Indonesia adalah negara agraris yang memiliki kekayaan komoditas hasil pertanian. Salah satu contoh komoditas pertanian yang banyak tumbuh di Indonesia adalah tanaman buah, salah satunya nangka. Dalam 100 gram biji nangka, terdapat protein kacang- kacangan, seperti kacang tanah, kedelai, dan kacang merah. Satu jenis kacang yang banyak tumbuh di Indonesia namun potensinya masih belum banyak dimanfaatkan masyarakat adalah kacang tunggak. Menurut Data Badan Pusat Statistik dalam Hayati (2006), hasil rata-rata produksi kacang tunggak seluruh Indonesia berkisar antara 1,5 - 2 ton per hektar yang ditentukan oleh varietasnya. Di Indonesia, kacang tunggak kurang diminati oleh masyarakat, terbukti dari tingkat konsumsinya yang rendah. Masyarakat khususnya di Pulau Jawa biasanya hanya mengolah kacang tunggak dengan cara langsung dimasak dan dicampur dalam sayur-sayuran serta dikukus (Singh et al., 1997). Produksi nangka yang relatif tinggi di Indonesia tentu menghasilkan limbah biji nangka yang tinggi pula. Limbah biji nangka tersebut umumnya tidak terpakai dan akhirnya hanya dibuang, tanpa adanya proses pengolahan lebih lanjut. Proses pengolahan yang masih bisa dilakukan adalah merebus biji nangka untuk dikonsumsi. Namun, kekurangan dari proses tersebut adalah masa simpan produk yang pendek. Oleh karena itu, perlu dilakukan metode alternatif untuk mengolah limbah biji nangka agar menjadi produk pangan yang mempunyai umur simpan yang panjang. Salah satu cara alternatif yang bisa digunakan adalah mengolahnya menjadi konsentrat protein. Kacang tunggak sebagai tanaman budidaya memiliki beberapa potensi, di antaranya adalah sifatnya yang tahan terhadap kekeringan dan juga nutrisinya yang beragam. Kacang tunggak mengandung protein yang cukup tinggi, yakni 22,9 gram per 100 gram bahan. Meskipun kadarnya lebih rendah dari kacang merah dan kedelai, namun kadar protein kacang tunggak setara dengan kacang hijau dan kacang gude (Rukmana, 2000). Oleh karena kadar protein yang cukup tinggi, kacang tunggak berpotensi untuk diolah menjadi sumber protein nabati, dengan cara mengekstrak proteinnya dalam bentuk konsentrat. Protein adalah salah satu kelompok bahan makronutrien yang berperan penting dalam pembentukan biomolekul dalam tubuh. Protein terbentuk dari asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Budianto, A. K., 2009). Menurut sumbernya, protein kacang tunggak merupakan jenis protein nabati (berasal tumbuh-tumbuhan). Protein kacang tunggak kaya akan asam amino jenis metionin, yang jarang terdapat pada kacang-kacangan lainnya. Melihat konsumsi protein yang masih rendah di Indonesia, protein kacang tunggak dalam bentuk konsentrat diharapkan bisa menjadi alternatif sumber protein yang bisa dikonsumsi masyarakat (Bernhardt, 1976 dalam Suarni 2008). Konsentrat protein adalah adalah produk lanjutan dari tepung kedelai, yang pada prinsipnya dibuat dengan membuang setengah karbohidrat dan sebagian mineralnya. Menurut definisi di atas, konsentrat protein harus diproses agar mengandung minimal 70% protein berdasarkan berat kering. Kelebihan konsentrat protein sebagai produk pangan adalah mempunyai kandungan protein yang tinggi, bentuk yang praktis (serbuk), umur simpan yang panjang, kenampakan warna yang baik, dan bisa ditambahkan dalam berbagai macam produk makanan yang membutuhkan kandungan protein yang tinggi, seperti produk olahan susu, daging, dan makanan ringan (Winarno, F. G., 1993). Dalam prinsip proses pembuatan konsentrat protein, komponen non-protein harus dihilangkan melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut. Oleh sebab itu, pemilihan jenis pelarut dan waktu ekstraksi akan sangat memengaruhi hasil konsentrat yang didapat. Rieuwpassa (2013) dalam jurnalnya menyatakan bahwa semakin lama proses ekstraksi, maka prosentase protein dalam konsentrat yang dihasilkan akan semakin tinggi. DI samping itu, penelitian yang dilakukan oleh WIlsa (2013) menyatakan bahwa jenis pelarut mempengaruhi rendemen konsentrat yang dihasilkan karena setiap pelarut memiliki perbedaan karakter. Pemilihan pelarut harus disesuaikan dengan sifat bahan dan kandungan protein yang ada di dalam bahan tersebut agar menghasilkan konsentrat protein dengan kuantitas yang maksimal serta sifat fisik dan kimia yang baik. Faktor yang dapat mempengaruhi hasil ekstraksi selain pemilihan jenis pelarut dan lama ekstraksi di antaranya adalah rasio penggunaan pelarut dengan bahan, pengecilan ukuran bahan, dan lama ekstraksi (Hartuti, 2012). Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian tentang studi pembuatan konsentrat protein dari kacang tunggak dengan kajian jenis pelarut yang digunakan dan lama ekstraksi.
I.2 Rumusan Masalah
Masalah yang perlu dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah jenis pelarut yang tepat dan berapakah waktu ekstraksi terbaik untuk menghasilkan konsentrat protein dengan rendemen tertinggi dan karakteristik fisik dan kimia terbaik serta bagaimana perbedaan jenis pelarut dan lama ekstraksi dapat memberikan pengaruh terhadap karakteristik kimia dan fisik konsentrat protein kacang tunggak.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrat protein dari kacang tunggak, mengetahui pengaruh dampak jenis pelarut dan lama ekstraksi terhadap sifat kimia dan fisik konsentrat protein yang dihasilkan, serta untuk mendapatkan perlakuan terbaik dari kedua faktor tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menghasilkan konsentrat protein dari bahan kacang tunggak. 2. Memberikan informasi mengenai jenis pelarut dan lama ekstraksi yang optimal untuk mengekstrak protein dari kacang tunggak. 3. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi kacang-kacangan inferior di Indonesia, terutama kacang tunggak, sebagai sumber protein nabati.
1.5 Hipotesis Perbedaan jenis pelarut dan lama ekstraksi diduga akan memberikan pengaruh pengaruh nyata terhadap kuantitas, karakteristik kimia dan fisik dari konsentrat protein kacang tunggak yang dihasilkan.