulit durian dengna satu taraf perlakuan


S0: Pati 5,1g
S
E1 E2 E3 E4
E
S0 S0E1 S0E2 S0E3 S0E4
Keterangan:
S0E1 : Perlakuan dengan konsentrasi pektin 0,2% (b/b) pati dan pati 5,1g
S0E2 : Perlakuan dengan konsentrasi pektin 0,4% (b/b) pati dan pati 5,1g
S0E3 : Perlakuan dengan konsentrasi pektin 0,6% (b/b) pati dan pati 5,1g
S0E4 : Perlakuan dengan konsentrasi pektin 0,8% (b/b) pati dan pati 5,1g

3.5.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan


metode kepustakaan, metode dokumentasi, dan pengamatan.

3.5.8 Teknik Analisis Data

Pada tahap ini, edible film pektin-pati biji durian dianalisa


karakteristiknya. Analisa karakteristik tersebut meliputi pengujian: putus
film, kelarutan film, permeabilitas uap air (WVP) dan berat susut, serta
28

lama edible film dapat terurai oleh mikroba pengurai dengan menyajikan
data-data dalam bentuk grafik.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat Fisik Dan Sifat Mekanik Edible Film Berbahan Dasar Kulit Dan
Biji Durian (Durio zibethinus)

4.1.1 Kelarutan Edible Film

Kelarutan tertinggi dari keempat edible film yang dihasilkan


adalah pada edible film dengan penambahan pektin sebesar 0,8%, dan
kelarutan terendah adalah pada penambahan pektin 0,6%. Kelarutan
edible film dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 Grafik Kelarutan Edible Film Banding


Konsentrasi Pektin (Wahyono, 2009)

Berdasarkan Gambar 4.1 diatas terlihat bahwa pada konsentrasi


pektin 0,2% menghasilkan kelarutan sebesar 45,56%. Hasil ini tidak
jauh berbeda dengan konsentrasi pektin 0,4% dan 0,6% yang masing
masing adalah 46,76 dan 45,15%. Penambahan pektin antara

28
29

konsentrasi 0,2% sampai 0,6% tidak terlalu menunjukkan bahwa


besarnya penambahan kadar pektin akan mempengaruhi besar-kecinya
nilai kelarutannya. Sementara itu penambahan pektin pada konsentrasi
0,8% menghasilkan persen (%) kelarutan yang tinggi, hal ini
dikarenakan komposisi antara pati dan pektin pada konsentrasi tersebut
sudah cukup baik terhadap sifat edible film.

4.1.2 Ketebalan Edible Film

Ketebalan edible film yang dihasilkan pada tingkat konsentrasi


pektin yang berbeda-beda menghasilkan tingkat ketebalan yang
berbeda-beda pula, walaupun selisih ketebalannya tidak begitu tinggi.
Ketebalan yang terlalu tinggi akan menjadikan edible film yang tersebut
tidak begitu elastis, namun jika terlalu tipis juga tidak memberikan hasil
yang bagus karena edible film tidak akan mampu menahan masuknya
mikroba ataupun menahan susut berat buah.

Ketebalan edible film yang terbesar dihasilkan dari konsentrasi


pektin 0,8% dan ketebalan terendah ditunjukkan pada penambahan
pektin sebesar 0,2%. Ketebalan edible film terlihat pada Grafik 2
berikut ini:

Gambar 4.2 Grafik Ketebalan Edible Film Banding


Konsentrasi Pektin (Wahyono, 2009)
30

Grafik di atas menunjukkan, pada konsentrasi pektin 0,2%;


0,4%; 0,6%; 0,8% berturut-turut menghasilkan tingkat ketebalan film
0,1335 mm; 0,149 mm; 0,141 mm; dan 0,1535 mm. Perbedaan yang
terlihat hanya antara pemberian konsentrasi pektin 0,2% dengan 0,8%,
yang pada prinsipnya semakin besar pektin yang diberikan, akan
menambah tingkat ketebalan dari edible film yang terbentuk.

Sehingga pada dasarnya semakin banyak jaringan tiga dimensi


film yang terbentuk oleh biopolimer, maka film yang dihasilkan akan
semakin tebal. Dengan demikian, ketebalan film dipengaruhi oleh
konsentrasi padatan terlarut serta ukuran plat pencetak.

4.1.3 Elongasi Edible Film

Besarnya pemanjangan (elongasi) yang dihasilkan dari berbagai


konsentrasi terlihat seperti pada Gambar 4.3 berikut:

Gambar 4.3 Grafik Elongasi Edible Film Banding


Konsentrasi Pektin (Wahyono, 2009)

Berdasarkan Gambar 4.3 diatas pemberian pektin mulai dari


konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8% tidak menghasilkan perbedaan
nyata terhadap tingkat pemanjangan edible film yang terbentuk, namun
berbeda nyata dengan tingkat konsentrasi pektin 0,8%. Penambahan
31

konsentrasi pektin 0,8% memberikan elongasi terbaik dibandingkan


ketiga edible film yang lain.

Penambahan pektin sebesar 0,2%; 0,4%; 0,6%; maupun 0,8%,


meningkatkan elongasi edible film sekitar 3-14%. Elongasi edible film
dari pati-pektin durian cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
edible film dari pati saja. Seperi elongasi yang dihasilkan dari pati biji
alpukat hanya sebesar 2,13-3,39%.

Peningkatan pemberian konsentrasi pektin akan menghasilkan


edible film yang terbentuk, karena pektin bersifat sebagai perekat.
Adapun konsentrasi pati yang tinggi cenderung membentuk ikatan
hidrogen antar molekul yang berpengaruh terhadap peningkatan
kekuatan regang putus edible film, namun berpengaruh pada
terbentuknya film yang kurang elastis/rapuh.

4.1.4 Kuat Regang Putus Edible Film

Pektin yang dimana penyusun utamanya adalah asam D-


galakturonat ini memiliki hubungan positif terhadap peningkatan tensile
strength (kuat regang putus) edible film yang dihasilkan. Tensile
strength edible film yang dihasilkan dari berbagai konsentrasi dapat
dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini:

Gambar 4.4 Grafik Kuat Regang Putus Edible Film Banding


Konsentrasi Pektin (Wahyono, 2009)
32

Pada Gambar 4.4 di atas terlihat bahwa kuat regang putus edible
film dengan grafik yang cenderung naik. Kuat regang putus terkecil
didapat pada konsentrasi pektin 0,2% (0,324 Mpa) dikarenakan pada
konsentrasi tersebut daya lekat yang ditimbulkan dengan adanya pektin
kurang dapat mengikat konsentrasi pati sebesar 5,1 gram. Akibatnya,
kekuatan edible film yang terbentuk juga mudah putus. Adapun kuat
regang putus tertinggi didapat dari konsentrasi pektin 0,8% (0,834
Mpa), berbeda kurang lebih 0,1 Mpa dengan kuat regang putus yang
didapat dari konsentrasi 0,4% dan 0,6% pektin yaitu berturut-turut
sebesar 0,639 Mpa dan 0,712 Mpa.

4.1.5 Besar Transmisi Uap Air Edible Film

Salah diantara faktor utama kerusakan ataupun busuknya buah-


buahan terjadi adalah karena migrasi uap air dari dalam buah-buahan
tersebut keluar lingkungan. Arena, buah yang selesai dipetik dari pohon
akan terus melakukan metabolisme dalam sel, akibatnya tidak ada
pasokan air ataupun unsur hara lainnya yang mengganti dalam proses
metabolisme tersebut mengakibatkan migrai air dari buah-buahan tidak
seimbang dengan pasokan air dan unsur hara lain yang masuk. Berikut
terlihat besarnya transmisi uap air edible film yang terbentuk:

Gambar 4.5 Grafik Besarnya Transmisi Uap Air Edible Film


33

Banding Konsentrasi Pektin (Wahyono, 2009)

Dari hasil pengujian besar transmisi uap air, dapat diketahui


bahwa besar uap yang terendah terdapat pada konsentrasi pektin 0,4%
sebesar 1,2% da 0,8% pektin sebesar 1,7%. Adapun transmisi uap air
tertinggi didapatkan pada konsentrasi pektin 0,6% sebesar 4,7% dan
0,2% pektin sebesar 3,5%.

Umumnya kehilangan air pada produk buah-buahan dan sayur-


sayuran merupakan penyebab utama kerusakan selama penyimpanan.
Kehilangan air tersebut dapat menyebabkan buah-buahan dan sayur-
sayuran mengalami susut berat dan nampak layu atau berkerut sehingga
kurang diminati oleh konsumen.

Besarnya transmisi uap air ini akan berpengaruh terhadap susut


berat buah yang akan dikemas. Dari data di atas menunjukkan pula
bahwa besarnya konsentrasi pektin, belum tentu akan menurunkan
tingkat transmisi uap air. Besarnya transmisi uap air megakibatkan
migrasi air dari dalam buah-buahan keluar menjadi besar. Dengan
demikian susut berat akan menjadi lebih besar, akibatnya buah akan
dengan cepat mengalami kerusakan/pembusukan. Untuk itu, konsentrasi
yang digunakan untuk pengemasan buah adalah pada konsentrasi pektin
0.4% dan 0,8%.

4.2. Kemampuan Edible Film Dalam Menahan Berat Susut Stroberi Dan
Besar Transmisi Uap Air Setelah Diaplikasikan

Edible film yang dihasilkan dari 4 konsentrasi pektin yang berbeda-


beda kemudian diaplikasikan untuk pengemasan buah stroberi untuk melihat
seberapa berpengaruhnya konsentrasi pektin terhadap susut berat buah. Hasil
yang didapat secara akumulatif didapatkan seperti Gambar 4.6 dibawah ini:
34

Gambar 4.6 Grafik Susut Berat Buah Banding Konsentrasi


Pektin (Wahyono, 2009)

Gambar 4.6 ini menunjukkan bahwa edible film pati-pektin durian


mampu menurunkan susut berat buah stroberi selama penyimpanan selama 5
hari. Kontrol yang dipakai adalah stroberi yang tidak dikemas edible film,
stroberi dibiarkan dalam keadaan bebas tanpa perlakuan sedikitpun.

Dari Gambar 4.6 diatas menunjukkan bahwa pengemasan yang


dilakukan terhadap buah stroberi memberikan dampak positif terhadap
menghambat susut berat buah. Sebaliknya, stroberi yang dijadikan kontrol
menunjukkan nilai susut buah yang tinggi yang berarti tingginya nilai susut
buah tersebut berdampak terhadap cepatnya pembusukan/kerusakan fisiologis
dari buah tersebut.

Dari berat buah stroberi yang rata-ratanya 30 gram terlihat bahwa


pada konsentrasi pektin 0,4% dan 0,8% menunjukkan dapat menahan berat
susut buah stroberi berturut-turut 27,61 gram dan 27,25 gram. Sebaliknya,
pada stroberi yang dijadikan kontrol mengalami susut buah yang begitu besar,
yaitu dari berat stroberi yang rata-rata 30 gram menjadi 25,24 gram. Begitu
juga pada konsentrasi pektin 0,2% dan 0,6% menunujukkan bahwa
pengemasan dengan edible film pati-pektin durian akan menahan susut berat
buah. Secara keseluruhan, stroberi yang dikemas memiliki daya tahan sekitar
15 hari, dan pada kontrol hanya bertahan hingga 3-4 hari. Kurang lebih
menaikkan daya tahan stroberi 5 kali lipat.
35

4.3. Lama Waktu Edible Film Dapat Terdegradasi Oleh Mikroba Pengurai
Dalam Keadaan Normal

Edible film yang terbuat dari bahan nonorganik tidak akan mengalami
degradasi oleh mikroba, walaupun jika bisa terurai akan cukup membutuhkan
waktu yang relatif lama. Hal ini berbeda dengan edible film dari bahan dasar
organik seperti pati yang akan mengalami penguraian oleh mikroba pengurai
dan waktu yang dibutuhkan untuk penguraian tentu tidak selama bahan
nonorganik lainnya (Ummah, 2013). Edible film yan digunakan dengan luas
sekitar 2 cm2 ini dapat diuraikan oleh mikroba pengurai dalam waktu 35 hari.
Pada 10 hari pertama pada keempat edible film tidak terjadi perubahan yang
berarti, namun pada hari ke-11 sampai dengan hari ke-20 terdapat perubahan
namun tidak begitu berarti. Yang terjadi hanya adanya warna yang semakin
kusam. Setelah hari ke-20 sampai dengan 30 terjadi perubahan dimana sudah
terdapat lubang-lubang pada permukaan edible film, dan pada hari ke-31
sampai dengan ke-35 edible film berangsur-angsur mulai diuraikan mikroba
sampai hampir habis. Dapat disimpulkan bahwa edible film pati-pektin durian
ini dapat bertahan sampai kurang lebih 35 hari atau lebih dari 1 bulan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakuan, maka dapat disimpulkan:


1. Karakteristik sifat fisik dan kimia pati-pektin durian pada konsentrasi 0,8
memiliki rata-rata kelarutan, ketebalan, pemanjangan, dan kuat regang putus
terbaik.
2. Susut buah tertinggi dihasilkan pada buah tanpa perlakuan apapun (kontrol)
dan pada konsentrasi 0,2% dan 0,6%. Sedangkan susut buah terendah
dihasilkan pada konsentrasi 0,4% dan 0,8%. Adapun besar transmisi uap air
tertinggi dihasilkan dari konsentrasi pektin 0,2% dan 0,6%, sedangkan yang
terendah pada konsentrasi 0,4% dan 0,8%.
3. Edible film dari pati-pektin durian ini dapat terdegradasi oleh mikroba
selama kurang lebih 35 hari.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai edible film pati-pektin kulit


dan biji durian yang diaplikasikan pada buah stroberi. Penelitian ini masih dalam
skala yang kecil, maka perlu dikembangkan lebih lanjut untuk dikembangkan
menjadi skala besar. Sehingga dalam pembuatan edible film berbahan dasar biji
dan kulit durian ini lebih efektif. Serta dukungan pemerintah dalam
mengembangkan edible film berbahan dasar pati-pektin dari kulit dan biji durian.

36
DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, L., 2012, Pengaruh Variasi Lama Pengukusan dan Lama Penggorengan
terhadap Mutu Keripik Biji Durian, Universitas Sumatera Utara, Padang
(Skripsi).
Dwipayana, G. A. J., 2016, Induksi Kalus Stroberi (Fragaria sp) Melalui Aplikasi
Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat Secara In Vitro, Universitas Udayana, Bali
(Tesis).
Mu’min, N., 2012, Uji Daya Hambat Beberapa Ekstrak Nabati pada Pertumbuhan
Linier Mycosphaerella Fragariae Penyebab Bercak Daun pada Tanaman
Stroberi (Fragaria sp), Universitas Hasanuddin, Makassar.
Hanif, Z. dan Hasim A., 2013, Sebaran Stroberi (Fragaria x ananassa) di
Indonesia, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu.
Susianti, A., Ganies R. A., Sutikno S., Rina S. K., 2015, Karakterisasi Morfologi
dan Anatomi Stroberi (Fragaria x ananassa D. cv. Festival) Hasil Induksi
Kolkisin, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jurnal Biogenesis 3(2):66-
75.
Lestari, L., 2016, Pemanfaatan Pati Gembili (Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill)
sebagai Bahan Baku Pembuatan Edible Coating pada Stroberi, Sma Plus
Gembala Baik, Pontianak (Makalah).
Anugrah, Y., 2014, Pembuatan dan Karakterisasi Edible Film dari Variasi Pati
Sukun (Artocarpus altilis) dan Kitosan Menggunakan Plastisizer Gliserol,
Universitas Sumatera Utara, Medan (Skripsi).
Aprilia, R., 2014, Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Plasticizer terhadap Kualitas
Edible Film dari Gel Lidah Buaya-Kitosan, Politeknik Negeri Sriwijaya,
Palembang (Tesis).
Awwaly, K. U. A., Abdul M., dan Esti W., 2010, Pembuatan Edible Film Protein
Whey: Kajian Rasio Protein dan Gliserol terhadap Sifat Fisik dan Kimia,
Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak
5(1):45-56.

37
38

Coniwanti, P., Linda L., Mardiyah R. A., 2014, Pembuatan Film Plastik
Biodegredabel dari Pati Jagung dengan Penambahan Kitosan dan Pemplastis
Gliserol, Universitas Sriwijaya, Palembang. Jurnal Teknik Kimia 20(4): 22-
30.
Darmawan, Erlin W., 2013, Kualitas Selai Lembaran Durian (Durio zibethinus
Murr.) Dengan Kombinasi Daging Buah dan Albedo Durian, Universitas
Atma Jaya Yoygakarta, Yogyakarta (Tesis).
Dirjen Hortikultura, 2015, Produksi Buah-buahan di Indonesia.
Dirjen Hortikultura, 2015, Produksi Durian Menurut Provinsi.
Dirjen Hortikultura, 2015, Statistik Produksi Hortikultura.
Sobir, M. E., 2014, Pedoman Budi Daya Durian dan Rambutan di Kebun Campur.
Bogor, Indonesia: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia
Regional Program.
Djaeni, M., Prasetyaningrum, 2010, Kelayakan Biji Durian sebagai Bahan Pangan
Alternatif: Aspek Nutrisi dan Tekno Ekonomi, Universitas Diponegoro,
Semarang. Riptek, 4(2): 37-45.
Epriyanti, N. M. H., 2015, Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap
Karakteristik Komposit Plastik Biodegradable dari Pati Kulit Singkong dan
Kitosan, Universitas Udayana, Bali (Tesis).
Fathony, A., Ananta W. P., Dinaino N., Fahrizal S., Hosnatus H., Intan R. F.,
Nandar H.R., 2011, Edible Coating dan Edible Film, Universitas Brawijaya,
Malang (Makalah).
Fatma, Ratmawati M., dan Muhammad T., 2015, Pengaruh Variasi Persentase
Gliserol sebagai Plasticizer terhadap Sifat Mekanik Edible Film dari
Kombinasi Whey Dangke dan Agar, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan 4(2): 214-219.
Ferawati, 2015, Biosorpsi Ion Pb(II) Cd(II) dan Cu(II) dalam Larutan
Menggunakan Biji Durian (Durio zibethinus Murr), Universitas Andalas,
Padang (Tesis).
39

Fitria, V., 2013, Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi dari Limbah Kulit Pisang
Kepok (Musa balbisiana ABB), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta
(Skripsi).
Handayani, P. A. dan Hesmita W., 2015, Pembuatan Film Plastik Biodegradable
Dari Limbah Biji Durian (Durio Zibethinus Murr.), Universitas Negeri
Semarang, Semarang. Jurnal Bahan Alam Terbarukan 4(1): 21-26.
Haryati, Isnaeni A., Juliana M. N., Yanni H., Yuni S., 2014, Laporan Praktikum
Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura, Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Herawan, C. D., 2015, Sintesis dan Karakteristik Edible Film dari Pati Kulit
Pisang dengan Penambahan Lilin Lebah (Beeswax), Universitas Negeri
Semarang, Semarang (Skripsi).
Herawati, H., 2011, Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna sebagai
Pangan Fungsional, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah,
Ungaran. Jurnal Litbang Pertanian, 30(1): 31-39.
Huri, D. dan Fithri C. N., 2014, Pengaruh Konsentrasi Gliserol dan Ekstrak
Ampas Kulit Apel terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Edible Film
Universitas Brawijaya, Malang, Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4):29-
40.
Indra, A., dan Galih A. W., 2010, Modifikasi Pati Tapioka Menggunakan
Komponen Aktif Minyak Jahe, Universitas Diponegoro, Semarang (Tesis).
Jepro, J., 2011, Hidrolisis Enzimatis Tepung Tapioka menjadi Maltodekstrin
dengan Sistem Pemanas Microwave, Universitas Diponegoro, Semarang
(Tesis).
Kader, A. A., 2011, Postharvest Technology of Horticultural Crops, University of
California, Agriculture and Natural Resources, Publication 3529.
Krisna, D. D. A., 2011, Pengaruh Regelatinasi dan Modifikasi Hidrotermal
Terhadap Sifat Fisik pada Pembuatan Edible Film dari Pati Kacang Merah
(Vigna angularis sp.), Universitas Diponegoro, Semarang (Tesis).
Kusumawati, D. H., Widya D. R. P., 2013, Karakteristik Fisik dan Kimia Edible
Film Pati Jagung yang Diinkorporasi dengan Perasan Temu Hitam,
40

Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Pangan dan Agroindustri 1(1):90-


100.
Lumbantoruan, D. I. P., 2013, Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengendap dan Lama
Pengendapan terhadap Mutu Pektin Hasil Ekstraksi dari Kulit Durian
Universitas Sumatera Utara, Medan (Skripsi).
Maulidiyah, Halimatussadiyah, Fitri S., Muhammad N., Ansharullah, 2014,
Isolasi Pektin dari Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) dan Uji Daya
Serapnya terhadap Logam Tembaga (Cu) dan Logam Seng (Zn) Jurnal
Agroteknos 4(2): 113-119.
Muliani, F., 2014, Karakterisasi Morfologi Daun Kultivar Durian Lokal (Durio
zibethinus Murr.) di Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan
Singingi, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau, Riau (Skripsi).
Ningsih, S. H., 2015, Pengaruh Plasticizer Gliserol terhadap Karakteristik Edible
Film Campuran Whey dan Agar Universitas Hasanuddin, Makassar
(Skripsi).
Novitarini, R., Wahyunanto A. N., Rini Y., 2015, Kajian pH dan Rasio Bahan
Baku dengan Cairan Pengekstrak pada Proses Ekstraksi Pektin dari Buah
Pepaya (Carica papaya L.), Universitas Brawijaya, Malang, Jurnal
Bioproses Komoditas Tropis 3(1): 26-31.
Pimpa, W., Chakkrit P., 2015, Preparation and Characterization of a Novel Durian
Seed Starch-Cellulose Nanoparticle Composite Films, Naresuan University,
Phitsanulok 65000, Thailand.
Priyambodo, B., Dayu P. H. P., Deppi P. L., Muhammad L., 2014, Pemanfaatan
Sampah Kulit Durian menjadi Biogas, Universitas Muhammadiyah Jakarta,
Jakarta.
Puspitasari, L. N. dan Nathania P., 2017, Prarencana Pabrik Pektin dari Kulit
Jeruk Bali Kapasitas 264 Ton Pektin/tahun, Widya Mandala Catholic
University Surabaya. Surabaya (Tesis).
Putri, Angelia I., 2011, Produksi Bioetanol oleh Saccharomyces cerevisiae dari
Biji Durian (Durio zibethinus Murr.) dengan Variasi Jenis Jamur dan Kadar
Pati. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta (Tesis).
41

Putri, F., 2015, Pengaruh Massa Tepung Maizena dan Plasticizer (Sorbitol)
Terhadap Kualitas Plastik Biodegradable dari Tepung Biji Durian.
Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang (Tesis).
Ramadhan, S., Ela T. S, dan Hervelly, 2016, Kajian Konsentrsi Tepung Ketan
(Oryza sativa Glutinous) dan Gliserol terhadap Karakteristik Edible Film
Tepung Ketan, Universitas Pasundan Bandung, Bandung (Skripsi).
Rofaida, L. L., 2008, Komparasi Uji Karbohidrat pada Produk Olahan Makanan
dari Tepung Terigu dan Tepung Biji Durian (Durio zibethinus Murr.),
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta (Skripsi).
Sejati, D. F., 2015, RPUL: Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap SD Kelas 4,
5, & 6, PT KAWAHmedia, Jakarta Selatan.
Sidauruk, R., 2015, Pengaruh Perbandingan Sari Buah Mengkudu Dengan Sari
Buah Durian dan Jumlah Gum Arab Terhadap Mutu Permen Jelly
Mengkudu, Universitas Sumatera Utara, Medan (Skripsi).
Siregar, L. A., 2014, Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Mutu Pektin dari Kulit
Durian (Durio zibethinus), Universitas Sumatera Utara, Medan (Skripsi).
Syah, M. N., 2010, Daya Serap Pektin dari Kulit Buah Durian (Durio zibethinus)
terhadap Logam Tembaga dan Seng, Universitas Sumatera Utara, Medan
(Skripsi).
Taylor & Francis, 2014, Chemistry and Uses of Pectin — A Review. London:
Informa Ltd.
Ummah, N. A., 2013, Uji Ketahanan Biodegradable Plastic Berbasis Tepung Biji
Durian (Durio Zibethinus Murr) terhadap Air dan Pengukuran Densitasnya,
Universitas Negeri Semarang, Semarang (Skripsi).
Wahyono, 2009, Karakteristik Edible Fiim Berbahan Dasar Kulit dan Pati Biji
Durian (Durio sp.) untuk Pengemasan Buah Strawberry, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta (Skripsi).
Wahyu, M. K., 2009, Pemanfaatan Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible
Film, Universitas Padjadjaran, Bandung.
42

Wahyudi, 2009, Karakterisasi Pati Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Varietas
Mentega untuk Pembuatan Edible Film dengan Penambahan Sodium
Tripolyphosphate (STPP), Universitas Sebelas Maret, Surakarta (Skripsi).
Widodo, S. E., 2005, Bahan Penyerap KMnO4 dan Asam L·Askorbat dalam
Pengemasan Aktif (Active Packaging) untuk Memperpanjang Masa Simpan
dan Mempertahankan Mutu Buah Duku (Lansium domesticum Corr.),
Universitas Lampung, Bandar Lampung. Jurnal Teknol. dan Industri
Pangan, 16(2): 113-118.
Yuliawati, N. W. P., I W. W., Hestin Y., 2016, Identifikasi dan Karakterisasi
Sumber Daya Genetik Tanaman Buah-buahan Lokal di Kabupaten Gianyar,
Universitas Udayana, Bali. Jurnal Agroekoteknologi Tropika 5(3): 297-309.
Yuniarta, R., 2015, Uji Aktivitas Antidiare Pektin Wortel (Daucus carota L.) pada
Mencit Jantan yang Diinduksi Oleum Ricini, Universitas Jember, Jember
(Skripsi).
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama lengkap Albertus Heronius, lahir di kota


Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 1 Agustus 1999
merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis lahir
dari pasangan suami istri Bapak Pohui dan Ibu Khouw Mui
Nai. Penulis sekarang bertempat tinggal di Jalan Danau
Sentarum No. 32, Pontianak.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Swasta Gembala Baik lulus


pada tahun 2011, SMP Swasta Gembala Baik lulus pada tahun 2014 dan saat ini
sedang menyelesaikan pendidikan di SMA Swasta Gembala Baik dan lulus pada
tahun 2017.

43

Anda mungkin juga menyukai