Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya, Volume xx, Nomor xxxx, xxxxxxxxxx

Jurnal Riset Biologi dan Aplikasinya


https://journal.unesa.ac.id/index.php/risetbiologi

Analisis Kandungan Protein pada Tempeh Kedelai

Analysis of Protein Content in Soybean Tempe

RATRI MUKTI1) RATNA KUMALA DEWI2)


1)
Jurusan Tadris Biologi, FTIK UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
2)
Jurusan Tadris Kimia, FTIK UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
*)
email Penulis Korespondensi: ratrimukti22@gmail.com

Abstrak
Salah satu makanan tradisional Indonesia yang mempunyai kandungan gizi yang tinggi

adalah tempe, tidak hanya masyarakat kelas bawah, masyarakat menengah ke atas pun juga

mengkonsumsi tempe. Kacang kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tempe. Saat ini

produksi kedelai dalam negeri masih belum mampu mencukupi kebutuhan industri tempe lokal

sehingga pemenuhan kebutuhan kedelai untuk bahan baku industri tempe menjadi bergantung

kepada impor. Metode penelitian ini menggunakan metode literatur dengan cara mengumpulkan

beberapa sumber referensi artikel dan jurnal mengenai kandungan protein pada tempe. Dasar pada

penulisan ini merupakan bukti-bukti yang kuat dari beberapa penelitian yang sudah mengacu pada

sumber yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kandungan protein total pada tempe.

Hasil penelitian dari literatur mengungkapkan bahwa Kadar protein tempe kedelai cenderung

mengalami kenaikan dengan meningkatnya waktu pemeraman. Melalui proses pemeraman,

_________________________________________________________________________________________
_______
*Correspondence Author: e-ISSN xxxx-
xxxx
Jln. Mayor Sujadi timur No.46, Tulungagung, Jawa Timur 66221

E-mai: ratrimukti22@gmail.com
2 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1

senyawa-senyawa komplek pada kedelai dicerna oleh kapang dengan reaksi enzimatis dan

menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana.

Kata Kunci: Protein, tempe, kacang kedelai .

Abstract

One of Indonesia's traditional foods that has a high nutritional content is tempeh, not only the

lower class, the upper middle class also consumes tempe. Soybeans are the main raw material for

making tempeh. Currently, domestic soybean production is still not able to meet the needs of the

local tempe industry so that the fulfillment of soybean needs for raw materials for the tempe

industry is dependent on imports. This research method uses the literature method by collecting

several reference sources for articles and journals regarding the protein content of tempeh. The basis

of this writing is strong evidence from several studies that have referred to the right source. This

study aims to reveal the total protein content of tempeh. The results of research from the literature

revealed that the protein content of soy tempeh tends to increase with increasing curing time.

Through the ripening process, the complex compounds in soybeans are digested by molds with

enzymatic reactions and produce simpler compounds.

Keywords: Protein, tempeh, soybean.


Mukti, Dewi: Kandungan Protein
3

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di

Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan untuk memproduksi tempe, 40%

tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-

rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai sekitar 6,45kg. Tempe adalah

salah satu makanan tradisional khas Indonesia. Di tanah air, tempe sudah lama dikenal selama

berabad-abad silam. Makanan ini diproduksi dan dikonsumsi secara turun-temurun, khususnya di

daerah Jawa Tengah dan sekitarnya.(Wahyuni 2017)

Di Indonesia, banyak olahan yang berbahan baku dari kedelai yang umum dikonsumsi

diantaranya adalah tempe, tahu, oncom, kecap, tauco dan lain-lain. Selain itu, kedelai juga dapat

diolah dalam bentuk lain seperti bahan makanan campuran untuk bayi dan anak balita, kembang

tahu, roti, kue, serta susu kedelai. Meski demikian, ada beberapa hal yang kurang disukai dari

olahan berbahan baku kedelai, hal tersebut di karenakan bau langu atau bau kacang, rasa pahit dan

rasa seperti kapur. Kedelai mengandung sejenis oligosakarida yang tidak bisa dicerna oleh tubuh dan

dapat menyebabkan flatulenz (perut kembung). Selain itu juga mengandung antinutrisi (antitripsin,

fitat, saponin, hemaglutinin), yang membatasi kapasitas protein untuk diserap oleh tubuh.(Ichsan

2021)

Protein merupakan suatu makro nutrien yang berperan penting dalam pembentukan

biomolekul dan berpengaruh dalam penentuan ukuran dan struktur sel. Protein tersusun atas rantai-

rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam suatu ikatan peptida1 . Protein

memiliki ikatan peptide dari asam-asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh2 . Jenis protein

berdasarkan asalnya dibedakan menjadi dua yaitu protein hewani dan protein nabati. Salah satu

contoh protein nabati yang memiliki kadar protein cukup tinggi adalah dari jenis kacang-kacangan.
4 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1

Kacang kedelai (Glycine max L. Merr) beserta semua jenis olahannya merupakan sumber protein

nabati tertinggi. Dalam 100 gram kacang kedelai (Glycine max L. Merr) mengandung protein

sebanyak 34,9 g, 34,8 g karbohidrat dan 18,1 g lemak3 . Selain kaya akan nutrisi kedelai merupakan

tanaman pangan hasil rekayasa genetika (GMO) yang banyak diproduksi di dunia, sekitar47%4

.Tempe merupakan jenis olahan kacang kedelai (Glycine max L) yang telah dikenal sebagai pangan

fungsional melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau

Rhizopus oligosporus5. Lama fermentasi pembuatan tempe sekitar 36-48 jam dengan ditandai

adanya kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Lama fermentasi memberikan

pengaruh dalam kualitas produk. Produk fermentasi adalah produk yang dapat diterima baik secara

kenampakan, aroma serta gizi yang dihasilkan. Fermentasi dibantu oleh mikroorganisme yang

memiliki fase hidup logaritmik. Setiap 100 g tempe mengandung 18-20 g protein, 4 g lemak, 12 g

kabohidrat, serat 3,5 g dan mempunyai kandungan vitamin, fosfor, kalsium.(Khanifah 2018)

Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir

dan jamur. Contoh fermentasi adalah perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu,

dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida serta oksidasi senyawa nitrogen

organic. Selama proses fermentasi pada pembutan tempe, kedelai akan mengalami perubahan fisik

terutama tekstur, yang menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk

yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga dapat

menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai sehingga nilai gizi tempe lebih baik dari kacang

kedelai. Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai

yang satu dengan yang lainnya menjadi satu kesatuan.(Mukhoyaroh 2015)

Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain yang

diproses melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat proses

fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga
Mukti, Dewi: Kandungan Protein
5

mudah dicerna. Penyebaran tempe telah meluas menjangkau beberapa kawasan. Masyarakat Eropa

cukup lama mengenal tempe, yang memperkenalkan tempe petama kali kepada masyarakat Eropa

adalah imigran asal Indonesia yang menetap di Belanda. Melalui Belanda, keberadaan tempe

menyebar ke negara Eropa lain seperti Belgia dan Jerman. Tercatat, tempe cukup populer di

beberapa negara Eropa sejak tahun 1946.(Wahyuni 2017)

METODE

Metode penelitian ini menggunakan metode literatur dengan cara mengumpulkan beberapa

sumber referensi artikel dan jurnal mengenai kandungan protein pada tempe. Dasar pada penulisan

ini merupakan bukti-bukti yang kuat dari beberapa penelitian yang sudah mengacu pada sumber

yang tepat. Sumber referensi didapat dari artikel dan jurnal merupakan hasil penelitian yang secara

umum masih dibilang masih baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada umumnya, pembuatan tempe dilakukan dengan cara tradisional yaitu pembuatannya

dilakukan dengan menutupi tempe dengan kain atau penutup lain, proses fermentasi makanan

sendiri merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan tempe, sehingga permasalahan

kondisi suhu dan kelembaban yang tidak menentu akan mengakibatkan kegagalan fermentasi dan

berdampak merugikan, bila proses pembuatan tempe cuaca stabil maka tempe bisa matang tepat

pada waktunya, dalam proses pembuatan tempe, pembuat tempe tidak pernah tahu berapa suhu dan

kelembaban dalam ruangan tersebut.(Nuroctavia, Murtono, and Priyadi 2021)

Pada umumnya, tempe dikemas menggunakan plastik atau daun pisang. Jika produksi tempe

diperuntukkan untuk skala industri, maka kemasan yang digunakan yaitu plastik dikarenakan lebih

efektif dan efisien (Hutapea dan Fallo, 2017). Walaupun begitu, tempe yang dikemas dengan daun

pisang memiliki masa simpan yang lebih lama dengan waktu fermentasi yang relatif lebih cepat,
6 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1

aroma yang lebih segar, dan rasa yang lebih enak karena dikemas dengan kondisi tetap hangat dan

lembab tapi tidak terjadi kondensasi uap yang berlebihan selama waktu fermentasi sehingga tidak

menghambat pertumbuhan miselia jamur (Astuti, 2009). Sedangkan tempe yang dibungkus daun jati

memiliki warna yang lebih kuning dibanding tempe yang dikemas dengan daun pisang maupun

plastik serta memiliki aroma yang kurang khas tempe jika dibandingkan dengan kemasan daun

pisang (Adisarwanto, 2005). Pengemasan merupakan salah satu kegiatan dalam produksi yang

berperan penting dalam mempengaruhi kualitas mutu makanan, termasuk dalam zat gizi makanan

yang dikemasnya. Sama seperti pempengemas tempe yang akan mempengaruhi kadar nutrisinya

(Radiati, 2016). Namun, tempe edamame dengan perbedaan jenis pengemas belum dapat ditelaah

secara ilmiah sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai tempe edamame dengan

perbedaan jenis kemasan.(Kurniawan, Setiani, and Dwiloka 2019)

Hasil penghitungan akumulasi data kadar protein dihitung berdasarkan hasil titrasi larutan

sampel dinyatakan dalam bentuk presentase (%). Kadar protein pada 8 perlakuan dilihat dari hasil

titrasi melalui skala biuret kemudian dihitung menggunakan perhitungan manual dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1. Data Rata-rata Hasil Pengamatan Jenis Kedelai, Lama Dan Suhu Pemeraman Terhadap Ulangan
Pengujian Kadar Protein.
Kandungan Protein/100g
Perlakuan Rata-rata Kadar Protein
U1 U2 U3
(%)
J1L1S1 0,0483 0,0322 0,00402 0,04
J1L1S2 0,0407 0,0407 0,0322 0,03
J1L2S1 0,0322 0,0322 0,0245 0,02
J1L2S2 0,1448 0,1533 0,1360 0,14
J2L1S1 0,0407 0,483 0,0322 0,04
J2L1S2 0,1770 0,1694 0,1855 0,17
J2L2S1 0,2499 0,2499 0,2252 0,72
Mukti, Dewi: Kandungan Protein
7

J2L2S2 0,0085 0,0085 0,0160 0,01

Keterangan:

J1L1S1 = jenis kedelai kuning, lama 18 jam, suhu pemeraman 10oC

J1L1S2 = jenis kedelai kuning, lama 18 jam, suhu pemeraman 31oC

J1L2S1= jenis kedelai kuning, lama 36 jam, suhu pemeraman 10oC

J1L2S2 = jenis kedelai kuning, lama 36 jam, suhu pemeraman 31oC

J2L1S1 = jenis kedelai hitam, lama 18 jam, suhu pemeraman 100C

J2L1S2 = jenis kedelai hitam, lama 18 jam, suhu pemeraman 310C

J2L2S1= jenis kedelai hitam, lama 36 jam, suhu pemeraman 100C

J2L2S2= jenis kedelai hitam, lama 36 jam, suhu pemeraman 310C

Tabel 1 menunjukkan ada perlakuan jenis kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam dan suhu

100 C (J2L2S1) memiliki kadar protein tertinggi yaitu sebesar 0,72 % dan kadar protein terendah

terdapat pada perlakuan jenis kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam dan suhu pemeraman 310 C

(J2L2S2) menunjukkan kadar sebesar 0,01 %. Uji lanjut LSD yang menunjukan signifikansi

perbedaan nyata adalah kombinasi perlakuan kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam suhu

pemeraman 100 C (J2L2S1) dengan kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam, suhu pemeraman 310

C (J2L2S2) dengan angka signifikasi sebesar 0,23067. Penggunaan jenis kedelai, lama dan suhu

pemeraman mempengaruhi kadar protein tempe kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis

kedelai, lama dan suhu pemeraman berpengaruh nyata terhadap kandungan protein tempe kedelai.

Adapun gambar rata-rata kadar protein yang dihasilkan pada perlakuan berbeda disajikan dalam

Gambar 1.(Mukhoyaroh 2015)

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar protein tempe kedelai tertinggi terdapat pada jenis

kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam dan suhu pemeraman 100 C (J2L2S1) karena kapang sudah

merombak enzimenzim senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mendekati titik
8 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1

optimum (72 jam) dan suhu yang tepat untuk kapang tumbuh. Suhu tinggi akan membuat kapang

tidak bisa tumbuh sempurna. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi dengan

menggunakan beberapa jenis kapang (Rhizopus sp). Jamur yang tumbuh pada kedelei tersebut

menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa

yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan mudah digunakan oleh tubuh. Rhizopus sp

tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6, semakin lama waktu pemeraman, pH tempe semakin meningkat

sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk

pertumbuhan jamur. (Mukhoyaroh 2015)

Gambar 1. Grafik Rata-rata Hasil Pengamatan Jenis Kedelai, Lama Dan Suhu Pemeraman Terhadap Ulangan
Pengujian Kadar Protein

Jamur membutuhkan air untuk pertumbuhannya tetapi kebutuhan air pada jamur lebih sedikit

dari pada bakteri. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protase. Perombakan senyawa

kompleks protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana adalah penting dalam pemeraman

tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein

nabati yang memiliki nilai cerna yang amat tinggi. Semakin lama pemeraman maka akan semakin

besar kadar protein terlarutnya dan akan mencapai kondisi optimum pada pemeraman ke 72 jam

kemudian mengalami penurunan pada hari berikutnya. Semakin lama pemeraman maka akan
Mukti, Dewi: Kandungan Protein
9

semakin besar aktifitas enzim tripsinnya dan akan mencapai kondisi optimum pada pemeraman ke

72 jam akan mengalami penurunan pada hari berikutnya. Suhu pemeraman dalam pembuatan tempe

harus diatur karena bila suhu pemeraman terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan kapang

tidak sempurna, Suhu pemeraman yang tinggi akan menghasilkan tempe terlalu basah, tempe berbau

amoniak atau alkohol dan tempe kepanasan atau (overheating). Suhu pemeraman rendah akan

menghambat pertumbuhan kapang. Kadar protein tempe kedelai cenderung mengalami kenaikan

dengan meningkatnya waktu pemeraman. Melalui proses pemeraman, senyawa-senyawa komplek

pada kedelai dicerna oleh kapang dengan reaksi enzimatis dan menghasilkan senyawa-senyawa yang

lebih sederhana. Selama proses pemeraman terjadi perubahan jumlah kandungan asam-asam amino

yang secara keseluruhan jumlah asam-asam amino mengalami kenaikan setelah proses pemeraman.

Jenis kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe kedelai dianjurkan untuk menggunakan jenis

kedelai kuning, karena kulit ari kedelai kuning tidak terlalu kelihatan sehinggga hasil tempe terlihat

bersih dan menarik. (Mukhoyaroh 2015)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dari literatur dapat ditarik kesimpulan bahwa lama pemeraman

dan suhu pemeraman berpengaruh terhadap kadar protein, hal ini disebabkan karena kapang tidak

dapat tumbuh kemudian mati yang ditunjukkan dengan perubahan fisik pada tempe, tempe menjadi

hitam dan terjadi denaturasi protein. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh jenis kedelai, lama

dan suhu pemeraman terhadap kandungan protein pada tempe saja sehingga masih perlu adanya

pengembangan penelitian. Penelitian dapat dilanjutkan untuk mengkaji nilai gizi terhadap tempe

pada perbedaan suhu pemeraman, waktu pemeraman dan jenis tempe, sehingga dapat memberikan

informasi kepada masyarakat secara lebih akurat.


10 JRBA Vol. 5 No. 3, xxxxxxxxxxx: 1–1

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang Dipengemas Plastik. Fakultas Ilmu

Kesehatan, UMS, Semarang.

Hakim, N. A. 2013. Perbedaan kualitas dan pertumbuhan benih edamame varietas ryoko yang

diproduksi di ketinggian tempat yang berbeda di Lampung. J. Pertanian Terapan. 13 (1) : 8 –

12.

Hutapea, A. N. dan Y. M. Fallo. 2017. Analisis kelayakan finansial industry tempe di Kelurahan

Oelami, Kecamatan Bikomi Selatan. J. Agrimor. 2 (1) : 15 – 16.

Ichsan, Muhammad Iqbalul. 2021. “PEMANFAATAN OLAHAN KEDELAI DALAM PROSES

PEMBUATAN KERIPIK TEMPE MARET KREZI.” IAIN Bengkulu.

http://repository.iainbengkulu.ac.id/id/eprint/7018.

Khanifah, Farach. 2018. “Analisis Kadar Protein Total Pada Tempe Fermentasi Dengan Penambahan

Ekstrak Nanas (Ananascomosus (L.) Merr ).” Jurnal Nutrisia 20 (1): 34–37.

https://doi.org/10.29238/jnutri.v20i1.113.

Kurniawan, Nova Damayanti, Etza Bhakti Setiani, and Bambang Dwiloka. 2019. “Kadar Lemak ,

Kadar Air , Kadar Protein , Dan Antioksidan Tempe Edamame (Glycine Max (L) Merrill)

Dengan Jenis Pengemas Yang Berbeda.” Jurnal Teknologi Pangan 3 (2): 355–60.

Mukhoyaroh, Hanifah. 2015. “Pengaruh Jenis Kedelai, Waktu Dan Suhu Pemeraman Terhadap

Kandungan Protein Tempe Kedelai.” Florea : Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya 2 (2): 47–

51. https://doi.org/10.25273/florea.v2i2.415.
Mukti, Dewi: Kandungan Protein
11

Nuroctavia, Annisa Fitri, Ari Murtono, and Bambang Priyadi. 2021. “Sistem Kendali Suhu Dan

Kelembaban Pada Proses Fermentasi Tempe.” Jurnal Elkolind Volume 8 (1): 261–69.

https://doi.org/10.33795/elkolind.v8i3/304.

Radiati, A. dan Sumarto. 2016. Analisis sifat fisik, sifat organoleptik, dan kandungan gizi pada

produk tempe dari kacang non – kedelai. J. Aplikasi Teknologi Pangan. 5 (1) : 16 – 22.

Wahyuni, Anggun Riska. 2017. Penentuan Kadar Protein Tempe Berdasarkan Variasi Kemasan

Dengan Menggunakan Metode Kjedahl. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatra Utara.

Anda mungkin juga menyukai