Bioteknologi
Oleh:
JURUSAN KIMIA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan kemudahan sehingga tim penulis mampu
menyelesaikan laporan Mini Riset ini sesuai dengan waktu dan tema yang diberikan.
Terimakasih sebesar-besarnya juga kami ucapkan kepada semua pihak yang terlibat
mulai dari pra pelaksanaan Mini Riset, pelaksanaan Mini Riset serta dalam penulisan
laporan ini. Bapak Prof. Dr. Ramlan Silaban, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
Bioteknologi yang telah banyak membantu memberikan rekomendasi, arahan serta
bimbingan juga kepada teman-teman dan semua yang berkontribusi dengan memberikan
ide-ide serta pengetahuan yang luar biasa sehingga Mini Riset ini dapat berjalan sebagai
mana yang diharapkan dan laporan ini bisa disusun dengan sebaik-baiknya.
Harapan kami, semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan bagi siapapun
yang membacanya. Namun terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi terciptanya tulisan-tulisan selanjurnya yang lebih baik lagi.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Dibandingkan dengan kedelai mentah, tempe tidak hanya rasanya yang dapat diterima
tetapi juga lebih mudah dicerna. Apalagi sepotong tempe mengandung berbagai unsur
bermanfaat seperti karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim serta komponen
antibakteri yang bermanfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu, tempe sangat baik diberikan
kepada segala kelompok usia sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.
Dikarenakan banyaknya manfaat yang diperoleh dari tempe itulah maka kami tertarik untuk
membuat mini riset tentang proses pengolahan kacang kedelai menjadi tempe.
TINJAUAN TEORITIS
Kedelai merupakan sumber makanan yang kaya akan gizi. Komposisi gizi kacang
kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit maupun
kotiledonnya. Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48%
sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%. Antosianin kulit kedelai mampu
menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol yang merupakan awal
terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu berkembangnya penyakit
tekanan darah tinngi dan berkembangnya penyakit jantung koroner.
Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana
kedelai tersebut tumbuh dan di budidayakan. Biji kedelai tersusun atas tiga komponen
utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon) dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2.
Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Genus : Glycine
Komposisi kimia biji kedelai kering per 100 gram (Cahyadi, 2007)
Komponen Jumlah
Kalori (Kkal) 331,0
Protein (gram) 34,9
Lemak (gram) 18,1
Kalsium (mg) 227,0
Fosfor (mg) 585,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 110,0
Vitamin B1 (mg) 1,1
Air (gram) 7,5
Karbohidrat (gram) 34,8
Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20% sebagian besar terdiri atas asam lemak
(88,10%). Selain itu, terdapat senyawa fosflipida (9,8%) dan glikolipida (1,6%) yang
merupakan komponen utama membnran sel. Kedelai merupakan sumber asam lemak
essensial linoleat dan oleat (Smith and Circle, 1987). Protein kedelai mengandung 18 asam
amino yaitu 9 jenis asam amino esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial. Asam amino
esensial meliputi sistin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan, dan
valin. Asam amino nonesensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam
aspartat dan asam glutamate.
Selain itu protein kedelai sangat peka terhadap perlakuan fisik dan kimia, misalnya
pemanasan dan perubahan pH dapat menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti
kelarutan, viskositas,dan berat molekul. Perubahan-perunahan pada protein ini memberikan
peranan sangat penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006).
Dengan kandungan gizi yang tinggi, terutama protein menyebabkan kedelai diminati
oleh masyarakat. Protein kedelai mengandung asam amino yang paling lengkap
dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya (Wolf and Cowan, 1971).
Menurut Suprapti (2003) dalam Sukardi (2008) Tempe merupakan salah satu hasil
fermentasi kedelai yang cukup dikenal sebagai makanan yang bermanfaat bagi kesehatan.
Tempe mengandung vitamin B12 yang biasanya terdapat dalam daging dan juga
merupakan sumber protein nabati selain sebagai sumber kalori, vitamin dan mineral.
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain
yang diproses melalui fermentasi dari apa yang secara umu dikenal dengan “ragi tempe”.
Lewat proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa
sederhana sehingga mudah dicerna(PUSIDO Badan Standarisasi Nasional, 2012).
Secara umum, tahu dan tempe dibuat dari bahan baku kedelai. Sekitar 80% kedelai
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe sedangkan sisanya
digunakan oleh berbagai macam industri seperti kecap, susu kedelai, makanan ringan dan
sebagainya. Dalam beberapa tahun terakhir produksi kedelai di Indonesia terus berkurang
dan tidak mampu memenuhi kebutuhan (Haliza, 2007).
2.3 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak zaman kuno.
Fermentasi merupakan suatu cara mengubah substrat menjadi produk tertentu yang
dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Bioteknologi berbasis fermentasi
sebagian besar merupakan proses produksi barang dan jasa dengan menerapkan teknologi
fermentasi atau yang menggunakan mikroorganisme untuk memproduksi makanan dan
minuman seperti keju, yoghurt, minuman beralkohol, cuka, acar, sosis, kecap dan lain-
lain(Nurcahyo, 2011).
Tempe merupakan olahan kedelai dengan fermentasi kapang Rhizopus. Kapang yang
sering digunakan dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus microspores dan Rhizopus
oryzae. Kedua kapang tersebut mempunyai aktifitas enzim β-glukosidase berbeda.
Aktivitas enzim β-glukosidase R. microsporus var. chinensis lebih kuat daripada R. oryzae
(Purwoko et al., 2001 dalam Purwoko, 2004).
Proses pembuatan tempe dapat dibilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga
diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan maksimal 72
jam. Lamanya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi. Fermentasi akan
berlangsung baik dan cepat apabila dibantu kondisi suhu yang optimal, jumlah ragi yang
tepat dan pH yang asam (±4-5) (Widayati, 2002 dalam Lumowa, 2014).
METODE PENELITIAN
Tempat : Pabrik Tempe Pak Sofyan Jl. Krakatau, Tj. Mulia Hilir, Medan Deli, kota
Medan
3.2.2 Bahan
- 50 kg kacang kedelai
- 500 gr ragi
- Air (secukupnya)
3.3 Prosedur kerja
Kacang kedelai dicuci hingga bersih Kacang direndam selama 2 hari Kacang direbus selama 3 jam
PEMBAHASAN
Proses perebusan kacang kedelai dilakukan selama 3 jam dan dilakukan dua kali perebusan
yaitu setelah pengupasan kulit kedelai, dimaksudkan agar kacang benar-benar matang
Kacang kedelai yang telah bebas kulit dan matang. Air rebusan kedelai tidak dimanfaatkan
(dibuang) sedangkan kulit kacang dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Tidak terdapat hasil
samping dari proses pembuatan tempe.
Kedelai ditiriskan dan dikeringkan, sambil dikipas angin hingga keadaanya tidak terlalu
panas. Selanjutnya dimasukkan ragi tempe dengan perbandingan (500 gram ragi untuk 50
kg kacang kedelai (1: 100). Diaduk-aduk kacang agar ragi tercampus secara merata.
Selanjutkan adalah proses fermentasi yang dilakukan selama 2 hari pada suhu kamar
hingga didapkan tempe dengan kualitas yang baik, yaitu berwarna putih dengan permukaan
yang telah tertutupi oleh jamur dari ragi. Daya simpan dari tempe tersebut adalah sekitar 5-
7 hari, dengan tanda pembusukan dan warna berubah kehitaman serta aroma yang tidak
sedap menandakan tempe sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
4.2 Pembahasan
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Drajat, D.P dkk., (2014), Influence of Fermentation Time and Proportion of Dextrin to the
Quality of Milk Tempe Powder, Jurnal Pangan dan Argoindustri, 2(1).
Haliza, W., (2007), Pemanfaatan Kacang- Kacangan Lokal Sebagai Substitusi Bahan
Baku Tempe dan Tahu, Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, 3.
Lumowa, S.V.T., (2014), Pengaruh Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, L. Merr)
Dalam Media Perasan Kulit Nanas (Ananas Comosus (Linn.) Merril) Terhadap
Kadar protein pada Pembuatan tempe, Jurnal EduBio Tropika, 2 (2).
Prwoko, T., (2004), Kandungan Isoflavon Aglikon pada tempe hasil fermentasi Rhizopus
microsporus var. oligosporus. Jurnal Teknologi Pangan. 6(2).
Sukardi, dkk., (2008), Tempeh inoculums application test of rhizopus oryzae with rice and
cassava flour as substrate at sanan tempeh industries eh-kodya Malang, jurnal
Teknologi Pertanian, 9(3).
LAMPIRAN