DISUSUN OLEH :
KELOMPOK :1
NURJANNAH (1904066)
KELAS :B
FAKULTAS FARMASI
PADANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula saya mengucapkan terima
kasih kepada dosen Mata Kuliah Kimia Bahan Makanan yang telah memberikan tugas ini
kepada saya sebagai upaya untuk menjadikan saya manusia yang berilmu dan berpengetahuan.
Keberhasilan saya dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, saya mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Pisang merupakan tanaman yang tidak bercabang dan digolongkan dalam terna
monokotil. Batangnya yang membentuk pohon merupakan batang semu, yang terdiri dari
pelepah-pelepah daun yang tersusun secara teratur, percabangan tanaman bertipe
simpodial (batang pokok sukar ditentukan) dengan meristem ujung memanjang dan
membentuk bunga lalu buah. Bagian buah bagian bawah batang pisang menggembung
berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk lateral muncul dari kuncup pada bonggol yang
selanjutnyatumbuh menjaditanaman pisang (Kaleka, 2013).
Secaraumum pisang dapat tumbuh di seluruh kawasan Indonesia, tanah yang baik
adalah tanah yang kering tetapi memiliki kapasitas air yang baikratarata pH tanah berkisar
antara 4,5 dan 7,5 (Maharani, 2005). Tanaman pisang komersial merupakan tanaman
monokotil dan dibiakkan dengan cara vegetatif.
Tanaman ini hanya berbuah sekali lalu mati, akan tetapi pada bonggolnya tumbuh
tunas dan kemudian menjadi anakan. Pertumbuhannya sangat mudah, karena pisang dapat
tumbuh bahkan pada tanah yang asam sekalipun. Jenis-jenis pisang yang ada memiliki
perbedaan morfologi, yang memberikan variasi dalam kultivar pisang, diantaranya dari
warn abuah, warna batang, bentuk daun, bentuk buah dan masih banyak lagi karakter yang
membedakan kultivar pisang. Pisang juga dikatakan sebagai tanaman abadi karena
perkembangan pisang yang terus menerus yang tidak ada habisnya. Berawal dari
munculnya tunas dari umbi kepermukaan dan berkembang terus-menerus melanggengkan
kehidupan pisang (UNCST, 2007).
Tanaman pisang termasuk dalam golongan monokotil tahunan, pohon yang tersusun
atas batang semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun yang tersusun
secarara teratur. Pisang dikembangbiakan dengancara vegetatif. Percabangan tanaman
bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga lalu buah.
Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk
lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjad I
tanaman pisang. Buah pisang umumnya tidak berbiji atau bersifat partenokarpi. Variasi
dalam kultivar pisang, diantaranya dari warna buah, warna batang, bentukdaun,
bentukbuah dan masih banyak lagi karakter yang membedakan diantara kultivar pisang
(Candra,2003).
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
1. Uji Biuret
Uji biuret, juga dikenal sebagai uji Piotrowski adalah uji kimia yang digunakan untuk
mendeteksi keberadaan ikatan peptida. Ion tembaga (II) dan ikatan peptida akan
membentuk kompleks berwarna senduduk (ungu pucat) dalam larutan basa. Beberapa varian
uji juga telah dikembangkan dari metode ini, seperti uji BCA dan uji Lowry. Reaksi uji biuret
juga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi protein karena semakin banyak
kandungan protein, maka semakin banyak pula peptida yang berikatan dengan ion Cu2+,
sehingga warna ungu akan semakin pekat.
a. Tahap Destruksi
b. Tahap Destilasi
Prinsip dari destilasi yaitu memanfaatkan perbedaan rumus titik didih dari komponen
campuran untuk dapat terpisah. Dalam destilasi, akan dilakukan proses pemanasan dengan
suhu tertentu dimana penentuan suhu tersebut didasarkan pada titik didih komponen yang akan
dipisahkan. Pada titik didih komponen yang lebih rendah, maka komponen tersebut akan
mengalami penguapan pada suhu didihnya sedangkan komponen lain dengan titik didih yang
lebih tinggi akan menetap atau tidak menguap.
Selanjutnya uap dari salah satu komponen dengan titik didih yang rendah akan naik dan
mengalami kondensasi atau pendinginan secara serentak sehingga zat yang berupa uap tersebut
akan mencair dan kembali dalam bentuk cairan. Hasil dari kondensasi tersebut akan mengalir
dan ditampung pada tempat lain yang disebut dengan destilat, sedangkan sisa dari wadah awal
yang tertinggal disebut residu.
c. Tahap Titrasi
Titrasi adalah sebuah teknik kimia yang digunakan dalam menentukan konsentrasi
larutan dengan jalan mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume
laturan lainnya yang sudah diketahui konsentrasinya.
Larutan yang sudah diketahui konsentrasinya tersebut dinamakan larutan baku. Larutan
yang belum diketahui konsentrasinya ditetesi larutan baku kemudian diberikan beberapa tetes
indikator. Titrasi yang meliputi reaksi asam dan basa dinamakan titrasi asam basa.
3. Analisis Kuantitatif
a. Metode Kjeldahl
Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan
jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Metode tersebut dikembangkan oleh
Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam penentuan protein,
seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi hal
tersebut sulit dilakukan karena kandungan senyawa lain memiliki jumlah yang cenderung
sedikit. Penentuan jumlah N total ini dikatakan sebagai representasi jumlah protein yang akan
dicari. Kadar protein hasil dari analisis kadar protein metode Kjeldahl ini dengan demikian
sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).
Kulit pisang adalah limbah yang mencemari udara karena menimbulkan bau tidak sedap
dan mengurangi keindahan lingkungan. Pada hakikatny alimbah organikseperti kulit pisang
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organic karena menyediakan unsur hara bagitanaman.
Beberapaunsur hara mineral yang dibutuhkan oleh tanmananterkandungdalamkulit pisang
(Tabel 1.1). Tabel 1.1 KandunganKulit Pisang Parameter Hasil analisa Kadar Air (%) 82,12
Kadar C-Organik (%) 7,32 Nitrogen total % 0,21 Nisba C/N (%) 35 P2O5 (%) 0,07 K2O (%)
0,88 (Sriharti dan Takiyah 2008).
a. Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah
air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Kekurangan protein dapat
menyebabkan penyakit Kuashiorkor, penyakit ini menimbulkan gejala yang sangat ekstrim
yang diderita oleh bayi dan anak-anak kecil.
Berdasarkan penelitian bahwa kulit pisang kepok mengandung 9,86% protein, 9,25%
protein pada pisang uli, 8,51% protein pada pisang raja, penelitian lain kadar tepung kulit
pisang kepok mengandung 13,3410% protein. Berdasarkan penelitian Salombre,dkk., (2018)
bahwa tepung kulit pisang kepok mengandung 10,76% protein. Berdasarkan penelitian
Tuankotta,dkk., (2015) sumber protein dalam bahan makanan, misalnya tepung sagu 0,82%,
tepung beras putih 7,593% dan tepung beras ketan hitam 7,649%.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Sampel yang digunakan yaitu kulit pisang kepok yang di ambil di toko keripik Alinda Jl. Pagar
Alam Segalamider, Bandar Lampung.
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu buret 50 ml, labu destilasi dan kondensor, erlenmeyer 250 ml, pipet
ukur (5 ml, 10 ml, dan 15 ml), lampu spritus, labu takar (250 ml dan 500 ml), timbangan, beaker
glass (100 ml, 250 ml, dan 500 ml), statif dan klem.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu tepung kulit pisang, CuSO4 encer, NaOH encer, H2SO4 pekat,
kristal CuSO4, kristal K2SO4, HCl 0,1 N, NaOH0,1 N, NaOH 50%, indikator fenolftalein1%,
dan aquadest.
3.2.3 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu simple random sampling. Adapun sampel
yang diambil yaitu kulit pisang kapok (Musa acuminate balbisiana colla) pada home industri
di Bandar Lampung.
Pisahkan kulit pisang kepok dengan daging buahnya kemudian potong kulit pisang tersebut
kecil-kecil dengan menggunakan pisau, rendam kulit pisang dalam larutan natrium tiosulfat
selama 15 menit sampai kulit pisang terendam sempurna, kemudian ditiriskan dan keringkan
potongan kulit tersebut dengan oven menggunakan suhu 60°C selama ± 12 jam. Setelah kering,
kemudian potongan kulit pisang tersebut dihaluskan dengan alat penggiling atau bisa juga
dengan cara ditumbuk. Hasil kulit pisang yang sudah halus kemudian diayak dengan ayakan
ukuran derajat 100 mesh. Hasil ayakan dimasukan dalam kemasan plastik.
Ditimbang 100 mg kalium biftalat yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada
suhu 120°C selama 2 jam. Dilarutkan dalam 25 ml aquadest bebas CO2. Ditambah 2 tetes
indikator fenolftalein 1%. Kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga
berwarna merah muda.
a. Tahap Destruksi
Timbang ± 2,0 g sampel dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, diberi batu didih. Tambahkan 5
g K2SO4, 200 mg CuSO4 dan 30 ml H2SO4 pekat, diaduk sampai rata. Dipanaskan dengan
api langsung dalam lemari asam, mula-mula dengan api kecil, dan setelah asap hilang api
dibesarkan, pemanasan diakhiri sampai cairan berwarna hijau jernih.
b. Tahap Destilasi
c. Tahap Titrasi
Hasil destilasi ditambah 3 tetes indikator fenolftalein kemudian dititrasi dengan larutan baku
standar natrium hidroksida 0,1 N titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna merah
muda menjadi konstan. Kemudian lakukan penetapan blanko yang perlakuan nya sama dengan
sampel.
BAB IV
4.1 HASIL
1. Hasil uji identifikasi protein secara biuret pada tepung kulit pisang kepok
Tabel 3. Hasil penetapan kadar protein pada tepung kulit pisang kepok
4.2 PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan penetapan kadar protein pada tepung kulit pisang kepok sebaiknya
dilakukan uji kualitatif untuk mengetahui adanya ikatan peptida yang terdapat pada
protein. Pada penelitian ini peneliti melakukan uji identifikasi dengan menggunakan
metode biuret. Untuk hasil yang lebih baik digunakan kontrol positif dan kontrol negatif
sebagai pembanding. Sebagai control positif digunakan putih telur karena putih telur
mengandung protein sebesar 12,8% - 13,4% (Lestari dkk dalam Aprianti, 2018). Setelah
dilakukan uji identifikasi dengan metode biuret ternyata kulit pisang kepok yang sudah
ditambahkan larutan biuret (CuSO4 dan NaOH), maka terbentuk warna ungu begitupun
dengan kontrol positifnya (putih telur).Hal ini menunjukkan bahwa tepung kulit pisang
kepok memiliki kandungan protein.
Penetapan kadar protein total pada tepung kulit pisang kepok menggunakan metode
Kjedahl yang pengujian nya dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan terhadap sampel.
Dilakukan tiga kali pengulangan bertujuan untuk memperoleh ketepatan analisa sehingga
dapat diketahui adanya perbedaan yang sangat kecil antara satu dengan yang lainya dari
hasil yang diperoleh dalam analisis.
Penentuan kadar protein total secara kuantitatif dengan metode kjeldahl, dimana
penetapan kadar protein berdasarkan kandungan nitrogen yang terdapat dalam bahan.
Analisis kadar protein dengan metode kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu tahap destruksi, tahap destilasi, dan tahap titrasi.
Reaksi yang terjadi pada uji biuret:
Hasil penelitian dari kulit pisang yang diambil dari Home industry keripik toko Alinda
yaitu kulit pisang kepok yang kemudian dibuat menjadi tepung. Diperoleh hasil penetapan
kadar protein rata-rata pada tepung kulit pisang kepok yaitu 5,2291%. Hal menunjukkan
bahwa kandungan protein yang terdapat tepung kulit pisang lebih kecil jika dibandingkan
dengan protein bahan makanan lainnya seperti tepung beras putih dan tepung beras ketan
hitam. Meskipun belum setara dengan kandungan protein bahan makanan lain nya tetapi
dapat disimpulkan bahwa tepung kulit pisang memiliki kandungan protein yang cukup dan
dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan untuk melengkapi kebutuhan protein
perhari.
Tapi, jika dibandingkan dengan sumber protein dalam bahan makanan lain misalnya,
tepung terigu mengandung 10,33% protein, tepung sagu mengandung 0,82% protein,
tepung beras putih mengandung 7,593% protein dan tepung ketan hitam mengandung
7,649% protein. Sedangkan, tepung kulit pisang kepok mengandung 5,2291% protein,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung kulit pisang kepok memiliki kandungan protein
yang memadai. Tepung kulit pisang kepok dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti dan
bahan tambahan makanan yang dapat diolah dengan mudah oleh masyarakat. Sedangkan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein yang tercantum dalam tabel angka kecukupan
gizi (AKG) protein dari tepung kulit pisang kepok ini dapat dijadikan salah satu bahan
tambahan pangan untuk mencukupi kebutuhan protein perhari.
BAB V
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil pengujian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Uji identifikasi menggunakan uji Biuret larutan sampel menunjukkan adanya protein
pada sampel tepung kulit pisangkepok. Kadar protein total yang didapatkan pada
penelitian ini sebesar 5,2291 %. Tepung kulit pisang kepok memiliki kandungan protein
yang cukup sehingga dapat dijadikan salah satu bahan tambahan pangan untuk mencukupi
kebutuhan protein perhari.
5.2 SARAN
Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan penelitian tentang kandungan
protein kulit pisang dari jenis pisang lainnya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang komponen gizi lain pada tepung kulit pisang terutama kalsium sebagai zat gizi
dominan dalam kulit pisang. Tepung kulit pisang kepok dapat diolah dengan mudah oleh
masyarakat dan dijadikan sebagai olahan makanan seperti donat, kue, dan mie.
DAFTAR PUSTAKA
Almatseir, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama.
Aprianti, I. 2018. Perbandingan Kadar Protein Susu Cair UHT Full Cream Pada
Penyimpanan Suhu Kamar Dan Suhu Suhu Lemari Pendingin Dengan Variasi Lama
Penyimpanan Dengan Metode Kjedahl, Karya Tulis Ilmiah. Bandar Lampung.
Aryani, T., Mu’awamah, U. A. I., dan Widyantara, B.A. 2018. Karakteristik Fisik, Kandungan
Gizi Tepung Kulit Pisang dan Perbandingannya Terhadap Syarat Mutu Tepung Terigu,
Jurnal Riset Sains dan Teknologi Volume 2 No. 2, Yogyakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Hikmatun, T. 2014. Eksperimen Penggunaan Filler Tepung Kulit Pisang Dalam Pembuatan
Nugget Tempe, Food Science And Culinary Eduation Journal. Universitas Negeri
Semarang.
Salombre, J.V., Najoan, M., Sompie, F.N., dan Imbar, R.T. 2018. Pengaruh Penggunaan Silase
Kulit Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Formatypica) Sebagai Pengganti Sebagian
Jagung Terhadap Karkas Dan Viscera Broiler, Jurnal Zootek Volume 38 No. 1, Manado
Rohman, A. 2013. Analisis Komponen Makanan, Yogyakarta; Graha Ilmu.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta; Liberty.
Susanto, T. 2016. Untung Berlipat dari Berkebun Pisang. Yogyakarta; Air Publishing.
Tuankotta, A., Kurniaty, N., dan Arumsari, A. 2015. Perbandingan Kadar Protein Pada
Tepung Beras Putih (Oryza Sativa L), Tepung Beras Ketan Hitam (Oriyza Sativa L.
Glutinosa), Dan Tepung Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.) Dengan Metode Kjedahl,
prosiding penelitian SPeSIA, Bandung.
Wardhany, K.H. 2014. Khasiat Ajaib Pisang. Yogyakarta; ANDI. 12. Winarno, F.G. 2008.
Kimia Pangan dan Gizi. Bogor; PT Embrio Biotekindo.