Abstrak
Salah satu makanan tradisional Indonesia yang mempunyai kandungan gizi yang tinggi
adalah tempe, tidak hanya masyarakat kelas bawah, masyarakat menengah ke atas pun juga
mengkonsumsi tempe. Kacang kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tempe. Saat ini
produksi kedelai dalam negeri masih belum mampu mencukupi kebutuhan industri tempe lokal
sehingga pemenuhan kebutuhan kedelai untuk bahan baku industri tempe menjadi bergantung
kepada impor. Metode penelitian ini menggunakan metode literatur dengan cara mengumpulkan
beberapa sumber referensi artikel dan jurnal mengenai kandungan protein pada tempe. Dasar pada
penulisan ini merupakan bukti-bukti yang kuat dari beberapa penelitian yang sudah mengacu pada
sumber yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kandungan protein total pada tempe.
Hasil penelitian dari literatur mengungkapkan bahwa Kadar protein tempe kedelai cenderung
_________________________________________________________________________________________
_______
*Correspondence Author: e-ISSN xxxx-
xxxx
Jln. Mayor Sujadi timur No.46, Tulungagung, Jawa Timur 66221
E-mai: ratrimukti22@gmail.com
2 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1
senyawa-senyawa komplek pada kedelai dicerna oleh kapang dengan reaksi enzimatis dan
Abstract
One of Indonesia's traditional foods that has a high nutritional content is tempeh, not only the
lower class, the upper middle class also consumes tempe. Soybeans are the main raw material for
making tempeh. Currently, domestic soybean production is still not able to meet the needs of the
local tempe industry so that the fulfillment of soybean needs for raw materials for the tempe
industry is dependent on imports. This research method uses the literature method by collecting
several reference sources for articles and journals regarding the protein content of tempeh. The basis
of this writing is strong evidence from several studies that have referred to the right source. This
study aims to reveal the total protein content of tempeh. The results of research from the literature
revealed that the protein content of soy tempeh tends to increase with increasing curing time.
Through the ripening process, the complex compounds in soybeans are digested by molds with
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di
Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan untuk memproduksi tempe, 40%
tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-
rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai sekitar 6,45kg. Tempe adalah
salah satu makanan tradisional khas Indonesia. Di tanah air, tempe sudah lama dikenal selama
berabad-abad silam. Makanan ini diproduksi dan dikonsumsi secara turun-temurun, khususnya di
Di Indonesia, banyak olahan yang berbahan baku dari kedelai yang umum dikonsumsi
diantaranya adalah tempe, tahu, oncom, kecap, tauco dan lain-lain. Selain itu, kedelai juga dapat
diolah dalam bentuk lain seperti bahan makanan campuran untuk bayi dan anak balita, kembang
tahu, roti, kue, serta susu kedelai. Meski demikian, ada beberapa hal yang kurang disukai dari
olahan berbahan baku kedelai, hal tersebut di karenakan bau langu atau bau kacang, rasa pahit dan
rasa seperti kapur. Kedelai mengandung sejenis oligosakarida yang tidak bisa dicerna oleh tubuh dan
dapat menyebabkan flatulenz (perut kembung). Selain itu juga mengandung antinutrisi (antitripsin,
fitat, saponin, hemaglutinin), yang membatasi kapasitas protein untuk diserap oleh tubuh.(Ichsan
2021)
Protein merupakan suatu makro nutrien yang berperan penting dalam pembentukan
biomolekul dan berpengaruh dalam penentuan ukuran dan struktur sel. Protein tersusun atas rantai-
rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam suatu ikatan peptida1 . Protein
memiliki ikatan peptide dari asam-asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh2 . Jenis protein
berdasarkan asalnya dibedakan menjadi dua yaitu protein hewani dan protein nabati. Salah satu
contoh protein nabati yang memiliki kadar protein cukup tinggi adalah dari jenis kacang-kacangan.
4 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1
Kacang kedelai (Glycine max L. Merr) beserta semua jenis olahannya merupakan sumber protein
nabati tertinggi. Dalam 100 gram kacang kedelai (Glycine max L. Merr) mengandung protein
sebanyak 34,9 g, 34,8 g karbohidrat dan 18,1 g lemak3 . Selain kaya akan nutrisi kedelai merupakan
tanaman pangan hasil rekayasa genetika (GMO) yang banyak diproduksi di dunia, sekitar47%4
.Tempe merupakan jenis olahan kacang kedelai (Glycine max L) yang telah dikenal sebagai pangan
fungsional melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau
Rhizopus oligosporus5. Lama fermentasi pembuatan tempe sekitar 36-48 jam dengan ditandai
adanya kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Lama fermentasi memberikan
pengaruh dalam kualitas produk. Produk fermentasi adalah produk yang dapat diterima baik secara
kenampakan, aroma serta gizi yang dihasilkan. Fermentasi dibantu oleh mikroorganisme yang
memiliki fase hidup logaritmik. Setiap 100 g tempe mengandung 18-20 g protein, 4 g lemak, 12 g
kabohidrat, serat 3,5 g dan mempunyai kandungan vitamin, fosfor, kalsium.(Khanifah 2018)
Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir
dan jamur. Contoh fermentasi adalah perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu,
dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida serta oksidasi senyawa nitrogen
organic. Selama proses fermentasi pada pembutan tempe, kedelai akan mengalami perubahan fisik
terutama tekstur, yang menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk
yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga dapat
menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai sehingga nilai gizi tempe lebih baik dari kacang
kedelai. Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain yang
diproses melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat proses
fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga
Mukti, Dewi: Kandungan Protein
5
mudah dicerna. Penyebaran tempe telah meluas menjangkau beberapa kawasan. Masyarakat Eropa
cukup lama mengenal tempe, yang memperkenalkan tempe petama kali kepada masyarakat Eropa
adalah imigran asal Indonesia yang menetap di Belanda. Melalui Belanda, keberadaan tempe
menyebar ke negara Eropa lain seperti Belgia dan Jerman. Tercatat, tempe cukup populer di
METODE
Metode penelitian ini menggunakan metode literatur dengan cara mengumpulkan beberapa
sumber referensi artikel dan jurnal mengenai kandungan protein pada tempe. Dasar pada penulisan
ini merupakan bukti-bukti yang kuat dari beberapa penelitian yang sudah mengacu pada sumber
yang tepat. Sumber referensi didapat dari artikel dan jurnal merupakan hasil penelitian yang secara
Pada umumnya, pembuatan tempe dilakukan dengan cara tradisional yaitu pembuatannya
dilakukan dengan menutupi tempe dengan kain atau penutup lain, proses fermentasi makanan
sendiri merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan tempe, sehingga permasalahan
kondisi suhu dan kelembaban yang tidak menentu akan mengakibatkan kegagalan fermentasi dan
berdampak merugikan, bila proses pembuatan tempe cuaca stabil maka tempe bisa matang tepat
pada waktunya, dalam proses pembuatan tempe, pembuat tempe tidak pernah tahu berapa suhu dan
Pada umumnya, tempe dikemas menggunakan plastik atau daun pisang. Jika produksi tempe
diperuntukkan untuk skala industri, maka kemasan yang digunakan yaitu plastik dikarenakan lebih
efektif dan efisien (Hutapea dan Fallo, 2017). Walaupun begitu, tempe yang dikemas dengan daun
pisang memiliki masa simpan yang lebih lama dengan waktu fermentasi yang relatif lebih cepat,
6 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1
aroma yang lebih segar, dan rasa yang lebih enak karena dikemas dengan kondisi tetap hangat dan
lembab tapi tidak terjadi kondensasi uap yang berlebihan selama waktu fermentasi sehingga tidak
menghambat pertumbuhan miselia jamur (Astuti, 2009). Sedangkan tempe yang dibungkus daun jati
memiliki warna yang lebih kuning dibanding tempe yang dikemas dengan daun pisang maupun
plastik serta memiliki aroma yang kurang khas tempe jika dibandingkan dengan kemasan daun
pisang (Adisarwanto, 2005). Pengemasan merupakan salah satu kegiatan dalam produksi yang
berperan penting dalam mempengaruhi kualitas mutu makanan, termasuk dalam zat gizi makanan
yang dikemasnya. Sama seperti pempengemas tempe yang akan mempengaruhi kadar nutrisinya
(Radiati, 2016). Namun, tempe edamame dengan perbedaan jenis pengemas belum dapat ditelaah
secara ilmiah sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai tempe edamame dengan
Hasil penghitungan akumulasi data kadar protein dihitung berdasarkan hasil titrasi larutan
sampel dinyatakan dalam bentuk presentase (%). Kadar protein pada 8 perlakuan dilihat dari hasil
titrasi melalui skala biuret kemudian dihitung menggunakan perhitungan manual dapat dilihat pada
Tabel 1
Tabel 1. Data Rata-rata Hasil Pengamatan Jenis Kedelai, Lama Dan Suhu Pemeraman Terhadap Ulangan
Pengujian Kadar Protein.
Kandungan Protein/100g
Perlakuan Rata-rata Kadar Protein
U1 U2 U3
(%)
J1L1S1 0,0483 0,0322 0,00402 0,04
J1L1S2 0,0407 0,0407 0,0322 0,03
J1L2S1 0,0322 0,0322 0,0245 0,02
J1L2S2 0,1448 0,1533 0,1360 0,14
J2L1S1 0,0407 0,483 0,0322 0,04
J2L1S2 0,1770 0,1694 0,1855 0,17
J2L2S1 0,2499 0,2499 0,2252 0,72
Mukti, Dewi: Kandungan Protein
7
Keterangan:
Tabel 1 menunjukkan ada perlakuan jenis kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam dan suhu
100 C (J2L2S1) memiliki kadar protein tertinggi yaitu sebesar 0,72 % dan kadar protein terendah
terdapat pada perlakuan jenis kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam dan suhu pemeraman 310 C
(J2L2S2) menunjukkan kadar sebesar 0,01 %. Uji lanjut LSD yang menunjukan signifikansi
perbedaan nyata adalah kombinasi perlakuan kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam suhu
pemeraman 100 C (J2L2S1) dengan kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam, suhu pemeraman 310
C (J2L2S2) dengan angka signifikasi sebesar 0,23067. Penggunaan jenis kedelai, lama dan suhu
pemeraman mempengaruhi kadar protein tempe kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis
kedelai, lama dan suhu pemeraman berpengaruh nyata terhadap kandungan protein tempe kedelai.
Adapun gambar rata-rata kadar protein yang dihasilkan pada perlakuan berbeda disajikan dalam
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar protein tempe kedelai tertinggi terdapat pada jenis
kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam dan suhu pemeraman 100 C (J2L2S1) karena kapang sudah
merombak enzimenzim senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mendekati titik
8 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1
optimum (72 jam) dan suhu yang tepat untuk kapang tumbuh. Suhu tinggi akan membuat kapang
tidak bisa tumbuh sempurna. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi dengan
menggunakan beberapa jenis kapang (Rhizopus sp). Jamur yang tumbuh pada kedelei tersebut
menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan mudah digunakan oleh tubuh. Rhizopus sp
tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6, semakin lama waktu pemeraman, pH tempe semakin meningkat
sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk
Gambar 1. Grafik Rata-rata Hasil Pengamatan Jenis Kedelai, Lama Dan Suhu Pemeraman Terhadap Ulangan
Pengujian Kadar Protein
Jamur membutuhkan air untuk pertumbuhannya tetapi kebutuhan air pada jamur lebih sedikit
dari pada bakteri. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protase. Perombakan senyawa
kompleks protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana adalah penting dalam pemeraman
tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein
nabati yang memiliki nilai cerna yang amat tinggi. Semakin lama pemeraman maka akan semakin
besar kadar protein terlarutnya dan akan mencapai kondisi optimum pada pemeraman ke 72 jam
kemudian mengalami penurunan pada hari berikutnya. Semakin lama pemeraman maka akan
Mukti, Dewi: Kandungan Protein
9
semakin besar aktifitas enzim tripsinnya dan akan mencapai kondisi optimum pada pemeraman ke
72 jam akan mengalami penurunan pada hari berikutnya. Suhu pemeraman dalam pembuatan tempe
harus diatur karena bila suhu pemeraman terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan kapang
tidak sempurna, Suhu pemeraman yang tinggi akan menghasilkan tempe terlalu basah, tempe berbau
amoniak atau alkohol dan tempe kepanasan atau (overheating). Suhu pemeraman rendah akan
menghambat pertumbuhan kapang. Kadar protein tempe kedelai cenderung mengalami kenaikan
pada kedelai dicerna oleh kapang dengan reaksi enzimatis dan menghasilkan senyawa-senyawa yang
lebih sederhana. Selama proses pemeraman terjadi perubahan jumlah kandungan asam-asam amino
yang secara keseluruhan jumlah asam-asam amino mengalami kenaikan setelah proses pemeraman.
Jenis kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe kedelai dianjurkan untuk menggunakan jenis
kedelai kuning, karena kulit ari kedelai kuning tidak terlalu kelihatan sehinggga hasil tempe terlihat
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dari literatur dapat ditarik kesimpulan bahwa lama pemeraman
dan suhu pemeraman berpengaruh terhadap kadar protein, hal ini disebabkan karena kapang tidak
dapat tumbuh kemudian mati yang ditunjukkan dengan perubahan fisik pada tempe, tempe menjadi
hitam dan terjadi denaturasi protein. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh jenis kedelai, lama
dan suhu pemeraman terhadap kandungan protein pada tempe saja sehingga masih perlu adanya
pengembangan penelitian. Penelitian dapat dilanjutkan untuk mengkaji nilai gizi terhadap tempe
pada perbedaan suhu pemeraman, waktu pemeraman dan jenis tempe, sehingga dapat memberikan
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang Dipengemas Plastik. Fakultas Ilmu
Hakim, N. A. 2013. Perbedaan kualitas dan pertumbuhan benih edamame varietas ryoko yang
12.
Hutapea, A. N. dan Y. M. Fallo. 2017. Analisis kelayakan finansial industry tempe di Kelurahan
http://repository.iainbengkulu.ac.id/id/eprint/7018.
Khanifah, Farach. 2018. “Analisis Kadar Protein Total Pada Tempe Fermentasi Dengan Penambahan
Ekstrak Nanas (Ananascomosus (L.) Merr ).” Jurnal Nutrisia 20 (1): 34–37.
https://doi.org/10.29238/jnutri.v20i1.113.
Kurniawan, Nova Damayanti, Etza Bhakti Setiani, and Bambang Dwiloka. 2019. “Kadar Lemak ,
Kadar Air , Kadar Protein , Dan Antioksidan Tempe Edamame (Glycine Max (L) Merrill)
Dengan Jenis Pengemas Yang Berbeda.” Jurnal Teknologi Pangan 3 (2): 355–60.
Mukhoyaroh, Hanifah. 2015. “Pengaruh Jenis Kedelai, Waktu Dan Suhu Pemeraman Terhadap
Kandungan Protein Tempe Kedelai.” Florea : Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya 2 (2): 47–
51. https://doi.org/10.25273/florea.v2i2.415.
Mukti, Dewi: Kandungan Protein
11
Nuroctavia, Annisa Fitri, Ari Murtono, and Bambang Priyadi. 2021. “Sistem Kendali Suhu Dan
Kelembaban Pada Proses Fermentasi Tempe.” Jurnal Elkolind Volume 8 (1): 261–69.
https://doi.org/10.33795/elkolind.v8i3/304.
Radiati, A. dan Sumarto. 2016. Analisis sifat fisik, sifat organoleptik, dan kandungan gizi pada
produk tempe dari kacang non – kedelai. J. Aplikasi Teknologi Pangan. 5 (1) : 16 – 22.
Wahyuni, Anggun Riska. 2017. Penentuan Kadar Protein Tempe Berdasarkan Variasi Kemasan
Dengan Menggunakan Metode Kjedahl. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam